• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Perkecambahan Jahe (Zingiber officinalle Roxb.) dengan Menggunakan Etepon pada Berbagai Umur Simpan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Perkecambahan Jahe (Zingiber officinalle Roxb.) dengan Menggunakan Etepon pada Berbagai Umur Simpan."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PERBAIKAN PERKECAMBAHAN JAHE (Zingiber officinalle

Roxb.) DENGAN MENGGUNAKAN ETEPON PADA

BERBAGAI UMUR SIMPAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan Perkecambahan Jahe (Zingiber officinalle Roxb.) dengan Menggunakan Etepon pada Berbagai Umur Simpan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ANOM FEBRIANSYAH. Perbaikan Perkecambahan Jahe (Zingiber officinalle Roxb.) dengan Menggunakan Etepon pada Berbagai Umur Simpan. Dibimbing oleh MARYATI SARI dan ANI KURNIAWATI.

Tanaman jahe (Zingiber officinale Roxb.) termasuk ke dalam jenis tanaman obat rimpang. Jahe dibagi ke dalam tiga jenis, diantaranya jahe merah, jahe putih kecil, dan jahe putih besar. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh umur simpan dan perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) etepon terhadap pertumbuhan rimpang jahe. Penelitian dilaksanakan di laboratorium pasca panen IPB menggunakan ZPT etepon, rimpang jahe varietas Badak yang baru dipanen dari tanaman yang sudah cukup tua (11 bulan). Penelitian dilaksanakan menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan pra tanam menggunakan etepon dengan lima taraf: tanpa perlakuan (kontrol), perendaman dalam etepon 0 ppm, 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm selama 30 menit. Faktor kedua adalah umur simpan rimpang yang disemaikan dengan lima taraf: 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Aspek yang diamati yaitu kondisi rimpang selama penyimpanan, persentase penyusutan bobot rimpang selama penyimpanan, jumlah rimpang bertunas, dan panjang tunas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) aplikasi ZPT etepon tidak mampu mempercepat pertumbuhan rimpang tanaman jahe. (2) Kecuali pada rimpang yang telah busuk, tidak ada perbedaan viabilitas antara rimpang yang telah disimpan selama 4 bulan dan rimpang yang baru dipanen. Ada 13.9% rimpang busuk pada penyimpanan 4 bulan.

(6)

ABSTRACT

ANOM FEBRIANSYAH. Growing Improvement of Ginger Rhizome (Zingiber officinale Roxb.) by Ethephon in many Storage Period. Supervised by MARYATI SARI and ANI KURNIAWATI.

Ginger (Zingiber officinale Roxb.) is included in a medicinal plant. Ginger divided into three types, namely red ginger, small white ginger, and large white ginger. This research aimed for assessing the influence of rhizomes storage period and treatment of plant growth regulator ethephon on the growth of ginger rhizome. Research conducted in IPB post harvest laboratory using ethephon, the tuber of ginger var. Badak that harvested from plant which were already matured (11 months). Research conducted using randomize complete design method with two factors and 3 replications. The first factor was treatment before planting that use ethephon: control, 0 ppm, 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm until 30 minutes . The second factor was the rhizome storage period: 0 month, 1 month, 2 months, 3 months, and 4 months. The aspect that observed were tuber conditions during storage, the percentage of tuber weight shrinkage during storage, tubers sprout, and long sprout. The result of this research were (1) the application of ethephon was not influenced the growth of ginger rhizome. (2) Except on rotten rhizome, there was not different viability between rhizomes that had been stored for 4 months and fresh harvested rhizome. There was 13.9% rotten rhizome at 4 months storage.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PERBAIKAN PERKECAMBAHAN JAHE (Zingiber officinalle

Roxb.) DENGAN MENGGUNAKAN ETEPON PADA

BERBAGAI UMUR SIMPAN

ANOM FEBRIANSYAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

(8)
(9)

