• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa kondisi usaha dan rancang ulang tata letak industri gula merah tebu (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa kondisi usaha dan rancang ulang tata letak industri gula merah tebu (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG

TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU

(Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)

Oleh : Santo Priyono

F34102088

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG

TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU

(Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)

Oleh : Santo Priyono

F34102088

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG

TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU

(Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

padaDepartemen Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Santo Priyono

F34102088

Tanggal lulus : 22 Agustus 2006

Disetujui :

Bogor, 3 September 2006

(4)

Santo Priyono. F34102088. Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS.

RINGKASAN

Gula merah merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu memenuhi kekurangan konsumsi gula pasir. Gula merah sudah digunakan di Jawa sejak tahun 400. Pada awalnya gula merah dibuat dari nira palma, nira kelapa dan nira siwalan. Setelah tebu masuk ke Indonesia, dikenal pembuatan gula merah dari nira tebu. Penelitian ini bertujuan untuk (i) menganalisa kondisi usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, (ii) menganalisa dan melakukan rancang ulang bangunan pabrik, dan (iii) menganalisa prospek pengembangan dan kelayakan usaha industri gula merah tebu. Penelitian ini termasuk kedalam kelompok penelitian survei dan studi kasus dengan sampel yaitu semua unit usaha pengolahan gula merah tebu yang pada saat penelitian sedang beroperasi. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, observasi, wawancara, dan pengukuran langsung.

Industri gula merah tebu yang dikaji termasuk kelompok industri kecil non formal, dengan pola usaha (i) mengolah tebu yang berasal dari lahan milik dan atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii) mengolah tebu dari orang lain (titip giling). Kegiatan produksi dilakukan sesuai periode musim panen tebu antara bulan Mei – Oktober dengan tingkat produksi 268 kg gula merah / hari. Mutu produk yang dibagi menjadi (21%), sedang (51%), dan jelek (28%). Penentuan tingkat mutu produk dilakukan berdasarkan warna, rasa, dan kekerasan. Pemasaran dilakukan melalui pedagang pengumpul pengecer, pedagang pengumpul besar, dan konsumen secara langsung. Jumlah tenaga kerja adalah 5 – 10 orang / kelompok. Kebutuhan modal untuk kegiatan usaha berasal dari modal sendiri dan pinjaman. Berdasarkan kombinasi sumber bahan baku yang diolah, rata-rata usaha ini memberikan keuntungan sebesar Rp 302.053 / hari.

(5)

Santo Priyono. F34102088. Analyse Condition Effort and Redesign Manufacturing Plan of Brown Sugar Cane Industry (Case study in Sub district Kebonsari, Regency Madiun). Below tuition Dr. Ir. Machfud, MS

SUMMARY

Brown sugar is one alternative in supporting deficient sugar consumption. Brown sugar has been used in Java since the early of 5th century. In the past, brown sugar was made from palm, coconut, and siwalan juice. The production of brown sugar from sugar cane was introduced after sugar cane had entered Indonesia. The objective of this research are (i) analyze the condition of the brown sugar cane industry in Kebonsari Sub district, (ii) analyze and redesign the manufacturing plant, and (iii) analyze the development prospect and feasibility of the industry itself. The research is comprised in the survey and case study analysis category by means of samples of all production units operating. Data was attained through literary studies, observation, and direct sampling.

The research shows that brown sugar industries are considered a small informal industries, with patterns of business activity which are (i) sugar cane processed is obtained from sugar cane planted on private property and rented, (ii) sugar cane processed is obtained from purchased, and (iii) sugar cane processed is obtained from other person (refinery entrust). Production activity is conducted according to the season period of sugar cane harvesting between May – October with the production capacity 268 kg / day. Product quality consists of excellent (21 %), average (51 %), and poor (28 %) quality. Determination of quality is based on color, taste, and hardness. Distribution of product was conducted through retailers, mass retailers, and direct consumers. There are 5 – 10 laborers / group. Capital source derived for the business activity come from the industrialist and loan. Based on processed raw material source combination, the rate of benefit of the business activity is Rp 302.053 / day.

(6)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skipsi yang berjudul ”Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu (studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas ditunjukkan

rujukannya

Bogor, 3 September 2006

Yang menyatakan

Santo Priyono

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotamadya Bogor, Propinsi Jawa

Barat pada tanggal 6 Oktober 1984. Penulis merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ibu Suprihatin dan

Bapak Suparyono. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di

SD Negeri Lawanggintung I Bogor pada tahun 1996,

selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 2

Bogor. Setelah lulus dari SMU Negeri 2 Bogor, pada tahun 2002 penulis

melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut

Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis pernah melakukan kegiatan praktek

lapang di PT Sumber Sari Bumi Pakuan Perkebunan Teh Ciliwung Cisarua Bogor

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena

dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Uiang Industri Gula Merah” yang dibuat untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Machfud, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang bersedia

membimbing dan memberikan saran-saran

2. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MS dan Ir. Elisa Anggareni MSc sebagai dosen

penguji yang memberikan saran-saran perbaikan penulisan skripsi

3. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc., Dr. Ir. Sukardi, MM., dan Dr. Ir. Suprihatin

yang telah memberikan kesempatan penelitian

4. Kedua orang tua dan adik-adik yang selalu memberikan dorongan semangat,

pengorbanan dan doa yang tiada putus

5. Keluarga Bapak Sugito yang selalu membantu penulis selama penelitian

6. Instansi-instansi yang telah memberikan ijin dan informasi dalam penelitian

7. Para pengusaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari sebagai

responden yang telah memberikan informasi dalam penelitian

8. Teman-teman semua atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungan selama

penelitian dan studi

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian

dan studi

Kekurangan diakui oleh penulis dan untuk itu kritik dan saran yang

membangun akan sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini. Demikian

semoga skripsi ini bermanfaat di kemudian hari.

Bogor, Agustus 2006

(9)

DAFTAR ISI

B.TEKNOLOGI PROSES GULA MERAH ...

1. Bahan Baku ...

2. Proses Pembuatan Gula Merah Tebu ...

3. Mutu dan Kualitas Gula Merah ...

C.MANAJEMEN PEMASARAN ...

D.PERENCANAAN TATA LETAK ...

E. ANALISA BIAYA DAN FINANSIAL ... 4

1. Tempat dan Waktu Penelitian ...

(10)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... A.PROFIL INDUSTRI GULA MERAH TEBU ...

1. Karakteristik Wilayah ...

2. Karakteristik Industri ...

3. Kontribusi Industri Terhadap Wilayah ...

B.RANCANG ULANG BANGUNAN INDUSTRI GULA MERAH TEBU

1. Perbaikan Tata Letak Pabrik ...

2. Analisa Finansial ... 21

21

21

25

54

58

58

65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... A.Kesimpulan ...

B.Saran ... 70

70

72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(11)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu gula merah tebu ... 8

Tabel 2. Luas tanah kecamatan kebonsari berdasarkan penggunaan ... 22

Tabel 3. Hasil produksi pertanian, tanaman obat, dan perkebunan kecamatan kebonsari tahun 2004 ... 22

Tabel 4. Mata pencaharian penduduk di kecamatan kebonsari tahun 2004 .... 23

Tabel 5. Sarana dan prasarana di kecamatan kebonsari ... 24

Tabel 6. Harga tebu berdasarkan bulan tahun 2006 ... 30

Tabel 7. Kebutuhan bahan baku dan areal perkebunan tebu industri gula merah tebu di kecamatan kebonsari ... 31

Tabel 8. Penggunaan dan harga bahan tambahan pangan ... 32

Tabel 9. Harga jual produk gula merah tebu tahun 2006 ... 45

Tabel 10. Biaya pengadaan bahan baku tebu / kotak (163 kw tebu) ... 51

Tabel 11. Analisa profitabilitas berdasarkan bahan baku (264 kg produk/hari) ... 52

Tabel 12. Analisa kebutuhan dan luas ruang ... 62

Tabel 13. Kondisi sebelum dan setelah rancang ulang ... 63

Tabel 14. Analisa profitabilitas sebelum rancang ulang ... 65

Tabel 15. Analisa profitabilitas setelah rancang ulang ... 66

Tabel 16. Investasi rancang ulang industri gula merah tebu ... 67

Tabel 17. Biaya tetap peralatan industri gula merah tebu / tahun ... 68

(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Skematis pelaksanaan penelitian ... 15

