• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Bidan Puskesmas Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Bidan Puskesmas Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN PUSKESMAS PELAYANAN

OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN LEBONG

PROVINSI BENGKULU

T E S I S

Oleh

LAMRIWATI PAKPAHAN 097032048/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH FAKTOR INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN PUSKESMAS PELAYANAN

OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN LEBONG

PROVINSI BENGKULU

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAMRIWATI PAKPAHAN 097032048/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN LEBONG

PROVINSI BENGKULU Nama Mahasiswa : Lamriwati Pakpahan Nomor Induk Mahasiswa : 097032048

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K)) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 10 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K) Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA BIDAN PUSKESMAS PELAYANAN

OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN LEBONG

PROVINSI BENGKULU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2012

(6)

ABSTRAK

Upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB adalah diselenggarakannya Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas. Di Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) masih tinggi (AKI 2008 sebanyak 8 orang;

2009 sebanyak 9 orang, sedangkan AKN 2008 sebanyak 34 orang; 2009 sebanyak 36 orang).

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor individu dan organisasi terhadap kinerja bidan puskesmas PONED di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Jenis penelitian survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Januari 2012. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong berjumlah 34 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor individu (kemampuan dan pengalaman) dan faktor organisasi (imbalan dan supervisi) berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong. Faktor organisasi memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja bidan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lebong disarankan untuk mengupayakan peningkatan kemampuan serta pengalaman bidan dalam penanganan kasus gawat darurat obstetri dan neonatal. Puskesmas PONED Kabupaten Lebong disarankan agar merencanakan pengalokasian dana/anggaran yang lebih sesuai sebagai imbalan bagi bidan yang melakukan penanganan kasus gawat darurat obstetri dan neonatal dan melengkapi sarana, peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan dalam PONED. Bidan Koordinator serta Pengelola Program KIA Dinas Kabupaten Lebong disarankan untuk melakukan kegiatan supervisi secara rutin ke puskesmas PONED sebagai upaya pembinaan bagi bidan.

(7)

ABSTRACT

The attempt done by the government to minimize the maternal and child mortality rates was conducted by Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services at Health Centre. In Lebong District, Bengkulu Province the maternal and neonatal mortality rates are still high Maternal Mortality Rate (MMR) in 2008 as many as there were 8 people; in 2009 there were 9 people, while Neonatal Mortality Rate (NMR) in 2008 there were 38 people; in 2009 there were 36 people)..

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual and organizational factors on the performance of the midwives working for the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services at Health Centre in Lebong District, Bengkulu Province. The study was couducted from September 2011 until January 2012. The population of this study were all of the 34 midwives working at Health Centre in Lebong District, and all of them were selected to be the sample for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were then analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study revealed that statistically the individual factor (ability and experience) and the organizational factor (rewards and supervision) had significant influence on the performance of the midwives working for the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services at Health Centre in Lebong District. Organizational factor gave the dominant influence on the performance of midwives.

The management of Lebong District Health 0ffice is suggested to do its best to improve the ability and experience of the midwives in manage the emergency neonatal and obstetric cases. Health Centre with the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services in Lebong District should plan its fund/budget allocation which is more appropriate to be used as rewards for the midwives whose manage the emergency neonatal and obstetric cases and completing the facilities, equipment and medicine are in need in a Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services. Midwife Coordinator and Mother and Child Health Program Manager of Lebong District Health Office should do routine supervision activities to the Health Centre with the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services as an attempt of midwife development.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Faktor Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Bidan Puskesmas Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG (K) selaku ketua komisi pembimbing dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Dr. Juanita, S.E, M.Kes dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku penguji tesis yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebong yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda S. Pakpahan dan Ibunda L. Simatupang atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

(10)

10.Teristimewa buat suami tercinta Erikwanto, S.P serta anak-anak: Yohana, Fredrick, Petra dan Adik-adik tersayang yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Lamriwati Pakpahan, lahir pada tanggal 07 Juli 1974 di Dolok Pansur Godang Pangaribuan Tapanuli Utara, anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda S. Pakpahan dan Ibunda L. Simatupang.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar HKBP Pangaribuan, selesai Tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 1 Pangaribuan, selesai Tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Medan, selesai tahun 1992. Fakultas Kedokteran di Universitas Methodist

Indonesia Medan, selesai Tahun 2002.

Mulai bekerja sebagai staf di Puskesmas Taba Penanjung Bengkulu Utara, tahun 2002 sampai tahun 2003, sebagai staf di Puskesmas Ketahun Bengkulu Utara, tahun 2003 sampai tahun 2005, sebagai staf di Puskesmas Muara Aman, tahun 2005 sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

2.1.1.Pengertian Kinerja ... 12

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 13

2.1.3 Penilaian Kinerja ... 14

2.4.3 Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan ... 34

2.4.4 Standar Pelayanan Kebidanan ... 35

2.4.5 Tugas Pokok dan Fungsi Bidan ... 37

2.5 Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) ... 38

2.6 Kegawatdaruratan Persalinan ... 39

2.7 Landasan Teori ... 41

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

(13)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 46

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.5.1 Variabel Bebas ... 47

3.5.2 Variabel Terikat ... 48

3.6 Metode Pengukuran ... 48

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 48

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 49

3.7 Metode Analisis Data ... 50

4.7.1 Pengaruh Faktor Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong ... 71

4.7.2 Pengujian Hipotesis ... 72

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1 Kinerja Bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong ... 74

5.2 Pengaruh Faktor Individu terhadap Kinerja Bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong ... 78

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal ... 36 3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 49 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 49 4.1 Distribusi Identitas Responden di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong 54 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menangani Ibu Hamil

dengan Kasus Preeklampsia Berat/Eklampsia di Puskesmas PONED

Kabupaten Lebong ... 56 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menangani Janin