Judul Skripsi : Perbaikan Perkecambahan Jahe (Zingiber officinalle Roxb.) dengan Menggunakan Etepon pada Berbagai Umur Simpan. Nama : Anom Febriansyah

NIM : A24070051

Disetujui oleh

Maryati Sari SP, MSi Pembimbing I

Dr. Ani Kurniawati SP, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah perlakuan zat pengatur tumbuh pada persemaian jahe, dengan judul Perbaikan Perkecambahan Jahe (Zingiber officinalle Roxb.) dengan Menggunakan Etepon pada Berbagai Umur Simpan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Iskandar Lubis selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan selama proses akademik. Ibu Maryati Sari SP, MSi dan Ibu Dr. Ani Kurniawati SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas segala kesabarannya dalam memberikan bimbingan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Bapak, Adik, atas segala doa dan kasih sayang yang tiada henti, teman-teman komunitas 97, Arfi, Doni, Didi, Michelle, yang selalu memercikkan semangat kebersamaan dan menjawab segala pertanyaan, teman-teman IPOK & Terserah Ajjah untuk ruang bagi penulis selama menyelesaikan skripsi.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Tanaman Jahe ... 2

Pembibitan Jahe ... 3

Dormansi Rimpang ... 3

Etepon ... 4

METODE ... 5

Tempat dan Waktu ... 5

Bahan dan Alat ... 5

Metode Penelitian... 5

Prosedur Penelitian... 6

Pengamatan ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

KESIMPULAN ... 11

Kesimpulan ... 111

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA ... 111

RIWAYAT HIDUP ... 13

DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi pengaruh umur simpan terhadap kondisi dan penyusutan bobot rimpang jahe 7

2 Pengaruh umur simpan terhadap kondisi rimpang jahe 8

3 Pengaruh umur simpan terhadap penyusutan bobot rimpang jahe 8

4 Rekapitulasi pengaruh umur simpan dan perlakuan pra semai terhadap jumlah rimpang bertunas dan panjang tunas rata-rata rimpang jahe 9

5 Pengaruh umur simpan terhadap persentase jumlah rimpang bertunas dan panjang tunas rata-rata 9

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jahe (Zingiber officinale Roxb.) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki peranan penting dan menjadi komoditas ekspor non-migas di Indonesia. Produksi jahe di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 232 616.356 ton dan produktivitasnya rata-rata 21.4 ton/ha (BPS 2013). Jahe diekspor dalam bentuk jahe segar, jahe kering, jahe segar olahan dan minyak atsiri, namun hal tersebut masih mengalami banyak kendala. Eksportir mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan jahe dari sentra-sentra produksi jahe karena tidak mencukupi dalam memenuhi pesanan yang diterima. Selain hal tersebut, syarat ekspor terkait mutu, jumlah dan kesinambungan ketersediaan jahe belum dapat terpenuhi secara maksimal.

Manfaat jahe cukup banyak, diantaranya sebagai bumbu dapur, bahan kosmetik, minyak atsiri, makanan, minuman obat pegal linu, batuk, mual, dan pencernaan tubuh. Walaupun tanaman jahe telah lama dibudidayakan dan menjadi salah satu bahan baku industri obat tradisional, herbal terstandar dan fitofarmaka, namun pengembangannya skala luas masih belum bisa dicapai. Hal ini karena penggunaan benih yang belum didukung oleh penyediaan benih bermutu ataupun teknik budidaya optimal yang berkesinambungan.

Pada umumnya, perbanyakan jahe dilakukan secara vegetatif menggunakan rimpang atau umbi. Upaya peningkatan produksi terus dilakukan oleh petani, salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas benih (rimpang) jahe. Pemilihan benih yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan, sehingga kualitas dan produktivitas tanaman menjadi baik. Pengembangan benih sehat melalui teknik in vitro merupakan salah satu langkah dalam menghasilkan benih jahe sehat (Marlin et al. 2013). Media tanam dengan pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan tunas (Pratomo 2012).

