• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diatom Epilitik sebagai Indikator Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cileungsi, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diatom Epilitik sebagai Indikator Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cileungsi, Bogor"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

DIATOM EPILITIK SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS AIR

DI BAGIAN HULU SUNGAI CILEUNGSI, BOGOR

NURALIM PASISINGI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Diatom Epilitik sebagai Indikator Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cileungsi, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Nuralim Pasisingi

(4)

RINGKASAN

NURALIM PASISINGI. Diatom Epilitik sebagai Indikator Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cileungsi, Bogor. Dibimbing oleh NIKEN TM PRATIWI dan MAJARIANA KRISANTI.

Beberapa indeks berbasis diatom yang dikenal dalam penilaian kondisi perairan sungai di negara Eropa dan Amerika adalah Indeks Trofik Diatom (Trophic

Diatom Index/TDI), Persen Valve Toleran Pencemar (Percent Pollution Tolerant

Valves/%PTV), dan Indeks Biologi Diatom (Indice Biologique Diatomées/IBD).

Di Indonesia, penggunaan dan penerapan indeks berbasis diatom untuk menentukan kondisi perairan sungai belum ditemukan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menentukan kesesuaian penggunaan TDI, %PTV, serta IBD dengan Indeks Kualitas Air (IKA) yang umum digunakan untuk menilai kondisi perairan serta menentukan kategori kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi berdasarkan indeks tersebut.

Pengambilan sampel dilakukan di bagian hulu Sungai Cileungsi, Bogor sebanyak tiga kali, dari September 2013 sampai November 2013 dengan selang waktu pengambilan sampel selama satu bulan. Pengambilan sampel dilakukan di empat stasiun berbeda berdasarkan tata guna lahan. Sampel organisme diatom epilitik diambil pada substrat batu yang terendam air sungai serta masih terpapar sinar matahari. Pengambilan air sampel dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel organisme diatom di setiap stasiun.

Diatom epilitik di hulu Sungai Cileungsi yang ditemukan selama penelitian terdiri dari 88 spesies yang berasal dari 32 genus. Genus Navicula dan Nitzschia

merupakan kelompok diatom yang ditemukan mendominasi hampir di seluruh stasiun.

Analisis kluster stasiun berdasarkan data fisika kimia perairan serta nilai indeks biologi (TDI, %PTV, dan IBD) menunjukkan bahwa terdapat 3 kelompok stasiun. Stasiun 1 sebagai kelompok 1, Stasiun 2 dan 3 sebagai kelompok 2, sedangkan Stasiun 4 sebagai kelompok 3. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis regresi linear sederhana yang menunjukkkan nilai koefisien determinasi dan koefisien korelasi yang sangat tinggi antara nilai IKA dengan nilai indeks biologi. Analisis komponen utama menunjukkan bahwa kelompok 3 dicirikan oleh sebagian besar diatom epilitik yang ditemukan selama penelitian serta parameter kualitas air nitrat. Adapun kelompok 1 dicirikan oleh beberapa jenis diatom epilitik serta parameter kualitas air oksigen terlarut, dan parameter ortofosfat untuk kelompok 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pendekatan Indeks Trofik Diatom

(Trophic Diatom Index/TDI), Persen Valve Toleran Pencemar (Pollutan Tolerant

Valves/%PTV), dan Indeks Biologi Diatom (Indice Biologique Diatomées/IBD)

sesuai dengan Indeks Kualitas Air (IKA) yang umum digunakan dalam menilai kondisi perairan sungai. Berdasarkan pendekatan indeks tersebut, kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi berada pada kategori sedang hingga buruk. Pendekatan %PTV merupakan indeks yang paling efektif digunakan untuk menentukan kategori kondisi perairan sungai-sungai yang berada di daerah tropis (Indonesia).

(5)

SUMMARY

NURALIM PASISINGI. Ephilitic Diatom as An Indicator of Water Quality in the Upstream of Cileungsi River, Bogor. Supervised by NIKEN TM PRATIWI and MAJARIANA KRISANTI.

Some of diatom based index which have been known in determining the aquatic condition of the river in Europe and America are TDI, %PTV, and IBD. Meanwhile, in Indonesia the implementation of diatom based index in determining the aquatic condition of the river has not been found. Therefore, this study was conducted in determining the compatibility of TDI, %PTV, and IBD towards WQI of NSF (Water Qulaity Index of National Sanitation Foundation) which is generally used to determine the aquatic condition and to classify the aquatic condition of Cileungsi river based on those index.

The sampling was taken in the upstream of Cileungsi River, Bogor. It was taken for three times, from September 2013 until November 2013 within an interval in a month. The sampling was taken in four different stations based on the land use. The sampling of ephilitic diatom organism was obtained from the substrate of rocks which are located in the river and are still exposed by the sunlight. The water sampling was taken along with the sampling diatom organism in each site.

The findings show that there are 88 species of ephilitic diatom from 32 genus found the upstream of Cileungsi river. Navicula and Nitzschia are the dominant group of diatom which are found in almost all sites. It is shown that this group of diatom has been widely spread in every aquatic condition.

The analysis of site cluster based on the physical and chemical data in the waters and the value of biological index (TDI, %PTV, IBD) show that the sites are classified into 3 groups. Station 1 is group 1, Station 2 and 3 are group 2, and Station 4 is group 3. This finding is also supported by the result on the analysis of simple linear regression which shows that high value of coefficient determination and coefficient correlation between the value of WQI and the value of biological index. The analysis of the main component shows that group 3 is characterized by almost ephilitic diatom which is found during the research and nitrate water quality parameter. Group 1 is characterized by the finding of several ephilitic diatom and dissolved oxygen water quality and the parameter of orthophosphate for group 2.

It is conducted that the approach of TDI, %PTV, and IBD is compatible with WQI in determining the aquatic conditions in the upstream of Cileungsi river. Based on those index, it is obtained that the aquatic conditions in the upstream of Cileungsi river ranged from fair too poor. The approach of %PTV is the most effective to use in determining the condition of the river.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

DIATOM EPILITIK SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS AIR

DI BAGIAN HULU SUNGAI CILEUNGSI, BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Penelitian : Diatom Epilitik sebagai Indikator Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cileungsi, Bogor

Nama : Nuralim Pasisingi

NIM : C251120031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi Ketua

Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah swt, karena atas izin-Nya Penulis dapat menyajikan tulisan ilmiah berdasarkan kegiatan penelitian yang dilakukan sejak September 2013. Karya ilmiah ini merupakan pengembangan bidang ilmu ekologi perairan yang berjudul Diatom Epilitik sebagai Indikator Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cileungsi, Bogor.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

2. Dr Ir Enan M Adiwilaga selaku Ketua Program Studi SDP untuk tahun studi 2010-2013 yang telah membantu tahapan penyelesaian studi dan penelitian. 3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi SDP untuk tahun studi

2014-2017 sekaligus sebagai dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis yang telah banyak membantu serta memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini.

4. Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi dan Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan kepada Penulis dari tahap awal pelaksanaan penelitian sampai pada tahap akhir penulisan karya ilmiah ini.

5. Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. 6. Seluruh keluarga, terutama kepada Mama dan Papa, saudara (Ka Sahrul, Kak

Nur, Uda, Om Juba, Cik Tien, Om Sudi, Ka Aten) atas doa dan dukungan yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.

7. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan selama dua tahun masa studi.

8. Seluruh staf laboratorium biomikro 1 MSP IPB (Bu Siti, Reza Zulmi, Dede, Gesti), staf laboratorium produktivitas dan lingkungan perairan MSP IPB (Bu Anna, Kak Rila, Mba Inna, Erry, Nalendra, Zahra), rekan-rekan yang turut membantu pelaksanaan penelitian di lapangan (Lutfi, Arif Rahman, Fajar Sidik, Kak Panji, Novita, Imha, Afni), teman seperjuangan (Chusna, Julpah, Mba Sri, Gede, Tari, Kak Aay, Dito).

