“Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari,
Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dalam Bidang Antropologi
Oleh:
HEZRON SIAHAAN
080905015
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Hezron Siahaan
NIM : 080905015
Departemen : Antropologi Sosial
Judul : Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
Medan, Januari 2014 Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi
Drs. Agustrisno, Msp Dr. Fikarwin Zuska NIP. 196008231987021001 NIP.196212201989031005
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2014 Penulis
ABSTRAK
Hezron Siahaan, 2013, Judul : Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 83 halaman + 8 gambar + 5 daftar tabel + 12 daftar pustaka disertai 9 situs internet.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Untuk menjawab permasalahan diatas, penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi Kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan tingkah laku.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Etnografi yaitu mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara mempelajari masyarakatnya. Oleh sebab itu, dalam hal ini peneliti akan menjeleskan strategi atau usaha-usaha sambilan yang dilakukan masyarakat Desa Wonosari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Petani dalam hal ini adalah bercocok tanam padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu, mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi kelurga. Karena menurut konsep etic dan emic view apabila kita melihat masyarakat petani dari sudut pandang orang luar (masyarakat bukan petani), mereka menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu : untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil yang memuaskan.
Kata Kunci : Petani, strategi sosial ekonomi,
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi
dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Adapun judul skripsi ini adalah : Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan,
bimbingan, dukungan dan nasehat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta,
Alben Siahaan dan Hotmaida br Raja guk-guk yang selalu mengasihi dan
memberi doa, semangat serta materi selama saya berada dibangku perkuliahan.
Kepada Mak Tua Rosita br Pasaribu sekaligus ibu angkat saya yang memberi
dukungan serta nasehat. Kakak tercinta Septika Sanni Siahaan, adik-adik yang
saya kasihi Rolan Siahaan dan Dionisius Siahaan yang selalu memberikan
motivasi dan dukungan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih buat doa dan
semangat dari keluargaku tercinta.
Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada : Dr. Fikarwin Zuska sebagai Ketua Departemen Antropologi FISIP USU,
Drs. Agustrisno, MSP sebagai Sekretaris Departemen Antropologi FISIP USU
sekaligus menjadi dosen pembimbing penulis selama mengerjakan skripsi ini.
Banyak masukan yang diberikan untuk kelangsungan penulisan skripsi ini dan
memberkati bapak beserta keluarga. Terima kasih juga kepada seluruh
dosen-dosen Program Studi Antropologi yang telah mendidik dan mengajar penulis
selama perkuliahan. Kepada Kak Nur dan Kak Sofy sebagai staf Departemen
Antropologi yang senantiasa membantu saya dalam mengurus kelancaran
administrasi selama masa perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman stambuk
2008 yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi
ini : Nelson, Batara, Junius, Kalvin, Riko, Hardi, Lias, Donald, Deni, Harni, Putri
dan teman-teman lainnya. Saya sangat bangga bisa berteman dengan
kerabat-kerabat 2008 semua. Saya tidak akan pernah melupakan pengalaman yang pernah
kita lalui bersama, semoga persahabatan ini dapat abadi sampai selamanya.
Terima kasih terkhusus saya ucapkan kepada Tio Frida Nahampun yang
selama ini telah banyak memberikan semangat, kasih sayang, perhatian, bantuan
dan doa-doa didalam perkuliahan terlebih dalam penulisan skripsi ini. Semoga
tuhan memberkati kita dan begitu juga dalam perkuliahan cepat selesai.
Terima kasih juga kepada seluruh informan di Desa Wonosari yang telah
memberikan informasi-informasi yang saya butuhkan dalam penyelesaian skripsi
ini. Seperti Ibu Manurung yang telah bercerita banyak tentang kehidupan sebagai
petani. Saya ucapkan terima kasih kepada beberapa informan atas
masukan-masukan dan motivasi selama melakukan penelitian di lapangan.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua yang
telah banyak membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini, yang tidak dapat
akan keterbatsan saya, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna
penyempurnaan hasil penelitian ini sangat saya harapkan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Hezron Siahaan, lahir pada tanggal 10
September 1990 di Belitung, Kep Riau. Beragama
Kristen protestan. Ayah bernama Alben Siahaan
dan Ibu Hotmaida br Raja guk-guk.
Riwayat pendidikan formal : SD HKBP
Penara, SMP Negeri 3 Tg Morawa, SMA TRI
SAKTI L. Pakam, Mahasiswa Antropologi Sosial,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara. Alamat Email
KATA PENGANTAR
Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di
Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumetera Utara. Untuk memenuhi persyaratan tersebut saya telah
menyusun sebuah skripsi dengan judul “Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
Bab I menjelaskan ketertarikan penulis yang melihat keadaan
perekonomian petani semakin berat, karena pemerintah juga menyatakan bahwa
hasil pertanian Indonesia saat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
penduduk Indonesia. Selain itu kebijakan Impor beras juga terkait secara langsung
dengan nasib petani Indonesia. Hal itu juga terjadi pada petani Desa Wonosari
Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang melakukan strategi atau
alternatif yang dapat membantu masalah perekonomian mereka, yaitu beternak
babi, berjualan dan tukang ojeg.
Bab II menjelaskan letak lokasi, akses menuju desa, sejarah dan sistem
pemerintahan Desa Wonosari. Selain itu menjelaskan keadaan penduduk,
topografi desa, sarana dan prasarana desa, sumber daya alam yang ada di Desa
Wonosariyang didapat dari data monografi Desa Wonosari.
Bab III menjelaskan rutinitas petani dalam mengolah tanah pertaniannya,
yang dimuai dari proses pembibitan, perawatan sampai memasuki masa panen
(penjualan dan penjemuran padi). Keadaan ekonomi petani saat memasuki masa
penen yang harus membayar hutang kepada pemilik modal yang dipakai untuk
Bab IV menjelaskan strategi atau usaha sambilan yang dilakukan petani,
yaitu mengikuti jula-jula, beternak (babi, biri-biri) dan tukang ojeg. Tujuannya
supaya dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya, salah satunya adalah
meyekolahkan anak-anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Petani juga harus
mampu memanajemen keuangan mereka, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman
bagi keuangan rumah tangga.
Bab V menjelaskan alasan-alasan petani tidak mampu bergerak kearah
yang lebih baik (farmer). Mahal pupuk dan obat-obatan, cuaca buruk yang dapat merusak bahkan menggagalkan panen petani. Pemerintah kurang memperhatikan
nasib petani.
Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi
pengetahuan bagi petani untuk dapat membuat bahkan melakukan strategi atau
usaha sambilan dan juga dapat menambah wawasan bagi petani di Indonesia. Saya
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan, kemauan, pengetahuan,
Saya sebagai penulis skripsi ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat,
mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.
Medan, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
PERNYATAAN ORIGINALITAS ... ii
ABSTRAK ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Tinjauan Pustaka ... 6
1.3. Rumusan Masalah ... 13
1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 14
1.5. Metode dan Pengalaman Penelitian ... 15
BAB II. GAMBARAN UMUM DESA 2.1.Lokasi Desa dan Akses Jalan Menuju Desa ... 20
2.1.1. Lokasi Desa ... 20
2.1.2. Akses Jalan Menuju Desa ... 20
2.2. Sejarah Desa ... 22
2.3. Sistem Pemerintah Desa ... 22
2.4. Pemilikan Tanah... 23
2.5. Keadaan Penduduk ... 23
2.6. Topografi Desa ... 25
2.7. Sarana Dan Prasarana Desa ... 26
2.7.1. Sarana Pertanian ... 28
2.8. Kelembagaan Desa ... 30
2.8.1. Lembaga Formal dan Non Formal ... 30
2.9. SumberDaya Alam (SDA) ... 31
BAB III. RUTINITAS PETANI 3.1. Kehidupan petani di Desa Wonosari ... 33
3.2. Sistem Pertanian ... 34
3.2.3 Pemilihan bibit padi ... 36
3.2.4 Proses Pembibitan ... 37
3.3. Proses Penanaman Bibit Padi ... 38
3.4. Perawatan atau Pemeliharaan ... 40
3.5. Masa Panen ... 43
3.6. Hasil Produksi ... 47
3.7. Pengeluaran Rumah Tangga ... 48
3.7.1. Kebutuhan Rumah Tangga ... 48
3.7.2. Biaya Produksi Pertanian ... 50
3.7.3. Biaya Pendidikan Anak ... 52
3.7.4. Biaya Adat ... 54
3.8. Kesulitan Ekonomi Yang dihadapi Petani ... 55
3.8.1. Harga Padi Yang Tidak Stabil ... 55
3.8.2. Keadaan Cuaca Susah Ditebak ... 57
3.8.3. Peminjaman Pinjaman dan Bunga Kepada Pemilik Modal ... 58
3.8.4. Sistem Gadai ... 59
BAB IV. STRATEGI ATAU USAHA SAMBILAN YANG DILAKUKAN PETANI 4.1. Usaha Yang Dilakukan Masyarakat Petani ... 60
4.1.1. Berjualan Kedai Sampah ... 61
4.1.2. Beternak Biri-Biri ... 64
4.1.3. Beternak Babi ... 66
4.1.4. Menjual Es Cendol ... 68
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 74
5.2. Saran ... 79
ABSTRAK
Hezron Siahaan, 2013, Judul : Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi ini terdiri dari 5 bab + 83 halaman + 8 gambar + 5 daftar tabel + 12 daftar pustaka disertai 9 situs internet.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang Strategi Sosial Ekonomi Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Untuk menjawab permasalahan diatas, penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi Kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan tingkah laku.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Etnografi yaitu mendeskripsikan sebuah kebudayaan dengan cara mempelajari masyarakatnya. Oleh sebab itu, dalam hal ini peneliti akan menjeleskan strategi atau usaha-usaha sambilan yang dilakukan masyarakat Desa Wonosari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Petani dalam hal ini adalah bercocok tanam padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu, mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi kelurga. Karena menurut konsep etic dan emic view apabila kita melihat masyarakat petani dari sudut pandang orang luar (masyarakat bukan petani), mereka menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu : untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil yang memuaskan.
