• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

“Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari,

Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang”

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh:

HEZRON SIAHAAN

080905015

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Hezron Siahaan

NIM : 080905015

Departemen : Antropologi Sosial

Judul : Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.

Medan, Januari 2014 Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

Drs. Agustrisno, Msp Dr. Fikarwin Zuska NIP. 196008231987021001 NIP.196212201989031005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

PERNYATAAN

Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014 Penulis

(4)

ABSTRAK

Hezron Siahaan, 2013, Judul : Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 83 halaman + 8 gambar + 5 daftar tabel + 12 daftar pustaka disertai 9 situs internet.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Untuk menjawab permasalahan diatas, penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi Kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan tingkah laku.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Etnografi yaitu mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara mempelajari masyarakatnya. Oleh sebab itu, dalam hal ini peneliti akan menjeleskan strategi atau usaha-usaha sambilan yang dilakukan masyarakat Desa Wonosari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Petani dalam hal ini adalah bercocok tanam padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu, mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi kelurga. Karena menurut konsep etic dan emic view apabila kita melihat masyarakat petani dari sudut pandang orang luar (masyarakat bukan petani), mereka menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu : untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil yang memuaskan.

Kata Kunci : Petani, strategi sosial ekonomi,

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi

dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Adapun judul skripsi ini adalah : Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan,

bimbingan, dukungan dan nasehat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta,

Alben Siahaan dan Hotmaida br Raja guk-guk yang selalu mengasihi dan

memberi doa, semangat serta materi selama saya berada dibangku perkuliahan.

Kepada Mak Tua Rosita br Pasaribu sekaligus ibu angkat saya yang memberi

dukungan serta nasehat. Kakak tercinta Septika Sanni Siahaan, adik-adik yang

saya kasihi Rolan Siahaan dan Dionisius Siahaan yang selalu memberikan

motivasi dan dukungan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih buat doa dan

semangat dari keluargaku tercinta.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada : Dr. Fikarwin Zuska sebagai Ketua Departemen Antropologi FISIP USU,

Drs. Agustrisno, MSP sebagai Sekretaris Departemen Antropologi FISIP USU

sekaligus menjadi dosen pembimbing penulis selama mengerjakan skripsi ini.

Banyak masukan yang diberikan untuk kelangsungan penulisan skripsi ini dan

(6)

memberkati bapak beserta keluarga. Terima kasih juga kepada seluruh

dosen-dosen Program Studi Antropologi yang telah mendidik dan mengajar penulis

selama perkuliahan. Kepada Kak Nur dan Kak Sofy sebagai staf Departemen

Antropologi yang senantiasa membantu saya dalam mengurus kelancaran

administrasi selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman stambuk

2008 yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi

ini : Nelson, Batara, Junius, Kalvin, Riko, Hardi, Lias, Donald, Deni, Harni, Putri

dan teman-teman lainnya. Saya sangat bangga bisa berteman dengan

kerabat-kerabat 2008 semua. Saya tidak akan pernah melupakan pengalaman yang pernah

kita lalui bersama, semoga persahabatan ini dapat abadi sampai selamanya.

Terima kasih terkhusus saya ucapkan kepada Tio Frida Nahampun yang

selama ini telah banyak memberikan semangat, kasih sayang, perhatian, bantuan

dan doa-doa didalam perkuliahan terlebih dalam penulisan skripsi ini. Semoga

tuhan memberkati kita dan begitu juga dalam perkuliahan cepat selesai.

Terima kasih juga kepada seluruh informan di Desa Wonosari yang telah

memberikan informasi-informasi yang saya butuhkan dalam penyelesaian skripsi

ini. Seperti Ibu Manurung yang telah bercerita banyak tentang kehidupan sebagai

petani. Saya ucapkan terima kasih kepada beberapa informan atas

masukan-masukan dan motivasi selama melakukan penelitian di lapangan.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua yang

telah banyak membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini, yang tidak dapat

(7)

akan keterbatsan saya, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu, koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna

penyempurnaan hasil penelitian ini sangat saya harapkan. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2014

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Hezron Siahaan, lahir pada tanggal 10

September 1990 di Belitung, Kep Riau. Beragama

Kristen protestan. Ayah bernama Alben Siahaan

dan Ibu Hotmaida br Raja guk-guk.

Riwayat pendidikan formal : SD HKBP

Penara, SMP Negeri 3 Tg Morawa, SMA TRI

SAKTI L. Pakam, Mahasiswa Antropologi Sosial,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara. Alamat Email

(9)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di

Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumetera Utara. Untuk memenuhi persyaratan tersebut saya telah

menyusun sebuah skripsi dengan judul “Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.

Bab I menjelaskan ketertarikan penulis yang melihat keadaan

perekonomian petani semakin berat, karena pemerintah juga menyatakan bahwa

hasil pertanian Indonesia saat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

penduduk Indonesia. Selain itu kebijakan Impor beras juga terkait secara langsung

dengan nasib petani Indonesia. Hal itu juga terjadi pada petani Desa Wonosari

Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang melakukan strategi atau

alternatif yang dapat membantu masalah perekonomian mereka, yaitu beternak

babi, berjualan dan tukang ojeg.

Bab II menjelaskan letak lokasi, akses menuju desa, sejarah dan sistem

pemerintahan Desa Wonosari. Selain itu menjelaskan keadaan penduduk,

topografi desa, sarana dan prasarana desa, sumber daya alam yang ada di Desa

Wonosariyang didapat dari data monografi Desa Wonosari.

Bab III menjelaskan rutinitas petani dalam mengolah tanah pertaniannya,

yang dimuai dari proses pembibitan, perawatan sampai memasuki masa panen

(penjualan dan penjemuran padi). Keadaan ekonomi petani saat memasuki masa

penen yang harus membayar hutang kepada pemilik modal yang dipakai untuk

(10)

Bab IV menjelaskan strategi atau usaha sambilan yang dilakukan petani,

yaitu mengikuti jula-jula, beternak (babi, biri-biri) dan tukang ojeg. Tujuannya

supaya dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya, salah satunya adalah

meyekolahkan anak-anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Petani juga harus

mampu memanajemen keuangan mereka, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman

bagi keuangan rumah tangga.

Bab V menjelaskan alasan-alasan petani tidak mampu bergerak kearah

yang lebih baik (farmer). Mahal pupuk dan obat-obatan, cuaca buruk yang dapat merusak bahkan menggagalkan panen petani. Pemerintah kurang memperhatikan

nasib petani.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi

pengetahuan bagi petani untuk dapat membuat bahkan melakukan strategi atau

usaha sambilan dan juga dapat menambah wawasan bagi petani di Indonesia. Saya

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan, kemauan, pengetahuan,

(11)

Saya sebagai penulis skripsi ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat,

mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang bersifat

membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Januari 2014

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 6

1.3. Rumusan Masalah ... 13

1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 14

1.5. Metode dan Pengalaman Penelitian ... 15

BAB II. GAMBARAN UMUM DESA 2.1.Lokasi Desa dan Akses Jalan Menuju Desa ... 20

2.1.1. Lokasi Desa ... 20

2.1.2. Akses Jalan Menuju Desa ... 20

2.2. Sejarah Desa ... 22

2.3. Sistem Pemerintah Desa ... 22

2.4. Pemilikan Tanah... 23

2.5. Keadaan Penduduk ... 23

2.6. Topografi Desa ... 25

2.7. Sarana Dan Prasarana Desa ... 26

2.7.1. Sarana Pertanian ... 28

2.8. Kelembagaan Desa ... 30

2.8.1. Lembaga Formal dan Non Formal ... 30

2.9. SumberDaya Alam (SDA) ... 31

BAB III. RUTINITAS PETANI 3.1. Kehidupan petani di Desa Wonosari ... 33

3.2. Sistem Pertanian ... 34

(13)

3.2.3 Pemilihan bibit padi ... 36

3.2.4 Proses Pembibitan ... 37

3.3. Proses Penanaman Bibit Padi ... 38

3.4. Perawatan atau Pemeliharaan ... 40

3.5. Masa Panen ... 43

3.6. Hasil Produksi ... 47

3.7. Pengeluaran Rumah Tangga ... 48

3.7.1. Kebutuhan Rumah Tangga ... 48

3.7.2. Biaya Produksi Pertanian ... 50

3.7.3. Biaya Pendidikan Anak ... 52

3.7.4. Biaya Adat ... 54

3.8. Kesulitan Ekonomi Yang dihadapi Petani ... 55

3.8.1. Harga Padi Yang Tidak Stabil ... 55

3.8.2. Keadaan Cuaca Susah Ditebak ... 57

3.8.3. Peminjaman Pinjaman dan Bunga Kepada Pemilik Modal ... 58

3.8.4. Sistem Gadai ... 59

BAB IV. STRATEGI ATAU USAHA SAMBILAN YANG DILAKUKAN PETANI 4.1. Usaha Yang Dilakukan Masyarakat Petani ... 60

4.1.1. Berjualan Kedai Sampah ... 61

4.1.2. Beternak Biri-Biri ... 64

4.1.3. Beternak Babi ... 66

4.1.4. Menjual Es Cendol ... 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran ... 79

(14)

ABSTRAK

Hezron Siahaan, 2013, Judul : Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 83 halaman + 8 gambar + 5 daftar tabel + 12 daftar pustaka disertai 9 situs internet.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Untuk menjawab permasalahan diatas, penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi Kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan tingkah laku.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Etnografi yaitu mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara mempelajari masyarakatnya. Oleh sebab itu, dalam hal ini peneliti akan menjeleskan strategi atau usaha-usaha sambilan yang dilakukan masyarakat Desa Wonosari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Petani dalam hal ini adalah bercocok tanam padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu, mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi kelurga. Karena menurut konsep etic dan emic view apabila kita melihat masyarakat petani dari sudut pandang orang luar (masyarakat bukan petani), mereka menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu : untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil yang memuaskan.

