• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karaktererisasi dan Skrining Fitokimia Simplisia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Gracilaria Verrucosa (Hudson) Papenfus dengan Motode DPPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karaktererisasi dan Skrining Fitokimia Simplisia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Gracilaria Verrucosa (Hudson) Papenfus dengan Motode DPPH"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SIMPLISIA

SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

EKSTRAK RUMPUT LAUT

Gracilaria verrucosa

(Hudson)

Papenfus DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

OLEH:

HENDRA

NIM 101501114

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(2)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SIMPLISIA

SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

EKSTRAK RUMPUT LAUT

Gracilaria verrucosa

(Hudson)

Papenfus DENGAN METODE DPPH

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara

OLEH:

HENDRA

NIM 101501114

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SIMPLISIA

SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RUMPUT

LAUT

Gracilaria verrucosa

(Hudson) Papenfus DENGAN

METODE DPPH

OLEH: HENDRA NIM 101501114

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 28 Agustus 2014

Pembimbing I,

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001

Pembimbing II,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Panitia Penguji,

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195709091985112001

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. NIP 195112231980032002

Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt. NIP 195310301980031002

Medan, 28 Agustus 2014 Fakultas Farmasi

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul Karakterisasi dan Skrining Fitokimia Simplisia serta Uji Aktivitas

Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Dengan Metode DPPH. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan

fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan

Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh

kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama

penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku ketua penguji,

Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.,

selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan

skripsi ini, dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen

penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa

(5)

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada ibunda tercinta, Ng Kim Khiau, serta kakakku Cindy, Dewi Sutina dan

adikku Juwita Fitri, yang telah memberikan semangat dan kasih sayang yang tak

ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-

teman mahasiswa/i Farmasi Stambuk 2010 yang selalu mendoakan dan memberi

dukungan serta semangat yang tiada henti.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Agustus 2014

Penulis,

Hendra

(6)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SIMPLISIA SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RUMPUT LAUT Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus DENGAN METODE DPPH

ABSTRAK

Rumput laut atau alga yang juga dikenal dengan nama seaweed merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Sejak zaman dahulu, rumput laut telah digunakan sebagai makanan dan obat-obatan. Rumput laut mengandung vitamin A, B1, B2, B6, B12, vitamin C dan beta karoten yang merupakan senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan dapat mencegah berbagai macam penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, kandungan senyawa kimia, serta uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol rumput laut dengan metode DPPH.

Karakterisasi dan skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia, selanjutnya serbuk simplisia diekstraksi secara perkolasi dengan etanol 96%. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak diuji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil), dilakukan dengan mengukur absorbansi DPPH pada panjang gelombang 516 nm pada menit ke 30, 45 dan 60. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan DPPH setelah penambahan ekstrak.

Hasil karakteristik simplisia rumput laut diperoleh kadar air 5,31%, kadar sari yang larut dalam air 3,47%, kadar sari yang larut dalam etanol 0,72%, kadar abu total 8,3% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,61%. Hasil skrining fitokimia diperoleh bahwa rumput laut mengandung senyawa steroid/triterpenoid, glikosida, dan saponin. Hasil pengujian aktivitas antioksidan dalam meredam radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol rumput laut dengan nilai Inhibitory Concentration (IC50) sebesar 685,68 µg/ml, 472,31 µg/ml dan

457,14 µg/ml tidak memiliki aktivitas antioksidan .

(7)

CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING TEST OF SIMPLEX AND ANTIOXIDANT ACTIVITIES OF Gracilaria verrucosa

(Hudson) Papenfus SEAWEED EXTRACT BY THE METHOD OF DPPH

ABSTRACT

Seaweed or algae are also known as seaweed is a major part of marine plants. Since ancient times, seaweed has been used as foods and medicines. Seaweed contain vitamin A, B1, B2, B6, B12, vitamin C and beta-carotene which are antioxidant compounds may ward off free radicals and can prevent various diseases. The purpose of this study was to determine the characterization of simplex, to determine the chemical compounds contained and to know the antioxidant activity of seaweed ethanol extracts using the method of DPPH.

Characterization and phytochemical screening was done toward powder of simplex, furthermore the powder of simplex was extracted by gradually percolation used solvents ethanol 96%.. Each of extract concentrated using rotary evaporatory and dried using a freeze dryer to obtain viscous extract. Extract was assayed the antioxidant activity used scavenging of free radical DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazil) method, by measured the DPPH absorbance at a wavelength of 516 nm in the 30th, 45th and 60th minutes. Antioxidant capability was measured as a decrease in absorbance of DPPH solution after addition of extract.

