Lampiran 1
PERBEDAAN KETINGGIAN MAXILLARY ALVEOLAR RIDGE PADA WANITA EDENTULUS DAN BERGIGI
MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK
Data Responden Nama :
Usia : (tahun) Tanggal Lahir: No. telp/ HP :
A. Riwayat Kesehatan Umum
1. Apakah anda memiliki atau sedang menderita suatu penyakit sistemik?
a. Ya, sebutkan……….
b. Tidak
B. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28 48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Petunjuk: X: Gigi hilang O: Gigi ada
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN UNIT RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
C. HASIL PEMERIKSAAN
Kesimpulan Pemeriksaan Gigi dan Mulut:
1. Memiliki gigi yang utuh pada rahang atas dan rahang bawah. a. Ya
b. Tidak
2. Memiliki rahang yang tidak bergigi seluruhnya. a. Ya
b. Tidak
3. Pasien telah/ belum menopause. a. Belum
Lampiran 2
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi,
Dalam rangka menyelesaikan studi Kedokteran Gigi, saya akan melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Ketinggian Maxillary Alveolar Ridge Pada Wanita Edentulus Dan Bergigi Menggunakan Radiografi Panoramik”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan dan rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi panoramik
Manfaat penelitian ini adalah :
• Memberikan informasi ilmiah.
• Memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. • Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
• Sebagai masukan bagi para klinisi mengenai penggunaan radiografi panoramik untuk menentukan perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita bergigi dan edentulus dengan menggunakan radiografi panoramik.
Pembuatan rontgen foto tidak berbahaya karena pasien dipasangkan alat pelindung radiasi berupa baju apron.
Apabila terdapat keluhan yang diduga berhubungan dengan penelitian ini, dapat menghubungi saya:
Fazlinah Binti Abdul Aziz Telp. (087868009457)
Alamat: Jln. Dr Mansyur, Mind Hostel
Demikian surat penjelasan penelitian, mudah-mudahan penjelasan ini dapat dimengerti dan atas bantuan, partisiparsi, serta kesediaan atas waktu yang telah diberikan dalam penelitian saya, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Alamat :
No. Telepon/ HP :
Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang akan dilakukan, diperiksa, didapatkan penelitian yang berjudul:
“PERBEDAAN KETINGGIAN MAXILLARY ALVEOLAR RIDGE PADA WANITA EDENTULUS DAN BERGIGI
MENGGUNAKAN RADIOGRAFI PANORAMIK”
Maka dengan surat ini menyatakan setuju sebagai subjek pada penelitian ini secara sadar dan tanpa paksaan.
Medan,……… 2017 Yang menyetujui,
Subjek penelitian
Lampiran 5
Midline Kanan Kiri
No I P M P M
Edentulus (tidak bergigi) / menopause
Lampiran 6
Tabel Statistik Deskriptif Group Statistics
Gigi Sampel N Mean
Standar Deviasi
Standar Error Mean Insisif
(midline)
Edentulus 20 35.30 2.79 .62
Bergigi 20 37.57 3.34 .75
Premolar Kanan edentulus 20 33.81 3.01 .67
Bergigi 20 35.87 3.10 .69
Molar Kanan edentulus 20 31.84 3.85 .86
Bergigi 20 33.87 2.81 .63
Premolar Kiri edentulus 20 33.93 2.88 .64
Bergigi 20 36.33 3.04 .68
Molar Kiri edentulus 20 31.90 3.47 .78
Bergigi 20 34.67 2.62 .59
Sampel N Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
Edentulus 100 25.00 41.10 33.35 3.43
Bergigi 100 28.00 42.40 35.66 3.21
Valid N (listwise)
Uji Normalitas
Sampel
Shapiro Wilk
Gigi Statistik df Sig.
Insisif (midline) Edentulus .99 20 .99
Bergigi .92 20 .08
Premolar Kanan Edentulus .96 20 .60
Bergigi .97 20 .66
Molar Kanan Edentulus .96 20 .51
Bergigi .99 20 .99
Premolar Kiri Edentulus .97 20 .68
Bergigi .96 20 .44
Molar Kiri Edentulus .96 20 .63
Bergigi .96 20 .59
Insisif
Variances t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
Insisif
Variances t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
Premolar Kiri
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Difference Lower Upper
Premolar
Variances t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
Molar Kiri
Variances t-test for Equality of Means
95%
Lampiran 7
RINCIAN BIAYA PENELITIAN
Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelian ini sebesar
Rp. 3.030.000.- dengan rincian berikut :
1.Foto Panoramik @ Rp. 50.000.- Rp. 2.000.000.-
2.Souvenir @ Rp. 10.000. Rp. 400.000.-
3.Biaya Literatur
a. Internet Rp. 200.000.-
b. Fotokopi Rp. 250.000.-
4.Bahan ATK
a. Kertas Kuarto 2 rim @ Rp. 35.000.- Rp. 70.000.-
b. Tinta Printer 3 kotak @ Rp. 25.000.- Rp. 50.000.-
5.Penjilidan Rp. 60.000.-
Rp. 3.030.000.-
Lampiran 8 2 Seminar Proposal 3 Revisi Proposal 4 Pengurusan Surat
Izin 5 Pengumpulan
Data 6 Pengolahan dan
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
Riwayat Peneliti
Nama : Fazlinah Binti Abdul Aziz
NIM : 130600177
Alamat : Mind Hostel, Jalan Dr Mansyur, Kompleks Epicentrum Walk, Medan.
Nomor Telepon : 087868009457
Email :
Jenis Kelamin : Perempuan
Kelahiran : Kuala Lumpur, 8 Mei 1994 Warga Negara : Malaysia
Agama : Islam
Anak ke : 3 (tiga) dari 3 (tiga) bersaudara Riwayat Pendidikan
1998- 2000 : Tadika Krista
2001- 2011 : Real International School Sri Suria 2012-2013 : UCSI International University
DAFTAR PUSTAKA
1. Anshary M.F, Cholil, Arya W.I. Gambaran pola kehilangan gigi sebagian pada masyarakat desa guntung ujung kabupaten banjar. Dentino Dent J 2014; Vol II: 139.
2. Ngangi R.S, Mariati N.W, S.P. Hutagalung B. Gambaran pencabutan gigi di balai pengobatan rumah sakit gigi dan mulut. Universitas Sam Ratulangi Tahun 2012; 1. 3. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen Kesehatan RI.
Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Tahun 2013: Jakarta, 2013: 148-57.
4. Ural C, Bereket C, Sener I. Bone height measurement of maxillary and mandibular bones in panoramic radiographs of edentulous patients. Clin Exp Dent J 2011; e6.