Distosia Bahu di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong ... 57 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menangani Ibu

Melahirkan dengan Plasenta Manual di Puskesmas PONED Kabupaten

Lebong ... 59 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman di Puskesmas PONED

Kabupaten Lebong ... 61 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kemampuan di Puskesmas

PONED Kabupaten Lebong ... 62 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengalaman di Puskesmas

PONED Kabupaten Lebong ... 63 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Faktor Individu

di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong ... 63 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Supervisi di Puskesmas PONED

Kabupaten Lebong ... 64 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan di Puskesmas PONED

(16)

4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Supervisi di Puskesmas

PONED Kabupaten Lebong ... 66 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Imbalan di Puskesmas

PONED Kabupaten Lebong ... 66 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Faktor Organisasi

di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong ... 67 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di Puskesmas PONED

Kabupaten Lebong ... 68 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja Bidan di Puskesmas

PONED Kabupaten Lebong ... 69 4.16 Distribusi Kinerja Bidan Menurut Faktor Individu di Puskesmas PONED

Kabupaten Lebong ... 70 4.17 Distribusi Kinerja Bidan Menurut Faktor Organisasi di Puskesmas

PONED Kabupaten Lebong ... 70 4.18 Uji Regresi Berganda Pengaruh Faktor Individu dan Organisasi terhadap

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 98

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 107

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 110

4 Uji Multivariat ... 136

5. Surat Izin Penelitian dari IKM-FKM USU Medan ... 137

6. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kantor KESBANGPOL dan LINMAS Kabupaten Lebong ... 138

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155

(19)

ABSTRAK

Upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB adalah diselenggarakannya Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas. Di Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) masih tinggi (AKI 2008 sebanyak 8 orang;

2009 sebanyak 9 orang, sedangkan AKN 2008 sebanyak 34 orang; 2009 sebanyak 36 orang).

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor individu dan organisasi terhadap kinerja bidan puskesmas PONED di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Jenis penelitian survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Januari 2012. Populasi dalam penelitian seluruh bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong berjumlah 34 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor individu (kemampuan dan pengalaman) dan faktor organisasi (imbalan dan supervisi) berpengaruh signifikan terhadap kinerja bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong. Faktor organisasi memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja bidan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lebong disarankan untuk mengupayakan peningkatan kemampuan serta pengalaman bidan dalam penanganan kasus gawat darurat obstetri dan neonatal. Puskesmas PONED Kabupaten Lebong disarankan agar merencanakan pengalokasian dana/anggaran yang lebih sesuai sebagai imbalan bagi bidan yang melakukan penanganan kasus gawat darurat obstetri dan neonatal dan melengkapi sarana, peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan dalam PONED. Bidan Koordinator serta Pengelola Program KIA Dinas Kabupaten Lebong disarankan untuk melakukan kegiatan supervisi secara rutin ke puskesmas PONED sebagai upaya pembinaan bagi bidan.

(20)

ABSTRACT

The attempt done by the government to minimize the maternal and child mortality rates was conducted by Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services at Health Centre. In Lebong District, Bengkulu Province the maternal and neonatal mortality rates are still high Maternal Mortality Rate (MMR) in 2008 as many as there were 8 people; in 2009 there were 9 people, while Neonatal Mortality Rate (NMR) in 2008 there were 38 people; in 2009 there were 36 people)..

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of individual and organizational factors on the performance of the midwives working for the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services at Health Centre in Lebong District, Bengkulu Province. The study was couducted from September 2011 until January 2012. The population of this study were all of the 34 midwives working at Health Centre in Lebong District, and all of them were selected to be the sample for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were then analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study revealed that statistically the individual factor (ability and experience) and the organizational factor (rewards and supervision) had significant influence on the performance of the midwives working for the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services at Health Centre in Lebong District. Organizational factor gave the dominant influence on the performance of midwives.

The management of Lebong District Health 0ffice is suggested to do its best to improve the ability and experience of the midwives in manage the emergency neonatal and obstetric cases. Health Centre with the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services in Lebong District should plan its fund/budget allocation which is more appropriate to be used as rewards for the midwives whose manage the emergency neonatal and obstetric cases and completing the facilities, equipment and medicine are in need in a Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services. Midwife Coordinator and Mother and Child Health Program Manager of Lebong District Health Office should do routine supervision activities to the Health Centre with the Basic Emergency Neonatal and Obstetric Services as an attempt of midwife development.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kesehatan pada kelompok ibu dan anak, yang ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian pada masa maternal mencerminkan kemampuan negara dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Masalah kesehatan ibu dan anak masih tetap menempatkan posisi penting karena menyangkut kualitas sumber daya manusia yang primer, yaitu masa kehamilan, persalinan dan tumbuh kembang anak.

Angka kematian ibu dan bayi merupakan indikator derajat kesehatan suatu negara, risiko kematian ibu dan dan bayi umumnya terjadi selama masa kehamilan dan pada saat persalinan (Depkes RI, 2004). Kematian ibu (maternal) merupakan masalah kompleks yang tidak hanya memberikan pengaruh pada para wanita saja, akan tetapi juga memengaruhi keluarga bahkan masyarakat, karena kematian ibu akan meningkatkan risiko terjadinya kematian bayi (UNFPA, 2003).