Rimpang jahe mengalami masa dorman. Menurut Paimin dan Murhananto (1991) di Indonesia masa dorman jahe berlangsung selama musim kemarau. Untuk itu perlu dilakukan tindakan dalam mengatasi masa dorman tersebut agar rimpang siap ditanam setiap saat apabila diperlukan. Sebaliknya, rimpang jahe yang disimpan terlalu lama apabila tidak ditangani dengan baik akan berakibat keriput, busuk, atau bertunas dalam penyimpanan.

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) etepon. Etepon berpeluang untuk memperbaiki perkecambahan jahe, baik untuk mematahkan dormansi, seperti yang telah diteliti pada temu mangga (Kusumodewi 2002) maupun memperbaiki perkecambahan pada rimpang yang telah mengalami kemunduran.

Tujuan

(16)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jahe

Jahe (Zingiber officinale Roxb.) termasuk famili Zingiberaceae. Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, warna dan aroma rimpangnya, yaitu Jahe Putih /Kuning Besar, Jahe Putih /Kuning Kecil, dan Jahe Merah (Rostiana et al. 1991). Jahe Putih/Kuning Besar dikenal sebagai varietas Jahe Badak, rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini baik dikonsumsi saat berumur muda maupun tua, sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Jahe Putih /Kuning Kecil, dikenal sebagai Jahe Emprit. Ruasnya kecil agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua, kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada Jahe Badak, rasanya lebih pedas dan lebih banyak serat. Oleh karena itu jahe ini biasa digunakan untuk ramuan obat-obatan dan ekstrasi oleoresin serta minyak atsiri. Jahe Merah dikenal sebagai Jahe Sunti, sesuai namanya rimpangnya berwarna merah lebih kecil dari jahe putih kecil. Jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan memiliki kandungan minyak atsiri sama dengan Jahe Putih/Kuning Kecil sehingga cocok digunakan sebagai ramuan obat-obatan (Hasanah et al. 2004). Menurut Nursal et al. (2006) rimpang jahe-jahean mengandung senyawa antimikroba golongan fenol, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 mdpl. Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200-900 mdpl Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2. 500-4. 000 mm/tahun. Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari dengan intensitas cahaya matahari 70-100% atau agak ternaungi sampai terbuka. Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC. Tekstur tanah yang cocok untuk jahe adalah lempung hingga lempung liat, dengan pH 6.8 sampai 7.4. Propinsi yang termasuk sentra produksi jahe adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Kalimantan, hal ini berdasarkan luas panen dan produksi (Rostiana et al. 2009).

(17)

3 Etilen menghambat pertumbuhan ke arah memanjang (longitudinal) dan mendorong pertumbuhan ke arah melintang atau transversal (Wattimena, 1988). Penggunaan etepon pada temu mangga mampu mempercepat pertunasan rimpang temu mangga (Kusumodewi et al. 2002). Penggunaan etepon pada jahe diharapkan dapat memberikan pengaruh serupa, baik pada saat rimpang masih dorman maupun saat rimpang telah mengalami kemunduran akibat penyimpanan.

Pembibitan Jahe

Tersedianya bibit tanaman jahe yang baik dan sehat merupakan langkah awal dari upaya memperoleh hasil panen yang optimal. Dengan bibit yang sehat, diharapkan tumbuh tanaman yang sehat dan lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Kebutuhan bibit jahe bagi perkebunan besar merupakan masalah yang harus ditangani dengan baik karena bila bibit yang digunakan salah atau jelek, kegagalan panen amat mungkin terjadi. Kebutuhan bibit bagi perkebunan tergantung pada jarak tanam dan jenis jahenya. Jenis Jahe Gajah atau Badak yang berukuran lebih besar, diperlukan bibit yang lebih banyak. Pemilihan ini disesuaikan dengan tujuan produksi.

