ABSTRAK
IDENTIFIKASI BIOTIPE WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STALL) DARI BEBERAPA AREAL
PERTANAMAN PADI DI PROVINSI LAMPUNG
OLEH
MAMAN HARTAMAN
Salah satu karakteristik penting dari hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stall) adalah kemampuannya untuk membentuk biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas tanaman padi. Kemampuan ini menyebabkan wereng batang coklat (WBC) menjadi hama penting dan dapat menurunkan produktivitas tanaman padi secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji kesesuaian dan preferensi makan koloni WBC yang diperoleh dari 8 lokasi areal pertanaman padi di Provinsi Lampung dengan metode honeydew test, pengurungan dan skrining massal menggunakan 4 jenis varietas standar
(pembeda), yaitu varietas Pelita I/1, Mudgo, ASD-7, dan Rathu Heenati; (2) mengkonfirmasi jenis biotipe koloni WBC yang diteliti dengan membandingkan perkembangan populasinya melalui prosedur pengurungan dan skrining massal pada keempat varietas pembeda sebagai tanaman inangnya. Penelitian dilakukan dalam rancangan teracak kelompok lengkap (RTKL) dengan menggunakan 8 asal koloni WBC (koloni Tanggamus, Pringsewu I, Pringsewu II, Pesawaran,
Lampung Selatan, Lampung Tengah I, Lampung Tengah II, dan Lampung Timur) sebagai perlakuan dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam pada taraf nyata 5% dan 1% dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil sekresi koloni WBC pada varietas pembeda Rathu Heenati (mengandung gen ketahanan Bph 3) sebagai inang tahan, bahkan sangat tahan terhadap semua koloni WBC yang diuji; sedangkan varietas Pelita I/1 (tanpa gen ketahanan) bersifat rentan sampai agak tahan, varietas Mudgo (Bph 1) bersifat agak rentan sampai agak tahan, dan varietas ASD-7 (bph 2) bersifat agak tahan sampai tahan. Hasil pengujian dengan metode pengurungan dan skrining massal mengkonfirmasi bahwa seluruh koloni WBC yang berasal dari 8 lokasi yang diteliti memiliki karakteristik yang sesuai dengan WBC biotipe 3.
ABSTRACT
IDENTIFICATION OF BROWN PLANTHOPPER
(NILAPARVATA LUGENS STALL) BIOTYPES FROM SEVERAL RICE AREAS IN LAMPUNG PROVINCE
By
MAMAN HARTAMAN
One of the most important characteristics of brown planthopper (Nilaparvata lugens Stall) is its ability to form a new biotype which able to break resistance of a rice plant variety. Formation of a new biotype makes brown planthopper becomes an important pest of rice plant that could reduce rice productivity significantly. The objectives of this research were: (1) to examine feeding suitability and preference of brown planthopper colonies collected from 8 rice locations in Lampung Province through honeydew test, rearing, and screening procedures using 4 rice cultivars (Pelita I/1, Mudgo, ASD-7, and Rathu Heenati); (2) to confirm the biotype of the tested brown planthopper colonies by comparing their population development through rearing and mass screening procedures in the standard cultivars as the host plants. This experiment was conducted in a completely randomized design using brown planthopper colonies collected from 8 locations (Tanggamus, Pringsewu I, Pringsewu II, Pesawaran, Lampung Selatan, Lampung Tengah I, Lampung Tengah II, dan Lampung Timur) as the treatments, each of which was repeated 3 times. Data were analyzed using analysis of variance at 5% and 1% and mean separation was conducted with the Duncan multiple range test. Examination of colony secretion recorded from Rathu Heenati cultivar (Bph 3 gen) showed that the cultivar was resistant to very resistant to all tested colonies; Pelita I/1 (no Bph gen) was susceptible to
moderately resistant; Mudgo (Bph 1 gen) was moderately susceptible to moderately resistant; and ASD-7 (bph 2 gen) was moderately resistant to resistant. Further population development examination with rearing and mass screening proceduresconfirmed that characteristics of the tested brown
planthopper colonies from all 8 locations were in accordance with biotype 3.
IDENTIFIKASI BIOTIPE WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STALL) DARI BEBERAPA AREAL
PERTANAMAN PADI DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
MAMAN HARTAMAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Pascasarjana Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 24 April 1966, merupakan anak kedua dari Bapak Yusin Nataatmaja (alm) dan Ibu Romlah.
Pendidikan penulis diawali di Sekolah Dasar (SD) Negeri Negararatu, Natar Lampung Selatan dan tamat pada tahun 1977, kemudian Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Natar, Lampung Selatan tamat tahun 1981, selanjutnya Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri II Tanjungkarang tamat tahun 1984, dan Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung diselesaikan pada tahun 1989. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Sejak tahun 1999 sampai sekarang, penulis bekerja menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung sebagai tenaga Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT).
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas curahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan penulisan tesis yang berjudul “IDENTIFIKASI BIOTIPE WERENG BATANG COKLAT
(Nilaparvata lugens Stall) DARI BEBERAPA AREAL PERTANAMAN PADI DI PROVINSI LAMPUNG”. Selanjutnya, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc., selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku pembimbing kedua, yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikiran untuk memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan koreksi sejak pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan tesis ini selesai.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku penguji utama, atas saran dan koreksi untuk perbaikan penulisan tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Magister Agronomi sekaligus Pembimbing Akademik penulis, yang memberikan arahan dan motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan masa studi di Program Studi Magister Agronomi.
5. Kepala UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Lampung saat itu (Ibu Ir. Agustini) atas rekomendasi yang diberikan untuk mengikuti kuliah di Program Studi Magister Agronomi Universitas Lampung.
6. Rekan-rekan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (LPTPH) Gadingrejo yang telah banyak membantu penulis selama
pelaksanaan penelitian.
7. Mba Ambar dan mba Sri yang selalu direpotkan oleh penulis dengan urusan administrasi.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang memerlukannya.
Bandar Lampung, Desember 2014.