Kata Kunci : Petani, strategi sosial ekonomi,
B A B I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup
besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional.
Penduduk di Indonesia sebagian besar juga menggantungkan hidupnya dari sektor
pertanian. Sektor pertanian terdiri dari pertanian, peternakan, perikanan dan
kehutanan memiliki potensi yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di
Indonesia. Sektor pertanian juga berperan besar dalam penyediaan pangan untuk
mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka memenuhi hak atas pangan, seperti
contohnya ialah pertanian sawah.
Oleh sebab itu pemerintah pada saat ini mulai gencar melalalui
program-program yang telah dirancang untuk mengusahakan agar kondisi pangan selalu
tersedia setiap saat dan terjangkau harganya oleh masyarakat. Peraturan
pemerintah No 68 Tahun 2002 misalnya menunjukkan keseriusan pemerintah
dalam menangani masalah ketahanan pangan1
1
Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan
. Berbicara masalah petani saat
sekarang ini menarik untuk diperhatikan. Dimana pemerintah sedang menggiatkan
program ketahanan pangan, tetapi kehidupan petani masih kurang diperhatikan.
Salah satunya bisa dilihat dari harga pupuk, banyaknya jenis pupuk yang
dibutuhkan petani tentunya mendorong kualitas dari hasil pertanian mereka.
yaitu pupuk Urea. Selain itu dengan pola produksi tahunan yang mengikuti
musim, harga gabah/beras berfluktuasi. Pada saat panen raya, produksi melimpah
melebihi kebutuhan konsumsi, sehingga harga cenderung turun sampai tingkat
yang kurang menguntungkan petani. Sebaliknya pada saat paceklik, volume
produksi lebih rendah dari kebutuhan, sehingga harga cenderung meningkat yang
dapat memberatkan konsumen. Dengan kata lain fluktuasi harga gabah yang tidak
menentu untuk setiap musim panen terasa semakin memberatkan kehidupan
perekonomian petani.
Kehidupan perekonomian petani Indonesia semakin berat karena
pemerintah juga menyatakan bahwa hasil pertanian Indonesia saat ini tidak cukup
memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia. Kebijakan yang dibuat pemerintah
untuk mengatasi kekurangan komoditas pertanian salah satunya padi adalah
dengan melakukan impor beras dari luar negeri, hal ini bahkan diperkuat dengan
pembuatan Peraturan Menteri Perdagangan2 yang mengatur ketentuan impor
beras. Penetapan impor beras oleh pemerintah membuat beras dari luar negeri
banyak masuk ke Indonesia seperti contoh pada tahun 2011, impor beras dari
Thailand maupun dari Vietnam3.
Kebijakan impor beras juga terkait secara langsung dengan nasib petani
Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999, kita telah
2
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008
3
Salsabila, Almira,”Kebijakan Impor Beras di Indonesia,”
mengimpor beras sebanyak 1.8 juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun
1996; 0.3 juta ton pada tahun 1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada
tahun 19994. Tetapi perhatian pemerintah terbatas hanya pada segi surplus
perdagangan komoditas pertanian saja sementara dari segi kesejahteraan petani,
hal ini masih masih sangat jauh diperhatikan. Produktivitas petani padi Indonesia
terus meninggi sementara kesejahteraan petani Indonesia terus menurun,
pemerintah hanya serius mengatasi kebutuhan penduduk akan beras saja.
Kebijakan impor beras semakin menurunkan harga padi dari tangan petani. harga
jual gabah dari tangan petani sebelum adanya kebijakan sangat murah, ditambah
lagi dengan adanya kebijakan impor beras yang membuat semakin murah,
sementara kebutuhan yang harus dipenuhi kelurga petani juga semakin tinggi.
Dampaknya adalah kesejateraan petani yang semakin menurun.
Dilema petani bukan hanya pada kebijakan pemerintah yaitu pada masalah
impor beras, tetapi petani juga mengalami kesulitan seperti relatif sempitnya tanah
atau lahan yang mereka miliki, dan juga permasalahan pembagian hasil produksi
seperti: sewa tanah, upacara dan pendidikan. Oleh karena itu. surplus yang mereka
peroleh habis untuk menutupi berbagai macam kebutuhan. Bahkan, sering kali
tidak cukup. Dalam kaitan ini, R Wolf (1983) mengatakan bahwa lebih dari
separuh dari seluruh yang diperoleh petani disisihkan untuk keperluan produksi.
4
Angga Pratama Hardiansya Putra,”pemberdayaan petanidalam rangka pemantapan ketahan pangan nasional.”
Seperti kita ketahui bahwa bertani, dalam hal ini adalah bercocok tanam
padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada
masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali
pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu,
mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat
menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan
mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.
Masyarakat petani dipandang sebagai kelompok orang yang menetap di
pedesaan dan hidup dari mengolah tanah untuk tujuan mencukupi kebutuhan
subsisten. Dalam perkembangannya, masyarakat petani dapat dibedakan kedalam
tiga tingkatan, yaitu : pencocok tanam primitif, petani atau peasant, dan
pengusaha pertanian atau farmer (Wolf, 1985). Penelitian yang saya lakukan ini
bisa dikatakan lebih fokus pada petani peasant karena mereka cenderung hidup
dalam mengandalkan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan pangan, sandang, dan
papan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut petani menyimpan setengah dari
hasil panennya di rumah, yang nantinya padi tersebut dapat dijual dan digunakan
untuk keperluan sehari-hari.
Tulisan ini mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan
Karena menurut konsep etic dan emic view5 apabila kita melihat masyarakat petani dari sudut pandang orang luar (masyarakat bukan petani), mereka
menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu :
untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil
yang memuaskan. Mereka juga menganggap bahwa pekerjaan petani dapat
dikerjakan oleh setiap orang. Itu salah besar, tugas seorang petani sangat sulit.
Pekerjaan mereka bukan hanya untuk memilih bibit padi, merawat serta
menghasilkan panen yang memuaskan. Tetapi juga bagaimana membagi-bagi
hasil panen tersebut untuk kebutuhan rumah tangga dan juga kebutuhan tuntutan
yaitu uang sekolah anak-anaknya, biaya yang dikeluarkan apabila mengikuti suatu
upacara atau kegiatan adat-istiadat suku batak.