5. Reich K.M, Huber C.D, Lipping W.R. Atrophy of the residual alveolar ridge following tooth loss in a historical population. J Oral Diseases 2011; Vol 33: 2-26. 6. Panchbhai A.S. Quantitative estimation of vertical heights of maxillary and
mandibular jawbones in elderly dentate and edentulous subjects. Spec Care Dent J 2013; 1.
7. Canger E.M, Celenk P. Radiographic evaluation of alveolar ridge heights of dentate and edentulous patients. Gerodontologym 2010; 1-5.
8. Putra Gofur N.R, Wahyuni O.R, dan Savitri Y. Ketinggian maxillary alveolar ridge pada gambaran radiografik panoramik pasien pria tidak bergigi. Dentomaxillofacial Radiology Dent J 2015; Vol 6: 16-20.
9. Liang X.H, Kim Y.M, Cho I.H. Residual bone height measured by panoramic radiography in older edentulous korean patients. Prosthodont Adv 2014; Vol 6: 53-8.
11.Ash M.M. Dental anatomy, physiology, and occlusion. 6th
12.Nortan N.S. Netter’s head and neck anatomy for dentistry. 2
ed., India: Ajanta Offset Delhi., 2002: 325-34.
nd
13.Parwar B.J, Meyes A.D. Facial bone anatomy. Medscape, 2013 11 Jun: 3-4.
ed., China: Elsevier., 2012: 43-4.
14.Anonymous. Pengertian tulang alveolar. Kesehatan Gigiku, 2013 16 Mei: 1-2. 15.Fahruriyah A. Akibat pemasangan gigi tiruan jembatan pada gigi penyangga
dengan kelainan periodontal 2014. Tesis. Tasikmalaya: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Tasikmalaya Program S-1 , 2014: 17. 16.Zlataric D.K, Celebic A, Lazic B. Resorptive changes of maxillary and
mandibular bone structures in removable denture wearers. Acta Stomatol Croat 2002; Vol. 36: 262.
17.D’Souza D. Residual ridge resorption. Oral Health Care 2012; 15-8.
18.Anonymous. The partial or complete edentulous. Vrach Free Doctor, 2016.1-2. 19.Esan T.A, Olusile A.O. Socio-demographic factors and edentulism: The nigerian
experience. BMC Oral Health 2004; 2.
20.Wahyukundari M.A. Perbedaan kadar matrix metalloproteinase-8 setelah scaling dan pemberian tetrasiklin pada penderita periodontitis kronis. J PDGI 2009; Vol 58 No.1: 1-2.
21.Kidd E.A.M, Bechal S.J. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketeran EGC., 2012: 1-2.
22.Ritter A.V, Eidson S. Dental caries. Poket Dentistry, 1.
23.Hurlbutt M, Novy B, Young D. Dental caries: a pH-mediated disease. CDHA J 2010; 9.
24.Carr A.B, Brown D.T. Removable partial prosthodontics.12th
25.Zarb G.A, Bolender C.L, Eckert S.E. Prosthodontic treatment for edentulous patients complete dentures and implant- supported prostheses. 12
ed., Canada: Elsevier., 2011: 2-7.
th
26.Emami E, De Souza R.F, Kabawat M, Feine J.S. The impact of edentulism on oral and general health. International Dent J 2013; 1-3.
27.Frommer H.H, Stabulas-Savage J.J. Radiology for the dental professional. 9th
28.White S.C, Pharoah M.J. Oral radiology principles and interpretation. 6 ed., New York: Elsevier., 2011: 237-51.
th
29.Whaites E. Essentials of dental radiography and radiology. 3
ed., China: Elsevier., 2009: 152-89.
rd
30.Saed F. Radiographic assessment of the level of the floor of maxillary sinus. J Bagh College Dentistry 2010; 1.
ed., China: Elsevier., 2003:161-76.
31.Riadiani B. Tooth loss and perceived masticatory ability in post-menopausal women. J Dentistry Indonesia 2014; Vol 21: 11-4.
32.Abdulhadi LM, Kasiapan S. Residual alveolar ridge resorption in completely
edentulous patients influenced by pathophysiologic factors. J Dentika Dent.
2014; Vol 3: 30-5.
33.Samyukta, Abirami G. Residual ridge resorption in complete denture wearers. J Pharm Sci & Res. 2016; Vol 8: 565-9.
34.Pedersan GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Jakarta: Buku Kedokteran EGC., 2006: 142.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi dan Instalasi Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Februari 2017.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien wanita dan mahasiswa wanita di Instalasi Prostodonsia Universitas Sumatera Utara.
3.3.2 Sampel
Kriteria inklusi adalah:
1. Pada kelompok edentulus, memiliki rahang yang tidak bergigi seluruhnya dan telah menopause.
2. Pada kelompok bergigi, memiliki rahang yang bergigi seluruhnya dan belum menopause.
Kriteria eksklusi adalah:
1. Memiliki riwayat terdiagnosa kista, tumor rahang dan menderita penyakit sistemik yang bermanifestasi terhadap tulang.
2. Menolak menjadi sampel penelitian.
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Jumlah sampel diambil berdasarkan kebutuhan sampel.
Penentuan besar sampel dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
n = 2. σ² (Zα + Zβ)² (μο – μa)
Dengan ketentuan:
n : besar sampel
Zα : taraf signifikan 5% = 1, 96
Zβ : taraf signifikan 10% = 1, 282
(μο – μa
σ : 4, 25 (Ural dkk, 2011) ) : selisih rata-rata = 18%
n = 2. 4,25²(1,96+1,282)² (0.18)²
n = 11,71 = 20 sampel.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
Adapun variabel-variabel penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas : Wanita edentulus dan wanita bergigi.
2. Variabel terikat : Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada radiograf panoramik.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel tersebut adalah :
No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran
3.5 Alat dan Bahan Penelitian Alat
1. Pesawat radiografi panoramik merk Instrumentarium type OC 200 D 1-4-1 2. Software CliniView versi 10. 1. 2
3. Kaca mulut 4. Pinset 5. Sonde 6. Nierbekken 7. Alat tulis 8. Sensor Bahan
1. Lembar pencatatan 2. Alkohol 70% 3. Kapas
3.6 Prosedur Penelitian
1. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Peneliti melakukan pemeriksaan intra oral pada sampel dengan menggunakan alat kaca mulut, pinset dan sonde.
3. Peneliti memberikan lembar kuesioner kepada sampel. Kuesioner berisi pertanyaan mengenai usia dan riwayat penyakit sistemik yang bermanifestasi terhadap tulang.
4. Sampel dipilih sesuai kriteria inklusi, hasil dari pemeriksaan intraoral dan lembar kuesioner.
5. Meminta kesediaan sampel untuk mengikuti penelitian dengan memberi lembar persetujuan atau inform consent.
6. Melakukan radiografi panoramik terhadap sampel.
• Tekan search untuk membuka foto panoramik yang akan diamati.
