PEMANFAATAN BAMBU DI DESA TIGA PANAH
KABUPATEN KARO
SKRIPSI
Oleh :
HASUDUNGAN MAHARAJA 081203042 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pemanfaatan Bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten karo
Nama : Hasudungan Maharaja
Nim : 081203042
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Irawati Azhar, S.Hut, M.Si. Evalina Herawati, S.Hut, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRACT
HASUDUNGAN MAHARAJA: Utilization of Bamboo In Tiga Panah Village
Karo Regency Supervised byIrawati AzharandEvalina Herawati
Bamboo is a plant that has a very important benefit for life. Bamboo which we know has good properties to be used, among other things: strong stem, straight, flat, hard, easy to cut, easy to set up and easy to work and easy to transport. Besides bamboo is also relatively cheap compared to other building materials as are found in the surrounding rural settlements. This study aims to determine the results of processed bamboo products of society, the kinds that grow, the technology used and the problems that exist in the use of bamboo in the Tiga Panah village Karo Regency. The types of bamboo that dominates in the Tiga Panah village is a type of bamboo regen or a local language Buluh Regen (Gigantochola pruriens). Data collection was done using field observations, questionnaires, interviews, library research and data analysis. The data collected is analyzed qualitatively to explain that according to the results on the field. In general, the management of bamboo plants in this area is low and the need for integrated management of production potential and can not be treated optimally.
ABSTRAK
HASUDUNGAN MAHARAJA : Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Di bawah bimbingan Irawati Azhar dan Evalina Herawati
Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Bambu yang kita kenal memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil produk olahan bambu dari masyarakat, jenis-jenis yang tumbuh, teknologi yang digunakan serta permasalahan-permasalahan yang ada dalam pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Jenis-jenis bambu yang mendominasi Di Desa Tiga Panah adalah jenis bambu regen atau bahasa setempat Buluh Regen
(Gigantochola pruriens). Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi
lapangan, kuisioner, wawancara, studi pustaka dan analisis data. Data-data yang terkumpul dianalisa secara kualitatif untuk memberi penjelasan yang sesuai dengan hasil di lapangan. Secara umum pengelolaan tanaman bambu di daerah ini masih rendah dan memerlukan pengelolaan secara terpadu karena potensi dan produksi belum dapat diolah secara maksimal.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rumah Tiga Kota Ambon pada tanggal 8 Februari
1990. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari bapak Sahat
Maharaja ( Alm ) dan ibu Marulia Debataraja.
Pada tahun 2002 lulus dari SD Negeri 173471 Sijarango Kecamatan
Pakkat Kab. Humbang hasundutan, pada tahun 2005 lulus dari SLTP RK. ST.
Maria Pakkat Kab. Humbang Hasundutan dan pada tahun 2008 lulus dari SMA
RK ST. Maria Pakkat Kab. Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara.
Penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur
ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan
memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan.
Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) di
Hutan Lau Kawar dan Deleng Lancuk pada tahun 2010. Penulis juga
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Cibodas Kabupaten Cianjur dan Bogor, Jawa Barat dari bulan Januari
2012 sampai Februari 2012. Selama mengikuti kuliah penulis menjadi anggota
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian
Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo” dengan baik dan
tepat waktu.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi
pembimbing Ibu Irawati Azhar, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai
menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai menyelesaikan hasil penelitian.
Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada yang tersayang Ayahanda
Sahat Maharaja (Alm), Ibunda Marulia Debataraja, saudara-saudaraku
Hamonangan Maharaja, STP dan Lisa M. Maharaja, STP atas seluruh doa,
motivasi dan perhatiannya. Terima kasih juga kepada seluruh teman seperjuangan
stambuk 2008 (Josua Aritonang, Septian Gultom, Rikki Silalahi, Enrico Sitompul
dan Pardamean Tampubolon) serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
per satu yang telah membantu penulis baik secara moral, spiritual, dana dan
materi dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Maret 2013
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Bambu ... 5
Morfologi Bambu ... 7
Bagian-Bagian Bambu ... 9
Pemanfaatan Bambu ... 11
Jenis-Jenis Bambu Untuk Kerajinan ... 15
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18
Alat dan bahan ... 18
Prosedur Penelitian ... 18
Persiapan ... 18
Survei Lapangan ... 18
Penentuan Sampel Responden ... 19
Pengumpulan Data ... 19
Observasi lapangan ... 19
Kuisioner ... 20
Wawancara ... 20
Dokumentasi ... 20
Studi pustaka ... 20
Analisa Data ... 21
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 22
Desa Tiga Panah ... 25
Letak dan Luas ... 25
Topografi ... 25
Aksesbilitas ... 26
Penduduk ... 26
Mata Pencaharian ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 28
Jenis-Jenis Bambu Yang Tumbuh Di Tiga Panah ... 30
Pemanfaatan Tanaman ... 32
Keranjang ... 32
Dinding Rumah (Tepas) ... 34
Bahan Bangunan ... 36
Bambu sebagai Ajir Tanaman ... 38
Bambu sebagai Media Lukisan ... 39
Permasalahan Masyarakat Dalam Pengusahaan Bambu ... 41
Pemasaran Produk Bambu ... 41
Tingkat Teknologi Dan Inovasi ... 41
Kurangnya Pengetahuan Tentang Bambu ... 42
Peralatan Masih Tradisional ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 45
DAFTAR TABEL
No. HaL
1. Luas Daerah Menurut Kecamatan ... 23
2. Luas Daerah Menurut Desa ... 24
3. Jumlah masyarakat pemanfaat bambu berdasarkan umur ... 28
4. Jenis usaha kerajinan bambu ... 29
5. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Betung ... 30
6. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Regen ... 31
DAFTAR GAMBAR
No. HaL
1. Bambu Betung ... 31
2. Bambu Regen ... 31
3. Kerajinan Keranjang Bambu ... 33
4. Bambu Regen Bahan Baku Keranjang ... 34
5. Bentuk Tepas ... 36
6. Bambu Betung ... 38
7. Bentuk Ajir Tanaman ... 39
ABSTRACT
HASUDUNGAN MAHARAJA: Utilization of Bamboo In Tiga Panah Village
Karo Regency Supervised byIrawati AzharandEvalina Herawati
Bamboo is a plant that has a very important benefit for life. Bamboo which we know has good properties to be used, among other things: strong stem, straight, flat, hard, easy to cut, easy to set up and easy to work and easy to transport. Besides bamboo is also relatively cheap compared to other building materials as are found in the surrounding rural settlements. This study aims to determine the results of processed bamboo products of society, the kinds that grow, the technology used and the problems that exist in the use of bamboo in the Tiga Panah village Karo Regency. The types of bamboo that dominates in the Tiga Panah village is a type of bamboo regen or a local language Buluh Regen (Gigantochola pruriens). Data collection was done using field observations, questionnaires, interviews, library research and data analysis. The data collected is analyzed qualitatively to explain that according to the results on the field. In general, the management of bamboo plants in this area is low and the need for integrated management of production potential and can not be treated optimally.
ABSTRAK
HASUDUNGAN MAHARAJA : Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Di bawah bimbingan Irawati Azhar dan Evalina Herawati
Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Bambu yang kita kenal memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil produk olahan bambu dari masyarakat, jenis-jenis yang tumbuh, teknologi yang digunakan serta permasalahan-permasalahan yang ada dalam pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo. Jenis-jenis bambu yang mendominasi Di Desa Tiga Panah adalah jenis bambu regen atau bahasa setempat Buluh Regen
(Gigantochola pruriens). Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi
lapangan, kuisioner, wawancara, studi pustaka dan analisis data. Data-data yang terkumpul dianalisa secara kualitatif untuk memberi penjelasan yang sesuai dengan hasil di lapangan. Secara umum pengelolaan tanaman bambu di daerah ini masih rendah dan memerlukan pengelolaan secara terpadu karena potensi dan produksi belum dapat diolah secara maksimal.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki areal hutan terbesar
di dunia. Tetapi, laju kerusakan hutan Indonesia setiap tahunnya terus meningkat.
