• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan di Tempat Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan di Tempat Kerja"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONFLIK INDIVIDU DALAM

ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS KARYAWAN DI TEMPAT KERJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

QISTY ANINDIATI S.

091301019

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan di Tempat Kerja

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 31 Januari 2014

Qisty Anindiati Sitepu

(3)

Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan

di Tempat Kerja

Qisty Anindiati S dan Fahmi Ananda

ABSTRAK

Keberhasilan suatu organisasi tidak terlepas dari peran serta karyawan. Agar karyawan dapat bekerja secara optimal, salah satu faktor yang harus terpenuhi setiap karyawan adalah kesejahteraan psikologis ditempat kerja. Keberadaan suatu organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda tidak jarang menimbulkan konflik individu. Konflik individu yang terjadi dalam organisasi di khawatirkan akan mengurangi tingkat kesejahteraan psikologis karyawan di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik individu dalam organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan ditempat kerja. Subjek penelitian adalah 100 orang pegawai negeri sipil (PNS) di kota Stabat dan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kesejateraan psikologis dan skala konflik individu dalam organisasi. Data dianalisis secara statistik menggunakan Pearson product

moment. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan signifikan negatif

antara konflik individu dengan kesejateraan psikologis karyawan ditempat kerja. Selanjutnya dengan mengunakan uji analisis regresi sederhana didapat tipe konflik individu yang mana paling memberikan pengaruh lebih besar terhadap tingkat kesejahteraan psikologis karyawan. Implikasi dari penelitian ini diharapkan kantor dinas setempat lebih memperhatikan kesejahteraan psikologis karyawan khususnya ketika terjadi konflik individu ditempat kerja, dan setiap karyawan dapat lebih bertahan terhadap munculnya konflik individu.

(4)

The relationship of individual conflict in organization and psychological well-being at work

Qisty Anindiati Sitepu and Fahmi Ananda

ABSTRACT

The successful of an organization cannot be separated from the role of employees. In order for employees to work optimally, one factor that every employee must to have is a psychological well being at work. The existence of an organization that consist of individuals who come from different backgrounds are more likely creating individual conflict. Individual conflicts that occur in the organization feared would reduce the level of psychological well being of employees at work. The purpose this study is to determine the relationship between individual conflict and psychological well-being at work. The subjects were 100 civil servant of government in Stabat and the technique sampling was incidental sampling. The data was collected using individual conflict scale and psychological well-being at work scale. Data were statistically analyzed using Pearson Product Moment. Statistical analysis showed that there was a significant negatif relationship between the individual conflict and psychological well-being at work. Furthermore, based on regression analysis, there was type of individual conflict (interpersonal conflict and intrapersonal conflict) contributed the most to level of psychological well being of employees. The implication of this study can help the local government service to know how to retaine psychological well-being of employees although there was an individual conflict in organization.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat kuasa

dan ridho-Nya skripsi peneliti yang berjudul “ Hubungan Konflik Individu dalam

Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan di Tempat Kerja” dapat

terselesaikan dengan lancar. Shalawat berangkaikan salam juga senantiasa

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Peneliti juga mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada kedua orang tua peneliti, kepada ibu peneliti Dra. Hj.

Dewi Kurniawati. M.Si, Ph.D yang tiada henti memberikan dukungan, doa, nasihat dan motivasi yang luar biasa tidak terbayar selama ini kepada peneliti, juga kepada Ayah peneliti Drs. H.G. Sitepu yang selalu mendukung, memberikan

doa yang tidak pernah putus, bantuan materi maupun tenaga untuk berjalannya skripsi saya, I’m lucky daddy girl, I love you so much, Ayah. Kepada kedua adik

saya, Stefi Annisa Sitepu dan M. Furqan Sitepu yang juga tidak henti memberikan dukungan, hiburan dan selalu menemani peneliti baik suka maupun duka.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak – pihak yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bang Fahmi Ananda. M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing. Terima kasih saya ucapkan pada abang yang selalu bersedia membimbing saya

dengan sabar, mendengarkan keluh kesah, menyemangati saya dan memberikan waktu, tenaga,serta pemikiran dari awal sampai selesainya skripsi

(6)

3. Kepada ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd selaku PD 3 Fakultas Psikologi USU yang sudah peneliti anggap seperti ibu sendiri, ibu yang bersedia

mendengarkan keluh kesah, selalu mendukung dan mengingatkan peneliti untuk mempercepat penyelesaian skripsi peneliti.

4. Bapak Zulkarnain, Ph.D psikolog sebagai dosen penguji 2. sekaligus

pembimbing kedua peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, terima kasih atas perhatian, feedbeck dan masukan yang sangat bermanfaat sehingga

terselesainya skripsi peneliti ini Terimakasih untuk waktu dan ilmunya pak. 5. Kakak Dian Ulfasari, M.Psi, psikolog. Selaku dosen pembimbing akademik

selama peneliti menempuh pendidikan di fakultas psikologi. Terima kasih

untuk masukan dan perhatiannya selama ini kak.

6. Kepada bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog, selaku penguji 3.

Terima kasih atas waktu dan perhatiannya.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu, pengetahuan, masukan, dan bantuan yang diberikan kepada saya selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

8. Kepada semua keluarga besar yang menyemangati saya untuk menyelesaikan pengerjaan skripsi ini dengan baik. Terimakasih atas kepeduliannya.

9. Terimakasih kepada sahabat-sahabat tercinta Lili, dila, wanda, marini, hana,

wulan dan farah “pai”. Terima kasih untuk, tawa, ceria, suka, duka dan

kebersamaan kita 4 tahun terakhir tidak terlupakan ini, semoga kebersamaan

(7)

10.Kepada kak maya, kak nuri, kak dani, tante icut, kak debby, ibu sari, ibu sulastri, pak saprizal dan seluruhnya yang sangat membantu saya dalam

menyebarkan skala skripsi ini. Terima kasih banyak atas bantuan dan keikhlasan hatinya.

11.Kepada subjek penelitian PNS dinas kota Stabat yang telah bersedia mengisi

skala dengan sukarela sehingga terselesaikannya skripsi ini.