Gambar 2. Perencanaan tata letak secara sistematis ... 18

Gambar 3. Prosedur pendirian perusahaan di Kabupaten Madiun ... 28

Gambar 4. Sumber bahan baku untuk industri gula merah tebu ... 29

Gambar 5. Grafik persentase areal tanaman tebu Kabupaten Madiun ... 30

Gambar 6. Grafik luas areal tanaman tebu Kecamatan Kebonsari pada periode tahun 1997 – 2004 ... 31

Gambar 7. Mesin diesel dan mesin penggiling tebu ... 34

Gambar 8. Prinsip kerja mesin penggiling tebu ... 35

Gambar 9. Desain tungku pemasakan gula merah tebu ... 36

Gambar 10. Diagram alir proses gula merah tebu ... 37

Gambar 11. Tahapan proses penggilingan ... 38

Gambar 12. Tahapan proses pemasakan ... 40

Gambar 13. Tahapan proses pengentalan dan pencetakan ... 41

Gambar 14. Tahapan proses pengemasan dan penyimpanan ... 42

Gambar 15. Distribusi produk gula merah tebu ... 46

Gambar 16. Peta keterkaitan aktivitas ... 60

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Peta lokasi Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun ... 77

Lampiran 2. Mesin dan peralatan produksi ... 78

Lampiran 3. Analisa peningkatan dan penurunan tingkat upah ... 79

Lampiran 4. Analisa profitabilitas industri gula merah tebu ... 80

Lampiran 5. Kondisi awal pabrik gula merah tebu ... 81

Lampiran 6. Peta proses operasi pembuatan gula merah tebu ... 82

Lampiran 7. Tata letak industri gula merah tebu awal ... 83

Lampiran 8. Hasil rancangan tata letak industri gula merah tebu ... 84

Lampiran 9. Kondisi akhir industri gula merah tebu ... 85

Lampiran 10. Laporan laba rugi rancang ulang tata tetak industri gula merah tebu 86 Lampiran 11. Arus kas rancang ulang tata letak industri gula merah tebu ... 89

(14)

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gula merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok yang pengadaan

dan distribusinya diatur oleh pemerintah. Pada tahun 2004 konsumsi gula nasional

mencapai 3,4 juta ton, sedangkan produksi gula nasional hanya sebesar 2,05 juta

ton (Anonim, 2005). Gula merah merupakan salah satu alternatif yang dapat

membantu memenuhi kekurangan konsumsi gula pasir. Berbeda dengan gula

kristal, pengadaan dan distribusi gula merah tidak diatur oleh pemerintah.

Menurut Mubyarto (1984) pada akhir tahun 1960-an, industri gula mengalami

penurunan produktivitas dari tahun ke tahun karena inefisiensi dalam melakukan

pengolahan tebu menjadi gula. Akibat terjadinya penurunan nilai sewa tanah dan

harga tebu sehingga para petani lebih untung untuk mengolah sendiri tebu mereka

menjadi gula merah untuk dikonsumsi sendiri atau untuk dijual di pasar-pasar

terdekat dengan harga jual sebesar ± 80% dari harga gula pasir.

Gula merah sudah digunakan di Jawa sejak tahun 400. Pada awalnya gula

merah dibuat dari nira palma, nira kelapa dan nira siwalan. Setelah tebu masuk ke

Indonesia, dikenal pembuatan gula merah dari nira tebu. Sejarah usaha gula tebu

dimulai pada abad 17 pada jaman penjajahan Belanda yang memperkenalkan gula

tebu sebagai komoditi perdagangan dan kemudian sebagai komoditi industri yang

cukup potensial di Pulau Jawa (Wirioadmodjo et al., 1984).

Industri gula merah merupakan industri rumah tangga yang turun temurun.

Proses pengolahan gula merah dikerjakan dengan cara dan peralatan yang

sederhana. Secara tradisional gula merah banyak dibuat dari nira tebu, nira kelapa,

nira siwalan, dan nira dari palma lain. Gula merah mempunyai flavor yang khas sehingga tidak dapat digantikan oleh gula pasir. Gula merah dapat digunakan

sebagai penyedap masakan, pemanis minuman, kue-kue, dan merupakan salah

satu bahan baku dalam industri kecap (Syukur et al., 1999).

Profil pengusaha kecil di Indonesia dari segi manajemen antara lain pemilik

sebagai pengelola, tidak membuat perencanaan tertulis dan pembukuan, kurang

(15)

disekitar usaha, dan kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil

pengusaha kecil dari segi keuangan antara lain memulai usaha kecil-kecilan

dengan bermodalkan sedikit dana dan keterampilan pemilik, kemampuan

memperoleh sumber dana pinjaman dari perbankan rendah dan terbatas,

perencanaan anggaran kas kurang akurat, serta kurang memahami prinsip dan

pentingnya pencatatan keuangan dan penyajian laporan keuangan (Sejoedono dan

Tiktik, 2004).

Berbagai permasalahan yang umum dialami oleh pengusaha kecil juga

ditemukan pada pengusaha gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari. Oleh karena

industri gula merah tebu di Kecamatan Kecamatan Kebonsari merupakan sentral

gula merah tebu di Kabupaten Madiun serta mengingat usaha ini dapat

memberikan kontribusi terhadap kebutuhan gula dan memiliki potensi ekspor,

maka industri gula merah tebu perlu dikembangkan. Agar perkembangan tersebut

dapat efektif maka diperlukan informasi yang lengkap dan akurat mengenai

kondisi industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari saat ini.

Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain yang menentukan produktivitas UKM

agar dapat berkembang, salah satu faktor pada bidang manajemen produksi adalah

aspek tata letak pabrik. Oleh karena produksi gula merah tebu merupakan

kelompok bahan pangan, maka aspek higienis dan sanitasi dalam ruang produksi

dan selama proses produksi menjadi faktor yang penting. Berdasarkan

pertimbangan tersebut maka penelitian ini juga melakukan rancang ulang pabrik

di salah satu pengusaha gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari

untuk memperbaiki produktivitas dan kualitas terutama dari segi higienis dan

kebersihan.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :

1. Menganalisa kondisi usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari,

Kabupaten Madiun yang meliputi aspek legalitas, aspek teknis dan

teknologis, aspek ketenagakerjaan, aspek pemasaran, aspek pembiayaan, dan

aspek profitabilitas.

(16)

3. Menganalisa prospek pengembangan dan kelayakan usaha industri gula

merah tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian adalah industri gula merah tebu, yaitu industri yang

mengolah tebu menjadi gula merah. Industri ini meliputi industri yang berskala rumah tangga yaitu industri yang mempunyai tenaga kerja kurang dari lima orang,

dan industri kecil yaitu industri dengan tenaga kerja 5 – 19 orang. Penelitian ini

dibatasi pada dua kegiatan utama yaitu analisa profil usaha industri gula merah

tebu, dan analisa rancang ulang bangunan industri gula merah tebu di Kecamatan

Kebonsari, Kabupaten Madiun.

Analisa profil usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari

meliputi karakteristik wilayah, karakteristik industri, dan kontribusi industri

terhadap wilayah. Karakteristik wilayah meliputi kondisi lokasi, kependudukan,

serta sarana dan prasarana. Karakteristik industri meliputi sejarah dan

perkembangan, aspek legalitas, aspek teknis dan teknologis, aspek

ketenagakerjaan, aspek pemasaran, aspek pembiayaan dan aspek profitabilitas.

Kontribusi industri terhadap wilayah meliputi pendapatan daerah, pertumbuhan

usaha lain, dan penyerapan tenaga kerja. Analisa rancang ulang bangunan industri

gula merah tebu meliputi aspek tata letak pabrik dan aspek finansial.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain :

1. Memberikan informasi mengenai kondisi usaha industri gula merah tebu yang

saat ini dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten

Madiun.

2. Melakukan perbaikan tata letak dan fasilitas pabrik gula merah tebu yang

diharapkan akan memperbaiki mutu dan kualitas gula merah yang dihasilkan.

3. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dalam industri gula merah tebu serta

memberikan rekomendasi yang diharapkan mampu menyelesaikan

(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. INDUSTRI KECIL

Menurut Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, definisi

industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau

rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun

jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih

paling banyak Rp 200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1

milyar atau kurang.