Kondisi tersebut tentunya berdampak besar terhadap ketersediaan kayu di
Indonesia. Kebutuhan kayu yang terus meningkat menyebabkan ketersediaan
kayu yang ada semakin menurun. Tingginya penggunaan kayu tersebut sebaiknya
diatasi dengan penggunaan bahan pengganti kayu. Pemanfaatan hasil hutan non
kayu merupakan bagian dari kekayaan sumber daya hutan di Indonesia yang dapat
menjadi salah satu alternatif pengurangan penggunaan kayu di hutan yang
semakin berkurang keberadaannya.
Pesatnya laju pembangunan ekonomi dan pertambahan penduduk
menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa. Bagi
sumber daya hutan kenyataan ini menuntut peningkatan fungsi hutan, sementara
di sisi lain luas areal dan potensi hutan alam semakin berkurang akibat
pengkonversian areal hutan ke bentuk penggunaan lain dan kurang baiknya
praktek pengelolaan hutan.
Produk hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumber daya hutan
yang terkait langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu
dapat memberikan atau meningkatkan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar
hutan. Masyarakat yang menetap di sekitar hutan dapat memanfaatkan hasil hutan
bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain untuk
masyarakat itu sendiri. Kegiatan pemungutan dan pengusahaan hasil hutan bukan
kayu tersebut dapat mengurangi pengangguran dan sebagai sumber pencaharian.
Hutan rakyat adalah sistem pengelolaan lahan milik petani yang di
dalamnya dikembangkan berbagai jenis komoditas kayu (tanaman hutan) untuk
dimanfaatkan hasilnya yang berbentuk kayu atau bahan ikutan, seperti buah,
minyak resin, dan non-kayu seperti rotan, bambu, madu, flora, dan fauna. Hutan
rakyat menurut Undang-Undang adalah hutan yang tumbuh atau dikembangkan
pada lahan milik rakyat/adat/ulayat atau lahan-lahan lainnya yang berada di luar
kawasan hutan (Arief, 2001).
Dalam hal ini Bambu merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang
pemanfaatannya telah lama dikenal oleh masyarakat. Bambu memegang peranan
sangat penting bagi masyarakat pedesaan. Pemanfaatan bambu telah mengalami
perubahan dari tahun ke tahun. Adapun jenis-jenis produk olahan bambu, yaitu
alat musik seperti seruling dan angklung, bahan bangunan seperti dinding, tiang
dan atap, barang kerajinan seperti keranjang, kursi dan meja. Kreatifitas
masyarakat dalam pengelolaan bambu sangat dibutuhkan agar produk bambu
dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan dari olahan kayu, sehingga
kesejahteraan masyarakat pengrajin bambu dapat terjamin dan siklus produksi
hasil-hasil produk olahan bambu dapat berjalan terus-menerus.
Bambu menjadi salah satu komoditas hasil hutan non kayu dari Sumatera
Utara karena memiliki potensi yang tersebar cukup banyak. Menurut badan pusat
statistik kota binjai anyaman bambu dan mebel bambu merupakan salah satu
produk unggulan industri kota Binjai pada tahun 2005, dengan jumlah produksi
Karo yang sangat berpotensi menghasilkan bambu. Tanaman bambu cukup
dikenal masyarakat dan merupakan tanaman serbaguna yang dapat menambah
pendapatan masyarakat apabila digarap secara maksimal namun produk-produk
yang dihasilkan dari bambu pada saat ini kurang mendapatkan perhatian atau
kurang bersaing. Hal ini mungkin disebabkan oleh sumber daya manusia yang
masih kurang mendapat perhatian yang baik dalam pengembangannya.
Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah di provinsi Sumatera utara
yang memiliki potensi tanaman bambu. Sebagian besar masyarakat telah mampu
memanfaatkan bambu menjadi berbagai macam produk olahan bambu yang akan
dimanfaatkan sendiri sebagai kebutuhan pribadi, hingga produk olahan bambu
yang dipasarkan ke masyarakat sampai kualitas ekspor yang dikirim ke luar negeri
seperti produk-produk furniture dan kerajinan. Demikian juga sewaktu
pengelolaannya masyrakat memiliki cara yang berbeda-beda, sehingga Produk
olahan bambu tersebut memiliki variasi jenis. Maka penelitian ini dilakukan untuk
Tujuan Penelitian
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui jenis tanaman bambu yang dimanfaatkan di Desa Tiga Panah
Kabupaten Karo
2. Mengetahui pemanfaatan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo.
3. Mengetahui teknologi pengolahan bambu oleh masyarakat di Desa Tiga
Panah Kabupaten Karo
4. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat
pemanfaat di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo dalam pengusahaan bambu
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai sumber
informasi dan masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah Kabupaten
Karo Propinsi Sumatera Utara tentang gambaran pemanfaatan bambu di Desa
TINJAUAN PUSTAKA
Pengenalan Bambu
Bambu banyak ditemukan di daerah tropis di benua Asia, Afrika, dan
Amerika. Namun, beberapa spesies ditemukan pula di Australia. Benua Asia
merupakan daerah penyebaran bambu terbesar. Bambu sudah lama dikenal di
Indonesia dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di pedesaan.
Sejak dulu bambu telah digunakan untuk keperluan sehari-hari. Dengan penuh
kreatifitas bambu dijadikan sebagai bahan baku yang serbaguna. Misalnya untuk
bahan bangunan, peralatan dapur, alat musik, dan juga untuk bahan
makanan(rebung). Bangunan rumah di pedesaaan sebagian besar masih terbuat
dari bahan bambu, seperti dinding, tiang, atap, dan juga lantainya. Bagi bangsa
Indonesia bambu memiliki nilai sejarah yaitu bambu runcing yang dipakai para
pejuang kemerdekaan untuk melawan penjajah (Berlin dan Estu, 1995).
Menurut Sulthoni (1994) dalam Manalu (2008) peranan dan kegunaan
bambu di Indonesia masih sangat besar, namun sumber daya ini masih kurang
mendapat perhatian yang wajar dalam pengembangannya. Data Biro Pusat
Statistik total ekspor barang kerajinan bambu selama lima tahun dari tahun 1987
sampai dengan 1991 mengalami kenaikan baik dari volume maupun nilai
ekspornya
Dari sekitar 75 genus terdiri dari 1500 jenis bambu di seluruh dunia, 10
genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Berdasarkan system
percabangan rimpang, genus tersebut di kelompokkan menjadi dua bagian.
Pertama, genus yang berakar rimpang dan tumbuh secara simpodial, termasuk di
Kedua, genus berakar rimpang dan tumbuh secara monopodial/horizontal dan
bercabang secara lateral sehingga menghasilkan rumpun terbesar, diantaranya
genus Arundinaria (Duryatmo, 2000).
Bambu memiliki keunikan dan keindahan tersendiri sebagai pengganti
kayu. Secara anatomis, bambu berbeda dengan kayu. Profil bambu antara lain
sebagai berikut:
1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial
growth) seperti pada kayu.
2. Batangnya melengkung di bagian ujung sebagai akibat beban daun. Bagian
batang yang lurus kurang lebih 2/3 dari keseluruhan panjang batang.
3. Batangnya berlubang, berbuku, beruas, kuat, ulet dan mudah dibelah atau
disayat.
4. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh cairan.
Pengulitan relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis yang dapat
dipakai.
5. Dalam keadaan utuh, relatif sukar atau lambat kering. Apabila pengeringan
yang dilakukan terlalu cepat akan mengalami pecah atau retak
(Pasaribu 2007 dalam Manalu 2008).