12.Seluruh rekan mahasiswa psikologi USU khususnya teman-teman stambuk

angkatan 2009 yang turut berpartisipasi dalam memberikan ide, saran, dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

13.Kepada reza, yogi, pangon, tika, yuli, rita, ahmat, terima kasih atas dukungan

dan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi penelitian ini. Akhir kata, penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dan

kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Medan, 3 Februari 2014

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

1.Manfaat teoritis ... 9

2.Manfaat praktis ... 9

E. Sistematika penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Kesejateraan Psikologis ... 11

A.1. Defenisi kesejateraan psikologis ... 11

A.2. Dimensi kesejahteraan psikologis ... 13

A.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis ... 17

B. Konflik Individu dalam Organisasi ... 19

B.1. Defenisi konflik individu dalam organisasi ... 19

B.2.Tipe-tipe Konflik dalan organisasi ... 21

(9)

D. Hubungan Antara Konflik Individu dalan organisasi dengan

kesejahteraan psikologis karyawan ... 27

E. Hipotesa penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel... 32

B.1. Kesejahteraan psikologis ... 30

B.2 Konflik individu dalam organisasi. ... 31

C. Populasi dan Subjek ... 33

C.1.Populasi ... 33

C.2. Sampel ... 33

C.3. Karakteristik subjek penelitian... 34

C.4. Teknik pengambilan sampel ... 34

D. Metode Pengambilan Data ... 34

D.1.Skala kesejahteraan psikologis ... 35

D.2. Skala Konflik individu ... 37

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 38

E.1. Uji validitas ... 37

E.2. Uji reliabilitas ... 38

E.3. Uji daya beda aitem ... 39

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 40

F.1. Skala Konflik individu ... 41

F.2. Skala Kesejahteraan psikologis ... 41

G. Prosedur Penelitian ... 43

G.1. Persiapan penelitian ... 43

(10)

G.3. Tahap Pengolahan Data ... 45

H. Metode Analisa Data ... 45

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 47

A.1. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 47

A.2. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 48

A.3. Gambaran subjek berdasarkan masa kerja ... 48

B. Hasil Penelitian ... 49

B.1. Hasil uji asumsi ... 49

B.1.1. Uji normalitas ... 49

B.1.2. Uji linearitas ... 50

B.2. Hasil utama penelitian ... 52

B.3. Hasil tambahan penelitian ... 53

B.3.1. Kategorisasi skor kesejahteraan psikologis karyawan ... 53

B.3.2. Kategorisasi skor konflik individu daitempat kerja ... 55

B.3.3. Hubungan tipe konflik individu dengan kesejahteraan Kesejahteraan psikologis PNS ditempat kerja ... 56

B.3.4. Tipe Konflik Individu yang Mempengaruhi Kesejahteraan di Tempat Kerja……… 58

C. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

B.1. Saran Metodologis ... 66

B.2. Saran Praktis ... 67

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bobot nilai pernyataan skala kesejahteraan psikologis ... 36

Tabel 2. Blue print skala kesejahteraan psikologis ... 36

Tabel 3. Bobot nilai pernyataan skala konflik individu ………....37

Tabel 4. Blue print skala konflik individu ... 37

Tabel 5. Distribusi aitem skala konflik individu setelah uji coba ... 41

Tabel 6. Distribusi aitem skala kesejahteraan psikologis setelah uji coba ... 42

Tabel 7. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 47

Tabel 8. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 48

Tabel 9. Gambaran subjek berdasarkan masa kerja ... 49

Tabel 10. Hasil uji normalitas ... 50

Tabel 11. Hasil uji linearitas ... 51

Tabel 12. Korelasi antara konflik individu dengan kesejahteraan psikologis ... 53

Tabel 13. Nilai hipotetik dan empirik skala kesejahteraan psikologis ... 54

Tabel 14. Kategorisasi data hipotetik kesejahteraan psikologis ... 54

Tabel 15. Nilai hipotetik dan empirik skala konflik individu ... 55

Tabel 16. Kategorisasi data hipotetik konflik individu ... 56

Tabel 17. Korelasi antara tipe konflik individu dengan kesejahteraan psikologis……….………... 57

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba Aitem

Lampiran 2. Uji Daya Beda Aitem Dan Reliabilitas Aitem

Lampiran 3. Skala Penelitian

Lampiran 4. Hasil Olah Data Penelitian

(13)

Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan

di Tempat Kerja

Qisty Anindiati S dan Fahmi Ananda

ABSTRAK

Keberhasilan suatu organisasi tidak terlepas dari peran serta karyawan. Agar karyawan dapat bekerja secara optimal, salah satu faktor yang harus terpenuhi setiap karyawan adalah kesejahteraan psikologis ditempat kerja. Keberadaan suatu organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda tidak jarang menimbulkan konflik individu. Konflik individu yang terjadi dalam organisasi di khawatirkan akan mengurangi tingkat kesejahteraan psikologis karyawan di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik individu dalam organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan ditempat kerja. Subjek penelitian adalah 100 orang pegawai negeri sipil (PNS) di kota Stabat dan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kesejateraan psikologis dan skala konflik individu dalam organisasi. Data dianalisis secara statistik menggunakan Pearson product

moment. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan signifikan negatif

antara konflik individu dengan kesejateraan psikologis karyawan ditempat kerja. Selanjutnya dengan mengunakan uji analisis regresi sederhana didapat tipe konflik individu yang mana paling memberikan pengaruh lebih besar terhadap tingkat kesejahteraan psikologis karyawan. Implikasi dari penelitian ini diharapkan kantor dinas setempat lebih memperhatikan kesejahteraan psikologis karyawan khususnya ketika terjadi konflik individu ditempat kerja, dan setiap karyawan dapat lebih bertahan terhadap munculnya konflik individu.

(14)

The relationship of individual conflict in organization and psychological well-being at work

Qisty Anindiati Sitepu and Fahmi Ananda

ABSTRACT

The successful of an organization cannot be separated from the role of employees. In order for employees to work optimally, one factor that every employee must to have is a psychological well being at work. The existence of an organization that consist of individuals who come from different backgrounds are more likely creating individual conflict. Individual conflicts that occur in the organization feared would reduce the level of psychological well being of employees at work. The purpose this study is to determine the relationship between individual conflict and psychological well-being at work. The subjects were 100 civil servant of government in Stabat and the technique sampling was incidental sampling. The data was collected using individual conflict scale and psychological well-being at work scale. Data were statistically analyzed using Pearson Product Moment. Statistical analysis showed that there was a significant negatif relationship between the individual conflict and psychological well-being at work. Furthermore, based on regression analysis, there was type of individual conflict (interpersonal conflict and intrapersonal conflict) contributed the most to level of psychological well being of employees. The implication of this study can help the local government service to know how to retaine psychological well-being of employees although there was an individual conflict in organization.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu penunjang keberhasilan sebuah organisasi adalah keberadaan dan kontribusi karyawan. Produktifitas dan kinerja karyawan yang tinggi akan

memberikan kontribusi yang baik bagi organisasi. Agar memperoleh karyawan yang memiliki produktifitas kerja yang baik, dapat bekerja

maksimal sehingga memberi keuntungan bagi organisasi, serta memiliki kreativitas dan inovatif yang lebih baik maka salah satu hal yang perlu dilakukan oleh karyawan adalah mensejahterakan karyawan (Davis &

Newstrom 1989).