Penanaman yang dilakukan harus memperhitungkan masa dorman (istirahat) dari rimpang jahe. Masa dorman itu biasanya berlangsung beberapa bulan setelah panen. Di Indonesia, biasanya masa dorman berlangsung sepanjang musim kemarau, akan tetapi bila saat penanaman telah tiba tetapi rimpang masih dalam masa dorman, maka perlu dilakukan upaya untuk mengatasinya. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengeringan yakni menjemur selama 4 jam sehari selama 4-6 hari. Cara lain adalah dengan menyimpan di tempat sejuk, lembab, dan agak gelap selama 1-3 bulan. Kedua cara itu dimaksudkan agar tunas lebih cepat tumbuh (Paimin dan Murhananto 1991). Selama masa dorman, benih memerlukan vigor yang baik. Vigor merupakan kemampuan benih untuk mempertahankan mutu benih selama penyimpanan (Ekowahyuni et al. 2012).

Perbanyakan tanaman jahe masih dilakukan dengan menggunakan rimpangnya. Untuk bahan benih sebaiknya digunakan rimpang yang berasal dari tanaman yang cukup tua, yaitu umurnya antara 9-12 bulan. Bahan yang berasal dari rimpang yang belum cukup umur akan menghasilkan tanaman jahe yang mudah terserang bakteri dan cendawan. Tanaman ini jarang yang mencapai umur panen di atas 6 bulan. Rimpang jahe yang akan dibuat bibit dipotong-potong. Ukuran rimpang untuk bibit antara 50-80 g. Benih direndam dalam larutan agrimisin 0.1 % selama 4 jam lalu diangin-anginkan. Selanjutnya rimpang ditunaskan selama 1-3 minggu pada media tumpukan jerami padi. Media jerami disiram secara rutin setiap hari dan jangan dibiarkan sampai kering. Benih jahe juga dapat ditunaskan dengan cara dihamparkan di atas jerami, alang-alang kering yang disusun berlapis-lapis (Paimin dan Murhananto 1991).

Dormansi Rimpang

(18)

4

lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Dormansi pada benih (rimpang) dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Pada jahe, dormansi rimpang biasanya terjadi sepanjang musim kemarau (Paimin dan Murhananto 1991).

Dormansi tidak hanya dialami oleh rimpang jahe. Jenis rimpang yang lain biasanya juga mengalami dormansi, diantaranya temulawak. Prana (1985) menyatakan bahwa di Indonesia rimpang temulawak akan mengalami dormansi pada musim kemarau. Memasuki musim hujan, dormansi pecah dan tunas mulai tumbuh yang berarti masa aktif pertumbuhan dimulai. Rimpang temulawak dapat digunakan sebagai bibit tetapi perlu dilakukan pemecahan dormansi terlebih dahulu. Pemecahan dormansi dapat terjadi secara alamiah atau dengan bantuan trigger agent. Pecah dormansi ditandai dengan tumbuhnya tunas pada rimpang.

Pertunasan dapat dipicu dengan perangsang biologi dan beberapa teknik persemaian. Atonik adalah salah satu perangsang biologi sebagai biostimulan yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman, mempercepat pemulihan bagian tanaman yang terluka dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen. Schmidt (2000) menyatakan bahwa beberapa komponen kimia berinteraksi dengan mekanisme fisiologi dari beberapa tipe dormansi dan dapat menstimulasi proses metabolik selama perkecambahan/pertunasan.

Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya secara mekanik dengan melukai atau mengamplas kulit benih, secara fisiologis dengan penderaan pada suhu tinggi atau rendah dan kelembapan, secara kimia menggunakan bahan kimiawi. Metode pematahan dormansi dapat dipengaruhi oleh perilaku dormansi yaitu intensitas, persistensi, dan mekanisme dormansi (Ilyas dan Diarni 2007). Pada tanaman rimpang temulawak, dormansi dapat dipatahkan dengan cara merendam dalam air (Djamhari 2010).