The result of seaweed simplex characteristics obtained 5.31% level of water content, levels of water-soluble extract 3.47%, levels of ethanol-soluble extract 0.72%, total ash content 8.3% and ash content that does not dissolve in acid 0.61%. Phytochemical screening result obtained that seaweed contains compounds of steroids/ triterpenoids, glycosides, and saponins. Results of the antioxidant activities test in scavenging free radical DPPH showed that ethanol extract of the seaweed with a value of Inhibitory Concentration (IC50) of

685.68 µg/ml, 472.31 µg/ml and 457.14 µg/ml doesn’t have antioxidant activity.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan penelitian ... 6

1.5 Manfaat penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian tumbuhan ... 6

2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut ... 6

(9)

2.1.3 Nama daerah ... 7

2.1.4 Morfologi tumbuhan ... 7

2.1.5 Perkembangbiakan rumput laut ... 7

2.2 Kandungan kimia ... 8

2.3 Ekstraksi ... 8

2.4 Radikal bebas ... 10

2.5 Antioksidan ... 11

2.5.1 Antioksidan alami ... 12

2.5.2 Vitamin C ... 13

2.5.3 Beta karoten ... 14

2.5.4 Vitamin E ... 15

2.5.5 Polifenol ... 16

2.6 Spektrofotometer UV-Visible ... 16

2.7 Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH 17 2.7.1 Pelarut ... 20

2.7.2 Pengukuran absorbansi panjang gelombang ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 22

3.3 Pembuatan larutan pereaksi ... 23

3.3.1 Pereaksi asam klorida 2N ... 23

3.3.2 Pereaksi natrium hidroksida 2N ... 23

3.3.3 Pereaksi Bouchardat ... 23

(10)

3.3.5 Pereaksi Dragendorff ... 23

3.3.6 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 24

3.3.7 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 24

3.3.8 Pereaksi Molish ... 24

3.3.9 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 N ... 24

3.3.10 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N ... 24

3.3.11 Larutan pereaksi DPPH 0,5 mM ... 24

3.4 Karakterisasi simplisia ... 25

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 25

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 25

3.4.3 Penetapan kadar air ... 25

3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 26

3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 26

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 27

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam ... 27

3.5 Skrining fitokimia ... 27

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida ... 27

3.5.2 Pemeriksaan flavanoid ... 28

3.5.3 Pemeriksaan glikosida ... 28

3.5.4 Pemeriksaan Antrakinon ... 29

3.5.5 Pemeriksaan saponin ... 29

3.5.6 Pemeriksaan tannin ... 29

3.5.7 Pemeriksaan steroid/ triterpenoida ... 30

(11)

3.6 Pengujian kemampuan antioksidan dengan spektro-

fotometer Visibel ... 31

3.6.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH 31 3.6.2 Pembuatan larutan blanko ... 31

3.6.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum 31 3.6.4 Pembuatan larutan induk ... 31

3.6.5 Pembuatan larutan uji ... 32

3.6.6 Penentuan persen peredaman ... 32

3.6.7 Penentuan nilai IC50 ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 34

4.2 Hasil Karakterisasi simplisia... 34

4.3 Hasil skrining fitokimia simplisia ... 36

4.4 Hasil pengujian antioksidan ... 37

4.4.1 Hasil panjang gelombang serapan maksimum .... 37

4.5 Hasil analisis aktivitas antioksidan ... 37

4.6 Hasil analisis peredaman radikal bebas DPPH oleh sampel uji ... 39

4.7 Analisis nilai IC50 (Inhibitory concentration) sampel uji 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil Skrining fitokimia simplisia rumput laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus ... 36

4.2 Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh ekstrak etanol

rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus... 40

4.3 Hasil persamaan regresi linier yang diperoleh untuk ekstrak etanol rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus ... 41

4.4 Nilai IC50 ekstrak etanol dari rumput laut Gracilaria

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumus bangun vitamin C ... 14

2.2 Rumus bangun beta karoten ... 14

2.3 Rumus bangun vitamin E ... 15

2.4 Struktur dasar polifenol ... 16

2.5 Rumus bangun DPPH ... 18

2.6 Resonansi DPPH ... 19

2.7 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan ... 19

4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 100 µg/ml dalam methanol secara spektrofotometri visibel ... 37

4.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus pada menit ke-30 ... 38

4.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus pada menit ke-45 ... 38

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil Identifikasi rumput laut Gracilaria verrucosa

(Hudson) Papenfus ... 45

2 Gambar Rumput Laut dan serbuk simplisia Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus ... 46

3 Gambar Mikroskopik Rumput Laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus pada pembesaran 10 x 40 ... 48

4 Gambar Spektrofotometer UV-Visible

(Shimadzu UV-1800) ... 49

5 Bagan Penelitian ... 50

6 Bagan pengolahan bahan tumbuhan ... 51

7 Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Rumput Laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus dan penentuan

nilai IC50 ... 52

8 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia ... 53

9 Perhitungan Karakterisasi Simplisia ... 54

10 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak rumput laut

Glacilaria verrucosa ... 59

11 Perhitungan nilai IC50 ... 62

(15)

KARAKTERISASI DAN SKRINING FITOKIMIA SIMPLISIA SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RUMPUT LAUT Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus DENGAN METODE DPPH

ABSTRAK

Rumput laut atau alga yang juga dikenal dengan nama seaweed merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Sejak zaman dahulu, rumput laut telah digunakan sebagai makanan dan obat-obatan. Rumput laut mengandung vitamin A, B1, B2, B6, B12, vitamin C dan beta karoten yang merupakan senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan dapat mencegah berbagai macam penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, kandungan senyawa kimia, serta uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol rumput laut dengan metode DPPH.