Cheung (2000) mengatakan bahwa ada hubungan positif antara peran

organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan atasan dapat menanamkan komitmen kepada karyawan dengan menyediakan

lingkungan kerja yang mendukung pelatihan dan kesempatan untuk berkembang dan bersedia menerima pandangan dan pendapat karyawan. Memberikan dukungan terhadap kesempatan karir pada karyawan juga dapat

meningkatkan kepuasan kerja dan kesejahteraan psikologis karyawan. Karyawan menjadi lebih antusias dalam bekerja dan merasa puas dengan

rencana yang ditawarkan oleh organisasi (Burke, Burgess, & Fallon, 2008: Zulkarnain, 2013). Organisasi yang mendukung pada karyawan seperti akses ke sumber daya, informasi, penghargaan dan kesempatan untuk

(16)

mengurangi hambatan yang mempengaruhi produktifitas kerja dan kesejahteraan psikologis karyawan (Chang & Lee, 2001).

Setiap organisasi membutuhkan kontribusi dan performa kerja yang baik dari karyawannya dan karyawan berusaha memberikan hasil kerja yang

maksimal guna menjalankan tujuan dan nilai organisasi sehingga pada akhirnya mereka akan mendapat reward dari organisasi baik berupa upah maupun bonus lainnya. Organisasi yang baik adalah organisasi yang

memperdulikan dan mementingkan kesejahteraan karyawannya.Oleh karena itu, memperhatikan kesejahteraan psikologis karyawan adalah hal yang sangat

penting bagi organisasi karena dapat mengoptimalkan performa kerja dan tanggung jawab sebagai individu serta memiliki hubungan baik dengan orang lain (Davis & Hill, 2012; Zulkarnain, 2013) .

Kesejahteraan itu sendiri terbagi atas kesejahteraan fisik dan kesejahteraan psikologis (Atkinson, Atkinson, Smith, Bem, &

Nolen-Hoeksema, 2000). Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis berkaitan dengan hal yang dirasakan

individu dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Kesejahteraan psikologis inidapat disebut juga dengan Psychological Well-Being (Ryff dan Singer,2006;Tenggara, Zamralita & Suyasa, 2008).

(17)

mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara

personal. Kesejahteraan psikologis karyawan dapat dilihatmelalui dimensi-dimensi yang disampaikan oleh Ryff (1989) melalui defenisi kesejahteraan atau kesejahteraan psikologis yaitu keadaan dimana individu mampu: (1)

menerima dirinya apa adanya, (2) mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, (3) memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, (4)

mampu mengontrol lingkungan eksternal, (5) memiliki arti hidup, (6) mampu merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu. Meningkatnya kesejahteraan karyawan berkorelasi positif dengan kemajuan suatu organisasi, sebab

karyawan yang sejahtera akan merasa nyaman ketika bekerja dan akan menghasilkan performa yang baik dalam bekerja.

Kesejahteraan psikologis karyawan harus dipenuhi, dengan demikian akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas dan semangat karyawan

untuk bekerja (Huppert,2009; Vallerand, 2012). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harter, Schmid, dan Keyes (2003) yang menyatakan bahwa

karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi akan lebih kooperatif, memiliki tingkat absensi yang rendah, tepat waktu dan efisien, serta dapat bekerja lebih lama pada suatu organisasi. Karyawan yang

diperhatikan oleh organisasi akan lebih produktif, puas dan semangat dalam bekerja. Kesejahteraan yang diberikan hendaknya bermanfaat dan menolong

(18)

rendah, efisien dan tepat waktu serta bertahan lebih lama diorganisasi (Harris & Cameron 2005).

Di era moderenisasi saat ini dalam suatu organisasi tidak terlepas dari adanya konflik. Kondisi ini dikarenakansuatu organisasi juga merupakan

tempat dimana berkumpulnya sekumpulan orang yang berbeda dengan berbagai latar belakang, pola pikir dan tingkah laku. Keberagaman dalam suatu organisasi ini dapat memicu munculnya perbedaan, pertentangan,

perselisihan yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik (Sunarta, 2011).

Menurut Schermerhorn, Hunt dan Osborn (2002) secara nyata konflik

yang terjadi dalam organisasi dapat dibedakan dalam: a) Interpersonal conflict, yaitu, konflik yang terjadi antar satu atau lebih individu anggota

organisasi, yang subtantifnya disebabkan karena konflik emosional. Biasanya yang sering terjadi adalah konflik antara sesama teman kerja, antara bawahan dan atasan atau atasan dengan atasan. b) Intrapersonal conflict, terjadi

didalam diri individu karena adanya tekanan nyata atau dialami dari tujuan atau ekpektasi yang tidak sama (incompatible), c) Inter group conflict, yaitu

tingkat konflik yang terjadi antar kelompok, yang biasanya timbul dari kesulitan koordinasi dan integrasi kegiatan tugas. Perbedaan tugas dalam koordinasi tersebut sering tampak setelah terjadi penyimpangan tujuan dari

suatu pengambilan keputusan organisasi, d) Inter organizational conflict, yaitu konflik yang terjadi antar organisasi dalam proses kompetisi konflik antar

(19)

konflik akibat ketidaksetujuan dalam isu situasi sosial tertentu yang subtansinya merupakan pertentangan emosional.

Konflik individu yang terdiri dari konflik interpersonal dan intrapersonal bersifat dinamis dan berdasarkan persepsi tiap-tiap individu

dalam menanggapinya. Robins (1996) mengatakan bahwa konflik individu yang terjadi di Organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi, maka secara

umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka hal

tersebut telah menjadi kenyataan.

Konflik individu berpotensi muncul biasanya terjadi apabila dalam

organisasi individu dan kelompok saling berinteraksi. Hal itu terjadi ketika ada kompetisi atau gangguan dan campur tangan antar orang-orang dalam organisasi. Dalam hal ini kapan saja individu dibawa bersama-sama di dalam

suatu lingkungan organisasi yang terstruktur, potensi kemungkinan munculnya konflik akan besar. Seperti beberapa organisasi atau lembaga yang memiliki

kelompok kerja dan tim kondisi yang rentan adanya kompetisi biasanya dapat meningkatkan konflik ( Sukanto, 1996).

Keberagaman individu dan berkembangnya globalisasi modern saat ini

merupakan indikasi kemungkinan munculnya konflik individu.Konflik di

(20)

mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja, atau karena mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau

persepsi (Stoner & Freeman, 1986; Robins, 2007).

Karyawan akan merasa terganggu dan tidak nyaman dengan situasi

organisasi yang berkonflik. Menurut Owens (1991) adanya suatu konflik akan menghasilkan stres dan berdampak pada penurunan performa kerja karyawan, dan bila konflik ini berlangsung lama akan berakibat pada intensitas turnover.