• Tekan image dan create copy untuk menghasilkan suatu foto panoramik yang sama dengan aslinya.
• Tekan contrast brightness untuk memperjelas keberadaan alveolar ridge supaya lebih jelas dan terang.
• Tekan drawing toolbar (line) untuk membuat garis lurus vertikal dan garis lurus horizontal pada bagian yang akan diperiksa. Garis lurus ditarik secara
horizontal pada infraorbital (garis O) dan pada zigomatik (garis Z).
• Tekan measurement (length) dan garis lurus ditarik secara vertikal dari garisan O ke alveolar crest pada midline, premolar pertama dan molar pertama pada regio kanan dan kiri (garis A, B, C).
• Hasil pengukuran akan keluar secara otomatis. 8. Mencatat hasil pengukuran maxillary alveolar ridge. 9. Analisis data dari hasil kelompok bergigi dan tidak bergigi.
Gambar 7. Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita bergigi. Garis O- garis infraorbital; garis Z–garis zigomatik; garis A, B, C–garis O ke alveolar
crest (1,2 mm dari cementoenamel junction) pada midline rahang atau titik
Gambar 8. Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus.Garis O- garis infraorbital; garis Z-garis zigomatik; garis A, B, C-garis O ke alveolar
crest pada midline rahang berpedoman pada septum nasi, foramen nasopalatina
dan anterior nasal spine (A), titik premolar pada mesial foramen infraorbita (B) dan titik molar pada titik inferior processus zygomaticus (C) pada regio kanan dan kiri (arsip pribadi)
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan program komputer berupa SPSS 20.
3.7.2 Analisis Data
3.8 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Lembar persetujuan
Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian.
2. Ethical clearance
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Nilai Rata-Rata Ketinggian Maxillary Alveolar Ridge
Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge dilakukan pada 40 sampel yang telah memenuhi kriteria yang dibutuhkan, terdiri dari 20 wanita bergigi dan 20 wanita edentulus.
Pada tabel 1, terlihat bahwa pengukuran nilai rata-rata ketinggian maxillary
alveolar ridge baik pada gigi insisif, gigi premolar kanan, gigi molar kanan, gigi
premolar kiri dan gigi molar kiri lebih tinggi pada wanita bergigi daripada wanita edentulus.
Tabel 1. Hasil pengukuran nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada titik insisif, titik premolar kanan, titik molar kanan, titik premolar kiri dan titik molar kiri
Gigi Sampel N Mean Standar
Deviasi
Standar Error Mean
Insisif (midline)
Edentulus 20 35.30 2.79 .62
Bergigi 20 37.57 3.34 .75
Premolar Kanan Edentulus 20 33.81 3.01 .67
Bergigi 20 35.87 3.10 .69
Molar Kanan Edentulus 20 31.84 3.85 .86
Bergigi 20 33.87 2.81 .63
Premolar Kiri Edentulus 20 33.93 2.88 .64
Bergigi 20 36.33 3.04 .68
Molar Kiri Edentulus 20 31.90 3.47 .78
Pada tabel 2, terlihat bahwa pengukuran nilai rata-rata ketinggian maxillary
alveolar ridge pada wanita bergigi lebih besar dibandingkan wanita edentulus.
Tabel 2. Hasil pengukuran nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan wanita bergigi
Sampel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Edentulus 100 25.00 41.10 33.35 3.43
Bergigi 100 28.00 42.40 35.66 3.21
4.2 Analisis Data
Sebelum dilakukan uji validitas dan uji perbedaan, dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk test. Pada tabel 3, hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk test, diperoleh seluruh nilai Sig. > 0,05. Hal ini berarti data memenuhi asumsi normalitas sehingga uji beda yang digunakan adalah uji beda 2 sampel independen dengan uji t (independent sample t test).
Tabel 3. Data uji Shapiro Wilk test
Sampel
Shapiro Wilk
Gigi Statistik df Sig.
Insisif (midline) Edentulus .99 20 .99
Bergigi .92 20 .08
Premolar Kanan Edentulus .96 20 .60
Bergigi .97 20 .66
Molar Kanan Edentulus .96 20 .51
Bergigi .99 20 .99
Premolar Kiri Edentulus .97 20 .68
Bergigi .96 20 .44
Molar Kiri Edentulus .96 20 .63
Pada tabel 4, menggunakan hasil uji Levene, diketahui nilai Sig. sebesar 0,38 (>0,05). Hasil pada baris equal variances assumed menggunakan Sig. (2-tailed) didapatkan nilai sebesar 0,03 (<0,05). Maka secara statistik terdapat perbedaan signifikan antara ketinggian maxillary alveolar ridge gigi insisif wanita bergigi dengan wanita edentulus.
Tabel 4. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan independent t test pada gigi insisif
t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
Pada tabel 5, menggunakan hasil uji Levene, diketahui nilai Sig. sebesar 0,64 (>0,05). Hasil pada baris equal variances assumed menggunakan Sig. (2-tailed) didapatkan nilai sebesar 0,04 (<0,05). Maka secara statistik terdapat perbedaan signifikan antara ketinggian maxillary alveolar ridge gigi premolar kanan wanita bergigi dengan wanita edentulus.
Tabel 5. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan independent t test pada gigi premolar kanan
t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
Pada tabel 6, menggunakan hasil uji Levene, diketahui nilai Sig. sebesar 0,25 (>0,05). Hasil pada baris equal variances assumed menggunakan Sig. (2-tailed) didapatkan nilai sebesar 0,07 (>0,05). Maka secara statistik terdapat perbedaan namun tidak signifikan (perbedaan tipis secara statistik) antara ketinggian maxillary
alveolar ridge gigi molar kanan wanita bergigi dengan wanita edentulus.
Tabel 6. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan independent t test pada gigi molar kanan
t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
Pada tabel 7, menggunakan hasil uji Levene, diketahui nilai Sig. sebesar 0,83 (>0,05). Hasil pada baris equal variances assumed menggunakan Sig. (2-tailed) didapatkan nilai sebesar 0,01 (<0,05). Maka secara statistik terdapat perbedaan signifikan antara ketinggian maxillary alveolar ridge gigi premolar kiri wanita bergigi dengan wanita edentulus.
Tabel 7. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan independent t test pada gigi premolar kiri
t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
Pada tabel 8, menggunakan hasil uji Levene, diketahui nilai Sig. sebesar 0,19 (>0,05). Hasil pada baris equal variances assumed menggunakan Sig. (2-tailed) didapatkan nilai sebesar 0,01 (<0,05). Maka secara statistik terdapat perbedaan signifikan antara ketinggian maxillary alveolar ridge gigi molar kiri wanita bergigi dengan wanita edentulus.