Karakterisasi dan skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia, selanjutnya serbuk simplisia diekstraksi secara perkolasi dengan etanol 96%. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak diuji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil), dilakukan dengan mengukur absorbansi DPPH pada panjang gelombang 516 nm pada menit ke 30, 45 dan 60. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan DPPH setelah penambahan ekstrak.

Hasil karakteristik simplisia rumput laut diperoleh kadar air 5,31%, kadar sari yang larut dalam air 3,47%, kadar sari yang larut dalam etanol 0,72%, kadar abu total 8,3% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,61%. Hasil skrining fitokimia diperoleh bahwa rumput laut mengandung senyawa steroid/triterpenoid, glikosida, dan saponin. Hasil pengujian aktivitas antioksidan dalam meredam radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol rumput laut dengan nilai Inhibitory Concentration (IC50) sebesar 685,68 µg/ml, 472,31 µg/ml dan

457,14 µg/ml tidak memiliki aktivitas antioksidan .

(16)

CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING TEST OF SIMPLEX AND ANTIOXIDANT ACTIVITIES OF Gracilaria verrucosa

(Hudson) Papenfus SEAWEED EXTRACT BY THE METHOD OF DPPH

ABSTRACT

Seaweed or algae are also known as seaweed is a major part of marine plants. Since ancient times, seaweed has been used as foods and medicines. Seaweed contain vitamin A, B1, B2, B6, B12, vitamin C and beta-carotene which are antioxidant compounds may ward off free radicals and can prevent various diseases. The purpose of this study was to determine the characterization of simplex, to determine the chemical compounds contained and to know the antioxidant activity of seaweed ethanol extracts using the method of DPPH.

Characterization and phytochemical screening was done toward powder of simplex, furthermore the powder of simplex was extracted by gradually percolation used solvents ethanol 96%.. Each of extract concentrated using rotary evaporatory and dried using a freeze dryer to obtain viscous extract. Extract was assayed the antioxidant activity used scavenging of free radical DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazil) method, by measured the DPPH absorbance at a wavelength of 516 nm in the 30th, 45th and 60th minutes. Antioxidant capability was measured as a decrease in absorbance of DPPH solution after addition of extract.

The result of seaweed simplex characteristics obtained 5.31% level of water content, levels of water-soluble extract 3.47%, levels of ethanol-soluble extract 0.72%, total ash content 8.3% and ash content that does not dissolve in acid 0.61%. Phytochemical screening result obtained that seaweed contains compounds of steroids/ triterpenoids, glycosides, and saponins. Results of the antioxidant activities test in scavenging free radical DPPH showed that ethanol extract of the seaweed with a value of Inhibitory Concentration (IC50) of

685.68 µg/ml, 472.31 µg/ml and 457.14 µg/ml doesn’t have antioxidant activity.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki

keanekaragaman jenis biota yang tinggi, termasuk keanekaragaman jenis alganya

(Atmadja, 1992). Rumput laut atau alga yang juga dikenal dengan nama seaweed

merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Sejak zaman dahulu, rumput laut

telah digunakan sebagai makanan dan obat-obatan (Winarno, 1990).

Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula

atau vegetable gum), protein, sedikit lemak, polisakarida sulfat. Selain itu,

rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6,

B12 dan C, betakaroten, serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium,

zat besi dan iodium. Beberapa jenis rumput laut juga mengandung protein yang

cukup tinggi (Anggadiredja, dkk., 2011).

Ganggang merupakan salah satu sumber makanan yang mengandung

senyawa antioksidan. Jenis ganggang di Indonesia yang mempunyai nilai

ekonomis dan yang sering digunakan adalah ganggang merah karena

komposisinya sangat kompleks, yaitu: agar-agar, karagenan, furcelaran, klorofil,

karoten, fikobilin yang terdiri dari fikosianin dan fikoeritrin, protein, lemak, klor,

kalium, natrium, magnesium, belerang, silikon, fosfor, kalsium, besi, iodium dan

brom (Indriani, 1991). Terdapat beberapa senyawa antioksidan bersifat umum dan

unik dalam alga, yaitu vitamin E, karotenoid, polifenol, pikobiliprotein dan

(18)

Ganggang merah mengandung beberapa macam senyawa fenolik,

misalnya asam kafeat, asam ferulat dan asam vanilat (Sreenivasan et al, 2007).

Senyawa fenolik dapat bertindak sebagai antioksidan dengan cara membentuk

kelat dengan ion logam, mencegah pembentukan radikal bebas dan meningkatkan

antioksidan endogen (Jeyanthi et al, 2013).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Cynthia dkk, rumput

laut jenis Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus bersifat aktif mempunyai

aktivitas anti inflamasi, aktivitas antioksidan, aktivitas allelofatik serta mampu

mengontrol gangguan pada gastrointestinal. Ekstrak Metanol dari rumput laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus menunjukkan aktivitas antioksidan

terhadap peredaman radikal DPPH dengan nilai IC50 sebesar 480 µg/ml (Cynthia

et al, 2011)

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas dengan

memberikan elektronnya kepada molekul radikal radikal bebas sehingga tidak

lagi menjadi radikal bebas. Radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan dan bersifat sangat reaktif. Selain

terdapat di luar tubuh, radikal bebas juga secara normal dibentuk di dalam tubuh.