9. Seluruh rekan SDP 2011, SDP 2012, SDP 2013, rekan wisma doi serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 4

Pengambilan Sampel 4

Analisis Sampel Diatom 5

Analisis Data 6

Kepadatan diatom epilitik 6

Indeks Trofik Diatom 6

Persen Valve Toleran Pencemar 7

Indeks Biologi Diatom 7

Indeks Kualitas Air 8

Analisis kluster 9

Regresi linear sederhana 9

Analisis komponen utama 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Hasil 10

Karakteristik lokasi penelitian 10

Diatom epilitik di perairan hulu Sungai Cileungsi 11

Pembahasan 16

Diatom sebagai biondikator perairan hulu Sungai Cileungsi 16

Kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi 17

Kesesuaian indeks diatom dengan kondisi lingkungan 18

Indeks diatom yang paling efektif 23

4 KESIMPULAN DAN SARAN 24

Kesimpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 28

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai kepentingan parameter kualitas air (modifikasi Ott 1978) 8 2 Karakter fisika kimia perairan bagian hulu Sungai Cileungsi (3 kali

pengamatan: September, Oktober, November 2013) 10 3 Matriks penentuan indeks biologi yang paling sesuai dengan IKA 23

DAFTAR GAMBAR

1 Titik stasiun pengambilan sampel di Hulu Sungai Cileungsi, Bogor 4 2 Persentase jenis diatom epilitik dominan di hulu Sungai Cileungsi 11 3 Citra diatom epilitik sensitivitas tinggi menggunakan mikroskop

trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat lunak Axio Vision Rel 4.8 (skala batang: 10 µm; s: level sensitivitas) 12 4 Citra diatom epilitik sensitivitas rendah menggunakan mikroskop

trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat lunak Axio Vision Rel 4.8 (skala batang: 10 µm; s: level sensitivitas) 13 5 Indeks Trofik Diatom di hulu Sungai Cileungsi 14 6 Persen Valve Toleran Pencemar di hulu Sungai Cileungsi 14 7 Indeks Biologi Diatom di hulu Sungai Cileungsi 15

8 Indeks Kualitas Air di hulu Sungai Cileungsi 15

9 Dendrogram hasil analisis kluster stasiun pengambilan sampel berdasarkan (i) nilai rata-rata parameter fisika kimia perairan; (ii) nilai kepadatan rata-rata diatom epilitik yang digunakan sebagai biondikator; (iii) nilai indeks biologi; (iv) nilai kepadatan rata-rata diatom epilitik keseluruhan yang ditemukan selama penelitian 19 10 Regresi linear sederhana nilai (i) TDI, (ii) %PTV, (iii) IBD 20 11 Biplot rata-rata nilai parameter hidrologi, fisika, kimia, dan biologi

terhadap stasiun pengambilan sampel 21

12 Preferensi jenis diatom epilitik terhadap karakter lingkungan perairan

(nomor spesies mengacu pada Lampiran 4) 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kurva Baku sub Indeks Kualitas Air (Ott 1978) 28

2 Lokasi penelitian 29

3 Hasil pengukuran hidrologi hulu Sungai Cileungsi 30 4 Kehadiran jenis diatom epilitik di hulu Sungai Cileungsi 30 5 Diatom epilitik di hulu Sungai Cileungsi yang tidak digunakan dalam

perhitungan indeks biologi (skala batang: 10μm) 32

6 Akar ciri dan korelasi parsial AKU menggunakan Minitab 15 33 7 Nilai IKA, TDI, %PTV, dan IBD yang digunakan dalam analisis regresi

linear sederhana 33

(13)
(14)
(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dua pendekatan utama yang digunakan untuk menentukan kondisi perairan adalah metode fisika-kimia dan metode biologi. Penilaian kondisi perairan dengan menggunakan metode biologi lebih unggul dibandingkan metode fisika-kimia, karena respon makhluk hidup mampu menunjukkan keadaan lingkungan yang dialami selama kurun waktu tertentu, sedangkan metode lain hanya dapat menggambarkan kondisi sesaat terhadap perubahan lingkungan yang terjadi (Junshum et al. 2008). Penggunaan respon biota atau kelompok biota terhadap perubahan ekosistem yang mampu menggambarkan kualitas dan kondisi lingkungan dikenal dengan istilah bioindikator (Gadzała-Kopciuch et al. 2004). Banyak jenis biota yang dapat digunakan sebagai bioindikator perubahan lingkungan perairan, namun yang paling sering dijadikan bioindikator perairan sungai adalah kelompok mikroalga (Dutta et al. 2010, Li et al. 2010, Soltani et al.

2012). Diatom menjadi salah satu kelompok mikroalga yang digunakan sebagai biondikator (Kwandrans et al. 1998, Wu dan Kow 2002) karena mampu menunjukkan respon yang cepat terhadap perubahan kondisi fisika dan kimia lingkungan perairan (Nogueira 2000, Yerli et al. 2012).

Dua alasan utama penggunaan diatom dalam menentukan kondisi perairan adalah penyebarannya yang kosmopolit serta ekologinya yang telah banyak dipelajari dengan baik (Potapova dan Charles 2007). Keberadaan diatom sangat mempengaruhi kehidupan di perairan karena diatom memegang peranan penting sebagai salah satu sumber makanan dalam rantai makanan bagi berbagai organisme perairan. Berubahnya fungsi perairan yang disebabkan oleh faktor-faktor alam maupun akibat aktivitas manusia sering menyebabkan perubahan struktur dan nilai kuantitatif diatom karena organisme ini mempunyai respon yang bervariasi mulai dari sangat rentan sampai sangat toleran terhadap setiap kondisi yang terjadi di perairan (Siregar et al. 2008).

Diatom sebagai bioindikator perairan telah banyak dikembangkan di beberapa negara Eropa, Amerika, dan Kanada (Hering et al. 2006, Kalyoncu et al.

2009, Lavoie et al. 2009), bahkan telah umum digunakan hampir di seluruh dunia dalam program pengkajian kondisi perairan sungai dalam skala nasional maupun internasional. Diatom akan memberikan respon terhadap kondisi perairan berupa kelimpahan, jumlah jenis, dan kolonisasi taksa tertentu berdasarkan masukan bahan organik yang bervariasi. Hal ini dikarenakan kebanyakan organisme yang hidup di badan perairan sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya, baik yang terjadi secara alami maupun non alami (Friedrich et al. 1996).

(16)

2

2010). Diatom merupakan kelompok organisme sel tunggal yang laju reproduksinya cepat serta sensitif terhadap tekanan lingkungan, seperti perubahan salinitas, pH, nutrien, kekeruhan, kedalaman perairan, dan ketersediaan substrat (Shruthi et al. 2011)

Beberapa indeks berbasis diatom yang dikenal dalam penilaian kondisi perairan sungai adalah Indeks Trofik Diatom (Trophic Diatom Index/TDI), Persen Valve Toleran Pencemar (Percent Pollution Tolerant Valves/%PTV), dan Indeks Biologi Diatom (Indice Biologique Diatomées/IBD). Masing-masing indeks memiliki daftar taksa, nilai sensitivitas, dan nilai toleransi taksa. Pengembangan TDI dan %PTV didasarkan pada hasil percobaan komposisi taksa diatom yang memiliki korelasi tinggi dengan konsentrasi fosfor di beberapa perairan sungai yang terdapat di Eropa (Kelly 1998). Adapun IBD dikembangkan pertama kali di negara Perancis berdasarkan beberapa taksa diatom yang berasosiasi dengan beberapa parameter kualitas air (Pygrel 2002 in Lavoie et al. 2009).

Daerah Aliran Sungai Cileungsi menjadi salah satu kawasan tempat berlangsungnya kegiatan pembangunan dan aktivitas penduduk di Kabupaten Bogor. Kondisi perairan sungai di bagian hulu akan menentukan kualitas air di bagian hilir karena adanya akumulasi material yang terbawa aliran air sungai dari hulu menuju ke arah hilir. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian dan penentuan kategori kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi.

Perumusan Masalah

Diatom termasuk salah satu kelompok organisme autotrof yang dapat merespon langsung bahan organik yang masuk ke perairan sungai, baik yang berasal dari dalam perairan maupun dari luar lingkungan perairan. Oleh karena itu, diatom menjadi salah satu indikator biologi yang digunakan sebagai penanda perubahan kualitas air yang terjadi. Beberapa indeks yang menggunakan organisme diatom sebagai indikator penilaian kondisi perairan sungai di negara-negara Eropa adalah Indeks Trofik Diatom (Trophic Diatom Index/TDI), Persen Valve Toleran

(Percent Pollutant Tolerant Valve/%PTV), dan Indeks Biologi Diatom (Indice

Biologique Diatomées/IBD). Indeks ini relatif sederhana dan mudah diterapkan

(Kelly dan Whitton 1995). Meskipun TDI , %PTV, dan IBD dikembangkan pertama kali dari sungai yang berada di wilayah sub tropis, namun indeks ini telah banyak digunakan dalam penilaian kualitas perairan sungai yang berada di beberapa negara tropis (Bellinger et al. 2006). Persebaran diatom cukup luas, sehingga peluang penerapan indeks-indeks tersebut dalam menentukan kondisi perarairan di seluruh dunia menjadi cukup tinggi.

(17)

3 menjadi hal penting. Salah satu langkah awal untuk merancang pengelolaan Sungai Cileungsi berkelanjutan agar fungsi ekologis perairan tetap terjaga adalah penentuan kualitas perairan.