Penelitian ini mengkaji bagaimana masyarakat petani di Desa Wonosari,
Kecamatan Tg Morawa,Kabupaten Deli Serdang dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, karena apabila hanya mengandalkan hasil dari sektor pertanian saja itu
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga mereka
melakukan strategi atau alternatif yang dapat membantu masalah perekonomian
mereka, yaitu beternak babi, ayam, kambing dan domba. Ada juga sebagian kecil
dari masyarakat petani menanami tanaman holtikultura yaitu semangka, kacang
kedelai di sawah setelah pasca panen dan hasil dari penjualan dari tanaman
tersebut dapat dipakai untuk modal menanam padi. Dalam penelitian ini petani
5
dibatasi pada petani pemilik atau penguasa lahan dan buruh tani, dan dengan
kegiatan usaha tani yang masih bersifat subsisten untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
Ketertarikan saya meneliti masyarakat petani di Desa Wonosari di latar
belakangi oleh beberapa kenyataan yang saya dapatkan dari desa tetangga yang
sangat erat kaitannya dengan masyarakat dalam menghadapi persoalan-persoalan
ekonomi keluarga. Yaitu sekitar dua tahun yang lalu seorang petani di Desa Aras
kabu bunuh diri di tengah-tengah areal persawahan miliknya. Singkat cerita pada
saat itu kondisi sawahnya yang ditanami padi sedang memasuki masa panen,
tetapi akibat cuaca yang buruk mengakibatkan padi yang sedianya siap dipanen
itu rubuh. Setelah ditelusuri kematian petani tersebut karena dia merasa frustasi
melihat kondisi persawahan miliknya yang rubuh sehingga petani itu menyemprot
areal persawahannya tersebut dengan racun rumput (Herbisida) dan sisa racun
rumputnya itu diminum oleh petani tersebut.
1.2 Tinjauan Pustaka
Secara umum petani dapat diartikan sebagai pencocok tanaman pedesaan
yang mencari nafkah dengan mengolah tanahnya untuk memenuhi kebutuhannya,
apabila dilihat dari sisi antropologis Masyarakat petani dipandang sebagai
kelompok orang yang menetap di pedesaan dan hidup dari mengolah tanah untuk
petani dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu : pencocok tanam primitif,
petani atau peasant, dan pengusaha pertanian atau farmer (Wolf, 1985).
Masalah pertanian dan kemiskinan masyarakat petani tidak bisa hanya
diselesaikan dengan masalah kebijakan pemerintah saja.Teori ilmiah saja tidak
bisa menjadi jawaban dan penyelesaian bagi masalah ini. Sukses reformasi
pertanian seperti di Jepang, Taiwan, juga Korea Selatan tidak bisa relevan menjadi
tolak ukur situasi di Indonesia.Apa yang sukses bagi orang Jawa, belum tentu
diterima orang Batak. Baik bagi orang Bali juga belum tentu bagi orang Jawa
(Rahardi, 1994: 102). Upaya analisa yang lebih penting harus menyentuh
langsung pada kehidupan petani secara lokal sehingga bisa terstruktur upaya yang
harus dilakukan secara maksimal.
Pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap para petani di pedesaan
sudah semestinya diperhatikan pada masa pembangunan saat ini. Kenyataannya
kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah6
6
Petani Sumsel keluhkan minimnya perhatian pemerintah, yudi Abdullah
.
Pemerintah hanya terfokus pada masalah-masalah ekspor-impor beras saja,
mereka tidak memikirkan nasib petani yang semakin melarat. Bukan hanya
ketidak-pedulian pemerintah yang dirasakan oleh petani tetapi juga tekanan
mental yaitu mahalnya cbat-cbatan, pupuk dan juga murahnya harga gabah pada
saat masa panen. keadaan ini tidak membuat petani melepaskan profesinya
sebagai petani, tetapi mereka membuat strategi atau alternatif untuk dapat
memenuhi kebutuhannya.
Karakter utama masyarakat petani di Indonesia hampir selalu dihubungkan
dengan kemiskinan atau setidaknya ekonomi yang kurang berkecukupan.
Penghasilan yang bisa diperolehhanya dari lahan pertanian/sawah tidak bisa
diandalkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi saja. Berbagai studi banyak
menggambarkan bahwa masyarakat petani berkutat pada berbagai usaha lain
sebagai tambahan ekonomi selain lahan sawah saja. Studi yang pernah dilakukan
Masri Singarimbun dan Penny pada masyarakat petani di desa Sriharjo,
Yogyakarta menyatakan petani Jawa melakukan upaya lain, terutama dengan
memanfaatkan pekarangan dengan menanam kelapa. Pohon kelapa bisa digunakan
untuk bermacam keperluan, untuk minyak, air sadapannya menjadi tuak atau gula,
daunnya untuk atap atau kayu bakar, kayunya bisa sebagai bahan bangunan, dan
seperti di Sriharjo, akarnya digali dan menjadi kayu bakar ( Singarimbun dan
Penny, 1976:82). Manfaat lain yang diusahakan juga berkembang dengan
memanfaatkan ragam tanaman ekonomis, seperti analisa yang dilakukan
Singarimbun dan Penny, ada sekitar 64 macam tanaman ekonomis yang ditanam
di pekarangan. Usaha pekarangan juga ditambah dengan berbagai rupa hewan
peliharaan seperti, kerbau, itik, ikan, ayam, dsb. Pekarangan telah digunakan
petani untuk mengisi kekurangan yang mereka peroleh dari sawah, pekarangan
dipergunakan sebagai sumber tambahan bagi makanan dan sewaktu-waktu sumber
uang tunai : dan hanya sedikit waktu atau usaha yang dicurahkan untuk mengurus
Pekarangan menyumbang sekitar 30-40 persen dibanding pendapatan dari
kelapa (Singarimbundan Penny, 1976: 73, 84). Dalam hal ini usaha tani (sawah)
saja yang banyak mendapat perhatian dari ahli-ahli, sehingga terdapat peningkatan
pada produksi padi. Hal ini tetap tidak mencukupi kebutuhan ekonomi petani
sehingga tetap mereka memanfaatkan usaha lain sebagai tambahan ekonomi.
Dalam buku Amir Marzali “strategi peisan Cikalong dalam menghadapi kemiskinan” yaitu
1. Cara tradisional yaitu ekstensifikasi atau pembukaan areal persawahan baru
2. Cara modern yaitu intensifikasi atau memperbanyak masa panen dalam setahun
dan penggunaan faktor input baru, seperti bibit unggul, pupuk kimia, dan obat
pestisida.
Dengan mengkombinasikan kedua strategi ini petani dapat meningkatkan
produktifitas hasil panennya tanpa bergantung dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang hanya dapat mempersulit petani.
Berbeda halnya dengan Penny dan Ginting dalam bukunya “pekarangan
petani dan kemiskinan”, petani memanfaatkan pekarangan mereka dengan dengan
menanaminya kelapa, pisang, melinjo, bambu dan juga usaha peternakan yaitu
ayam, itik, kambing dan lembu. Dengan menanam kelapa, petani di Desa
Mili-Sriharjo sangat terbantu dari segi ekonomi , yaitu buahnya yang dapat dijual.
Selain itu petani juga menyadap gula kelapa dan mengambil janurnya sebagai
menanami pekarangan dan beternak jauh lebih besar daripada bertani padi di
sawah.
Tulisan Geertz yang berjudul involusi pertanian yaitu melukiskan pola
kebudayaan yang sesudah mencapai bentuk yang pasti dan tidak berhasil
menstabilisasinya atau mengubahnya menjadi suatu pola baru, tetapi terus
berkembang ke dalam sehingga menjadi semakin rumit. Artinya bahwa
masyarakat petani hanya bertahan pada usaha pembagian lahan yang wariskan
kepada anak-anaknya. Contohnya apabila seorang petani mempunyai dua petak
lahan, kemudian lahan tersebut di bagikan kepada anak-anaknya yang berjumblah
empat orang. Lahan yang sudah di bagikan tersebut dibagikan lagi kepada
generasi selanjutnya, sampai lahan habis diwariskan. Sangatlah berbeda strategi
yang dilakukan petani dalam tulisan Amir Marzali, Dr. D H Penny dan Ir.
Meneth Ginting, dalam hasil riset mereka bahwa petani membuat strategi atau
alternatif untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan melakukan
ekstensifikasi, intensifikasi dan juga menanam pohon kelapa, memelihara ternak
di pekarangan rumah. Berbeda halnya dengan tulisan Cliffort Geertz, para petani
terus bertahan dalam roda pembagian tanah, sehingga menyebabkan pewarisan
kemiskinan di kalangan petani.
Scott dalam bukunya menyebutkan banyak hal yang terjadi dalam
kehidupan petani yang mungkin dapat dikatakan sangat ganjil. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya saja, tanpa bisa memikirkan memperoleh keuntungan yang
mungkin diperoleh melalui usaha pertanian yang dilakukannya, sehingga petani
berusaha memaksimalkan faktor produksi satu-satunya yang dimilikinya yaitu
tenaga kerja. Para petani berusaha menggunakan tenaga kerja yang dimilikinya
untuk bisa memenuhi kebutuhan subsistensi. Terkadang melalui hasil pertanian
saja tidak cukup, sehingga harus mencari alternatif pekerjaan lain yang hanya
cukup menambah sedikit saja untuk kebutuhan hidup, misalnya dengan berjualan.