Di Indonesia tanaman bambu tumbuh pada berbagai tipe iklim, mulai dari
tipe curah hujan A, B, C, D sampai E menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson,
atau dari iklim basah sampai iklim kering. Makin basah tipe iklimnya, makin
banyak jumlah jenis bambunya. Kemungkinan hal ini berkaitan erat dengan
banyak memerlukan air. Keadaan ini dapat dilihat dari banyaknya tanaman bambu
yang tumbuh di pinggir sungai (Sutiyono et al, 1996).
Di daerah pedesaan ada banyak tumbuh rumpun bambu dari berbagai
jenis. Bambu yang lazimnya kita gunakan untuk bahan membangun rumah atau
konstruksi bangunan lain, juga dapat digunakan sebagai bahan kerajinan,
membuat peralatan rumah tangga seperti meja dan kursi, rak untuk perabotan
rumah tangga dan lain-lain. Tetapi bambu juga dapat digunakan sebagai pipa
untuk mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lain (Dirjen Pembangunan
Masyarakat Desa,1996)
Kerajinan bambu seperti meubel, pigura, hiasan dinding dan sebagainya
sudah semakin berkembang didukung oleh adanya industri pariwisata. Namun
bahan baku dan pelengkapnya serta cara pengolahan dan pengerjaannya, pada
umumnya belum mencapai mutu yang diharapkan karena mudah sekali rusak.
Seringkali ditemukan kerusakan pada produk seperti: pecah, perekatnya lepas,
berlubang-lubang akibat serangan serangga bubuk kayu kering. Batang bambu
sangat rentan terhadap serangan jamur pewarna, kumbang penggerek dan rayap
karena mengandung selulosa dan pati. Serangan dari organisme perusak di atas
akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan kualitas pada batang bambu
(Sipayung 2007 dalam Manalu 2008).
Morfologi Bambu
Deskripsi tanaman
Bambu termasuk jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu
Tanaman bambu memiliki cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang
menonjol.
Tanaman bambu umumnya berbentuk rumpun, tetapi bambu juga dapat
tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Arah pertumbuhan biasanya tegak dan
kadang-kadang memanjat. Batang-batang bambu muncul dari buku-buku rimpang
yang menjalar di bawah tanah. Antara ruas yang satu dengan yang lain
dihubungkan dengan buku. Pada buku-buku batang biasanya terdapat mata tunas,
demikian juga pada cabang-cabang dan rimpangnya. Pada bagian tanaman
terdapat organ-organ daun yang menyelimuti batang yang disebut pelepah batang.
Biasanya pada batang yang sudah tua pelepah batangnya mudah gugur. Pelepah
daun ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna cokelat atau hitam yang disebut
miang. Bulu-bulu pada pelepah daun ini gatal sekali bila tersentuh
(Berlin dan Estu, 1995). Tinggi tanaman bambu sekitar 0,3 m sampai 30 m.
Diameter batangnya 0,25 cm sampai 25 cm dan ketebalan dindingnya 25 mm.
Berikut ini urutan klasifikasi bambu :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotiledonae
Ordo : Graminales
Famili : Gramineae
Subfamili : Bambusoideae
Bambu memiliki beberapa karakteristik yaitu :
1. Memiliki batang berbentuk pipa
2. Mempunyai lapisan khusus pada bagian luar dan dalam pipa, bagian luar
3. Memiliki buku-buku
4. Kuat dalam arah axial, dan
5. Tidak ada ray cells,Sehingga cairan mudah bergerak.
Penyebab kerusakan non biologis yang terpenting adalah kadar air, kadar
air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk, karena
itu biasanya bambu segar dikeringkan lebih dahulu sampai kadar air tertentu
sebelum digunakan (Tim ELSPPAT, 1997).
Bagian-Bagian Bambu
Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi
kehidupan, semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, kelopak, bahkan
rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Berikut
diuraikan manfaat bambu ditinjau dari setiap bagian tanamannya
1. Akar
Akar tanaman bambu dapar berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah
bahaya kebanjiran. Akar bambu juga dapat berperan dalam menanganai limbah
beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring air yang
terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Selain itu akar bambu
mampu melakukan penampungan mata air sehingga bermanfaat sebagai sumber
penyediaan air sumur.
2. Batang
Batang bambu baik yang masih muda maupun yang sudah tua dapat
bambu dapat dimanfaatkan. Secara garis besar pemanfaatan batang bambu dapat
digolongkan kedalam dua bagian yaitu :
2a. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu :
- Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk tiang
pada bangunan rumah sederhana.
- Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah,
rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), simpit, kerajinan tangan
dan lain sebagainya.
- Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya
digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja,
dan lain-lain.
2b. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk konstruksi dan non konstruksi
Batang bambu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi untuk pembangunan
rumah, gedung, jembatan, dan lain-lain. Pemanfaatannya antara lain dalam bentuk
dinding, rangka kuda-kuda, tiang, kaso, pintu, kusen jendela, dan juga atap atau
langit-langit. Tidak semua jenis bambu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi.
Hal ini disebabkan oleh sifat mekanis yang berlainan untuk setiap jenis bambu.
Untuk bahan konstruksi biasanya digunakan jenis bambu yang mempunyai ukuran
diameter relatif besar dan mempunyai dinding batang yang relative tebal dan kuat.
Bambu yang cocok untuk ini adalah bambu betung, bambu tali, bambu ater,
bambu talang, bambu tutul.
3. Daun
Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya makanan
dapat dimanfaatkan untuk mengobati deman panas pada anak-anak. Hal ini
disebabkan karena daun bambu memiliki kandungan zat yang dapat bersifat
mendinginkan.
4. Rebung
Rebung, tunas bambu atau disebut juga trubus bambu merupakan kuncup
bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang berasal dari akar rhizom
maupun buku-bukunya. Rebung merupakan anakan dari bambu, rebung yang
masih bisa kita konsumsi sebagai sayur berumur berkisar 1-5 bulan. Rebung dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang tergolong kedalam jenis sayur-sayuran.
Tidak semua jenis bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan,
karena rasanya yang pahit. Menurut beberapa pengusaha rebung bambu yang
rebungnya enak dimakan diantaranya adalah bambu betung.
Pemanfaatan Bambu
1. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga
Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat.
Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni
yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias,
seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan
alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena disamping
tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun.
Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara
lain : meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias.
Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan
2. Sumpit
Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup
kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi.
Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila
dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan
supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit
bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah
ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu
selama kurang lebih 4 hari.
3. Komponen Bangunan dan Rumah
Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan
lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minngu
kemudian dikeringkan. Kadang-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar
hama yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan
kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, ter juga sering dipergunakan
untuk menutup pori-pori buluh.
Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak
digunakan pada pemabngunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan
harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka
pengembanagn rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat
yang berpenghasilan rendah, terutanma di daerah yang mempunyai ketersediaan
4. Rebung
Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenis-jenis
tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak
ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan gijinya
cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.
5. Bahan Alat Musik Tradisional
Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu
dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara
yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan
guna memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup,
alat musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling,
angklung, gambang, calung, kentongan. Pembuatan alat musik dari bambu
dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada
pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen,
bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat
kerangkanya. Waktu penebangan bambu harus cukup umur (2-3 tahun) tepat
waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak
boleh langsung dengan sinar matahari. Setelah bambu dibentuk, kemudian distem
nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya (Batubara, 2002).
Secara tradisional umumnya bambu dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan seperti alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan bahan makanan.
Sebagai bahan bangunan banyak dipakai di daerah pedesaan, sedangkan di kota
untuk banguan bertingkat. Bambu merupakan jenis tanaman yang memiliki sifat
yang elastis dan kuat (Widjaja, 2001).
Konsumen barang-barang kerajinan bambu tidak hanya di dalam negeri.