Tabel 8. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan independent t test pada gigi molar kiri
t-test for Equality of Means
95%
Difference Lower Upper
BAB 5 PEMBAHASAN
Pengukuran maxillary alveolar ridge dilakukan pada 40 sampel yang telah memenuhi kriteria yang dibutuhkan, terdiri dari 20 wanita bergigi dan 20 wanita edentulus. Penelitian dilakukan di Instalasi Prostodonsia dan Instalasi Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar
ridge wanita bergigi lebih besar dibandingkan wanita edentulus pada masing-masing
titik pengukuran. Pada gigi insisif (midline), nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 37,57mm ± 3,34mm, dibandingkan dengan wanita edentulus yaitu 35,30mm ± 2,79mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Panchbhai (2013) di India, yang mendapatkan hasil bahwa pada gigi insisif (midline), nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 4,40 mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 3,75 mm.6 Penelitian Canger et al (2013) di Turki, mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata gigi insisif (midline), lebih besar pada wanita bergigi yaitu 45,98mm ± 3,64mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 40,19mm ± 3,28mm.
Pada gigi premolar kanan, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 35,87mm ± 3,10mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 33,81mm ± 3,01mm. Pada gigi premolar kiri, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 36,33mm ± 3,04mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 33,93mm ± 2,88mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Panchbhai (2013) di India, yang mendapatkan hasil bahwa pada gigi premolar, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 4,19 mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 3,52 mm.
7
6
Pada gigi molar kanan, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 33,87mm ± 2,81mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 31,84mm ± 3,85mm. Pada gigi molar kiri, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 34,67mm ± 2,62mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 31,90mm ± 3,47mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Panchbhai (2013) di India, yang mendapatkan hasil bahwa pada gigi molar, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 3,93 mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 3.20 mm.6 Penelitian Canger et al (2013) di Turki, mendapatkan hasil bahwa pada gigi molar, nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 23,38mm ± 3,47mm, dibandingkan dengan wanita edentulus 21,1mm ± 2,63mm.
Nilai rata-rata maxillary alveolar ridge secara keseluruhan pada wanita bergigi lebih besar dibandingkan wanita edentulus. Rata-rata ketinggian maxillary
alveolar ridge pada wanita edentulus adalah 33,35mm ± 3,43mm dan pada wanita
bergigi adalah 35,66mm ± 3,21mm. Hasil ini sesuai dengan penelitian Saed et al (2010) di J Bagh College, yang mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata sampel kelompok bergigi lebih besar dibandingkan kelompok edentulus. Nilai rata-rata lebih besar pada wanita bergigi yaitu 10,36 mm dibandingkan dengan wanita edentulus 6,99 mm.
7
30
Penelitian Putra (2015) di Indonesia, mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada kelompok bergigi lebih besar dibandingkan dengan kelompok edentulus.
Pada rahang edentulus tersebut tidak mendapatkan rangsangan mekanis yang cukup sehingga metabolisme tulang dapat terganggu yaitu terjadinya stimulasi osteoklas yang meningkat dan stimulasi osteoblas yang menurun sehingga menyebabkan resorpsi pada alveolar ridge dan menyebabkan penurunan ketinggian
maxillary alveolar ridge.
8
8
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge antar regio, regio anterior pada titik insisif memiliki nilai ketinggian paling besar dan titik molar memiliki nilai ketinggian paling kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Reich
et al (2011) di France, yang mendapatkan hasil bahwa regio anterior memiliki nilai
ketinggian paling besar dan regio posterior memiliki nilai ketinggian paling kecil.5 Penelitian Zhang et al (2015) di USA, mendapatkan hasil bahwa pada bagian anterior maksila, resorpsi alveolar ridge pada insisivus lateralis adalah paling kecil. Pada wanita edentulus, resorpsi paling kecil terjadi pada bagian gigi anterior.10 Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama, ketinggian alveolar ridge pada keadaan normal yang paling rendah terletak pada regio posterior yaitu molar, kemudian diikuti premolar dan paling tinggi di anterior sesuai dengan kurva spee. Kedua, pada regio anterior mandibula terdapat perlekatan otot genial, sehingga gaya yang diberikan daerah tersebut pada saat oklusi menstimulasi adaptasi metabolisme alveolar ridge di maksila sehingga memiliki ketinggian yang lebih besar.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan ketinggian maxillary
alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi. Secara statistik, terdapat perbedaan
signifikan antara kelompok bergigi dengan edentulus pada masing-masing titik pengukuran kecuali gigi molar kanan. Pada gigi molar kanan, terdapat perbedaan namun tidak signifikan antara wanita bergigi dengan wanita edentulus. Penelitian Abdulhadi et al (2009) di Malaysia, mengatakan bahwa resorpsi alveolar ridge terjadi setelah kehilangan gigi. Lamanya kehilangan gigi mempengaruhi besarnya resorpsi
alveolar ridge dan menyebabkan penurunan ketinggian alveolar ridge.
8
32
ini sesuai dengan penelitian D’Souza (2012) di India, yang mendapatkan hasil bahwa faktor anatomi yaitu kuantitas dan kualitas tulang dari alveolar ridge memainkan peranan penting untuk terjadinya resorpsi alveolar ridge.17 Kemungkinan hal ini juga disebabkan karena ketinggian maxillary alveolar ridge pada masing-masing sampel bervariasi pada kelompok wanita bergigi dan kelompok wanita edentulus. Didapatkan ketinggian maxillary alveolar ridge pada beberapa sampel kelompok wanita bergigi lebih rendah daripada kelompok wanita edentulus. Hal ini berhubungan dengan kurva
spee di mana keadaan dalam normal ketinggian alveolar ridge pada titik molar lebih
rendah daripada titik yang lain.8
Radiograf panoramik digunakan untuk pemeriksaan penunjang dibidang kedokteran gigi karena mampu memberikan gambaran gigi dan struktur pendukungnya baik di maksila maupun mandibula. Radiograf panoramik juga digunakan sebagai alat bantu diagnostik dalam perencanaan perawatan menggunakan implan. Desain implan yang dapat digunakan yaitu implan endosseous dengan diameter 3,75mm dan panjang bervariasi antara 7mm, 10mm, 13mm dan 15mm. Pemasangan implan dilakukan apabila linggir cukup lebar dan jarak antara implan dengan sinus maksilaris adalah 2mm.
Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge wanita edentulus dan wanita bergigi mengalami perbedaan tetapi tidak signifikan pada titik molar kanan.
34
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge secara signifikan pada wanita edentulus dan bergigi kecuali gigi molar kanan.
2. Rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus adalah 33,35mm ± 3,43mm dan pada wanita bergigi adalah 35,66mm ± 3,21mm.