Metode yang umum digunakan untuk menilai kondisi perairan sungai di Indonesia adalah metode fisika-kimia, salah satunya adalah penggunaan indeks kualitas air. Adapun penerapan metode biologi berbasis diatom sebagai boindikator kondisi perairan sungai belum ditemukan. Oleh karena itu, perlu untuk dikaji kesesuaian indeks biologi berbasis diatom dengan indeks fisika-kimia yang umum digunakan untuk menilai kondisi perairan sungai yang terdapat di Indonesia, dalam penelitian ini adalah perairan hulu Sungai Cileungsi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menentukan kesesuaian penggunaan Indeks Trofik Diatom (Trophic Diatom Index/TDI), Persen Valve Toleran Pencemar

(Percent Pollution Tolerant Valves/%PTV), serta Indeks Biologi Diatom (Indice

Biologique Diatomées/IBD) dengan Indeks Kualitas Air (IKA) yang umum

digunakan untuk menilai kondisi perairan serta menentukan kategori kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi berdasarkan indeks biologi tersebut.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan Hulu Sungai Cileungsi, Bogor untuk rencana pengelolaan yang berkelanjutan. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan informasi awal tentang potensi diatom sebagai bioindikator kondisi perairan sungai yang ada di wilayah Indonesia.

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan berdasarkan survei lapang dan dilaksanakan di bagian hulu Sungai Cileungsi, Bogor. Penelitian dilakukan sebanyak tiga kali, terhitung dari September sampai November 2013 dengan selang waktu pengambilan sampel selama satu bulan. Pengambilan sampel dilakukan di empat titik stasiun yang terletak di anak sungai dan sungai utama bagian hulu Sungai Cileungsi, Bogor (Gambar 1). Jarak antar stasiun 1 dan 2, 2 dan 3, serta 3 dan 4 pengambilan sampel berturut-turut adalah 3.34 km, 0.86 km, dan 1.39 km. Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan sampel diatom epilitik di 3 sub stasiun yang letaknya berjejer dari bagian hulu ke arah hilir dengan jarak antar sub stasiun ±10 meter. Pada masing-masing sub stasiun dilakukan pengambilan sampel pada 3 - 5 batu dengan pertimbangan batuan yang masih terpapar cahaya matahari.

(18)

4

Pengambilan sampel dilakukan pukul 07.00 sampai 12.00 WIB. Pengambilan sampel diatom epilitik, sampel air serta pengukuran parameter in situ pada masing-masing stasiun dilakukan pada hari yang sama untuk menggambarkan kondisi lingkungan perairan pada waktu yang sama. Kegiatan identifikasi taksa diatom dilakukan di Laboratorium Biomikro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis parameter ex situ fisika-kimia perairan dilaksanakan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen MSP, IPB.

Gambar 1 Titik stasiun pengambilan sampel di Hulu Sungai Cileungsi, Bogor

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kelompok diatom epilitik yang dikumpulkan dari permukaan atas batuan yang ada di setiap stasiun serta air sampel yang diperoleh dari setiap stasiun untuk keperluan analisis laboratorium. Adapun alat yang digunakan selama penelitian adalah botol sampel, kuas, bingkai ukuran 2 x 2 cm2, tali berskala, tongkat berskala, termometer, SCT meter, pH indikator, flow

meter, alat dan bahan untuk titrasi winkler, perangkat vaccum pump dan kertas

miliopore 0.45 µm untuk analisis padatan terlarut, spektrofotometer, mikroskop, gelas objek, gelas penutup, pipet tetes, serta buku identifikasi mikroalga.

Pengambilan Sampel

(19)

5 dilakukan pengambilan sampel di beberapa substrat batu selama periode pengambilan contoh. Substrat batu yang dipilih pada setiap pengambilan sampel diupayakan tidak terlalu berbeda dari sisi kedalaman terendam air serta masih terpapar cahaya matahari. Pengambilan sampel organisme diatom dilakukan dengan cara mengerik permukaan substrat batu dengan menggunakan kuas. Luas kerikan permukaan setiap batu adalah 2 x 2 cm2. Hasil kerikan dimasukkan ke dalam botol sampel volume 10 mL yang telah berisi akuades. Sampel kemudian diawetkan menggunakan larutan Lugol 1% untuk keperluan analisis laboratorium. Pengambilan air sampel dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel diatom di setiap stasiun. Air sampel dimasukkan ke dalam botol sampel volume 1 L untuk keperluan analisis laboratorium.

Pengukuran dan Analisis Parameter Perairan

Parameter yang diukur selama penelitian mencakup hidrologi sungai serta parameter fisika dan kimia perairan. Hidrologi sungai terdiri dari lebar badan sungai, lebar sungai, kedalaman, dan kecepatan arus. Pengukuran lebar badan sungai dan lebar sungai di setiap stasiun dilakukan menggunakan tali berskala yang direntangkan secara melintang dari sisi ke sisi sungai yang berseberangan. Patokan pengukuran lebar badan sungai yaitu titik tepian sungai dengan batas vegetasi terendah. Adapun acuan pengukuran lebar sungai adalah batas atas permukaan aliran air sungai. Pengukuran kedalaman sungai dilakukan dengan bantuan tongkat berskala yang dimasukkan ke dalam perairan hingga mencapai dasar. Kecepatan arus air diukur dengan menggunakan flow meter. Kedalaman dan kecepatan arus sungai diukur pada beberapa titik yang terletak di bagian tengah dan tepi badan air sungai pada setiap sub stasiun pengambilan sampel.

Parameter fisika kimia perairan in situ meliputi suhu, pH, dan oksigen terlarut

(Dissolved Oxygen/DO). Adapun parameter ex situ terdiri dari kekeruhan, Total

Suspended Solid (TSS), Total Dissolved Solid (TDS), Daya Hantar Listrik (DHL),

Biological Oxygen Demand (BOD5) Chemical Oxygen Demand (COD), nitrat,

ortofosfat, dan fosfat total. Pengukuran semua parameter fisika kimia perairan mengacu pada metode baku APHA 2012 (Rice et al. 2012).

Analisis Sampel Diatom

Identifikasi taksa diatom mengacu pada buku identifikasi mikroalga Davis (1955), Prescott (1970), Belcher dan Erika (1978), serta Mizuno (1979). Kepadatan diatom dihitung menggunakan metode sensus. Air sampel diteteskan di atas permukaan gelas objek kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup selanjutnya diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler model Olympus CH-2 dengan perbesaran 40 x. Dokumentasi dan visualisasi morfologi setiap taksa diatom dilakukan menggunakan mikroskop trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat lunak AxioVision Rel.4.8.

(20)

6

Analisis Data

Kepadatan diatom hasil identifikasi, nilai Indeks Trofik Diatom (TDI), Persen Valve Toleran Pencemar (%PTV), dan Indeks Biologi Diatom (IBD) dihitung menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel. Data parameter fisika kimia lingkungan dianalisis menggunakan indeks kualitas air (IKA). Analisis kluster, analisis regresi linear sederhana, dan analisis komponen utama dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak Minitab 15.

Kepadatan diatom epilitik

Perhitungan kepadatan diatom epilitik dilakukan untuk mengetahui jumlah individu setiap taksa diatom per cm2 yang ditemukan per stasiun per waktu pengambilan sampel. Luas total permukaan substrat batuan pengambilan sampel diatom selama penelitian adalah 1696 cm2. Rata-rata luas permukaan batu yang dikerik adalah 4 cm2 per batu. Rata-rata volume air bilasan yang digunakan pada

setiap sampel adalah 40 ml. Volume air sampel yang digunakan pada setiap pengamatan adalah 0.05 ml. Luas penampang gelas penutup yang digunakan adalah 20 x 20 mm2. Nilai kepadatan diatom epilitik dihitung menggunakan

formula sebagai berikut (modifikasi Rice et al. 2012):

N = A xVVtgx

A g

Aa x n

Keterangan:

N : kepadatan diatom (individu/cm2)

Ad : luas permukaan batu yang dikerik (cm2)

Vt : volume air bilasan (ml)

Vcg : volume air sampel yang diamati (ml)

Acg : luas penampang gelas penutup (mm2)

Aa : luas amatan (mm2)

n : jumlah individu diatom yang teramati (individu)

Indeks Trofik Diatom

Perhitungan Nilai Indeks Trofik Diatom (TDI) didasarkan pada 86 daftar taksa diatom. Masing-masing taksa diatom dilengkapi dengan nilai sensitivitas (s) dan nilai indikator (v) yang dimuat dalam Kelly (1998) berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa sungai yang ada di Eropa. TDI diformulasikan sebagai berikut:

TDI = WMS x 5 − 5

WMS =∑ a s v

n =1

∑ a vn

=1

Keterangan:

a : kelimpahan taksa j yang ditemukan pada sampel

s : nilai sensitivitas taksa j terhadap pencemaran bahan organik

(21)