Masyarakat mancanegara juga meminatinya karena kenaturalan dan
kecantikannya. Hasil kerajinan bambu di Indonesia dapat dengan mudah kita
peroleh karena kerajinan bambu banyak sekali dijajakan dikaki lima atau pinggir
jalan, selain itu di pasar swalayan pun, kerajinan bambu dapat ditemukan. Aneka
produk Bambu Berkah misalnya, dapat dijumpai di Plaza Indonesia di jantung
kota Jakarta (Duryatmo, 2000).
Beberapa teknologi pengawetan alami yang sering digunakan adalah
pengasapan, pelaburan dan perendaman (termasuk metode perebusan).
1. Pengasapan
Teknologi pengawetan ini meskipun sederhana tetapi sudah terbukti
keunggulannya. Bambu yang digunakan sebagai rangka atap dapur yang
senantiasa terkena asap terbukti lebih tahan lama dan mampu bertahan hingga 15
tahun.
2. Pelaburan
Bahan yang dimanfaatkan untuk melabur bambu antara lain aspal, kapur
dan minyak tanah. Caranya: bahan-bahan tersebut dilaburkan pada potongan
melintang pada bagian pangkal dan ujung batang bambu.
3. Perebusan
Direbus hingga air mendidih (untuk mempercepat menghilangkan noda
resisten terhadap serangan organisme perusak. Pengawetan dengan perebusan
dikaitkan dengan sifat zat pati.
4. Perendaman
Pengawetan bambu dengan cara merendam dibedakan menjadi tiga, yaitu
dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur. Perendaman dalam air mengalir
selama 2 bulan lebih banyak dilakukan dibanding dalam air menggenang sebab
dapat mencegah bau busuk. Jenis bambu yang cocok diawetkan dengan
perendaman umumnya adalah yang kadar patinya rendah (Tim Utd Butsi, 1990).
Salah satu kelemahan bambu adalah umur pakainya yang relatif singkat
(kurang awet). Keawetan alami bambu adalah daya tahan bambu secara alami
untuk mencegah kerusakan dari faktor biologis.
Bambu merupakan salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan dalam
hasil hutan non kayu, meskipun demikian manfaat bambu dalam kegiatan
konservasi sangat baik untuk menahan erosi dan sedimentasi, terutama didaerah
bantaran sungai yang banyak terdapat di wilayah Magelang. Dalam konteks tata
air, bambu juga efektif untuk menahan run off air, sehingga banyak berfungsi di
daerah tangkapan air. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik
dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam dipusat pemukiman
dan pembatas jalan raya (Diniaty dan Sofia 2000 dalam Simamora,I 2011).
Jenis-Jenis Bambu Untuk Kerajinan
1. Bambu Regen (Gigantochloa pruriens)
Bambu Regen merupakan salah satu jenis bambu yang terkenal dan paling
bagus sebagai bahan baku kerajinan anyaman, khususnya di pulau Jawa dan Bali.
dan kuat. Jenis bambu ini merupakan jenis yang paling banyak dibudidayakan
orang karena kegunaannya yang sangat banyak terutama untuk kerajinan anyaman
seperti bilik dan kipas serta rebungnya yang bisa dimasak. Jenis bambu ini
memiliki kelenturan yang baik sehingga sangat baik untuk anyaman. Akan tetapi,
bambu ini tidak tahan terhadap serangan serangga tertentu sehingga orang sering
merendamnya di kolam minimal 30 hari (Sudarnadi, 1996).
Bambu ini secara umum berbuluh tegak, batang berwarna hijau
kekuning-kuningan,tingginya mencapai 15 m, diameter batang 6-12 cm, tebal dinding
batang mencapai 10 mm, dengan panjang ruas (jarak buku) 40-60 cm. Menurut
Widjaja (2001) klasifikasi Bambu Regen adalah sebagai berikut :
Nama daerah : Buluh belangke (Melayu), Buluh Regen (Karo)
Indonesia : Bambu regen
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa pruriens
2. Bambu Talang (Schizostachyum brachycladum)
Masyarakat Sumatera Utara menyebutnya bambu tolang. Sebutan lain
untuknya adalah awi buluh atau pereng bulu. Serat bambu talang sangat halus. Di
luar jawa khususnya, bambu talang popular sebagai bahan baku anyaman karena
jenis bambu ini lebih gampang diperoleh. Pemanfaatan lain adalah untuk bahan
baku dinding, tempat air, rakit, atau lantai rumah.
Pertumbuhan rumpun bambu talang sangat rapat. Tinggi batang mencapai 15
m, panjang ruas sekitar 30-50 cm, dan diameter batang yang berwarna hijau
kecokelatan dengan daun penutup buluh berbentuk segitiga tegak dan mudah
gugur (Duryatmo, 2000).
3. Bambu Betung (Dendrocalamus asper)
Serat bambu betung sangat besar dan ruasnya panjang sehingga cocok
sebagai bahan baku berbagai kerajinan. Selain itu, bambu ini bersifat keras dan
dinding batangnya relative tebal, yakni mencapai 1,5 cm. Itulah sebabnya, bambu
betung lazim dipakai untuk bahan bangunan dan jembatan. Para penderes
nira/kelapa dan aren juga memanfaatkan bambu betung untuk menampung bahan
baku gula. Di antara jenis-jenis bambu lainnya, rebung bambu betung paling enak
untuk dikonsumsi (Duryatmo, 2000).
Bambu betung dapat dipilih sebagai bahan utama pembuatan jembatan,
karena termasuk jenis bambu berbuluh besar dan tebal, tingginya bisa mencapai
15 meter lebih. Bila sudah tua, buluh bambu ini sangat kuat (Tri, 1996)
Bambu ini memiliki buluh beludru cokelat pada bagian bawah buluh yang
muda sedangkan bagian atasnya tertutup lilin putih yang akan hilang ketika tua.
Buluh tingginya bisa mencapai 30 m dengan ujung melengkung, diameter 8-15
cm , panjang ruas 30-40 cm, tebal dinding 1 cm. Menurut Widjaja (2001)
klasifikasi bambu betung adalah sebagai berikut:
Nama daerah : beto (Manggarai), oopatu (Bima), patung (Tetun)
Indonesia : Bambu betung
Genus : Dendromus
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret
sampai dengan bulan Mei 2013.
Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis,
kalkulator dan kuisioner. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
bambu yang dimanfaatkan oleh pengrajin dan masyarakat.
Prosedur Penelitian 1. Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini mencakup:
a. Survei Lapangan
Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara pengamatan langsung di lapangan melalui wawancara dengan
pengrajin bambu, pengumpul dan masyarakat sehingga diperoleh gambaran
keadaan lapangan dan kegiatan masyarakat di tempat pelaksanaan kegiatan.
b. Penentuan Sampel Desa
Sebelum menentukan lokasi penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei
lokasi dan selanjutnya dipilih lokasi penelitian. Dasar pemilihan desa yang
dijadikan sampel adalah daerah pengrajin bambu dan daerah asal bahan baku
c. Penentuan Sampel Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pengrajin, pengumpul atau
masyarakat petani bambu di daerah asal bahan baku bambu. Jumlah responden
yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
1) Apabila jumlah responden ≤ 100, maka diambil seluruh responden.
2) Apabila jumlah responden > 100 , maka diambil 10-15% dari jumlah responden
(Arikunto, 2002).
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan survei dan wawancara yang
bertujuan untuk mengetahui cara pemanfaatan bambu oleh masyarakat. Data yang
dikumpulkan adalah jenis-jenis bambu yang dimanfaatkan, cara pemanfaatan/
penggunaan oleh masyarakat serta bagian-bagian tanaman bambu yang
digunakan. Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini
baik data primer maupun data sekunder adalah:
Observasi lapangan
Sebagai metode ilmiah observasi merupakan pencatatan dengan sistematik
fenomena-fenomena sekitar yang diselidiki. Observasi lapangan bertujuan untuk
melengkapi data-data yang diperoleh dari kegiatan wawancara dan kuisoner.