Radikal bebas terbentuk di dalam tubuh akibat produk sampingan proses

metabolisme ataupun karena tubuh terpapar radikal bebas melalui pernafasan

(Praptiwi, dkk., 2006).

Radikal bebas dalam jumlah kecil masih dapat ditoleransi, namun

berbahaya dalam jumlah yang berlebih. Radikal bebas akan merusak DNA,

protein dan lipid, perubahan ini dapat mempercepat proses penuaan bahkan

(19)

Di dalam tubuh kita terdapat sistem enzim (misalnya enzim superoksida

dismutase) yang dapat berperan sebagai antioksidan. Enzim ini dapat berperan

aktif dalam menanggulangi masalah radikal bebas. Jika di dalam tubuh jumlah

radikal bebas lebih banyak dari enzim yang terdapat dalam tubuh, saat itulah

tubuh memerlukan tambahan antioksidan dari luar tubuh (Kumalaningsih, 2006;

Kosasih, dkk., 2004).

Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah

berasal dari bahan tumbuhan yang dapat berupa senyawa fenolik atau polifenolik

seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, buah-buahan, sayur-sayuran dan rumput

laut. Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu butylated

hydroxyl toluene (BHT), butylated hydroxyanisole (BHA), TBHQ, PG dan

NDGA yang ditambahkan pada makanan untuk mencegah kerusakan lemak

(Kumalaningsih, 2006).

Beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan digunakan untuk

memonitor dan membandingkan aktivitas antioksidan bahan makanan. Salah satu

metode yang telah dikembangkan untuk menguji aktivitas antioksidan dari bahan

makanan adalah penggunaan radikal 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH).

DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah untuk

mengukur kapasitas antioksidan melibatkan makanan. DPPH merupakan radikal

bebas yang stabil karena terdapat elektron yang tidak berpasangan, elektron yang

tidak berpasangan tersebut memberikan serapan maksimum pada 517 nm dan

berwarna ungu. Warnanya akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah ketika

elektron tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang berasal dari antioksidan

(20)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian

untuk mengetahui karakterisasi dari simplisia, kandungan golongan senyawa

kimia dan kekuatan aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol rumput laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dari penelitian

ini adalah:

a. Apakah karakteristik simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus dapat diketahui?

b. Apakah kandungan golongan senyawa kimia dari rumput laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus?

c. Apakah ekstrak etanol dari rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus memiliki aktivitas antioksidan dan berapa kekuatan aktivitas

antioksidan ekstrak etanol dari rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penilitian ini

adalah:

a. Karakteristik simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

(21)

b. Kandungan golongan senyawa kimia dari rumput laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus dapat ditentukan dengan melakukan

skrining fitokimia.

c. Ekstrak etanol dari rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

memiliki aktivitas antioksidan

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menentukan karakteristik simplisia rumput laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus.

b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia dari rumput laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus.

c. Untuk mengetahui kekuatan aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol

rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus.

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Dapat digunakan sebagai acuan tentang karakteristik simplisia rumput laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus.

b. Dapat memberikan informasi mengenai golongan senyawa-senyawa kimia

yang terkandung dalam rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus.

c. Dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan

Rumput laut tergolong tumbuhan berderajat rendah, umumnya tumbuh

melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati;

tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh di alam

dengan melekatkan dirinya pada karang, pasir, batu dan benda keras lainnya

(Anggadiredja, dkk., 2011).

2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut

Pertumbuhan rumput laut Glacilaria sp umumnya lebih baik di tempat

dangkal daripada di tempat dalam. Substrat tempat melekatnya dapat berupa batu,

pasir, lumpur dan karang, kebanyakan lebih menyukai intensitas cahaya yang

lebih tinggi. Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan pembiakan.

Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah antara 20℃− 28℃ , tumbuh pada

kisaran kadar garam yang tinggi dan tahan sampai kadar garam 50 permil, dalam

keadaan basah dapat tahan hidup di atas permukaan air selama satu hari (Aslan,

1998).

Rumput laut Glacilaria sp mempunyai wilayah sebaran budidaya berada

di tambak-tambak di Pantai Utara Jawa (Serang, Bekasi, Karawang, Indramayu,

Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Jepara dan Lamongan), Nusa Tenggara Barat

(Sekotong, Lombok Barat dan Teluk Cempi Dompu), Sulawesi Selatan

(Jeneponto, Takalar, Maros, Bulukumba, Sinjai, Bone, Wadjo dan Palopo), serta

(23)

2.1.2 Sistematika tumbuhan

Berdasarkan hasil identifikasi LIPI, taksonomi rumput laut Glacilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodopyceae

Bangsa : Gigartinales

Suku : Glacilariaceae

Marga : Glacilaria

Jenis : Glacilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

2.1.3 Nama daerah

Glacilaria verrucosa mempunyai berbagai nama daerah yaitu bulung

rambut (Bali) dan sango-sango (Sulawesi) (Anggadiredja, dkk., 2011).