Selain itu adanya konflik juga akan menghasilkan kecemasan dan berdampak pada kesehatan psikologis individu (Beehr dan Sharon 2001). Salah satu

penyebab stres pada individu adalah munculnya konflik di kehidupannya. Sejalan dengan yang disampaikan Rice (1992; Akintayo,2012) yang mengungkapkan seseorang akan mengalami stres ketika tidak bisa

menentukan sebuah keputusan, ada pertentangan dengan nilai-nilai, tidak bisa membangun hubungan baik dengan orang lain yang mengindikasikan telah

timbulnya konflik.Konflik erat kaitannya dengan hubungan yang saling bertentangan, perselisihan, ketidakcocokan dan berbagai perbedaan lainnya

dengan orang lain ataupun kelompok.

Hubungan yang saling bertentangan dengan orang lain atau disebut juga

interpersonal conflict akan mengganggu kesejahteraan psikologis karyawan

disuatu organisasi. Hal ini sejalan dengan dimensi yang diungkapkan oleh Ryff (1989) yaitu hubungan yang baik/ positif dengan orang lain. Hubungan

(21)

komunikasi maupun sistem lainnya harus senantiasi berjalan dengan baik guna berjalannya suatu organisasi. Interaksi yang disebut komunikasi antara

individu yang satu dengan yang lainnya, tidak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda-beda (Sunarta 2011).

Selain interpersonal conflict yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan disuatu organisasi, jenis konflik lainnya yang sering muncul yaitu adanya konflik intrapersonal yang dirasakan karyawan

(Schemerhorn dkk, 2002). Intrapersonal konflik juga merupakan tipe konflik yang dirasakan oleh karyawan terhadap situasi di tempatnya bekerja. Ketika

karyawan tidak mampu menghadapi tekanan dari organisasi dan tidak bisa bertahan dengan tuntutan-tuntutan atas tugas pekerjaan seperti. tidak mampu menghadapi dua tugas sekaligus, dan tidak mampu memenuhi tuntutan dan

tanggung jawab perkerjaan secara baik, maka karyawan tersebut akan merasakan tekanan yang berujung pada stres dan mengakibatkan

kesejahteraan psikologis nya rendah. Seperti yang diungkapkan oleh Ryff (1989) salah satu dimensi kesejahteraan psikologis yaitu mampu menghadapi

tekanan dan bisa bertahan pada tuntutan dan keadaan organisasi (Enviromental

mastery), maka karyawan yang mengalami intrapersonal conflict dapat

dikatakan tidak sejahtera secara psikologis.

Telah dibahas sebelumnya bahwa konflik individu bersifat subjektif atau kelompok, yang dengan kata lain seseorang bisa saja tetap bisa menjalankan

(22)

biasa saja maka hal ini tidak masalah. hal yang menjadi masalah ketika adanya konflik di organisasi akan mempengaruhi emosi dan rasa nyaman karyawan

yang berakibat pada penurunan kepuasan kerja dan rendahnya produktivitas, sebagaimana yang diungkapkan Kartono (1980) bahwa kesejahteraan psikologis ditandai sebagai suatu tingkatan emosi yang positif dan

menyenangkan individu.

Konflik individu dalam organisasi memiliki pengaruh yang besar

terhadap kondisi kesejahteraan psikologis karyawan, Konflik yang terjadi pada karyawan yang ada diperusahaan akan berpotensi besar pada mogok kerja,

tinggat absen yang tinggi serta menurunnya performa kerja sebab tidak merasa nyaman dengan kondisi perusahaan tersebut (Rahayu, 2013).

Dari paparan diatas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan antara konflik individu dalam organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan negatif antara konflik individu di organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan negatif

(23)

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada perusahaan mengenai hubungan konflik individu di organisasi terhadap kesejahteraan psikologis karyawan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi

peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitan dengan konflik individu diorganisasi dan kesejahteraan psikologis karyawan b. Untuk mengetahui deskripsi mengenai konflik individu diorganisasi

dan kesejahteraan psikologis karyawan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Latar Belakang

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang konflik individu diorganisasi, jenis-jenis konflik individu dan teori

(24)

Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisi

tentang pendekatan kuantitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu

pengumpulan data serta prosedur penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Dalam bab ini terdapat gambaran subjek penelitian, hasil penelitian

berupa hasil utama dan hasil tambahan, serta pembahasan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS

A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup,

mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara

personal (Ryff, 1989). Menurut Ramos (2007) kesejahteraan psikologis adalah kebaikan, keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu maupun dalam kelompok.

Berger (2010) Menjelaskan kesejahteraan psikologis ditempat kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki motivasi, dilibatkan dalam

pekerjaannya, memiliki energi positif, menikmati semua kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya. Raz (2004)

menambahkan bahwa menjalankan kegiatan sepenuh hati dan sukses dalam menjalin hubungan dengan dengan orang lain merupakan makna dari kesejahteraan psikologis, dengan kata lain sumber dari kesejahteraan

(26)

Ryff (1989) menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu

mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya. Menurut Ryff (1989) gambaran

tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (

fully-functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self

actualization,pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang

kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan

individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup

dan tidak adanya tanda-tanda depresi (Ryff, 1995). Bradburn menyatakan bahwa happiness (kebahagiaan) merupakan hasil dari kesejahteraan

psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap individu (Ryff dan Singer, 1998).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, memiliki kepuasan hidup dan tidak ada tanda-tanda depresi.

Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya fungsi psikologis positif dari diri individu yaitu : penerimaan diri, hubungan sosial yang positif, mempunyai

(27)

A.2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff dan Keyes (1995) pondasi kesejahteraan psikologis

adalah individu yang secara psikologis mampu berfungsi secara positif

(Possitive psychological functioning). Dimensi individu yang mempunyai

fungsi psikologis yang positif yaitu:

a. Penerimaan diri (Self-acceptance)

Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan merupakan karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal dan kematangan. penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan

menerima diri apa adanya. kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalaninya.

Menurut Ryff (1989) hal tersebut menandakan kesejahteraan psikologis yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima

berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian pula

sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik dan memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan memiliki pengharapan untuk

(28)

b. Hubungan Positif dengan orang lain ( Positive relation with others) Pada dimensi ini seringnya disebut dimensi yang paling penting dari

konsep kesejahteraan psikologis. Ryff menekankan pentingnya menjalin hubungan hangat dan saling percaya dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu komponen

kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain. Dalam dimensi ini, individu yang dikatakan tinggi atau baik ditandai dengan adanya

hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain, dan ia juga memiliki rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain. Sementara itu, individu yang dikatakan rendah atau kurang bak dalam

dimensi ini ditandai dengan memiliki sedikit hubungan dengan orang lain, sulit bersikap hangat dan enggan memiliki ikatan dengan orang lain.

c. Memiliki Kemandirian (Autonomy)

Pada dimensi ini menjelaskan tentang kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku. Individu yang mampu menolak tekanan sosial untuk berfikir dan

bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa ia baik dalam

dimensi ini. Sementara individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, mereka akan membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung bersikap