6.2 Saran
1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran
maxillary alveolar ridge secara khusus pada regio anterior dan posterior dengan
menggunakan pesawat radiograf yang lain seperti CBCT.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tulang Maksila
2.1.1 Definisi dan Anatomi Tulang Maksila
Tulang maksila adalah tulang wajah primitif yang akan membagi wajah menjadi dua bagian yaitu orbita dan tulang rahang yang ada dibawahnya. Tulang maksila menyokong gigi pada rahang atas, namun pada saat pengunyahan berlangsung, maksila tidak bergerak seperti madibula. Tulang maksila terdiri atas dua buah maksila yang menyatu di tengah yang terdiri atas 4 prosesus dan badan maksila.
Badan maksila ini biasanya berbentuk pyramid, dimana dasarnya adalah kavum nasi dan bagian puncaknya dibatasi oleh processus zigomatikus. Badan maksila terdiri dari 4 permukaan utama yaitu:
11
1. Permukaan anterior (fasial)
11
Permukaan anterior maksila akan membentuk pipi. Disini terdapat 2 fosa yaitu fosa insisivus yang merupakan lubang dangkal yang terletak antara soket gigi insisivus dan kavum nasi, dan fosa kanina yang merupakan lubang dalam bagian belakang, yang ditandai oleh foramen infraorbitalis di bagian atas, tepi alveolaris di bagian bawah, dan prosesus zigomatikum di bagian depan.
2. Permukaan posterior
Permukaan posterior dari badan maksila akan membentuk dinding anterior dari fosa infratemporal. Disini juga terdapat sebuah penonjolan, yang sering disebut tuberositas maksillaris.
3. Permukaan medial
4. Permukaan Superior
Permukaan superior dari maksila akan membentuk dinding bawah orbita.
Tulang maksila terdiri atas 4 prosesus yaitu: 1. Prosesus frontalis
12
Terletak pada bagian atas maksila berada diantara tulang hidung dengan tulang lakrimalis.
2. Prosesus zigomatikus
Terletak pada bagian lateral maksila. 3. Prosesus alveolaris
Terletak pada bagian inferior badan maksila, yang akan menyokong gigi geligi pada soketnya.
4. Prosesus palatines
Terletak pada bagian horizontal dari permukaan mesial dari maksila dimana badan maksila akan bertemu dengan processus alveolaris.
2.2 Alveolar Ridge
Tulang alveolar (alveolar bone) atau yang biasa disebut prosesus alveolaris adalah bagian dari tulang maksila dan mandibula yang terbentuk menebal seperti dinding (ridge) dan mendukung soket gigi (alveoli).Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligamen periodontal. Seluruh dinding tulang alveolar membentuk kesatuan atau lengkungan rahang yang dapat disebut dengan alveolar ridge.
Secara anatomis tulang alveolar dibagi menjadi dua bagian, yaitu alveolar
bone proper dan supporting alveolar bone. Supporting alveolar bone ini terdiri dari
dua bagian yaitu yang kompak, yang membentuk keping oral dan vestibular dan tulang spongi, yang terletak diantara lempeng kortical dan alveolar bone proper. Periousteum adalah lapisan yang menghubungkan jaringan lunak yang menutupi permukaan luar tulang yang terdiri dari jaringan kolagen dan bagian dalam terdiri dari serabut elastik lempeng kortical oral maupun vestibular langsung bersatu dengan maksila dan mandibula.
Keberadaan tulang alveolar tergantung dari adanya gigi, bila gigi dicabut tulang alveolar akan mengalami resorpsi. Jika gigi tidak erupsi, tulang alveolar tidak berkembang.
Permukaan luar lempeng kortical (cortical plate) merupakan permukaan luar tulang alveolar pada daerah vestibular maupun kortical oral. Pada daerah leher gigi dimana tulang alveolar akan berakhir, bagian ini akan dibentuk oleh persatuan
alveolar bone proper dan tulang kompak yang dikenal dengan nama puncak tulang
alveolar. Baik permukaan luar tulang alveolar maupun puncak tulang alveolar konturnya sangat bervariasi.
Gambar 2. Tulang Alveolar15
2.2.1 Resorpsi Alveolar Ridge
Resorpsi Alveolar ridge adalah kumpulan dari beberapa penyakit yang bersifat kronis, progressive, irreversible. Resorpsi alveolar ridge terjadi setelah kehilangan gigi. Setelah kehilangan gigi, alveolar ridge akan mengalami proses resorpsi. Dalam situasi ini tidak ada dukungan cukup dari jaringan yang tersisa untuk fungsi gigi tiruan yang benar. Oleh karena itu, karena hilangnya massa tulang yang luas menyebabkan gigi tiruan tidak mempunyai retensi dan stabilitas. Kehilangan gigi distal menyebabkan gangguan neuromuskuler pada rahang bawah, mengurangi efek gigitan dan dimensi vertikal dari gigi tiruan, sehingga terjadi perubahan pada alveolar
ridge.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Resorpsi Alveolar Ridge 1. Faktor anatomi
Faktor anatomi berpengaruh terhadap resorpsi alveolar ridge yaitu kuantitas dan kualitas tulang dari alveolar ridge. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa jika volume tulang lebih besar, maka resorpsi yang terjadi akan terlihat. Faktor anatomis lain yang sangat penting untuk peningkatan resorpsi adalah kepadatan tulang. Akan tetapi kepadatan tulang pada suatu waktu tidak menunjukkan status metabolisme tulang yang telah terjadi meliputi aktivitas osteoklastik dan osteoblastik.
2. Stres dan efek strain
Hal ini juga diketahui bahwa jaringan osteoid yang menerima rangsangan mekanik konstan dapat menyeimbangkan aktivitas osteoklastik dan aktivitas osteoblastik. Ketika tulang dalam keadaan imobilisasi atau weightlessness, stress mekanik berkurang tidak dapat mempertahankan proses remodeling tulang yang normal yang menghasilkan penurunan massa tulang yang dikenal sebagai atrofi
disuse. Di sisi lain, telah menunjukkan bahwa secara fisiologis, stres mekanik dapat
merangsang aposisi tulang.
3. Peran mediator inflamasi
Berbagai mediator inflamasi, terutama prostaglandin, telah dianggap oleh banyak peneliti memainkan peran dalam meningkatkan tingkat resorpsi alveolar
ridge. Sebuah studi in- vitro menunjukkan bahwa ketika sel-sel osteoblastik menjadi
2.3 Rahang Edentulus
Hilangnya beberapa gigi disebut edentulus sebagian dan hilangnya seluruh gigi disebut edentulus total. Edentulus total dapat didefinisikan sebagai keadaan fisik dari rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi. Edentulus sebagian didefinisikan sebagai hilangnya beberapa tetapi tidak semua gigi asli pada lengkung rahang. 18
Gambar 3. Edentulus sebagian dan edentulus total18
2.3.1 Penyebab Edentulus
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kehilangan gigi seperti penyakit periodontal, trauma, gigi yang terlibat kista dan tumor, gigi yang sudah tidak dapat lagi dilakukan perawatan endodontik dan karies. Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Selain itu, terdapat beberapa faktor bukan penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan gigi seperti faktor usia, jenis kelamin, sosio-demografi dan lain-lain.