Adapun data yang diperoleh dari kegiatan observasi lapangan adalah data-data
yang mungkin tidak dapat diperoleh dengan wawancara maupun dengan kuisioner
(Hadi, 2000).
Dari observasi lapangan ini diketahui gambaran umum lokasi penelitian,
pemanfaatan dan pengolahan tanaman bambu, potensi tanaman bambu, dan
kemampuan produksi yang dilakukan masyarakat secara langsung.
Kuisioner
Kuisioner dilakukan kepada responden terpilih. Masing-masing responden
diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama sesuai dengan keperluannya. Data
yang diharapkan dari kuisioner ini antara lain adalah identitas responden, metode
pengolahan yang dilakukan dan sosial ekonomi responden/masyarakat.
Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan atau metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada responden secara
langsung untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Data yang dikumpulkan
dari hasil wawancara ini berupa penjelasan-penjelasan dari data hasil kuisioner
dan data-data lain yang tidak diperoleh dari kuisioner (Subagyo,1997).
Dokumentasi
Dokumentasi berupa foto yang dapat menghasilkan deskriptif yang cukup
berharga dan sering digunakan sebagai data pelengkap untuk meyakinkan keadaan
yang sebenarnya dilapangan.
Studi Pustaka
Merupakan teknik yang digunakan untuk mendapat data-data sekunder,
berupa data-data kependudukan, lokasi penelitian, luas lahan dan data-data lain
yang dibutuhkan dalam penelitian. Data ini diperoleh dari kantor kepala desa,
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner dengan responden
ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh
gambaran mengenai teknologi dan pemanfaatan bambu di lokasi tempat
dilaksanakan penelitian. Dari hasil analisa ini akan diperoleh
keterangan-keterangan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun parameter yang dikaji
antara lain meliputi:
1. Jenis tanaman bambu yang dimanfaatkan
2. Pemanfaatan Tanaman Bambu
3. Teknologi pengolahan bambu
4. Permasalahan yang berhubungan dengan pemanfaatan tanaman bambu
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Karo
Secara geografis Kabupaten Karo terletak antara 02° 50’ LU – 03° 19’ LU
dan 97° 55’ BT – 98° 38’ BT. Luas areal Kabupaten ini lebih kurang 2.127,25
km2 atau 212.725 ha.Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara dan letaknya dari atas permukaan laut antara 600 – 1400
mdpl karena berada diketinggian tersebut, Tanah Karo Simalem, nama lain dari
kabupaten ini mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16° C
sampai 17° C (BPS Kab. Karo, 2012).
Batas-batas wilayah kabupaten ini menurut Badan Pusat Statistik
Kabupaten Karo (2012) adalah :
1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
2. Sebelah Timur dengan Kabupaten Simalungun
3. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir
4. Sebelah Barat dengan Propinsi Nangro Aceh Darusalam
Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman
dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau
A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/tahun dan
merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara
1.000-4.000mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu
Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei.
Menurut BPS Kabupaten Karo (2012), Kabupaten Karo terdiri dari 17
kecamatan. Masing-masing kecamatan yang terdapat di kabupaten ini beserta luas
Tabel 1 . Luas Daerah Menurut Kecamatan
No Kecamatan Luas (Km2)
1. Barusjahe 128,04
2. Berastagi 30,50
3. Juhar 218,56
4. Kabanjahe 44,65
5. Kutabuluh 195,70
6. Tiga Panah 186,84
7. Laubaleng 252,60
8. Mardingding 267,11
9. Merek 125,51
10. Munthe 125,64
11. Payung 47,24
12. Simpang Empat 93,48
13. Tiga Binanga 160,38
14. Dolat Rayat 32,25
15. Merdeka 44,17
16. Tiganderket 86,76
17. Naman Teran 87,82
Jumlah/Total 2127,25
Kecamatan Tiga Panah merupakan salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Karo yang menjadi lokasi diadakannya penelitian ini. Kecamatan Tiga
Panah ini berada pada ketinggian 1192 mdpl. Jarak kecamatan ini dengan ibukota
Kabupaten Karo (Kabanjahe) adalah 5 km. Suhu minimal dan maksimal di daerah
ini adalah 13,8° C – 25,8° C, dengan suhu rata-rata harian 19° C (BPS Kec. Tiga
terdiri dari 26 desa menurut BPS Kec. Tiga Panah (2012). Masing-masing desa
yang termasuk dalam kecamatan ini beserta luas daerahnya dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Luas Daerah Menurut Desa
No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Rasio thdp Kec (%)
Luas wilayah kecamatan ini adalah 186,84 km2. Adapun batas-batas
wilayah kecamatan ini :
1. Sebelah Utara dengan Kecamatan Laubaleng
2. Sebelah Selatan dengan Tiganderket
3 Sebelah Barat dengan Kecamatan Merek
Pada penelitian ini desa Tiga Panah sebagai sampel penelitian. Alasan
pemilihan desa tersebut adalah berdasarkan survei (pengamatan) dan wawancara
yang dilakukan dengan kepala desa dan beberapa pengrajin bambu setempat.
Hasil wawancara tersebut menunjukkan desa Tiga panah merupakan desa yang
masih berpotensi menghasilkan bambu pada saat ini serta memiliki usaha
kerajinan bambu yang masih bertahan.
Desa Tiga Panah Letak dan Luas
Desa Tiga Panah merupakan ibu kota kecamatan dan pusat pemerintahan
daerah kecamatan Tiga Panah. Desa ini memiliki luas wilayah kurang lebih tiga
Km2. Adapun batas-batas wilayah Desa Tiga Panah adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Suka
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Bale
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mulawari
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukadame
Topografi
Desa Tiga Panah berada pada ketinggian 1192 meter dari permukaan laut.
Hampir semua landscape wilayah desa ini berada pada kelas kelerengan landai,
yakni lebih dari 8 sampai 15%. Jenis penggunaan tanah di Desa Tiga Panah yaitu
tanah kering sekitar 196 ha, bangunan atau pekarangan sekitar 10 ha dan yang
Aksesibilitas
Desa Tiga Panah merupakan ibukota kecamatan Tiga Panah. Jarak Desa
Tiga Panah dengan ibukota Kabupaten Karo (Kabanjahe) sekitar 5 Km. Desa ini
dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor melalui jalan aspal dan kondisi jalan
yang masih cukup baik. Desa Tiga Panah merupakan daerah lintas yang dilalui
angkutan umum menuju daerah kabupaten Dairi (Sidikalang) atau Kabupaten
Humbang Hasundutan (Dolok Sanggul), sehingga ada sekitar 10 angkutan umum
berupa minibus jenis L300 dan 3 jenis bus yang sehari-hari melewati jalur ini.
Penduduk
Jumlah penduduk Desa Tiga Panah adalah 2977 jiwa dengan 565 kepala
keluarga. Pada umumnya penduduk desa ini memiliki hubungan kekerabatan satu
sama lain, baik dari hubungan darah maupun hubungan dari perkawinan. Selain
yang bemukim di desa, banyak juga penduduk yang merantau baik untuk
melanjutkan pendidikan maupun bekerja, yang pada waktu tertentu kembali ke
kampung halaman. Suku bangsa penduduk desa ini adalah suku Karo (75%),
Batak Toba (17%), Nias (6%) dan jawa (2%). Penduduk di desa ini sebagian besar
(80%) beragama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tingkat pendidikan di Desa
Tiga Panah yaitu sekitar 25% lulusan Sekolah Dasar, 25% lulusan SMP, 30%
lulusan SMA dan 20% yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.