Maman Hartaman
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……….. iii
DAFTAR GAMBAR ………... vi
I. PENDAHULUAN ………. 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ………... 1
1.2 Rumusan Masalah ……… 5
1.3 Tujuan Penelitian ………. 5
1.4 Manfaat Penelitian ………... 6
1.5 Kerangka Teoritis ………. 6
1.5.1 Landasan Teori ……….. 6
1.5.2 Kerangka Pemikiran ……….. 10
1.5.3 Hipotesis ……… 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 13
2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) ……….. 13
2.2 Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ……….. 16
2.3 Ketahanan Tanaman terhadap Hama ………... 18
III. BAHAN DAN METODE ……….…... 20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian …………..……… 20
3.2 Bahan dan Alat ………... 20
3.3 Metode Penelitian ……… 20
3.4 Pelaksanaan Penelitian ………. 23
3.4.1 Penyediaan Serangga WBC ………... 23
3.4.2 Pelaksanaan Percobaan dan Pengamatan ………….. 24
(a) Honeydew test (uji sekresi embun madu) ……... 24
(b) Metode pengurungan (rearing) ……….. 26
(c) Skrining massal ………. 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 30
4.1 Hasil Penelitian .………... 30
4.1.1 Honeydew Test (uji sekresi embun madu) …………. 30
4.1.2 Populasi Wereng Batang Coklat ……… 41
4.1.3 Skrining Massal ………. 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 48
5.1 Kesimpulan ……….. 48
5.2 Saran ……… 48
DAFTAR PUSTAKA ……….. 50
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Teks
1. Gen ketahanan dan sifat ketahanan varietas padi sawah
terhadap biotipe WBC ... 8 2. Kode koloni dan asal koloni WBC ... 21 3. Varietas pembeda dan biotipe WBC hasil uji ... 22 4. Skoring berdasarkan sekresi honeydew WBC dan reaksi
varietas pembeda ………... 26
5. Skoring berdasarkan kerusakan tanaman pada varietas
Pembeda ………. 28
6. Hasil skor honeydew test koloni WBC pada 4 varietas pembeda 31 7. Hasil uji jarak berganda Duncan populasi WBC
(ekor per rumpun) pada 4 varietas pembeda ………... 42 8. Hasil skrining massal koloni WBC pada 4 varietas pembeda... 43
Lampiran
9. Data skoring honeydew test asal koloni WBC (W) yang
berbeda pada varietas pembeda (V)... 54 10. Data populasi (ekor/rumpun) asal koloni WBC (W) yang
berbeda pada varietas pembeda (V)... 55 11. Data skoring hasil skrining massal asal koloni WBC (W) yang
berbeda pada varietas pembeda (V)... 56 12. Data skoring hasil honeydew test WBC pada varietas pembeda
13. Uji homogenitas skoring hasil honeydew test WBC pada
varietas pembeda Pelitta I/1 (V1) …………... 57 14. Analisis ragam skor hasil honeydew test WBC pada varietas
pembeda Pelita I/1 (V1) ... 58 15. Data skoring hasil honeydew test WBC pada varietas pembeda
Mudgo (V2) ………... 58 16. Data skoring hasil honeydew test WBC pada varietas pembeda
Mudgo (V2), transformasi √(x + 0,5) …………... 59 17. Uji homogenitas skoring hasil honeydew test WBC pada
varietas pembeda Mudgo (V2), transformasi √(x + 0,5) ……… 59 18. Analisis ragam skor hasil honeydew test WBC pada varietas
pembeda Mudgo (V2), transformasi √(x + 0,5)... 60 19. Data skoring hasil honeydew test WBC pada varietas pembeda
ASD-7 (V3) …………... 60 20. Uji homogenitas skoring hasil honeydew test WBC pada
varietas pembeda ASD-7 (V3) ………... 61 21. Analisis ragam skor hasil honeydew test WBC pada varietas
pembeda ASD-7 (V3) ... 61 22. Data skoring hasil honeydew test WBC pada varietas pembeda
Rathu Heenati (V4) …………... 62 23. Uji homogenitas skoring hasil honeydew test WBC pada
varietas pembeda Rathu Heenati (V4) ………... 62 24. Analisis ragam skor hasil honeydew test WBC pada varietas
pembeda Rathu Heenati (V4) ... 63 25. Data populasi WBC (ekor per rumpun) pada varietas pembeda
Pelita I/1 (V1) ... 63 26. Uji homogenitas populasi WBC (ekor per rumpun) pada
varietas pembeda Pelita I/1 (V1) …………... 64 27. Analisis ragam populasi WBC (ekor per rumpun) pada
varietas pembeda Pelita I/1 (V1) ... 64 28. Data populasi WBC (ekor per rumpun) pada varietas pembeda
29. Uji homogenitas populasi WBC (ekor per rumpun) pada
varietas pembeda Mudgo (V2) …………... 65 30. Analisis ragam populasi WBC (ekor per rumpun) pada
varietas pembeda Mudgo (V2) ... 66 31. Data populasi WBC (ekor per rumpun) pada varietas pembeda
ASD-7 (V3) ... 66 32. Uji homogenitas populasi WBC (ekor per rumpun) pada
varietas pembeda ASD-7 (V3) …………... 67 33. Analisis ragam populasi WBC (ekor per rumpun) pada varietas
pembeda ASD-7 (V3) ... 67 34. Data populasi WBC (ekor per rumpun) pada varietas pembeda
Rathu Heenati (V4) ... 68 35. Uji homogenitas populasi WBC (ekor per rumpun) pada
varietas pembeda Rathu Heenati (V4) ………... 68 36. Analisis ragam populasi WBC (ekor per rumpun) pada varietas
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Luas serangan WBC di Provinsi Lampung tahun
2008 –2012 ……… 3
2. Perbedaan penampakan setiap instar nimfa WBC ….………… 15 3. Peta wilayah asal koloni WBC yang diuji ……….. 22 4. Standar scoring sekresi honeydew WBC pada kertas
indikator ……… 25
5. Tata letak satuan percobaan honeydew test, metode
pengurungan dan skrining missal ... 29 6. Grafik hasil skor honeydew test 8 koloni WBC pada varietas
pembeda Pelita I/1, Mudgo, ASD-7, dan Rathu Heenati …… 32
7. Hasil honeydew test WBC koloni Tanggamus (W1) pada varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2), ASD-7(V3),
dan Rathu Heenati (V4) ……… 33 8. Hasil honeydew test WBC koloni Pringsewu I (W2) pada
varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2), ASD-7(V3),
dan Rathu Heenati (V4) ……… 34 9. Hasil honeydew test WBC koloni Pringsewu II (W3) pada
varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2), ASD-7(V3),
dan Rathu Heenati (V4) ……… 35 10. Hasil honeydew test WBC koloni Pesawaran (W4) pada
varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2), ASD-7(V3),
dan Rathu Heenati (V4) ……… 36 11. Hasil honeydew test WBC koloni Lampung Selatan (W5) pada
varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2), ASD-7(V3),
12. Hasil honeydew test WBC koloni Lampung Tengah I (W6) pada varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2),
ASD-7(V3), dan Rathu Heenati (V4) ……… 38 13. Hasil honeydew test WBC koloni Lampung Tengah II (W7)
pada varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2),
ASD-7(V3), dan Rathu Heenati (V4) ...………. 39 14. Hasil honeydew test WBC koloni Lampung Timur (W8) pada
varietas pembeda Pelita I/1 (V1), Mudgo (V2), ASD-7(V3),
dan Rathu Heenati (V4) ……… 40 15. Grafik populasi 8 koloni WBC pada varietas pembeda Pelita I/1,
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi
Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi
Lampung dari tahun 2009 – 2012 terus meningkat, yaitu 2.673.844 ton pada
tahun 2009 sampai 3.101.455 ton pada tahun 2012, sehinggga berdasarkan
pencapaian tersebut Provinsi Lampung menjadi sentra produksi padi nomor 7
secara nasional dan menyumbangkan sebesar 4,15 – 4,49 persen terhadap
produktivitas padi nasional (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013).
Kemudian salah satu upaya pengamanan produksi yang harus dilakukan untuk
mempertahankan tingkat produski padi di Provinsi Lampung adalah menekan
kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di
pertanaman.
Sebagai komoditas yang dibudidayakan dalam hamparan luas dan ditanam
sepanjang musim jika irigasi memungkinkan, tanaman padi mendapat serangan
dari berbagai jenis hama. Salah satu hama utama tanaman padi yang sangat
penting dan dapat menggagalkan panen adalah hama wereng batang coklat
(Nilaparvata lugens Stall) (Hemiptera : Delphacidae). Serangan hama ini pada
2
pemerintah. Untung dan Trisyono (2010) mengemukakan bahwa serangan
wereng batang coklat (WBC) dapat mengancam swasembada beras nasional.
Potensi ancaman ini semakin meningkat dengan implementasi program dari
pemerintah yaitu Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) secara luas,
intensif, dan cenderung seragam. Praktik ini beresiko akan menyebabkan
terjadinya reaksi balik ekologis yang secara potensial dapat menjadi penghambat
pencapaian sasaran jangka pendek usaha peningkatan produksi padi. Salah satu
bentuk reaksi balik ekologis yang saat ini dihadapi petani adalah peningkatan
serangan hama WBC seperti yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia selama
beberapa tahun terakhir. Fluktuasi serangan WBC di Indonesia (34 Provinsi)
selama 5 tahun terakhir dari tahun 2008 sampai dengan 2012 berturut-turut
adalah 24.152 Ha, 47.473 Ha, 137.768 Ha, 223.606 Ha, dan 30.174 Ha
(www.tanamanpangan.pertanian.go.id/ditlintp/statis-17-dataoptpadi).