7 Nilai sensitivitas spesies (s) berkisar antara 1 - 5. Nilai sensitivitas diberikan pada taksa yang ditemukan melimpah pada setiap kondisi perairan. Angka 1 diberikan pada taksa yang paling melimpah di stasiun dengan konsentrasi nutrien rendah. Angka 5 diberikan untuk taksa yang paling melimpah pada stasiun dengan konsentrasi nutrien tinggi. Nilai indikator (v) berkisar antara 1 - 3 berdasarkan probabilitas ditemukannya taksa tertentu pada level nutrien tertentu. WMS

(Weighted Mean Sensitivity) adalah rata-rata bobot taksa sensitif yang ditemukan

pada sampel. Nilai TDI diekspresikan oleh nilai WMS yang berkisar antara 0 - 100 (Kelly 1998) dengan kategori status pencemaran sebagai berikut:

TDI < 35 : tidak tercemar 35 ≤ TDI < 50 : tercemar rendah 50 ≤ TDI < 60 : tercemar sedang 60 ≤ TDI < 75 : tercemar tinggi

TDI ≥ 75 : tercemar sangat tinggi

Persen Valve Toleran Pencemar

Persen Valve Toleran Pencemar (%PTV) menunjukkan proporsi kelimpahan taksa diatom yang toleran terhadap lingkungan dengan bahan organik tinggi terhadap kelimpahan keseluruhan taksa diatom yang menjadi indikator kualitas air sampel. Daftar taksa diatom toleran yang digunakan dalam perhitungan %PTV mengacu pada tabel yang disajikan oleh Kelly (1998). Formula %PTV adalah sebagai berkut:

%PTV =Kelimpahan taksa toleran

Kelimpahan taksa total �

Kategori kualitas perairan yang dikemukakan oleh Kelly dan Whitton (1995) berdasarkan nilai %PTV adalah sebagai berikut:

%PTV < 20% : tidak tercemar 21 ≤ %PTV < 40% : tercemar ringan 41 ≤ %PTV < 60% : tercemar sedang 61 ≤ %PTV < 100% : tercemar berat

Indeks Biologi Diatom

Indeks Biologi Diatom (IBD) merupakan metode standar yang digunakan oleh negara Perancis untuk memantau kualitas perairan sungai. Perhitungan nilai IBD didasarkan pada 2125 taksa yang dilengkapi dengan nilai indikator (V) dan nilai probabilitas (P) masing-masing taksa. Perhitungan IBD setiap stasiun pengambilan sampel yang dikemukakan oleh Prygiel (2002) in Lavoie et al. (2009) menggunakan formula sebagai berikut:

IBD = ∑ A∑ AxVxPx

xVx

Keterangan :

Ax : kelimpahan taksa x yang ditemukan pada sampel

Vx : nilai indikator taksa x yang ditemukan pada sampel

(22)

8

Nilai IBD berkisar antara 0 - 20. Nilai IBD rendah mengindikasikan lingkungan perairan yang terkena dampak pencemaran bahan organik, sedangkan tingginya nilai IBD menunjukkan kondisi perairan yang memperoleh sedikit gangguan. Berikut kategori kondisi perairan berdasarkan nilai IBD:

IBD < 9.5 : sangat buruk

9.5 ≤ IBD < 13 : buruk

13 ≤ IBD < 16 : sedang

16 ≤ IBD < 18 : baik

18 ≤ IBD ≤ 20 : sangat baik

Indeks Kualitas Air

Kualitas perairan Sungai Cileungsi berdasarkan parameter fisika kimia pada penelitian ini dianalisis menggunakan Indeks Kualitas Air (Water Quality Index) dari National Sanitation Foundation (NSF-WQI). Persamaan Indeks Kualitas Air (IKA) yang dikemukakan oleh Ott (1978) adalah sebagai berikut:

IKA = ∑ I W n

=1

Keterangan :

IKA : nilai Indeks Kualitas Air

n : jumlah parameter

Ii : sub Indeks Kualitas Air tiap parameter

Wi : nilai kepentingan (bobot) tiap parameter kualitas air

Nilai sub Indeks Kualitas Air tiap parameter mengacu pada kurva baku sub IKA (Lampiran 1). Penentuan IKA-NSF dalam penelitian ini menggunakan nilai delapan parameter fisika kimia perairan dari sembilan parameter yang dikemukakan oleh Ott (1978). Parameter yang tidak diukur dalam penelitian ini adalah fecal

coliform. Berdasarkan nilai kepentingan parameter yang sudah ada, proporsi nilai

fecal coliform dimasukkan ke dalam nilai kepentingan masing-masing parameter

dengan nilai yang sama besar, sehingga didapat nilai kepentingan parameter total (Wi) sama dengan satu. Parameter kualitas air yang digunakan dalam perhitungan IKA-NSF dan nilai kepentingan masing-masing parameter tertera pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Nilai kepentingan parameter kualitas air (modifikasi Ott 1978) Parameter Nilai kepentingan parameter (Wi)

DO 0.19

pH 0.13

BOD5 0.13

Deviasi Suhu 0.12

Fosfat total 0.12

Nitrat 0.12

Kekeruhan 0.10

(23)

9 Nilai sub Indeks Kualitas Air (Ii) setiap parameter diperoleh dari fungsi

persamaan berdasarkan pada kurva baku masing-masing parameter. Kriteria penilaian kualitas air menggunakan IKA-NSF (Ott 1978) adalah:

0 < IKA < 26 : sangat buruk

Analisis kluster dilakukan untuk menentukan pengelompokan stasiun pengambilan sampel. Pada peneilitian ini, pengelompokan stasiun pengambilan sampel ditentukan menggunakan indeks kesamaan atau indeks similaritas Bray-Curtis untuk pengelompokan berdasarkan parameter biologi dan indeks similaritas Canberra untuk pengelompokan berdasarkan parameter fisika kimia perairan (Krebs 1989).

IBC : indeks similaritas Bray-Curtis

Xi – Yi : kelimpahan spesies i pada stasiun yang berbeda

n : jumlah taksa yang dibandingkan

IC = − [n1[∑ | − |

IC : indeks similaritas Canberra

Xi– Yi : nilai parameter i perairan pada stasiun yang berbeda

n : jumlah parameter yang dibandingkan

Pengelompokan data hasil analisis kluster disajikan dalam bentuk dendrogram. Visualisasi dendrogram digunakan untuk melihat kesamaan stasiun pengambilan sampel berdasarkan parameter fisika kimia perairan, kelimpahan diatom bioindikator, nilai indeks biologi, dan kelimpahan diatom keseluruhan yang ditemukan selama penelitian.

Regresi linear sederhana

Hubungan antara nilai IKA dan nilai indeks biologi TDI, %PTV, dan IBD ditentukan menggunakan analisis regresi linear sederhana. Koefisien determinasi yang dihasilkan dari perhitungan regresi menunjukkan besarnya keragaman variabel Y yang dapat dijelaskan oleh variabel X. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan keeratan hubungan antara variabel X dan Y. Model regresi linear sederhana (Walpole 1997) disajikan sebagai berikut:

Y = a + b X Keterangan:

Y : nilai indeks biologi (TDI, %PTV, dan IBD)

X : nilai IKA

(24)

10

Analisis komponen utama

Analisis komponen utama (AKU) pada penelitian ini digunakan untuk menentukan karakter setiap kelompok stasiun pengambilan sampel berdasarkan data fisika, kimia, dan biologi yang diukur dan dihitung. Prinsip AKU adalah transformasi sekumpulan peubah (data fisika, kimia, dan biologi) yang saling berkorelasi satu sama lain menjadi sekumpulan peubah baru yang tidak saling berkorelasi dengan tetap mempertahankan keragaman data (Smith 2002). Hasil AKU divisualisasikan dalam bentuk grafik biplot. Keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh sumbu utama pada grafik ditunjukkan oleh persentasi kumulatif akar ciri.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik lokasi penelitian

Ketinggian Sungai Cileungsi bagian hulu yang menjadi lokasi penelitian berada pada kisaran 232 - 470 mdpl. Karakter fisika kimia DAS hulu sungai Cileungsi cukup beragam (Tabel 2). Hal ini dipengaruhi oleh faktor tata guna lahan di sepanjang hulu sungai.