(22)

kesehatan reproduksi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan sepanjang siklus hidup dengan pemenuhan hak reproduksinya

Pencapaian AKI di Indonesia masih jauh dari target internasional, yaitu 125 per 100.000 kelahiran hidup sampai tahun 2005 dan 75 per 100.000 kelahiran hidup sampai tahun 2015. Terkait dengan tingginya AKI, hasil Assessment Safe Motherhood di Indonesia tahun 1990/1991 menyebutkan diantaranya bahwa kematian ibu terjadi 10 kali lebih sering pada saat persalinan dibandingkan pada masa kehamilan (Prawirohardjo, 2004).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, menyatakan bahwa Angka Kematian Ibu di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 34 per 1.000 kelahiran hidup, artinya dengan jumlah penduduk 225.642.000 jiwa berarti ada 9.774 ibu meninggal pertahun atau 1 orang ibu meninggal per jam dan 17 orang bayi meninggal per jam yang terkait dengan kehamilan, persalinan dan nifas.

(23)

Pencapaian target dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) akan sulit tercapai tanpa upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya. Salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB adalah diselenggarakannya pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dasar berkualitas, yaitu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas, dan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit Propinsi (Prawirohardjo, 2004).

Angka Kematian Ibu (AKI) selama 2 dekade terakhir dengan beberapa upaya yang dilakukan, belum menunjukkan penurunan yang berarti. Selain angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak, demikian pula dengan penyakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil ketika akan, sedang atau setelah persalinan masih tetap menjadi masalah kesehatan (Depkes RI, 2005).

Menurut Depkes RI (2007), beberapa penyebab kematian ibu seperti (1) pendarahan (42%) akibat atonia uteri yang menggambarkan manajemen

persalinan kala III tidak adekuat; (2) eklampsia dan komplikasi abortus (11%); (3) infeksi (10%) sebagai akibat pencegahan dan manajemen infeksi yang kurang

(24)

(2) terlambat merujuk ke rumah sakit; dan (3) terlambat mendapat pertolongan dan pemberian pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas tidak terlepas dari keberadaan tenaga sumber daya manusia sebagai penolong persalinan yang profesional, sesuai dengan rekomendasi Safe Motherhood Technical Consultation di Srilangka tahun 1997, intervensi yang sangat kritis adalah tersedianya tenaga penolong persalinan yang terlatih. Agar tenaga penolong yang terlatih tersebut (dokter atau bidan) dapat memberikan pelayanan yang bermutu, maka diperlukan adanya standar pelayanan, karena dengan standar pelayanan para petugas kesehatan mengetahui kinerja apa yang diharapkan dari mereka, apa yang harus mereka kerjakan pada setiap tingkat pelayanan, serta kompetensi apa yang diperlukan. Adanya standar pelayanan akan meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan dengan cara dan oleh tenaga kesehatan yang tepat (Saifuddin, 2001).

Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja individu dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu (a) variabel individual, (2) variabel psikologi, dan (3) variabel organisasi.

(25)

pekerjaan yang sifatnya berulang dan keluarannya mudah ditentukan, penilaian kinerja pada keluaran. Sedangkan pekerjaan yang hasilnya sulit diidentifikasi seperti ; jasa pelayanan kesehatan fokus penilaian ditujukan pada aktifitas atau proses.

Propinsi Bengkulu memiliki permasalahan dalam upaya menurunkan AKI dan AKB. Pada tahun 2009 sebesar 53 per 100.000 kelahiran hidup meningkat pada tahun 2010 menjadi 58 per 100.000 kelahiran hidup. AKB tahun 2009 sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup meningkat pada tahun 2010 menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Propinsi Bengkulu, 2010). Salah satu Kabupaten di Propinsi Bengkulu yang memiliki AKI yang meningkat dalam tiga tahun terakhir, yaitu Kabupaten Lebong. Angka Kematian Ibu pada tahun 2007 tercatat sebanyak 5 orang, tahun 2008 sebanyak 8 orang, dan tahun 2009 sebanyak 9 orang. Demikian juga dengan AKN, pada tahun 2007 sebanyak 26 orang, tahun 2008 sebanyak 34 orang dan pada tahun 2009 sebanyak 36 orang (Dinkes Kabupaten Lebong, 2007-2009). Tingginya AKI dan AKN menggambarkan kesehatan reproduksi ibu di Kabupaten Lebong masih memerlukan perhatian yang serius.

(26)

kasus obstetri neonatal di rumah sakit pada saat tenaga bidan tidak mampu menangani.

Upaya yang dilakukan pemerintah Propinsi Bengkulu, adalah membentuk 2 unit Puskesmas mampu PONED pada tahun 2005, yaitu Puskesmas Muara Aman

dan Puskesmas Tes sebagai salah satu upaya pelayanan di tingkat primer sesuai dengan strategi Making Pregnance Safer (MPS). Penderita gawat darurat pada persalinan yang ditangani di Puskesmas PONED adalah dikhususkan pada persalinan dengan penyulit, atau persalinan dengan risiko tinggi yang berasal dari rujukan bidan desa, puskesmas pembantu dan posyandu

Seluruh persalinan dengan risiko tinggi yang dirujuk oleh bidan desa dari 11 Puskesmas di Kabupaten Lebong ke Puskesmas PONED, 42,03% kasus obstetri dan neonatal belum mampu ditangani langsung oleh Puskesmas PONED, sehingga pasien gawat darurat pada persalinan yang seharusnya ditangani bidan di Puskesmas PONED akhirnya dirujuk ke luar Kabupaten Lebong, hal ini menunjukkan kinerja bidan di Puskesmas mampu PONED belum optimal dalam menurunkan AKI, AKB, dan AKN (Dinkes Kabupaten Lebong, 2008).

Jenis kasus obstetri dan neonatal yang dirujuk karena tidak mampu ditangani bidan di Puskesmas PONED adalah : (1) pendarahan 11%, (2) eklampsia 7% (3) persalinan lama 9%, (4) gangguan pernapasan 7%, (5) prematuritas 9% dan (6) sepsis 3% (Dinkes Kabupaten Lebong, 2008).