Kata Kunci : Petani, strategi sosial ekonomi,

(15)

B A B I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup

besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional.

Penduduk di Indonesia sebagian besar juga menggantungkan hidupnya dari sektor

pertanian. Sektor pertanian terdiri dari pertanian, peternakan, perikanan dan

kehutanan memiliki potensi yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di

Indonesia. Sektor pertanian juga berperan besar dalam penyediaan pangan untuk

mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka memenuhi hak atas pangan, seperti

contohnya ialah pertanian sawah.

Oleh sebab itu pemerintah pada saat ini mulai gencar melalalui

program-program yang telah dirancang untuk mengusahakan agar kondisi pangan selalu

tersedia setiap saat dan terjangkau harganya oleh masyarakat. Peraturan

pemerintah No 68 Tahun 2002 misalnya menunjukkan keseriusan pemerintah

dalam menangani masalah ketahanan pangan1

1

Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan

. Berbicara masalah petani saat

sekarang ini menarik untuk diperhatikan. Dimana pemerintah sedang menggiatkan

program ketahanan pangan, tetapi kehidupan petani masih kurang diperhatikan.

Salah satunya bisa dilihat dari harga pupuk, banyaknya jenis pupuk yang

dibutuhkan petani tentunya mendorong kualitas dari hasil pertanian mereka.

(16)

yaitu pupuk Urea. Selain itu dengan pola produksi tahunan yang mengikuti

musim, harga gabah/beras berfluktuasi. Pada saat panen raya, produksi melimpah

melebihi kebutuhan konsumsi, sehingga harga cenderung turun sampai tingkat

yang kurang menguntungkan petani. Sebaliknya pada saat paceklik, volume

produksi lebih rendah dari kebutuhan, sehingga harga cenderung meningkat yang

dapat memberatkan konsumen. Dengan kata lain fluktuasi harga gabah yang tidak

menentu untuk setiap musim panen terasa semakin memberatkan kehidupan

perekonomian petani.

Kehidupan perekonomian petani Indonesia semakin berat karena

pemerintah juga menyatakan bahwa hasil pertanian Indonesia saat ini tidak cukup

memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia. Kebijakan yang dibuat pemerintah

untuk mengatasi kekurangan komoditas pertanian salah satunya padi adalah

dengan melakukan impor beras dari luar negeri, hal ini bahkan diperkuat dengan

pembuatan Peraturan Menteri Perdagangan2 yang mengatur ketentuan impor

beras. Penetapan impor beras oleh pemerintah membuat beras dari luar negeri

banyak masuk ke Indonesia seperti contoh pada tahun 2011, impor beras dari

Thailand maupun dari Vietnam3.

Kebijakan impor beras juga terkait secara langsung dengan nasib petani

Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999, kita telah

2

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008

3

Salsabila, Almira,”Kebijakan Impor Beras di Indonesia,”

(17)

mengimpor beras sebanyak 1.8 juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun

1996; 0.3 juta ton pada tahun 1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada

tahun 19994. Tetapi perhatian pemerintah terbatas hanya pada segi surplus

perdagangan komoditas pertanian saja sementara dari segi kesejahteraan petani,

hal ini masih masih sangat jauh diperhatikan. Produktivitas petani padi Indonesia

terus meninggi sementara kesejahteraan petani Indonesia terus menurun,

pemerintah hanya serius mengatasi kebutuhan penduduk akan beras saja.

Kebijakan impor beras semakin menurunkan harga padi dari tangan petani. harga

jual gabah dari tangan petani sebelum adanya kebijakan sangat murah, ditambah

lagi dengan adanya kebijakan impor beras yang membuat semakin murah,

sementara kebutuhan yang harus dipenuhi kelurga petani juga semakin tinggi.

Dampaknya adalah kesejateraan petani yang semakin menurun.

Dilema petani bukan hanya pada kebijakan pemerintah yaitu pada masalah

impor beras, tetapi petani juga mengalami kesulitan seperti relatif sempitnya tanah

atau lahan yang mereka miliki, dan juga permasalahan pembagian hasil produksi

seperti: sewa tanah, upacara dan pendidikan. Oleh karena itu. surplus yang mereka

peroleh habis untuk menutupi berbagai macam kebutuhan. Bahkan, sering kali

tidak cukup. Dalam kaitan ini, R Wolf (1983) mengatakan bahwa lebih dari

separuh dari seluruh yang diperoleh petani disisihkan untuk keperluan produksi.

4

Angga Pratama Hardiansya Putra,”pemberdayaan petanidalam rangka pemantapan ketahan pangan nasional.”

(18)

Seperti kita ketahui bahwa bertani, dalam hal ini adalah bercocok tanam

padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada

masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali

pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu,

mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat

menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan

mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.

Masyarakat petani dipandang sebagai kelompok orang yang menetap di

pedesaan dan hidup dari mengolah tanah untuk tujuan mencukupi kebutuhan

subsisten. Dalam perkembangannya, masyarakat petani dapat dibedakan kedalam

tiga tingkatan, yaitu : pencocok tanam primitif, petani atau peasant, dan

pengusaha pertanian atau farmer (Wolf, 1985). Penelitian yang saya lakukan ini

bisa dikatakan lebih fokus pada petani peasant karena mereka cenderung hidup

dalam mengandalkan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan pangan, sandang, dan

papan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut petani menyimpan setengah dari

hasil panennya di rumah, yang nantinya padi tersebut dapat dijual dan digunakan

untuk keperluan sehari-hari.

Tulisan ini mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan

(19)

Karena menurut konsep etic dan emic view5 apabila kita melihat masyarakat petani dari sudut pandang orang luar (masyarakat bukan petani), mereka

menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu :

untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil

yang memuaskan. Mereka juga menganggap bahwa pekerjaan petani dapat

dikerjakan oleh setiap orang. Itu salah besar, tugas seorang petani sangat sulit.

Pekerjaan mereka bukan hanya untuk memilih bibit padi, merawat serta

menghasilkan panen yang memuaskan. Tetapi juga bagaimana membagi-bagi

hasil panen tersebut untuk kebutuhan rumah tangga dan juga kebutuhan tuntutan

yaitu uang sekolah anak-anaknya, biaya yang dikeluarkan apabila mengikuti suatu

upacara atau kegiatan adat-istiadat suku batak.

Penelitian ini mengkaji bagaimana masyarakat petani di Desa Wonosari,

Kecamatan Tg Morawa,Kabupaten Deli Serdang dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya, karena apabila hanya mengandalkan hasil dari sektor pertanian saja itu

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga mereka

melakukan strategi atau alternatif yang dapat membantu masalah perekonomian

mereka, yaitu beternak babi, ayam, kambing dan domba. Ada juga sebagian kecil

dari masyarakat petani menanami tanaman holtikultura yaitu semangka, kacang

kedelai di sawah setelah pasca panen dan hasil dari penjualan dari tanaman

tersebut dapat dipakai untuk modal menanam padi. Dalam penelitian ini petani

5

(20)

dibatasi pada petani pemilik atau penguasa lahan dan buruh tani, dan dengan

kegiatan usaha tani yang masih bersifat subsisten untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

Ketertarikan saya meneliti masyarakat petani di Desa Wonosari di latar

belakangi oleh beberapa kenyataan yang saya dapatkan dari desa tetangga yang

sangat erat kaitannya dengan masyarakat dalam menghadapi persoalan-persoalan

ekonomi keluarga. Yaitu sekitar dua tahun yang lalu seorang petani di Desa Aras

kabu bunuh diri di tengah-tengah areal persawahan miliknya. Singkat cerita pada

saat itu kondisi sawahnya yang ditanami padi sedang memasuki masa panen,

tetapi akibat cuaca yang buruk mengakibatkan padi yang sedianya siap dipanen

itu rubuh. Setelah ditelusuri kematian petani tersebut karena dia merasa frustasi

melihat kondisi persawahan miliknya yang rubuh sehingga petani itu menyemprot

areal persawahannya tersebut dengan racun rumput (Herbisida) dan sisa racun

rumputnya itu diminum oleh petani tersebut.