Etepon

Pengaturan pertumbuhan tanaman merupakan substansi organik yang dalam jumlah sedikit dapat merangsang, menghambat, atau dapat mengubah proses fisiologis. Pada saat ini ada lima kelompok hormon pertumbuhan tanaman, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, penghambat pertumbuhan, dan etilen. Etilen merupakan salah satu hormon pengatur tumbuhan yang berbentuk gas, mempunyai efektifitas yang luas, mempercepat beberapa proses dan menunda proses yang lain dimulai dari perkecambahan hingga penuaan. Menurut Lestari (2011), adanya salah satu zat pengatur tumbuh tertentu dapat meningkatkan daya aktivitas zat pengatur tumbuh lainnya.

(19)

5

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor, mulai bulan Mei sampai dengan Oktober 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) etepon 0 ppm, 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, dan rimpang jahe varietas Badak umur satu minggu setelah panen dari tanaman yang sudah cukup tua (umur 11 bulan) berukuran 50-80 g per rimpang, media semai berupa campuran tanah dan jerami (1:1). Peralatan yang digunakan diantaranya adalah timbangan, gelas ukur, pisau, penggaris, keranjang anyaman bambu (bongsang), koran bekas, dan wadah plastik.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan etepon pra semai dengan 5 taraf: tanpa perlakuan (kering/kontrol), perendaman dalam etepon 0 ppm (air), etepon 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm selama 30 menit. Faktor kedua adalah umur simpan rimpang dengan lima taraf: 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 75 satuan percobaan. Model linier yang digunakan dalam percobaan ini adalah

Yijk= μ + αi+ βj+ (αβ) ij + εijk

Yijk = pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan taraf ke-i dari faktor konsentrasi zat pengatur tumbuh etepon dan taraf ke-j dari faktor umur simpan rimpang

μ = rata-rata populasi

αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor konsentrasi zat pengatur tumbuh etepon

βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor umur simpan rimpang

(αβ)ij = pengaruh taraf ke-i dari faktor konsentrasi zat pengatur tumbuh etepon

dan taraf ke-j dari faktor umur simpan rimpang

εijk = pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij. εij~ N(0,σ2)

(20)

6

Prosedur Penelitian

Sumber rimpang dalam penelitian diperoleh dari lahan penanaman jahe di Desa Banjar Waru, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor. Rimpang yang digunakan adalah rimpang berusia 11 bulan yang baru dipanen, dengan umur simpan satu minggu setelah panen. Rimpang dipotong-potong terlebih dahulu dengan ukuran 50-80 g dan rata-rata memiliki 2 mata tunas, dicuci hingga bersih, lalu direndam dalam larutan Dithane M-45 0.18-0.24 g/l air selama 4 jam, kemudian dikeringkan. Setelah kering, dilakukan perhitungan bobot tiap rimpang sebagai data bobot awal rimpang, kemudian disimpan.

Penyimpanan dilakukan dalam keranjang yang terbuat dari anyaman bambu (bongsang) yang dilapisi koran dan jerami padi, pada kondisi ruang simpan yang teduh. Suhu laboratorium berkisar 25-27 °C dan RH sekitar 80-85 %. Setelah mengalami penyimpanan, dilakukan pengamatan terhadap kondisi rimpang. Pengamatan juga dilakukan pada bobot rimpang setelah simpan untuk menghitung besarnya penyusutan bobot rimpang. Perlakuan perendaman etepon dilakukan pada benih atau rimpang setelah 0, 1, 2, 3, dan 4 bulan disimpan atau sebelum disemai pada media tanam. Rimpang jahe direndam selama 30 menit dengan menggunakan cairan zat pengatur tumbuh etepon dengan konsentrasi 0 ppm, 150 ppm, 300 ppm, dan 450 ppm. Sebagai kontrol, rimpang disemai tanpa diberi perlakuan apapun.

Pengamatan

Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah kondisi rimpang selama penyimpanan, persentase penyusutan bobot rimpang selama penyimpanan, jumlah rimpang bertunas, dan panjang tunas.