(27)

obstetri dan neonatal yang sampai di puskesmas PONED ditangani oleh bidan, (b) bidan yang menangani berupaya mengenali secara tepat tanda dan gejala

berdasarkan jenis kasus obstetri dan neonatal, (c) bidan mempersiapkan tindakan yang akan dilakukan setelah mengenali secara tepat tanda dan gejala kasus.

Pelayanan yang dilakukan di Puskesmas PONED disesuaikan dengan setiap jenis kasus obstetri dan neonatal yang ditangani. Apabila tidak mampu ditangani, maka dirujuk ke RS PONEK melalui sistem rujukan yang disesuaikan jenis pasien, misalnya untuk pasien yang ditanggung Jamkesmas maka biaya penanganan pasien seluruhnya ditanggung oleh Jamkesmas, sedangkan untuk pasien umum akan dibebankan biaya penanganan di puskesmas serta biaya lainnya termasuk biaya untuk tenaga bidan yang mendampingi pasien ke rumah sakit PONEK.

Tingginya jumlah pasien yang dirujuk ke luar Kabupaten Lebong (Rejang Lebong dan Bengkulu) yang seharusnya ditangani bidan di Puskesmas PONED, memberikan indikasi kinerja bidan di Puskesmas PONED terkait dengan kemampuan yang rendah dan pengalaman yang masih kurang dalam menangani pasien dan ketidaksiapan Puskesmas mampu PONED dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.

(28)

dan pengalaman bidan secara individu untuk mencapai kinerja yang optimal dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Menurut Rachmawati dan Suprapto (2006) hambatan dalam pelaksanaan PONED adalah: keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan peralatan pelayanan, kurangnya koordinasi, pembinaan terhadap pelayanan emergensi neonatal belum belum memadai, marketing public relation belum maksimal. Akibat dari hambatan atau kendala tersebut menyebabkan pemanfaatan puskesmas PONED belum maksimal.

Standar pelayanan kebidanan dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal mengacu pada standar pelayanan kebidanan, yaitu standar pelayanan umum dan standar pelayanan kebidanan termasuk didalamnya adalah standar untuk penanganan kegawatdaruratan. Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan dapat dibandingkan dengan pelayanan yang diperoleh, maka masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap terhadap pelaksanaan pelayanan (Depkes RI, 2000).

(29)

Hasil survei pendahuluan ditemukan bahwa bidan desa tidak merujuk kasus kegawatdaruratan persalinan ke Puskesmas PONED karena mereka beranggapan bahwa bidan Puskesmas PONED kurang mampu dan berpengalaman dalam penanganan kasus kegawatdaruratan persalinan. Sedangkan wawancara terhadap 4 orang bidan Puskesmas PONED pada 2 Puskemas, yaitu Puskesmas Muara Aman dan Puskesmas Tes, menyatakan bahwa kepala puskesmas kurang memberi dukungan dan kurang melakukan supervisi dalam pemanfaatan Puskesmas PONED serta pemberian imbalan dari Puskesmas tidak menentu dan jumlahnya relatif sedikit.

Hasil penelitian Darsiwan (2003), mengungkapkan bahwa pengalaman berhubungan signifikan dengan kinerja, namun kemampuan, imbalan, motivasi, gaya kepemimpinan dan sikap tidak berhubungan dengan kinerja. Hasil uji regresi menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan variabel pengalaman, kemampuan, gaya kepemimpinan, imbalan dan motivasi terhadap kinerja bidan di desa. Kinerja bidan dan kemampuan bidan masih rendah dalam menolong persalinan.

(30)

signifikan. Variabel status perkawinan bidan desa memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja bidan desa.

Hasil penelitian Fibriana (2007) mengungkapkan bahwa kematian maternal dipengaruhi berbagai faktor seperti keterlambatan rujukan, terutama keterlambatan pertama, rendahnya tingkat pendidikan ibu, rendahnya tingkat pendapatan keluarga dan belum dapat dilaksanakannya Gerakan Sayang Ibu (GSI) secara optimal.

Kinerja bidan dalam pelaksanaan manajemen pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal terkait dengan kemampuan dan pengalaman secara individu dan imbalan serta supervisi secara organisasi dalam menangani kasus kegawatdaruratan persalinan dan berdampak pada kinerja bidan yang belum optimal.

Berdasarkan teori, permasalahan dan beberapa penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada Puskesmas PONED di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”pengaruh faktor individu dan organisasi terhadap kinerja bidan puskesmas Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu”.

1.2 Permasalahan

(31)

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor individu dan organisasi terhadap kinerja bidan puskesmas Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu.

1.4 Hipotesis

Faktor individu dan organisasi berpengaruh terhadap kinerja bidan puskesmas Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Masukan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas PONED di Kabupaten Lebong dalam mengoptimalkan kinerja bidan.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori tentang Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja

Menurut Ilyas (2002), untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kinerja personal dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.

(33)

Penampilan kerja atau job performance sebagai bagian dari profisiensi kerja adalah menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerja. Tingkat sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut profesi (level of performance). Individu di tingkat prestasi kerja disebut produktif, sedangkan prestasi kerjanya tidak mencapai standar disebut tidak produktif. Job performance (penampilan kerja) adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku dalam pekerjaan yang bersangkutan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, penampilan kerja dirumuskan sebagai berikut : P = M x A, dimana P (Performance), M (Motivasi), A (Ability). Sehingga dapat dijelaskan bahwa performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya, tetapi memiliki kemampuan dasar yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah, begitu pula halnya dengan orang yang sebenarnya mempunyai kemampuan dasar yang tinggi tetapi rendah motivasinya (Wijono, 2000).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

(34)

diselesaikan untuk mencapai sasaran atau suatu jabatan atau tugas (Gibson et al, 1996).