1.2 Tinjauan Pustaka

Secara umum petani dapat diartikan sebagai pencocok tanaman pedesaan

yang mencari nafkah dengan mengolah tanahnya untuk memenuhi kebutuhannya,

apabila dilihat dari sisi antropologis Masyarakat petani dipandang sebagai

kelompok orang yang menetap di pedesaan dan hidup dari mengolah tanah untuk

(21)

petani dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu : pencocok tanam primitif,

petani atau peasant, dan pengusaha pertanian atau farmer (Wolf, 1985).

Masalah pertanian dan kemiskinan masyarakat petani tidak bisa hanya

diselesaikan dengan masalah kebijakan pemerintah saja.Teori ilmiah saja tidak

bisa menjadi jawaban dan penyelesaian bagi masalah ini. Sukses reformasi

pertanian seperti di Jepang, Taiwan, juga Korea Selatan tidak bisa relevan menjadi

tolak ukur situasi di Indonesia.Apa yang sukses bagi orang Jawa, belum tentu

diterima orang Batak. Baik bagi orang Bali juga belum tentu bagi orang Jawa

(Rahardi, 1994: 102). Upaya analisa yang lebih penting harus menyentuh

langsung pada kehidupan petani secara lokal sehingga bisa terstruktur upaya yang

harus dilakukan secara maksimal.

Pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap para petani di pedesaan

sudah semestinya diperhatikan pada masa pembangunan saat ini. Kenyataannya

kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah6

6

Petani Sumsel keluhkan minimnya perhatian pemerintah, yudi Abdullah

.

Pemerintah hanya terfokus pada masalah-masalah ekspor-impor beras saja,

mereka tidak memikirkan nasib petani yang semakin melarat. Bukan hanya

ketidak-pedulian pemerintah yang dirasakan oleh petani tetapi juga tekanan

mental yaitu mahalnya cbat-cbatan, pupuk dan juga murahnya harga gabah pada

saat masa panen. keadaan ini tidak membuat petani melepaskan profesinya

(22)

sebagai petani, tetapi mereka membuat strategi atau alternatif untuk dapat

memenuhi kebutuhannya.

Karakter utama masyarakat petani di Indonesia hampir selalu dihubungkan

dengan kemiskinan atau setidaknya ekonomi yang kurang berkecukupan.

Penghasilan yang bisa diperolehhanya dari lahan pertanian/sawah tidak bisa

diandalkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi saja. Berbagai studi banyak

menggambarkan bahwa masyarakat petani berkutat pada berbagai usaha lain

sebagai tambahan ekonomi selain lahan sawah saja. Studi yang pernah dilakukan

Masri Singarimbun dan Penny pada masyarakat petani di desa Sriharjo,

Yogyakarta menyatakan petani Jawa melakukan upaya lain, terutama dengan

memanfaatkan pekarangan dengan menanam kelapa. Pohon kelapa bisa digunakan

untuk bermacam keperluan, untuk minyak, air sadapannya menjadi tuak atau gula,

daunnya untuk atap atau kayu bakar, kayunya bisa sebagai bahan bangunan, dan

seperti di Sriharjo, akarnya digali dan menjadi kayu bakar ( Singarimbun dan

Penny, 1976:82). Manfaat lain yang diusahakan juga berkembang dengan

memanfaatkan ragam tanaman ekonomis, seperti analisa yang dilakukan

Singarimbun dan Penny, ada sekitar 64 macam tanaman ekonomis yang ditanam

di pekarangan. Usaha pekarangan juga ditambah dengan berbagai rupa hewan

peliharaan seperti, kerbau, itik, ikan, ayam, dsb. Pekarangan telah digunakan

petani untuk mengisi kekurangan yang mereka peroleh dari sawah, pekarangan

dipergunakan sebagai sumber tambahan bagi makanan dan sewaktu-waktu sumber

uang tunai : dan hanya sedikit waktu atau usaha yang dicurahkan untuk mengurus

(23)

Pekarangan menyumbang sekitar 30-40 persen dibanding pendapatan dari

kelapa (Singarimbundan Penny, 1976: 73, 84). Dalam hal ini usaha tani (sawah)

saja yang banyak mendapat perhatian dari ahli-ahli, sehingga terdapat peningkatan

pada produksi padi. Hal ini tetap tidak mencukupi kebutuhan ekonomi petani

sehingga tetap mereka memanfaatkan usaha lain sebagai tambahan ekonomi.

Dalam buku Amir Marzali “strategi peisan Cikalong dalam menghadapi kemiskinan” yaitu

1. Cara tradisional yaitu ekstensifikasi atau pembukaan areal persawahan baru

2. Cara modern yaitu intensifikasi atau memperbanyak masa panen dalam setahun

dan penggunaan faktor input baru, seperti bibit unggul, pupuk kimia, dan obat

pestisida.

Dengan mengkombinasikan kedua strategi ini petani dapat meningkatkan

produktifitas hasil panennya tanpa bergantung dengan kebijakan-kebijakan

pemerintah yang hanya dapat mempersulit petani.

Berbeda halnya dengan Penny dan Ginting dalam bukunya “pekarangan

petani dan kemiskinan”, petani memanfaatkan pekarangan mereka dengan dengan

menanaminya kelapa, pisang, melinjo, bambu dan juga usaha peternakan yaitu

ayam, itik, kambing dan lembu. Dengan menanam kelapa, petani di Desa

Mili-Sriharjo sangat terbantu dari segi ekonomi , yaitu buahnya yang dapat dijual.

Selain itu petani juga menyadap gula kelapa dan mengambil janurnya sebagai

(24)

menanami pekarangan dan beternak jauh lebih besar daripada bertani padi di

sawah.

Tulisan Geertz yang berjudul involusi pertanian yaitu melukiskan pola

kebudayaan yang sesudah mencapai bentuk yang pasti dan tidak berhasil

menstabilisasinya atau mengubahnya menjadi suatu pola baru, tetapi terus

berkembang ke dalam sehingga menjadi semakin rumit. Artinya bahwa

masyarakat petani hanya bertahan pada usaha pembagian lahan yang wariskan

kepada anak-anaknya. Contohnya apabila seorang petani mempunyai dua petak

lahan, kemudian lahan tersebut di bagikan kepada anak-anaknya yang berjumblah

empat orang. Lahan yang sudah di bagikan tersebut dibagikan lagi kepada

generasi selanjutnya, sampai lahan habis diwariskan. Sangatlah berbeda strategi

yang dilakukan petani dalam tulisan Amir Marzali, Dr. D H Penny dan Ir.

Meneth Ginting, dalam hasil riset mereka bahwa petani membuat strategi atau

alternatif untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan melakukan

ekstensifikasi, intensifikasi dan juga menanam pohon kelapa, memelihara ternak

di pekarangan rumah. Berbeda halnya dengan tulisan Cliffort Geertz, para petani

terus bertahan dalam roda pembagian tanah, sehingga menyebabkan pewarisan

kemiskinan di kalangan petani.

Scott dalam bukunya menyebutkan banyak hal yang terjadi dalam

kehidupan petani yang mungkin dapat dikatakan sangat ganjil. Untuk memenuhi

(25)

kebutuhan hidupnya saja, tanpa bisa memikirkan memperoleh keuntungan yang

mungkin diperoleh melalui usaha pertanian yang dilakukannya, sehingga petani

berusaha memaksimalkan faktor produksi satu-satunya yang dimilikinya yaitu

tenaga kerja. Para petani berusaha menggunakan tenaga kerja yang dimilikinya

untuk bisa memenuhi kebutuhan subsistensi. Terkadang melalui hasil pertanian

saja tidak cukup, sehingga harus mencari alternatif pekerjaan lain yang hanya

cukup menambah sedikit saja untuk kebutuhan hidup, misalnya dengan berjualan.

Seringkali keputusan yang diambil petani juga tidak masuk akal bagi beberapa

orang, seperti membayar harga yang tinggi untuk sekedar menyewa tanah. Yang

dipikirkan para petani adalah bagaimana mampu memenuhi kebutuhan hidup dari

bertani.