Kondisi rimpang dan persentase penyusutan diamati tiap sebelum perlakuan pada berbagai umur simpan. Selama penyimpanan berlangsung, terdapat kondisi rimpang segar, keriput dan busuk. Rimpang yang keriput menunjukkan adanya penurunan jumlah kadar air yang terkandung didalamnya. Penyusutan bobot rimpang dihitung berdasarkan selisih bobot akhir rimpang sebelum disemai dan bobot awal rimpang.

Jumlah rimpang bertunas diamati pada saat 3 minggu di persemaian untuk setiap umur simpan. Rimpang dihitung telah bertunas jika paling sedikit telah muncul 1 tunas dengan panjang minimum 0.2 cm.

Panjang tunas juga diamati pada saat 3 minggu di persemaian untuk setiap umur simpan. Panjang dihitung menggunakan penggaris. Pengamatan juga dilakukan pada benih yang bercendawan atau terserang penyakit selama masa penyimpanan dan penyemaian sebagai data pelengkap.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(21)

7 waktu antara 0 sampai 4 bulan, sehingga rimpang dipisah ke dalam 5 kelompok simpan. Penyusutan bobot merupakan kondisi yang sangat nyata pada rimpang selama penyimpanan, namun penyusutan tersebut tidak sampai menyebabkan rimpang menjadi keriput. Selama masa penyimpanan, rimpang mengalami perubahan fisik, yaitu sebagian menjadi busuk. Rekapitulasi pengaruh penyimpanan terhadap kondisi rimpang dan penyusutan dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Rekapitulasi pengaruh umur simpan terhadap kondisi dan penyusutan

bobot rimpang jahe

- Tidak diperoleh data untuk diolah karena tidak ditemukan rimpang keriput

1. Pengaruh Umur Simpan terhadap Kondisi Rimpang

Kondisi yang ideal untuk rimpang jahe adalah yang tua, besar, bernas dan sehat, kadar serat dan pati tinggi, kulit rimpang licin, mengkilap, keras dan tidak mudah terkelupas (Sukarman dan Melati 2011). Rimpang jahe yang baru dipanen untuk penelitian ini telah cukup memenuhi kriteria tersebut. Setelah dipanen, rimpang dipotong-potong hingga masing-masing berukuran 50-80 g. Selama masa penyimpanan, rimpang mengalami perubahan secara fisik, tidak ada yang menjadi keriput tapi sebagian menjadi busuk. Kebusukan ini dapat terjadi karena diduga pengeringan benih belum cukup.

(22)

8

Tabel 2. Pengaruh umur simpan terhadap kondisi rimpang

Umur Rimpang Segar (%) Rimpang Keriput (%) Rimpang Busuk(%)

Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%.

2. Pengaruh Umur Simpan Terhadap Penyusutan Bobot Rimpang

Diketahui bobot rimpang jahe pada awal perlakuan adalah 50-80 g, setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu, rimpang mengalami penyusutan. Tabel 3 menunjukkan pengaruh umur simpan terhadap penyusutan bobot rimpang. Menurut Sukarman dan Melati (2011), berdasarkan percobaan yang dilakukan di Bogor pada penyimpanan dengan KA 78.05%, rimpang jahe hanya mengalami penyusutan 39.78% selama 6 bulan penyimpanan dengan daya tumbuh 98.01%. Pada Tabel 3 umur simpan 4 bulan memiliki angka penyusutan yang tertinggi mencapai 49.40 %. Hal ini disebabkan rimpang yang masih segar mengandung banyak air dan akan terus menguap atau mengering sebelum mencapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungannya. Hilangnya kandungan air dari benih menyebabkan penyusutan terhadap bobot (Tabel 3), pengamatan hingga 4 bulan disimpan belum sampai menyebabkan rimpang menjadi keriput (Tabel 1).

Tabel 3. Pengaruh umur simpan terhadap penyusutan bobot rimpang jahe

Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%.