Tendensi terjadinya peningkatan luas serangan WBC juga terjadi di Provinsi
Lampung. Data serangan WBC dari Direktorat Perlindungan Tanaman Jakarta
tahun 2008 – 2012 menunjukkan bahwa di Provinsi Lampung pada tahun 2010
terjadi peningkatan luas serangan WBC yang relatif tinggi jika dibandingkan
dengan tahun 2008 dan 2009, kemudian pada tahun 2011 terjadi penurunan luas
serangan tetapi pada tahun 2012 meningkat kembali dan lebih tinggi dari luas
serangan WBC pada tahun 2008, 2009, dan 2011. Fluktuasi luas serangan WBC
di Provinsi Lampung dalam kurun waktu tahun 2008 – 2012 adalah 273 Ha, 196
3
tahun 2010 (Gambar 1)
(www.tanamanpangan.pertanian.go.id/ditlintp/statis-17-dataoptpadi).
Gambar 1. Luas serangan WBC di Provinsi Lampung tahun 2008 – 2012 (Sumber data : www.tanamanpangan.pertanian.go.id/ditlintp/statis 17-dataoptpadi).
Salah satu karakteristik khas biologi WBC yang menyebabkannya selalu menjadi
hama ancaman di Indonesia adalah kemampuannya untuk membentuk biotipe
baru dalam waktu yang relatif singkat. Biotipe adalah individu atau populasi
serangga yang dapat dibedakan dari individu atau populasi serangga lainnya
bukan berdasarkan morfologinya, tetapi berdasarkan kepada kemampuan untuk
beradaptasi, bertelur, dan berkembangbiak, serta daya tarik untuk makan pada
tanaman inangnya. Sehingga dengan demikian perbedaan biotipe antarindividu
atau antarpopulasi WBC dapat dibedakan berdasarkan kemampuannya untuk
beradaptasi, meletakkan telur, dan berkembangbiak pada tanaman padi sawah,
serta ketertarikannya untuk makan pada varietas padi tertentu (Baehaki, 2007).
Varietas padi yang digunakan untuk menguji karakteristik koloni WBC ini
2008 2009 2010 2011 2012
Terkena 273 196 915 199 329
Puso 0 0 9 2 1
4
disebut varietas pembeda atau varietas standar. Varietas pembeda yang biasa
digunakan pada penelitian biotipe WBC untuk mengkonfirmasi biotipe dari suatu
koloni WBC antara lain TN-I, Mudgo, ASD-7, dan Rathu Heenati (Saxena dan
Barrion, 1983 ; Baehaki dan Munawar, 2007 ; Baehaki dan Munawar, 2008).
Varietas pembeda TN-I dapat digantikan oleh varietas Pelita I/1, karena varietas
tersebut sama-sama tidak memiliki gen ketahanan terhadap WBC (Baehaki,
2012).
Berkaitan dengan potensi kemampuan beradaptasi WBC terhadap hamparan
varietas padi, dilaporkan bahwa perubahan biotipe WBC di Indonesia diawali
sejak diketahuinya serangan WBC pertama kali pada tahun 1930 (biotipe nol).
Kemudian pada tahun 1971 muncul WBC biotipe 1, dan pada tahun 1976 terjadi
perubahan biotipe WBC dari biotipe 1 ke biotipe 2. Selanjutnya pada tahun 1980
terjadi lagi perubahan biotipe WBC dari biotipe 2 ke biotipe 3 (Baehaki, 2007).
Menurut Untung dan Trisyono (2010), populasi WBC yang mengalami eksplosi
populasi di Kabupaten Klaten, Boyolali, dan Sukoharjo pada bulan Mei 2010
diduga merupakan populasi WBC yang mampu beradaptasi dengan mematahkan
sifat ketahanan yang dimiliki oleh varietas dominan yang ditanam petani di areal
itu, yaitu varietas IR 64. Selain itu, varietas yang tidak tahan terhadap WBC
(non-VUTW) yang saat itu juga banyak ditanam petani berdampingan dengan
hamparan pertanaman VUTW diduga juga berkontribusi terhadap peningkatan
populasi dan serangan WBC, yaitu memberikan ekosistem yang kondusif bagi
perkembangbiakan WBC berbagai biotipe sehingga memunculkan biotipe baru.
5
dan serangan WBC adalah penggunaan insektisida kimiawi untuk pengendalian
WBC yang berspektrum luas dan tidak sesuai dengan konsentrasi/dosis anjuran,
sehingga mengakibatkan terjadi resurjensi WBC.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut :
(1) Apakah koloni WBC yang berasal dari Provinsi Lampung mampu merusak
varietas-varietas standar yang saat ini dikenal sebagai varietas pembeda?
(2) Tergolong ke dalam biotipe berapakah koloni-koloni WBC yang terdapat di
wilayah Provinsi Lampung?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Menguji kesesuaian dan preferensi makan koloni WBC yang diperoleh dari 8
lokasi areal pertanaman padi di Provinsi Lampung dengan metode honeydew
test menggunakan empat jenis varietas standar (pembeda), yaitu varietas
Pelita I/1, Mudgo, ASD-7, dan Rathu Heenati.
(2) Mengkonfirmasi jenis biotipe koloni WBC yang diteliti dengan
membandingkan perkembangan populasinya melalui prosedur pengurungan
dan skrining massal pada keempat varietas pembeda sebagai tanaman
6
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi untuk mengetahui dan
memetakan penyebaran biotipe koloni WBC di Provinsi Lampung. Informasi
sebaran biotipe WBC tersebut diharapkan dapat berguna menjadi pendukung
salah satu komponen kebijakan pengendalian WBC sekaligus mengantisipasi
serangan WBC di lapangan secara dini, yaitu untuk menentukan varietas padi
sawah unggul tahan wereng yang akan ditanam di suatu areal.
1.5 Kerangka Teoritis
1.5.1 Landasan Teori
Menurut Munawar dan Baehaki (2008), WBC merupakan hama serangga yang
memiliki perkembangbiakan tipe-r, yang memiliki ciri-ciri: (1) tubuh umumnya
berukuran kecil yang cepat menemukan habitatnya, (2) mampu berkembangbiak
dengan baik sebelum serangga lain ikut berkompetisi, (3) mampu menyebar
dengan cepat ke habitat baru sebelum habitat lama tidak berguna lagi, dan (4)
mudah beradaptasi dengan sumber makanan baru yang menyebabkan cepat
berubah menjadi biotipe baru. Kemudian, ciri-ciri lain serangga yang memiliki
perkembangbiakan tipe-r adalah: (1) memiliki kemampuan berkoloni dengan
baik, (2) siklus generasinya relatif singkat, (3) kematiannya tidak tergantung
kepadatan populasi, (4) tingkat reproduksinya tinggi, (5) kepadatan populasinya
fluktuatif, (6) cenderung tidak menjadi kompetitor (Matthews dan Matthews,
7
WBC relatif mudah beradaptasi dengan lingkungan biotiknya dan dalam waktu
yang relatif singkat mampu mematahkan ketahanan tanaman inangnya. Salah
satu manifestasi dari kemampuan adaptasi ini adalah adanya fenomena biotipe
yang sangat kuat pada hama WBC.