(29)

persepsi orang lain dan tidak bergantung dengan orang lain adalah individu yang memiliki autonomy yang baik, sedangkan individu yang mudah

terpengaruh serta bergantung pada orang lain adalah individu yang memiliki autonomy yang rendah.

d. Mampu mengontrol lingkungan eksternal (Environmental Mastery) Hal yang dimaksud dalam dimensi ini adalah seseorang yang mampu

memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktifitas fisik mapupun mental. Individu dengan

kesejahteraan psikologis yang baik memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Dengan

kata lain, ia memiliki kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian diluar dirinya (lingkungan eksternal). Sementara itu, Individu yang kurang

baik dalam dimensi akan menunjukkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar disekitarnya.

e. Tujuan Hidup (Purpose in Life )

Pada dimensi ini menjelaskan kemampuan individu untuk mencapai tujuan atau arti hidup. Individu yang memiliki makna dan keterarahan dalam hidup, maka akan memiliki perasaan bahwa kehidupan baik saat ini maupun

(30)

hidup, dan memiliki target terhadap apa yang ingin dicapai dalam hidup, maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tujuan hidup yang baik.

Sementara, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini, ditandai dengan memiliki perasaan tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup tidak melihat adanya manfaat terhadap kehidupan masa lalunya, dan tidak

mempunyai kepercayaan untuk membuat hidup berarti. Dimensi ini juga menggambarkan kesehatan mental (psikologis) seseorang, karena kita tidak

dapat melepaskan diri dari keyakinan yang dimiliki seorang indvidu mengenai tujuan dan makna kehidupannya ketika mendefenisikan kesehatan mental.

f. Pengembangan Potensi dalam diri (Personal Growth)

Pada dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang

manusia. Personal growth ini penting untuk dimiliki setiap individu dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasi diri, misalnya keterbukaan

terhadap pengalaman. Seseorang yang memiliki personal growth yang baik memiliki perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sebagai sesuatu

yang bertumbuh, menyadari potensi dalam diri, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sementara itu, Individu yang kurang baik dalam personal growth ini akan menunjukkan

(31)

memiliki perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang monoton dan stagnan, serta tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalaninya.

A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.

1. Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan gambaran ungkapan prilaku suportif (mendukung) yang diberikan seseorang individu kepada individu lain yang

memiliki keterikatan dan cukup bermakna dalam hidupnya. Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983; Lazarus

1993). Dukungan sosial yang diberikan bertujuan untuk mendukung penerima dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. Adanya interaksi

yang baik dan memperoleh dukungan dari rekan kerja akan mengurangi munculnya konflik dan perselihan ditempat kerja ( Chaiprasit, 2011)

2. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang.

Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Pinquart & Sorenson,

(32)

mengakibatkan stres kerja yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan psikologis karyawan yang berakhir dengan performa kerja buruk dan

produktifitas rendah akan merugikan organisasi ataupun perusahaan. (Skakon Nielsen, Borg, Guzman, 2010)

3. Jaringan sosial

Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas

yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & Sorenson, 2000). Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas hubungan

sosial dengan lingkungan akan mengurangi munculnya konflik dan meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam hidup. (Wang & Kanungo, 2004).

4. Religiusitas

Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai

kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000).

5. Kepribadian

Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti

(33)

dan stres (Santrock,1999; Warr, 2011). Seseorang yang tidak dapat menentukan pilihan secara bijak, tidak berani mengambil resiko, kurangnya

dalam hal kemampuan mengontrol diri dan tidak memiliki penerimaan diri yang baik merupakan indikasi keberadaan konflik dalam dirinya yang akan mengurangi tingkat kesejahteraan secara psikologis di kehidupannya. (Warr,

2011)

B. KONFLIK INDIVIDU DALAM ORGANISASI B.1. Definisi Konflik Individu Dalam Organisasi

Kata konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling berbenturan. Sukanto (1996) mengatakan arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian,

pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis. Menurut Schermerhorn,John., Hunt, & Osborn, (2002) yang dimaksud

dengan konflik dalam ruang lingkup organisasi adalah suatu situasi dimana individu atau banyak orang (kelompok) saling tidak setuju terhadap suatu

permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Konflik organisasi sebagai ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas

(34)

Robins (1996) menguraikan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat atau sudut

pandang yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif, dengan kata lain konflik diartikan sebagai suatu proses yang timbul karena pihak pertama merasa bahwa pihak lain

memberi pengaruh negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif terhadap yang diharapkan oleh pihak pertama.

Schemerhorn dkk (2002) menyatakan bahwa konflik organisasi digolongkan menjadi 2 level yaitu konflik individu dalam organisasi dan konflik kelompok. Konflik individu adalah konflik dalam organisasi yang

terjadi pada diri individu itu sendiri atau disebut juga konflik intrapersonal dan konflik yang terjadi antara satu individu dengan individu lain atau

disebut juga konflik intrapersonal. Sedangkan konflik kelompok adalah konflik dalam organisasi yang terjadi pada kelompok-kelompok dalam satu

organisasi atau disebut juga konflik intergroup dan konflik yang terjadi antara satu organisasi dengan organisasi lain atau disebut juga konflik

interorganizational (Schemerhorn dkk, 2002).

Menurut Robins (1996) konflik individu dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu. Jika individu tidak menyadari adanya

(35)

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Konflik individu di organisasi adalah konflik interpersonal yang dirasakan

individu karena tekanan atau ketidaksesuain tujuan serta harapan dan konflik

intrapersonal ialah pertentangan yang terjadi antara dua atau lebih individu

anggota organisasi yang saling berlawanan.

B.2. Tipe-Tipe Konflik dalam Organisasi

Menurut Schermerhorn dkk (2002) konflik dalam suatu organisasi terjadi karena ada ketidaksesuai kepentingan beberapa orang atau pihak di suatu organisasi. Berikut ini dijelaskan tipe-tipe konflik organisasi yang

biasa terjadi menurut Schemerhorn dkk (2002), yaitu :

1. Intrapersonal Conflicts

Konflik intrapersonal ini terjadi dalam diri individu karena

tekanan sebenarnya atau yang dirasakan dari ketidaksesuaian tujuan dan harapan. Konflik intrapersonal ini terbagi atas 3 jenis :

a. Approach – Approach conflict.

Konflik ini terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua hal alternatif yang positif dan sama-sama menarik. Seperti: memilih

menghadiri makan malam dengan Bos dan rekan kerja atau makan malam bersama keluarga besar diwaktu bersamaan. Di satu sisi, menghadiri acara makan malam bersama bos dan rekan kerja penting untuk membina

(36)

keluarga yang sudah lama direncanakan ingin juga terlaksana untuk menjaga kualitas family time.

b. Avoidance-avoidance conflict.