Para petani dalam kehidupannya dengan apa yang dimilikinya, terkadang

berada pada tingkat krisis subsistensi (zona bahaya). Lebih tepatnya kehidupan

petani senantiasa berada dekat dengan garis batas subsistensi. Dengan melihat

kehidupan petani yang sangat dekat garis batas subsistensi, petani akan lebih

mengutamakan keselamatan panen untuk kebutuhan. Petani akan berusaha

meminimalkan kemungkinan bencana daripada memaksimalkan hasil bersih

rata-rata yang lebih tinggi dari hasil panennya. Dengan hal ini, petani akan lebih

cenderung memikirkan panen harus berhasil , tanpa memikirkan keuntungan

maupun kerugian yang diperoleh selama merawat tanaman padinya tersebut.

Berbeda halnya dalam buku masyarakat petani, mata pencaharian sambilan

(26)

dalam memenuhi kebutuhan. Petani di Desa Gapura Muka, Kelurahan Cakung

Timur, Bekasi. Para petani menyadari bahwa hasil dari pertanian saja tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhannya, maka mereka banyak yang mencari tambahan

dengan melakukan pekerjaan sambilan, seperti : tukang ojeg, berdagang kecil-kecil, baik keliling maupun menetap, sehingga dapat menambah penghasilan

mereka.

Berbagai strategi yang sudah dijelaskan di atas, menggambarkan bahwa

petani selau mengadopsi strategi agar dapat bertahan hidup. yaitu Amir Marzali

dalam bukunya strategi petani cikalong dalam menghadapi kemiskinan, dimana

petani melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi untuk menambah produktifitas

padinya, selain itu Dr. D H Penny dan Ir. Meneth Ginting dalam bukunya

pekarangan petani dan kemiskinan, untuk menambah penghasilan di luar sektor

pertanian, petani melakukan strategi yaitu dengan menanam pohon kelapa di

pekarangan rumahnya, yang nanti buah, gula kelapa dan janurnya dapat diambil

untuk dijual. Selain itu petani juga beternak ayam, itik, kambing dan lembu.

Sedangkan hasil penelitian Dra. Sunarti dkk yang berjudul Masyarakat Petani,

Mata pencaharian dan Kesempatan Kerja, petani lebih cenderung melakukan

pekerjaan-pekerjaan sambilan yang tersedia, seperti tukang ojeg, berdagang

kecil-kecilan, baik keliling maupun menetap.

Hal ini juga yang saya lihat sebagai strategi lokal masyarakat petani desa

(27)

bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan subsistensi tetapi juga berusaha untuk

mendapatkan hasil yang maksimal, walaupun hasil yang didapat sudah

memuaskan.

1.3 Rumusan Masalah

Penelitian ini melihat kehidupan masyarakat petani dalam menghadapi

persoalan-persoalan ekonomi keluarga. Penelitian ini lebih difokuskan kepada

petani peisan karena mereka cenderung hidup dalam mengandalkan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Selain kebutuhan

tersebut, juga kebutuhan di sektor non-pertanian. Contohnya untuk biaya anak

sekolah, biaya untuk keperluan adat-istiadat. Apabila hanya mengandalkan

pendapatan dari hasil pertanian saja tidak cukup, sehingga petani membuat

strategi dan alternatif untuk dapat bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan.

Sehubungan dengan pernyataan peisan diatas, maka muncul pokok permasalahan dalam penelitian ini yang akan membentuk pertanyaan-pertanyaan

seperti :

1. Strategi-strategi atau usaha apa saja yang dilakukan petani dalam

menjawab persoalan ekonomi keluarga.

2. Apa penyebab petani bertahan dalam kategori masyarakat, tidak mampu

(28)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah atau

strategi apa saja yang dilakukan petani untuk bertahan hidup dan memenuhi

kebutuhannya. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat

secara praktis ataupun akademis. Manfaat secara praktis untuk menggambarkan

bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani, khususnya Desa

Wonosari. Hal ini bisa menjadi bahan perhatian untuk pemerintah agar lebih

memahami kehidupan petani di Indonesia. Sedangkan manfaat akademisnya

adalah untuk memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat. Selain itu dapat

(29)

1.5 Metode Penelitian Proses penentuan topik

Berawal dari diskusi saya dengan bapak Agustrisno, Msp selaku dosen PA

(Penasihat Akademik) saya. Beliau menanyakan apa mata pencaharian masyarakat

di desa tempat tinggal saya. Bertani padi adalah jawabannya. Panjang lebar kami

bercerita, berdasarkan rekomendasi dari bapak Agustrisno, Msp dapatlah sebuah

judul proposal saya yaitu “Strategi Sosial Ekonomi, Masyarakat Petani di Desa

Wonosari, Kec Tg Morawa, Kab Deli Serdang.

Topik pembahasan pertanian biasanya dibimbing oleh ibu Sri Alem,

berhubung mahasisiwa/i bimbingan ibu Alem sudah banyak. Sayapun

menawarkan kembali kepada bapak Agustrisno, Msp dan diterima oleh beliau.

Setelah mendapat persetujuan, sayapun langsung melakukan observasi ke Desa

Wonosari yang menjadi tempat penelitian, yang juga sekaligus merupakan tempat

saya dibesarkan.

Kegiatan Lapangan Pengembangan Rapport

Dalam pengerjaan penelitian ini, pendekatan terhadap petani di Desa

Wonosari bagi saya tidak terlalu sulit. Sebelum dan sewaktu melakukan penelitian

skripsi, saya telah melakukan hubungan yang baik dengan para masyarakat yang

nantinya menjadi beberapa informan saya. Nilai baik untuk saya, saya sempat

menjadi ketua natal muda-mudi beberapa tahun yang lalu. Sehingga sedikit

banyaknya masyarat sudah mengenal saya.

Akan tetapi, permasalahan timbul ketika saya melakukan wawancara.

(30)

bahwa saya juga adalah anak petani. Namun setelah menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian yang saya lakukan, mereka mengerti dan langsung terbuka untuk

bercerita pada topik penelitian yang saya bawakan.

Dalam melakukan penelitian, kadang kala saya ikut nongkrong7 di kedai kopi pada sore hari dan lapo tuak 8

Beberapa hari berikutnya saya datang ke lapo tuak yang berharap bertemu

dengan bapak yang sebelumnya saya tentukan menjadi calon informan. Ternyata

bapak tersebut sedang asik bercerita dengan teman-temannya sambil meneguk

tuaknya. Kamipun bercerita panjang lebar sampai waktu menunjukkan 23:05.

Akhir dari pembicaraan kami, bapak tersebut memberitahukan kepada saya

siapa-siapa saja petani yang mempunyai pekerjaan sampingan selain bertani, karena itu

topik utama penelitian saya.

dimalam hari. Pada dasarnya, tempat ini bukan

hanya sekedar minum kopi, teh ataupun tuak, akan tetapi bisa menjadi tempat

bercerita tentang semua aspek, yaitu masalah politik, keluarga, ekonomi, kondisi

pertanian. Dengan hanya mendengarkan pembicaraan sesama petani yang

membahas tentang pertanian, saya sudah dapat menentukan bahwa dari beberapa

mereka cocok untuk dijadikan informan.

Ibu M Manurung adalah informan saya. Ibu ini juga menjadi salah satu

informan kunci saya, seluruh kriteria permasalahan skripsi saya ada padanya, dan

saya berharap besar mampu dijawab. Berketepatan ibu dari teman dekat saya di

kampung. Jarak rumah kami hanya 200 m. Saya sering berkunjung kerumahnya

sekedar bercerita apabila dia pulang dari Medan. Berdasarkan hal tersebut,

7

(31)

melakukan wawancara tidak begitu sulit dan saya mendapat respons yang baik.

Ibunya sangat terbuka untuk bercerita dan menjawab semua pertanyaan yang saya

ajukan. Hal tersebut dilakukan ibu M Manurung dengan baik berharap nantinya

apa yang dia lakukan terhadap saya, didapat oleh anaknya kembali didunia

perkuliahan

Selain itu, orang tua saya adalah salah satu informan saya. Kadang kala

waktu senggang kami bercerita sambil bercanda gurau, sekaligus cerita mereka

menjadi bahan tambahan tulisan skripsi saya. Mereka bercerita panjang lebar,

dimulai dari keluh kesah mereka sebagai petani yaitu mahalnya pupuk dan

obat-obatan, murahnya harga padi, cuaca yang tidak mendukung dan juga susahnya

petani dalam membagi-bagikan hasil panen, baik itu untuk kebutuhan rumah

tangga (biaya sekolah anak), konsumsi dan lain sebagainya.

Kurang baik untuk saya, karena saya tidak begitu lancar berbahasa batak

toba. Menurut pendapat para ahli Antropologi, menguasai bahasa masyarakat

lokal menjadi salah satu kunci utama dalam pembuatan etnografi. Dalam

melakukan wawancara, saya memakai bahasa indonesia, walaupun ada beberapa

informan saya menjawab dengan bahasa batak.