Gibson et al (1996) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja adalah faktor individu, psikologi dan organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Faktor organisasi yang mempengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, sarana kerja, kepemimpinan, supervisi dan imbalan.

Faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya. Faktor psikologis seperti sikap, kepribadian, dan pembelajaran merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dengan organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan ketrampilan yang berbeda satu dengan lainnya.

2.1.3 Penilaian Kinerja

(35)

yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah

(36)

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

(37)

mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

(38)

contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata.

(39)

2.2 Faktor Individu

Gibson (1996), menyatakan faktor individu merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja individu, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam

organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang sosial budaya dalam hal ini: (a) kemampuan dan keterampilan (mental, fisik), (b) latar belakang ( keluarga, tingkat

sosial, pengalaman), (c) demografis (umur, jenis kelamin, pendidikan, status kawin dan lama kerja)

a. Umur

Umur adalah lamanya hidup dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan baru. Pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru dan masa kreatif. Pada masa dewasa ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental, kemahiran dan ketrampilan profesional yang dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (Soekanto, 1990).

(40)

bekerja. Hal ini menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja (Notoatmodjo, 2003).

b. Jenis Kelamin

Diasumsikan bahwa bukan perbedaan jenis kelamin itu sendiri yang menyebabkan perbedaan kinerja tetapi berbagai faktor berkaitan dengan jenis kelamin misalnya perbedaan mendapatkan formasi, besarnya gaji dan lain-lain. Siagian (2006) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas kerja antara karyawan wanita dan perawat pria. Walaupun demikian jenis kelamin perlu diperhatikan karena sebahagian besar tenaga kesehatan berjenis kelamin wanita dan sebahagian kecil berjenis kelamin pria. Pada pria dengan beban keluarga tinggi akan meningkatkan jam kerja perminggu, sebaliknya wanita dengan beban keluarga tinggi akan mengurangi jam kerja perminggu.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

(41)

a. Awarenes ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

d. Pendidikan

Latar belakang pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni :

a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidikan (pelaku Pendidikan).

(42)

c. Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).

Konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

Pekerja yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi akan mewujudkan motivasi kerja yang berbeda dengan pendidikan yang lebih rendah. Siagian (2006) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah. Hal serupa dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi produktivitas kerjanya. e. Kemampuan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) pengertian mampu adalah kesanggupan atau kecakapan, sedangkan kemampuan berarti seseorang atau pegawai yang memiliki kecakapan atau kesanggupan untuk mengerjakan suatu yang diwujudkan melalui tindakannya untuk meningkatkan produktivitas kerja

(43)

Kemampuan mental yaitu: (1)keluwesan; (2)kefasihan; (3)jalan pikiran secara induktif; (4) ingatan yang luar biasa; (5)rentang ingatan; (6)kecakapan; (7)kecepatan berpersepsi; (8)jalan pikiran secara deduktif; (9)orientasi dan visualisasi ruangan; (9)pemahaman lisan. fisik yaitu: (1)kekuatan dinamis; (2)tingkat kelenturan; (3)koordinasi tubuh nyata; (4)keseimbangan tubuh nyata; (5)stamina.

Menurut Robin (2002) kemampuan berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor yaitu intelektual dan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental, berfikir, menalar, dan memecahkan masalah. Dalam hal ini termasuk kemampuan potensial (IQ) dan kemampuan realty menurut Keith Davis. Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan dan karakteristik serupa.

(44)

f. Keterampilan

Muchlas (1999), menyatakan bahwa keterampilan merupakan salah satu permasalahan tenaga kerja yang sangan penting. Sejumlah perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki ketermapilan yang cukup, seperti mampu membaca dan mengerti petunjuk-petunjuk operasional yang kompleks, membuat kontrol kualitas secara statistik dan membuat penilaian terhadap permintaan klien.

g. Tempat Tinggal

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), petugas kesehatan yang bertempat tinggal dirumah jabatan memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak bertempat tinggal di rumah dinas atau rumah jabatan.

Hal ini sangat logis karena dari fakta yang ditemukan responden yang tidak bertempat tinggal di rumah jabatan dan jaraknya jauh dari puskesmas sebagian waktu kerjanya habis tersita oleh perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal ke puskesmas. h. Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Setiap organisasi pelayanan kesehatan menginginkan turn overnya rendah dalam arti tenaga atau karyawan aktif yang lebih lama bekerja di kantor tersebut tidak pindah ke unit kerja lain, sebab dengan turn over yang tinggi menggambarkan kinerja unit kerja tersebut.

(45)

organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya.

j. Pengalaman

Siagian (2006), memyatakan bahwa pengalaman seseorang melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang lama biasanaya meningkatkan kedewasaan teknisnya, artinya semakin lama seseorang bekerja maka semakin berkurang tingkat kesalahan yang dibuat oleh pekerja dan pekerja semakin terampil dalam menyelesaikan pekerjaan.

Menurut Muchlas (1999) , menyatakan bahwa pengalaman-pengalamn pribadi ini memiliki dampak pertama pada komponen kognitif dari sikapnya, Artinya pengalaman- pengalaman pribadi dengan objek tertentu (orang, benda atau peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tertentu dengan pengalaman lain dimana anda telah memiliki sikap tertentu.