Tabel 2 Karakter fisika kimia perairan bagian hulu Sungai Cileungsi (3 kali pengamatan: September, Oktober, November 2013)

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Fisika

Suhu (oC)

24.01 ± 1.23 26.16 ± 1.74 27.48 ± 2.65 28.75 ± 4.26

DHL (µS/cm) 162.93 ± 26.09 171.97 ± 10.94 175.03 ± 9.68 193.67 ± 15.98

Kekeruhan (NTU) 8.28 ± 6.88 14.00 ± 8.10 45.00 ± 21.68 33.53 ± 29.43

TSS (mg/L) 11.00 ± 1.41 21.33 ± 11.06 52.33 ± 27.43 34.67 ± 25.66

TDS (mg/L) 80.67 ± 15.14 83.33 ± 4.16 88.67 ± 5.03 98.67 ± 6.43 Kimia

DO (mg/L) 6.64 ± 0.39 6.50 ± 0.36 6.36 ± 0.48 6.37 ± 0.41

pH 6.00 ± 0.00 6.00 ± 0.00 6,00 ± 0.00 6.00 ±0.00

BOD5 (mg/L) 3.62 ± 1.41 3.72 ± 0.21 4.12 ± 0.28 4.23 ± 1.40

COD (mg/L) 26.20 ± 17.80 35.73 ± 10.71 15.14 ± 9.15 20.01 ± 9.00

Fosfat total (mg/L) 0.10 ± 0.13 0.08 ± 0.07 0.15 ± 0.17 0.09 ± 0.08

Ortofosfat (mg/L) 0.01 ± 0.01 0.04 ± 0.04 0.06 ± 0.07 0.03 ± 0.02

Nitrat (mg/L) 0.43 ± 0.10 0.54 ± 0.05 0.59 ± 0.11 1.03 ± 0.19

(25)

11 merupakan daerah perkebunan dan mulai ditemukan pemukiman penduduk, sedangkan Stasiun 4 (6°34'33.88"LS;106°53'17.29"BT) adalah daerah yang berdekatan dengan pemukiman penduduk (Lampiran 2).

Berdasarkan hasil pengamatan, tipe substrat dasar bagian hulu Sungai Cileungsi adalah berbatu dan berpasir. Rata-rata kecepatan sungai berkisar antara 0.23 - 0.73 m/detik, kedalaman rata-rata sungai berkisar antara 18.2 - 31.5 cm. Kisaran lebar sungai adalah 8.1 - 10.1 m, sedangkan kisaran lebar badan sungai adalah 11.93 - 20.7 m. Rata-rata debit air sungai berkisar antara 0.5 - 1.7 m3/detik.

Rasio rata-rata kedalaman dan lebar sungai berkisar antara 0.33 - 0.88 (Lampiran 3).

Diatom epilitik di perairan hulu Sungai Cileungsi

Kelimpahan jenis diatom epilitik yang ditemukan di bagian hulu Sungai Cileungsi selama penelitian mencapai 172835 ind/cm2 yang terdiri dari 88 jenis dari 32 genus. Gambar 2 menyajikan persentase lima jenis diatom dominan yang ditemukan di setiap stasiun selama 3 kali pengambilan sampel.

Gambar 2 Persentase jenis diatom epilitik dominan di hulu Sungai Cileungsi Terdapat 16 genus dominan yang ditemukan selama penelitian. Selama penelitian, beberapa jenis diatom hanya ditemukan di satu stasiun dan tidak ditemukan di stasiun yang lain (Lampiran 4). Selama penelitian, 78 taksa dari 88 jenis diatom epilitik yang ditemukan, digunakan sebagai indikator kualitas perairan. Taksa yang tidak digunakan sebagai biondikator disajikan pada Lampiran 5.

0% 50% 100%

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Stasiun 1

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Stasiun 2

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Stasiun 3

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Stasiun 4

Synedra capitata Stauroneis laurenburgiana Stauroneis absaroka

Pleurosigma angulatum Plagiogramma pulchellum Pinnularia pervulissima

Nitzschia clausii Nitzschia acicularis Navicula plancetula

Navicula laterostriata Navicula falaisiensis Navicula cuspidata

Hantzschia amphioxys Grammatophora serpentina Gomphonema apicatum

Frustulia saxonica Fragilaria capucina Eunotia brasiliensis

(26)

12

Sensitivitas setiap jenis diatom untuk mentolerir kondisi bahan organik di lingkungan hidupnya cukup bervariasi. Gambar 3 merupakan diatom yang memiliki nilai sensitivitas tinggi terhadap konsentrasi nutrien di perairan menurut Kelly dan Whitton (1995).

Gyrosigma exlmium s:5 (27)

Nitzschia linearis s:4 (60)

Gambar 3 Citra diatom epilitik sensitivitas tinggi menggunakan mikroskop trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat lunak Axio Vision Rel 4.8 (skala batang: 10 µm; s: level sensitivitas)

(27)

13 Nomor pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan keterangan nama diatom yang digunakan dalam analisis komponen utama. Gambar 4 merupakan kelompok diatom epilitik yang memiliki sensitivitas rendah terhadap konsentrasi nutrien menurut Kelly dan Whitton (1995).

Gambar 4 Citra diatom epilitik sensitivitas rendah menggunakan mikroskop trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat lunak Axio Vision Rel 4.8 (skala batang: 10 µm; s: level sensitivitas)

Keseluruhan jenis diatom yang digunakan dalam perhitungan indeks biologi adalah kelompok diatom pennales. Sebagian besar taksa diatom yang digunakan sebagai bioindikator adalah taksa yang memiliki struktur raphe. Poulsen et al.

(1999) menyatakan bahwa pada bagian frustul sebagian besar kelompok diatom pennales memiliki sebuah celah memanjang yang disebut raphe. Struktur raphe sangat menentukan kemampuan organisme diatom untuk menempel dan bergerak meluncur di atas permukaan substrat. Adapun kelompok diatom yang digunakan sebagai indikator yang tidak memiliki raphe berasal dari genus Diatoma,

Fragilaria, dan Synedra.

Nilai TDI, %PTV, dan IBD antar stasiun dan waktu pengambilan sampel berbeda-beda. Namun, secara keseluruhan masing-masing hasil perhitungan nilai indeks biologi memiliki pola yang sama, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 5, 6, dan 7.

(28)

14

Gambar 5 Indeks Trofik Diatom di hulu Sungai Cileungsi

Gambar 6 menunjukkan grafik nilai %PTV pengambilan sampel ke-3 berada di atas nilai %PTV pengambilan sampel ke-1 dan ke-2. Nilai %PTV tertinggi pada Stasiun 4 pengambilan sampel ke-3, sedangkan nilai %PTV terendah pada Stasiun 2 pengambilan sampel ke-1. Seluruh nilai %PTV berada di bawah 20%, kecuali nilai %PTV Stasiun 4 pengambilan sampel ke-4.

Gambar 6 Persen Valve Toleran Pencemar di hulu Sungai Cileungsi

Pola grafik nilai IBD antar stasiun setiap waktu pengambilan sampel adalah sama (Gambar 7). IBD relatif rendah di Stasiun 1 kemudian meningkat sampai Stasiun 3 selanjutnya menurun di Stasiun 4. Nilai IBD tertinggi berada pada Stasiun 2 dan 3 pengambilan sampel 1, sedangkan nilai IBD terendah berada pada Stasiun 1 pengambilan sampel 3.

39,70

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

T

DI

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3

10,08

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

%

P

T

V

(29)

15

Gambar 7 Indeks Biologi Diatom di hulu Sungai Cileungsi

Kualitas perairan hulu Sungai Cileungsi hasil pengukuran di setiap stasiun mengalami fluktuasi dari pengambilan sampel ke-1 sampai ke-3, namun perbedaan nilai parameter yang diukur tidak signifikan. Nilai BOD5 tertinggi berada pada

Stasiun 4 pengambilan sampel ke-2. Nilai COD tertinggi terukur pada Stasiun 2 pengambilan sampel ke-2. Nilai fosfat total dan ortofosfat tertinggi berada pada Stasiun 3 pengambilan sampel ke-1. Konsentrasi nitrat tertinggi diukur pada Stasiun 4 pengambilan sampel ke-2.

Penentuan Indeks Kualitas Air-NSF dalam penelitian ini menggunakan nilai delapan parameter fisika kimia perairan, yaitu DO, pH, BOD5, perubahan suhu,

fosfat total, nitrat, kekeruahan, dan padatan total. Berikut disajikan nilai IKA setiap stasiun antar waktu pengambilan sampel (Gambar 8). Nilai IKA hasil perhitungan berkisar antara 78-85. Kategori nilai IKA menunjukkan kualitas perairan hulu Sungai Cileungsi berada pada kategori baik.

Gambar 8 Indeks Kualitas Air di hulu Sungai Cileungsi

16,74 16,83 16,83

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

IBD

Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3

84

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

IK

A

(30)

16

Pembahasan

Konsep ekosistem sungai biasanya merujuk pada ekosistem perairan mengalir yang sangat dipengaruhi oleh sistem terestrial daerah aliran sungai. Bahan organik dari luar masuk ke perairan sungai akan dimanfaatkan oleh sistem sungai tersebut. Sistem sungai tidak bisa berjalan tanpa masukan energi yang berasal dari luar (Hynes 1975 in Lampert dan Sommer 2007). Mikroalga dari kelompok diatom merupakan salah satu komponen sistem sungai yang mampu memanfaatkan bahan masukan dari luar. Kondisi fisika kimia perairan yang bervariasi menjadi faktor yang menyebabkan terdapatnya perbedaan komposisi, jumlah jenis, dan kepadatan diatom yang ditemukan di setiap stasiun, namun juga mampu menggambarkan perubahan lingkungan yang terjadi tiba-tiba.