2.1.4 Morfologi tumbuhan

Ciri-ciri yang dipunyai Glacilaria verrucosa yaitu talus berbentuk silindris,

licin, dan berwarna kuning-coklat atau kuning hijau. Percabangan berseling tidak

beraturan, memusat ke arah pangkal. Cabang lateral memanjang menyerupai

rambut, ukuran sekitar 25 cm dengan diameter talus 0,5-1,5 mm (Anggadiredja,

dkk., 2011).

2.1.5 Perkembangbiakan rumput laut

Faktor biologi utama yang menghambat produktivitas rumput laut yaitu

faktor persaingan dan pemangsa dari hewan herbivora. Faktor morbiditas dan

mortalitas rumput laut itu sendiri juga dapat disebabkan oleh penyakit akibat dari

(24)

yang buruk, serta tumbuhnya tanaman penempel (parasit) (Anggadiredja, dkk.,

2011).

Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara

vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan talus diploid yang

menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara

stek, yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru.

Sementara, perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik

alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang

selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang

mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis

menjadi gametofit (Anggadiredja, dkk., 2011).

2.2 Kandungan kimia

Rumput laut Glacilaria verrucosa merupakan jenis Glacilaria, yang

menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang disebut agar

(Anggadiredja, dkk, 2010). Jenis rumput laut yang termasuk dalam kelas

Rhodophyceae (alga merah) mengandung pigmen antar lain adalah klorofil a,

klorofil d, dan karoten, lutein, zeaxanthin, fikosianin dan fikoeritrin.

Fikoeritrin merupakan pigmen yang dominan yang menyebabkan warna merah

pada alga merah (Dawes, 1981).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

(25)

cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke

dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya

senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut

dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes RI, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi

yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

suhu kamar. Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu.

Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyarian maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus-

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

(26)

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan secara

terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan

alat Sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

air pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air

pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.4 Radikal bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah

menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang dengan

DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang

penting pada biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan.

Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit

(27)

degeneratif lainnya (Silalahi, 2006). Radikal bebas dapat masuk dan terbentuk

dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat dan

makanan berlemak (Kumalaningsih, 2006).

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat

memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi

berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan atau reduktor

berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang

telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron

(Silalahi, 2006).

Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan dapat dikelompokkan

menjadi 5 yakni:

a. Antioksidan primer

Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas

yang baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang

berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Contohnya adalah

enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya

sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap

radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi

kerusakan yang lebih besar. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C dan

(28)

c. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-

sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, biasanya yang

termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan

reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut

bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.

d. Oxygen scavanger

Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger mengikat oksigen sehingga

tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.

e. Chelators atau sequesstrants

Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya

asam sitrat dan asam amino. Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai

penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi

sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dari berbagai jenis

daripada menggunakan antioksidan tunggal. Efek antioksidan lebih efektif

daripada suplemen antioksidan yang diisolasi (Silalahi, 2006).

2.5.1 Antioksidan alami

Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat

pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat

bioaktif ini bekerja secara sinergis, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi,

peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis

kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan,

(29)

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik

atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,

kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan

meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa

antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal

bebas, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen

(Kumalaningsih, 2006).

2.5.2 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan

rumus molekul C6H8O6. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0%

C6H8O6. Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk putih atau agak kuning.

Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan

kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih

kurang 190o. Kelarutan vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Ditjen

POM, 1995). Rumus bangun Vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C (Silalahi, 2006).

Vitamin C merupakan salah satu senyawa kimia yang mempunyai potensi

sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen dari gugus hidroksilnya

(30)

koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap

infeksi dan virus serta dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006).

2.5.3 Betakaroten

Betakaroten merupakan salah satu provitamin A yang berperan sebagai

antioksidan dan dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan kanker.

Betakaroten terdapat pada aprikot, wortel dan mangga dan dengan mengkonsumsi

50 mg betakaroten tiap hari dalam menu makanan dapat mengurangi risiko

terkena penyakit jantung (Kosasih, 2004). Rumus bangun betakaroten dapat

dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rumus bangun betakaroten (Silalahi, 2006).

Betakaroten bekerja sebagai antioksidan dengan cara memperlambat fase

inisiasi. Pemberian vitamin A dalam dosis tinggi dapat bersifat toksis. Akan tetapi,

betakaroten dalam jumlah banyak mampu memenuhi kebutuhan vitamin A dan

selebihnya tetap sebagai betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan (Silalahi,

2006).

2.5.4 Vitamin E

Vitamin E terdiri dari struktur tokoferol, bersifat tidak larut dalam air tapi

larut dalam lemak atau minyak. Struktur molekul vitamin E di bawah

(31)

dengan mudah menyumbangkan atom hidrogen pada gugus hidroksil (OH) dari

struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi tidak reaktif.

Dengan menyumbangkan hidrogen, vitamin E sendiri menjadi suatu radikal, tetapi

lebih stabil karena elektron yang tidak berpasangan pada atom oksigen mengalami

delokalisasi ke dalam struktur cincin aromatik (Silalahi, 2006).

Gambar 2.3 Rumus bangun vitamin E (Silalahi, 2006).