Secara morfologis, biotipe WBC tidak dapat dibedakan antara yang satu dengan
lainnya. Biotipe WBC dapat dibedakan satu dengan lainnya melalui responnya
terhadap varietas-varietas padi sawah yang dijadikan sebagai varietas pembeda
(differential variety) (Oka, 1978 dalam Sogawa, 1982). Terjadinya biotipe
disebabkan oleh adanya pengaruh dari sifat ketahanan varietas padi terhadap
individu atau populasi WBC, sehingga dapat mengubah sifat keganasan WBC
terhadap tanaman padi. Introduksi varietas tahan ke lapangan cenderung
mempengaruhi terjadinya penyimpangan perilaku WBC, seolah-olah ada seleksi
populasi WBC oleh varietas. Populasi WBC selanjutnya mengalami seleksi
terarah pada varietas baru (varietas tahan) yang menghasilkan populasi baru.
Populasi baru sifatnya ada yang sama dengan biotipe asal, atau menyimpang dari
biotipe asal menjadi biotipe baru (Baehaki dan Widiarta, tanpa tahun).
Ketahanan varietas padi sawah terhadap biotipe WBC dikendalikan oleh gen-gen
ketahanan yang dinotasikan dengan Bph untuk gen dominan dan bph untuk gen
resesif. Varietas-varietas yang berbeda ketahanannya terhadap biotipe WBC
memiliki gen ketahanan yang berbeda pula, dengan ditandai oleh nomor sesuai
dengan urutan gen ketahanan tersebut ditemukan (Baehaki dan Munawar, 2008).
Menurut Ali dan Chowdhury (2013), sudah diketahui terdapat 27 gen ketahanan
8
Bph 9, Bph 10, bph 11, Bph 12, Bph 13, Bph 14, Bph 15, Bph 16, Bph 17, Bph18,
bph 19, Bph 20, bph 21, Bph 22, Bph 23, bph 24, Bph 25, Bph 26, dan Bph 27.
Varietas padi sawah yang mengandung salah satu gen ketahanan dapat memiliki
sifat ketahanan terhadap satu atau beberapa biotipe WBC. Namun belum semua
gen-gen ketahanan yang diketahui sudah diuji terhadap biotipe WBC, seperti
dikemukakan oleh Baehaki dan Mejaya (2011) pada Tabel 1.
Tabel 1. Gen ketahanan dan sifat ketahanan varietas padi sawah terhadap biotipe WBC (Baehaki dan Mejaya, 2011).
No. Gen
Ketahanan Sifat Ketahanan terhadap biotipe WBC
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Bph 1 bph 2 Bph 3 bph 4 bph 5 Bph 6 Bph 7 bph 8 Bph 9 Bph 10 Bph 13 Bph 14 Bph 15 Bph 17 bph 19 bph 11 Bph 12 Bph 16 Bph 18
- Tahan terhadap biotipe 1 dan 3, peka terhadap biotipe 2 dan 4.
- Tahan terhadap biotipe 1 dan 2, peka terhadap biotipe 3 dan 4.
- Tahan terhadap biotipe 1, 2, 3, dan 4.
- Tahan terhadap biotipe 4, peka terhadap biotipe 1, 2, dan 3.
- Tahan terhadap biotipe 1, 2, dan 3.
- Tahan terhadap biotipe 1 dan 2.
- Tahan terhadap biotipe 4.
- Tahan terhadap biotipe 2.
9
Teori lain yang melandasi penelitian ini adalah fakta sejarah perubahan biotipe
WBC di Indonesia dari biotipe 0 sampai biotipe 4, seperti yang dikemukakan
oleh Baehaki (2007) dan Baehaki (2008 dalam Baehaki dan Widiarta, tanpa
tahun). Biotipe 0 ditemukan pada tahun 1930, dan kemudian diikuti dengan
introduksi varietas-varietas yang mampu berproduksi tinggi namun tidak
memiliki gen ketahanan terhadap WBC, yaitu varietas IR 5 dan IR 8 pada tahun
1967 dan varietas Pelita I/1 pada tahun 1971. Akibatnya, pada tahun 1972 terjadi
ledakan serangan WBC dan terjadi perubahan biotipe dari biotipe 0 ke biotipe 1.
Selanjutnya, pada tahun 1975 diintroduksi varietas IR 26 yang memiliki gen
ketahanan Bph 1 untuk menghadapi serangan WBC biotipe 1, namun pada tahun
1976 terjadi ledakan serangan WBC dan terjadi kembali perubahan biotipe, dari
biotipe 1 ke biotipe 2. Kemudian pada tahun 1980, untuk mengatasi serangan
WBC biotipe 2 diintroduksi varietas IR 42 yang memiliki gen ketahanan bph 2,
namun pada tahun 1981 terjadi ledakan serangan WBC dan terjadi perubahan
biotipe, dari biotipe 2 ke biotipe 3. Selanjutnya, untuk menghadapi WBC biotipe
3 pemerintah Indonesia mengintroduksi varietas IR 56 yang memiliki kandungan
gen ketahanan Bph 3 pada tahun 1983 dan varietas IR 64 yang memiliki gen
ketahanan Bph 1+ pada tahun 1986, namun 20 tahun kemudian yaitu pada tahun
2006 terjadi perubahan biotipe WBC dari biotipe 3 ke biotipe 4. Menurut
Baehaki dan Munawar (2008) WBC yang sudah mengalami perubahan biotipe,
dari biotipe 3 ke biotipe 4 terjadi di Cianjur, Pati, Kudus, Klaten, Bantul, Kulon
10
1.5.2 Kerangka Pemikiran
Wereng batang coklat merupakan salah satu ancaman serius terhadap penurunan
kuantitas produksi tanaman padi sawah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kerusakan tanaman padi akibat serangan WBC adalah dengan
cara menanam jenis padi yang tidak kompatibel dengan biotipe WBC yang
terdapat pada suatu wilayah. Oleh karena itu, diketahuinya jenis biotipe WBC
yang terdapat di suatu wilayah merupakan informasi yang sangat penting dalam
program pengendalian hama WBC. Dengan mengetahui variasi biotipe WBC
pada beberapa wilayah pertanaman padi di Provinsi Lampung diharapkan dapat
membantu dalam menentukan kebijakan penanaman varietas padi sawah di
wilayah ini sebagai antisipasi dini dalam mengendalikan serangan WBC.
Berdasarkan data dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan
dan Hortikultura Lampung tentang luas penyebaran varietas yang ditanam,
pertanaman padi sawah di Provinsi Lampung pada tahun 2012 didominasi oleh
varietas Ciherang. Varietas yang mempunyai sifat ketahanan terhadap WBC
biotipe 2 dan agak tahan WBC terhadap biotipe 3 ini menggantikan dominasi
varietas IR 64 yang mempunyai sifat ketahanan terhadap WBC biotipe 1 dan 2
serta agak tahan terhadap WBC biotipe 3. Selain itu, dari hasil pemantauan
lapangan di lokasi pengambilan sampel WBC untuk keperluan penelitian ini,
ditemukan pertanaman varietas/galur yang diduga tidak mempunyai gen
ketahanan terhadap WBC (bukan VUTW) yang berdampingan dengan
pertanaman VUTW. Sesuai dengan ciri-ciri sifat yang dimiliki oleh WBC, maka
11
terjadi. Pergantian dominasi varietas padi sawah yang ditanam oleh petani dan
disertai adanya varietas yang dapat menjadi sumber terjadinya ledakan serangan
WBC (varietas pemicu ledakan serangan WBC, yaitu varietas bukan VUTW),
dikhawatirkan akan menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan biotipe
WBC di Lampung.
