KARAKTERISASI MODEL
SOLAR CHIMNEY
TERHADAP VARIASI
KETINGGIAN STRUKTUR BERDASARKAN PENDEKATAN
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
ANDRIAN TRI PUTRA
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Karakterisasi Model Solar Chimney Terhadap Variasi Ketinggian Struktur Berdasarkan Pendekatan
Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Andrian Tri Putra
ABSTRAK
ANDRIAN TRI PUTRA. Karakterisasi Model Solar Chimney Terhadap Variasi Ketinggian Struktur Berdasarkan Pendekatan Computational Fluid Dynamics
(CFD). Dibimbing oleh MAHFUDDIN ZUHRI dan HUSIN ALATAS.
Solar chimney merupakan suatu cerobong yang memanfaatkan radiasi matahari untuk menggerakkan udara di dalam chimney dengan cara meningkatkan perbedaan tekananan antara inlet dan outlet dari sistem tersebut. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan ketinggian yang optimal pada model solar chimney agar kecepatan udara di dalam chimney bisa maksimal. Software yang digunakan pada simulasi ini adalah Solidworks 2012. Penelitian ini dimulai dengan pembuatan bagian-bagian solar chimney, lalu dilakukan perakitan pada bagian-bagian tersebut. Setelah itu dilakukan pengaturan wizard, mendefinisikan geometri domain, dan menginisialisasi boundary condition, lalu simulasi mulai dijalankan. Setelah selesai, barulah hasil dianalisis. Dari hasil analisis diketahui bahwa kecepatan maksimal diperoleh pada ketinggian sembilan meter dengan nilai 3 m/s. Akan tetapi pada ketinggian lebih dari sembilan meter, kecepatan tower maksimal mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan dimensi
chimney dan kolektor sudah tidak proposional.
Kata kunci: boundary conditian, kolektor, solar chimney, wizard.
ABSTRACT
ANDRIAN TRI PUTRA. Characteristization of Solar Chimney Model with Respect to Height Structure Variation based on Computational Fluid Dynamics (CFD) Approach. Supervised by MAHFUDDIN ZUHRI and HUSIN ALATAS.
Solar chimney is a chimney which utilize sun radiation to move the air inside the chimney by increasing the preasure different between inlet and outlet of the system.The purpose of this research is to define the optimum height of the solar chimney model in order to get the maximum velocity of the air inside the chimney. The software used for this simulation is Solidworks 2012. The research start by make all parts of solar chimney and assemble it. After set the wizard setting, geometery domain definition, and initial boundary condition, then run the simulation. The analysis start when the simulation was finished. From the analysis found that maximum velocity on the nine meter high with air velocity 3 m/s. But on the more than nine meter high, velocity dicrease. Because chimney size of collector and the chimney are not proportional.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
KARAKTERISASI MODEL
SOLAR CHIMNEY
TERHADAP VARIASI
KETINGGIAN STRUKTUR BERDASARKAN PENDEKATAN
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
ANDRIAN TRI PUTRA
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyusun usulan penelitian ini yang berjudul “Karakterisasi Model Solar Chimney Terhadap Variasi Ketinggian Struktur Berdasarkan Pendekatan Computational Fluid Dynamics (CFD)”. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan para sahabat serta kita sebagai umatnya.
Dengan tersusunnya skripsi ini diharapkan penulis dapat segera melakukan penelitian sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Istitut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada :
1. Almarhum bapak Fahri yang sangat berharap anaknya ini bisa jadi sarjana dan menjadi lebih baik darinya, juga ibu tercinta yang selalu mendo’akan dan bekerja untuk membiayai untuk sekolah anaknya.
2. Drs Mahfuddin Zuhri, M Si dan Dr Husin Alatas yang telah membimbing dan mendidik saya dalam penelitian ini.
3. Pandu Gunawan S TP, M Si yang telah bersedia menjawab pertanyaan terkait
software Solidworks.