2.5.5 Polifenol

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat

ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.

Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang

berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut

yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya (Hattenschwiler, 2000). Struktur

dasar polifenol dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(32)

Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas

dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan

menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Polifenol

merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan

dalam buah dan sayuran (Hattenschwiler, 2000).

2.6 Spektrofotometer UV-Visible

Prinsip kerja Spektrofotometer Visible adalah sinar/cahaya dilewatkan

melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan

spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan.

Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi

larutan di dalam kuvet. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan

(Ewing, 1975).

Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam

mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu

pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi

energi radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya

pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day,

1994).

Spektrofotometer UV/Visibel pada dasarnya terdiri atas sumber sinar

monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan

alat ukur atau pencatat. Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400

nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400-750 nm

(33)

2.7 Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada beberapa cara, yaitu:

(1). BCB Method (β-Carotene Bleaching Method) atau Metode Pemutihan β-

karoten, (2). DPPH (1,1-difenil-2- picrylhydrazil) Radical Scavenging Method

(Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH), (3). Thiobarbituric Acid-

Reactive Substance (TBARS) Assay, (4). ORAC Assay (Oxygen-Radical

Absorbance Capacity), (5). CUPRAC Assay (Cupric Reducing Antioxidant

Capacity), (6). FRAP Assay (Ferric Reducing Antioxidant Power), (7).

Determination of Conjugated Dienes, (8). Determination of Lipid Hydroperoxides

(De la Rosa, 2010).

Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna

ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen

kolorimetri untuk proses redoks. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan

bentuk tereduksinya yaitu 1,1-difenil-2- picrylhydrazine (DPPH-H) yang

berwarna oranye-kuning. DPPH bersifat tidak larut dalam air (Ionita, 2005).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer

elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari

DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas

DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi

(34)

Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen

yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004).

Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah

yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung

dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan

juga dalam bentuk larutan dan berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan

sampel. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan

serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu yang berwarna ungu. Warna

ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut

berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan.

Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

Molyneux (2004), menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat

antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh

berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih

berpotensi sebagai zat antioksidan. Rumus molekul DPPH dapat dilihat pada

Gambar 2.5.

a b

Gambar 2.5 Rumus Bangun DPPH (Molyneux, 2004)

Keterangan:

(35)

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena

dialaminya. Resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom

resonansi yang

H netral yang

berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan dapat dilihat pada

Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.

Gambar 2.6 Resonansi DPPH (Molyneux, 2004)

Gambar 2.7 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan (Molyneux, 2004).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah

(36)

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai

aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah

(Molyneux, 2004).

2.7.1 Pelarut

Metode ini akan memberikan hasil yang baik dengan menggunakan pelarut

metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara

sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux,

2004).

2.7.2 Pengukuran absorbansi panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang

maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm

dan 520 nm. Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak

maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.

Metodologi penelitian meliputi pengumpulan dan preparasi bahan, karakterisasi

simplisia, pembuatan ekstrak etanol, skrining fitokimia dan uji aktivitas

antioksidan dengan metode aktivitas antiradikal bebas DPPH dengan

menggunakan alat spektrofotometer visibel.

3.1 Alat dan bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari: Alat alat gelas laboratorium

(Erlenmeyer, gelas beaker, gelas corong, gelas ukur, labu alas bulat, labu

tentukur, pendingin Liebig, tabung reaksi), penguap vakum putar (Heidolph VV

2000), freeze dryer (Modulyo/Edwards), desikator, gelas penutup, mikroskop,

krus porselin, krus tang, lemari pengering, neraca analitis (Vibra), object glass,

penangas air (Yenaco), pisau, timbangan, spektofotometer UV/Vis (Shimadzu

UV-1800) dan tanur (Gallenkamp)

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Bahan bahan kimia yang lainnya adalah

berkualitas pro analisis produksi Sigma: 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH);

produksi E-Merck: asam klorida pekat, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrida,

(38)

kalium iodida, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kloralhidrat, kloroform,

isopropanol, natrium hidroksida dan amil alkohol.

3.2 Pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan

3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus, yang diambil dari pertambakan Rusdi

Agin, Desa Sei Merah, Dusun Sei Tiram, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten

Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada bulan September tahun 2013.

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan serupa dari daerah lain.

3.2.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI,

Jakarta. Hasil determinasi menunjukan bahan tumbuhan adalah rumput laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Hasil identifikasi rumput laut dapat

dilihat pada Lampiran 1, halaman 45.

3.2.3 Pengolahan tumbuhan

Rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus yang baru diambil

dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air bersih, ditiriskan di atas kertas

perkamen, dirajang, kemudian ditimbang berat basahnya sebesar 5,2 kg,

selanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering dan mudah dipatahkan,

lalu ditimbang berat keringnya sebesar 1,15 kg, selanjutnya simplisia kering

(39)

3.3 Pembuatan pereaksi

3.3.1 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga

100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.2 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas

karbon dioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 2 g iodium dan 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling

hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,569 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60

ml. Pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling.

Kemudian keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh

larutan 100 ml ( Ditjen POM,1995).

3.3.5 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50

ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Ditjen

POM, 1995).