Kondisi tersebut di atas juga didukung oleh kebiasaan petani padi sawah di
Provinsi Lampung yang umumnya tidak melakukan pergiliran varietas
antarmusim tanam. Petani Lampung cenderung menggunakan satu varietas yang
sama secara terus menerus setiap musim tanam selama belum diintroduksi
varietas baru yang cocok dengan selera petani. Hal ini, apabila dikaitkan dengan
sifat WBC yang mudah beradaptasi dengan sumber makanan baru, kemudian
ketersediaan sumber makanan yang sama berlangsung dalam kurun waktu
beberapa kali musim tanam, maka berpeluang untuk memunculkan populasi
biotipe WBC yang baru. Biotipe baru ini bisa memiliki biotipe yang sama
dengan WBC asalnya atau dengan biotipe yang berbeda. Berdasarkan uraian di
atas diprediksi bahwa terdapat kemungkinan munculnya WBC biotipe 4 di
pertanaman padi sawah dari beberapa wilayah di Provinsi Lampung.
1.5.3 Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah :
(1) Biotipe koloni WBC yang terdapat pada 8 lokasi areal pertanaman padi
12
(2) Perbedaan sifat-sifat biotipe koloni WBC dapat dikonfirmasi melalui uji
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall)
Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total
pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya cairan tanaman
yang dihisap oleh WBC dari jaringan xylem maupun phloem (Pathak dan Khan,
1994). Pada awalnya, gejala hopperburn muncul pada ujung daun yang terlihat
menguning kemudian berkembang meluas ke seluruh bagian tanaman (daun dan
batang) (Sogawa, 1982). Hama WBC dapat mengakibatkan kehilangan hasil dan
berpotensi menyebabkan puso pada tanaman padi sawah akibat dari serangan
yang dilakukannya. Potensi kehilangan hasil padi sawah per batang akibat dari
serangan WBC (nimfa dan imago) diperkirakan bisa mencapai 70 persen. Pada
tahun 2011, kejadian puso secara nasional di Indonesia pada padi sawah akibat
serangan WBC mencapai 34.932 hektar (Baehaki dan Mejaya, 2011).
Penyebaran populasi WBC tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terdapat di
negara-negara lain, yaitu : Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Fiji, India,
Jepang, Korea, Malaysia, Nepal, Papua New Guinea, Philippina, Kepulauan
Solomon, Sri Langka, Taiwan, Thailand, Vietnam (Dyck dan Thomas, 1979),
Kepulauan Caroline dan Mariana (Mochida dan Okada,1979). Hama WBC juga
dilaporkan terdapat di Australia,Hongkong, Kamboja, Laos, Myanmar, Pakistan,
14
Perkembangan hidup WBC diawali dari telur, kemudian nimfa, dan selanjutnya
serangga dewasa (imago). Telur WBC biasanya diletakkan secara berkelompok
di dalam jaringan tanaman di bagian bawah tanaman padi sawah, atau pada
pelepah daun, tetapi juga diletakkan di dalam jaringan helaian daun (Mochida
dan Okada, 1979 ; Baco, 1984). Satu kelompok telur WBC berisi 2 – 35 butir
(Baco, 1984). Menurut observasi di International Rice Research Institute (IRRI),
satu kelompok telur WBC berisi 4 – 10 butir (Pathak dan Khan, 1994). Pada
helaian daun, telur WBC diletakkan pada tulang daun terutama pada bagian
pangkal daun (Baco, 1984). Di wilayah tropis, stadium telur WBC berlangsung
selama 7 – 11 hari dengan rata-rata selama 10 hari (Mochida dan Okada, 1979).
Kemudian menurut hasil penelitian Baco (1984), kisaran stadium telur WBC
berlangsung selama 6 – 10 hari dan penetasan biasanya berlangsung pada pagi
hari. Selanjutnya, menurut hasil penelitian Yaherwandi dkk. (2009) di rumah
kaca stadium telur WBC pada varietas IR 64 rata-rata berlangsung selama 8 hari.
Perkembangan nimfa WBC mempunyai 5 (lima) instar, dibedakan berdasarkan
ukuran tubuh dan penampakan mesonotum dan metanotum, seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Stadium nimfa, dari instar I sampai dengan instar V berlangsung
selama 10 – 15 hari (Mochida dan Okada, 1979), kemudian berdasarkan hasil
penelitian Baco (1984) dapat berkisar selama 9 – 14 hari, sedangkan hasil
penelitian Yaherwandi dkk. (2009) stadium nimfa WBC berlangsung selama 14
15
Gambar 2. Perbedaan penampakan setiap instar nimfa WBC. (Sumber : Mochida dan Okada, 1979).
Imago (dewasa) WBC baik betina maupun jantan dapat dibedakan menjadi dua
jenis berdasarkan bentuk sayapnya, yaitu imago brakhiptera dan makroptera.
Wereng batang coklat jenis brakhiptera mempunyai bentuk sayap berukuran kecil
dan sayap belakangnya tidak berkembang sempurna (rudimenter), sedangkan
WBC jenis makroptera mempunyai sayap depan dan belakang berbentuk normal.
Imago WBC makroptera dapat bermigrasi, beradaptasi, dan berkembang pada
tanaman inang yang banyak maupun sedikit (Pathak dan Khan, 1994).
Satu ekor imago WBC betina, di rumah kaca (green house) mampu bertelur sebanyak 100 – 200 butir (Mochida dan Okada, 1979). Sedangkan menurut hasil penelitian Baco (1984), satu ekor imago WBC betina mampu bertelur rata-rata 243 butir. Laporan lain menyebutkan bahwa pada varietas IR 64 satu ekor imago WBC betina mampu bertelur rata-rata 19 butir per hari dan pada varietas IR 42
16 rata-rata 42 butir per hari (Yaherwandi dkk., 2009). Kemudian, periode masa peneluranWBC berlangsung selama 9 – 10 hari (Baco, 1984). Namun demikian, periode peneluran ini juga dipengaruhi oleh kondisi suhu lingkungan, jika berada pada suhu 20 oC masa peneluran WBC imago betina berlangsung selama 21 hari tetapi jika pada suhu 30 oC masa penelurannya berkurang 3 hari, sehingga berlangsung selama 18 hari (Pathak dan Khan, 1994). Periode pre-oviposisi (sebelum masa peneluran) WBC rata-rata berlangsung selama 3 atau 4 hari untuk brakhiptera betina, dan untuk makroptera betina berlangsung 3 – 4 (Mochida dan Okada, 1979). Selanjutnya, lama hidup WBC membutuhkan waktu selama 14 – 15 hari (Baco, 1984) ; 10 – 20 hari pada musim hujan dan 30 – 50 hari jika pada musim kemarau (Pathak dan Khan, 1994).
2.2 Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Terdapat dua spesies tanaman padi yang dibudidayakan oleh manusia, yaitu
Oryza sativa dan Oryza glaberrima. Pertanaman O. sativa dapat dijumpai di
negara-negara Asia (termasuk Indonesia), Amerika Utara dan Selatan, Uni Eropa,
Timur Tengah, dan Afrika. Sedangkan pertanaman O. glaberrima hanya dapat
dijumpai di negara-negara Afrika Barat (Ministry of Science & Technology of
India, tanpa tahun ; Khush, 1997).
Oryza sativa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di wilayah tropis dan
subtropis pada garis lintang 45o LU – 45o LS yang memiliki rata-rata curah hujan
200 mm per bulan (1.500 – 2.000 mm per tahun), suhu berkisar 19 – 27 oC, pH
17
memerlukan penyinaran matahari yang penuh (BPP Teknologi, 2000). Yoshida
(1981) mengemukakan bahwa suhu optimum untuk kebutuhan pertumbuhan
tanaman padi dari tahap benih (persemaian) sampai panen berkisar 20 – 35 oC,
kemudian dikemukakan juga bahwa penyinaran matahari penuh (100%) pada fase
vegetatif, reproduktif, dan pematangan bulir berkontribusi menghasilkan produksi
padi yang tinggi. Oryza sativa diklasifikasikan ke dalam:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae atau Gramineae
Genus : Oryza
Spesies : sativa (Ministry of Science & Technology of India, tanpa tahun).