Sarana pendidikan yang tersedia di desa ini adalah gedung Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, namun ada juga
penduduk desa ini yang bersekolah di sekolah-sekolah yang ada di Kabanjahe
Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Desa Tiga Panah adalah bertani (65%),
Pegawai negeri sipil (15%) dan wiraswasta (20%). Sebagian besar adalah bertani
jeruk, kopi, jagung dan wortel, namun ada juga penduduk yang bekerja sampingan
sebagai pengrajin bambu. Apabila musim panen jeruk tiba maka sebagian
masyarakat Desa Tiga Panah menjadi pengrajin keranjang. Peruntukan lahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karateristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sudah
memanfaatkan dan mengusahakan bambu secara turun-temurun. Adapun
karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah masyarakat pemanfaat bambu berdasarkan umur
Kelas umur (Tahun) Jumlah Persentase (%)
< 15 0 0
15 – 64 43 100
>65 0 0
Total 43 100
Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas, 100 % masyarakat pemanfaat bambu
berusia produktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarmi dan Waluyo (2008)
bahwa Komposisi penduduk berdasarkan aspek biologi, bahwa umur kurang dari
15 tahun merupakan muda/usia belum produktif. Umur 15 – 64 tahun dinamakan
usia dewasa/usia kerja/usia produktif. Umur 65 tahun keatas dinamakan usia
tua/usia tak produktif/usia jompo. Pada umur 15 - 64 menunjukkan tersedianya
sumber tenaga kerja yang baik, karena umur yang produktif akan lebih mudah dan
cekatan dalam bekerja.
Berdasarkan tabel diatas tidak adanya pengrajin bambu pada umur 65 tahun
ke atas disebabkan oleh tingkat produktivitas untuk menghasilkan kerajinan
bambu sudah berkurang karena umur yang sudah tua serta tenaga yang sudah
berkurang. Pengrajin bambu pada kisaran umur tersebut tidak ada karena
pandangan masayarakat di Suku Karo yang memandang kurang layak untuk
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang didapat dari hasil wawancara bahwa
masyarakat Suku Karo adalah kelompok sosial yang tinggal di daerah pegunungan
yang memiliki tanah yang subur. Pada tatanan hidup dan kebudayaan masyarakat
Suku Karo sangat menghormati orang tua yang telah lanjut usianya, hal tersebut
terlihat jelas pada adanya pandangan bahwa kurang layak bagi pihak keluarga jika
tetap membiarkan orang tuanya yang telah lanjut usia tetap bekerja.
Berdasarkan hasil di lapangan maka diketahui usaha kerajinan bambu di
Desa Tiga Panah Kabupaten Karo dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu usaha
pokok, usaha sampingan. Adapun jenis usaha bambu di Desa Tiga Panah dapat
dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Jenis usaha bambu di Desa Tiga Panah
No Jenis usaha bambu Persentase (%) 1. Usaha Pokok 25,58
2. Usaha Sampingan 74,42
Usaha pokok maksudnya usaha kerajinan bambu tersebut menjadi usaha
utama sehingga pihak pengelola usaha tersebut hanya memanfaatkan bambu
sebagai penghasilan dan pekerjaan utamanya. Usaha sampingan maksudnya para
pengrajin bambu tersebut memiliki pekerjaan lainnya misalnya sebagai petani
atau berladang. Usaha kerajinan bambu yang dilakukan masyarakat setempat tidak
diperoleh dari pendidikan formal namun umumnya pemahaman pembuatan
kerajinan bambu tersebut diperoleh secara turun temurun.
Persentase usaha sampingan di Desa Tiga Panah adalah 74,42 lebih besar
dari usaha pokok yang hanya 25,58 persen. Hal ini dikarenakan usaha bambu
sehingga untuk mencukupi kebutuhan, masyarakat memiliki pekerjaan lain yaitu
berladang atau bertani.
Jenis-Jenis Bambu Yang Digunakan Di Desa Tiga Panah
Masyarakat Desa Tiga Panah sebagian besar mendapatkan bahan baku
dengan cara membeli dari daerah lain yaitu dari Dolok Saribu hal itu disebabkan
oleh sulitnya mendapat bahan baku dari daerah sendiri serta harga yang mahal.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan metode kuisioner bahwa 75,74%
responden pemanfaat bambu mendapatkan bahan baku dengan cara membeli dan
23,26% responden mendapatkan bahan baku dengan mengambil sendiri atau
memiliki lahan bambu sendiri. Penebangan bambu mereka lakukan dengan cara
tebang pilih yaitu menebang bambu dengan cara memilih bambu yang sesuai
dengan kriteria yang diinginkan.
Berikut ini adalah jenis-jenis bambu yang terdapat di desa Tiga Panah
melalui penyesuaian dengan hasil identifikasi menurut Widjaja (2001). Adapun
klasifikasi dan ciri-ciri bambu betung dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Betung
Nama Genus Spesies ciri-ciri Bambu
- Batang berwarna coklat tua
- Tinggi buluh mencapai 30m
- Diameter 8-15 cm
- Panjang ruas 30-40 cm
- Tebal dinding batangnya
mencapai 1 cm
- Rebungnya berwarna coklat
kemerahan yang ditutupi
Adapun gambar Bambu Betung yang tumbuh di Desa Tiga Panah dapat
dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Bambu Betung
Adapun klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Regen dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi dan ciri-ciri Bambu Regen
Nama Genus Spesies ciri-ciri Bambu
- Tebal dinding batangnya
mencapai 10 mm
Gambar 2. Bambu regen
Pemanfaatan Tanaman Bambu
Menurut Duryatmo (2000) bambu merupakan tanaman yang memiliki
manfaat yang sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman bambu
yakni mulai dari akar, batang, kelopak, bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan
untuk berbagai macam keperluan. Hasil penelitian pemanfaatan bambu di Desa
Tiga Panah adalah sebagai berikut
a. Keranjang
Hasil penelitian menunjukan bahwa setelah bambu regen tua maka bambu
tersebut kemudian ditebang dan kemudian dibersihkan. Batang bambu yang telah
ditebang dan dibersihkan tersebut kemudian dipotong-potong dengan ukuran
masing-masing 2 meter dan kemudian dibelah kecil-kecil. Hasil belahan tersebut
kemudian dibelah lagi menjadi bagian luar bambu dan daging bambu atau bagian
dalam yang merupakan bahan baku kerajinan keranjang bambu. Untuk
mengasilkan 3 keranjang bambu dibutuhkan 2 batang bambu berukuran 6 meter
yang kemudian dipotong lagi menjadi ukuran 2 meter. Untuk satu batang bambu
ukuran 6 meter pengrajin membelinya dengan harga Rp. 8000. Dalam satu
harinya pada kondisi santai seorang pengrajin keranjang bambu dapat
menghasilkan 3-5 keranjang bambu, namun apabila di Kabupaten Karo sedang
musim buah dimana permintaan keranjang meningkat seorang pengrajin
keranjang bambu dapat menghasilkan 5-10 keranjang bambu per hari.
Harga untuk satu buah keranjang bambu jika dijual ke agen, dihargai sebesar
Rp. 13.000 dan setelah sampai ke konsumen mencapai Rp. 15.000. Keranjang
hasil olahan masyarakat di Desa Tiga Panah umumnya digunakan untuk petani
Kaban Jahe) untuk keranjang kemasan dan keperluan lainnya. Gambar dan hasil
dari pembuatan kerajinan keranjang dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. kerajinan keranjang bambu
Keranjang bambu dibuat dengan cara mengayam lembaran-lembaran
bambu yang telah dibelah terlebih dahulu. Menurut Duryatmo (2000) mengayam
bambu adalah adalah menyatukan helaian-helaian bambu untuk menghasilkan
suatu bentuk. Selain faktor desain dan motif, bahan baku merupakan faktor utama
penentu kualitas dan harga jual dari ayaman bambu. Bambu yang dipakai sebagai
bahan baku pembuatan keranjang bambu adalah bambu jenis bambu regen
(Gigantochloa pruriens) atau buluh regenbahasa setempat.