1. Penyakit periodontal
19
menyebabkan hilangnya perlekatan gingival dan kerusakan tulang alveolar, secara umum merupakan penyakit dengan perkembangan ringan sampai moderat. Penyakit yang menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi.
2. Karies
20
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentine dan sementum yang disebabkan akibat aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Karies ditandai dengan proses demineralisasi jaringan karies gigi yang diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.21 Terdapat empat faktor yang menyebabkan karies yaitu substrat makanan (karbohidrat), mikrooragnisme plak, waktu dan gigi atau host.22 Karies akan timbul ketika empat faktor tersebut bekerja secara simultan.23
2.3.2 Dampak Edentulus Pada Kesehatan Gigi dan Mulut
Kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya berdampak pada kesehatan gigi dan mulut seperti:
1. Gangguan mastikasi
Jumlah gigi dipilih sebagai indikator dalam menentukan tingkat fungsional dan kesehatan gigi dan mulut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa indikator efesiensi system mastikasi di rongga mulut adalah jumlah gigi fungsional.
Gangguan mastikasi secara substansional dapat mempengaruhi kemampuan menggigit, mengunyah dan menelan. Hal ini menyebabkan terjadinya pengaruh negatif pada modifikasi dalam pemilihan makanan tertentu.24
2. Penurunan estetis
Resorpsi tulang alveolar akan terjadi pada pasien kehilangan gigi. Resorpsi pada mandibula terjadi empat kali lebih cepat dibandingkan pada maksila.25
2.3.3 Dampak Edentulus Pada Kesehatan
Kehilangan gigi baik sebagian maupun seluruhnya juga memiliki dampak pada kesehatan umum, yaitu:
1. Peningkatan resiko obesitas, penyakit kardiovaskuler dan gastrointestinal akibat kurangnya asupan buah dan sayur, serat dan karoten serta meningkatnya kolesterol dan lemak jenuh.
26
2. Resiko inflamasi kronis pada mukosa lambung, kanker pancreas dan ulcer pada duodenum.
3. Meningkatnya resiko penyakit non-insulin diabetes militus.
4. Peningkatan risiko kelainan elektrokardiografi, hipertensi, gagal jantung, penyakit sistemik, stroke dan sclerosis katup aorta. Penelitian juga menunjukkan hubungan yang mungkin antara edentulism lengkap dan peningkatan risiko coroner penyakit jantung.
5. Penurunan fungsi aktivitas sehari-hari, aktivitas fisik dan domain kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan.
6. Peningkatan risiko penyakit ginjal kronis.
7. Kehilangan gigi juga berpengaruh terhadap gangguan pernafasan saat tidur (obstuktif sleep apnea).
2.4 Tinjauan Umum Radiografi Panoramik
2.4.1 Definisi
Radiografi panoramik, disebut juga pantomography atau dental panoramic
tomography, merupakan teknik radiografi yang menghasilkan satu gambaran
konvensional dan berlandaskan pada prinsip pergerakan resiprokal sumber sinar-x dan sebuah reseptor gambar di sekitar poin sentral, disebut image layer, yang menjadi lokasi objek berada. Objek pada bagian depan atau belakang layer tidak tertangkap dengan jelas karena pergerakannya relatif menuju pusat rotasi reseptor sinar-x. 28
2.4.2 Indikasi
Indikasi pemakaian radiografi panoramik adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeteksi ada/ tidaknya gigi yang tidak erupsi.
29
2. Melihat hubungan gigi posterior atas dengan sinus maksilaris.
3. Melihat hubungan gigi posterior bawah dengan kanalis alveolaris inferior. 4. Suspek pembengkakan asimptomatik
5. Pemeriksaan radiografi gangguan sendi temporamandibula. 6. Pemeriksaan tumor dan kista odontogenik.
7. Melihat crest alveolar untuk pemasangan implant.
8. Mengevaluasi maxilomandibula yang telah mengalami trauma. 9. Pemeriksaan intervensi bedah maksila/ mandibula.
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Panoramik
Kelebihan utama dari penggunaan radiografi panoramik adalah membahas secara luas mengenai tulang-tulang wajah dan gigi, dosis radiasi yang rendah dan waktu yang singkat dalam pengambilan gambar yaitu sekitar 3–4 menit, termasuk waktu memposisikan pasien dan waktu pemaparan. Kelebihan lainnya dari radiografi panoramik adalah:
1. Gambaran area yang luas dan seluruh jaringan ditampilkan. 29
2. Radiografi panoramik dapat dengan mudah dipahami pasien, sehingga bermanfaat menjadi sarana edukasi bagi pasien.
3. Pengambilan posisi relatif sederhana.
5. Pandangan kedua sisi mandibula dalam satu film bermanfaat dalam menilai fraktur dan cukup nyaman dilakukan pada pasien yang terluka atau sakit.
6. Dinding dasar antral, juga dinding posterior dan media dapat terlihat dengan baik.
7. Kedua prosesus kondiloideus dimunculkan dalam satu film sehingga memudahkan dalam melakukan perbandingan.
8. Dosis radiasinya hanya sekitar seperlima dari survei full mouth radiografi intraoral.
Kekurangan utama dari radiografi panoramik adalah bahwa gambar tidak menunjukkan detail anatomi yang baik seperti pada radiografi intraoral, sehingga tidak cocok untuk mendeteksi lesi karies yang kecil, struktur marginal jaringan periodonsium, atau penyakit-penyakit periapikal. Terkadang ada jaringan yang
overlap, seperti servikal tulang belakang, dapat menyembunyikan lesi-lesi
odontogenik, khususnya pada daerah insisal. Kerugian lain dari radiografi panoramik adalah:29
1. Gambaran tomografi ini hanya menampilkan satu bagian dari pasien, sehingga struktur atau kejanggalan yang tidak mencolok tidak terlihat jelas.
2. Jaringan lunak dan rongga udara dapat terhalangi jaringan keras.
3. Bayangan artefaktual dapat manghalangi gambaran struktur yang penting. 4. Penggunaan indirect-action film dan intensifying screen menghasilkan penurunan kualitas gambar tapi resolusinya dapat ditingkatkan dengan menggunakan
digital image receptor.