3.3.6 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

(40)

3.3.7 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrida dengan 5 ml asam

sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Merck, 1978).

3.3.8 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya

hingga diperoleh 100 ml larutan (Ditjen POM, 1979).

3.3.9 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 N

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas

karbon dioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.10 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga

diperoleh 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.11 Larutan Pereaksi DPPH 0,5 mM (Konsentrasi 200ppm)

Sebanyak 19,7 mg DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol

hingga volume 100 ml (Molyneux, 2004).

3.4 Karakterisasi simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut

dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total

dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari

(41)

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rumput laut

Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Serbuk simplisia diletakkan pada kaca

objek yang berbeda yang telah ditetesi larutan kloralhidrat kemudian ditutup

dengan kaca penutup, dipanaskan dan diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Cara kerja :

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluen dibiarkan mendingin

selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca. Sebanyak 5 g

serbuk simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus yang telah

ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu, lalu dipanaskan hati-hati selama

15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik,

sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan hingga 4

tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas

dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima

dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna,

volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca

dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air

dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

(42)

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter) dalam labu bersumbat

sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, lalu dibiarkan selama 18 jam, lalu

disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal

berdasar rata yang telah ditara, dan sisa dipanaskan pada suhu 105º C sampai

bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (Ditjen POM, 1989).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring cepat untuk menghindari

penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan

dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105ºC

sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan (Ditjen POM, 1989).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa yang

telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah

dipijar dan ditara, lalu diratakan. Krus dipijarkan pada suhu 600ºC sampai arang

habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar

abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1989).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan

(43)

asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu kemudian dicuci

dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600ºC sampai

bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam

asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (Ditjen POM, 1989).

3.5 Skrining fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan alkaloida,

flavonoida, glikosida, antrakinon, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, ditambahkan 10 ml asam

klorida 0,2 N, dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit, didinginkan dan

disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid. Ke dalam 3 tabung

reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi :

1. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

2. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

3. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga pereaksi di

atas (Ditjen POM, 1989).

3.5.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

(44)

dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning

atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.3 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml

campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks

selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filrat ditambahkan 25 ml

air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu

disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3),

dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada

temperatur tidak lebih dari 50٥C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan

metanol digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukan

dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2

ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan

2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna

ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Ditjen POM, 1989).

3.5.4 Pemeriksaan antrakinon

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,2 g, ditambahkan 5 ml asam sulfat

2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan

didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Dikocok lapisan benzen

dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan

benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Ditjen POM, 1989).

3.5.5 Pemeriksaan saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam

(45)

kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak

kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2

N menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1989).

3.5.6 Pemeriksaan tanin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit

dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-

2 tetes peraksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman menunjukan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.7 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2

jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan

beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru

hijau menunjukan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau

ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Harborne, 1987).

3.5.8 Pembuatan ekstrak etanol

Pembuatan ekstrak etanol dari rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus dilakukan dengan cara perkolasi. Prosedur pembuatan ekstrak sebanyak

100 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96 % dan dibiarkan selama 3 jam,

kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator, lalu dituang cairan penyari etanol

sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya,

mulut tabung perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24

jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan

kecepatan perkolat diatur 1 ml /menit, perkolat ditampung. Perkolasi dihentikan

(46)

Lieberman-Burchard, kemudian dipekatkan dengan alat penguap vakum putar

setelah itu di freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kental. Bagan ekstraksi dapat

dilihat pada Lampiran 7, halaman 38 (Ditjen POM, 1979).

3.6 Pengujian kemampuan antioksidan dengan spektrofotometer visibel

3.6.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picryl-

hidrazyl) sebagai radikal bebas dalam larutan metanol (sehingga terjadi

peredaman warna ungu DPPH) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang

mampu meredam radikal bebas sebesar 50%) digunakan sebagai parameter untuk

menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut.

3.6.2 Pembuatan larutan blanko

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya

dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 µg/ml).

3.6.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 µg/ml dihomogenkan dan diukur

serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm. Gambar spektrofotometer dapat

dilihat pada Lampiran 4, halaman 49.

3.6.4 Pembuatan larutan induk

Sebanyak 25 mg ekstrak rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan

metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda

(47)

3.6.5 Pembuatan larutan uji

Larutan induk dipipet sebanyak 2,5 ml; 5 ml; 7,5 ml; 10 ml kemudian

masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml (untuk mendapatkan

konsentrasi 100 µg/ml, 200 µg/ml, 300 µg/ml, 400 µg/ml), kemudian dalam

masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM

(konsentrasi 40 µg/ml) lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis

tanda, didiamkan di tempat gelap, lalu diukur serapannya pada menit ke-30, 45

dan 60.

3.6.6 Penentuan persen peredaman

Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH

(peredaman warna ungu DPPH) akibat adanya penambahan larutan uji. Nilai

serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji tersebut

dihitung sebagai persen peredaman.