Konflik ini merupakan kebalikan dari jenis konflik interpersonal yang pertama, sebab konflik ini terjadi ketika seseorang harus memilih

antara dua hal pilihan yang negatif dan tidak menarik sama sekali. Seperti: seorang karyawan yang gagal memenuhi tuntutan organisasi

harus memperoleh konsekuensi antara lain: diturunkan jabatan dari posisi saat ini ke posisi paling bawah atau harus pindah kerja ke daerah terpencil dan jauh dari keluarga namun posisi jabatannya tidak diturunkan. Hal ini

menjadi konflik tersendiri bagi karyawan tersebut karena ia harus memilih mengulang jabatan dari nol lagi atau pindah tugas dimana ia

akan jauh dari keluarga untuk waktu yang lama.

c. Approach-avoidance Conflict.

Konflik ini terjadi ketika seseorang harus memutuskan untuk melakukan sesuatu yang menyebabkan konsekuensi positif dan negatif terjadi bersamaan. Seperti: Menawarkan pekerjaan dengan bayaran tinggi

namun pekerjaannya sulit dan memerlukan tanggung jawab yang sangat besar pada seorang karyawan.

2. Interpersonal Conflict.

Merupakan konflik pada level individu yang terjadi antar satu

(37)

saling berlawanan. Konflik bersifat substantif atau emosional. Konflik substantif adalah konflik yang melibatkan ketidaksepakatan mendasar

atas akhir atau tujuan yang harus dikejar dan sarana atas prestasi mereka. Sementara konflik Emotional melibatkan hubungan interpersonal yang sulit karena timbulnya perasaan marah, curiga, kebencian, ketakutan,

ketidaksukaan dan sebagainya. Biasanya yang sering terjadi adalah konflik antara sesama teman kerja, antara bawahan dan atasan atau atasan

dengan atasan.

Konflik antarpribadi (interpersonal conflict) adalah suatu konflik yang mempunyai kemungkinan lebih sering muncul dalam kaitannya

antara individu dengan individu yang ada dalam suatu organisasi (Wijono, 2011; Rahayu, 2013). Konflik interpersonal adalah konflik

antarpribadi adalah suatu situasi dimana tindakan seseorang berakibat menghalangi, menghambat, mengganggu tindakan orang lain (Rahayu,

2013). Dari pendapat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa konflik interpersonal adalah pertentangan kepentingan yang terjadi antar individu dalam suatu organisasi.

3. Intergroup Conflict,

Konflik ini merupakan konflik pada tingkat yang terjadi antar kelompok, yang biasanya timbul dari kesulitan koordinasi dan integrasi kegiatan tugas. Perbedaan tugas dalam koordinasi tersebut sering tampak

(38)

organisasi. Konflik antargroup ini biasanya terjadi ketika dalam suatu organisasi dibagi atas beberapa divisi yang bekerja dengan tugas yang

berbeda-beda. Dengan kata lain adanya kelompok kerja yang terbagi-bagi akan berpotensi munculnya konflik di dalam organisasi.

4. Interorganizational Conflict

Konflik yang terjadi antar organisasi dalam proses kompetisi Konflik antar personal, kelompok dan organisasi tersebut pada prinsip

merupakan kejadian konflik akibat ketidaksetujuan dalam isu situasi sosial tertentu yang subtansinya merupakan pertentangan emosional. Konflik jenis ini seringnya terjadi antar organisasi yang bergerak

dibidang yang sama dan saling berkompetisi untuk kepentingan tertentu. Konflik antar organisasi ini tidak selalu terjadi pada setiap organisasi,

hanya beberapa organisasi atau perusahaan saja yang mungkin pernah mengalami ini. Seperti: persaingan antar klub sepak bola, dan sebagainya.

Selain ke empat jenis konflik organisasi yang dijelaskan diatas, Schermerhorn dkk (2002) juga menambahkan bahwa ada empat jenis tipe peranan konflik yang biasanya muncul dalam suatu organisasi,sebagai

berikut :

1. Person-role conflict

Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang di mana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang tersebut memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan

(39)

merasa peraturan atau kebijakan organisasi tidak bisa dipenuhi, sehingga membuat karyawan tersebut sering mendapat sanksi. Seperti:

Perusahaan yang mewajibkan seluruh karyawan hadir tepat pukul 7.30 wib setiap hari, karyawan yang lokasi rumah dengan kantornya cukup jauh akan kesulitan hadir setiap hari tepat waktu.

2. Inter-role conflict

Konflik antar peranan di mana individu menghadapi persoalan karena

menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan seperti seseorang yang menjadi mandor dalam perusahaan tetapi juga sebagai ketua serikat pekerja.

3. Intersender conflict

Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan

beberapa orang. Konflik ini terjadi pada karyawan memiliki beban harus menyenangkan beberapa orang,seperti seorang karyawan yang

harus menuruti perintah pimpinan untuk mengatur posisi atau jabatan karyawan lain sementara ia tidak tega memindahkan posisi atau jabatan rekan-rekannya sendiri.

4. Intrasenderconflict

Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling

bertentangan. konflik ini terjadi akibat kesalahpahaman penyampai informasi, seperti karyawan yang menerima informasi dari kedua rekan kerjanya mengenai pengauditan pembukuan produksi barang, namun

(40)

dengan informasi yang disampaikan sehingga bisa terjadi kesalahpahaman dan human error.

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan tipe-tipe konflik organisasi pada level konflik yang dialami individu dalam organisasi berdasarkan yang disampaikan oleh Schermerhorn dkk (2002) yang

menyatakan konflik pada level individu dalam organisasi terbagi atas: 1. Intrapersonal conflict

2. Interpersonal conflict

C. KARYAWAN

Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, karyawan dapat diartikan setiap orang yang bekerja dengan menerima imbalan

dari tempat ia bekerja dan memiliki hubungan kerja dengan adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/karyawan. Karyawan atau pekerja di suatu

(41)

D. HUBUNGAN ANTARA KONFLIK INDIVIDU DI ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KARYAWAN.

Karyawan merupakan sumber penentu keberhasilan utama disebuah organisasi. Organisasi memerlukan karyawan yang mampu bekerja secara produktif, inovatif, dan memiliki performa kerja yang baik. Untuk

memperoleh karyawan yang memiliki kemampuan kerja yang baik, salah satu caranya dengan mensejahterakan psikologis karyawan (Vallerand,

2012). Karyawan yang sejahtera baik secara fisik maupun psikologis akan memiliki performa kerja yang baik serta mampu produktif berkerja secara maksimal di tempat ia bekerja. Menurut Maenapothi (2007) Kesejahteraan

psikologis karyawan merupakan situasi dimana ketika individu bekerja akan merasa senang dan tidak merasa seperti bekerja, lebih efektif dan memiliki

target pencapaian kerja baik untuk dirinya sendiri maupun untuk organisasi. Kesejahteraan psikologis karyawan akan rendah ketika karyawan berada

dalam keadaan tidak nyaman, terganggu dan mengalami stres ditempat kerja yang pada akhirnya akan menganggu performasi kerja, produktifitas, tingkat absen dan kepuasan (Akintayo, 2012). Stres yang terjadi pada karyawan

akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan mengganggu aktifitas harian karyawan ketika bekerja, sesuai pendapat Atkinson (2000),

mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan baik fisik maupun psikologis seseorang. Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan

(42)

aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Ryff& Keyes, 1995).