Bambu regen digunakan karena bambu tersebut memiliki kekuatan dan
kelenturan yang tinggi sehingga dalam proses pengayamannya menjadi keranjang
pengrajin tidak memperoleh kesulitan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sudarnadi (1996) yang menyatakan bahwa bambu ini memiliki beberapa
kelebihan, misalnya memiliki serat panjang, kuat dan memiliki kelenturan yang
baik sehingga sangat bagus untuk kerajinan anyaman. Bentuk batang bambu regen
Gambar 4.Bambu Regen bahan baku Keranjang
b. Dinding Rumah (Tepas)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan satu lembar tepas
dengan ukuran 2 x 2 meter dibutuhkan 8 potong bambu (satu potong bambu
berukuran 2 meter). Untuk satu batang bambu regen pengrajin membelinya
dengan harga Rp.10.000 atau Rp. 8.000 tergantung dari panjangnya, dan untuk
satu lembar tepas berukuran 2 x 2 meter pengrajin bambu menjualnya dengan
harga Rp. 70.000 pada tingkat agen dan setelah sampai ke konsumen seharga Rp.
75.000. Dalam satu harinya pengrajin tepas dapat menghasilkan 4 - 6 anyaman
tepas, namun jika permintaan membutuhkan waktu yang singkat dan jumlah yang
besar pergrajin tepas mampu juga menghasilkan helaian anyaman tepas 6 - 8
helaian per hari. Daerah yang merupakan konsumen dari tepas ini adalah
masyarakat setempat dan juga dipasarkan ke sekitar Kabupaten Karo.
Bambu merupakan jenis tanaman yang memiliki sifat yang elastis dan kuat.
Widjaja dkk. (1994), menyatakan bahwa bambu merupakan bahan baku kerajinan
anyaman yang sangat potensial untuk dimanfaatkan, karena selain bambu sangat
kuat dan awet. Di Desa Tiga Panah bambu dapat juga di olah menjadi bahan baku
dinding perumahan. Dinding yang terbuat dari bahan baku bambu tersebut berasal
dari jenis bambu regen atau bahasa setempat buluh regen (Gigantochloa
pruriens).
Masyarakat memanfaatkan bambu regen sebagai bahan baku dinding rumah
adalah karena jenis bambu tersebut tidak terlalu tebal, sehingga mudah untuk
dibuat menjadi tepas. Walaupun tidak begitu tebal namun jenis bambu ini cukup
kuat untuk di jadikan dinding rumah. Dinding rumah atau tepas bahasa setempat
dibuat dari lembaran-lebaran bambu yang dianyam berbentuk bujur sangkar.
Setelah ditebang dan dibersihkan kemudian di potong-potong dengan ukuran 2 x 2
meter. Bambu yang telah dipotong-potong tersebut kemudian dibelah menjadi dua
bagian. Kedua bagian hasil belahan bambu tersebut kemudian dibersihkan bagian
dalamnya (daging bambunya) dan kemudian dipukul-pukul dengan palu untuk
melunakkan atau meremukannya, sehigga mudah untuk dianyam.
Bambu-bambu yang telah dibelah kemudian dianyam mendatar hingga
membentuk persegi panjang. Adapun masayarakat setempat memakai jenis bambu
ini sebagai bahan baku pembuatan dinding rumah karena sifatnya elastis dan
mudah dibentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duryatmo (2000), yang
menyatakan bahwa di luar Jawa khususnya, bambu regen popular digunakan
sebagai bahan baku anyaman, karena jenis bambu ini memiliki serat yang sangat
halus dan lebih mudah untuk diperoleh untuk bahan baku. Bambu regen yang
dimanfaatkan untuk bahan baku dinding rumah umumnya bambu regen yang
sudah tua. Pemanfaatan bambu regen yang belum tua dapat menurunkan kualitas
Gambar 5. Bentuk tepas
Pemanfaatan tepas sebagai dinding rumah saat ini masih umum di
temukan di daerah-daerah pedesaan. Tepas umumnya digunakan oleh masyarakat
pedesaan karena harga yang relatif terjangkau dan dan daya tahannya yang cukup
lama atau memili kelas awet cukup tinggi terhadap serangan hama, mencapai usia
penggunaan sampai 5 tahun. Untuk dapat dijadikan dinding rumah masayarakat
pedesaan umumnya menyambung lembaran-lembaran tepas tersebut satu persatu
dengan tiang rangka bambu atau kayu sebagai penghubungnya.
c. Bahan Bangunan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo,
bahan bangunan yang menggunakan bambu adalah jenis bambu betung.
Penggunaan bambu betung disebabkan oleh tingkat kekuatan yang tinggi serta
kuat. Untuk harga jual bambu betung yang ada di Desa Tiga Panah dapat dilihat
pada tabel 7 di bawah ini
Tabel 7. Harga bambu betung
No Diameter (cm) panjang (m) harga(Rp)
1. 5 – 17 5 8.000
2. 7 – 12 5 10.000
Bambu yang digunakan untuk bahan bangunan rumah di desa Tiga Panah
umumnya digunakan sebagai tiang kerangka bangunan dan juga tiang
pondok-pondok yang ada di pinggir jalan. Jenis bambu yang digunakan adalah jenis
bambu betung karena lebih kuat sehingga dapat menahan beban bangunan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Tri (1996) bambu betung termasuk jenis bambu
berbuluh besar dan tebal, tingginya bisa mencapai 15 meter dan bila sudah tua
bambu ini sangat kuat.
Pemanfaatan bambu betung di Desa Tiga Panah adalah untuk pembuatan
pondok tempat berjualan, penggunan bambu disebabkan harganya murah dan
mudah didapatkan. Hal ini sependapat dengan pernyataan Duryatmo (2000) yang
menyatakan bahwa bambu betung lazim dipakai untuk bahan bangunan dan
jembatan karena bambu ini bersifat keras dan dinding batangnya relatif tebal,
yakni mencapai 1,5 cm sehingga dapat lebih awet jika digunakan. Bambu betung
yang telah cukup tua umumnya berwarna hijau kehitaman, sedangkan bambu
betung yang masih muda umumnya berwarna hijau kecoklatan.
Bentuk bambu betung tersebut dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini.
d. Bambu sebagai ajir tanaman
Adapun penggunaan ajir yang dipakai masyarakat di Desa Tiga Panah
yaitu untuk menopang tanaman cabe atau tomat yang ditanam agar tahan terhadap
tiupan angin serta untuk menopang tanaman agar tetap berdiri tegak dan tidak
miring karena dalam waktu berbuah. Ajir dari bambu ditancapkan ke tanah
kemudian diikatkan ke batang tanaman yang ingin diberi penopang. Ukuran ajir
yang digunakan berbeda-beda, panjang ajir untuk tanaman cabe berukuran 1,2
meter dengan ketebalan bambu kira-kira 3 - 4 cm dihargai Rp.700/batang, untuk
ukuran panjang 1,9 meter dengan ketebalan 3 – 4 cm harganya Rp. 900/batang
dan untuk ajir tomat dengan panjang 2,2 meter dan ketebalan bambu kira-kira 4 –
5 cm harganya Rp. 1500/batang. Penggunaan ajir banyak digunakan oleh
masyarakat di Desa Tiga Panah sehingga pemanfaatan bambu dari waktu ke
waktu tetap berlangsung. Bentuk ajir dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini.
e. Bambu sebagai media lukisan
Adapun bentuk ketrampilan masyarakat di desa Tiga Panah yang
memanfaatkan bambu adalah sebagai media untuk dilukis atau digambar. Hasil
karya berupa lukisan yang dibuat adalah lukisan tentang adat istiadat karo
misalnya ulos gara dan alat musik tradisional karo. Bahan bambu yang digunakan
sebagai media untuk dilukis adalah bambu betung, bambu yang dipakai harus
memiliki diameter yang besar sehingga permukaan bambunya luas kemudian
bambu tersebut dibelah menjadi dua bagian. Kedua bagian dari bambu itu
kemudian dilukis di bagian permukaannya. Untuk harga dari sebuah hasil lukisan
adalah Rp. 10.000. Tingkat permintaan yang rendah serta penjualan yang sedikit
menyebabkan produksi untuk kerajinan ini rendah. Berikut ini gambar kerajinan
lukisan dengan media bambu.