% Peredaman = A kontrol − A sampel

A kontrol × 100%

Keterangan : A Kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel

A Sampel = Absorbansi sampel

3.6.7 Penentuan nilai IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

(µg/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu meredam

proses oksidasi DPPH sebesar 50%). Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas

antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu

dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi

aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan

(48)

(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y). Hasil pengujian dapat dilihat pada

Lampiran 10, halaman 59-61 dan perhitungan IC50 dapat dilihat pada Lampiran

11, halaman 62-64.

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat

jika nilai IC50 kurang dari 50 µg/ml, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 µg/ml,

sedang jika IC50 bernilai 100-150 µg/ml, dan lemah jika IC50 bernilai 151-200

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil identifikasi tumbuhan

Hasil identifikasi yang dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI,

Jakarta, menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus.

4.2 Hasil karakterisasi simplisia

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia rumput laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus adalah talus yang berkerut, serbuk berwarna kuning

kemerahan, tidak memiliki bau dan rasa yang khas. Percabangan yang berselang-

seling tidak beraturan dan memusat ke arah pangkal. Cabang lateral memanjang

menyerupai rambut. Gambar hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada

Lampiran 2, halaman 46-47.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik simplisia rumput laut Gracilaria

verrucosa (Hudson) Papenfus menunjukkan adanya sel-sel parenkim yang

berwarna merah dan sel-sel propagul. Gambar hasil pemeriksaan mikroskopik

dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 48.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia

Tabel hasil pemeriksaan karakterisasi simplisa dapat dilihat pada

(50)

laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus diperoleh kadar air sebesar 5, 31%.

Kadar sari larut dalam air sebesar 3, 47%. Kadar sari yang larut dalam etanol

sebesar 0,72 %. Kadar abu total sebesar 8,3 %. Kadar abu tidak larut dalam asam

sebesar 0,61 %. Hasil penetapan kadar air simplisia telah memenuhi persyaratan

Materia Medika Indonesia yaitu tidak melebihi 10%. Kadar air yang melebihi

persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur. Penetapan kadar sari

larut dalam air dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar

sedangkan kadar sari larut dalam etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut

dalam etanol baik polar maupun non polar. Kadar sari yang larut dalam air lebih

besar dari kadar sari yang larut dalam etanol karena senyawa bersifat polar lebih

banyak larut di dalam pelarut air daripada etanol, dan senyawa yang tidak larut di

pelarut air akan larut di dalam pelarut etanol. Air dapat melarutkan zat lain yang

tidak diperlukan seperti gom, pati, protein, lemak, lendir dan lain-lain, hal ini yang

menyebabkan tingginya kadar sari yang larut dalam air dari tanaman yang

dilarutkan (Depkes, 1986).

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

internal (abu fisiologis) yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan

eksternal (abu non-fisiologis) yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan

tanah yang terdapat di dalam sampel (Depkes, 2000; WHO, 1992). Penetapan

kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang ada pada simplisia,

sedangkan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam untuk mengetahui

kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam. Kadar abu tidak larut asam

untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia

(51)

4.3 Hasil skrining fitokimia

Penentuan golongan senyawa kimia rumput laut dilakukan untuk

mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di

dalamnya. Hasil pemeriksaan penentuan golongan senyawa kimia simplisia

rumput laut dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil Skrining fitokimia simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

No. Golongan Senyawa Hasil Skrining Fitokimia

1 Alkaloid -

2 Flavonoida -

3 Tanin -

4 Saponin +

5 Glikosida +

6 Antrakinon -

7 Steroida/ Triterpenoida +

Keterangan: (+) positif: mengandung golongan senyawa

(-) negatif: tidak mengadung golongan senyawa

Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia terhadap serbuk

simplisa rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus menunjukkan

adanya golongan senyawa saponin, steroida/triterpenoida dan glikosida. Senyawa-

senyawa tersebut bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena gugus

hidroksil yang dikandungnya dapat mendonorkan hidrogen kepada radikal bebas

(Kumalaningsih, 2006; Silalahi, 2006). Hasil di atas menunjukkan bahwa

simplisia rumput laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus memiliki potensi

Gambar

Gambar Halaman
Gambar Rumput Laut dan serbuk simplisia Gracilaria
Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C (Silalahi, 2006).
Gambar 2.2 Rumus bangun betakaroten (Silalahi, 2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait

In the presence of ADH, latter portions of the distal tubule and the cortical collecting duct are permeable to water, and approximately two-thirds of the incoming water can

[r]

The first is the classification of the indicators of mine presence in surface (less compact objects: trench, surface embankment, fords) and linear objects, and the

[r]

Pembeli futures setuju untuk membeli sesuatu (suatu komoditi atau aset tertentu) dari penjualA. futures , dalam jumlah tertentu, dengan harga tertentu, dan pada batas waktu

Pelayanan yang diberikan pada bayi usia 0-28 hari dan mengacu kepada Pelayanan Neonatal Esensial sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25

19 UK/UTN SM3T Matematika DEWI SALMA TOSMIN KANSIL Universitas Negeri Manado PPG SM3T UTAMA MENGULANG 20 UK/UTN SM3T Matematika DOWAN WURITIMUR Universitas Negeri Manado PPG SM3T

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 28 Agustus 2012 pukul 11.59 Wita tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada aplikasi SPSE