Seringkali keputusan yang diambil petani juga tidak masuk akal bagi beberapa
orang, seperti membayar harga yang tinggi untuk sekedar menyewa tanah. Yang
dipikirkan para petani adalah bagaimana mampu memenuhi kebutuhan hidup dari
bertani.
Para petani dalam kehidupannya dengan apa yang dimilikinya, terkadang
berada pada tingkat krisis subsistensi (zona bahaya). Lebih tepatnya kehidupan
petani senantiasa berada dekat dengan garis batas subsistensi. Dengan melihat
kehidupan petani yang sangat dekat garis batas subsistensi, petani akan lebih
mengutamakan keselamatan panen untuk kebutuhan. Petani akan berusaha
meminimalkan kemungkinan bencana daripada memaksimalkan hasil bersih
rata-rata yang lebih tinggi dari hasil panennya. Dengan hal ini, petani akan lebih
cenderung memikirkan panen harus berhasil , tanpa memikirkan keuntungan
maupun kerugian yang diperoleh selama merawat tanaman padinya tersebut.
Berbeda halnya dalam buku masyarakat petani, mata pencaharian sambilan
dalam memenuhi kebutuhan. Petani di Desa Gapura Muka, Kelurahan Cakung
Timur, Bekasi. Para petani menyadari bahwa hasil dari pertanian saja tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhannya, maka mereka banyak yang mencari tambahan
dengan melakukan pekerjaan sambilan, seperti : tukang ojeg, berdagang kecil-kecil, baik keliling maupun menetap, sehingga dapat menambah penghasilan
mereka.
Berbagai strategi yang sudah dijelaskan di atas, menggambarkan bahwa
petani selau mengadopsi strategi agar dapat bertahan hidup. yaitu Amir Marzali
dalam bukunya strategi petani cikalong dalam menghadapi kemiskinan, dimana
petani melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi untuk menambah produktifitas
padinya, selain itu Dr. D H Penny dan Ir. Meneth Ginting dalam bukunya
pekarangan petani dan kemiskinan, untuk menambah penghasilan di luar sektor
pertanian, petani melakukan strategi yaitu dengan menanam pohon kelapa di
pekarangan rumahnya, yang nanti buah, gula kelapa dan janurnya dapat diambil
untuk dijual. Selain itu petani juga beternak ayam, itik, kambing dan lembu.
Sedangkan hasil penelitian Dra. Sunarti dkk yang berjudul Masyarakat Petani,
Mata pencaharian dan Kesempatan Kerja, petani lebih cenderung melakukan
pekerjaan-pekerjaan sambilan yang tersedia, seperti tukang ojeg, berdagang
kecil-kecilan, baik keliling maupun menetap.
Hal ini juga yang saya lihat sebagai strategi lokal masyarakat petani desa
bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan subsistensi tetapi juga berusaha untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, walaupun hasil yang didapat sudah
memuaskan.
1.3 Rumusan Masalah
Penelitian ini melihat kehidupan masyarakat petani dalam menghadapi
persoalan-persoalan ekonomi keluarga. Penelitian ini lebih difokuskan kepada
petani peisan karena mereka cenderung hidup dalam mengandalkan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Selain kebutuhan
tersebut, juga kebutuhan di sektor non-pertanian. Contohnya untuk biaya anak
sekolah, biaya untuk keperluan adat-istiadat. Apabila hanya mengandalkan
pendapatan dari hasil pertanian saja tidak cukup, sehingga petani membuat
strategi dan alternatif untuk dapat bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan.
Sehubungan dengan pernyataan peisan diatas, maka muncul pokok permasalahan dalam penelitian ini yang akan membentuk pertanyaan-pertanyaan
seperti :
1. Strategi-strategi atau usaha apa saja yang dilakukan petani dalam
menjawab persoalan ekonomi keluarga.
2. Apa penyebab petani bertahan dalam kategori masyarakat, tidak mampu
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah atau
strategi apa saja yang dilakukan petani untuk bertahan hidup dan memenuhi
kebutuhannya. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
secara praktis ataupun akademis. Manfaat secara praktis untuk menggambarkan
bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani, khususnya Desa
Wonosari. Hal ini bisa menjadi bahan perhatian untuk pemerintah agar lebih
memahami kehidupan petani di Indonesia. Sedangkan manfaat akademisnya
adalah untuk memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat. Selain itu dapat
1.5 Metode Penelitian Proses penentuan topik
Berawal dari diskusi saya dengan bapak Agustrisno, Msp selaku dosen PA
(Penasihat Akademik) saya. Beliau menanyakan apa mata pencaharian masyarakat
di desa tempat tinggal saya. Bertani padi adalah jawabannya. Panjang lebar kami
bercerita, berdasarkan rekomendasi dari bapak Agustrisno, Msp dapatlah sebuah
judul proposal saya yaitu “Strategi Sosial Ekonomi, Masyarakat Petani di Desa
Wonosari, Kec Tg Morawa, Kab Deli Serdang.
Topik pembahasan pertanian biasanya dibimbing oleh ibu Sri Alem,
berhubung mahasisiwa/i bimbingan ibu Alem sudah banyak. Sayapun
menawarkan kembali kepada bapak Agustrisno, Msp dan diterima oleh beliau.
Setelah mendapat persetujuan, sayapun langsung melakukan observasi ke Desa
Wonosari yang menjadi tempat penelitian, yang juga sekaligus merupakan tempat
saya dibesarkan.
Kegiatan Lapangan Pengembangan Rapport
Dalam pengerjaan penelitian ini, pendekatan terhadap petani di Desa
Wonosari bagi saya tidak terlalu sulit. Sebelum dan sewaktu melakukan penelitian
skripsi, saya telah melakukan hubungan yang baik dengan para masyarakat yang
nantinya menjadi beberapa informan saya. Nilai baik untuk saya, saya sempat
menjadi ketua natal muda-mudi beberapa tahun yang lalu. Sehingga sedikit
banyaknya masyarat sudah mengenal saya.
Akan tetapi, permasalahan timbul ketika saya melakukan wawancara.
bahwa saya juga adalah anak petani. Namun setelah menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian yang saya lakukan, mereka mengerti dan langsung terbuka untuk
bercerita pada topik penelitian yang saya bawakan.
Dalam melakukan penelitian, kadang kala saya ikut nongkrong7 di kedai kopi pada sore hari dan lapo tuak 8
Beberapa hari berikutnya saya datang ke lapo tuak yang berharap bertemu
dengan bapak yang sebelumnya saya tentukan menjadi calon informan. Ternyata
bapak tersebut sedang asik bercerita dengan teman-temannya sambil meneguk
tuaknya. Kamipun bercerita panjang lebar sampai waktu menunjukkan 23:05.
Akhir dari pembicaraan kami, bapak tersebut memberitahukan kepada saya
siapa-siapa saja petani yang mempunyai pekerjaan sampingan selain bertani, karena itu
topik utama penelitian saya.
dimalam hari. Pada dasarnya, tempat ini bukan
hanya sekedar minum kopi, teh ataupun tuak, akan tetapi bisa menjadi tempat
bercerita tentang semua aspek, yaitu masalah politik, keluarga, ekonomi, kondisi
pertanian. Dengan hanya mendengarkan pembicaraan sesama petani yang
membahas tentang pertanian, saya sudah dapat menentukan bahwa dari beberapa
mereka cocok untuk dijadikan informan.
Ibu M Manurung adalah informan saya. Ibu ini juga menjadi salah satu
informan kunci saya, seluruh kriteria permasalahan skripsi saya ada padanya, dan
saya berharap besar mampu dijawab. Berketepatan ibu dari teman dekat saya di
kampung. Jarak rumah kami hanya 200 m. Saya sering berkunjung kerumahnya
sekedar bercerita apabila dia pulang dari Medan. Berdasarkan hal tersebut,
7
melakukan wawancara tidak begitu sulit dan saya mendapat respons yang baik.
Ibunya sangat terbuka untuk bercerita dan menjawab semua pertanyaan yang saya
ajukan. Hal tersebut dilakukan ibu M Manurung dengan baik berharap nantinya
apa yang dia lakukan terhadap saya, didapat oleh anaknya kembali didunia
perkuliahan
Selain itu, orang tua saya adalah salah satu informan saya. Kadang kala
waktu senggang kami bercerita sambil bercanda gurau, sekaligus cerita mereka
menjadi bahan tambahan tulisan skripsi saya. Mereka bercerita panjang lebar,
dimulai dari keluh kesah mereka sebagai petani yaitu mahalnya pupuk dan
obat-obatan, murahnya harga padi, cuaca yang tidak mendukung dan juga susahnya
petani dalam membagi-bagikan hasil panen, baik itu untuk kebutuhan rumah
tangga (biaya sekolah anak), konsumsi dan lain sebagainya.