(23)

9 Tabel 4. Rekapitulasi pengaruh umur simpan dan perlakuan pra semai terhadap jumlah rimpang bertunas dan panjang tunas rata-rata rimpang jahe Peubah Umur Simpan Perendaman Etepon Interaksi KK Jumlah Rimpang Bertunas ** tn tn 12.37 Panjang Tunas Rata-Rata ** tn tn 39.72 Keterangan: ** = Sangat nyata pada taraf 1%

tn = Tidak nyata

3. Pengaruh Umur Simpan terhadap Jumlah Rimpang Bertunas dan Panjang Tunas Rata-Rata

Rekapitulasi pengaruh umur simpan dan perlakuan pra semai terhadap jumlah rimpang bertunas, dan panjang tunas rata-rata disajikan pada Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan pra semai zat pengatur tumbuh etepon dengan umur simpan terhadap persentase jumlah rimpang bertunas, dan panjang tunas rata-rata, sedangkan umur simpan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua tolak ukur yang diamati.

Pengaruh lama waktu penyimpanan rimpang terhadap persentase jumlah rimpang bertunas, dan panjang tunas rata-rata dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Pengaruh umur simpan terhadap persentase jumlah rimpang bertunas dan panjang tunas rata-rata

Umur Jumlah Rimpang Bertunas (%) Panjang Tunas Rata-Rata (cm) 0 73.86 a 0. 96 c

1 62.44 c 2. 20 b

2 66.11 b 3. 30 a

3 71.11 b 3. 17 a

4 75.00 a 2. 11 b

Keterangan:Angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%.

(24)

10

Penentuan kadar air rimpang yang tepat, kondisi ruang simpan serta perlakuan fungisida yang ramah lingkungan perlu mendapat perhatian.

4. Pengaruh Perlakuan Pra Semai terhadap Persentase Jumlah Rimpang Bertunas dan Panjang Tunas Rata-Rata

Etepon merupakan suatu senyawa yang dapat melepaskan etilen secara perlahan-lahan ke tanaman sehingga dapat mengatur pertumbuhan tanaman melalui jaringan tanaman. Berbagai konsentrasi etilen dapat merubah pertumbuhan kecambah tanaman. Biasanya pada pertumbuhan kecambah terjadi perpanjangan sel-sel yang disebabkan oleh asam indol asetat (auksin). Etilen menghambat pertumbuhan ke arah memanjang (longitudinal) dan mendorong pertumbuhan ke arah melintang (transversal) sehingga batang kecambah terlihat membengkak. Etilen juga merubah respon geotropisma, mendorong pengguguran daun, bunga dan buah (Wattimena, 1988).

Perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh etepon selama pra semai tidak berpengaruh nyata terhadap persentase jumlah rimpang yang bertunas maupun panjang tunas rata-rata (Tabel 4). Banyaknya jumlah rimpang bertunas dan panjang tunas rata-rata dapat dilihat pada Tabel 6.

(25)

11

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) selama rimpang dalam keadaan segar, rimpang jahe masih memiliki daya tumbuh yang tinggi hingga 4 bulan penyimpanan namun vigornya telah mulai menurun, (2) aplikasi zat pengatur tumbuh etepon sebagai perlakuan pra semai pada konsentrasi 150, 300, dan 450 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rimpang bertunas dan panjang tunas rata-rata.

Saran

Perlu diteliti kembali pengaruh etepon terhadap perbaikan perkecambahan jahe dengan meningkatkan dosis atau waktu perendaman.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Luas panen, produksi dan produktivitas jahe 2013 [internet]. (diunduh 2014 April 7) Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55& notab=13

Arsana D, Yahya S, Lontoh AP. 2003. Hubungan antara penggenangan dini dan potensi redoks, produksi etilen dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa) sistem tabela. Buletin Agronomi. 31(2):37.

Djamhari S. Memecah dormansi rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) menggunakan larutan atonik dan stimulasi perakaran dengan aplikasi auksin. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 12(1):66-70.

Ekowahyuni LP, Sutjahjo SH, Sujiprihati S, Suhartanto MR, Syukur M. 2012. Metode pengusangan cepat untuk pengujian vigor daya simpan benih cabai (Capsicum annuum L.). J Agron Indonesia. 40(2):132.