(46)

2.3 Faktor Organisasi

Menurut Gibson et al (1996) faktor organisasi yang memengaruhi kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Baron dan Byrne (1997), mengatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor individual. Faktor organisasional meliputi imbalan, supervisi, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Sementara faktor individual merupakan faktor yang terdapat dalam diri sendiri meliputi ciri sifat kepribadian, senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup.

a. Sumber Daya

Menurut Notoatmojo (2003), sumber daya terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sarana, dana dan metoda merupakan bagian dari unsur masukan yang keberadaannya dalam suatu organisasi merupakan hal yang paling pokok karena merupakan modal dasar untuk dapat berfungsinya suatu organisasi.

(47)

b. Kepemimpinan

Gibson et al (1996) berpendapat kepemimpinan adalah merupakan fungsi pokok dari segala jenis organisasi. Kepemimpinan adalah sebagai suatu proses untuk dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Kepemimpinan terjadi dalam dua bentuk yaitu : formal dan informal. Kepimpinan formal terbentuk melalui pemilihan atau pengangkatan dengan wewenang formal, sedangkan kepemimpinan informal terbentuk karena keterampilan, keahlian atau karena wibawa yang dapat memenuhi kebutuhan orang lain.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dengan orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Rivai, 2005).

(48)

organisasi. Seorang pimpinan yang efektif sebaiknya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan bawahan, membangkitkan motivasi kerja bawahan, mengkoordinasi pekerjaan bawahan dan melakukan supervisi pekerjaan bawahan. c. Imbalan

Gibson et al (1996) menyatakan bahwa imbalan terbagi dalam dua macam, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan instrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan mencakup rasa penyelesaian (completion), pencapaian prestasi (achievement) otonomi (autonomy) dan pertumbuhan pribadi (personal growth). Imbalan instrinsik melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri dan dinilai dari mereka sendiri.serta pemberiannya tidak tergantung kepada kehadiran atau tindakan-tindakan dari orang lain atau hal-hal lainnya. Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, imbalan tersebut mencakup imbalan finansial (gaji/upah dan tunjangan), imbalan antar pribadi, dan promosi.

Lebih lanjut Gibson menerapkan beberapa pertimbangan penting untuk mengembangkan dan mendistribusikan imbalan yaitu imbalan harus (1) cukup memuaskan kebutuhan dasar misalnya makanan, perumahan dan pakaian, (2) dianggap adil, (3) diorientasikan secara individual. Bila pertimbangan tersebut tidak diperhatikan maka proses pemberian imbalan akan kurang efektif.

(49)

(extrinsic reward). Program insentif atau imbalan yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut:

a. Sederhana, aturan sistem imbalan haruslah ringkas, jelas dan dapat dimengerti. b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan

supaya mereka kerjakan.

c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu.

d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan di mana rencana insentif atau imbalan dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.

Menurut Rivai (2005), ada dua jenis imbalan, pertama imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima individu untuk diri mereka sendiri mencakup prestasi, otonomi dan pengembangan karier, kedua imbalan ekstrinsik yaitu imbalan yang diterima dari lingkungan di sekitar konteks kerja mencakup uang, status, promosi dan penghargaan. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan segera atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Insentif dibagi dalam tujuh jenis, yaitu :

a. Insentif primer

(50)

b. Insentif sensoris

Yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya main musik untuk memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan).

c. Insentif sosial

Yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk memperoleh penghargaan atau diterima di lingkungannya. Penerimaan atau penolakkan tersebut akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan/hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu.

d. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi ( upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan, dan sebagainya).

e. Insentif berupa aktifitas

Beberapa aktifitas / kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu.

f. Insentif status dan pengasuh

Dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan dan sebagainya.

g. Insentif yang berupa terpenuhinya standar internal

Insentif ini berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan.

(51)

1. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi-materi lain dan uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif.

2. Promosi atau kenaikan pangkat serta jabatan.

3. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan yang luas.

4. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja tersebut ditemukan tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai ganjaran atau punishment (hukuman).

d. Supervisi

Menurut Koentjoroningrat (1997) secara umum mengemukakan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.

(52)

secara tidak langsung yaitu melalui laporan baik tertulis maupun lisan, supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.

Menurut Notoatmodjo (2003) apabila supervisi dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat yang dimaksud apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam yakni : 1) dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja; 2) dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja.

2.4 Bidan

2.4.1 Pengertian Bidan

Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan nifas, dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir (prenatal care). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medik dan melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan medik. Bidan mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling, tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 1990).

(53)

Bidan Desa juga dinamakan midwife atau pendamping istri. Kata bidan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu wirdhan yang artinya wanita bijaksana, namun ada juga yang mengartikan bahwa bidan adalah dukun yang terdidik. Pada saat ini pengertian bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan kebidanan yang diakui dan mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktek kebidanan (Sofyan et.al, 2006)

Bidan adalah seseorang yang telah lulus mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya dan memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah untuk melakukan praktek bidan. Dia harus mampu memberikan supervise, asuhan dan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak (Depkes RI, 1998).

2.4.2 Tanggung Jawab Bidan

1.

Menurut IBI (2007) bahwa tanggung jawab bidan mencakup:

2.

Dalam mencapai tugasnya berpegang teguh pada filosofi etika profesi dan aspek legal.

3.

Bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.

(54)

4.

5.

Menggunakan cara pencegahan universal untuk mencegah penularan penyakit dan strategi pengendalian infeksi

6.

Menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama memberikan asuhan kebidanan.

7.

Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan dengan praktek kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak.

8.

Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.

9.

Menggunakan keterampilan komunikasi.

10.

Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan keluarga.

2.4.3 Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan

Melakukan advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.

(55)

unit kesehatan lainnya (Kepmenkes. RI no 369/SK/III/2007 tentang standar profesi Bidan).

Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat. Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:

1. Layanan kebidanan primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab bidan

2. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan

3. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan kesistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalian, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya secara horizontal maupun vertikal atau keprofesi kesehatan lainnya (IBI, 2007).

2.4.4 Standar Pelayanan Kebidanan

Standar pelayanan kebidanan terdiri dari 25 standar, yang meliputi standar pelayanan umum dan standar pelayanan kebidanan termasuk didalamnya adalah standar untuk penanganan kegawatdaruratan. Standar Pelayanan Kebidanan tersebut dikelompokkan sebagai berikut (Depkes RI, 2001):

(56)

3. Standar Pertolongan Persalinan terdiri dari 4 Standar (standar 9 s/d standar 12) 4. Standar Pelayanan Nifas terdiri dari 3 Standar (standar 13 s/d standar 15)

5. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal, terdiri dari 10 Standar (Standar 16 s/d Standar 25):

Tabel 2.1 Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal Standar 16 : Penanganan Perdarahan pada Kehamilan

Pernyataan Standar

: Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.

Standar 17 : Penanganan Kegawatan pada Eklamsi Pernyataan

Standar

: Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsi mengancam, serta merujuk dan/atau memberikan pertolongan pertama.

Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet Pernyataan

Standar

: Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partuslama/macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.

Standar 19 : Persalinan dengan Forcep Rendah Pernyataan

Standar

: Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi forcep rendah, menggunakan forcep secara benar dan menolong persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya

Standar 20 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor Pernyataan

Standar

: Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan janin/ bayinya.

Standar 21 : Penanganan Retentio Plasenta Pernyataan

Standar

: Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai dengan kebutuhan.

Standar 22 : Penanganan Perdarahan Post Partum Primer Pernyataan

Standar

: Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan (post partum primer) dan segera melakukan pertolongan petama untuk mengendalikan perdarahan.

(57)

Tabel 2.1 lanjutan Pernyataan

Standar

: Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan post partu sekunder, dan melakukan pertolongan petama untuk menyelamatkan jiwa ibu, dan/atau merujuknya. Standar 24 : Penanganan Sepsis Puerpuralis

Pernyataan Standar

: Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpuralis, serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.

Standar 25 : Penanganan Asfiksia Pernyataan

Standar

: Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.

2.4.5 Tugas Pokok dan Fungsi Bidan

Terdapat sembilan (9) tugas pokok dan fungsi seorang bidan: 1. Melaksanakan asuhan kebidanan kepada ibu hamil (Ante Natal Care)

2. Melakukan asuhan persalinan fisiologis kepada ibu bersalin (Post Natal Care) 3. Menyelenggarakan pelayanan terhadap bayi baru lahir (kunjungan neonatal) 4. Mengupayakan kerjasama kemitraan dengan dukun bersalin diwilayah kerja

puskesmas.

5. Memberikan edukasi melalui penyuluhan kesehatan reproduksi dan kebidanan. 6. Melaksanakan pelayanan Keluarga Berencana (KB) kepada wanita usia subur

(WUS).

7. Melakukan pelacakan dan pelayanan rujukan kepada ibu hamil risiko tinggi (bumil resti).

(58)

9. Melaksanakan mekanisme pencatatan dan pelaporan terpadu pelayanan Puskesmas.

2.5 Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)

Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan desa dan puskesmas. Puskesmas PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada Rumah Sakit PONEK (Depkes RI, 2004).

PONED adalah pelayanan untuk menanggulangi kasus-kasus kegawat daruratan obstetri dan neonatal yang meliputi: pelayanan obstetri yaitu pemberian oksitosin parenteral, antibiotika parenteral, dan sedative parenteral, pengeluaran plasenta manual/kuret serta pertolongan persalinan menggunakan vacum ekstraksi/forceps ekstraksi (Depkes RI, 2004).

Pelayanan neonatal yaitu: resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotik, parenteral, pemberian anti konvulsan parenteral, pemberian bic-nat intraumbilical, pemberian Phenobarbital untuk mengatasi icterus, pelaksanaan thermal kontrol untuk mencegah hipotermia, dan penanggulangan pemberian nutrisi (Depkes RI, 2004).

(59)

PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergesi Konprehensif). PONED merupakan kegiatan penyelamatan kasus kegawat daruratan obstetri dan neonatal dengan memberikan pertolongan pertama serta mempersiapkan rujukan. PONED dilaksanakan oleh tenaga atau fasilitas kesehatan ditingkat desa dan sesuai dengan kebutuhan dapat merujuk ke Puskesmas PONED atau RS Kabupaten/Kota untuk aspek obstetrik ditambah dengan melakukan transfusi darah dan bedah saesar. Sedangkan untuk aspek neonatal ditambah dengan kegiatan melaksanakan perawatan neonatal secara intensif oleh bidan/perawat terlatih emergensi setiap saat (Depkes RI, 2004).

Kebijakan pembentukan Puskesmas mampu PONED disebabkan karena komplikasi obstetri harus segera ditangani dalam waktu kurang dari dua jam, misalnya perdarahan harus segera dilakukan tindakan dalam waktu kurang dari dua jam, sehingga perlu adanya fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau.

2.6 Kegawatdaruratan Persalinan

Menurut Hanafiah (2008) yang dimaksud dengan darurat (Emergency) adalah kejadian yang tidak disangka-sangka dan memerlukan tindakan segera. Gawat (Critical) adalah suatu keadaan yang berbahaya, genting,penting, tingkat kritis suatu penyakit. Gawat darurat medik adalah suatu kondisi yang dalam pandangan pasien, keluarga atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa pasien kerumah sakit, memerlukan pelayanan medik segera.