Penulisan (mengklasifikasikan data lapangan ke dalam tulisan)

Banyak kritikan yang saya dengar dari teman-teman kampus. Bahwa

apabila seorang mahasiswa/i sedang melakukan penelitian skripsi di tempat

kelahirannya atau dibesarkan kurang efektif. Mereka mengatakan data yang

(32)

didapatkan melalui jawaban orang-orang terdekat atau juga atas dasar

pengetahuan penulis. Saya tidak mengikuti cara yang demikian. Menurut saya,

data dilapangan akan lebih dalam lagi daripada data yang saya ketahui dari

orang-orang terdekat. Berangkat dari hal itu, saya terus mencari data di lapangan untuk

menambah bahan skripsi saya.

Dalam pengumpulan data saya tidak begitu sulit, akan tetapi yang menjadi

masalah adalah dalam hal menuangkan data tersebut ke dalam tulisan. Terlihat

beberapa kali saya harus mengulang setelah berdiskusi dengan dosen pembimbing

skripsi saya yaitu bapak Agustrisno, Msp.

Tidak hanya dengan bapak Agustrino, Msp, teman-taman saya Nelson ‘08,

BES ‘08, Junius ’08 dan Kalvin ’08 kerap kali kami berdiskusi bersama untuk

membahas skripsi masing-masing. Sehingga dalam diskusi tersebut muncul

ide-ide baru yang nantinya menjadi bahan tambahan penulisan skripsi.

Sekitar 4 bulan saya jarang melakukan bimbingan skripsi, di sebabkan

saya sudah mulai jenuh. Beruntung bagi saya mendapat semangat kembali ketika

menghadiri wisuda kawan stambuk saya, saya melihat kegembiraan yang begitu

dalam dan kegembiraan orang yang mengantarkan anaknya menjadi sarjana, ini

menjadi motivasi saya kembali untuk tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi

ini.

Saya mendapat tekanan yang sangat besar dari orang tua saya, karena satu

stambuk saya sudah banyak yang selesai dalam perkuliahannya. Mereka merasa

(33)

skripsi ini. Semoga nilai skripsi ini baik dan nantinya dapat berguna bagi study

(34)

GAMBARAN UMUM DESA

2.1 Lokasi Desa dan Akses Jalan Menuju Desa Wonosari 2.1.1 Lokasi Desa Wonosari

Desa Wonosari berada di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli

Serdang Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Desa Wonosari 716 Ha. Terbagi

atas luas areal darat sebesar 116 Ha dan luas areal persawahan sebesar 600 Ha.

Desa Wonosari merupakan desa terluas yang ada di Kecamatan Tanjung morawa.

Jarak desa dengan kota kecamatan berjarak 8 Km, sedangkan jarak desa

dengan ibukota kabupaten 7 Km. Desa ini terletak dipinggir jalan Medan-Lubuk

Pakam, tepatnya di Pasar 7 Kecamatan tanjung Morawa. Batas wilayah Desa

Wonosari yaitu pada sisi Utara berbatasan dengan Desa Penara Kebun. Sebelah

Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Baru. Sebelah Timur berbatasan dengan

Desa Pardamean. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dalu 10 A dan Desa

Dalu 10 B.

2.1.2 Akses Jalan Menuju Desa Wonosari

Sarana angkutan umum dari kota Medan menuju Desa Wonosari dapat

ditempuh dengan menggunakan jasa angkutan umum seperti KPUM A97, KPUM

N03. Angkutan ini berkapasitas 14-16 orang penumpang. Trayek KPUM A97

dimulai dari Pancur Batu-Terminal Amplas-Lubuk pakam sedangkan KPUM

(35)

dari kota Medan-Lubuk Pakam menempuh waktu sekitar 60 menit yaitu

perjalanan dari pusat kota Medan menuju Terminal Amplas sekitar 30 menit dan

menyambung kembali dari Terminal Amplas menuju Lubuk Pakam yang

menempuh waktu 20-30 menit. Desa Wonosari dapat dikatakan berada pada

pertengahan antara Kota Lubuk Pakam dengan Kota Tanjung Morawa apabila

dilihat dari jarak kedua kota tersebut.

Kondisi jalan dari Terminal Amplas menuju Lubuk Pakam cukup baik

karena merupakan jalan lintas dan akses darat menuju kota-kota besar. Banyak

berdiri pabrik-pabrik disepanjang jalan yaitu pabrik Indomie. PT Kedaung Grup

dan kawasan Medan Star yang di dalamnya banyak berdiri perusahaan yaitu PT

Smart Glove, PT Sempurna tbk, Pohon Pinang dan masih banyak yang belum

saya ketahui.

Simpang pasar 7 adalah gerbang atau pintu utama untuk memesuki Desa

Wonosari. Tepatnya berada dipinggiran jalan menuju Kota lubuk Pakam.

Simpang ini adalah akses terdekat menuju desa Wonosari. Dari Simpang Pasar 7

menuju Desa Wonosari dapat menaiki jasa tukang ojeg dengan ongkos Rp 3.000 sampai Rp 5.000 tergantung jarak yang ditempuh. Kondisi jalan Desa Wonosari

sudah tergolong baik. Pada pertengahan tahun 2010 jalan sudah dilapisi aspal

(36)

2.2 Sejarah Desa Wonosari

Desa Wonosari pada masa dahulu merupakan hutan belantara, kemudian

Pemerintah Belanda membuka areal ini menjadi areal perkebunan. Dengan

dibukanya daerah ini, maka banyak rakyat yang datang ke daerah ini untuk

bekerja membuka lahan sekaligus menetap dan juga membuka lahan untuk

mereka sendiri untuk ditanami dengan tanaman pangan. Adapun nama Wonosari

berasal dari kata Wono yang berarti hutan dan Sari artinya rasa. Maka Wonosari

mengandung arti hutan atau bekas hutan.

2.3 Sistem Pemerintahan Desa

Minimnya data di kantor kepala desa baik dikalangan masyarakat tentang

awal berdirinya sistem pemerintahan desa Wonosari mengakibat kurangnya

informasi yang dapat saya tulis. Saya akan memaparkan sistem pemerintahan desa

pada saat ini. Adapun susunan pemerintahan Desa Wonosari pada tahun 2012

adalah sebagai berikut :

Kepala Desa : Suparman

Sekretaris : Wagiman

Bendahara : Wahidin Sitorus

Bagian kepengurusan :

Urusan pemerintahan : Fambudi SP

Urusan pembangunan : Yuwono Kesatria Hadi

Urusan umum : Kaliyem

Desa Wonosari terbagi kedalam 16 dusun yang setiap dusunnya dipegang

(37)

informasi kepada masyarakat mengenai informasi dan kebijakan yang didiapat

dari kantor kepala desa serta pembuatan KTP, KK (Kartu Keluarga) dan

surat-surat lainnya yang berhubungan dengan masyarakat setempat.

2.4 Pemilikan Tanah

Pada umumnya desa Wonosari dihuni oleh suku Batak dan Jawa. Pada

masyarakat suku batak toba adalah berdasarkan adat yaitu sistem pewarisan

kepada anak-anak laki. Anak perempuan tidak mendapatkan warisan karena

nantinya apabila sudah menikah dia dianggap sudah dibeli dan menjadi keluarga

pihak suaminya. Kepemilikan tanah menjadi hak milik perorangan dan dapat

diperjualbelikan atau diwariskan kepada generasi selanjutnya.

2.5 Keadaan Penduduk

Penduduk di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa, pada umumnya

suku Batak Toba dan Jawa. Serta beragama Islam dan Kristen Protestan. Mereka

selalu hidup rukun dan saling menghormati antar suku dan agama yang disatukan

dalam tali persaudaraan dan kekeluargaan sehingga tidak ada perselisihan antar

kelompok atau etnis. Jumblah penduduk di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung

Morawa ini terdiri dari 9.950 jiwa (2.400 KK) dengan jumlah penduduk pria

sebanyak 5.070 dan wanita sebanyak 4.880 jiwa.

Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Desa Wonosari

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (jiwa)

1 0-15 3.943

(38)

3 >56 1.286

Jumlah 9.950

Sumber : Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010

Mata pencaharian utama masyarakat Desa Wonosari adalah petani.

Dimana 1.311 jiwa warga desa merupakan petani. Sisanya bekerja sebagai

Pegawai Swasta 876 jiwa, Pedagang 605 jiwa, PNS 517 jiwa, Pensiunan 219 jiwa,

dan pekerjaan lainnya 377 jiwa. Tidak sedikit masyarakat yang mata pencaharian

pokoknya non petani, namun mereka pada umumnya memiliki lahan pertanian

yang dikerjakan sepulang dari bekerja misalnya sebagai PNS. Jadi meskipun

mereka memiliki pekerjaan pokok sebagai PNS mereka juga disebut petani.