4. Dr Mamat Rahmat dan M. Khoirul Anam S Si yang memotivasi penulis agar cepat menyelsaikan studi S1 ini.
5. Erika Mattanzi dan Egha Sabila Putri yang bersedia membantu dalam mengoreksi dalam pembuatan skripsi ini terutama terkait format penulisan. 6. Teman-teman Fisika IPB 48 yang telah banyak membantu dalam penyusunan
usulan ini.
7. Teman-teman kosan “Musafir” yang selalu memberikan semangat dalam penelitian ini.
8. Pak firman, pak Jun, pak Yani, dan mas Alan yang membantu penulis dalam membantu menyelesaikan administrasi akademik dan mengakses Lab. Teori.
Penulis sadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan usulan penelitian ini. Untuk itu, kritik dan saran penulis harapkan untuk perbaikan karya tulis selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
DAFTAR ISI
Computational Fluid Dynamics (CFD) 4
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Peralatan 5
Metode Penelitian 5
Studi Literatur 5
Pembuatan Bagian-bagian Solar Chimney 5
Perakitan Bagian-bagian Solar Chimney 7
Pengaturan Umum (Wizzard) 7
Pengaturan Boundary Condition 8
Analisis Hasil Keluaran 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Pola Distribusi Suhu Permukaan Luar 10
Pola Distribusi Suhu Udara 11
Pola Distribusi Kerapatan Udara 12
Pola Distribusi Tekanan Udara 13
Pola Distribusi Kecepatan Udara 14
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Dimensi chimney dengan variasi ketinggian 7 Tabel 2 Nilai U (koefisen transfer panas total) 9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Solar chimney in the EPT-Lab 3
Gambar 2.1 Desain plat absorber 5
Gambar 2.2 Ruangan kolektor kalor 5
Gambar 2.3 Dimensi inlet pada kolektor kalor 6
Gambar 2.4 Dimensi kaca 6
Gambar 2.5 Desain chimney 6
Gambar 3.1 Solar chimney dengan ketinggian 3 m 7
Gambar 4 Geometri domain solar chimney 8
Gambar 5.1 Pengaturan kondisi radiasi pada permukaan kaca 8 Gambar 5.2 Pengaturan kondisi radiasi pada permukaan chimney 8 Gambar 6.1 Boundary conditionU pada dinding dalam ruangan kolektor
kalor 9
Gambar 6.2 Boundary conditionU pada plat absorber 9
Gambar 6.3 Boundary conditionU pada chimney 9
Gambar 6.4 Boundary conditionU pada kaca 9
Gambar 7.1 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 3 m 10 Gambar 7.2 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 6 m 10 Gambar 7.3 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 9 m 10 Gambar 7.4 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian 12 m 10 Gambar 8.1 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 3 m 11 Gambar 8.2 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 6 m 11 Gambar 8.3 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 9 m 11 Gambar 8.4 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 12 m 11 Gambar 9.1 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
3 m 12
Gambar 9.2 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
6 m 12
Gambar 9.3 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
9 m 12
Gambar 9.4 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney
12 m 12
Gambar 10.1 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
3 m 13
Gambar 10.2 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
6 m 13
Gambar 10.3 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
9 m 13
Gambar 10.2 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney
Gambar 11.1 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
3 m 14
Gambar 11.2 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
6 m 14
Gambar 11.3 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
9 m 14
Gambar 11.4 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney
12 m 14
Gambar 12 Grafik Pengaruh ketinggian chimney terhadap kecepatan
tower maksimal 15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengaturan umum CFD (Wizzard) 19
Lampiran 2 Perhitungan koefisien transfer panas total pada bagian solar
chimney 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi listrik sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini. Sebagian besar sumber energi listrik berasal dari energi fosil. Mengingat sumber energi fosil yang semakin menipis mengharuskan kita mencari energi alternatif yang lain, diataranya energi angin dan energi matahari.