Batasan mengenai skala usaha menurut BPS dilakukan berdasarkan kriteria

jumlah tenaga kerja, yaitu :

1. Industri dan Dagang Mikro (ID Mikro) : 1 – 4 orang

2. Industri dan Dagang Kecil (ID Kecil) : 5 – 19 orang

3. Industri dan Dagang Menengah (ID Menengah) : 20 – 99 orang

4. Industri dan Dagang Besar (ID Besar) : 100 orang ke atas

Berdasarkan Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tersebut, Departemen

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membuat empat kelompok bidang usaha

yang ada pada usaha kecil dan menengah (UKM), yaitu :

1. Bidang usaha perdagangan

2. Bidang usaha industri pertanian

3. Bidang usaha industri non pertanian

4. Bidang usaha aneka jasa

Menurut Sejoedono dan Tiktik (2004) kriteria umum UKM dilihat dari

ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut :

1. Struktur organisasi yang sangat sederhana

2. Tanpa staf yang berlebihan

3. Pembagian kerja yang “kendur”

4. Memiliki hierarki manajerial yang pendek

5. Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan

(18)

Menurut Adiningsih (2004) permasalahan utama UKM, yaitu masalah

finansial dan masalah manajemen. Masalah yang termasuk dalam masalah

finansial diantaranya adalah :

1. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal baik disebabkan oleh ketiadaan

bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai

2. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi

3. Banyak UKM yang belum bankable baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan

manajerial dan finansial

Masalah organisasi manajemen (non-finansial) antara lain :

1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan

teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan

2. Kurangnya pengetahuan atas pemasaran yang disebabkan oleh terbatasnya

informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena

keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produk atau jasa yang

sesuai dengan keinginan pasar

3. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) serta kurangnya sumber daya

untuk mengembangkan SDM

4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi

B. TEKNOLOGI PROSES GULA MERAH

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat

yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya

digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu (Buckle et al, 1987). Menurut asalnya bahan pemanis dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu bahan pemanis alami dan bahan pemanis sintesis. Jenis-jenis

bahan pemanis alami di Indonesia diperoleh dari berbagai tanaman yaitu tebu,

singkong, aren, kelapa, siwalan, jagung, nipah dan Stevia rebaudiana (BPPPG, 1985). Salah satu jenis pemanis alami adalah gula merah. Jenis gula ini

(19)

1. Bahan Baku

Salah satu bahan baku yang digunakan dalam industri gula merah adalah

tanaman tebu. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan atau industri berupa rumput tahunan. Tebu membutuhkan musim dengan keadaan

iklim yang panas, ada sinar matahari, dan lembab pada fase tumbuhnya.

Temperatur rata-rata adalah sekitar 200C, intensitas cahaya lebih dari 1.200 jam/tahun dan penyediaan air yang cukup merupakan persyaratan tumbuh yang

optimal. Bibit tebu tidak dapat bertunas dengan baik pada temperatur kurang dari

200C, namun tebu dapat tumbuh pada temperatur antara 150C – 450C. Tebu membutuhkan curah hujan sebanyak lebih dari 1.300 mm/musim pertumbuhan

(Tjokrodirdjo et al., 1999).

Rendemen dipengaruhi oleh teknik budidaya tanaman tebu. Masa kemasakan

tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat

timbunan sakarosa di dalam batang tebu (Sutardjo, 2002). Menurut Sudiatso

(1982) menjelang tebu masak untuk dipanen dikehendaki keadaan kering tidak

ada hujan sehingga pertumbuhan terhenti. Hujan terus menerus turun

mengakibatkan kemasakan terus tertunda sehingga rendemen menjadi rendah.

Untuk mengurangi kepekaan tanaman tebu terhadap kekurangan air ini perlu

adanya penyesuaian masa tanam dengan keadaan iklim sehingga peramalan iklim

sangat penting dilakukan.

Nira adalah bahan baku dalam pembentukan gula nira tebu berupa cairan

hasil ekstraksi batang tebu yang mengandung gula antara 10 – 20% (b/v). Nira

tebu ini yang diolah menjadi gula merah tebu (Muchtadi, 1992). Komposisi nira

terdiri dari karbohidrat, protein, air, dan pati (Goutara dan Wijandi, 1975).

Santoso (1993) menambahkan nira mempunyai rasa manis, berbau harum dan

tidak berwarna. Adanya bahan-bahan dari berbagai jenis gula seperti sukrosa,

fruktosa, glukosa, dan maltosa menyebabkan rasa manis pada nira. Nira sangat

mudah mengalami kerusakan sehingga nira menjadi asam, berbuih putih, dan

berlendir. Apabila nira terlambat dimasak, biasanya warna nira akan berubah

(20)

2. Proses Pembuatan Gula Merah

Menurut Dachlan (1984) gula merah merupakan hasil olahan nira dengan cara

menguapkan airnya kemudian dicetak. Gula merah berbentuk padat dan berwarna

coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Proses pembuatan gula merah pada

prinsipnya adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan sampai nira

mencapai kekentalan tertentu kemudian mencetaknya menjadi bentuk yang

diinginkan (Abbas dan Nirawan, 1980).

Pembuatan gula merah ini biasanya dilakukan secara sederhana di

daerah-daerah pedesaan. Selain itu peralatan dan teknologi yang digunakan umumnya

masih sederhana sehingga mutu produk yang dihasilkan relatif rendah dan tidak

konsisten (Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 1997). Tahap awal dari proses

pembuatan gula merah adalah persiapan nira, kemudian disaring dengan

menggunakan kain penyaring untuk memisahkan kotoran-kotoran seperti

potongan ranting, daun kering, dan serangga. Nira hasil penyaringan dimasukkan

ke dalam wajan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 1100C sambil dilakukan pengadukan. Pada pemasakan dengan suhu tinggi ini, kotoran-kotoran halus akan

terapung di permukaan bersama-sama dengan buih nira. Kotoran tersebut

kemudian dibuang dengan menggunakan serok (Santoso, 1983).

Buih-buih yang timbul selama proses dapat dikurangi dengan melakukan

pengadukan terus menerus serta dapat ditambahkan kelapa parut, minyak kelapa,

atau kemiri yang dihaluskan (Palungkun, 1993). Menurut Jatmika et al (1990) minyak dalam parutan kelapa berfungsi sebagai penurun tegangan permukaan

antara buih dan cairan nira sehingga peluapan buih dapat dicegah. Pemanasan nira

dihentikan jika nira sudah mulai pekat dan berwarna kecoklatan serta buih-buih

nira sudah menurun. Gula yang dihasilkan akan berwarna gelap dan agak keras.

Kecukupan pemanasan sangat mempengaruhi mutu gula merah yang dihasilkan.

Apabila waktu pemanasan terlalu cepat maka gula merah yang dihasilkan akan

lembek dan mudah meleleh (Sardjono, 1985).

Nira pekat yang telah dimasak, kemudian dituangkan ke dalam cetakan yang

telah dibasahi dengan air untuk mempermudah pelepasan gula merah. Alat

pencetakan gula merah umumnya adalah tempurung kelapa atau batang bambu.

(21)

pengemasan diperlukan untuk memperpanjang umur simpan gula merah dan

mencegah penurunan mutu gula merah akibat penyerapan air. Bahan kemasan

yang biasa digunakan adalah daun pisang kering, daun aren, kulit jagung, atau

plastik.

3. Mutu dan Kualitas Gula Merah

Mutu gula merah ditentukan dari penampilannya seperti bentuk, warna, dan

kekerasan. Kekerasan dan warna gula merah sangat dipengaruhi oleh mutu nira

yang telah terfermentasi. Gula merah memiliki tekstur dan struktur yang kompak

serta tidak terlalu keras, sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan empuk.

Namun apabila gula merah disimpan pada tempat yang lembab atau terkena air

maka teksturnya akan berubah menjadi lembek (Sardjono, 1986).

Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu gula merah tebu

Persyaratan

Penampakan - tidak berjamur tidak berjamur

2 Bagian yang tidak larut dalam air, b/b % maks 1,0 maks 5,0

Mutu produk gula merah yang dihasilkan ditentukan oleh warna gula merah,

tekstur, dan daya simpan. Mutu gula merah dapat digolongkan menjadi dua atau

tiga tingkat mutu tergantung tingkatan masing-masing daerah. Untuk pengolahan

mutu dengan dua tingkatan sesuai dengan standar mutu gula merah tebu yang

dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 01-6237-2000

(22)

mutu baik, sedang, dan jelek. Mutu baik adalah gula merah dengan warna kuning

jernih, tekstur berpasir lembut, dan terasa manis. Mutu sedang adalah gula merah

dengan warna kuning kemerahan dan tekstur berpasir kasar. Mutu jelek adalah

gula merah dengan warna merah tua dengan tekstur lunak (Syukur et al., 1999). Gula merah memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah

disebabkan karena gula merah mengandung beberapa jenis gula seperti sukrosa,

fruktosa, glukosa dan maltosa (Santoso, 1993). Warna merupakan salah satu

faktor yang menentukan kualitas penampakan bahan makanan, disamping faktor

lainnya seperti bentuk dan ukuran. Pada gula merah, warna dijadikan salah satu

faktor yang digunakan untuk menentukan tingkat kualitas produk. Sardjono

(1986) menyatakan bahwa gula merah yang warnanya lebih cerah dianggap

memiliki kualitas yang lebih baik.