Hasanah M, Sukarman, Rusmin D. 2004. Teknologi produksi benih jahe. Buletin Perkembangan Teknologi TRO. 16(1):9-16.

Ilyas S, Diarni WT. 2007. Persistensi dan pematahn dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Agrista. 2(2):92-101.

Kusumodewi Y, Sutarmin, Widiyastuti Y. 2002. Efektifitas ethephon pada pematahan dormansi rimpang temu mangga (Curcuma mangga Val. Et Zyp.). Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia ke-21; 27-28 Maret 2002; Surabaya, Indonesia.

Lestari EG. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Jurnal AgroBiogen. 7(1):63-68

Marlin, Romeida A, Hartal, Gonggo B. 2013. Pengembangan teknologi

(26)

12

Operasional Perguruan Tinggi (BOPT). Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Nursal, Wulandari S, Juwita WS. 2006. Bioaktifitas ekstrak jahe (Zingiber officinalle Roxb.) dalam menghambat pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis. 2(2):64-66.

Paimin FB, Murhananto. 1991. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Prana MS. 1985. Beberapa aspek biologi temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Di dalam Prosiding Simposium Temulawak, Dies Natalis

Universitas Padjajaran ke-28; 17 – 18 September 1985; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. p 42-46.

Pratomo ST. 2012. Pengaruh komposisi media dan paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan pembungaan jahe putih besar (Zingiber officinalle Rosc.)

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rachmat EM, Moko H. 1993. Pengaruh perendaman bibit dengan zat pengatur tumbuh dan jenis mulsa terhadap pertumbuhan dan hasil jahe. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 8(1):24-26.

Rostiana O, Bermawie N, Rahardjo M. 2009. Standar prosedur operasional budidaya jahe. Budidaya jahe, kencur, kunyit dan temulawak. Circular. (16):1-12.

Rostiana O, Abdullah A, Taryono, Hadad EA. 1991. Jenis-jenis tanaman jahe. Buletin Edisi Khusus Littro. 7(1):7-10.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Sukarman, Melati. 2011. Prosesing dan penyimpanan benih jahe (Zingiber officinale Roxb.) hlm 31-35 dalam Miftahudin, Efiana (eds.). Jahe (Zingiber officinale Rosc.). Status Teknologi Hasil Penelitian Jahe. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor.

(27)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 6 Februari 1989 sebagai anak sulung dari pasangan Ahmad Korib dan Siti Zubaidah. Pada tahun 1994, penulis sekolah taman kanak-kanak di TK Pertiwi, Tangerang Selatan, lalu masuk ke SDN Pamulang IV (1995-2001). Setelah itu masuk ke SLTPN 4 Tangerang Selatan (2001-2004) dan SMAN 1 Tangerang Selatan (2004-2007). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

PT.Pegadaian (Persero) merupakan salah satu lembaga formal di Indonesia yang bergerak dibidang jasa yang berdasarkan hukum diperbolehkan melakukan pembiayaan dengan

laporan khusus mengenai kebijakan dan/atau keputusan direksi yang menurut pendapat Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

hewan ternak ini pemanfaatannya masih kurang optimal karena hanya digunakan sebagai pupuk organik, bahkan kotoran sapi menumpuk dan membuat lingkungan sekitar kurang bersih

Sistem digestivus atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat

Untuk itu penilaian yang berbentuk sub sumatif (mid semester) dilaksanakan tidak lain bertujuan untuk melihat hasil dari kegiatan yang telah berlangsung selama beberapa

[r]

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Frekuensi perdagangan, volume perdagangan, dan hari perdagangan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham syariah

Berbeza dengan pemerian lampau tentang bahasa Negeri Sembilan yang lebih berkisar pada huraian fonologi (seperti Sharman 1973, 1974; Mohd Pilus 1977; Arbak 1994), kosa kata