Kota Pontianak yang terletak pada koordinat 0° 01’ LS dan 109° 20 BT memiliki keuntungan karena berada pada garis katulistiwa, intensitas radiasi matahari yang sampai pada kota Pontianak sekitar 2.080 W m-2.1 Hal ini sangat potensial untuk pengembangan energi dalam bidang surya. Salah satu energi yang sedang dikembangkan adalah solar chimney. Penyebab solar chimney dipilih dalam penelitian, karena solar chimney masih bisa beroperasi ketika malam hari dengan syarat energi matahari yang diserap oleh tanah masih tersimpan.2
Oleh karena itu penulis mencoba mengkarakteristik model solar chimney
berdasarkan variasi ketinggian untuk melihat pengaruhnya terhadap kecepatan aliran udara di dalam solar chimney sehingga didapatkan kecepatan maksimal dari
solar chimney.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu mengenai bagaimana pengaruh ketinggian pada model solar chimney tehadap distribusi suhu, perbedaan tekanan, kerapatan udara, dan kecepatan aliran udara dengan memperhitungkan dimensi dan material.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan ketinggian yang optimal pada model solar chimney agar kecepatan udara di dalam chimney
bisa maksimal.
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
Transfer Kalor
Transfer kalor merupakan berpindahnya kalor dari satu tempat ke tempat lainnya baik secara alami maupun paksa. Pada umumnya kalor dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain melalui proses radiasi, konduksi dan konveksi.
A. Radiasi
Radiasi merupakan suatu proses perpindahan energi dari satu tempat ke tempat lain tanpa memerlukan medium. Energi ini ditransferkan melalui gelombang elektromagnetik. Contohnya adalah panas matahari yang kita rasakan. Karena suatu objek akan memancarkan energi pada lingkungan, sementara objek tersebut juga akan menyerap energi dari lingkungannya, akibatnya terjadi pertukaran energi objek akibat radiasi termal.
B. Konduksi
Konduksi merupakan suatu proses perpindahan energi dengan cara memberikan energi pada atom-atom atau molekul-molekul, sehingga atom-atom atau molekul-molekul disekitarnya berinteraksi dengan cara bergetar. Contoh dari fenomena konduksi ini adalah ketika suatu batang logam dipanaskan maka kalor akan mengalir ke titik lainnya yang suhunya lebih rendah.
C. Konveksi
3 Keterangan:
U = Koefisien transfer panas total (W m-2 K-1) a
h = Koefisien transfer panas konveksi individu pada fluida (W m-2 K-1) b
h = Koefisien transfer panas konveksi individu pada fluida (W m-2 K-1) Δx = Ketebalan dinding (m)
k = Konstanta konduktivitas termis (W m-1 K-1)
Nilai h sangat bergantung pada jenis dan sifat fisis fluida, bentuk dinding, dan jenis aliran fluida tersebut.4
Solar Chimney
Solar chimney merupakan suatu cerobong yang memanfaatkan radiasi matahari untuk menggerakkan udara di dalam chimney dengan cara meningkatkan perbedaan tekananan antara inlet dan outlet dari sistem tersebut. Perbedaan tekanan ini disebut stack effect.5
Ketika sinar matahari mengenai bagian kaca, maka sinar tersebut akan terperangkap dalam dan memanaskan plat kolektor panas. Sehingga terjadi peristiwa konduksi dan konveksi secara simultan pada kaca dan plat kolektor. Hal ini mengakibatkan udara di dalam menjadi lebih panas dari sebelumnya, sehingga menyebabkan kerapatan udara berkurang dan tekanan di dalam kolektor menjadi naik. Bila hal ini terus berlangsung maka akan meningkatkan stack effect yang terjadi. Akibatnya buoyancy dari sistem tersebut akan meningkat dan terjadi percepatan aliran dari bagian bawah cerobong menuju bagian atas cerobong. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 1.
Kecepatan maksimal dari solar chimney diberikan oleh Persamaan Boussinesq,6 seperti pada Persamaan (2) :
4
tower = Kecepatan maksimal pada chimney (m/s)
g = Kercepatan gravitasi (9.8 m s-2)
H = Ketinggian chimney (m)
ΔT = Perbedaan suhu antara keluaran kolektor dengan lingkungan (°C)
T0 = Suhu lingkungan (°C)
Sudah banyak pengembangan solar chimney dalam bidang pembangkit listrik maupun passive cooling. Pada pembangkit listrik chimney ditambahkan turbin pada bagian bawahnya untuk mengkonversi energi mekanik menjadi energi listrik. Sedangkan untuk passive cooling, chimney dipasang diatas rumah agar meningkatkan buoyancy udara sehingga udara di ruangan menjadi turun.