Pembentukan warna gula merah pada dasarnya sangat bergantung pada 2 hal,

yaitu kondisi bahan baku dan proses pembuatan gula merah. Kondisi bahan baku

tergantung pada komposisi kimia nira (kadar air, protein, asam organik, dan

lemak) dan kondisi kesegaran nira (pH awal sebelum proses). Tahap proses

tergantung pada suhu proses, pengadukan selama pemasakan, kondisi kebersihan

(sanitasi) proses dan alat-alat yang digunakan (Nurlela, 2001). Pengolahan dengan

pemanasan menyebabkan gula merah memiliki warna yang bervariasi dari kuning

hingga coklat tua. Menurut Nengah (1990) warna merah terbentuk karena adanya

reaksi pencoklatan (browning) selama pengolahan.

Berdasarkan hasil penelitian Nurlela (2002) agar diperoleh warna gula merah

yang coklat kekuningan, keras dan kering sebaiknya pH nira sebelum diolah

berkisar antara 5,5 – 6,5. Dachlan (1984) menambahkan untuk memperoleh warna

gula merah yang kekuningan, sebelum nira dipanaskan perlu ditambahkan

kira-kira 5 gram Na-Metabisulfit untuk setiap 25 liter nira. Penggunaan api jangan

terlalu besar tetapi cukup untuk mendidihkan nira dan nyala api diusahakan

lancar.

C. MANAJEMEN PEMASARAN

Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan

kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

(23)

bernilai dengan pihak lain. Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan

pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan,

barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran

individu dan organisasi (Kotler, 2004).

Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah atas 4

kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran ( marketing-mix) yang terdiri dari 4 komponen, yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi (Umar, 2003). Menurut Kotler (2004) pada umumnya harga ditetapkan oleh

pembeli dan penjual yang saling bernegosiasi. Dalam bauran pemasaran, harga

merupakan satu-satunya elemen yang menghasilkan pendapatan dan dapat diubah

dengan cepat.

Penetapan harga harus dipertimbangkan bersama-sama sebagai bagian dari

sistem ekonomi. Penetapan harga akan mempengaruhi keputusan bisnis produsen,

pemasar, dan konsumen dimana keputusan itu pada gilirannya akan

mempengaruhi harga (Hoos et al, 1954).

Sebagian besar produsen tidak menjual barang mereka secara langsung ke

pemakai akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat satu atau beberapa

saluran pemasaran, serangkaian pemasaran yang melaksanakan berbagai fungsi.

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan

terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan

atau dikonsumsi. Keputusan saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan

yang paling rumit dan menantang yang dihadapi perusahaan. Saluran yang dipilih

perusahaan sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lain (Kotler,

2004).

D. PERENCANAAN TATA LETAK

Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah menata letak

pabrik dan menangani perpindahan bahan. Tata letak yang baik selalu melibatkan

tata cara pemindahan bahan di pabrik, sehingga kemudian disebut tata letak pabrik

dan pemindahan bahan (Apple, 1990).

Menurut Machfud dan Agung (1990) perencanaan tata letak adalah suatu

(24)

tercepat dengan biaya produksi yang paling rendah. Perencanaan tata letak harus

memperhitungkan keseluruhan proses produksi, sejak dari penerimaan bahan baku

sampai dengan pengiriman produk akhir.

Perencanaan tata letak mencakup desain atau konfigurasi dari bagian-bagian,

pusat kerja, dan peralatan yang membentuk proses perubahan dari bahan mentah

menjadi bahan jadi. Perencanaan tata letak merupakan salah satu tahap dalam

perencanaan fasilitas yang bertujuan untuk mengembangkan suatu sistem

produksi yang efisien dan efektif sehingga dapat tercapai suatu proses produksi

dengan biaya yang paling ekonomis (Herjanto, 1999).

Permasalahan tata letak sangat beragam jenisnya antara lain bila dilakukan

perubahan rancangan, perluasan departemen, pengurangan departemen,

penambahan produk baru, memindahkan satu departemen, penambahan

departemen baru, peremajaan peralatan yang rusak, perubahan metode produksi,

penurunan biaya, dan perencanaan fasilitas baru (Apple, 1990).

Menurut Machfud dan Agung (1990) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan

dalam perencanaan tata letak fasilitas adalah sebagai berikut : (1) prinsip integrasi

menyeluruh, (2) prinsip jarak pergerakan yang minimum, (3) prinsip aliran, (4)

prinsip volume ruang, (5) prinsip kepuasan dan kenyamanan bagi pekerja dalam

melaksanaan pekerjaan, dan (6) prinsip fleksibilitas.

E. ANALISA BIAYA DAN FINANSIAL

Analisa finansial adalah suatu analisa yang membandingkan antara

biaya-biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan apakah suatu proyek akan

menguntungkan selama umur proyek (Sutojo, 2002). Menurut Umar (2003),

tujuan menganalisa aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis

adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan

manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan pengeluaran dan pendapatan,

seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar

kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah

proyek akan berkembang terus.

Pengertian modal menurut Bakker dalam Riyanto (1989) adalah

barang-barang kongkrit yang ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca

(25)

neraca sebelah kredit. Sumber kepemilikan modal menurut Biro Pusat Statistik

(1999) antara lain modal sendiri, hibah atau transfer, dan pihak lain. Menurut

Umar (2003) beberapa sumber-sumber dana yang penting antara lain adalah :

1. Modal pemilik perusahaan yang disetorkan

2. Saham yang diperoleh dari penerbitan saham di pasar modal

3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar modal

4. Kredit yang diterima dari bank

5. Sewa guna (leasing) dari lembaga non-bank

Jumlah dana pembiayaan dibagi menjadi dua yaitu dana modal tetap dan

modal kerja netto. Dana modal tetap meliputi dana pembiayaan dan pengadaan

kegiatan pra-investasi, harta tetap, pengadaan teknologi, biaya produksi

percobaan, dan pembayaran bunga pinjaman selama periode pembangunan

proyek. Dana modal kerja digunakan untuk memutar roda operasi sehari-hari

seperti dana pengadaan bahan baku, bahan pembantu, barang setengah jadi,

barang jadi, piutang dagang, dan sejumlah cadangan uang tunai (Sutoyo, 1996).

Biaya (cost) adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang atau jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang,

melalui tukar menukar, atau melalui pemberian jasa. Ongkos (expense) adalah pengeluaran untuk memperoleh pendapatan (Rony, 1990).

Jenis biaya menurut Asri dan Adisaputro (1992) dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu : biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya administrasi dan umum. Biaya

produksi terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan

biaya overhead pabrik (Rony, 1990).

Evaluasi kemampuan proyek menghasilkan keuntungan dengan

menggunakan rasio laba atas penjualan, laba atas dana yang ditanam dan laba atas

modal sendiri (Sutoyo, 1996). Menurut Sembiring dan Rivai (1991) analisa laba

kotor adalah penjualan dikurangi dengan biaya-biaya produksi (bahan baku,

tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik) dari barang-barang yang telah laku

terjual. Umar (2003) menambahkan beberapa metode yang dipertimbangkan

(26)

III.

METODOLOGI

A. KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian mengenai “Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu” dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitu analisa profil usaha industri gula merah tebu dan analisa rancang ulang bangunan industri

gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.

Analisa profil usaha industri gula merah tebu meliputi karakteristik wilayah,

karakteristik industri, dan kontribusi industri terhadap wilayah. Analisa rancang

ulang bangunan industri gula merah tebu meliputi aspek tata letak pabrik dan

aspek finansial.

Kondisi lokasi, kependudukan, dan sarana prasarana merupakan sumber daya

yang dimiliki untuk mengembangkan wilayahnya di semua sektor kehidupan

khususnya pada sektor industri gula merah tebu. Menurut Wijaya (2001)

industrialisasi pedesaan berdasarkan faktor lokasi dapat dikategorikan menjadi

dua, yaitu industri di desa lahan kering dan industri di desa lahan sawah.