Diatom sebagai biondikator perairan hulu Sungai Cileungsi

Vilbaste (2004) mengemukakan bahwa terbentuknya struktur dan komposisi diatom epilitik di suatu ekosistem perairan merupakan respon biologi terhadap kualitas perairan dari waktu ke waktu. Pengukuran secara fisika kimia hanya memberikan perkiraan kasar sesaat mengenai level nutrien, dan tidak selalu berkorelasi tinggi dengan indeks diatom. Diatom dapat digunakan sebagai biondikator perairan karena secara ideal organisme yang dapat dijadikan indikator adalah organisme yang mudah dikenali, memiliki penyebaran luas, memiliki mobilitas rendah atau hidup menetap, memiliki informasi karakteristik ekologi yang baik, keberadaannya melimpah di alam, dapat dicobakan pada skala laboratorium, sensitif terhadap perubahan lingkungan, serta dapat dihitung dan distandarisasi (Hilty dan Marenlender 2000, Ravera 2001, Martínez-Crego et al.

2010).

Pergerakan air menentukan keberadaan organisme atau kelompok organisme yang mendiami perairan. Hal inilah yang menyebabkan komunitas bentik dominan ditemukan di perairan sungai (Dodds 2006 in Lampert dan Sommer 2007). Kepadatan diatom epilitik pada pengambilan sampel ke-3 ditemukan relatif rendah. Hal ini disebabkan karena kecepatan arus air pada pengambilan sampel tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pengambilan sampel lainnya, sehingga biomassa diatom yang menempel di substrat batuan terbawa arus.

Diatom epilitik merupakan organisme bentik dari kelompok diatom yang cara hidupnya menempel di substrat batuan. Tipe substrat dasar hulu Sungai Cileungsi adalah berbatu dan berpasir, sehingga diatom epilitik merupakan kelompok biota yang tepat dalam menilai kualitas hulu Sungai Cileungsi.

Hasil pengamatan jenis diatom epilitik di hulu Sungai Cileungsi didominasi oleh kelompok diatom pennales. Hal ini dikarenakan morfologi diatom pennales menunjang keberadaannya di lingkungan perairan berarus. Greeshma (2011) mengemukakan bahwa struktur dan bentuk diatom pennales memungkinkan diatom mampu menempel dan bergerak melawan arus air.

(31)

17 menunjukkan bahwa diatom epilitik dari genus Nitzschia dan Navicula ditemukan paling melimpah di sungai-sungai yang terletak di wilayah Brazil Selatan.

Komunitas diatom yang hidup menetap di perairan merespon berbagai masukan bahan organik dan nutrien yang berasal dari aktivitas daratan. Nutrien merupakan faktor eksternal yang merangsang persebaran dan pergerakan diatom di perairan (Greeshma 2011). Selama penelitian, kelimpahan jenis diatom tertinggi ditemukan berada pada Stasiun 4. Hal ini diduga dipengaruhi oleh ketersediaan nitrat, TDS dan DHL yang relatif tinggi dibandingkan dengan stasiun lain. Nitrat merupakan salah satu jenis nutrien yang dibutuhkan oleh diatom untuk hidup dan tumbuh. Sebaliknya, pada stasiun dengan kandungan nitrat yang terendah ditemukan kelimpahan diatom paling rendah. Wozniak (2011) menyatakan bahwa TDS merupakan komponen alami air permukaan di seluruh dunia yang penyusun utamanya berupa garam organik, bahan organik, dan berbagai material terlarut lainya yang terdapat di perairan. Ali et al. (2012) mengemukakan bahwa nilai TDS mempengaruhi nilai DHL, bahkan pada kondisi perairan tertentu, penentuan nilai DHL dapat ditentukan menggunakan pendekatan nilai TDS. Uwidia dan Ukulu (2013) menyatakan nilai DHL yang tinggi mengindikasikan konsentrasi TDS yang tinggi.

Selain nutrien dan bahan organik, parameter kekeruhan dan TSS merupakan faktor fisika yang juga mempengaruhi keberadaan diatom di perairan. Kandungan TSS yang tinggi di perairan dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga mempengaruhi penentrasi cahaya ke dalam badan air dan menghambat proses fotosintesis. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas perairan (Aisyah dan Sugiarti 2010). Nilai kekeruhan tertinggi pada Stasiun 3 pengambilan sampel ke-3 berdampak pada paling rendahnya kelimpahan jenis diatom yang ditemukan.

Kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi

Pengkajian kondisi lingkungan perairan sungai menggunakan diatom sudah berkembang sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Saat ini, diatom telah digunakan dalam program pengkajian, penilaian, dan pemantauan kondisi perairan sungai skala nasional maupun internasional. Perhitungan indeks diatom tidak hanya membutuhkan data kelimpahan dan komposisi taksa diatom, namun juga toleransi dan preferensi masing-masing taksa terhadap kondisi lingkungan perairan (Stevenson et al. 2010).

Hasil perhitungan nilai indeks yang diperoleh di setiap stasiun selama 3 kali pengambilan sampel memiliki pola yang sama. Pada pengambilan sampel ke-1, nilai TDI dan %PTV terendah serta nilai IBD tertinggi menggambarkan bahwa kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi pada waktu tersebut merupakan kondisi paling baik dibandingkan dengan waktu pengambilan sampel lainnya. Hal ini diduga karena masukan bahan organik yang berasal dari DAS hulu Cileungsi pada waktu tersebut relatif rendah. Pada bulan tersebut wilayah non zona musim (termasuk Bogor) belum memasuki musim hujan (BMKG 2013). Fenomena ini menyebabkan rendahnya masuknya bahan organik yang berasal dari limpasan aliran permukaan ke badan air saat terjadi hujan.

(32)

18

IBD kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi adalah baik sampai buruk. Nilai TDI dan %PTV terendah serta nilai IBD tertinggi pada stasiun 2 dan 3 diduga karena faktor keberadaan bahan organik yang relatif rendah pada stasiun tersebut. Jarak yang relatif dekat serta perbedaan kemiringan yang relatif kecil antara kedua stasiun tersebut menyebabkan kedua stasiun tersebut berada pada kategori yang sama.

Kecenderungan Stasiun 1 dan 4 berada pada kondisi perairan kategori rendah diduga karena faktor tingginya kandungan bahan organik dan nutrien di perairan yang berasal dari aktivitas di DAS. Tata guna lahan DAS di Stasiun 1 berupa pertanian sawah memberikan sumbangan nutrien melalui limpasan air permukaan saat musim hujan. Pada Stasiun 4, sumber bahan organik yang relatif tinggi berasal dari limbah pemukiman dan aktivitas penduduk sekitar.

Kategori perairan secara keseluruhan berdasarkan TDI, %PTV, dan IBD berada pada kategori sedang bahkan buruk di beberapa stasiun pada waktu tertentu, sedangkan berdasarkan nilai IKA, status perairan menunjukkan hulu Sungai Cileungsi berada pada kategori baik. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa penggunaan metode biologi lebih representatif dalam mengambarkan kondisi perairan dibandingkan dengan penggunaan metode fisika-kimia. Metode biologi mampu menggambarkan kondisi perairan sebagai habitat biota dalam kurun waktu tertentu, sedangkan metode fisika kimia hanya mampu menggambarkan kondisi perairan sesaat.

Kesesuaian indeks diatom dengan kondisi lingkungan

Dendrogram pengelompokan stasiun berdasarkan rata-rata nilai parameter fisika-kimia perairan, rata-rata kepadatan diatom epilitik yang digunakan sebagai bioindikator, nilai indeks biologi (TDI, %PTV, dan IBD), serta rata-rata kepadatan diatom epilitik keseluruhan yang ditemukan selama peneltian disajikan pada Gambar 9. Ini menunjukkan pola pengelompokan yang sama. Stasiun 2 dan Stasiun 3 membentuk satu kelompok disebut sebagai kelompok 2, sedangkan Stasiun 1 dan Stasiun 4 masing berada pada kelompok terpisah masing-masing disebut kelompok 1 dan kelompok 3. Pengelompokan ini diduga dipengaruhi oleh faktor ketersediaan nutrien yang berasal dari aktivitas di DAS dalam menunjang kehidupan diatom. Menurut Pan et al. (2004) tata guna lahan DAS, baik secara langsung maupun tidak, menentukan kelimpahan diatom di ekosistem perairan lotik.