Kurang baik untuk saya, karena saya tidak begitu lancar berbahasa batak
toba. Menurut pendapat para ahli Antropologi, menguasai bahasa masyarakat
lokal menjadi salah satu kunci utama dalam pembuatan etnografi. Dalam
melakukan wawancara, saya memakai bahasa indonesia, walaupun ada beberapa
informan saya menjawab dengan bahasa batak.
Penulisan (mengklasifikasikan data lapangan ke dalam tulisan)
Banyak kritikan yang saya dengar dari teman-teman kampus. Bahwa
apabila seorang mahasiswa/i sedang melakukan penelitian skripsi di tempat
kelahirannya atau dibesarkan kurang efektif. Mereka mengatakan data yang
didapatkan melalui jawaban orang-orang terdekat atau juga atas dasar
pengetahuan penulis. Saya tidak mengikuti cara yang demikian. Menurut saya,
data dilapangan akan lebih dalam lagi daripada data yang saya ketahui dari
orang-orang terdekat. Berangkat dari hal itu, saya terus mencari data di lapangan untuk
menambah bahan skripsi saya.
Dalam pengumpulan data saya tidak begitu sulit, akan tetapi yang menjadi
masalah adalah dalam hal menuangkan data tersebut ke dalam tulisan. Terlihat
beberapa kali saya harus mengulang setelah berdiskusi dengan dosen pembimbing
skripsi saya yaitu bapak Agustrisno, Msp.
Tidak hanya dengan bapak Agustrino, Msp, teman-taman saya Nelson ‘08,
BES ‘08, Junius ’08 dan Kalvin ’08 kerap kali kami berdiskusi bersama untuk
membahas skripsi masing-masing. Sehingga dalam diskusi tersebut muncul
ide-ide baru yang nantinya menjadi bahan tambahan penulisan skripsi.
Sekitar 4 bulan saya jarang melakukan bimbingan skripsi, di sebabkan
saya sudah mulai jenuh. Beruntung bagi saya mendapat semangat kembali ketika
menghadiri wisuda kawan stambuk saya, saya melihat kegembiraan yang begitu
dalam dan kegembiraan orang yang mengantarkan anaknya menjadi sarjana, ini
menjadi motivasi saya kembali untuk tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi
ini.
Saya mendapat tekanan yang sangat besar dari orang tua saya, karena satu
stambuk saya sudah banyak yang selesai dalam perkuliahannya. Mereka merasa
skripsi ini. Semoga nilai skripsi ini baik dan nantinya dapat berguna bagi study
GAMBARAN UMUM DESA
2.1 Lokasi Desa dan Akses Jalan Menuju Desa Wonosari 2.1.1 Lokasi Desa Wonosari
Desa Wonosari berada di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Desa Wonosari 716 Ha. Terbagi
atas luas areal darat sebesar 116 Ha dan luas areal persawahan sebesar 600 Ha.
Desa Wonosari merupakan desa terluas yang ada di Kecamatan Tanjung morawa.
Jarak desa dengan kota kecamatan berjarak 8 Km, sedangkan jarak desa
dengan ibukota kabupaten 7 Km. Desa ini terletak dipinggir jalan Medan-Lubuk
Pakam, tepatnya di Pasar 7 Kecamatan tanjung Morawa. Batas wilayah Desa
Wonosari yaitu pada sisi Utara berbatasan dengan Desa Penara Kebun. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Baru. Sebelah Timur berbatasan dengan
Desa Pardamean. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dalu 10 A dan Desa
Dalu 10 B.
2.1.2 Akses Jalan Menuju Desa Wonosari
Sarana angkutan umum dari kota Medan menuju Desa Wonosari dapat
ditempuh dengan menggunakan jasa angkutan umum seperti KPUM A97, KPUM
N03. Angkutan ini berkapasitas 14-16 orang penumpang. Trayek KPUM A97
dimulai dari Pancur Batu-Terminal Amplas-Lubuk pakam sedangkan KPUM
dari kota Medan-Lubuk Pakam menempuh waktu sekitar 60 menit yaitu
perjalanan dari pusat kota Medan menuju Terminal Amplas sekitar 30 menit dan
menyambung kembali dari Terminal Amplas menuju Lubuk Pakam yang
menempuh waktu 20-30 menit. Desa Wonosari dapat dikatakan berada pada
pertengahan antara Kota Lubuk Pakam dengan Kota Tanjung Morawa apabila
dilihat dari jarak kedua kota tersebut.
Kondisi jalan dari Terminal Amplas menuju Lubuk Pakam cukup baik
karena merupakan jalan lintas dan akses darat menuju kota-kota besar. Banyak
berdiri pabrik-pabrik disepanjang jalan yaitu pabrik Indomie. PT Kedaung Grup
dan kawasan Medan Star yang di dalamnya banyak berdiri perusahaan yaitu PT
Smart Glove, PT Sempurna tbk, Pohon Pinang dan masih banyak yang belum
saya ketahui.
Simpang pasar 7 adalah gerbang atau pintu utama untuk memesuki Desa
Wonosari. Tepatnya berada dipinggiran jalan menuju Kota lubuk Pakam.
Simpang ini adalah akses terdekat menuju desa Wonosari. Dari Simpang Pasar 7
menuju Desa Wonosari dapat menaiki jasa tukang ojeg dengan ongkos Rp 3.000 sampai Rp 5.000 tergantung jarak yang ditempuh. Kondisi jalan Desa Wonosari
sudah tergolong baik. Pada pertengahan tahun 2010 jalan sudah dilapisi aspal
2.2 Sejarah Desa Wonosari
Desa Wonosari pada masa dahulu merupakan hutan belantara, kemudian
Pemerintah Belanda membuka areal ini menjadi areal perkebunan. Dengan
dibukanya daerah ini, maka banyak rakyat yang datang ke daerah ini untuk
bekerja membuka lahan sekaligus menetap dan juga membuka lahan untuk
mereka sendiri untuk ditanami dengan tanaman pangan. Adapun nama Wonosari
berasal dari kata Wono yang berarti hutan dan Sari artinya rasa. Maka Wonosari
mengandung arti hutan atau bekas hutan.
2.3 Sistem Pemerintahan Desa
Minimnya data di kantor kepala desa baik dikalangan masyarakat tentang
awal berdirinya sistem pemerintahan desa Wonosari mengakibat kurangnya
informasi yang dapat saya tulis. Saya akan memaparkan sistem pemerintahan desa
pada saat ini. Adapun susunan pemerintahan Desa Wonosari pada tahun 2012
adalah sebagai berikut :
Kepala Desa : Suparman
Sekretaris : Wagiman
Bendahara : Wahidin Sitorus
Bagian kepengurusan :
Urusan pemerintahan : Fambudi SP
Urusan pembangunan : Yuwono Kesatria Hadi
Urusan umum : Kaliyem
Desa Wonosari terbagi kedalam 16 dusun yang setiap dusunnya dipegang
informasi kepada masyarakat mengenai informasi dan kebijakan yang didiapat
dari kantor kepala desa serta pembuatan KTP, KK (Kartu Keluarga) dan
surat-surat lainnya yang berhubungan dengan masyarakat setempat.
2.4 Pemilikan Tanah
Pada umumnya desa Wonosari dihuni oleh suku Batak dan Jawa. Pada
masyarakat suku batak toba adalah berdasarkan adat yaitu sistem pewarisan
kepada anak-anak laki. Anak perempuan tidak mendapatkan warisan karena
nantinya apabila sudah menikah dia dianggap sudah dibeli dan menjadi keluarga
pihak suaminya. Kepemilikan tanah menjadi hak milik perorangan dan dapat
diperjualbelikan atau diwariskan kepada generasi selanjutnya.
2.5 Keadaan Penduduk
Penduduk di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa, pada umumnya
suku Batak Toba dan Jawa. Serta beragama Islam dan Kristen Protestan. Mereka
selalu hidup rukun dan saling menghormati antar suku dan agama yang disatukan
dalam tali persaudaraan dan kekeluargaan sehingga tidak ada perselisihan antar
kelompok atau etnis. Jumblah penduduk di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung
Morawa ini terdiri dari 9.950 jiwa (2.400 KK) dengan jumlah penduduk pria
sebanyak 5.070 dan wanita sebanyak 4.880 jiwa.
Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Desa Wonosari
No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (jiwa)
1 0-15 3.943
3 >56 1.286
Jumlah 9.950
Sumber : Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010
Mata pencaharian utama masyarakat Desa Wonosari adalah petani.
Dimana 1.311 jiwa warga desa merupakan petani. Sisanya bekerja sebagai
Pegawai Swasta 876 jiwa, Pedagang 605 jiwa, PNS 517 jiwa, Pensiunan 219 jiwa,
dan pekerjaan lainnya 377 jiwa. Tidak sedikit masyarakat yang mata pencaharian
pokoknya non petani, namun mereka pada umumnya memiliki lahan pertanian
yang dikerjakan sepulang dari bekerja misalnya sebagai PNS. Jadi meskipun
mereka memiliki pekerjaan pokok sebagai PNS mereka juga disebut petani.
Sebagai mata pencaharian tambahan masyarakat Desa Wonosari biasanya
memelihara hewan ternak seperti babi, kambing, bebek, ayam, ikan lele dan
lembu. Hasil dari hewan peliharaan ini biasanya hanya untuk kebutuhan tambahan
dan kebutuhan protein keluarga. Meskipun demikian, ada juga untuk kebutuhan
dikonsumsi pada saat pesta dan dijual kepasar.
Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian Desa Wonosari
No Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 Pelajar 4.934
2 Petani 1.311
3 Ibu Rumah Tangga 1.100
4 Pegawai Swasta 876
5 Pedagang 605
6 Pegawai Negeri 517
8 Polisi 7
9 TNI 4
10 Lainnya 377
Total 9.950
Sumber :Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010
2.6 Topografi Desa
Tanah di Desa Wonosari memiliki tekstur yang subur. Jenis tanah gembur
dan berwarna hitam kecoklatan. Jenis tanah ini sangat cocok dijadikan untuk
lahan pertanian yaitu padi. Tanaman yang cocok di dalam jenis tanah seperti ini
adalah padi. Sistem tanam padi Desa Wonosari dapat mencapai 2-3 kali panen
dalam satu tahun. Biasanya panen dapat 3 kali dalam setahun, karena belakangan
ini cuaca sulit untuk ditebak. Misalnya pada akhir tahun adalah musim penghujan,
dimana pada bulan ini cocok untuk turun kesawah tetapi tidak cocok untuk musim
panen sehingga petani harus mampu memperkirakan padi untuk dapat dipanen.
Suhu udara Desa Wonosari memiliki temperatur 30°C dengan curah hujan
rata-rata 100 mm-200 mm/tahun. Wilayah Desa Wonosari berada di ketinggian 35
mdpl. Desa Wonosaari memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musim
penghujan. Biasanya musim penghujan antara bulan September-Desember dan
musim kemarau tetapi sekarang ini cuaca susah diprediksi kapan musim
penghujan dan musim kemarau. Terkadang datangnya musim yang tidak dapat
diprediksi masyarakat dapat membawa dampak yang baik dan menyusahkan
petani. Misalnya pada musim kemarau tepatnya petani panen. Pada masa ini harga
langsung dijual. Berbeda halnya pada musim penghujan, harga padi murah. Ini
disebabkan kondisi padi yang basah dan susah untuk dijemur sehingga harganya
sangat murah.
2.7 Sarana dan Prasarana Desa
Sarana dan prasana merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Dimana sarana dan prasarana juga nantinya dapat
membantu kegiatan ekonomi masyarakat. Perkembangan suatu daerah sangat
membutuhkan suatu alat yang dapat mempercepat akses masuknya arus informasi
bagi perkembangan daerah tersebut.
Sarana umum yang tersedia di Desa Wonosari meliputi : sarana
pendidikan yakni, 4 buah gedung TK, 5 SD Negeri, 1 SD Swasta, 1 SLTP Negeri,
2 SLTP Swasta dan 2 SLTA Swasta. Umumnya sekolah-sekolah tersebut
didirikan di pusat desa atau dusun yang dihuni lebih banyak masyarakatnya
dibandingkan dengan dusun-dusun lainnya. Lokasi sekolah tidak terlalu jauh
dengan rumah-rumah penduduk sekitar 2-4 Km serta kondisi jalannya bagus yang
sudah dilapisi aspal sehingga anak-anak sekolah sudah dapat melaluinya dengan
sepeda ataupun sepeda motor.
Sarana sosial ekonomi pertanian yakni 5 kios saprodi, sebuah pasar
tradisional dan 16 kelompok tani. Sarana ini juga sangat membantu para petani.
Kios saprodi yang menjual kebutuhan pertanian berupa pupuk, obat-obatan,
cangkul dan lain sebagainya. Dimana harga di kios saprodi ini juga tidak terlalu
membutuhkan kebutuhan pertaniannya. Keberadaan pasar tradisional atau lebih
akrab disebut masyarakat setempat pekanan juga membantu mereka. Pasar tradisional buka setiap hari jumat mulai sore hari sampai jam 8 malam, sehingga
sore hari adalah waktu yang tepat apabila mereka sehabis pulang dari sawah,
untuk berbelanja sembako dan keperluan dapur.
Gambar 1: Pekanan
Selain itu, kelompok tani juga mempunyai peran dalam kehidupan mereka.
Kelompok tani adalah sekumpulan petani yang diketuai oleh seorang petani
setempat yang dibuat masyarakat berdasarkan dusun tempat tinggalnya. Tujuan
kelompok tani ini dibentuk sebagai wadah masyarakat petani untuk bersosialisasi
apabila ada sebuah perusahaan obat-obatan pertanian untuk menawarkan
produknya, sehingga setelah berdiskusi mereka mampu memutuskan apakah
menggunakan produk tersebut. Bukan hanya itu, kelompok tani juga menjadi
salah satu kucuran dana atau penerima bantuan dari Dinas Pertanian setempat
usaha pertaniannya. Pada belakangan ini pengetahuan petani dalam memilih
obat-obatan pertanian dan tidak mau pindah dengan produk-produk baru yang
mengakibatkan hilangnya kelompok tani. Para petani tertipu dengan
produk-produk baru yang bermunculan di pasar, sehingga mereka lebih percaya dengan
produk yang mereka gunakan bertahun-tahun.
2.7.1 Sarana Pertanian
Selain bibit unggul, pupuk dan sistem pengairan yang baik adalah
penunjang untuk mendapatkan panen yang melimpah. Dengan tersedianya
alat-alat pertanian yakni pompa air, sumur bor, hand traktor dan mesin panen juga
penolong bagi petani untuk dapat mengolah sawahnya. Pompa air dan sumur bor
sangat membantu petani. Biasanya sumur bor dibuat petani di pinggiran areal
persawahan. Ini dilakukan untuk mempermudah petani untuk mengairi sawahnya
apabila terjadi musim kemarau.
Seiring berkembangnya tegnologi pada era ini, dunia pertanian juga tidak
mau berdiam diri dan selalu menghadirkan tegnologi-tegnologi pertanian yang
cukup canggih. Sekitar tahun 1970 an, untuk mengolah tanah persawahannya,
petani masih mengandalkan tenaga kerbau untuk membajak sawahnya. Begitu
juga pada saat musim panen, masyarakat mengajak anggota masyarakat lainnya
untuk membantunya. Dengan mengunakan tenaga manual yaitu tenaga manusia,
dengan cara memukul-mukul batang padi kesebuah alat yang dibuat sedemikian
rupa supaya padi rontok dari batangnya. Kendala utama adalah efisiensi waktu,
apabila menggunakan cara tradisional yaitu dengan menggunakan tenaga kerbau
batangnya memerlukan waktu yang cukup lama dan juga areal yang dikerjakan
tidak begitu luas. Pada saat ini kehadiran hand traktor dan mesin panen membawa dampak positif terhadap petani. Kalau dengan menggunakan hand traktor dapat menyelesaikan 1 Ha per hari terhitung dari jam 9 pagi sampai jam 6 petang.
Mesin panen dirakit sedemikian rupa, mesin dihubungkan kesebuah tuas sehingga
tuas ikut berputar. Putaran inilah yang merontokkan padi. Semakin besar tenaga
mesin semakin banyak padi yang dirontokkan. Baru-baru ini kehadiran mesin
panen yang cukup canggih yang didatangkan dari Australia, masyarakat setempat
menyebutnya odong-odong. Odong-odong adalah sebuah alat mesin panen yang bentuknya hampir mirip dengan traktor. Bagian depannya dilengkapi dengan
pisau yang diposisikan seperti bentuk gunting yang bertujuan memotong batang
padi sehingga padi masuk ke dalam mesin dan langsung dirontokkan didalam
mesin itu juga. 1 orang bertugas memegang karung untuk diisi padi yang keluar
dari mesin.