Owens (1991) menjelaskan adanya suatu konflik akan menghasilkan stres kerja dan berdampak pada penurunan performa kerja karyawan, dan bila konflik ini berlangsung lama akan berakibat pada intensitas turnover

dan rendahnya kesejahteraan psikologis ditempat kerja. Rice (1992; Akintayo, 2012) mengungkapkan seseorang akan mengalami stres ketika

tidak bisa menentukan sebuah keputusan, ada pertentangan dengan nilai-nilai, tidak bisa membangun hubungan baik dengan orang lain yang mengindikasikan telah timbulnya konflik. Penelitian lain juga menambahkan

bahwa stres kerja memiliki dampak pada kesehatan dan kesejahteraan psikologis karyawan dan efek tugas pada sikap mereka ketika bekerja (

Akintayo, 2012)

Munculnya konflik dalam suatu organisasi tentunya saling terkait

dengan keberadaan karyawan yang bekerja diorganisasi tersebut. Konflik individu akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung kepada karyawan, karyawan akan tidak nyaman dengan adanya konflik

sehingga berpengaruh pada produktifitas kerja dan performa yang dihasilkan (Robins & Judge, 2007).

Ketidakseimbangan dalam bekerja dan tingginya konflik ditempat kerja akan mengurangi kepuasan kerja, rendahnya komitmen terhadap organisasi, rendahnya produktifitas dan performa kerja, meningkatnya absen

(43)

fisiologis. (Waltman & Sullivan, 2007; Wang, 2006; Bell, Rajendran, Theiler, 2012). Karyawan yang mengalami konflik akan merasa tidak

nyaman dan terganggu dengan konflik yang muncul di dalam organisasi. Konflik individu yang muncul akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis, kinerja dan efektifitas karyawan diorganisasi. (Robbins, 1996)

Schermerhorn dkk (2002) mengungkapkan dampak-dampak yang muncul dari konflik individu di organisasi pada karyawan. Konflik

interpersonal yang terjadi dalam organisasi akan berpengaruh dengan

kesejahteraan psikologis karyawan pada dimensi positive relationship terganggu, artinya ketika interaksi atau hubungan dengan atasan, bawahan

maupun sesama rekan kerja tidak harmonis maka positive relation rendah. Hubungan positif yang dibangun dilingkungan kerja akan meningkatkan

komunikasi dan dukungan sosial yang akan mengurangi absensi dan turnover (Gilbert & Benson, 2004)

Intrapersonal conflict dikatakan oleh Schermerhorn dkk (2002)

terjadi pada diri individu karena tekanan sebenarnya atau yang dirasakan dari ketidaksesuaian tujuan dan harapan, ketika konflik intrapersonal

muncul maka akan mengganggu kesejahteraan pada dimensi

Self-acceptance, autonomy, environmental mastery, dan purpose in life.

Karyawan yang tidak bisa memenuhi harapan dirinya sendiri dan menjadi pribadi yang memenuhi harapan orang lain (intrapersonal conflict) maka dapat dikatakan dimensi pada self-acceptance rendah. Karyawan yang tidak

(44)

laku maka pada dimensi autonomy rendah sehingga performa kerja karyawan akan rendah ketika dimensi well being juga rendah (Cropanzano

& Wright, 1999).

Karyawan tidak bisa mengatur kehidupan sehari-hari, serta tidak memiliki kontrol terhadap lingkungan luar disekitarnya dengan kata lain

karyawan yang mudah terpengaruh dengan lingkungan, tidak bisa menciptakan keadaan yang sesuai dengan dirinya serta tidak memiliki

kontrol terhadap lingkungan dikatakan memiliki konflik intrapersonal dan kemampuan pada dimensi enviromental mastery rendah (Ryff, 1989). Karyawan yang tidak memiliki tujuan dan target pencapaian kerja serta

merasa bahwa tidak ada kesesuaian antara dirinya dengan tujuan dan harapan ia dalam bekerja maka ia memiliki konflik intrapersonal

(Schermerhorn dkk, 2002).

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas terdapat kaitan antara

Konflik individu di organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan.

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang ingin diajukan oleh

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi

sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2002).

Peneliti ingin mengetahui hubungan konflik organisasi dengan kesejahteraan karyawan

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasi

variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari:

Variabel tergantung (DV) : Kesejahteraan Psikologis

Variabel bebas (IV) : Konflik Individu dalam Organisasi

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

B.1. Kesejahteraan Psikologis

(46)

Kesejahteraan psikologisini diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan teori kesejahteraan psikologis oleh Ryff dan Keyes

(1995), yang akan mengukur dimensi kesejahteraan psikologis yang terdiri dari dimensi penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), Otonomi (autonomy), Tujuan

hidup (purpose in life), Perkembangan pribadi (personal growth), Pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery).

Skor total pada skala merupakan petunjuk tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis individu. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan mereka, dan

sebaliknya jika semakin rendah skor yang didapat maka tingkat kesejahteraanya rendah.

B.2. Konflik Individu dalam Organisasi

Konflik individu di organisasi adalahkeadaan dimana individu saling tidak setuju dan memiliki ketidaksesuaian terhadap kepentingan ataupun tujuan dari organisasi dan timbulnya perasaan negatif antar satu

individu dengan individu lain.

Menurut Schemerhorn dkk (2002) konflik individu di organisasi

terdiri atas : konflik intrapersonal yang dirasakan individu karena tekanan atau ketidaksesuain tujuan serta harapan dan konflik interpersonal ialah pertentangan yang terjadi antara dua atau lebih individu anggota organisasi

(47)

Skor total pada skala konflik individu merupakan petunjuk konflik individu yang berupa konflik interpersonal dan intrapersonal. Semakin

tinggi skor yang dicapai karyawan maka konflik individu di organisasi semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah skor yang dicapai maka konflik individu di organisasi rendah.

C. POPULASI DAN SUBJEK

Dalam suatu penelitian, masalah populasi dan subjek yang dipakai merupakan satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah

suatu kelompok besar dimana peneliti ingin menggeneralisasikan hasil sampel. Dari populasi yang ditentukan akan diambil wakil dari populasi yang disebut subjek penelitian. Subjek adalah sebagian dari populasi yang

dikenakan dalam penelitian. Subjek yang diambil haruslah subjek yang representatif terhadap populasi, yaitu harus dapat mewakili ciri-ciri

populasinya. (Hadi, 2000)

C.1. Populasi

Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu Pegawai Negeri

Sipil Pemerintah Daerah (PEMDA) di kota Stabat.