Kesamaan pola pengelompokan stasiun tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian antara karakteristik fisika-kimia perairan dengan nilai indeks biologi dalam mencirikan dan menentukan kualitas perairan hulu Sungai Cileungsi. Pola pengelompokan stasiun berdasarkan data kelimpahan keseluruhan diatom yang ditemukan selama penelitian yang terdapat pada Gambar 9 (iv) menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda. Hal ini memperkuat bukti bahwa tidak semua taksa diatom epilitik dapat dijadikan sebagai bioindikator penentuan kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi. Oleh karena itu, informasi mengenai keberadaan diatom dengan tingkat sensitivitas tertentu sangat diperlukan untuk digunakan dalam perhitungan nilai indeks menggunakan biota diatom.

(33)

19 regresi disajikan pada Lampiran 7. Nilai koefisien korelasi yang tinggi antra nilai IKA dengan nilai indeks biologi menunjukkan hubungan antara kedua pendekatan penilaian status kondisi perairan adalah sangat erat. Hubungan regresi linear antara nilai TDI dan IKA yang pernah dilakukan oleh Atazadeh et al. (2007) memperlihatkan bahwa terdapat korelasi negatif antara nilai IKA dan TDI di Sungai Gharasou, Iran barat dan koefisien determinasi sebesar 85.23%. Penelitian mengenai hal ini juga pernah dilakukan oleh Qu et al. (2014) yang menunjukkan bahwa indeks berbasis diatom efektif dapat digunakan untuk mengkaji kesehatan dan menilai penurunan kondisi perairan di Sungai Taizi, Cina.

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Gambar 9 Dendrogram hasil analisis kluster stasiun pengambilan sampel berdasarkan (i) nilai rata-rata parameter fisika kimia perairan; (ii) nilai kepadatan rata-rata diatom epilitik yang digunakan sebagai biondikator; (iii) nilai indeks biologi; (iv) nilai kepadatan rata-rata diatom epilitik keseluruhan yang ditemukan selama penelitian

Hasil analisis komponen utama (AKU) nilai rata-rata parameter hidrologi sungai, fisika, kimia, dan kelimpahan diatom epilitik kelompok stasiun hulu Sungai Cileungsi menunjukkan bahwa akar ciri komponen utama pertama dan komponen utama kedua mampu menjelaskan masing-masing 76.051% dan 14.949% dari ragam data total (Lampiran 6). Biplot hasil analisis komponen utama divisualisasikan pada Gambar 11.

(i) (ii)

(34)

20

(i)

(ii)

(iii)

Gambar 10 Regresi linear sederhana nilai (i) TDI, (ii) %PTV, (iii) IBD dengan nilai IKA di hulu Sungai Cileungsi

(35)

21

Gambar 11 Biplot rata-rata nilai parameter hidrologi, fisika, kimia, dan biologi terhadap stasiun pengambilan sampel

Jenis diatom epilitik yang ditemukan di bagian hulu Sungai Cileungsi pada Gambar 11 ditunjukkan oleh angka 1 - 88 (Lampiran 4). Kelompok 1 terletak pada posisi negatif sepanjang sumbu komponen utama pertama menunjukkan korelasi negatif dan kondisi yang bertolak belakang dengan kondisi pada kelompok 3. Kelompok 2 terletak pada posisi potitif sumbu komponen utama kedua menunjukkan korelasi yang sangat tinggi dengan komponen utama kedua sekaligus sangat rendah dengan komponen utama pertama. Berdasarkan biplot tersebut terlihat bawah parameter oksigen terlarut dan empat jenis diatom epilitik

(Cocconeis plancetula, Eunotia arcus, Nitzschia acicularis, Synedra affinis)

mencirikan kelompok 1 dengan nilai korelasi yang sangat tinggi. Kelompok 2 dicirikan oleh parameter ortofosfat dan tiga jenis diatom epilitik (Pleurosigma

intermedium, Surirella biseriata, Synedra capitata), sedangkan kelompok 3

dicirikan oleh parameter suhu, BOD5, DHL, TDS, nitrat, dan sebagian besar jenis

diatom epilitik yang digunakan sebagai indikator dalam penentuan kualitas perairan hulu Sungai Cileungsi.

(36)

22

Gambar 12 Preferensi jenis diatom epilitik terhadap karakter lingkungan perairan (nomor spesies mengacu pada Lampiran 4)

ortofosfat

DO

nitrat

(37)

23 Parameter ortofosfat berasosiasi dengan lima jenis diatom epilitik, yaitu

Synedra capitata, Surirella biseriata, Fragilaria capucina, Encyonema minutum,

dan Achnanthidium eutrophilum. Parameter oksigen terlarut dicirikan oleh delapan

jenis diatom epilitik, yaitu Nitzschia acicularis, Synedra affinis, Eunotia arcus, Cocconeis plancetula, Nitzschia communis, Nitzschia distans, Diatoma

monoliformis, dan Cocconeis pediculus. Adapun parameter nitrat berasosiasi

dengan hampir semua jenis diatom epilitik yang dijadikan sebagai biondikator kualitas perairan. Keberadaan organisme autotrof dibatasi oleh keberadaan nutrien di perairan. Preferensi nutrien nitrat oleh sebagaian besar kelompok diatom ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mochemadkar (2013). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pengkayaan nitrat di perairan Zuari, India sangat mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan biomassa diatom.

Keterkaitan antara semua komponen penyusun ekosistem sungai sangat kompleks. Oleh karena itu, pengelolaan yang diterapkan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologis harus memperhatikan setiap komponen sistem yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan perairan sungai. Berdasarkan hasil survei, DAS Hulu Sungai Cileungsi mulai digunakan untuk kegiatan pembangunan perumahan dan area wisata yang apabila tidak dikelola dengan tepat dalam jangka waktu lama akan memberikan implikasi negatif terhadap lingkungan perairan. Status perairan hulu Sungai Cileungsi berada pada kondisi sedang hingga buruk menjadi hal yang perlu diperhatikan. Perlu adanya pemantauan dan penilaian kondisi perairan Sungai Cileungsi secara kontinyu.

Indeks diatom yang paling efektif

Setiap pendekatan indeks berbasis diatom (TDI, %PTV, IBD) memiliki kelebihan dan kekurangan dari sisi penerapan dan proses perhitungannya. Pada penelitian ini, indikator yang menjadi pertimbangan penerapan indeks biologi yang paling sesuai dengan IKA meliputi korelasi indeks biologi dengan IKA, sifat data, keterlibatan taksa dalam penentuan indeks, dan spesifikasi taksa. Nilai bobot setiap indikator didasarkan pada pertimbangan kepentingan indikator terhadap penentuan indeks yang paling efektif untuk diterapkan. Bobot paling tinggi diberikan pada indikator yang dianggap paling penting. Nilai skor yang diberikan pada masing-masing indeks biologi berkisar antara 1 - 3 (Tabel 3).

Tabel 3 Matriks penentuan indeks biologi yang paling sesuai dengan IKA

No Indikator Bobot Skor Bobot x Skor

TDI %PTV IBD TDI %PTV IBD

1 Korelasi dengan IKA 40% 1 3 2 0.4 1.2 0.8

2 Sifat data 30% 3 2 2 0.9 0.6 0.6

3 Keterlibatan taksa dalam penentuan indeks

20% 2 3 2 0.4 0.6 0.4

4 Spesifikasi taksa 10% 2 1 3 0.2 0.1 0.3

Total 100% 1.9 2.5 2.1

(38)

24

dengan TDI dan IBD. Indikator sifat data berkaitan dengan kemudahan dalam perhitungan nilai indeks. Perhitungan TDI dan IBD membutuhkan data kelimpahan setiap taksa yang ditemukan, sedangkan perhitungan nilai %PTV hanya membutuhkan informasi mengenai kehadiran taksa tertentu. Oleh karena itu, %PTV diberi skor paling tinggi dibandingkan dengan TDI dan IBD. Indikator keterlibatan taksa dalam penentuan indeks menunjukkan jumlah taksa yang dijadikan sebagai indikator penentuan kualitas perairan. Skor tertinggi diberikan pada indeks yang memiliki keterlibatan taksa paling banyak. Indikator spesifikasi taksa berhubungan dengan tingkat kesulitan identifikasi level taksa yang harus dipenuhi untuk menghitung nilai masing-masing indeks. Skor paling besar diberikan pada TDI dan %PTV karena indeks tersebut membutuhkan informasi beberapa taksa sampai pada level genus, sedangkan IBD membutuhkan informasi taksa sampai pada level spesies.

Berdasarkan Tabel 3, total nilai hasil perkalian antara bobot dan skor tertinggi ditunjukkan oleh indeks %PTV. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan %PTV merupakan indeks biologi yang paling sesuai dengan IKA yang umum digunakan dalam menilai kualitas perairan sungai yang ada di daerah tropis (Indonesia) serta merupakan indeks yang paling efektif diterapkan untuk menentukan kualitas perairan sungai-sungai yang ada di daerah tropis.