Sebagai mata pencaharian tambahan masyarakat Desa Wonosari biasanya

memelihara hewan ternak seperti babi, kambing, bebek, ayam, ikan lele dan

lembu. Hasil dari hewan peliharaan ini biasanya hanya untuk kebutuhan tambahan

dan kebutuhan protein keluarga. Meskipun demikian, ada juga untuk kebutuhan

dikonsumsi pada saat pesta dan dijual kepasar.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian Desa Wonosari

No Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Pelajar 4.934

2 Petani 1.311

3 Ibu Rumah Tangga 1.100

4 Pegawai Swasta 876

5 Pedagang 605

6 Pegawai Negeri 517

(39)

8 Polisi 7

9 TNI 4

10 Lainnya 377

Total 9.950

Sumber :Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010

2.6 Topografi Desa

Tanah di Desa Wonosari memiliki tekstur yang subur. Jenis tanah gembur

dan berwarna hitam kecoklatan. Jenis tanah ini sangat cocok dijadikan untuk

lahan pertanian yaitu padi. Tanaman yang cocok di dalam jenis tanah seperti ini

adalah padi. Sistem tanam padi Desa Wonosari dapat mencapai 2-3 kali panen

dalam satu tahun. Biasanya panen dapat 3 kali dalam setahun, karena belakangan

ini cuaca sulit untuk ditebak. Misalnya pada akhir tahun adalah musim penghujan,

dimana pada bulan ini cocok untuk turun kesawah tetapi tidak cocok untuk musim

panen sehingga petani harus mampu memperkirakan padi untuk dapat dipanen.

Suhu udara Desa Wonosari memiliki temperatur 30°C dengan curah hujan

rata-rata 100 mm-200 mm/tahun. Wilayah Desa Wonosari berada di ketinggian 35

mdpl. Desa Wonosaari memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musim

penghujan. Biasanya musim penghujan antara bulan September-Desember dan

musim kemarau tetapi sekarang ini cuaca susah diprediksi kapan musim

penghujan dan musim kemarau. Terkadang datangnya musim yang tidak dapat

diprediksi masyarakat dapat membawa dampak yang baik dan menyusahkan

petani. Misalnya pada musim kemarau tepatnya petani panen. Pada masa ini harga

(40)

langsung dijual. Berbeda halnya pada musim penghujan, harga padi murah. Ini

disebabkan kondisi padi yang basah dan susah untuk dijemur sehingga harganya

sangat murah.

2.7 Sarana dan Prasarana Desa

Sarana dan prasana merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam

kehidupan bermasyarakat. Dimana sarana dan prasarana juga nantinya dapat

membantu kegiatan ekonomi masyarakat. Perkembangan suatu daerah sangat

membutuhkan suatu alat yang dapat mempercepat akses masuknya arus informasi

bagi perkembangan daerah tersebut.

Sarana umum yang tersedia di Desa Wonosari meliputi : sarana

pendidikan yakni, 4 buah gedung TK, 5 SD Negeri, 1 SD Swasta, 1 SLTP Negeri,

2 SLTP Swasta dan 2 SLTA Swasta. Umumnya sekolah-sekolah tersebut

didirikan di pusat desa atau dusun yang dihuni lebih banyak masyarakatnya

dibandingkan dengan dusun-dusun lainnya. Lokasi sekolah tidak terlalu jauh

dengan rumah-rumah penduduk sekitar 2-4 Km serta kondisi jalannya bagus yang

sudah dilapisi aspal sehingga anak-anak sekolah sudah dapat melaluinya dengan

sepeda ataupun sepeda motor.

Sarana sosial ekonomi pertanian yakni 5 kios saprodi, sebuah pasar

tradisional dan 16 kelompok tani. Sarana ini juga sangat membantu para petani.

Kios saprodi yang menjual kebutuhan pertanian berupa pupuk, obat-obatan,

cangkul dan lain sebagainya. Dimana harga di kios saprodi ini juga tidak terlalu

(41)

membutuhkan kebutuhan pertaniannya. Keberadaan pasar tradisional atau lebih

akrab disebut masyarakat setempat pekanan juga membantu mereka. Pasar tradisional buka setiap hari jumat mulai sore hari sampai jam 8 malam, sehingga

sore hari adalah waktu yang tepat apabila mereka sehabis pulang dari sawah,

untuk berbelanja sembako dan keperluan dapur.

Gambar 1: Pekanan

Selain itu, kelompok tani juga mempunyai peran dalam kehidupan mereka.

Kelompok tani adalah sekumpulan petani yang diketuai oleh seorang petani

setempat yang dibuat masyarakat berdasarkan dusun tempat tinggalnya. Tujuan

kelompok tani ini dibentuk sebagai wadah masyarakat petani untuk bersosialisasi

apabila ada sebuah perusahaan obat-obatan pertanian untuk menawarkan

produknya, sehingga setelah berdiskusi mereka mampu memutuskan apakah

menggunakan produk tersebut. Bukan hanya itu, kelompok tani juga menjadi

salah satu kucuran dana atau penerima bantuan dari Dinas Pertanian setempat

(42)

usaha pertaniannya. Pada belakangan ini pengetahuan petani dalam memilih

obat-obatan pertanian dan tidak mau pindah dengan produk-produk baru yang

mengakibatkan hilangnya kelompok tani. Para petani tertipu dengan

produk-produk baru yang bermunculan di pasar, sehingga mereka lebih percaya dengan

produk yang mereka gunakan bertahun-tahun.

2.7.1 Sarana Pertanian

Selain bibit unggul, pupuk dan sistem pengairan yang baik adalah

penunjang untuk mendapatkan panen yang melimpah. Dengan tersedianya

alat-alat pertanian yakni pompa air, sumur bor, hand traktor dan mesin panen juga

penolong bagi petani untuk dapat mengolah sawahnya. Pompa air dan sumur bor

sangat membantu petani. Biasanya sumur bor dibuat petani di pinggiran areal

persawahan. Ini dilakukan untuk mempermudah petani untuk mengairi sawahnya

apabila terjadi musim kemarau.

Seiring berkembangnya tegnologi pada era ini, dunia pertanian juga tidak

mau berdiam diri dan selalu menghadirkan tegnologi-tegnologi pertanian yang

cukup canggih. Sekitar tahun 1970 an, untuk mengolah tanah persawahannya,

petani masih mengandalkan tenaga kerbau untuk membajak sawahnya. Begitu

juga pada saat musim panen, masyarakat mengajak anggota masyarakat lainnya

untuk membantunya. Dengan mengunakan tenaga manual yaitu tenaga manusia,

dengan cara memukul-mukul batang padi kesebuah alat yang dibuat sedemikian

rupa supaya padi rontok dari batangnya. Kendala utama adalah efisiensi waktu,

apabila menggunakan cara tradisional yaitu dengan menggunakan tenaga kerbau

(43)

batangnya memerlukan waktu yang cukup lama dan juga areal yang dikerjakan

tidak begitu luas. Pada saat ini kehadiran hand traktor dan mesin panen membawa dampak positif terhadap petani. Kalau dengan menggunakan hand traktor dapat menyelesaikan 1 Ha per hari terhitung dari jam 9 pagi sampai jam 6 petang.

Mesin panen dirakit sedemikian rupa, mesin dihubungkan kesebuah tuas sehingga

tuas ikut berputar. Putaran inilah yang merontokkan padi. Semakin besar tenaga

mesin semakin banyak padi yang dirontokkan. Baru-baru ini kehadiran mesin

panen yang cukup canggih yang didatangkan dari Australia, masyarakat setempat

menyebutnya odong-odong. Odong-odong adalah sebuah alat mesin panen yang bentuknya hampir mirip dengan traktor. Bagian depannya dilengkapi dengan

pisau yang diposisikan seperti bentuk gunting yang bertujuan memotong batang

padi sehingga padi masuk ke dalam mesin dan langsung dirontokkan didalam

mesin itu juga. 1 orang bertugas memegang karung untuk diisi padi yang keluar

dari mesin.

Tabel 3. Sarana dan Prasarana di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa

Kabupaten Deli Serdang

No Fasilitas Sarana dan Prasarana Jumlah

(44)

3 Sosial Ekonomi Pertanian Kios Saprodi

Sumber : Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010

2.8 Kelembagaan Desa Wonosari

2.8.1 Lembaga formal dan Lembaga Non Formal

Kelembagaan di Desa Wonosari dapat dibagi menjadi dua yakni

kelembagaan formal dan kelembagaan non formal. Lembaga formal meliputi

lembaga Pemerintahan Desa, Lembaga Ketahanan Masyarakat Pangan (LKMD),

Pemberdayaan Kesejateraan Keluarga (PKK), Badan Perwakilan Desa (BPD),

Kelompok Tani dan Karang Taruna. Kelembagaan non formal meliputi

Perkumpulan muda-mudi setiap dusun, muda-mudi mesjid, dan perkumpulan klan

marga.