Dipandang dari aspek lokasi, industralisasi pedesaan menunjukkan keterkaitan

antara sektor pertanian dengan sektor industri.

Karakteristik industri yang meliputi aspek legalitas, teknis teknologis,

ketenagakerjaan, pemasaran, pembiayaan dan profitabilitas digunakan sebagai

informasi dalam menentukan profil usaha industri gula merah tebu yang ada di

Kecamatan Kebonsari. Hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Manajemen FE

UI tahun 1987 di dalam Sejoedono dan Tiktik (2004) merumuskan profil usaha kecil di Indonesia sebagai berikut : (1) Hampir setengah perusahaan kecil hanya

mempergunakan 60% kapasitas produksinya, (2) 60% menggunakan teknologi

tradisional, (3) 70% melakukan pemasaran langsung ke konsumen, dan (4) Untuk

memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus disiapkan

dipandang terlalu rumit.

Keberadaan suatu industri di wilayah tertentu memberikan pengaruh terhadap

lingkungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisa kontribusi

(27)

pendapatan daerah, pertumbuhan usaha lain, dan penyerapan tenaga kerja.

Menurut Sejoedono dan Tiktik (2004) dalam pembangunan ekonomi di Indonesia

industri kecil selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang

penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan

hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern.

Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan antara lain

menciptakan kesempatan kerja, memperluas angkatan kerja, dan menekan laju

urbanisasi sehingga secara nasional industri kecil memberikan sumbangan

terhadap produk domestik bruto.

Kegiatan pengolahan gula merah tebu dilakukan pada satu lokasi yang tetap

sehingga sebuah industri gula merah memiliki sebuah bangunan pabrik untuk

kegiatan produksi. Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah

menata letak pabrik dan menangani perpindahan bahan (Apple, 1990). Menurut

Herjanto (1999) perencanaan tata letak mencakup desain atau konfigurasi dari

bagian-bagian, pusat kerja, dan peralatan yang membentuk proses perubahan dari

bahan mentah menjadi bahan jadi. Rancang ulang bangunan pabrik gula merah

tebu termasuk kegiatan proyek. Menurut Umar (2003) kegiatan proyek adalah

kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka pendek dengan alokasi

sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas dan sasarannya

telah digariskan dengan jelas.

Dalam pengkajian aspek ekonomi dan keuangan diperhitungkan berapa

jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan

proyek (Sutoyo, 1996). Lebih lanjut Umar (2003) menambahkan tujuan

menganalisa aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah

untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas proyek bisnis sehingga

dapat diketahui layak atau tidaknya rencana bisnis yang dimaksud.

Perusahaan-perusahaan yang ingin sukses perlu memahami akuntansi baik akuntansi keuangan

(financial accounting) maupun akuntansi biaya (cost accounting). Laporan keuangan dan pengelolaan keuangan perusahaan yang baik diperoleh dari proses

akuntansi. Aktivitas akuntansi keuangan berkaitan dengan mencatat dan

memeriksa data historis mengenai perubahan modal kerja, perubahan investasi,

(28)

Gambar 1. Skematis pelaksanaan penelitian

Skematis pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini

termasuk kedalam kelompok penelitian survei dan studi kasus. Penelitian survei

adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Effendi dan Singarimbun,

(29)

informasi tentang orang yang jumlahnya besar dengan cara mewawancarai

sejumlah kecil populasi itu. Studi kasus (case study) adalah bentuk penelitian tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Supranto

(1991) menambahkan tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara

mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus

ataupun status individu, yang kemudian sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan hal

yang berifat umum. Dalam studi kasus elemen satu lokasi penelitian tidak terkait

dengan populasi tertentu. Kesimpulan yang diambil tidak bersifat umum, tetapi

hanya tertentu pada kasus yang diteliti.

B. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian “Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu” dilaksanakan di Desa Pucanganom, Desa Tambakmas, dan Desa Sidorejo yang termasuk ke dalam Kecamatan Kebonsari,

Kabupaten Madiun, Propinsi Jawa Timur. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada

tanggal 10 Februari 2006 sampai dengan 19 Mei 2006.

2. Metode Sampling

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan

diduga, sementara unit penelitian adalah unit yang akan diteliti atau dianalisa

(Effendi dan Singarimbun, 1989). Unit analisa dalam penelitian ini adalah unit

usaha pengolahan gula merah tebu dimana populasi adalah semua industri gula

merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari. Yang menjadi sampel adalah

semua unit usaha yang pada saat penelitian ini sedang beroperasi. Dengan

demikian maka metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive dan snowball sampling. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh

sampel itu, sementara dalam snowball sampling dimulai dengan salah satu responden yang kemudian diminta untuk menunjuk kawan masing-masing dan

(30)

3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan pengukuran langsung yang

dilakukan kepada pengusaha gula merah tebu, Desa Pucanganom, Desa

Tambakmas, Desa Sidorejo, Kecamatan Kebonsari, Dinas Perkebunan Kabupaten

Madiun, Dinas Perindustrian Kabupaten Madiun, dan BPS Kabupaten Madiun.

Data sekunder berasal dari buku, internet, publikasi dan lampiran dari berbagai

badan-badan resmi, dan hasil-hasil studi. Alat bantu yang digunakan dalam

pengumpulan data antara lain kuesioner, meteran, stopwatch, buku tulis, dan alat tulis.

4. Metode Pengolahan Data a. Analisa dan interpretasi data

Untuk mendapatkan deskripsi ciri atau karakteristik unit sampel atas dasar

analisa suatu variabel tertentu dilakukan kegiatan analisa terhadap data yang telah

dikumpulkan. Menurut Effendi dan Singarimbun (1989) analisa data adalah

proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpretasikan. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

analisa tabel, grafik, dan diagram. Interprestasi data dilakukan dengan dua cara

yaitu interpretasi secara sempit dan luas. Pada interpretasi secara sempit, peneliti

hanya melakukan interpretasi atas data dan hubungan yang ada dalam

penelitiannya, sedangkan interprestasi secara luas mencoba mencari pengertian

yang lebih luas tentang hasil-hasil yang diperoleh kemudian membandingkan

hasil analisa peneliti dengan kesimpulan peneliti lain.

b. Analisa tata letak

Perencanaan tata letak secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 2.

Menurut Tompkins dan White (1984) ada beberapa prosedur yang berbeda dalam

pelaksanaan perancangan tata letak. Salah satu cara yang umum digunakan adalah

berdasarkan tahapan sebagai berikut :

1. Mendefinisikan tujuan fasilitas

2. Merinci aktivitas utama yang mendukung pencapaian tujuan

(31)

4. Menentukan luasan yang diperlukan untuk semua aktivitas

5. Menyusun alternatif tata letak

6. Melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif

7. Memilih salah satu alternatif

8. Melaksanakan tata letak yang dipilih

9. Memelihara dan menyesuaikan tata letak.

(32)

c. Analisa finansial 1. Analisa profitabilitas

Analisa profitabilitas atau laporan laba rugi menggambarkan besarnya jumlah

pendapatan dan biaya dalam satu periode sehingga merupakan informasi yang

mengambarkan keberhasilan atau kegagalan kinerja perusahaan (Kuswadi, 2005)

TC TR− =

π

π = Profit (keuntungan)

TR = Total Revenue (pendapatan total)

TC = Total Cost (biaya total)

2. R/C (Return to Cost) Rasio

Komposisi ini pada dasarnya untuk memudahkan apakah suatu usaha telah

mencapai titik impas (Break Even Point) dangan kriteria sebagai berikut : R/C > 1 menguntungkan

R/C = 1 impas (tidak untung dan tidak rugi)

R/C < 1 rugi

3. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara Present Value (PV) dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa

yang akan datang (Umar, 2003).

4. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Umar (2003) Internal Rate of Investment atau IRR adalah metode yang digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang

dari arus kas yang diharapkan di masa datang.

(33)

P1 = Tingkat bunga ke-1

P2 = Tingkat bunga ke-2

C1 = NPV ke-1

C2 = NPV ke-2

5. Payback Period (PBP)

Payback Period (PBP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2003).