C.2. Subjek

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan

(48)

C.3. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pegawai Negeri Sipil kota Stabat yang telah bekerja minimal 2 tahun.

C.4. Teknik Pengambilan Subjek

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik

incidental sampling, yaitu setiap anggota populasi tidak mendapatkan

kesempatan yang sama untuk dapat terpilih menjadi anggota subjek (Hadi,

2000). Pemilihan subjek dari populasi didasarkan pada faktor kemudahan dijumpainya subjek yang disesuaikan dengan karakteristik tertentu.Setiap

orang yang ditemui di lapangan yang memenuhi karakteristik subjek penelitian ini akan ditanya kesediaannya mengisi kedua skala tersebut. Orang-orang yang bersedia dan sesuai dengan karakteristik subjeklah yang

dijadikan subjek penelitian ini.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode

pengumpulan data dengan skala. Metode pengumpulan data ini menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala likert dengan beberapa pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pertanyaan yang telah

(49)

Menurut Hadi (2000), metode skala mempunyai kebaikan-kebaikan dengan alasan sebagai berikut:

a. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

b. Apa yang dinyatakan subjek pada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Metode skala yang digunakan adalah metode Rating. Dijumlahkan atau dikenal dengan metode Likert (Azwar, 1998). Metode ini menggunakan

pilihan jawaban tengah, yaitu netral (N) sehingga setiap item meliputi lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai(SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai

(TS), dan sangat tidak sesuai (STS).

Dalam penelitian ini menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala

kesejahteraan psikologis dan skala konflik organisasi.

D.1. Skala Kesejahteraan Psikologis

Skala dirancang berdasarkan pada dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989) yaitu: Penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi (autonomy), tujuan hidup

(purpose inlife), perkembangan pribadi (personal growth), penguasaan

terhadap lingkungan (environmental mastery). Skala psikologi yang

(50)

unfavorable, dengan menggunakan lima pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Netral (N) dan Sangat Tidak Sesuai

(STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem

favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 1 sampai 5.

Pemberian skor untuk skala ini dapat dilihat pada tabel 1, sedangkan Blue

[image:50.595.148.518.320.408.2]

print skala kesejahteraan psikologis dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Bobot nilai pernyataan skala kesejahteraan psikologis

Bobot nilai STS TS N S SS

Favorable 1 2 3 4 5

Unfavorable 5 4 3 2 1

Tabel 2. Blue print skala kesejahteraan psikologis

No Aspek Jenis Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Self-acceptance

1,7,13,38

20,26,31,43

8

2 Positive relation

with others

2,8,14,15,39

21,27,

32,33,44

10

3 Autonomy

3,9,16,40

22,28,34,45

8

4 Purpose in life

4,10,17,49

23,29,35,46

8

5 Personal Growth

5,11,18,41

24,30,36, 47

8

6 Enviromental

mastery

6,12,19,42

25,37,48

7

[image:50.595.150.517.469.727.2]
(51)

D.2. Skala Konflik Individu

Skala dirancang berdasarkan pada tipe konflik individu yang

disampaikan oleh Schermerhorn, hunt, osborn (2002) yaitu: Interpersonal

Conflict dan Intrapersonal Conflict. Skala psikologi yang digunakan untuk

mengukur konflik individu di organisasi ini mengunakan model skala

likert yang berjumlah 28 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan

unfavorable, dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat

sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Netral (N) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 1

[image:51.595.125.519.498.565.2]

sampai 5. Pemberian skor untuk skala ini dapat dilihat pada tabel 3, sedangkan Blue print skala konflik organisasi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 3. Bobot nilai pernyataan skala konflik Individu

Bobot nilai STS TS N S SS

Favorable 1 2 3 4 5

Unfavorable 5 4 3 2 1

Tabel 4. Blue print Skala konflik Individu

No Tipe konflik Jenis Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Interpersonal

conflict

1,2,3,4,5,11,12,13,14

6,7,8,9,10,15,16

17,18

17

2 Intrapersonal

conflict

19,20,22,23,29,30,31

32,33

24,25,26,27,28,35,36

37,38

18

[image:51.595.129.539.639.751.2]
(52)

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

E.1. Uji Validitas

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujianterhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional

judgement (Azwar, 2010).Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item

dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur.

Pengertian ini mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak

keluar dari batasan tujuan pengukuran. Sebelum melakukan penyusunan alat ukur, peneliti menentukan terlebih dahulu kawasan isi dari kesejahteraan psikologis dan konflik organisasi. Kemudian peneliti akan membuat item

item yang bertujuan untuk mengungkap kawasan isi tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan analisis

rasional atau profesional judgement, dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti.

E.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur,

yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pegukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena

(53)

Uji reliabitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal, yaitu single trial administration

dimana skala hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok individu sebagai sampel (Azwar, 2010). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefesien Alpha Cronbach. Biasanya, reliabilitas telah

dianggap memuaskan bila mencapai α = 0.90 (Azwar, 1998). Menurut Azwar (1998) koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti

semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

E.3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem

mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur.

Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem-total. Prinsip kerjanya dengan

melakukan seleksi aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur skala sesuai dengan yang dikehendaki peneliti atau dengan kata

lain memilih aitem yang mengukur hal yang sama denga

Gambar

Tabel 1. Bobot nilai pernyataan skala kesejahteraan psikologis
Tabel 3. Bobot nilai pernyataan skala konflik Individu
Tabel 5. Distribusi aitem-aitem skala konflik individu setelah uji coba
Tabel 6. Distribusi aitem-aitem skala Kesejahteraan psikologis setelah uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

kepuasan individu dalam organisasi (Stoner, 1978). Iklim organisasi yang positif akan menimbulkan kenyamanan bagi karyawan, saling menghormati antar karyawan,

Terlepas dari faktor yang melandasi terjadinya permasalahan atau konflik, gejala yang timbul dalam organisasi saat terjadi konflik dimana saat individu atau suatu kelompok

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh iklim organisasi dan stres terhadap kesejahteraan psikologis karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan psikologis dan iklim organisasi memiliki pengaruh yang signifikan dan

Ryff dan Singer (2008) menyatakan bahwa individu dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi seperti pada wanita bercerai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa individu

kesejahteraan psikologis karyawannya. Sebaliknya, makin negatif persepsi karyawan terhadap dukungan organisasinya, maka makin rendah tingkat kesejahteraan

Mengingat semakin banyaknya perusahaan start-up serta penting mengetahui faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif, peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut dengan mengacu

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan psikologis dan iklim organisasi memiliki pengaruh yang signifikan dan positif