Sampai dengan tahun 2010 varietas O. sativa di Indonesia tercatat sudah 73
varietas, yang terdiri dari varietas non-hibrida, hibrida, padi tipe baru (PTB), dan
ketan (Suprihatno dkk., 2010). Serangga hama utama yang dapat dijumpai
menyerang tanaman padi di pertanaman antara lain adalah : lalat hydrelia
(Hydrellia philippina), penggerek batang (Scirpophaga incertulas), wereng hijau
(Nephotettix virescens), wereng batang coklat (Nilaparvata lugens), ganjur
(Orseolia oryzae), ulat pelipat daun (Cnaphalocrosis medinalis), hispa
18
(Leptocorisa acuta) (Pathak dan Khan, 1994 ; Ministry of Science & Technology
of India, tanpa tahun).
2.3 Ketahanan Tanaman terhadap Hama
Painter (1951) mengelompokkan mekanisme ketahanan (resistensi) tanaman
terhadap serangga hama ke dalam tiga jenis, yaitu: non-preferensi, antibiosis, dan
toleran. Istilah non-preferensi oleh Kogan dan Ortman (1978 dalam Samsudin,
2011) diganti dengan istilah antixenosis. Kategori antixenosis dan antibiosis
merupakan reaksi oleh serangga hama akibat dari tanaman yang diserangnya,
sedangkan toleran merupakan reaksi yang ditimbulkan oleh tanaman terhadap
infestasi atau kehadiran populasi serangga hama dan kerusakan akibat serangan
hama (Smith, 1999). Painter (1951) menjelaskan bahwa tanaman yang memiliki
ketahanan antixenosis akan terhindar dari serangan hama akibat senyawa
allelokimia yang dikeluarkan oleh tanaman (antixenosis kimiawi) atau akibat
struktur/morfologi tanaman atau bagian tanaman (antixenosis fisik), kemudian
ketahanan antibiosis akan mengakibatkan pertumbuhan abnormal dan kematian
terhadap hama. Sedangkan ketahanan toleran mengakibatkan tanaman dapat
mentolerir serangan hama karena tanaman antara lain memiliki ketegaran batang,
mampu memperbaiki kembali jaringan tanaman yang rusak akibat hama.
Menurut Sodiq (2009), terdapat tiga bentuk interaksi serangga dengan tanaman,
yaitu (a) tanaman sebagai tempat berlindung, berkembangbiak, dan menjadi
19
membantu perkembangbiakan tanaman (sebagai penyerbuk dan penyebar organ
III. BAHANDAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura Gadingrejo, Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Provinsi
Lampung, berlangsung dari bulan September sampai dengan Desember 2012.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan adalah WBC, benih tanaman padi sawah (varietas
Ciherang, Pelita I/1, Mudgo, ASD-7, dan Rathu Heenati), pupuk kimia (urea,
Superfos, KCl), kertas saring, etanol, bromocresol green, kapas, kain kasa, pot
plastik kecil, ember plastik, kurungan serangga, bak semai, gelas plastik
transparan, lembaran plastik mika, kertas label, selotip putih. Sedangkan alat-alat
yang digunakan adalah aspirator, loup, hand counter, pisau, gunting, alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga set percobaan, yaitu : honeydew test (uji sekresi
embun madu), metode pengurungan (rearing), dan uji skrining massal.
Masing-masing set percobaan dilaksanakan dalam rancangan teracak kelompok lengkap
(RTKL) dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan, dan menggunakan 4 varietas padi
21
terdiri atas 8 koloni WBC (8 lokasi asal pengambilanWBC dari lapangan) seperti
[image:38.595.120.511.206.572.2]yang tertera pada Tabel 2 dan Gambar 3.
Tabel 2. Kode koloni dan asal koloni WBC.
No. Kode Koloni Asal Koloni
1. W1 Desa Banyu Urip Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus (koloni Tanggamus)
2. W2 Desa Candi Retno Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu (koloni Pringsewu I)
3. W3 Desa Podomoro Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu (koloni Pringsewu II)
4. W4 Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran (koloni Pesawaran)
5. W5 Desa Tajimalela Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan (koloni Lampung Selatan)
6. W6 Desa Bangunrejo Kecamatan Gunungsugih, Kabupaten Lampung Tengah (koloni Lampung Tengah I)
7. W7 Desa Rejobasuki Kecamatan Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah (koloni Lampung Tengah II)
22
Gambar 3. Peta wilayah asal koloni WBC yang diuji
Keterangan :
W1 = WBC koloni Tanggamus, W5 = WBC koloni Lampung Selatan, W2 = WBC koloni Pringsewu I, W6 = WBC koloni Lampung Tengah I,
W3 = WBC koloni Pringsewu II, W7 = WBC koloni Lampung Tengah II, W4 = WBC koloni Pesawaran, W8 = WBC koloni Lampung Timur.
Kemudian, 4 varietas pembeda yang digunakan untuk mengidentifikasi biotipe
WBC adalah Pelita I/1, Mudgo, ASD-7, dan Rathu Heenati, selengkapnya
ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Varietas pembeda dan biotipe WBC hasil uji.
No. Varietas Pembeda Gen Ketahanan Biotipe WBC hasil uji
1.
2.
3.
4.
Pelita I/1
Mudgo
ASD-7
Rathu Heenati
-
Bph 1
bph 2
Bph 3
Biotipe 1, 2, 3 atau 4
Biotipe 2,3 atau 4
Biotipe 3 atau 4
[image:39.595.117.513.640.754.2]23
Data yang diperoleh diuji menggunakan analisis ragam pada taraf nyata 5% dan
1%, namun sebelumnya dilakukan uji kesamaan ragam menggunakan uji Bartlett
dan kemenambahan data menggunakan uji Tukey. Kemudian uji lanjutan untuk
membedakan nilai tengah antarperlakuan dilakukan menggunakan uji jarak
berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyediaan SeranggaWBC
Wereng batang coklat untuk kebutuhan penelitian ini diambil dari 8 lokasi
hamparan pertanaman padi sawah yang mengalami hopperburn akibat serangan
WBC, yaitu di wilayah Kabupaten Tanggamus (1 lokasi), Kabupaten Pringsewu
(2 lokasi), Kabupaten Pesawaran (1 lokasi), Kabupaten Lampung Selatan (1
lokasi), Kabupaten Lampung Tengah (2 lokasi), dan Kabupaten Lampung Timur
(1 lokasi). Selanjutnya, untuk memenuhi jumlah WBC yang dibutuhkan pada
penelitian ini, WBC yang diperoleh dari lapangan dipelihara (rearing) dalam
kurungan kain kasa. Varietas tanaman padi yang digunakan sebagai sumber
makanan WBC pada penyediaan serangga uji ini adalah varietas tanaman padi
yang sama dengan varietas asalnya di lapang, yaitu menggunakan varietas
24
3.4.2 Pelaksanaan Percobaan dan Pengamatan
(a) Honeydew test (uji sekresi embun madu)
Uji sekresi embun madu dilakukan untuk mengetahui reaksi varietas pembeda
terhadap WBC, yaitu berdasarkan banyaknya jumlah sekresi yang dihasilkan
berupa embun madu. Banyaknya embun madu yang dihasilkan diamati melalui
kertas indikator (Pathak dan Heinrichs, 1982 dalam Baco, 1984). Pelaksanaan uji
sekresi embun madu adalah sebagai berikut (Pathak dan Heinrichs, 1982 dalam
Baco, 1984 ; Heinrichs dkk., 1985) :
1. Penyiapan kertas indikator, dengan cara merendam kertas saring selama 2
menit dalam larutan bromocresol green (2 mg bromocresol green dalam 1 ml
etanol), kemudian dikeringanginkan selama 1 jam, lalu direndam dan
dikeringanginkan sekali lagi.