5. Teknik ini tidak cocok pada pasien anak di bawah umur enam tahun atau pasien yang mempunyai kemampuan terbatas karena panjangnya siklus pemaparan.
6. Beberapa pasien tidak dapat menyesuaikan diri sehingga beberapa struktur dapat keluar dari fokus.
2.4.4 Gambaran Radiografi Maxillary Alveolar Ridge
Salah satu struktur yang terlihat pada radiografi panoramik adalah alveolar ridge. Saat terjadi kehilangan gigi, struktur ini mengalami penurunan ketinggian. Pasien dengan rahang tidak bergigi atau kehilangan seluruh geligi pada rahang menyebabkan terjadinya penurunan struktur ini. Ketinggian maxillary alveolar ridge pada pasien edentulus dapat diperkirakan dengan menghitung ketinggian alveolar
ridge melalui radiografi panoramik. Ketinggian maxillary alveolar ridge dapat
dinyatakan sebagai jarak antara garis infraorbita dan alveolar crest pada maksila baik pada pasien edentulus maupun bergigi.6
Gambar 4. Alveolar ridge (tanda panah) dilihat sebagai garis batas tulang alveolar yang tampak radiopak pada rontgen foto28
2.4.5 Pengukuran Alveolar Ridge Rahang Edentulus Pada Radiograf Panoramik
infraorbita dan titik molar terletak pada titik inferior processus zygomaticus. Pada pasien bergigi (kelompok kontrol) gigi yang harus ada yaitu insisif pertama, premolar pertama dan molar pertama.Terdapat tiga titik perhitungan, titik insisif terletak pada midline rahang atau titik tengah kedua insisif sentral, titik premolar terletak pada distal premolar pertama dan titik molar terletak pada distal molar pertama.6
Gambar 5. Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada sampel bergigi. Garis O-garis infraorbital; garis Z–garis zigomatik; garis A, B, C-garis O ke alveolar crest (1,2 mm dari cementoenamel junction) pada midline rahang atau titik tengah kedua insisif sentral (A), distal premolar pertama (B) dan distal molar pertama (C)8
2.6 Kerangka Konsep
Radiografi Panoramik
Wanita bergigi Wanita edentulus
Pengukuran ketinggian
maxillary alveolar ridge
Gigi I1, P1 dan M1
Terdapat perbedaan Tidak terdapat
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edentulus merupakan indikator kesehatan mulut dari suatu populasi.1 Kehilangan gigi merupakan suatu keadaan lepasnya satu atau lebih gigi dari soket tulang alveolar. Kehilangan gigi terjadi akibat penyakit periodontal, trauma, gigi yang terlibat kista dan tumor, gigi yang sudah tidak dapat lagi dilakukan perawatan endodontik dan karies.2 Kehilangan gigi pada wanita lebih banyak dijumpai.1 Menurut laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, edentulus penuh di Indonesia mengalami penurunan dari 2,1% di tahun 2007 menjadi 0,6% di tahun 2013. Demikian juga pada umur 35-54 tahun, dan umur lebih dari 65 tahun diharapkan 20 gigi berfungsi dengan baik.
Saat terjadi kehilangan gigi, alveolar ridge akan mengalami penurunan ketinggian. Penurunan alveolar ridge akan menyebabkan kegangguan stabilitas, retensi dan juga penurunan kemampuan mastikasi.
3
4
Penurunan ketinggian alveolar
ridge terjadi karena struktur ini mengalami resorpsi fisiologis secara perlahan akibat
tidak adanya stimulus gaya mekanis. Tingkat resorpsi alveolar ridge pada mandibula lebih tinggi dari resorpsi alveolar ridge pada maksila karena tulang maksila lebih luas dari mandibula sehingga beban yang diterima oleh mandibula lebih besar.
Penelitian Panchbhai (2013) di India dengan menggunakan radiografi panoramik, mendapatkan hasil bahwa resorpsi alveolar ridge lebih besar terjadi pada pria edentulus dibandingkan dengan wanita edentulus pada maksila dan mandibula.
5
6
Penelitian Canger et al (2010) di Turki dengan menggunakan radiografi panoramik¸ mendapatkan hasil bahwa pada pasien edentulus resorpsi alveolar ridge pada maksila lebih kecil daripada mandibula. Resorpsi lebih besar terjadi pada rahang tidak bergigi dibandingkan dengan rahang bergigi.7
Penelitian Putra (2015) di Indonesia dengan menggunakan radiografi panoramik, mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar
ridge pada pria kelompok bergigi lebih besar dibandingkan kelompok edentulus.
Penelitian Liang et al (2014) di Korea dengan menggunakan radiografi panoramik, mendapatkan hasil bahwa resorpsi alveolar ridge pada maksila tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada jenis kelamin tetapi resorpsi lebih besar terjadi pada mandibula pada pria edentulus.
Penelitian Zhang et al (2015) di USA dengan menggunakan radiografi cone
beam computerized tomography (CBCT), mendapatkan hasil bahwa pada bagian
anterior maksila, resorpsi alveolar ridge pada insisivus lateralis adalah paling kecil. Resorpsi di bagian anterior gigi lebih kecil terjadi pada wanita edentulus dibandingkan dengan pria edentulus.
9
Berdasarkan hal diatas dan belum ada penelitian mengenai perbandingan, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan ketinggian maxillary
alveolar ridge pada pasien wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi
panoramik dengan menggunakan sampel pasien wanita yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
10
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan masalah:
1. Apakah terdapat perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi panoramik.
2. Berapakah rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi panoramik.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi panoramik.
1.4 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi panoramik.
1.5 Manfaat Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan ketinggian maxillary
alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi dengan menggunakan radiografi
panoramik.
2. Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edentulus merupakan indikator kesehatan mulut dari suatu populasi.1 Kehilangan gigi merupakan suatu keadaan lepasnya satu atau lebih gigi dari soket tulang alveolar. Kehilangan gigi terjadi akibat penyakit periodontal, trauma, gigi yang terlibat kista dan tumor, gigi yang sudah tidak dapat lagi dilakukan perawatan endodontik dan karies.2 Kehilangan gigi pada wanita lebih banyak dijumpai.1 Menurut laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, edentulus penuh di Indonesia mengalami penurunan dari 2,1% di tahun 2007 menjadi 0,6% di tahun 2013. Demikian juga pada umur 35-54 tahun, dan umur lebih dari 65 tahun diharapkan 20 gigi berfungsi dengan baik.
Saat terjadi kehilangan gigi, alveolar ridge akan mengalami penurunan ketinggian. Penurunan alveolar ridge akan menyebabkan kegangguan stabilitas, retensi dan juga penurunan kemampuan mastikasi.