Pada tahun 2001, direncanakan pembangunan solar tower energi oleh perusahaan energi terbarukan (enviromission) di Australia, solar chimney tersebut direncanakan memiliki ketinggian 1000 m dengan kecepatan yang dihasilkan mencapai 15 m/s dan mampu menghasilkan listrik sebesar 200 megawatts.5
Computational Fluid Dynamics (CFD)
Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan program komputer perangkat lunak untuk memprediksi dan menganalisa secara kuantitatif aliran fluida, perpindahan kalor, transport fenomena dan reaksi kimia.8 CFD memiliki keunggulan karena bisa memprediksi aliran fluida di dalam sistem yang akan dianalisa dengan biaya yang murah dan waktu yang relatif cepat. Selain itu, CFD juga mampu menyajikan pola distribusi tekanan dan suhu di dalam sistem. Pada dasarnya, CFD dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial yang mempresentasikanhukum-hukum kekekalan massa (kontinuitas), momentum dan energi.
Ketika menggunakan CFD, sebaiknya mengetahui sifat-sifat dasar aliran fluida yang diperlukan. Persamaan pengatur aliran fluida merupakan persamaan differensial, sehingga persamaan tersebut harus diubah ke dalam bentuk numerik dengan teknik diskritisasi. Ada beberapa teknik diskritisasi yang digunakan CFD diantaranya, finite different methode, finite element methode, finite volume methode.8 Persamaan diskrit tersebut diselesaikan dengan metode iterasi.
Hal pertama yang dilakukan ketika menggunakan CFD pada software
5
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai bulan Mei 2015. Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah PC Core i7 dengan RAM 12 GB. Software yang digunakan pada penelitian ini adalah Microsoft® Windows 7, Microsoft® Office 2010, Microsoft® Excel 2010, dan SolidWorks 2012 SP0 64-bit.
Metode Penelitian Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan untuk mempelajari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Selain itu mempelajari transfer kalor, karakteristik dari aliran fluidadan cara menggunakan software SolidWorks.
Pembuatan Bagian-bagian Solar Chimney
Perancangan dimulai dari pembuatan desain yang dibagi menjadi beberapa bagian dengan satuan dalam meter. Desain bagian solar chimney diperlihatkan pada gambar 2.1-2.5 :
Gambar 2.1 Desain plat absorber Gambar 2.2 Ruangan kolektor kalor
6
Material yang digunakan pada plat absorber dan ruangan kolektor ini adalah keramik porcelin dengan ketebalan 0.15 m, material ini digunakan karena memiliki emisivitas 0.93. Hal ini membuat plat tersebut menyerap dan memancarkan panas dengan baik. Ketika intensitas sinar matahari berkurang, maka panas yang diserap material tersebut akan dikeluarkan melalui proses radiasi akibat suhu material tersebut lebih tinggi dari suhu lingkungan di sekitarnya. Pada awalnya material plat absorber akan dipilih dari tanah dan material ruangan kolektor panas dari semen agar simulasi terlihat seperti kondisi aktualnya. Akan tetapi setelah dilihat material-material tersebut tidak ada pada library soliworks 2012.
Pada Gambar 2.4, kaca memiliki dimensi 8x8 m dengan tebal 0.005 m. Pada bagian tengah memiliki lubang kotak (1x1 m) untuk tempat chimney. dipilih material kaca, karena selain kaca mampu melewatkan sinar ke dalam ruangan kolektor kalor juga mencegah kalor keluar dari ruangan kalor ke lingkungan bagian atas. Pada gambar 2.5 pada awalnya akan digunakan material semen, tapi karena pada library solidworks 2012 belum tersedia material semen maka dipilih material keramik porcelin karena dari semua material yang ada pada library yang memiliki sifat material mendekati semen adalah keramik porcelin.