2. Penyemaian benih varietas pembeda yang sudah berkecambah pada pot-pot
plastik kecil masing-masing2 benih, kemudian dilakukan penjarangan
sehingga disisakan 1 tanaman yang tumbuh normal setiap pot dan dipelihara
sampai tanaman berumur 40 hari setelah semai (HSS).
3. Pengeringan pot-pot yang berisi varietas pembeda berumur 40 HSS sehingga
tidak ada air yang tersisa di permukaan media tanamnya (tanah), kemudian
tanaman dibersihkan dari pelepah-pelepah yang kering. Selanjutnya pangkal
batang tanaman padi dilapisi menggunakan selotip putih 0,5 cm di atas
permukaan tanah.
4. Pemasangan kertas saring di atas permukaan tanah dalam pot yang berisi
25
berasal dari pot. Kemudian di atas kertas saring diletakkan lembaran plastik
mika yang berukuran 10 cm x 10 cm, menutupi permukaan pot. Selanjutnya di
atas lembaran plastik mika diletakkan kertas indikator, dan pot disungkup
dengan tutup transparan (gelas plastik transparan).
5. Peletakan WBC betina dewasa yang telah dipuasakan terlebih dahulu selama 2
jam ke dalam pot-pot yang sudah disiapkan pada langkah nomor 4,
masing-masing pot sebanyak 5 ekor WBC instar IV.
6. Pengamatan banyaknya sekresi (embun madu) WBC setelah 48 jam WBC
dimasukkan, yaitu dengan cara memperkirakan luas bercak yang tampak pada
kertas indikator menggunakan skor antara 0 sampai 5 (Gambar 4) serta
menentukan kriteria reaksi varietas pembeda terhadap WBC sesuai dengan
[image:42.595.123.396.455.623.2]pedoman pada Tabel 4.
26
Tabel 4. Skoring berdasarkan sekresi honeydewWBC dan reaksi varietas pembeda (Subroto dkk., 1992).
Rerata skor bercak Reaksi varietas
≤ 0,1 Sangat Tahan
0,1 – 1,0 Tahan
1,1 – 2,0 Agak Tahan
2,1 – 3,0 Agak Rentan
3,1 – 4,0 Rentan
4,1 – 5,0 Sangat Rentan
(b) Metode pengurungan (rearing)
Metode pengurungan dilakukan untuk mengetahui perkembangan populasi koloni
WBC pada masing-masing varietas pembeda. Pelaksanaan metode kurungan
dilakukan dengan mengikuti metode perbanyakan (rearing) WBC yang sudah
dikembangkan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB-Padi) Sukamandi (Baehaki, 2012), dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Padi masing-masing varietas pembeda disemaikan pada bak semai, dan setelah tanaman padi berumur 21 HSS dipindahtanam ke dalam ember-ember plastik
yang berisi media tanam (tanah). Bibit yang ditanam sebanyak 5 batang setiap
ember, kemudian dipelihara sehingga tanaman tumbuh baik.
2. Pada saat tanaman padi telah berumur 30 hari setelah tanam (HST), rumpun
padi pada masing-masing ember dibersihkan dari daun-daun/pelepah yang
[image:43.595.115.508.156.346.2]27
masing-masing tanaman dalam ember disungkup menggunakan sungkup
plastik mika yang berventilasi.
3. Populasi WBC generasi I yang dihasilkan dari 5 ekor imago WBC yang
diinvestasikan pada masing-masing varietas pembeda dihitung secara manual
dengan bantuan hand counter.
(c) Skrining massal
Metode ini dilakukan untuk mengetahui preferensi WBC terhadap
varietas-varietas pembeda. Skrining massal dilaksanakan mengikuti prosedur yang
dikembangkan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB-Padi) Sukamandi
(Baehaki, 2012) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Benih padi varietas pembeda disemai pada petakan-petakan pesemaian di
rumah kaca. Benih diletakkan satu per satu sebanyak 20 butir pada barisan
semai sepanjang 30 cm, setiap 1 barisan semai terdiri dari 1 varietas pembeda,
dan antar barisan semai berjarak 5 cm.
2. Pesemaian disungkup menggunakan kain kasa setelah tanaman berumur 20
HSS. Antarsatuan percobaan dibatasi menggunakan kain kasa. Kemudian
pada setiap satuan percobaan diinvestasikan 400 ekor koloni WBC instar III
yang ditempatkan pada cawan petri terbuka.
3. Pengamatan dilakukan setelah varietas pembeda Pelita I/1 seluruhnya mati,
yaitu mencatat skor berdasarkan gejala kerusakan tanaman oleh WBC (Tabel
5). Sebelum melakukan skoring, seluruh WBC yang masih hidup dimatikan
28
Tabel 5. Skoring berdasarkan kerusakan tanaman pada varietas pembeda (Baehaki, 2012 ; IRRI, 2013).
Skor Gejala Keterangan
0 Tidak ada kerusakan Sangat tahan
1 Kerusakan sangat sedikit (kerusakan ujung daun pertama dan atau kedua tanaman uji
kurang dari 1%) Tahan
3 Lebih dari 50% tanaman uji, daun pertama
dan kedua menguning sebagian Agak tahan
5 Tanaman menguning dan kerdil atau 10 –
25% tanaman uji layu Agak rentan
7 Lebih dari setengah tanaman uji layu atau
mati dan tanaman yang sisa sangat kerdil Rentan
9 Semua tanaman uji setiap varietas mati Sangat rentan
Tata letak antarsatuan percobaan pada set percobaan honeydew test (uji sekresi
embun madu), metode pengurungan, dan skrining massal mengikuti skema
[image:45.595.114.496.156.425.2]29 W3 V1 V2 V3 V4 W4 V1 V2 V3 V4 W7 V1 V2 V3 V4 W1 V1 V2 V3 V4 W6 V1 V2 V3 V4 W2 V1 V2 V3 V4 W8 V1 V2 V3 V4 W3 V1 V2 V3 V4 W6 V1 V2 V3 V4 W5 V1 V2 V3 V4 W7 V1 V2 V3 V4 W1 V1 V2 V3 V4 W2 V1 V2 V3 V4 W1 V1 V2 V3 V4 W5 V1 V2 V3 V4 W6 V1 V2 V3 V4 W2 V1 V2 V3 V4 W8 V1 V2 V3 V4 W4 V1 V2 V3 V4 W5 V1 V2 V3 V4 W4 V1 V2 V3 V4 W7 V1 V2 V3 V4 W8 V1 V2 V3 V4 W3 V1 V2 V3 V4
Gambar 5. Tata letak satuan percobaan honeydew test, metode pengurungan dan skrining massal
Keterangan :
W1 = WBC koloni Tanggamus V1 = Varietas Pelita W2 = WBC koloni Pringsewu I V2 = Varietas Mudgo W3 = WBC koloni Pringsewu II V3 = Varietas ASD7
W4 = WBC koloni Pesawaran V4 = Varietas Rathu Heenati W5 = WBC koloni Lampung Selatan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian jumlah sekresi koloni WBC pada varietas pembeda Rathu
Heenati (mengandung gen ketahanan Bph 3) menunjukkan bahwa varietas ini
bersifat tahan sampai sangat tahan terhadap semua koloni WBC yang diuji;
sedangkan varietas Pelita I/1 (tanpa gen ketahanan) bersifat rentan sampai agak
tahan, varietas Mudgo (Bph 1) bersifat agak rentan sampai agak tahan, dan
varietas ASD-7 (bph 2) bersifat agak tahan sampai tahan.