Tabel 3. Sarana dan Prasarana di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang
No Fasilitas Sarana dan Prasarana Jumlah
3 Sosial Ekonomi Pertanian Kios Saprodi
Sumber : Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010
2.8 Kelembagaan Desa Wonosari
2.8.1 Lembaga formal dan Lembaga Non Formal
Kelembagaan di Desa Wonosari dapat dibagi menjadi dua yakni
kelembagaan formal dan kelembagaan non formal. Lembaga formal meliputi
lembaga Pemerintahan Desa, Lembaga Ketahanan Masyarakat Pangan (LKMD),
Pemberdayaan Kesejateraan Keluarga (PKK), Badan Perwakilan Desa (BPD),
Kelompok Tani dan Karang Taruna. Kelembagaan non formal meliputi
Perkumpulan muda-mudi setiap dusun, muda-mudi mesjid, dan perkumpulan klan
marga.
Ada juga organisasi yang merupakan suatu wadah diskusi dan berkumpul
bagi para masyarakat yang dibentuk atau didirikan atas dasar kesamaan
kepentingan, agama, atau kesamaan latar belakang klan marga. Lembaga formal
dan non formal dapat kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Lembaga Formal dan non formal yang ada di Desa Wonosari
Desa
Sumber : Data Monografi Desa Wonosari Tahun 2010
2.9 Sumber Daya Alam (SDA)
Sumber daya alam (SDA) merupakan faktor yang sangat penting dan
berpotensi untuk dikelola secara maksimal sehingga menjadi sumber utama
pendapatan masyarakat. Sumber daya alam Desa Wonosari yang berpotensi
adalah sektor pertanian dan sektor peternakan. Pada sektor pertanian biasanya
dikelola masyarakat dengan menanam padi, jagung dan coklat. Pada sektor
peternakan umumnya masyarakat memelihara bebek, kambing, babi, dan ayam.
Selain itu Desa Wonosari juga memiliki sumber daya alam dibidang kerajinan
tangan yaitu pembuatan batu bata, pembuatan tempe dan souvenir. Berbagai jenis
sumber daya alam yang ada di Desa Wonosari pada tabel berikut :
Tabel 5. Sumber Daya Alam yang dihasilkan dari Desa Wonosari
Sektor Sumber Daya Alam Jumlah
Sektor Pertanian Padi
Lembu
Bebek
Ayam Kampung
Ayam Ras
Ikan Lele
20 ekor/tahun
10.000 ekor/tahun
5.000 ekor/tahun
7.000 ekor/tahun
3,5 ton/tahun
Sektor Kerajinan Tangan Batu bata
Tempe
Souvenir
3.900.000 buah/tahun
0,75 ton/tahun
3.900 buah/tahun
B A B III RUTINITAS PETANI
3.1 Kehidupan Petani di Desa Wonosari
Petani di Desa Wonosari adalah masyarakat yang mengolah tanah
pertaniannya dengan menanam padi. Kegiatan petani dimulai saat pagi hari
sampai sore hari untuk mengerjakan atau mengolah sawahnya. Kesibukan petani
mulai terlihat sewaktu turun bibit. Awalnya petani harus melihat kondisi air
supaya sawah dapat diolah dengan menggunakan hand traktor. Aktivitas petani
diawali pada pagi hari. Kebanyakan masyarakat petani, kaum ayah berangkat
lebih awal daripada istrinya. Sang istri masih mengerjakan pekerjaan rumah,
memasak sarapan, memberi makan ternak dan juga menunggu sampai
anak-anaknya berangkat ke sekolah. Setelah semua selesai, istri menyusul suaminya
tersebut untuk membantu pekerjaan di sawah. Apabila matahari mulai naik, istri
kembali kerumah untuk memasak makan siang untuk keluarga mereka. Pekerjaan
di sawah, sosok ayah lebih diandalkan. Biasanya apabila pekerjaan di sawah
sudah mulai menumpuk, siang hari kaum laki-laki tidak pulang ke rumah. Mereka
bergegas menyelesaikan pekerjaan tersebut sembari beristirahat di soso-sopo9
Teriknya matahari dan lumpur adalah teman petani saat berada di sawah.
Teriknya matahari tidak menjadi penghalang bagi mereka. Petani hanya berusaha
bekerja sekuat tenaga untuk dapat makan dan yang terpenting dapat memenuhi dan
menunggu makan siangnya diantar istri atau anak-anaknya.
9
seluruh kebutuhan rumah tangga yang salah satunya untuk menyekolahkan
anak-anak mereka. Untuk mencapai hal tersebut, petani harus mengupayakan tanaman
padi dirawat sebaik mungkin, sehingga apabila tiba saat panen mendapat hasil
yang memuaskan. Tetapi kadangkala hal itu tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan petani. Petani sudah berusaha merawat padi, tetapi tiba saat panen,
musim hujan dan angin kencang merobohkan padi miliknya. Suatu hal yang tidak
terduga-duga datang. Walaupun hal itu terjadi, mereka tetap bersyukur dan
mengupayakan agar tetap tabah menghadapi segala sesuatu yang datang.
3.2 Sistem Pertanian 3.2.1 Pengolahan Tanah
Sebelum dilakukannya penanaman bibit padi, pengolahan tanah harus
dilakukan untuk mempermudah penanaman bibit padi sehingga padi dapat
tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah bertujuan untuk mengubah sifat fisik agar
lapisan semula yang keras menjadi datar dan berlumpur. Pembuatan bedengan
juga berguna supaya air dapat bertahan sehingga memudahkan dalam
mengolahnya dan juga air tidak merembes ke areal persawahan milik orang lain.
Menurut penuturan (bapak K.Sitorus 58 tahun wawancara 23 Januari 2013).
Sekitar tahun 1960-an masyarakat masih mengandalkan tanaga kerbau untuk
membajak sawahnya. Seiring berjalannya waktu, awal tahun 2000 kemajuan
Terus berinovasi hingga pada saat ini, dengan memperbaharui hand traktor dengan menciptakan tenaga mesin yang lebih besar, sehingga mampu
mengerjakan 2x luas areal yakni 40-50 rante / hari dibandingkan dengan hand traktor sebelumnya. Untuk mengerjakan areal persawahannya petani membayar Rp 40.000 pada setiap rantenya.
Ada 3 tahap penggunaan hand traktor sebelum bibit padi ditanam10
1. Ngelukku yaitu membalikkan tanah yang tujuannya supaya tanah lebih mudah dihancurkan dan bagian atas yang ditumbuhi rumput atau sisa
batang padi dapat menjadi pupuk alami.
.
2. Meng-glebek yaitu menghancurkan tanah yang masih dalam bentuk lukuan. Kegiatan ini dibantu dengan media air, apabila air kurang
mengakibatkan tanah akan susah dihancurkan
3. Memapani adalah tahap akhir sebelum dilakukannya penanaman, yaitu meratakan areal persawahan apabila ada gundukan tanah yang tidak rata.
3.2.2 Proses Pengolahan Tempat Pembibitan
Umumnya petani membuat tempat pembibitan di tempat yang tertinggi
pada areal persawahannya dan juga mudah untuk memasukkan air. Tujuannya
apabila hujan turun agar mudah untuk membuang air yang menggenangi tempat
pembibitan tersebut. Biasanya petani membuat perbandingan tempat pembibitan
dengan luas areal yang akan ditanami adalah 1 : 20 maksudnya satu rante tempat
pembibitan cukup menanami 20 rante arael persawahan, dengan takaran 2 kg bibit
10
padi untuk satu rantenya. Proses pertama adalah mengolah tanah dengan cara
membajak arael tempat pembibitan dengan menggunakan hand traktor, kemudian meratakan tanah dan juga membuang rumput atau batang-batang padi yang belum
busuk. Karena apabila tidak dilakukan hal demikian nantinya bibit padi tidak akan
tumbuh. Ada waktu-waktu tertentu bibit padi memerlukan air. Pada saat baru
ditabur tempat pembibitan tidak perlu diisi air, ini akan mengakibatkan bibit padi
tidak akan melekat pada tanah. 3 hari sebelum pencabutan bibit, saat inilah bibit
padi memerlukan air yang cukup banyak. Tujuannya supaya tanah pembibitan
terendam air dan memudahkan petani untuk mencabut bibit.