Gambar 2.4 Dimensi kaca Gambar 2.5 Desain chimney Gambar 2.3 Dimensi inlet pada kolektor kalor
7
Dimensi Solar chimney ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Dimensi chimney dengan variasi ketinggian
Solar chimney Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)
V.1.0 1 1 3
V.1.2 1 1 6
V.1.3 1 1 9
V.1.4 1 1 12
Perakitan Bagian-bagian Solar Chimney
Desain lengkap solar chimney diperlihatkan pada gambar 3.
Setelah semua bagian dibuat, tahap selanjutnya adalah perakitan bagian-bagian tersebut sehingga membentuk solar chimney. Tahap pertama adalah perakitan bagian plat absorber dengan ruangan kolektor kalor, tahap kedua adalah perakitan bagian tadi pada tahap pertama yang sudah dirakit dengan bagian kaca, tahap ketiga adalah perakitan bagian tadi yang sudah dirakit pada tahap kedua dengan chimney.
Pengaturan Umum (Wizzard)
Setelah proses perakitan selesai, langkah selanjutnya adalah membuat pengaturan umum dengan mengikuti pengaturan pada Lampiran 1 (halaman 19) :
Setelah dilakukan pengaturan umum, selanjutnya mendefinisikan geometri domain seperti pada Gambar 4. Hal ini dilakukan untuk membatasi volume yang akan dianalisa pada simulasi ini.
8
Pengaturan Boundary Condition
Setelah pengaturan umum selesai dilakukan, langkah selamjutnya adalah pengaturan boundary condition (syarat batas). Pertama, pengaturan boundary
pada permukaan yang akan terkena radiasi matahari seperti pada Gambar 5.
Pada Gambar 5.1, dipilih permukaan yang diradiasi adalah material glass quartz. Karena material tersebut memiliki emisivitas 0.96 yang mampu menyerap dan melepaskan kalor dengan cukup baik. Sedangkan pada gambar 5.2 dipilih permukaan diradiasi adalah porcelain glazed, karena pada awalnya chimney
tersebut dibuat dari bahan keramik porcelin.
Selanjutnya bagian-bagian permukaan yang berinteraksi dengan fluida yang akan dianalisa diberikan nilai U (koefesien transfer panas total). Dengan menggunakan Persamaaan 1 diperoleh nilai U pada setiap permukaan seperti pada gambar 6.1-6.4 :
Gambar 5.1 Pengaturan kondisi radiasi pada permukaan kaca
Gambar 5.2 Pengaturan kondisi radiasi pada permukaan chimney
9
Tabel 2 Nilai U (koefisen transfer panas total)
No. Bagian U ( W m-2 K-1)
1. Dinding dalam kolektor kalor 4.167
2. Plat absorber 4.167
3. Chimney 3.649
4. Kaca 6.803
Boundary condition ini berlaku untuk semua ketinggian, karena tidak ada perubahan ketebalan dan konduktivitas termis material. Koefisien konveksi yang digunakan sebesar (14 W m-2 K-1). 9 Perhitungan nilai U diberikan pada Lampiran 2 (halaman 21).
Gambar 6.2 Boundary conditionU
pada plat absorber
Gambar 6.1 Boundary conditionU pada dinding dalam ruangan kolektor kalor
Gambar 6.3 Boundary conditionU
pada chimney
Gambar 6.4 Boundary conditionU
10
Analisis Hasil Keluaran
Analisa hasil keluaran dilakukan untuk melihat pola distribusi suhu udara, tekanan, kerapatan, kecepatan pada setiap ketinggian aliran yang tejadi pada solar chimney tersebut. Setelah dianalisa akan terlihat pengaruh ketinggian terhadap kecepatan aliran fluida dalam sistem tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada hasil dan pembahasan ini akan disajikan pola distribusi suhu permukaan luar, pola distribusi suhu udara, pola distribusi kerapatan udara, pola distribusi tekanan udara, dan pola distribusi kecepatan udara pada empat ketinggian. Pola-pola tersebut disajikan melalui Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, serta Gambar 11. Selain itu disajikan grafik hubungan ketinggian kecepatan tower maksimal pada Gambar 12, hal ini dilakukan untuk melihat pada ketinggian berapa kecepatan tower bisa maksimal.