3
4
Penurunan ketinggian alveolar
ridge terjadi karena struktur ini mengalami resorpsi fisiologis secara perlahan akibat
tidak adanya stimulus gaya mekanis. Tingkat resorpsi alveolar ridge pada mandibula lebih tinggi dari resorpsi alveolar ridge pada maksila karena tulang maksila lebih luas dari mandibula sehingga beban yang diterima oleh mandibula lebih besar.
Penelitian Panchbhai (2013) di India dengan menggunakan radiografi panoramik, mendapatkan hasil bahwa resorpsi alveolar ridge lebih besar terjadi pada pria edentulus dibandingkan dengan wanita edentulus pada maksila dan mandibula.
5
6
Penelitian Canger et al (2010) di Turki dengan menggunakan radiografi panoramik¸ mendapatkan hasil bahwa pada pasien edentulus resorpsi alveolar ridge pada maksila lebih kecil daripada mandibula. Resorpsi lebih besar terjadi pada rahang tidak bergigi dibandingkan dengan rahang bergigi.7
Penelitian Putra (2015) di Indonesia dengan menggunakan radiografi panoramik, mendapatkan hasil bahwa nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar
ridge pada pria kelompok bergigi lebih besar dibandingkan kelompok edentulus.
PERBEDAAN KETINGGIAN MAXILLARY ALVEOLAR RIDGE
PADA WANITA EDENTULUS DAN BERGIGI
MENGGUNAKAN RADIOGRAFI
PANORAMIK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
FAZLINAH BINTI ABDUL AZIZ NIM: 130600177
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi Unit Radiologi Kedokteran Gigi Tahun 2017
Fazlinah Binti Abdul Aziz
Perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi panoramik
x + 39 halaman
Ketinggian maxillary alveolar ridge dapat diukur menggunakan radiografi panoramik. Penurunan ketinggian alveolar ridge terjadi karena mengalami resorpsi fisiologis secara perlahan akibat tidak adanya stimulus gaya mekanis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan dan rata-rata ketinggian maxillary
alveolar ridge pada wanita edentulus dan bergigi menggunakan radiografi panoramik.
Jenis penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel 40 orang wanita bergigi dan edentulus. Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak antara titik paling bawah ridge infraorbital dan alveolar crest maksila pada titik insisif, premolar kanan dan kiri, molar kanan dan kiri. Uji statistik menggunakan independent t test.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata sampel kelompok bergigi lebih besar dibandingkan kelompok edentulus. Kelompok wanita bergigi didapatkan nilai rata-rata paling besar pada titik insisif sebesar 37,57mm ± 3,34mm dan paling kecil pada titik molar kanan sebesar 33,87mm ± 2,81mm. Kelompok wanita edentulus didapatkan nilai rata-rata paling besar pada titik insisif sebesar 35,30mm ± 2,79mm dan paling kecil pada titik molar kanan sebesar 31,84mm ± 3,85mm. Kesimpulan penelitian adalah terdapat perbedaan ketinggian maxillary alveolar ridge secara signifikan pada wanita edentulus dan bergigi kecuali gigi molar kanan. Rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita edentulus adalah 33,35mm ± 3,43mm dan pada wanita bergigi adalah 35,66mm ± 3,21mm.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 30 Maret 2017
Pembimbing Tanda Tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 6 April 2017
TIM PENGUJI
KETUA : drg. Cek Dara Manja, Sp.RKG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kurnia- Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Abdul Aziz dan ibunda tercinta Mariam Kadir atas segala kasih sayang, doa dan dukungan serta segala bantuan baik berupa moril ataupun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis. Tidak lupa penulis mengucapkan kepada abanganda Faizal dan kakanda Fauziah.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg.,M.Kes.,Sp.RKG(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Unit Radiologi Kedokteran Gigi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan dorongan kepada penulis.
2. drg. Cek Dara Manja,Sp.RKG selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya, memberikan semangat, motivasi, bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Prana Ugiana Gio,M.Si selaku dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Bidang Statistik yang telah banyak membantu dalam penyempurnaan hasil penelitian ini.
5. Pegawai Unit Radiologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani masa pendidikan.
7. Sahabat-sahabat tersayang (Fairuz, Shanaya, Jeeshnaavi Nair, Paran, dan Sri) yang selalu memberikan dukungan moril kepada penulis dalam penelitian ini. 8. Semua teman- teman Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam pengantar ini.
Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Medan, 30 Maret 2017 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... TIM PENGUJI SKRIPSI ...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tulang Maksila ... 4
2.1.1 Definisi dan Anatomi Tulang Maksila... 4
2.2 Alveolar Ridge ... 6
2.2.1 Resorpsi Alveolar Ridge ... 7
2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Resorpsi Alveolar Ridge ... 8
2.3 Rahang Edentulus ... 9
2.3.1 Penyebab Edentulus ... 9
2.3.2 Dampak Edentulus Pada Kesehatan Gigi dan Mulut ... 10
2.3.3 Dampak Edentulus Pada Kesehatan ... 11
2.4 Tinjauan Umum Radiografi Panoramik ... 11
2.4.1 Definisi ... 11
2.4.2 Indikasi ... 12
2.4.4 Gambaran Radiografi Maxillary Alveolar Ridge ... 14
2.4.5 Pengukuran Alveolar Ridge Rahang Edentulus Pada Radiograf Panoramik ... 14
2.5 Kerangka Teori ... 16
2.6 Kerangka Konsep ... 17
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 18
3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 20
3.4.1 Variabel Penelitian ... 20
3.4.2 Definisi Operasional ... 20
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 21
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi maksila sisi kiri ... 5
2. Tulang alveolar ... 7
3. Edentulus sebagian dan edentulus total ... 9
4. Radiografi maxillary alveolar ridge ... 14
5. Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada sampel bergigi dengan radiograf panoramik ... 15
6. Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada sampel edentulus dengan radiograf panoramik ... 15
7. Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada wanita bergigi dengan radiograf panoramik (arsip pribadi) ... 22
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil pengukuran nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada titik insisif, titik premolar kanan, titik molar kanan, titik premolar kiri dan titik molar kiri ... 25 2. Hasil pengukuran nilai rata-rata ketinggian maxillary alveolar ridge pada
wanita edentulus dan wanita bergigi ... 26 3. Data uji Shapiro Wilk test ... 26 4. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan
independent t test pada gigi insisif ... 27 5. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan
independent t test pada gigi premolar kanan ... 28 6. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan
independent t test pada gigi molar kanan ... 29 7. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan
independent t test pada gigi premolar kiri ... 30 8. Data uji perbedaan nilai ketinggian maxillary alveolar ridge menggunakan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kuesioner penelitian
2. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
3. Surat pernyataan persetujuan subjek penelitian (Informed Consent) 4. Ethical clearance
5. Data sampel
6. Distribusi data menggunakan SPSS 7. Anggaran biaya