3.2.3 Pemilihan bibit padi
Masyarakat lebih cenderung menggunakan bibit padi yang sudah dipakai
oleh masyarakat lainnya. Mereka tidak berani memakai bibit yang baru apabila
belum dilihat hasil dan kualitas bibit tersebut. Berawal dari hal itu, sehingga
masyarakat lebih berhati-hati dalam pemilihan bibit. Masyarakat lebih
mempercayai bibit padi yang digunakan masyarakat lainnya yang sudah dilihat
bahwa kualitas padi tersebut baik dan cocok untuk dijadikan bibit, dibandingkan
dengan bibit padi yang dijual di grosir ataupun anjuran dari PPL. Untuk
mendapatkan bibit padi tersebut, sebelumnya calon pemakai melakukan negoisasi
kepada pemilik bibit padi, apakah bibit padi dibeli atau ditukar kembali dengan
3.2.4 Proses pembibitan
Pemilihan bibit padi yang bagus adalah salah satu faktor untuk
mendapatkan hasil panen yang melimpah. Masyarakat desa Wonosari biasanya
menggunakan bibit padi jenis IR 64. Bibit varietas ini dianggap lebih bagus dari
varietas lainnya, kerena proses pemeliharaannya tidak begitu rumit dan hasilnya
bagus menjadikan bibit varietas ini tetap diandalkan petani.
Masyarakat menggunakan perbandingan untuk 1 rante (20x20m) yaitu
dengan 2 kg bibit padi. Sebelum dijadikan bibit padi terlebih dahulu dijemur dan
dibersihkan dengan cara dipur-pur11
Ada waktu tertentu dimana petani mengalami kekurangan bibit padi saat
penanaman. Petani harus berusaha mendapatkan bibit untuk menanami sawahnya . Sesudah dibersihkan, padi dimasukkan kedalam karung untuk direndam selama satu hari satu malam sehingga tunas padi
keluar dengan sempurna dan siap untuk disemaikan di sawah. Belajar dari
pengalaman, petani dengan sengaja melebihkan takaran bibit padinya. Karena
pada nantinya akan sangat diperlukan apabila ada hal yang mengganggu atau
merusak bibit padi yaitu untuk menggantikan padi yang tidak tumbuh pada saat
dilakukan penanaman. Kemudian bibit padi ditabur di tempat yang sudah
disediakan yang terlebih dahulu tanahnya sudah diolah petani. usia bibit padi
sebelum ditanam bekisar 21-25 hari. Untuk mendapatkan bibit yang baik
pengaturan air juga sangat penting, maksudnya apabila air terlalu banyak bibit
padi tidak tumbuh dengan sempurna sedangkan apabila kondisi air terlalu sedikit
mengakibatkan nantinya bibit padi susah untuk dicabut.
11
yang masih kosong akibat kekurangan bibit. Sebelumnya petani sudah melebihkan
bibit tersebut untuk mengantisipasi terhadap kerusakan bibit sewaktu disemaikan.
Ini terjadi karena bibit padi belum melekat pada tanah tempat persemaian
sehingga terbawa air saat tempat persemaian bibit padi tergenang air. Untuk
menggantikan bibit padi yang kurang, biasanya petani mencari dan mengelilingi
areal persawahan petani yang lain untuk mendapatkan bibit padi yang sisa. Untuk
mendapatkannya petani harus menanyakan kepada pemilik apakah bibit tersebut
boleh diambil atau dibeli. Terkadang inilah awal petani mengalami kekecewaan.
Karena bibit yang dipakai dan yang didapatkannya dari petani lain berbeda,
nantinya apabila memasuki masa panen kondisi padi tidak serentak untuk dipanen
dan keadaan padi bercampur dengan padi yang seharusnya sudah dapat dipanen.
3.3 Proses penanaman bibit padi
Umumnya petani yang memiliki areal sawah yang lumayan luas, biasanya
mempekerjakan masyarakat sekitar ataupun masyarakat luar yang sengaja
menawarkan tenaganya untuk mencabut bibit padi. Sudah jarang terlihat pada
masyarakat yaitu istilah marsidapari12
12
Marsidapari (bahasa lokal) adalah saling membantu tanpa membayar upah. Istilah ini biasanya dipakai dalam mencabut bibit, menanam bibit, membersihkan padi dari rumput dan mendirikan
. Kegiatan marsidapari sudah jarang terlihat, ini terjadi karena sudah begitu banyaknya buruh tani yang masuk ke Desa
Wononosari dari desa lain, sehingga masyarakat mulai terpengaruh dengan buruh
tani dan mulai mengikutinya yang menjual tenaga mereka untuk mendapatkan
ini. Seperti yang diungkapkan (Ibu Sitorus 42 tahun, 20 tahun bertani, wawancara
6 Februari 2013) :
“Dulu...waktu menanam padi, kami saling bantu-membantu untuk menyiapkan dan bergantian setiap sawah yang kami kerjakan, walaupun lama dan sedikit hasil kerjanya. Kami iklas mengerjakannya, tanpa menerima uang dari pemilik sawah. Tapi,,,,sekarang itu sudah jarang, mungkin karena orang zaman sekarang butuh semua yang cepat”
Dalam hal mencabut bibit padi pada informan saya yaitu berketepatan
orang tua penulis sebut saja bapak Siahaan mengerjakan 20 rante. Untuk
mencabut bibit biasanya ayah saya memperkerjakan buruh tani 3-4 orang,
sehingga untuk menyelesaikan mencabut bibit padi untuk 20 rante dikerjakan 6
orang termasuk ayah dan ibu saya. Biasanya orang tua saya memperkerjakan
ibu-ibu yang sudah dikenal di desa setempat, baik itu dari satu gereja, yang menurut
mereka dengan keadaan seperti ini sudah dapat membantu daripada
memperkerjakan orang dari desa luar. Mereka mendapat upah Rp 50.000-Rp
60.000 dalam sehari terhitumg dari jam 09:00 sampai jam 17:00. Saat mencabut
bibit adalah tempat atau arena bagi mereka untuk bercerita, mengeluarkan isi
hatinya dan bercanda.
2 Sistem penanaman bibit padi13
• Sistem cabut tanam yaitu mencabut, menyerakkan, dan menanam bibit padi
seluruhnya dikerjakan oleh buruh tani. Biasanya satu kelompok mereka , yaitu :
13
berjumlah 10-15 orang. Mereka mendapat upah Rp 50.000 untuk setiap
rantenya.
• Sistem tanam yaitu sama seperti buruh tani pada sistem cabut tanam. Buruh
tani hanya menanam saja, sebelumnya mencabut dan menyerakkan bibit sudah
dilakukan sipemilik sawah. Mereka mendapat Rp 25.000 untuk setiap rante
yang mereka kerjakan.
3.4 Perawatan atau pemeliharaan
Padi adalah jenis tanaman yang memerlukan perawatan untuk
pertumbuhannya. Perawatan dapat berupa pemupukan, penanggulangan hama dan
pembersihan dari gulma.
1. Pemupukan
Umumnya masyarakat melakukan 2 kali pemupukan yaitu pemupukan
pertama 5-10 hari sesudah tanam dan pemupukan kedua 30-35 hari sesudah
tanam. Masyarakat menggunakan pupuk Urea, NPK Phonska, SP, ZA, NPK
Mutiara. Biasanya pemupukan pertama komposisi pupuk lebih banyak
dibandingkan dengan pemupukan kedua, ini dilakukan supaya padi memiliki
tunas yang banyak. Seperti penuturan (bapak L Simanjuntak 43 tahun, wawancara
28 Februari2013).
pemupukan kedua 1 zak Urea, dan 2 NPK Phonska. Sudah lama saya melakukan seperti ini dan hasil memuaskan. Apabila saya mempunyai uang, saya hanya memperbanyak takaran pupuknya saja”
2. Penanggulangan hama
Keong mas dalam bahasa latin Pomacea Canaliculuta adalah hama yang setiap musimnya menghampiri tanaman padi milik masyarakat. Saat-saat penting
untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama setelah masa tanam,
kondisi ini dimanfaatkan keong mas karena padi masih muda dan sangat mudah
untuk dirusak. Untuk membasmi hama ini, masyarakat menggunakan pestisida
berbentuk serbuk yang dibeli dari toko pertanian dengan harga Rp3.000/kg.
Sebelum padi ditanam, petani menaburkan pestisida secara merata pada areal
persawahan, dengan kondisi air yang tidak begitu banyak sehingga keong
langsung berkontraksi dengan racun dan langsung mati. Pada saat-saat ini juga
padi sangat rentan terhadap segala gangguan baik itu dari hewan yaitu burung
bangau yang dapat merusak dengan menginjak padi ataupun alam (hujan).
Sehingga perlu dilakukan perhatian ekstra yang biasa masyarakat menyebutnya
mangaligi15.
15