Ada juga organisasi yang merupakan suatu wadah diskusi dan berkumpul

bagi para masyarakat yang dibentuk atau didirikan atas dasar kesamaan

kepentingan, agama, atau kesamaan latar belakang klan marga. Lembaga formal

dan non formal dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Lembaga Formal dan non formal yang ada di Desa Wonosari

(45)

Desa

Sumber : Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010

2.9 Sumber Daya Alam (SDA)

Sumber daya alam (SDA) merupakan faktor yang sangat penting dan

berpotensi untuk dikelola secara maksimal sehingga menjadi sumber utama

pendapatan masyarakat. Sumber daya alam Desa Wonosari yang berpotensi

adalah sektor pertanian dan sektor peternakan. Pada sektor pertanian biasanya

dikelola masyarakat dengan menanam padi, jagung dan coklat. Pada sektor

peternakan umumnya masyarakat memelihara bebek, kambing, babi, dan ayam.

Selain itu Desa Wonosari juga memiliki sumber daya alam dibidang kerajinan

tangan yaitu pembuatan batu bata, pembuatan tempe dan souvenir. Berbagai jenis

sumber daya alam yang ada di Desa Wonosari pada tabel berikut :

Tabel 5. Sumber Daya Alam yang dihasilkan dari Desa Wonosari

Sektor Sumber Daya Alam Jumlah

Sektor Pertanian Padi

(46)

Lembu

Bebek

Ayam Kampung

Ayam Ras

Ikan Lele

20 ekor/tahun

10.000 ekor/tahun

5.000 ekor/tahun

7.000 ekor/tahun

3,5 ton/tahun

Sektor Kerajinan Tangan Batu bata

Tempe

Souvenir

3.900.000 buah/tahun

0,75 ton/tahun

3.900 buah/tahun

(47)

B A B III RUTINITAS PETANI

3.1 Kehidupan Petani di Desa Wonosari

Petani di Desa Wonosari adalah masyarakat yang mengolah tanah

pertaniannya dengan menanam padi. Kegiatan petani dimulai saat pagi hari

sampai sore hari untuk mengerjakan atau mengolah sawahnya. Kesibukan petani

mulai terlihat sewaktu turun bibit. Awalnya petani harus melihat kondisi air

supaya sawah dapat diolah dengan menggunakan hand traktor. Aktivitas petani

diawali pada pagi hari. Kebanyakan masyarakat petani, kaum ayah berangkat

lebih awal daripada istrinya. Sang istri masih mengerjakan pekerjaan rumah,

memasak sarapan, memberi makan ternak dan juga menunggu sampai

anak-anaknya berangkat ke sekolah. Setelah semua selesai, istri menyusul suaminya

tersebut untuk membantu pekerjaan di sawah. Apabila matahari mulai naik, istri

kembali kerumah untuk memasak makan siang untuk keluarga mereka. Pekerjaan

di sawah, sosok ayah lebih diandalkan. Biasanya apabila pekerjaan di sawah

sudah mulai menumpuk, siang hari kaum laki-laki tidak pulang ke rumah. Mereka

bergegas menyelesaikan pekerjaan tersebut sembari beristirahat di soso-sopo9

Teriknya matahari dan lumpur adalah teman petani saat berada di sawah.

Teriknya matahari tidak menjadi penghalang bagi mereka. Petani hanya berusaha

bekerja sekuat tenaga untuk dapat makan dan yang terpenting dapat memenuhi dan

menunggu makan siangnya diantar istri atau anak-anaknya.

9

(48)

seluruh kebutuhan rumah tangga yang salah satunya untuk menyekolahkan

anak-anak mereka. Untuk mencapai hal tersebut, petani harus mengupayakan tanaman

padi dirawat sebaik mungkin, sehingga apabila tiba saat panen mendapat hasil

yang memuaskan. Tetapi kadangkala hal itu tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan petani. Petani sudah berusaha merawat padi, tetapi tiba saat panen,

musim hujan dan angin kencang merobohkan padi miliknya. Suatu hal yang tidak

terduga-duga datang. Walaupun hal itu terjadi, mereka tetap bersyukur dan

mengupayakan agar tetap tabah menghadapi segala sesuatu yang datang.

3.2 Sistem Pertanian 3.2.1 Pengolahan Tanah

Sebelum dilakukannya penanaman bibit padi, pengolahan tanah harus

dilakukan untuk mempermudah penanaman bibit padi sehingga padi dapat

tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah sifat fisik agar

lapisan semula yang keras menjadi datar dan berlumpur. Pembuatan bedengan

juga berguna supaya air dapat bertahan sehingga memudahkan dalam

mengolahnya dan juga air tidak merembes ke areal persawahan milik orang lain.

Menurut penuturan (bapak K.Sitorus 58 tahun wawancara 23 Januari 2013).

Sekitar tahun 1960-an masyarakat masih mengandalkan tanaga kerbau untuk

membajak sawahnya. Seiring berjalannya waktu, awal tahun 2000 kemajuan

(49)

Terus berinovasi hingga pada saat ini, dengan memperbaharui hand traktor dengan menciptakan tenaga mesin yang lebih besar, sehingga mampu

mengerjakan 2x luas areal yakni 40-50 rante / hari dibandingkan dengan hand traktor sebelumnya. Untuk mengerjakan areal persawahannya petani membayar Rp 40.000 pada setiap rantenya.

Ada 3 tahap penggunaan hand traktor sebelum bibit padi ditanam10

1. Ngelukku yaitu membalikkan tanah yang tujuannya supaya tanah lebih mudah dihancurkan dan bagian atas yang ditumbuhi rumput atau sisa

batang padi dapat menjadi pupuk alami.

.

2. Meng-glebek yaitu menghancurkan tanah yang masih dalam bentuk lukuan. Kegiatan ini dibantu dengan media air, apabila air kurang

mengakibatkan tanah akan susah dihancurkan

3. Memapani adalah tahap akhir sebelum dilakukannya penanaman, yaitu meratakan areal persawahan apabila ada gundukan tanah yang tidak rata.

3.2.2 Proses Pengolahan Tempat Pembibitan

Umumnya petani membuat tempat pembibitan di tempat yang tertinggi

pada areal persawahannya dan juga mudah untuk memasukkan air. Tujuannya

apabila hujan turun agar mudah untuk membuang air yang menggenangi tempat

pembibitan tersebut. Biasanya petani membuat perbandingan tempat pembibitan

dengan luas areal yang akan ditanami adalah 1 : 20 maksudnya satu rante tempat

pembibitan cukup menanami 20 rante arael persawahan, dengan takaran 2 kg bibit

10

(50)

padi untuk satu rantenya. Proses pertama adalah mengolah tanah dengan cara

membajak arael tempat pembibitan dengan menggunakan hand traktor, kemudian meratakan tanah dan juga membuang rumput atau batang-batang padi yang belum

busuk. Karena apabila tidak dilakukan hal demikian nantinya bibit padi tidak akan

tumbuh. Ada waktu-waktu tertentu bibit padi memerlukan air. Pada saat baru

ditabur tempat pembibitan tidak perlu diisi air, ini akan mengakibatkan bibit padi

tidak akan melekat pada tanah. 3 hari sebelum pencabutan bibit, saat inilah bibit

padi memerlukan air yang cukup banyak. Tujuannya supaya tanah pembibitan

terendam air dan memudahkan petani untuk mencabut bibit.

3.2.3 Pemilihan bibit padi

Masyarakat lebih cenderung menggunakan bibit padi yang sudah dipakai

oleh masyarakat lainnya. Mereka tidak berani memakai bibit yang baru apabila

belum dilihat hasil dan kualitas bibit tersebut. Berawal dari hal itu, sehingga

masyarakat lebih berhati-hati dalam pemilihan bibit. Masyarakat lebih

mempercayai bibit padi yang digunakan masyarakat lainnya yang sudah dilihat

bahwa kualitas padi tersebut baik dan cocok untuk dijadikan bibit, dibandingkan

dengan bibit padi yang dijual di grosir ataupun anjuran dari PPL. Untuk

mendapatkan bibit padi tersebut, sebelumnya calon pemakai melakukan negoisasi

kepada pemilik bibit padi, apakah bibit padi dibeli atau ditukar kembali dengan

(51)

3.2.4 Proses pembibitan

Pemilihan bibit padi yang bagus adalah salah satu faktor untuk

mendapatkan hasil panen yang melimpah. Masyarakat desa Wonosari biasanya

menggunakan bibit padi jenis IR 64. Bibit varietas ini dianggap lebih bagus dari

varietas lainnya, kerena proses pemeliharaannya tidak begitu rumit dan hasilnya

bagus menjadikan bibit varietas ini tetap diandalkan petani.