(60)

dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Prawirohardjo, 2004). Persalinan dan Kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 - 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

Menurut Prawirohardjo (2004) kasus gawatdarurat obstetri ialah kasus obstetri yang apa bila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janin. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Empat penyebab utama kematian ibu ialah perdarahan, infeksi dan sepsis, hipertensi dan preeklamsia/klamsia, persalinan macet (distorsia bahu). Persalinan macet hanya dapat terjadi pada saat persalinan berlangsung, sedangkan ketiga penyebab yang lain dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan dalam masa nifas oleh perlukaan jalan lahir, mencakup juga rupture uteri.

Manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam rentang waktu yang cukup luas yaitu:

1. Kasus perdarahan dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak, merembes, profus, sampai syok.

(61)

3. Kasus hipertensi dan preeklamsia/eklamsia dapat bermanifestasi mulai dari keluhan sakit, pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai koma/pingsan/tidak sadar.

4. Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenal yaitu apa bila kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal, tetapi kasus persalinan macet ini dapat bermanifestasi rupture uteri.

Kasus yang termasuk kegawatdaruratan obstetri meliputi: perdarahan, sepsis, preeklamsia/eklamsia, syok, distosia bahu, prolapsus tali pusat, persalinan macet dan cephalopelvic disproportion, rupture uteri. Kegawatdaruratan pada neonatal meliputi: asfiksia, tetanus neonatorum, Hipotermi/BBLR (Depkes RI, 2005).

2.7 Landasan Teori

Berdasarkan hasil studi kepustakaan, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja menurut Gibson et al (1996) adalah faktor individu, psikologi dan organisasi.

Model teori kinerja dirangkum seperti pada skema di bawah ini :

Faktor Individu

a. Kemampuan dan

keterampilan - Mental - Fisik b. Latar Belakang

- Keluarga

Perilaku Individu

(Apa yang dikerjakan/diupayakan)

Kinerja

(Hasil yang diharapkan)

(62)

Gambar 2.1 Model Teori Kinerja Sumber : Gibson, Ivoncevich dan Donnelly (1996)

Mengacu kepada landasan teori di atas maka penelitin ini fokus kepada faktor individu terdiri dari kemampuan dan pengalaman. Kemampuan dan pengalaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Semakin tinggi kemampuan dan pengalaman seorang bidan maka semakin memungkinkan bagi bidan untuk menghasilkan kinerja yang optimal.

Faktor organisasional terdiri dari beberapa indikator yang penting adalah imbalan dan supervisi. Imbalan adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Handoko, 2000). Imbalan dalam penelitian ini diukur melalui kriteria pemberian imbalan, sistem pemberian imbalan dan bentuk pemberian imbalan. Menurut Azwar (1996), supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.

(63)

Kinerja bidan dalam penelitian ini mengacu kepada tugas pokok dan fungsi bidan Puskesmas PONED.

Beberapa indikator yang diabaikan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Ketrampilan, disebabkan keterampilan lebih bersifat ke arah fisik, penilainnya lebih akurat ketika dilakukan pengamatan langsung. Hal ini cukup menyulitkan peneliti untuk mengamati secara langsung bagaimana seorang bidan Puskesmas PONED menggunakan alat tubuhnya secara cepat dan tepat dalam menangani kasus kegawatdaruratan persalinan.

2. Latar Belakang; keluarga, tingkat sosial bidan Puskesmas PONED relatif tidak menunjukkan perbedaan.

3. Umur, asal dan suku bidan Puskesmas PONED relatif tidak menunjukkan perbedaan

4. Sumber daya yang dimiliki Puskesmas PONED, seperti: peralatan, metode, maupun sarana dan prasarana relatif sama.

5. Struktur organisasi Puskesmas di Kabupaten Lebong relatif sama.

6. Analisis pekerjaan (job specificaton) dan (job description) Puskesmas di Kabupaten Lebong relatif sama

(64)

8. Faktor psikologis; kepribadian, sikap, dan pembelajaran merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut.

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan keterbatasan peneliti maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Individu (X1)

a. Kemampuan b. Pengalaman

Faktor Organisasi (X2)

a. Supervisi b. Imbalan

Kinerja Bidan Puskesmas PONED

Gambar

Tabel 2.1 Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal
Tabel 2.1 lanjutan
Gambar  2.2   Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1  Metode Pengukuran Variabel Bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa dari total 36 responden, sejumlah 34 responden (94,44%) menilai persepsi kualitas pelayanan PONED di Puskesmas sudah baik yang ditunjukkan dengan

Populasi yang diteliti adalah 4 informan utama terdiri dari 3 tim PONED dan Kepala Puskesmas dan 6 informan triangulasi terdiri dari Kabid Kesga DKK Semarang serta 5

Puskesmas rawat inap yang mampu menjalankan program pelayanan obstetri dan neonatal harus sesuai dengan pedoman PONED yang berlaku dengan memenuhi indikator Puskemas mampu PONED

Menjelaskan tentang aspek komunikasi yang dilakukan oleh Puskesmas. PONED di

kasus sebagian besar ke RS 2 Yanti (2007) Hubungan antara pengetahuan masyarakat pengguna dengan pemanfaatan PONED Puskesmas Rawat Inap Simo Kabupaten Boyolali3.

Penelitian yang dilakukan oleh Kismoyo pada tahun 2012 juga menyatakan bahwa Puskesmas PONED di Kabupaten Kendal kurang menjamin ketersediaan obat–obat emergensi, dan

Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan dilapangan bahwa dalam perencanaan program PONED di Puskesmas Tibawa itu sesuai dengan prioritas masalah yang ada di Puskesmas

Tujuan dari pembuatan Sistem Informasi Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) ini adalah merancang sebuah sistem informasi pelayanan yang dapat