4 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pendekatan Indeks Trofik Diatom (Trophic Diatom Index/TDI), Persen Valve Toleran Pencemar (Pollutan Tolerant Valves/%PTV), dan Indeks Biologi Diatom

(Indice Biologique Diatomées/IBD) sesuai dengan Indeks Kualitas Air (IKA) yang

umum digunakan dalam menilai kondisi perairan sungai. Berdasarkan pendekatan indeks tersebut, kondisi perairan hulu Sungai Cileungsi berada pada kategori sedang hingga buruk. Pendekatan %PTV merupakan indeks yang paling efektif digunakan untuk menentukan kategori kondisi perairan sungai-sungai yang berada di daerah tropis (Indonesia).

Saran

Kondisi perairan bagian hulu Sungai Cileungsi dapat ditentukan dengan menggunakan indeks diatom. Berdasarkan kategori kualitas air menggunakan indeks diatom, maka tata guna lahan DAS dan kualitas perairan hulu Sungai Cileungsi perlu dipantau secara periodik dan dikelola agar kondisi perairan sungai menjadi baik dan tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

(39)

25 Ali NS, Mo K, Kim M. 2012. A case study on the relationship between conductivity and dissolved solids to evaluate the potential for reuse of reclaimed industrial wastewater. KSCE Journal of Civil Engineering 16(5): 708-713.

Atazadeh I, Sharifi M, Kelly MG. 2007. Evaluation of the Trophic Diatom Index for assessing water quality in River Gharasou, Western Iran. Hydrobiologia

589: 165–173.

Bellinger BJ, Cocquyt C dan O’Reilly CM. 2006. Benthic diatoms as indicators of

eutrophication in tropical streams. Hydrobiologia 573:75–87.

Belcher H, Erika S. 1978. A beginner’s Guide to Freahwater Algae. London (GB): Institute of Terrestrial Ecology.

Bere T, Tundisi JG. 2011. Diatom-based water quality assessment in streams influence by urban pollution: effects of natural and two selected artificial substrates, São carlos-sp, Brazil. Brazilian Journal Aquatic Science and

Technology 15(1): 54-63.

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Buletin Prakiraan Musim Hujan 2013-2014 Propinsi Jawa Barat. Jakarta (ID): BMKG

Davis CC. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan (US): Michigan State University Press.

Dutta A, Kumari S, Smita A, Dutta S. 2010. Toxicokinetics and bioaccumulation of copper and lead in Chironomus sp. (diptera: chironomidae) at different temperature under laboratory condition. The Bioscan 2: 313-321.

Friedrich G, Chapman D, Beim A. 1996. The Use of Biological Material-Water

Quality Assessments-A Guide to Use of Biota-Sediments and Water in

Environmental Monitoring. 2nd ed. Chapman D, editor. New York (US):

UNESCO/WHO/UNEP.

Gadzała-Kopciuch R, Berecka B, Bartoszewicz J, Buszewski B. 2004. Some

considerations about bioindicators in environmental monitoring. Polish

Journal of Environmental Studies 5(13): 453-462.

Greeshma N. 2011. Diatom for nano-manufacturing new principles for orientation and immobilization [diploma work]. Gothenburg (SE): Department of Materials and Manufacturing Technology, Chalmers University of Technology.

Hering D, Richard K, Kramm JS, Schmutz S, Szoszkiewicz K, Verdonschot PF. 2006. Assessment of European streams with diatoms, macrophytes,

macroinvertebrates and fish: a comparative metric-based analysis of organism

response to stress. Freshwater Biology 51: 1757–1785.

Hill B, Stevenson RJ, Pan Y, Herlihy AT, Kaufmann PR, Johnson CB. 2001. Comparison of correlations between environmental characteristics and stream diatom assemblages characterized at genus and species levels. Journal North

American Benthological Society 20(2): 299–310.

Hilty J, Merenlender A. 2000. Faunal indicator taxa selection for monitoring ecosystem health. Biological Conservation 92: 185-197.

Junshum P, Choonluchanon S, Traichaiyaporn S. 2008. Biological indices for classification of water quality around Mae Moh power plant, Thailand. Maejo

International Journal of Science and Technology 2(01): 24-36.

Kalyoncu H, Çiçek NL, Akköz C, Yorulmaz B. 2009. Comparative performance of diatom indices in aquatic pollution assessment. African Journal of

(40)

26

Kelly MG, Whitton BA. 1995. The Trophic Diatom Index: a new index for monitoring eutrophication in rivers. Journal of Applied Phycology 7: 433-444. Kelly MG. 1998. Use of the trophic diatom index to eutrophication in rivers monitor.

Water Research 32(1): 236-242.

Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (US): Harper Collins Publishers. Inc.

Kwandrans J, Eloranta P, Kawecka B, Wujtan K. 1998. Use of benthic diatom communities to evaluate water quality in rivers of Poland. Journal of Applied

Phycology 10: 193-201.

Lampert W, Sommer U. 2007. Limnoecology 2nd ed. The ecology of Lakes and

Streams. Oxford (US): Oxford University Press.

Lavoie I, Hamilton PB, Wang YK, Dillon PJ, Campeau S. 2009. A comparison of stream bioassessment in Québec (Canada) using six European and North American diatom-based indices. Nova Hedwigia Beiheft 135: 37–56.

Li L, Zheng B, Liu L. 2010. Biomonitoring and bioindicators used for river ecosystems: definitions, approaches and trends. Procedia Environmental

Sciences 2: 1510–1524.

Lobo EA, Callegaro VLM, Hermany G, Bes D, Wetzel CA, Oliveira MA. 2004. Use of epilithic diatoms as bioindicators from lotic systems in southern Brazil, with special emphasis on eutrophication. Acta Limnologica Brasiliensis

16(1): 25-40.

Lobo EA, Wetzel CE, Ector L, Katoh K, Blanco Sa´ul, Mayama S. 2010. Response of epilithic diatom communities to environmental gradients in subtropical temperate Brazilian rivers. Limnetica 29(2): 323-340.

Martínez-Crego B, Alcoverro T, Romero J. 2010. Biotic indices for assessing the status of coastal waters: a review of strengths and weaknesses. Journal of

Environmental Monitoring 12(5): 1-22.

Mizuno T. 1979. Illustrations of the Freshwater Plankton of Japan. Osaka (JP): Hoikusha Publishing Co Ltd.

Mochemadkar S, Gauns M, Pratihary A, Thorat B, Roy R, Pai IK, Naqvi SWA.

2013. Response of phytoplankton to nutrient enrichment with high growth rates in a tropical monsoonal estuary – Zuari estuary, India. Indian Journal of

Geo-Marine Sciences 42(3): 314-325.

Nogueira MG. 2000. Phytoplankton composition, dominance and abundance as indicators of environmental compartmentalization in Jurumirim Reservoir (Paranapanema River), São Paulo, Brazil. Hydrobiologia 431: 115–128. Ott WR. 1978. Environmental Indices Theory and Practice. Washington DC (US):

Ann Arbor Science Publisher Inc.

Pan Y, Herlihy A, Kaufmann P, Wigington J, Van Sickle J, Moser M. 2004. Linkages among land-use, water quality, physical habitat conditions and lotic diatom assemblages: a multi-spatial scale assessment. Hydrobiologia 515: 59–73

Potapova M, Charles DF. 2007. Diatom metrics for monitoring eutrophication in rivers of the United States. Ecological Indicators 7: 48–70.

Poulsen NC, Spector I, Spurck TP, Schultz TF, Wetherbee R.1999. Diatom Gliding is the Result of an Actin-Myosin Motility System. Cell Motility and the

Gambar

Gambar 1 Titik stasiun pengambilan sampel di Hulu Sungai Cileungsi, Bogor
Tabel 1 Nilai kepentingan parameter kualitas air (modifikasi Ott 1978)
Tabel 2 Karakter fisika kimia perairan bagian hulu Sungai Cileungsi (3 kali pengamatan: September, Oktober, November 2013)
Gambar 2 Persentase jenis diatom epilitik dominan di hulu Sungai Cileungsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya Kompetensi Dasar : 6.1 Mengidentifikasi wujud benda padat, cair,

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.. Field guide for fishery purposes: The marine fishery resources

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

Penerapan Alat penyediaan pengaduk elektrik adonan kue donat, kue roti, dan kue roti goreng kapasitas 2 - 5 kilogram yang digerakkan dengan listrik dan juga

Tujuan para investor melakukan investasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan baik untuk masa saat ini maupun masa yang akan datang dengan mempertimbangkan

Berdasarkan kajian di atas maka program spreadsheet excel sangat mendukung untuk dijadikan media pembelajaran berbasis komputer pada konsep pembelajaran persamaan

Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata nilai tes siswa setelah tindakan dengan melakukan perkalian aljabar dengan menggunakan tabel adalah pada siklus 1 yaitu 31 pada siklus 2

[r]