Masyarakat menggunakan perbandingan untuk 1 rante (20x20m) yaitu

dengan 2 kg bibit padi. Sebelum dijadikan bibit padi terlebih dahulu dijemur dan

dibersihkan dengan cara dipur-pur11

Ada waktu tertentu dimana petani mengalami kekurangan bibit padi saat

penanaman. Petani harus berusaha mendapatkan bibit untuk menanami sawahnya . Sesudah dibersihkan, padi dimasukkan kedalam karung untuk direndam selama satu hari satu malam sehingga tunas padi

keluar dengan sempurna dan siap untuk disemaikan di sawah. Belajar dari

pengalaman, petani dengan sengaja melebihkan takaran bibit padinya. Karena

pada nantinya akan sangat diperlukan apabila ada hal yang mengganggu atau

merusak bibit padi yaitu untuk menggantikan padi yang tidak tumbuh pada saat

dilakukan penanaman. Kemudian bibit padi ditabur di tempat yang sudah

disediakan yang terlebih dahulu tanahnya sudah diolah petani. usia bibit padi

sebelum ditanam bekisar 21-25 hari. Untuk mendapatkan bibit yang baik

pengaturan air juga sangat penting, maksudnya apabila air terlalu banyak bibit

padi tidak tumbuh dengan sempurna sedangkan apabila kondisi air terlalu sedikit

mengakibatkan nantinya bibit padi susah untuk dicabut.

11

(52)

yang masih kosong akibat kekurangan bibit. Sebelumnya petani sudah melebihkan

bibit tersebut untuk mengantisipasi terhadap kerusakan bibit sewaktu disemaikan.

Ini terjadi karena bibit padi belum melekat pada tanah tempat persemaian

sehingga terbawa air saat tempat persemaian bibit padi tergenang air. Untuk

menggantikan bibit padi yang kurang, biasanya petani mencari dan mengelilingi

areal persawahan petani yang lain untuk mendapatkan bibit padi yang sisa. Untuk

mendapatkannya petani harus menanyakan kepada pemilik apakah bibit tersebut

boleh diambil atau dibeli. Terkadang inilah awal petani mengalami kekecewaan.

Karena bibit yang dipakai dan yang didapatkannya dari petani lain berbeda,

nantinya apabila memasuki masa panen kondisi padi tidak serentak untuk dipanen

dan keadaan padi bercampur dengan padi yang seharusnya sudah dapat dipanen.

3.3 Proses penanaman bibit padi

Umumnya petani yang memiliki areal sawah yang lumayan luas, biasanya

mempekerjakan masyarakat sekitar ataupun masyarakat luar yang sengaja

menawarkan tenaganya untuk mencabut bibit padi. Sudah jarang terlihat pada

masyarakat yaitu istilah marsidapari12

12

Marsidapari (bahasa lokal) adalah saling membantu tanpa membayar upah. Istilah ini biasanya dipakai dalam mencabut bibit, menanam bibit, membersihkan padi dari rumput dan mendirikan

. Kegiatan marsidapari sudah jarang terlihat, ini terjadi karena sudah begitu banyaknya buruh tani yang masuk ke Desa

Wononosari dari desa lain, sehingga masyarakat mulai terpengaruh dengan buruh

tani dan mulai mengikutinya yang menjual tenaga mereka untuk mendapatkan

(53)

ini. Seperti yang diungkapkan (Ibu Sitorus 42 tahun, 20 tahun bertani, wawancara

6 Februari 2013) :

“Dulu...waktu menanam padi, kami saling bantu-membantu untuk menyiapkan dan bergantian setiap sawah yang kami kerjakan, walaupun lama dan sedikit hasil kerjanya. Kami iklas mengerjakannya, tanpa menerima uang dari pemilik sawah. Tapi,,,,sekarang itu sudah jarang, mungkin karena orang zaman sekarang butuh semua yang cepat”

Dalam hal mencabut bibit padi pada informan saya yaitu berketepatan

orang tua penulis sebut saja bapak Siahaan mengerjakan 20 rante. Untuk

mencabut bibit biasanya ayah saya memperkerjakan buruh tani 3-4 orang,

sehingga untuk menyelesaikan mencabut bibit padi untuk 20 rante dikerjakan 6

orang termasuk ayah dan ibu saya. Biasanya orang tua saya memperkerjakan

ibu-ibu yang sudah dikenal di desa setempat, baik itu dari satu gereja, yang menurut

mereka dengan keadaan seperti ini sudah dapat membantu daripada

memperkerjakan orang dari desa luar. Mereka mendapat upah Rp 50.000-Rp

60.000 dalam sehari terhitumg dari jam 09:00 sampai jam 17:00. Saat mencabut

bibit adalah tempat atau arena bagi mereka untuk bercerita, mengeluarkan isi

hatinya dan bercanda.

2 Sistem penanaman bibit padi13

• Sistem cabut tanam yaitu mencabut, menyerakkan, dan menanam bibit padi

seluruhnya dikerjakan oleh buruh tani. Biasanya satu kelompok mereka , yaitu :

13

(54)

berjumlah 10-15 orang. Mereka mendapat upah Rp 50.000 untuk setiap

rantenya.

• Sistem tanam yaitu sama seperti buruh tani pada sistem cabut tanam. Buruh

tani hanya menanam saja, sebelumnya mencabut dan menyerakkan bibit sudah

dilakukan sipemilik sawah. Mereka mendapat Rp 25.000 untuk setiap rante

yang mereka kerjakan.

3.4 Perawatan atau pemeliharaan

Padi adalah jenis tanaman yang memerlukan perawatan untuk

pertumbuhannya. Perawatan dapat berupa pemupukan, penanggulangan hama dan

pembersihan dari gulma.

1. Pemupukan

Umumnya masyarakat melakukan 2 kali pemupukan yaitu pemupukan

pertama 5-10 hari sesudah tanam dan pemupukan kedua 30-35 hari sesudah

tanam. Masyarakat menggunakan pupuk Urea, NPK Phonska, SP, ZA, NPK

Mutiara. Biasanya pemupukan pertama komposisi pupuk lebih banyak

dibandingkan dengan pemupukan kedua, ini dilakukan supaya padi memiliki

tunas yang banyak. Seperti penuturan (bapak L Simanjuntak 43 tahun, wawancara

28 Februari2013).

(55)

pemupukan kedua 1 zak Urea, dan 2 NPK Phonska. Sudah lama saya melakukan seperti ini dan hasil memuaskan. Apabila saya mempunyai uang, saya hanya memperbanyak takaran pupuknya saja”

2. Penanggulangan hama

Keong mas dalam bahasa latin Pomacea Canaliculuta adalah hama yang setiap musimnya menghampiri tanaman padi milik masyarakat. Saat-saat penting

untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama setelah masa tanam,

kondisi ini dimanfaatkan keong mas karena padi masih muda dan sangat mudah

untuk dirusak. Untuk membasmi hama ini, masyarakat menggunakan pestisida

berbentuk serbuk yang dibeli dari toko pertanian dengan harga Rp3.000/kg.

Sebelum padi ditanam, petani menaburkan pestisida secara merata pada areal

persawahan, dengan kondisi air yang tidak begitu banyak sehingga keong

langsung berkontraksi dengan racun dan langsung mati. Pada saat-saat ini juga

padi sangat rentan terhadap segala gangguan baik itu dari hewan yaitu burung

bangau yang dapat merusak dengan menginjak padi ataupun alam (hujan).

Sehingga perlu dilakukan perhatian ekstra yang biasa masyarakat menyebutnya

mangaligi15.

15

Gambar

Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Desa Wonosari
Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian Desa Wonosari
Gambar 1: Pekanan
Tabel 3. Sarana dan Prasarana di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

TIPOLOGI SOSIAL MASYARAKAT DESA KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI

Dari analisis dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kawasan industri Medan Star maka kesejahteraan masyarakat Kecamatan Tanjung Morawamengalami peningkatan, Hal tersebut

Judul : Pengaruh Program Pertanian Berkelanjutan Oleh Serikat Petani Indonesia Terhadap Sosial Ekonomi Petani Di Desa Damak Maliho Kecamatan Bangun Purba Kabupaten

negara maju, ternyata belum atau tidak melaksanakan komitmen tersebut dengan baik,.. sehingga petani indonesia dihadapkan pada persaingan tidak adil dengan petani dari.

Program Pertanian Berkelanjutan pertama kali dilaksanakan pada warga petani binaan Serikat Petani Indonesia di Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kecamatan Medan Johor tepatnya berada

Di bawah ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai strategi adaptasi sosial ekonomi aktif yang dilakukan oleh OTD masyarakat petani: Tetap berprofesi sebagai petani

Judul Skripsi : Dampak Kawasan Industri Medam Star Terhadap Pembangunan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitarnya... UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Masyarakat Desa Ujung Serdang dikategorikan sebagai masyarakat yang multikultural karena masyarakat yang tinggal di desa ini adalah mereka yang mempunyai latar belakang