Pola Distribusi Suhu Permukaan Luar
Pada Gambar 7.1-7.4 terlihat bahwa suhu pada permukaan kaca naik menjadi 80-82.87 °C. Pada bagian kaca berinteraksi dengan keramik porcelin
Gambar 7.1 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian chimney 3 m
Gambar 7.2 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian chimney 6 m
Gambar 7.4 Pola distribusi suhu permukaan luar dengan ketinggian chimney 12 m
11 suhunya berkisar 36-50 °C. Hal ini karena pada bagian tersebut ada pindah kalor secara konduksi dari kaca ke keramik porcelin dan konveksi dari kaca ke lingkungan. Karena matahari terbit dari timur atau sumbu z, maka suhu permukaan pada bidang yang tertutupi chimney relatif lebih kecil dibanding permukaan yang lain, Hal ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada kenyataanya. Akan tetapi bila diperhatikan dengan lebih teliti, ada bagian kaca yang bernilai sekitar 3 °C. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat ada aliran udara yang mengalami kontak dengan bidang kaca tersebut sehingga ada transfer kalor dari bidang tersebut ke udara.
Pola Distribsi Suhu Udara
Pada awalnya matahari menyinari kaca sehingga suhu kaca naik, karena udara mengalami kontak dengan kaca akibatnya suhu udara yang pada awalnya rendah menjadi lebih tinggi. Udara yang bersuhu tinggi tadi akan naik keatas akibat buoyancy. Terlihat bahwa suhu udara di dalam ruangan kolektor kalor lebih
Gambar 8.1 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 3 m
Gambar 8.2 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 6 m
Gambar 8.4 Pola distribusi suhu udara dengan ketinggian chimney 12 m
12
tinggi dari lingkungan, hal ini karena ruangan kolektor memerangkap kalor di dalam dan keluar hanya lewat chimney. Walau pada faktanya ada sebagian kalor keluar lewat bagian atas kaca. Terlihat juga bahwa pada bagian luar juga mengalami sedikit kenaikan, hal ini karena udara di luar juga mengalami kontak dengan kaca. Terlihat bahwa suhu udara yang dekat dengan kaca memiliki suhu lebih tinggi, hal ini karena kaca memiliki suhu yang paling tinggi pada sistem (solar chimney) tersebut dan bisa dikatakan kaca merupakan heat source pada sistem tersebut. Sehingga daerah yang dekat dengan kaca akan memiliki suhu udara yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan dengan daerah yang jauh dari kaca. Terlihat bahwa suhu udara pada chimney mengalami penurunan seiring bertambahnya ketinggian. Hal ini karena semakin tinggi chimney maka proses penyebaran kalor perlu waktu lebih lama. Karena untuk setiap ketinggian proses hanya berlangsung 3600 s, maka akan berakibat pada suhunya yang relatif lebih rendah. Penurunan secara drastis terjadi pada ketinggian 12 m, pada ketinggian lain di dalam chimney memiliki suhu berkisar 60 °C tapi pada ketinggian 12 m memiliki suhu sekitar 45 °C.
Pola Distribusi Kerapatan Udara
Gambar 9.1 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney 3 m
Gambar 9.2 Pola distribusi kerapatan udara dengan ketinggian chimney 6 m
Gambar 9.4 Pola distribusi kerapatan udara
dengan ketinggian chimney 12 m Gambar 9.3 Pola distribusi kerapatan udara
13 Pada Gambar 9.1-9.4 terlihat bahwa kerapatan udara di dalam solar chimney lebih rendah dari lingkungan. Hal ini karena ketika suhu udara di dalam sistem itu naik maka kerapatan fluida dalam sistem akan ikut turun karena pertikel-partikel di dalam sistem tersebut akan bergerak secara acak. Akibatnya jarak antar partikel tersebut menjadi lebih renggang atau bisa dikatakan kerapatannya menjadi berkurang. Akibat kerapatanya berkurang maka udara disekitar solar chimney akan masuk karena kerapatan udara di luar lebih rapat daripada di dalam sistem. Karena udara dari luar mendesak masuk, maka udara di dalam akan naik ke atas akibat buoyancy yang timbul akibat beda kerapatan antara
inlet dan outlet.