) ( +1+1

− + =

n n

n

B B

B n

PBP

n = Periode investasi nilai kumulatif Benefit negatif terakhir

(34)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL INDUSTRI GULA MERAH TEBU 1. Karakteristik Wilayah

a. Kondisi lokasi

Kecamatan Kebonsari merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam

wilayah Kabupaten Madiun. Batas wilayah Kecamatan Kebonsari bagian utara

adalah Kecamatan Geger, bagian selatan adalah Kabupaten Ponorogo, bagian

timur adalah Kecamatan Dolopo dan Kecamatan Geger, dan bagian barat adalah

Kabupaten Magetan (Lampiran 1). Kecamatan Kebonsari termasuk dataran rendah

dengan ketinggian 65,36 dari permukaaan laut. Rata-rata curah hujan adalah 1.200

mm dengan rata-rata lamanya musim penghujan adalah 5 bulan/tahun.

Luas wilayah kecamatan Kebonsari adalah 5.102,55 Ha yang terbagi menjadi

14 desa, yaitu Tambakmas, Tanjungrejo, Sukorejo, Pucanganom, Krandegan,

Singgahan, Sidoredjo, Palur, Mojorejo, Kebonsari, Rejosari, Balerejo, Bacem, dan

Kedondong. Lahan yang berada di Kecamatan Kebonsari digunakan petani

sebagai areal pertanian, tanaman obat dan pekebunan. Penggunaan lahan terbesar

di Kecamatan Kebonsari adalah lahan persawahan dengan hasil pertanian utama

berupa padi dan jagung. Tanaman obat yang dibudidayakan oleh petani adalah

jahe dan kunyit, sedangkan tanaman perkebunan berupa tebu, kelapa, kakao,

kapuk randu, dan melinjo.

Berdasarkan Tabel 2 dan 3 mengenai persentase lahan berdasarkan

penggunaan dan produksi beberapa jenis tanaman pada tahun 2004 di Kecamatan

Kebonsari, tanaman tebu termasuk salah satu komoditas utama di Kecamatan

Kebonsari sehingga tebu memberikan kontribusi yang berarti bagi pendapatan

mesyarakat. Selain ditanam di tanah sawah, tanaman tebu dapat ditanam pada

lahan kering sehingga tebu dapat ditanam di tegalan. Sejak awal tahun delapan

puluhan pabrik gula merintis mengembangkan tebu di daerah lahan kering, namun

menurut Soentoro et al., (1999) produktivitas tebu lahan kering jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas tebu lahan sawah. Pada tahun 2004, tanaman

(35)

Kecamatan Kebonsari. Luas dan persentase penggunaan areal tanaman ini di

Kecamatan Kebonsari adalah 1.127 Ha atau 22,09% untuk tanaman tebu dengan

produktivitas tebu per luas area adalah 100 ton/Ha.

Tabel 2. Luas tanah kecamatan kebonsari berdasarkan penggunaannya

Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)

Tanah Sawah

Perkebunan Rakyat 82 1,61

Fasilitas Umum

* Masjid, Puskesmas, Koperasi, Gardu, dan lain-lain.

(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)

Tabel 3. Hasil produksi pertanian, tanaman obat, dan perkebunan Kecamatan Kebonsari tahun 2004

Jenis Tanaman Luas Tanam Jumlah Produksi

Pertanian

Jumlah penduduk Kecamatan Kebonsari adalah 53.781 jiwa dengan 13.895

(36)

adalah petani dengan persentase sebesar 83,06%. Jumlah pengangguran di

Kecamatan Kebonsari adalah 4314 jiwa. Komposisi penduduk berdasarkan mata

pencaharian di Kecamatan Kebonsari dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Kebonsari Tahun 2004

Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Petani* 24.368 83,06

Peternak 209 0,71

Lainnya** 4.761 16,23

29.338 100,00

* Petani pemilik, Petani penyakap, dan Buruh tani

** ABRI/PNS, Pegawai swasta, Wiraswasta, Buruh/Karyawan, dan lain-lain

(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)

Sektor pertanian dan perkebunan di Kecamatan Kebonsari mampu menyerap

tenaga kerja sebanyak 24.368 jiwa dari 3.532,60 Ha areal pertanian dan

perkebunan yang ada. Perbandingan antara luas areal dengan tenaga kerja adalah

0,14 Ha/orang. Hasil wawancara dengan petani tebu, pengerjaan lahan

perkebunan tebu di Kecamatan Kebonsari umumnya dilakukan secara individu.

Rata-rata luas areal perkebunan tebu yang digarap berkisar antara 0,14 – 1 Ha

dengan jumlah pekerja sebanyak 1 – 7 orang. Petani dapat menggarap lahan milik

sendiri dan lahan milik orang lain terutama untuk petani penyakap dan buruh tani

karena tidak memiliki lahan milik sendiri untuk digarap.

Hasil penelitian mengenai analisis peluang peningkatan kesempatan kerja dan

pendapatan petani melalui pengelolaan usahatani bersama yang dilakukan oleh

Yusdja et al., (2004) menjelaskan bahwa usaha tani sawah rakyat yang dikelola secara individu tidak efisien karena terbukti meningkatkan penggunaan biaya,

pupuk dan alokasi lahan. Kerjasama antar petani layak dilakukan karena dapat

meningkatkan produksi sebesar 5 – 10%, meningkatkan keuntungan 18 – 30%,

dan kesempatan kerja bertambah sebesar 20 – 30%.

c. Sarana dan prasarana

Aktivitas penduduk di Kecamatan Kebonsari di bidang perdagangan gula

merah tebu dan komoditas tebu didukung oleh sarana dan prasarana yang ada

Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Kebonsari antara lain sarana

(37)

Tabel 5. Sarana dan prasarana di Kecamatan Kebonsari

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan pengamatan langsung yang

dilakukan. Jalan desa yang berada di Kecamatan Kebonsari adalah jalan aspal

yang dilalui angkutan desa. Rata-rata frekuensi angkutan desa yang melintasi

Kecamatan Kebonsari kurang lebih dua jam sekali, namun pada pagi hari

frekunsinya antara 15 – 30 menit sekali karena umumnya mengangkut penumpang

dari pasar. Bus hanya melintasi Desa Tanjungrejo karena letaknya berada di

sebelah selatan dan berbatasan langsung dengan jalan utama yang

menghubungkan Kabupaten Ponorogo.

Tingginya tingkat kepemilikan sepeda motor menyebabkan mobilitas penduduk di Kecamatan Kebonsari pada umumnya menggunakan sepeda motor

sebagai sarana transportasi. Sebagian kecil menggunakan sepeda, mobil pribadi,

dan jalan kaki sampai jalan desa yang dilalui angkutan desa. Mobilitas yang

dinamis dengan sarana dan prasarana transportasi yang memadai sangat

mendukung mobilitas penduduk, khususnya petani dan pengusaha industri gula

merah tebu untuk menjual produk, membeli bahan baku, dan mencari tenaga

kerja.

Perkembangan sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Kebonsari

sudah cukup baik. Televisi dan radio merupakan sumber informasi utama petani

dan pengusaha industri gula merah tebu dalam mengetahui perkembangan dunia

(38)

komunikasi langsung biasanya kedua belah pihak melakukan pertemuan secara

langsung baik disengaja atau tidak, sedangkan komunikasi tidak langsung

dilakukan menggunakan alat komunikasi telepon dan handphone.

Saluran irigasi yang terdapat di Kecamatan Kebonsari terdiri dari irigasi

primer dan tertier. Hasil wawancara dengan Kepala Seksi PMD Kecamatan

Kebonsari dan staf Dinas Perkebunan Kabupaten Madiun, sumber air pada saluran

irigasi primer berasal dari bendungan atau sungai yang bisa mengairi 1 – 2

Kecamatan (irigasi sekunder) dan sebuah saluran irigasi sekunder dapat mengairi

beberapa desa (irigasi tertier). Pengelolaan saluran irigasi primer dan sekunder

diatur oleh Dinas Perairan setempat, sementara pengelolaan dan perawatan

saluran irigasi tertier diserahkan langsung kepada petani. Selain memanfaatkan

saluran irigasi, petani menggunakan sumur pompa diesel untuk mengairi areal

pertanian dan perkebunan.

2. Karakteristik Industri a. Sejarah dan perkembangan

Industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari sudah dimulai sejak tahun

1930. Menurut Soentoro et al., (1999) masa kejayaan gula berakhir menjelang tahun tiga puluhan bersamaan dengan terjadinya depresi ekonomi. Penurunan

harga gula yang drastis menyebabkan banyak pabrik gula yang tutup sehingga

produksi gula sangat merosot. Salah satu alternatif yang dilakukan petani tebu

adalah dengan mengolah sendiri tebu menjadi gula merah tebu yang kemudian

dijual di pasar-pasar tradisional sekitar. Dengan demikian industri gula merah tebu

terus tumbuh dan berkembang sebagai salah satu usaha petani tebu untuk

meningkatkan penghasilannya.