2. Hasil pengujian dengan metode pengurungan dan skrining massal
mengkonfirmasi bahwa seluruh koloni WBC yang berasal dari 8 lokasi yang
diteliti memiliki karakteristik yang sesuai dengan WBC biotipe 3.
5.2 Saran
1. Untuk wilayah-wilayah pertanaman padi sawah di Provinsi Lampung yang
telah ditemukan koloni WBC biotipe 3 dianjurkan untuk melakukan
penanaman varietas padi yang tahan terhadap WBC biotipe 3, antara lain
49
2. Untuk melengkapi informasi tentang biotipe suatu koloni WBC disarankan
untukmelakukan penelitian yang dapat mengungkapkanlamanya kestabilan
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. P. dan T. R. Chowdhury. 2013. Tagging and Mapping of Genes and QTLs of Nilaparvata lugens Resistance in Rice. Euphytica DOI 10.1007/s 10681-013-0983-2, 30 pp.
BPP Teknologi. 2000. Padi (Oryza sativa). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta, 16 hlm.
Baco, D. 1984. Biologi Wereng Coklat, Nilaparvata lugens Stal. dan Wereng Punggung Putih, Sogatella furcifera Horvath serta Interaksi Antara Keduanya Tanaman Padi. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor, 150 hlm.
Baehaki, S. E. 2007. Perkembangan Wereng Coklat Biotipe 4. Tabloid Sinar Tani Edisi tanggal 1 Agustus 2007.
Baehaki. 2012. Pengujian Galur dan Varietas Padi Terhadap Wereng Coklat Nilaparvata lugens. Leaflet Standar Operasional Prosedur (SOP). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat.
Baehaki, S. E. dan Buang Abdullah. 2007. Evaluasi Karakter Ketahanan Galur Padi Terhadap Wereng Coklat Biotipe 3 Melalui Uji Penapisan dan Uji Peningkatan Populasi. Apresiasi Hasil Penelitian Padi Tahun 2007. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat, hlm. 367 – 381. Baehaki, S. E. dan I.N.Widiarta. Tanpa Tahun. Hama Wereng dan Cara
Pengendaliannya pada Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat, 37 hlm.
Baehaki, S. E. dan Dede Munawar. 2007. Identifikasi Biotipe Wereng Coklat di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dan Reaksi Ketahanan Kultivar Padi. Makalah Apresiasi Hasil Penelitian Padi Tahun 2007. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat, 16 hlm.
51 Baehaki, S. E. dan I Made Jana Mejaya. 2011. Bahayanya Hama Wereng Coklat
sebagai Hama Global, Strategis dan Bernilai Ekonomi Tinggi. Makalah Seminar Nasional Wereng Coklat. Institut Pertanian Bogor 27 November 2011, Bogor, 21 hlm.
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih TPH Provinsi Lampung. 2013. Data Inventarisasi Luas Penyebaran Varietas Tanaman Padi di Provinsi
Lampung T.A. 2012. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih TPH Provinsi Lampung, Bandar Lampung.
Catindig, J. L. A., G. S. Arida, S. E. Baehaki, J. S. Bentur, L. Q. Cuong, M. Norowi, W. Rattanakam, W. Sriratanasak, J. Xia, and Z. Lu. 2009. Situation of Planthopper in Asia In Planthopper: New Threats to The Sustainability of Intensive Rice Production System in Asia by Heong K. L. and Hardy B (editors). International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines, Pp. 191 – 220.
Cheng, C. H. 1985. Interactions Between Biotypes of The Brown Planthopper and Rice Varieties. Jour. Agric. Res. China 34 (3) : 299 – 314.
Dyck, V. A. dan B. Thomas. 1979. The Brown Planthopper Problem In Brown Planthopper: Threat to Rice Production in Asia. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines, Pp. 3 – 17.
Heinrichs, E. A., F. G. Medrano dan H. R. Rapusas. 1985. Genetic Evaluation for Insect Resistance in Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines, Pp. 71 – 142.
International Rice Research Institute (IRRI). 2013. Standard Evaluation System for Rice. 5th Edition. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines, 55 pp.
Khush, G. S. 1997. Origin, Dispersal, Cultivation and Variation of Rice. Plant Molecular Biology 35 : 25 – 34.
Matthews, R. W. and Matthews J. R. 1978. Insect Behaviour. Canada: John Willey & Sons.
Ministry of Science & Technology of India. Tanpa tahun. Biology of Rice. Department of Biotechnology, Ministry of Science & Technology. Government of India, 43 pp.
52 Munawar, D. dan Baehaki, S. E. 2008. Uji Massal Ketahanan Asesi/Galur
terhadap Wereng Coklat Biotipe 3. Makalah Seminar Nasional Padi Tahun 2008. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat, 23 hlm.
Painter, R. H. 1951. Insect Resistence in Crops Plants. Mac Millian and Co, New York, Pp. 25 – 33.
Pathak, M. D. and Z. R. Khan. 1994. Insect Pest of Rice. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines, 89 pp.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Statistik Pertanian. Kementerian Pertanian RI, Jakarta, hlm.67.
Rahmini, Purnama Hidayat, Endang Sri Ratna, I Wayan Winasa dan Syafrida Manuwoto. 2012. Respon Wereng Batang Coklat Terhadap Biokimia Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 31 (2) : 117 – 123.
Samsudin. 2011. Resistensi Tanaman Terhadap Serangga Hama.
www.pertaniansehat.or.id, diunduh tanggal 5 September 2011, 12 hlm.
Saxena, R. C. and A. A. Barrion. 1983. Biotype of The Bown Planthopper, Nilaparvata lugens Stal. Orean J. Plant Prot. 22 (2) : 53 – 66.
Smith, C. M. 1999. Plant Resistance to Insect. Chapter 7InBiological and Biotechnological Control of Insect Pests by Nancy A. Rechcigl and Jack E. Rechcigl (edited). CRC Press.
Sodiq, Moch. 2009. Ketahanan Tanaman terhadap Hama. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya, 77 hlm.
Sogawa, K. 1982. The Rice Brown Planthopper : Feeding Physiology and Host Plant Interactions. Ann. Rev. Entomol, 27:49-73.
Subroto, S.W.G., Mustaghfirin, Sukar, A. Imroni, dan H. Sawada. 1992. Identifikasi Biotipe/Koloni Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugensStal. (Delphacidae, Homoptera). Dalam Wereng Batang Coklat (Laporan Akhir) (Tulisan Ilmiah). Kerjasama Teknis Indonesia – Jepang Bidang
53 Suprihatno, B., Aan A. Daradjat, Satoto, Baehaki S. E., Suprihanto, Agus
Setyono, S. Dewi Indrasari, I Putu Wardana, dan Hasil Sembiring. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, 109 hlm.
Untung, K. dan A. Trisyono. 2010. Wereng Batang Coklat Mengancam Swasembada Beras. www.faperta.ugm.ac.id./fokus/wereng_coklat_ mengancam_beras.php, diunduh tanggal 20 Nopember 2010.
Yaherwandi, Reflinaldon, dan Ayu Rahmadani. 2009. Biologi Nilaparvata lugens Stall (Homoptera : Delphacidae) pada Empat Varietas Tanaman Padi (Oryza sativa L.). www.jurnal.unsyiah.ac.id/JBE/article/view/409, diunduh tanggal 03 Januari 2013.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines, pp. 64 – 110.