Pola Distribusi Tekanan Udara
Pada Gambar 10.1-10.4 terlihat bahwa tekanan udara pada kolektor kalor meningkat. Hal ini akibat kerapatan udara di dalam yang semakin meningkat maka tekanan udaranya-pun juga ikut meningkat. Seiring dengan bertambahnya ketinggian maka tekanan udaranya-pun juga ikut menurun. Hal ini karena pada setiap kenaikan 10 m maka tekanan udara akan turun sebesar 1 mmHg atau setara
Gambar 10.1 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney 3 m
Gambar 10.2 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney 6 m
Gambar 10.4 Pola distribusi tekanan udara dengan ketinggian chimney 12 m
14
dengan 133.3 Pa. Semakin tinggi chimney, maka akan membuat beda tekanan antara inlet dan outlet akan semakin besar dan meningkatkan stack effect yang terjadi dalam sistem. Jika stack effect semakin meningkat maka buoyancy di dalam juga akan semakin meningkat.
Pola Distribusi Kecepatan Udara
Pada Gambar 11.1-11.4 terlihat bahwa kecepatan pada chimney lebih besar daripada kolektor. Hal ini karena luas penampang inlet jauh lebih besar daripada outlet. Pada bagian bawah chimney, kecepatan udara relatif kecil daripada bagian atas (outlet). Hal ini karena semakin tinggi, maka beda tekanan
buoyancy akan semakin besar, sehingga kecepatannyapun akan semakin besar. Pada bagian tengah chimney kecepatannya relatif lebih besar dibanding dengan bagian yang dekat dinding chimney, hal ini karena udara pada bagian dekat dinding chimney mengalami gesekan dengan dinding chimney sehingga
Gambar 11.1 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney 3 m
Gambar 11.2 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney 6 m
Gambar 11.4 Pola distribusi kecepatan udara dengan ketinggian chimney 12 m
15 kecepatannya berkurang. Terlihat pula pada bagian luar chimney mengalami percepatan udara, hal ini karena udara di sekitar chimney yang mengalami kenaikan suhu sehingga kerapatannya berkurang dan mengalami efek yang sama seperti di dalam sistem. Akan tetapi kecepatan yang dihasilkan relatif kecil dibandingkan didalam chimney. Hal ini karena Perbedaan suhu yang dihasilkan juga relatif kecil daripada di dalam sistem. Pada grafik di bawah ini menjelaskan hubungan antara pengaruh ketinggian chimney terhadap kecepatan maksimalnya.
Pada grafik tersebut terlihat bahwa pola yang terbentuk adalah kurva parabola yang memiliki kecepatan maksimal berada pada ketinggian 9 m. Sedangkan pada ketinggian 12 m mengalami penurunan kembali. Berdasarkan Persamaan Bousinesq, kecepatan tower maksimal berbanding lurus dengan akar dari ketinggian. Akan tetapi pada simulasi ini terlihat bahwa ada limit ketinggian dimana kecepatan chimney maksimal. Hal ini karena proporsi dimensi kolektor dan chimney sudah tidak sesuai, hal ini terlihat dari suhu udara pada keluaran kolektor dengan ketinggian 12 m dan 14 meter mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan dengan kenaikan ketinggian chimney. Bila terjadi penurunan suhu pada keluaran kolektor maka ΔT menjadi semakin kecil. Karena penurunan ΔT lebih besar daripada kenaikan ketinggian chimney, maka kecepatan tower maksimalnya akan semakin menurun.
y = -0.0529x2 + 0.8735x - 0.7911
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kecepatan tower maksimal dari solar chimney diperoleh pada ketinggian sembilan meter dengan kecepatan 3 m/s dengan dimensi plat absorber, dimensi ruangan kolektor, dan dimensi kaca dibuat tetap. Lebih dari sembilan meter, kecepatan tower maksimal mengalami penurunan karena proporsi dimensi chimney dan kolektor sudah tidak proporsional. Akibatnya suhu udara pada chimney mengalami penurunan yang cukup besar sehingga kecepatan tower maksimal mengalami penurunan.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya divariasikan juga dimensi plat
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Kwhee K.H. Pengaruh Temperatur Terhadap Kapasitas Daya Panel Surya. Jurnal ELKHA. 5(2): 23-26.2013.