Teknologi Pengolahan Bambu
Masyarakat Desa Tiga Panah melakukan pemanenan bambu dengan sistem
tebang pilih untuk menjaga kelangsungan hidup rumpun-rumpun bambu sehingga
produksinya dapat dipertahankan. Bambu yang telah dipanen tersebut ada yang
diberi perlakuan berupa pengeringan atau penjemuran di bawah sinar matahari
selama 3 sampai 4 jam. Kegiatan ini dilakukan untuk membuat bambu tersebut
lebih awet dan kadar airnya semakin rendah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Tim Elsspat (1997) yang menyatakan
bahwa, penyebab kerusakan non biologis yang terpenting adalah kadar air, kadar
air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk, karena
itu biasanya bambu segar dikeringkan lebih dahulu sampai kadar air tertentu
sebelum digunakan. Bambu yang dipanen ada juga yang tidak diberi perlakuakan
yaitu dengan cara penebangan langsung dari rumpunnya, kemudian dijual kepada
pengumpul maupun pengrajin.
Pengetahuan masyarakat tentang teknologi pengolahan bambu masih
tradisional. Hal ini sesuai dari hasil pengamatan di lapangan bahwa masyarakat
dalam mengolah bambu masih menggunakan peralatan berupa parang, pisau dan
gergaji. Masyarakat pemanfaat bambu di Desa Tiga Panah ini sangat rendah
pengetahuan akan teknologi bambu. Sehingga hasil kerajinan yang dihasilkan juga
terbatas. Usaha kerajinan bambu di Desa Tiga Panah masih tergolong usaha kecil
oleh sebab itu pemilik usaha kerajinan tidak terlalu berniat untuk meningkatkan
Permasalahan Masyarakat Dalam Pengusahaan Bambu
1. Pemasaran produk bambu
Jangkauan pemasaran produk hasil kerajinan bambu di Desa Tiga Panah
sangat sempit. Produk kerajinan bambu yang dihasilkan hanya menjadi konsumsi
daerah itu saja, kurangnya permintaan atau kebutuhan daerah lain akan kerajinan
bambu menyebabkan pemasaran hasil-hasil kerajinan bambu tidak dapat meluas.
Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapat oleh daerah lain
tentang kerajinan bambu yang ada di desa Tiga Panah. Peran serta pemerintah
untuk memperkenalkan hasil-hasil kerajinan bambu di desa Tiga Panah sangat
dibutuhkan yang didukung dengan masyarakat akan lebih meningkatkan
jangkauan pemasaran produk bambu di desa Tiga Panah.
2. Tingkat teknologi dan inovasi
Sampai saat ini para pengrajin bambu masih memanfaatkan bambu sebagai
bahan baku kerajinan dan bahan bangunan. Adapun kerajinan bambu yang
dihasilkan oleh pengrajin bambu masih sebatas pada pembuatan keranjang, tepas
dan bahan bangunan, hal ini disebabkan karena masih rendahnya sumberdaya
masyarakat pengrajin bambu untuk dapat menghasilkan ragam jenis kerajinan
bambu. Rendahnya sumberdaya pengrajin tersebut, disebabkan karena rendahnya
perhatian pemerintah terhadap mereka. Sampai saat ini kemampuan mengayam
atau mengolah bambu yang dimiliki oleh pengrajin di Desa Tiga Panah masih
diperoleh secara turun temurun, akibatnya hasil dari kerajinan masyarakat hingga
saat ini belum mampu menghasilkan model atau inovasi yang lebih unik, sehingga
3. Kurangnya pengetahuan tentang pengawetan bambu
Pengetahuan masyarakat tentang pengawetan hanya berupa penjemuran di
bawah sinar matahari. Teknologi pengawetan bambu kurang mereka ketahui
sehingga produk-produk kerajianan bambu atau bahan baku berupa bambu sering
diserang oleh kumbang bubuk. Dalam hal ini masyarakat khususnya di Desa Tiga
Panah sangat membutuhkan informasi tentang teknik-teknik pengawetan bambu.
4. Peralatan masih tradisional
Peralatan yang dipakai oleh pengrajin bambu masih tradisional sehingga
kemampuan produksi juga rendah sehingga apabila terjadi peningkatan
permintaan akan kebutuhan keranjang, pengrajin tidak dapat mencapai target
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Buluh Regen (Gigantochloa pruriens), Buluh Belin/Bambu Betung
(Dendrocalamus asper), adalah jenis-jenis tanaman bambu yang terdapat di
Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.
2. Pemanfaatan bambu oleh masyarakat Desa Tiga Panah Kecamatan Tiga
Panah, Kabupaten Karo adalah berupa kerajinan keranjang, tepas, lukisan
dengan media bambu, ajir tanaman dan bahan bangunan.
3. Teknologi pengolahan bambu di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo masih
sederhana sehingga kemampuan produksi dan kualitasnya rendah.
Saran
Peran serta pemerintah dalam membangun dan mendampingi pengrajin
bambu dalam pengembangan produk agar hasil kerajinan yang dihasilkan lebih
beragam dan bermutu di Desa Tiga Panah sangat diperlukan, yakni dengan
pemberian modal dan peningkatan teknologi agar dapat memaksimalkan hasil
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Cetakan XII. Rineka Cipta. Jakarta
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta
Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Digitized by USU Digital Library.
Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa. 1996. Prasarana Desa Bidang konstruksi Pemasangan Pipa Air Minum dari Bambu. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta
Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.
Hadi,S. 2000. Metodologi Research untuk Penulisan Paper Skripsi Thesis dan Disertasi. Penerbit Andi. Yogyakarta
Manalu, E. 2008. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan
Simamora, I. 2011. Analisis Pemasaran Produk Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus : Desa Telagah Desa Sei Binggei Kabupaten Langkat). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan
Subagyo, J. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Sudarmi, S. dan Waluyo. 2008. Galeri Pengetahuan Sosial Terpadu 2: SMP/MTs Kelas VIII. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penerbit Swadaya. Jakarta
Tim ELSPPAT. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Puspa Swara. Jakarta
Tim Utd Butsi. 1990. Teknologi Desa Bidang Prasarana. Sumatera Utara.
Tri, T. 1996. Prasarana Desa Bidang konstruksi Membangun Jembatan Bambu. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Karakteristik Responden Petani Bambu di Desa Tiga Panah, Kabupaten karo
Keranjang 4 Sampingan
8 Elieser
Keranjang 4 Sampingan
10 Sempurna
Keranjang 5 Sampingan
12 Imantha Karo-Karo
29 Pria Milik Sendiri
Keranjang 8 Sampingan
13 Malenta Ginting
31 Pria Milik Sendiri
Keranjang 4 Sampingan
14 Sastra
Keranjang 4 Sampingan
Karo-Sitepu
Keranjang 6 Sampingan
KUISIONER PENELITIAN
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian Kajian Pemanfaatan Bambu Di Desa Tiga Panah Kabupaten Karo
PENELITIAN UNTUK SKRIPSI (S-1)
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Pendidikan Terakhir :
2. Penghasilan/bulan :
Sumber Penghasilan
1. Pekerjaan Utama
2. Pekerjaan Tambahan
3. Pekerjaan Anggota Keluarga yang Menetap dalam satu rumah
4. Total Penghasilan
3. Jumlah tanggungan :
4. Sejak tahun berapa Bapak/Ibu/Saudara/i telah memanfaatkan tanaman bambu?
5. Dari mana anda memperoleh bahan baku bambu untuk usaha bapak/ Ibu/ Saudara/i?
a. Milik sendiri b. Di beli
6. Jika milik sendiri berapa luas tanaman bambu yang Bapak/Ibu/Saudara/i kelola?