Pada awalnya tenaga yang digunakan untuk proses penggilingan tebu adalah

tenaga sapi. Pada saat panen tebu, proses pengolahan gula merah tebu dikerjakan

selama 24 jam penuh untuk menghindari kerusakan nira tebu yang sudah

ditebang. Pengusaha dan keluarga terlibat langsung dalam proses produksi gula

merah tebu pada siang hari, sedangkan pengolahan pada malam hari dilakukan

oleh pihak saudara atau penduduk sekitar.

Pada tahun 1975 mulai dikenal mesin diesel untuk menggerakkan mesin

(39)

lebih pendek 10 – 12 jam yang dimulai pada pukul 06.00 pagi untuk

menghasilkan gula merah tebu yang sama dengan menggunakan tenaga sapi.

Setelah adanya teknologi mesin pada industri gula merah tebu, pengusaha tidak

secara langsung terlibat dalam proses pengolahan. Pengolahan gula merah tebu

hanya dilakukan oleh tenaga kerja penggiling.

Sekitar tahun 1990-an pemerintah melalui Dinas Perkebunan melakukan

penyuluhan-penyuluhan pada petani tebu. Materi penyuluhan yang dilakukan

umumnya adalah materi di sektor hulu seperti pengelolaan, perawatan,

pengendalian, serta upaya meningkatkan produktivitas perkebunan tebu. Salah

satu bentuk penyuluhan mengenai industri gula merah tebu adalah adanya materi

pelatihan metode jarak jauh mengenai pengolahan gula merah tebu pada tahun

1997 oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.

Menurut Hawkins dan Van Den Ban (1999) definisi penyuluhan adalah

keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar

dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa

membuat keputusan yang benar. Petani memanfaatkan berbagai sumber untuk

mendapatkan pengetahuan dan informasi yang diperlukan untuk mengelola usaha

tani mereka dengan baik meliputi :

a) Petani-petani lain

b) Organisasi penyuluhan milik pemerintah

c) Perusahaan swasta yang menjual input, menawarkan kredit, dan membeli

hasil pertanian

d) Agen pemerintahan yang lain, lembaga pemasaran, dan politisi

e) Organisasi petani dan organisasi swasta beserta stafnya

f) Jurnal usaha tani, radio, televisi, dan media massa lainnya

g) Konsultan swasta, pengacara, dan dokter hewan

Pada tahun 1997 industri gula merah tebu yang beroperasi di Kecamatan

Kebonsari berjumlah 70 unit usaha. Setelah reformasi industri gula merah tebu

jumlah industri gula merah tebu yang beroperasi semakin berkurang. Hal tersebut

disebabkan rendahnya modal kerja yang dimiliki, dan sulit dalam mencari tenaga

(40)

b. Aspek legalitas

Sesuai dengan Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil,

ditinjau dari tingkat usahanya industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari

merupakan usaha yang tergolong dalam industri kecil. Usaha ini dilakukan secara

perorangan yang bertujuan untuk memproduksi produk gula merah tebu sehingga

termasuk ke dalam kelompok bidang usaha industri pertanian. Berdasarkan

kriteria jumlah tenaga kerja, industri ini termasuk ke dalam kelompok industri dan

dagang mikro kecil karena dalam pengelolaannya melibatkan 4 – 10 orang tenaga

kerja.

Pada dasarnya industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari ini masih

belum memiliki badan hukum. Dalam menjalankan usahanya industri ini belum

mempergunakan surat izin usaha dari Dinas Perindustrian Kabupaten Madiun

sehingga termasuk ke dalam perusahaan non direktori. Menurut BPS (2003)

perusahaan non direktori adalah perusahaan atau usaha yang tidak memiliki status

atau badan hukum dimana kegiatannya dilakukan disuatu bangunan dan tempat

perlengkapannya tidak dipindah-pindahkan. Pada umumnya kelompok usaha ini

hanya mempunyai SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) bahkan ada yang tidak

mempunyai izin sama sekali.

Prosedur pendirian perusahaan di Kabupaten Madiun (Gambar 3) dimulai

dengan pembuatan akte pendirian di notaris, kemudian dilanjutkan dengan

membuat Surat Keterangan Domisili Usaha yang dikeluarkan oleh pihak

Kelurahan setempat. Kegiatan perizinan pendirian perusahaan yang dapat

dilakukan di Kantor Kecamatan Kebonsari adalah pembuatan Surat Izin

Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Gangguan (HO), dan Surat Izin Tempat

Usaha (SITU). Surat IMB yang dikeluarkan untuk industri gula merah tebu

termasuk IMB skala besar (bangunan tempat usaha). Besar retribusi suatu industri

ditetapkan berdasarkan letak bangunan, yaitu di tepi jalur Bina Marga, di tepi jalur

jalan Kabupaten, dan di tepi jalur jalan desa.

Permasalahan dalam perizinan bagi pengusaha adalah sulitnya pengurusan

izin usaha, dan membutuhkan biaya. Beberapa pengusaha menyatakan bahwa

usahanya bersifat musiman dan tidak kontinu sehingga tidak diperlukan izin

(41)

nyata. Hambatan lain mengenai permasalahan legalitas industri gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari antara lain belum adanya sikap proaktif dari pemerintahan

mengenai industri gula merah tebu seperti penyuluhan-penyuluhan dan lembaga

khusus untuk industri ini serta kurangnya pengetahuan dan informasi pengusaha

mengenai prosedur pendirian perusahaan.

Gambar 3. Prosedur pendirian perusahaan di Kabupaten Madiun (Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)

Surat izin usaha sangat penting apabila seorang pengusaha ingin memperoleh

fasilitas-fasilitas dari pemerintah. Dalam hal bantuan permodalan, bank-bank atau

institusi permodalan memerlukan legalitas usaha dan jaminan untuk mengevaluasi

calon nasabah dalam rangka pemberian kredit atau investasi. Surat izin ini juga

dapat digunakan untuk menghindari adanya tuntutan dari pihak lain, seperti

tuntutan terhadap polusi debu dan suara yang ditimbulkan dalam kegiatan

menggiling dan memasak gula merah tebu. Dengan demikian peranan legalitas

sangat diperlukan untuk pengusaha industri gula merah tebu untuk

(42)

c. Aspek teknis dan teknologis

1. Bahan baku

Bahan baku utama dalam industri gula merah di Kecamatan Kebonsari adalah

tanaman tebu. Sumber bahan baku tebu yang diproses menjadi gula merah tebu

berasal dari hasil tanam sendiri, membeli, dan titip giling. Tebu yang berasal dari

hasil tanam sendiri terbagi menjadi dua kelompok yaitu tebu yang ditanam di

lahan milik dan lahan sewa, sementara tebu yang dibeli berasal dari perkebunan

tebu rakyat bebas (TRB) yang berada di Kecamatan Kebonsari. Pada pengolahan

gula merah titip giling, tebu berasal dari pemilik tebu baik tebu sendiri atau

pemborong tebu yang tidak memiliki pabrik gula merah tebu untuk kemudian

diolah menjadi gula merah tebu. Sumber bahan baku tebu yang digunakan industri

gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sumber bahan baku untuk industri gula merah

Tebu rakyat bebas (TRB) yang dibeli pengusaha atau pemilik modal berasal

dari desa-desa di Kecamatan Kebonsari. Pembelian tebu umumnya dilakukan

pada antara bulan Februari – April dimana tebu masih berusia 8 – 10 bulan.

Pemilihan tebu yang dibeli dari tebu rakyat bebas (TRB) dilakukan oleh

pengusaha atau pemilik modal dengan memperhatikan pertumbuhan tanaman.

Tebu dipilih berdasarkan bentuk batang, kondisi perkebunan, dan umur tanaman.

Berdasarkan bentuk batang tebu yang baik adalah tebu yang memiliki batang

besar dan lurus. Tebu bengkok atau ambruk, belum cukup umur, dan tidak memenuhi teknis pemeliharaan tanaman tebu akan menurunkan mutu produk gula

(43)

Tabel 6. Harga tebu berdasarkan bulan tahun 2006

Bulan Harga ( kotak)

Februari Rp 2.500.000 – 3.000.000

Maret Rp 2.750.000 – 3.100.000

April Rp 2.750.000 – 3.500.000

Mei Rp 2.900.000 – 3.500.000

Juni Rp 2.900.000 – 4.000.000

(Sumber : Data Primer)

Sistem pembelian tebu yang dilakukan pengusaha industri gula merah di

Kecamatan Kebonsari adalah sistem borongan dimana tebu dijual tidak

berdasarkan bobot melainkan per luas areal (dalam terminologi responden adalah

kotak). Rata-rata luas per kotak adalah 0,143 Ha. Harga tebu yang dijual

tergantung umur tebu, pada Tabel 6 dapat dilihat harga tanaman tebu tahun 2006.

Berdasarkan pengalaman petani tebu pada musim panen harga tebu akan terus

meningkat sampai pada puncaknya antara bulan Agustus – September dan setelah

bulan tersebut harga tebu akan menurun. Penurunan harga tebu ini disebabkan

umur tebu sudah terlalu tua dan sudah masuk musim penghujan sehingga rendemen yang dihasilkan menurun.

PERSENTASE AREAL TANAMAN TEBU KABUPATEN MADIUN

12,41%

9,71%

11,56%

8,81%

10,10% 47,41%

Kebonsari Dolopo Geger Jiwan Balerejo

Dagangan, Karee, Gemarang, Wungu, Madiun, Mejay an, Saradan, Pil kenceng, Sawahan,

W i

(44)

LUAS AREAL TANAMAN TEBU

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Ha

Gambar 6. Grafik luas areal tanaman tebu Kecamatan Kebonsari pada periode tahun 1997 – 2004

Gambar 6 menunjukkan rata-rata luas perkebunan tebu di Kecamatan

Kebosari antara 1997 – 2004 adalah 952 Ha. Berdasarkan data dinas perkebunan Kabupaten Madiun, antara tahun 1997 – 2003 luas area tanaman tebu di

Kecamatan Kebonsari mengalami penurunan dan baru pada tahun 2004 terjadi

kenaikan. Hal tersebut disebabkan karena adanya pertimbangan mengalihkan

usaha perkebunan tebu dengan tanaman alternatif. Menurut Soentoro et al., (1999) analisa kelayakan finansial usaha tani tebu dan usaha tani non-tebu di daerah

sawah dan tegalan di Jawa Timur menunjukkan bahwa pendapatan bersih usaha

tani tebu di sawah secara keseluruhan tidak berbeda dengan tanaman

alternatifnya.

Tabel 7. Kebutuhan bahan baku dan areal perkebunan tebu industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari.

(45)

Produktivitas tebu per luas area adalah 100 ton/Ha sehingga rata-rata dalam

setahun Kecamatan Kebonsari mampu memproduksi tebu sebanyak 952.000 ton

tebu. Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan produksi industri gula

merah tebu adalah 2,64 ton tebu/hari. Kegiatan pengolahan gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari dilakukan pada musim panen tebu yaitu antara bulan Mei –

Oktober. Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan pengolahan gula merah tebu

juga dilakukan sebelum musim panen tebu. Tebu yang diolah sebelum musim

panen merupakan tebu yang ditebang pada umur 8 – 10 bulan dimana pucuk tebu

hasil tebangan digunakan sebagai bibit. Hal tersebut tentu saja dapat

mempengaruhi mutu dan rendemen yang dihasilkan.

2. Bahan tambahan pangan dan penunjang produksi

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara

alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke

dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan (Himpunan

Alumni Fateta, 2005). Bahan tambahan yang digunakan dalam industri gula

merah tebu di Kecamatan Kebonsari adalah larutan kapur (laru), dan minyak kelapa (Tabel 8).

Tabel 8. Penggunaan dan harga bahan tambahan pangan

Bahan Tambahan Dosis / wajan

(11 – 13 kg gula)

Harga (kg)

Minyak Kelapa 20 gram Rp 4.800

Kapur 100 gram Rp 350

Natrium Metabisulfit 10 gram Rp 8.000

(Sumber : Data Primer)

Menurut Goutara dan Wijandi (1985), larutan kapur telah digunakan sebagai

pengendap kotoran atau pemurnian nira sejak tahun 1685. Kapur tohor yang

digunakan untuk proses pemurnian nira umumnya dilarutkan dahulu di dalam air

menjadi susu kapur (Ca(OH)2). Penambahan larutan kapur dapat menetralkan pH

nira serta mengendapkan kotoran-kotoran yang terlarut dalam nira (Dinas

Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 1997). Menurut Dachlan (1984) minyak kelapa

(46)

tegangan permukaan larutan nira sehingga memperlambat pembentukan buih

sehingga nira tidak meluap.

Bahan tambahan lain yang digunakan oleh pengusaha gula merah tebu adalah

Natrium Metabisulfit. Natrium metabisulfit merupakan bahan pewarna tambahan yang digunakan untuk memberikan warna kuning pada gula merah tebu.

Penambahan Natrium metabisulfit pada proses pemasakan bertujuan untuk mengurangi proses pencoklatan agar warna gula yang dihasilkan menjadi lebih

kuning dan cerah. Menurut Buckle (1987) adanya sulfit pada Natrium metabisulfit dapat menurunkan pH dan mampu menghalangi beraksinya gugus karbon gula

pereduksi agar tidak bereaksi dengan asam amino sehingga warna coklat

kehitaman tidak terbentuk.

Bahan penunjang yang digunakan pada proses produksi gula merah tebu

antara lain bahan bakar diesel, oli, dan aspal padat. Bahan bakar diesel berfungsi

untuk menjalankan diesel penggerak mesin giling. Oli berfungsi untuk

melumaskan gigi (gear) pada mesin giling. Aspal padat berfungsi untuk membuat sabuk transmisi (belt) yang menghubungkan mesin giling dan diesel tidak licin dan mudah lepas. Untuk mengolah 25 – 35 kw tebu/hari, rata-rata bahan bakar

diesel dan oli yang digunakan adalah 8 liter dan 0,45 liter. Sebuah aspal padat

dapat digunakan selama ± 2 – 3 bulan. Bahan penunjang produksi lain yang

digunakan pada industri gula merah tebu adalah bahan bakar untuk kendaraan.

Penggunaan bahan bakar untuk kendaraan pengangkut tebu tergantung pada jarak

antara kebun dan pabrik, semakin jauh jarak tersebut akan meningkatkan

penggunaan bahan bakar kendaraan.

3. Mesin dan peralatan

Mesin dan peralatan yang digunakan dalam industri gula merah tebu di

Kecamatan Kebonsari antara lain golok, mesin diesel, mesin penggiling tebu, bak

nira, gerobak, selang dan pipa, tungku masak, penahan (bumbung), serok, ebor, pengaduk, cetakan gula, ember, dan keranjang. Mesin diesel digunakan sebagai

sumber tenaga penggerak bagi mesin penggiling (Gambar 7).

Mesin diesel termasuk kelompok mesin bakar dalam. Menurut Pratomo dan

Kohar (1983) motor bakar dalam merubah tenaga yang berasal dari

Gambar

Gambar 1. Skematis pelaksanaan penelitian
Gambar 2. Perencanaan tata letak secara sistematis
Tabel 2. Luas tanah kecamatan kebonsari berdasarkan penggunaannya
Tabel 5. Sarana dan prasarana di Kecamatan Kebonsari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengalaman usaha pembudidaya ikan memiliki hubungan yang nyata pada persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi profesional sebesar -0,235. Hal ini artinya semakin lama

Alhamdulillah, puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat

Pelaksanaan skreening status T dengan berintegrasi dengan kegiatan massal lainnya (hari kartini, hari ibu, skreening IVA, dsb).. Advokasi kepada Pemerintah Daerah untuk

PENETAPAN KADAR CAMPURAN ISONIAZID DAN VITAMIN B6 DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN PERHITUNGAN.. MULTIKOMPONEN DAN

Komoditas utama pemicu inflasi pada kelompok ini diberikan oleh tarif listrik yang pada bulan ini mengalami inflasi sebesar 7,05 persen dengan andil mencapai 0,18 persen..

Namun hasil penelitian ini menujukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara intensitas pemakaian dengan kualitas informasi akuntansi.Berdasarkan data jawaban responden

Dari selisih data (point) yang telah didapat maka dapat diambil kesimpulan untuk short circuit turn 1 pada fasa R- Ground pada gambar 12 perubahan selisih beda fasa

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana layanan perpustakaan keliling pada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Badung, untuk mengetahui