2. Grose T.K. Solar Chimneys Can Convert Hot Air to Energy, But Is Funding a Mirage ?. National Geographic [Internet]. [diunduh 2015 Mei 28]; Volume tidak tersedia: London. Tersedia pada: http://news.nationalgeographic.com/news/energy/2014/04/140416-solar-updraft-towers-convert-hot-air-to-energy/. 2014.
3. Haliday D, Robert R, dan Jearl W. Fisika Dasar. Dr. Euis Sustini M.Si et al. dari Tim Pengajar Fisika ITB, penerjemah; Wibi Hardani, Ade M. Drajat, Lemeda Simarmata, editor. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari Physics. Ed ke-7. 2005.
4. Zemansky M. W, Richard H. D. Kalor dan Termodinamika. The How Liong Ph.D, penerjemah; Drs. Soewarno Wirkosimin, editor. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari Heat and Thermodynamics. Ed ke-6. 1986.
5. Ortega E. Paez. Analyzes of Solar Chimney Design. [Thesis]. Norwegia (NWG): Norwegian University of Science and Technologi. 2011.
6. Rosa Y, Rino S. Rancang Bangun Alat Konversi Energi Surya Menjadi Energi Mekanik. Jurnal Teknik Mesin.5(2):55-65.1829-8958.ISSN. 2008. 7. Dhahri A, Ahmed O. A Review of Solar Chimney Power Generation
Technology. International Journal of Enginering and Advanced Technology (IJEAT). 2(3):1-17.2249-8958.ISSN. 2013.
8. Syaiful M. Mekanisme Perpindahan Energi. Sandra Siti Syarifah, editor. Bogor (ID): Penerbit IPB pr. 2009.
19 Lampiran 1 Tabel Pengaturan umum CFD
Konfigurasi projek Menggunakan
Sistem satuan SI dengan parameter suhu dalam °C Tipe analisis Eksternal
Radiation : solar radiation Koordinat : 00° 01’ Jam: 11.00.00 Arah zenit: Sumbu Y
Sudut diukur dari utara: Sumbu X
Sudut: 1.57 rad atau 90º merupakan sudut azimutnya artinya matahari terbit dari timur
Time dependent
Total analysis time: 3600 s
Output time step: 180 s Gravitasi :
Komponen Y = -9.8 m s-2
Fuida yang digunakan Udara dengan tipe aliran laminar (untuk mempermudah analisa aliran)
Material yang digunakan secara umum
Ceramic porcelain
Kondisi dinding Default wall radiative surface : absorbent wall
Kondisi awal Termodynamic Parameters: Suhu: 30 ºC
solidParameter:
Suhu awal dinding: 30 ºC
20
Pontianak pada siang hari adalah 30 ºC. 1 Kesimpulan dan resolusi
geometri
Result resolution: level 3
21 Lampiran 2 Perhitungan koefisien transfer panas total pada bagian solar chimney
Pada persamaan ini diasumsikan bahwa ha hb. 1) Pada dinding dalam kolektor kalor
22
Lampiran 3 Diagram alir penelitian
Mulai
Studi Literatur
Pengaturan wizard dan
boundary condition
Pembuatan Desain
Pengujian
Sesuai
23
RIWAYAT HIDUP
Andrian Tri Putra dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 13 Desember 1992 dari pasangan Fahri dan Siti Zaenah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SDN Sumber Jaya 1, lulus pada pada tahun 2005. Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Sumur, lulus pada tahun 2008. Jenjang pendidikan berikutnya penulis tempuh di Sekolah Menengah Atas di SMAN 6 Pandeglang lulus pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 20111 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan.