• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

(Balanthiocheilus melanopterus)

TUTIK KADARINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Tutik Kadarini

(3)

ABSTRACT

TUTIK KADARINI. The Effect of Salinity and Calcium on Survival Rate and Growth of Balashark Fry (Balanthiocheilus melanopterus). Under direction of D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.

Salinity have a tight relation with osmotic emphasis and water ionic, intracellular and extracellular osmotic emphasis must on ideal condition, so the cells on organ cavity can work well. Physiological main function of calcium in tissue is to maintain homeostatic of the body. This research was divided into two experiment. The objective of first experiment were to know optimum salinity rate that can improve growth and survival rate of balashark fry. While the second stage experiment objective were to know calcium addition rate on optimum salinity media to increase growth and survival rate of balashark fry. First stage of the experiment were conducted in Research Station for Ornamental Fishes Aquaculture, in Depok West Java for about 30 days. Balashark fish with average initial body weight 0.63 g (length 4.43) were stocked at 50x50x40 cm aquaria (15 aquarium) at a stocking density 40 individual per aquaria. Feed that were used at this experiment were tubifex sp that contain 62% protein. The fry were fed in two allowances at 09.00 and 16.00 hours. Randomized complete design with five treatment and three repetitions were used at this experiment. The treatment were different stage addition of salinity at rearing media i.e.,: (A) 0 ppt, (B) 3 ppt, (C) 6 ppt, (D) 9 ppt and (E) 12 ppt. Salinity addition were done gradually for about three days appropriate with the treatment. Specific growth rate and survival rate were observed parameters. Material and experiment method on second phase its similar with the first one. While the different were time implementation, experimental treatment (rearing media) and observed parameter. Second experiment were conducted for about 40 days and observed parameter were physical and chemical factor of water, mineral Na and Ca contain on water and fish body, TKO, glucose level on blood, oxygen consumption, survival rate, length and growth rate and FCR. The treatment that were used at this experiment were calcium addition rate on optimum salinity i.e : (A) 0 mg/l, (B) 10 mg/l, (C) 20 mg/l, (D) 30 mg/l, and (E) 40 mg/l. Result of the first experiment showed that 3 ppm salinity were the best result to increase growth and survival rate. While on second stage experiment showed that 20 ppm calcium addition was the best result to increase growth and survival rate of balashark fry.

(4)

RINGKASAN

TUTIK KADARINI. Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark ((Balanthiocheilus melanopterus). Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan RIDWAN AFFANDI.

Ikan balashark (Balanthiocheilus melanopterus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Sumatera dan Kalimantan. Untuk mememuhi permintaan pasar perlu dilakukan usaha kegiatan budidayanya diantaranya pembenihan dimana ditemukan kendala yaitu sintasan benih masih rendah Rendahnya tingkat sintasan antara lain disebabkan belum optimalnya kondisi lingkungan. Untuk meningkatkan kondisi lingkungan melalui penambahan salinitas dan kalsium.

Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Agar sel-sel pada organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka sel-.sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan (osmoegulasi) agar tercipta komposisi dan konsentrasi ionik dalam sel (intraseluler) dengan cairan luar sel (ekstraseluler) berada pada perbedaan yang ideal.

Untuk meningkatkan tekanan osmotik selain dengan mengatur salinitas juga dilakukan dengan mengatur kadar kalsium. Jika kandungan kalsium di perairan tidak mencukupi maka mekanisme osmoregulasinya akan terganggu. Jumlah kalsium yang diperlukan oleh tiap jenis ikan berbeda. Fungsi utama kalsium adalah sebagai penopang struktur tubuh dan fungsi fisiologis dalam jaringan adalah menyediakan kalsium untuk mempertahankan homeostasis tubuh . Sumber kalsium berasal dari Ca(OH)2, CaCO3 dan CAO sedang dalam kegiatan penelitian ini menggunakan sumber kalsium dari Ca(OH)2. Sehubungan dengan besarnya peranan salinitas dan ion kalsium pada sintasan dan pertumbuhan maka penelitian ini perlu dilakukan.

(5)

salinitas 3 ppt adalah yang terbaik untuk meningkatkan sintasan sebesar 98,67% (P<0,05) dan laju pertumbuhan bobot harian sebesar 3,71% (P<0,05)

Bahan dan metode percobaan tahap kedua sama dengan percobaan tahap pertama. Perbedaannya adalah waktu pelaksanaan, perlakuan percobaan (media pemeliharan) dan parameter yang diamati. Percobaan kedua dilaksanakan selama 40 hari dan parameter yang diamati fisika kimia air, mineral Na dan Ca dalam air dan tubuh ikan, TKO, kadar glukosa darah, konsumsi oksigen, sintasan, laju pertumbuhan panjang dan berat serta efisiensi pakan. Perlakuan yang diaplikasikan adalah tingkat penambahan kalsium pada salinitas optimum sebagai berikut : 0 mg/L (A), 10 mg/L (B), 20 mg/L (C), 30 mg/L (D) dan 40 mg/L. (E).

Hasil penelitian penambahan kalsium 20 mg/L adalah yang terbaik dengan tingkat kerja osmotik rendah sebesar 132 mOsm/L H2O dalam hal ini fungsi fisiologis berjalan normal termasuk metabolisme glukosa menjadi stabil kadar glukosa darah rendah sekitar 25,54 mg/d dan konsumsi oksigen basal rendah karena hanya untuk gerak yaitu sebesar 0,50 mg O2/g/jam. Bila tingkat kerja osmotik rendah maka energi untuk osmoregulai lebih rendah dan banyak digunakan untuk pertumbuhan meningkat termasuk laju pertumbuhan bobot rerata harian sebesar 3,9% dan laju pertumbuhan panjang total rerata harian 1,02%. Selain itu bila tingkat kerja osmotik rendah yang berarti tingkat osmoregulasi rendah dan daya tahan tubuh meningkat sehingga napsu makan meningkat maka jumlah pakan meningkat dan pertumbuhan meningkat sehingga pemanfaatan pakan efisien sebesar 11,49%.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PENGARUH SALINITAS DAN KALSIUM TERHADAP

SINTASAN DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BALASHARK

(Balanthiocheilus melanopterus)

TUTIK KADARINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus)

Nama : Tutik Kadarini

NRP : C151060241

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA Dr. Ir. Ridwan Affandi,DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perairan

Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar N, MS

(10)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus). Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi tentang penambahan salinitas dan kalsium yang tepat sehingga dapat menururunkan stres, meningkatkan Sintasan dan pertumbuhan benih balashark di media bersalinitas..

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku komisi

pembimbing atas saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

2. Kepala Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (Drs I Wayan Subamia M.Si)

beserta Staf atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini..

3. Bapak Totok H.S dan Ananda Ajrina Izzati atas doa, pengertian dan kesabarannya selama penulis melaksanakan studi di IPB Bogor

4. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan mahasiswa Catur

Agus P, Ferdinad, Hidayat suryanto dan rekan-rekan mahasiswa program studi Ilmu Perairan angkatan 2006 atas kekompakan, kerjasama yang baik serta bantuannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan yang perlu dilengkapi sehingga segala saran untuk perbaikan akan sangat dihargai demi kesempurnaan hasil penelitian ini di masa mendatang. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan budidaya ikan hias di Indonesia.

Bogor, Januari 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, pada tanggal 2 Desember 1960 dari pasangan Bapak Darso Mulyono dan Ibu Kuatini sebagai anak ke lima dari tujuh bersaudara. Sekarang dikaruniai seorang putri Ajrina Izzati Febrianti.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan... ... 4

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Biologi benih ikan balashark... 6

Salinitas dan osmoregulasi... 7

Peran salinitas pada sintasan ... 10

Peran salinitas pada pertumbuhan ... 10

Mineral Kalsium ... 12

Kadar Glukosa Darah ... 14

Fisika Kimia Air ... 15

METODOLOGI PENELITIAN ... 17

Metode Percobaan ... 17

Percobaan Tahap I ... 17

Tempat dan Waktu Percobaan ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Parameter yang Diukur... 19

Analisa Data... 19

Percobaan Tahap II ... 19

Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 20

Metode dan Parameter yang Diukur ... 21

(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Percobaan Tahap I ... 26

Hasil ... 26

Pembahasan ... 26

Percobaan Tahap II ... 28

Hasil ... 28

Pembahasan ... 33

SIMPULAN DAN SARAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut ... 13 2. Metode dan alat pengukur parameter física kimia dan mineral.... 22

3 Rerata sintasan benih balashark pada setiap perlakuan selama

30 hari……… 25

4 Rerata laju pertumbuhan bobot benih balashark pada setiap

perlakuan selama 30 hari………... 26 5 Nilai parameter fisika kimia air ………

28 6 Konsentrasi mineral (Na dan Kalsium) pada media dan benih

balashark pada akhir penelitian…………. ………. 29 7. Rerata sintasan pada benih ikan ... 29

8 Tingkat kerja osmotic awal dan akhir percobaan...

31 9 Rerata kadar glukosa ...

31 10 Tingkat konsumsi oksigen...

32 11 Laju pertumbuhan bobot rerata harian………..

33 12 Laju pertumbuhan panjang total harian……….

33 13 Efisiensi peanfatan pakan...

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema pendekatan masalah pengaruh salinitas dan kalsium terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan

balashark………. 4

2. Alternatif alur pengaruh salinitas media terhadap pertumbuhan

ikan……… 12

3. Perhitungan untuk mendapatkan salinitas... 18 4. Grafik hubungan antara sintasan dan tingkat penambahan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur pengukuran osmolaritas media dan cairan tubuh benih balashark (SOP Osmometer Automatic Roebling Type

13) ... 46 2. Metode pengambilan hemolim benih balashark………….... ... 47 3. Prosedur analisa kadar glukosa darah menggunakan KIT

Glucose... 47 4. Prosedur pengoperasian spektrofotometer untuk analisa kadar

glukosa... 48 5. Prosedur pengukuran tingkat konsumsi oksigen benih

balashark ... 49 6. Prosedur preparasi sampel air dan pengukuran kandungan

mineral air dengan metode spektrofotomer serapan atom

(AAS) (SOP Shimadzu AA-680) ... 49 7. Prosedur preparasi sampel ikan dan pengukuran kandungan

mineral ikan dengan metode spektrofotomer serapan atom

(AAS) (SOP Shimadzu AA-680) ... 51 8 Perhitungan penentuan kalsium……….. 52 9 Sintasan benih balashark setiap sampling 10 hari sekali ……… 53 10 Tingkat kerja osmotik (TKO) benih balashark pada awal dan

akhir percobaan... 54 11. Kadar glukosa darah benih balashark ……… 55 12. Tingkat konsumsi oksigen (OC) benih balashark pada

masing-masing perlakuan……… 56 13. Bobot benih balasahark seiap sampling (10 hari sekali) selama

penelitian……….… 57

14 Rerata laju pertumbuhan bobot benih balashark... 57 15. Pertumbuhan panjang total dan laju pertumbuhan panjang

harian benih balashark pada akhir penelitian …………... 58

16. Jumlah pakan cacing rambut benih balashark ……… 59 17. 18 Rerata Analisa ragam sintasan tahap pertama dan Laju pertumbuhan nilai efisiensi pemanfaatan pakan ...

(17)

19 Analisa ragam sintasan, tingkat kerja osmotik... 61 20. Analisa ragam kadar glukosa darah dan konsumsi

oksigen…………..……… 62

21. Analisa ragam Laju pertumbuhan bobot, laju pertumbuhan

panjang harian dan efisiensi pemanfaatan pakan…………... 63 22. Analisa uji lanjut dengan Tukey sintasan dan laju pertumbuhan

bobot harian ……… 64 23. Analisa uji lanjut dengan Tukey tingkat kerja osmotik awal

dan akhir... 65 24. Analisa uji lanjut dengan Tukey kadar glukosa darah dan

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan balashark (Balanthiocheilus melanopterus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis. Ikan ini merupakan salah satu ikan asli Indonesia yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera, saat ini keberadaan ikan balashark di Kalimantan Barat sudah mulai langka (Chumaidi at al. 2007).

Untuk mememuhi permintaan pasar dan mengurangi kekayaan dari alam maka perlu dilakukan usaha budidayanya. Pada kegiatan budidaya, khususnya kegiatan pembenihan, masih ditemukan kendala yaitu sintasan benih yang masih rendah. Rendahnya tingkat sintasan antara lain disebabkan belum optimalnya kondisi lingkungan untuk mendukung kehidupannya.

Parameter fisika-kimia air yang sangat menentukan sintasan dan pertumbuhan diantarannya adalah salinitas dan kesadahan/alkalinitas. Salinitas media merupakan faktor yang sangat penting karena mempengaruhi kehidupan ikan balashark baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung salinitas media melalui tekanan osmotiknya mempengaruhi aktivitas fisiologis, baik pada osmoregulasi maupun bioenergetik (Kinne 1964; Gilles dan Jeuniaux 1979), sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi parameter lingkungan lainnya antara lain kelarutan

oksigen.

Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Agar sel-sel pada organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka sel-.sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan (osmoregulasi) agar tercipta komposisi dan konsentrasi ionik dalam sel (intraseluler) dengan cairan luar sel (ekstraseluler) berada pada perbedaan yang ideal (Affandi & Tang 2002)

(19)

Jumlah kalsium yang diperlukan oleh tiap jenis ikan berbeda. Fungsi fisiologis ion kalsium dalam jaringan adalah menyediakan kalsium untuk mempertahankan homeostasis tubuh (Piliang 2005). Ion kalsium dilingkungan dapat berasal dari CaCO3, (Ca(OH)2) dan CaO. Menurut Sjafei (1998) sintasan tertinggi ikan nilem (Osteochils hasselti) didapatkan pada konsentrasi kalsium sebesar 61,11 mg CaCO3/L.

Dengan adanya pengaturan salinitas dan kadar mineral kalsium (Ca(OH)2) pada media diharapkan akan meningkatkan sintasan dan pertumbuhan karena kebutuhan akan mineral penting dapat terpenuhi. Sehubungan dengan besarnya peranan salinitas dan ion kalsium pada sintasan dan pertumbuhan maka penelitian ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Masalah yang dihadapi dalam pembenihan ikan balashark adalah kelangsungan hidup yang masih rendah. Rendahnya kelangsungan hidup antara lain disebabkan belum optimalnya kondisi lingkungan dalam mendukung kehidupannya. Ikan balashark yang dipelihara pada media dengan salinitas di luar kisaran isoosmotik ideal (hiperosmotik maupun hiposmotik) akan melakukan kerja osmotik yang berat. Pada kondisi demikian maka proses-proses fisiologis dalam tubuh berjalan tidak maksimal, termasuk di dalamnya proses metabolisme. Menurunnya laju metabolisme

akibat tidak optimalnya salinitas akan menyebabkan pasokan pakan ke dalam tubuh berkurang. Berkurangnya konsumsi pakan dengan sendirinya akan mengurangi pasokan energi ke dalam tubuh, sedangkan untuk keperluan osmoregulasi dibutuhkan energi yang besarnya bergantung pada tingkat kerja osmotiknya. Makin tinggi tingkat kerja osmotik, makin besar pula energi yang dibutuhkan untuk keperluan osmoregulasi. Apabila proses osmoregulasi berjalan terus sementara energi yang tersedia tidak mencukupi maka ikan akan mengalami stres bahkan mati.

(20)

Jika kandungan kalsium di perairan tidak mencukupi maka tidak hanya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan tetapi juga mekanisme osmoregulasinya akan terganggu (Tseng 1987). Menurut Piliang (2005) mineral kalsium berfungsi utama membentuk tulang, jaringan lunak dan berperan dalam proses regulasi ionik dalam tubuh. Menurut Lall (1989) mineral kalsium berfungsi juga dalam menjaga keseimbangan asam basa.

Mineral kalsium bersama dengan ion kalium (K+) berperan dalam mekanisme kerja osmotis ikan. Saat kemampuan osmoregulasi ikan meningkat maka akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup. Mineral kalsium merupakan kofaktor proses enzimatik (Davis dan Gatlin 1991). Kelarutan kalsium yang optimal dalam media akan meningkatkan aktivitas enzim Na+/K+-ATPase. Selain itu adanya keseimbangan mineral media juga mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungan. Pada saat kondisi media optimal maka kebutuhan energi (beban osmotik) untuk aktivitas enzim Na+/K+-ATPase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup saat kondisi stres (Affandi & Tang 2002)

Skema pendekatan dan pemecahan masalah disajikan dalam Gambar 1.

1. Untuk mengetahui salinitas ideal maka dilakukan percobaan penambahan salinitas dengan tingkat berbeda.

(21)

Ikan

Gambar 1. Skema pendekatan masalah pengaruh salinitas dan kalsium terhadap kelangsungan Hidup dan pertumbuhan benih ikan balahark

Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan tujuan :

1) Mengetahui tingkat salintas optimum untuk memacu sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark.

2) Mengetahui tingkat penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum untuk meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark

(22)

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut :

1. Apabila salinitas media berada pada kondisi yang optimum maka tingkat stres

akan turun sehingga sintasan akan meningkat.

2. Apabila penambahan kalsium pada media salinitas optimum maka tingkat stres

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ikan Balashark

Ikan Balashark atau silver shark mempunyai nama lokal di kalimantan Barat disebut Ketutung, di Kalimantan Tengah disebut ridik angus dan di Sumatra selatan (Banyu Asin) disebut Puntung Anyut. Ikan ini bergerak dengan lincah dan dalam kondisi stres dapat loncat mencapai 2 m. Sirip punggung yang lancip hampir menyerupai ikan hiu (shark). Sistematik ikan balashark menurut Saanin (1980) adalah sebagai berikut :

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprinidea

Famili : Cyprinidae

Sub Famili : Cyprinidae

Genus : Balantiocheilus

Spesies : Balantiocheilus melanopterus, Blkr

Bentuk tubuh ikan balashark seperti ikan bandeng atau tawes, yang jantan mempunyai bentuk tubuh yang ramping. Tubuhnya berwarna silver dan setiap sirip ada garis berwarna hitam. Ukuran tubuh di alam dapat mencapai 24 inci ( 50 cm), sedangkan yang dibudidayakan hanya mencapai sekitar 14 inci (35 cm). Ikan balashark di Kalimantan Barat tepatnya di Sungai Kapuas sekarang sudah jarang ditemukan atau hampir punah sebaliknya di Musi Banyuasin Palembang Sumatra Selatan ikan balashark banyak ditemukan tepatnya di danau, rawa dan sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut dan pernah ditemukan di muara sungai. Induk balashark banyak ditemukan di hulu sungai dan akan memijah di perairan di sekitar sungai baik danau, hutan, rawa, dan anak sungai. Ikan balashark termasuk ikan omnivora yang merupakan pemakan cacing dan alga (pytoplankton dan zooplankton).

(24)

memijah pada umur ± 3 tahun, dengan panjang standar 22 – 25 cm untuk betina dan 15 – 20 cm untuk jantan, dalam hal ini tergantung pada pakan dan lingkungan. Perbandingan pemijahan induk jantan dan betina 1 : 1. Pemijahan ikan balashark masih secara buatan dan dapat dilakukan bila diameter telur mencapai lebih dari 1,0 mm. Untuk merangsang pemijahan dengan penyuntikan 2 kali yaitu hormon ovaprin dan HCG . Penyuntikan pertama 1/3 dosis yang terdiri dari 0,15 ml ovaprin dan 50 iu HCG per kg bobot ikan dan dalam waktu 5 jam berikutnya penyuntikan kedua 2/3 dosis yang terdiri 0,35 ml ovaprin dan 250 iu HCG. Setelah 9 – 11 jam ikan yang disuntik akan ovulasi. Pematangan gonad ditandai dengan perubahan inti telur dari posisi tengah ke tepi dinding telur dalam hal ini telur siap untuk distriping (pengurutan) dan siap dibuahi oleh sperma, dalam waktu 13-16 jam setelah pembuahan maka telur akan menetas dan menjadi larva. Awal mulai makan dari umur sekitar 3 hari setelah menetas , yang sebelumnya sumber makanan dari kantong kuning telur.

Benih balasahark memiliki bentuk tubuh sudah menyerupai dewasa dan dibutuhkan waktu sekitar 25 hari . Pada pemeliharaan benih balashark dengan ukuran lebih dari 1 inci dalam skala laboratorium dengan kondisi air stagnan (tidak mengalir) mortalitas dapat mencapai lebih dari 50 % selama pemeliharaan 2 – 3 bulan dengan kepadatan 1-2 ekor/liter. Tingginya mortalitas pada pemeliharaan benih diakarenakan

ikan balashark mudah stres terhadap tingginya fluktuasi lingkungan. (Chumaidi et al 2007).

Salinitas dan Osmoregulasi

Salinitas didefinisikan sebagai konsentrasi total semua ion yang terlarut dalam air (Boyd, 1982). Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida telah digantikan dengan klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi 2003). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau promil.

(25)

Sifat osmotik air bergantung pada seluruh ion yang terlarut dalam air tersebut, dengan semakin besar jumlah ion yang terlarut di dalam air maka osmotik larutan akan semakin tinggi pula. Pada air laut yang semakin tinggi tingkat salinitas maka osmotik semakin tinggi. Kandungan air laut ion Na+ (30,61 %) dan (Cl- 55,04 %) dari total seluruh ion-ion yang terlarut di dalam air laut (Nybakken 1988).

Salinitas (tekanan osmotik) media selain menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmose cairan tubuh, juga mempunyai pengaruh pada metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kemampuan reproduksi.

Ikan-ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga garam-garam dalam tubuh cenderung keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh. Hal sebaliknya terjadi pada ikan-ikan laut. Oleh sebab itu dibutuhkan proses pengaturan tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya. Proses tersebut dinamakan osmoregulasi (Fujaya 1999). Tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau organisme akuatik lainnya ditentukan oleh tingkat salinitas media sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi tersebut.

Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya. Pengaturan osmotik itu

dilakukan melalui mekanisme osmoregulasi (Affandi & Tang 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa organisme yang dipelihara pada media buatan mempunyai masalah karena tekanan osmotik air media hidupnya belum tentu seimbang dengan tekanan osmotik cairan tubuhnya. Organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotik dengan cara melakukan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalui regulasi osmotik.

Sehubungan dengan mekanisme osmoregulasiya, organisme akuaik dibagi menjadi dua golongan (Nybakken 1988), yaitu :

1. Osmoconformer: adalah organisme yang tidak mempunyai kemampuan untuk

(26)

2. Osmoregulator : adalah organisme yang mempunyai mekanisme faali untuk

menjaga kemantapan meillieu interleurnya dengan cara mengatur osmolaritas cairan tubuhnya (kandungan garam dan air) atau mengatur keseimbangan konsentrasi osmotik antara cairan intrasel dan cairan ekstrasel.

Organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotiknya, dengan cara mempertahankan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalaui mekanisme regulasi osmotik. Regulasi adalah suatu homeostasis dari organisme untuk mengatur keseimbangan meillieu interleurnya yaitu antara volume air dan konsentrasi elektrolit yang terlarut dalam air media hidupnya. Tiga pola regulasi yaitu regulasi hipertonik (hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik) dan isotonik (isoosmotik). Ikan teleostei (bertulang sejati) air tawar mempunyai cairan yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkunganya, sehingga air cenderung masuk ke dalam tubuh secara difusi melaui permukaan tubuh yang semipermiabel. Bila hal ini tidak dikendalikan maka menyebabkan hilangnya garam-garam dalam tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fungsi-fungsi fisiologik secara normal. Untuk mengatasi keseimbanagn tersebut dengan mengeluarkan air tersebut dengan berbagai cara. Ginjal akan mempompakan keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni dan menahan garam-garam tubuh. Garam akan hilang bersama air seni (jumlah sedikit) dan difusi dari tubuh. Kehilangan garam ini dimbangi oleh garam-garam

yang terdapat dalam makanan dan penyerapan aktif melalui insang dari media.

(27)

Peran Salinitas pada Sintasan

Sintasan adalah daya hidup untuk bertahan, tumbuh dan berperan dalam habitatnya. Ikan akan hidup, tumbuh dan berkembangbiak pada habitat atau lingkungan dalam batas yang dapat ditolerir oleh ikan. Ikan-ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga garam-garam dalam tubuh cenderung keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu dibutuhkan proses pengaturan tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya. Proses tersebut dinamakan osmoregulasi (Fujaya 1999). Tekanan osmotik cairan tubuh ikan ditentukan oleh tingkat salinitas media sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi tersebut. Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya. Apabila pada salinitas media rendah atau tinggi maka keseimbangan osmotik akan terganggu menyebabkan ikan stres yang pada akhirnya mengalami kematian. Hasil penelitian Damayanti (2003) menunjukkan bahwa benih gurame ukuran 0,3 gram yang dipelihara pada salintas 4 ppt (perlakuan 0, 4, 8 dan 12 ppt) menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi 98,89 % sedangkan pada media air tawar adalah 70 %

Peran Salinitas pada Pertumbuhan

(28)

Apabila salinitas media sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau mendekati isoosmotik maka fungsi sel akan berjalan normal termasuk laju metabolisme (katabolisme dan anabolisme). Katabolisme merupakan sintesa dan degradasi protein, lemak, dan karbohidrat dari pakan yang dikonsumsi. Dari proses katabolisme selanjutnya melalui sederet reaksi lain dalam siklus Kreb yang berlangsung di dalam mitokondria sel. Melalui fosforilasi aksi didalam sistem sitochrom merubah ADP menjadi ATP yang kaya akan energi. Sebagian energi akan dibelanjakan untuk perawatan ikan dan apabila kondisi mendekati isoosmotik maka energi tersebut bisa dialihkan untuk pertumbuhan.

Apabila salinitas media sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau mendekati isoosmotik maka konsumsi pakan akan meningkat. Makanan yang dikonsumsi akan mengalami proses pencernakan dan penyerapan. Bagian makanan yang tidak dapat dicerna akan dibuang sebagai feses. Sedangkan zat makanan yang diserap akan mengalami proses katabolisme sehingga dapat dihasilkan energi bebas dan sebagian akan dijadikan bahan untuk menyusun sel-sel baru (pertumbuhan).

Dengan meningkatnya konsumsi pakan maka metabolit dalam darah akan diambil kembali oleh sel untuk digunakan dalam proses metabolisme, akibatnya kadar metabolit darah menjadi berkurang. Kondisi ini merupakan sinyal yang akan ditangkap oleh reseptor yang memonitor kadar metabolik darah dan informasinya

(29)

Gambar 2. Alternatif alur pengaruh salinitas media terhadap pertumbuhan ikan (Affandi 2002).

Hasil penelitian Hendaryani (2000) menunjukkan bahwa larva pangasius jambal umur 3 hari tumbuh media optimal pada salinitas 4 ppt (perlakuan 0, 4, 8 dan 12). Selanjutnya pada salinitas dan perlakuan yang sama benih gurame dengan bobot 0,3 g dan panjang rata 2,3 cm, laju pertumbuhan bobot maksimal sebesar 2,76 % dan panjang mutlak sebesar 2,47 cm (Damayanti 2003)

Mineral Kalsium

(30)

mineral yang terdapat pada air tawar dan air laut. Perbedaan kandungan konsentrasi ion yang terdapat pada air tawar dan air laut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut

Sumber : * = Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003) Konsentrasi (ppm) Ion

Air Tawar* Air Laut#

Cl- 3-50 18.800

Na+ 2-100 10.770

SO42- 1-100 2.715

Mg2+ 1-70 1.290

Ca2+ 4-100 412

K+ 0,2-10 380

HCO3- 2-300 180

Br- - 67

H3BO3- - 26

Sr2+ - 8

Fe2+ 0,1-3 -

# = Gunter (1977) dalam Soewardi (2006)

Kalsium tidak terdapat dalam bentuk bebas, namun berupa kation yang

(31)

konsentrasi kalsium dikolam dari 20 mg/l hingga 40 atau 100 mg CaCO3/l kemudian meningkatkan kelangsungan hidup larva Stripped bass (Osteochilus hasselti) dari 16 % menjadi 80 % atau lebih. Kelangsungan hidup tertinggi pada pemeliharaan ikan nilem (Osteochils hasselti) dicapai pada konsentrasi kalsium 61,11 mg CaCO3/l (Sjafei et al 1998). Pada larva patin nilai pertumbuhan tertinggi pada tingkat kesadahan 75 mg/l CaCO3 (Nurhidayati 2000).

Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air media sangat penting bagi kehidupan hewan air. Fungsi biokimia mineral seperti ion Ca, Na dan Cl, pada spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energetik untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang mendekati isoosmotik, dengan demikian energi yang disimpan dapat cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al. 2003).

Glukosa Darah sebagai Indikator Stres

Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostasis. Homeostasis adalah keadaan stabil yang dipertahankan melalui proses aktif yang melawan perubahan. Homeostatis ini terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel, pengontrolan

(32)

Menurut Baratawidjaja (2006) bahwa stres akut oleh saraf simpatis akan melepaskan katekolamin dan merupakan repons mayor sekresi glukokortikoid (GKS) atau kortisol. Lebih lanjut dikatakan bahwa stres dapat mempengaruhi sistem imum dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan infeksi.

Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid). Dengan demikian, stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang berperan dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah glukoneogenesis, lipolisis, glikogenesis, dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu, dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan (Piliang & Djojosoebagio 2000).

Fisika Kimia Air

Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh nilai parameter fisika kimia air media tempat hidupnya. Bila kondisi fisika kimia air tidak sesuai dengan yang

dibutuhkan, maka kelangsungan hidup ikan akan terganggu. Kualitas air dapat dinyatakan dalam berbagai parameter, yaitu parameter fisika seperti suhu dan parameter kimia seperti oksigen, amonia, kesadahan dan pH.

Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan organisme perairan (Effendi 2003). Menurut Boyd (1982) bahwa laju biokimia akan meningkat 2 kali lipat setiap peningkatan suhu 100C. Suhu optimal bagi pertumbuhan ikan berkisar 28-320C.

(33)

Stickney (1979) menyatakan bahwa kekurangan oksigen terlarut akan membahayakan organisme air karena dapat menyebabkan stres, mudah terkena penyakit dan bahkan kematian. Boyd (1982) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh ikan. Konsentrasi oksigen yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam perairan adalah mendekati atau diatas 3 ppm (Pescod 1973). Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer.

Kesadahan (hardness) adalah kation logam bivalen (valensi dua), kation-kation ini dapat bereaksi dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam. Pada perairan tawar kation bivalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium ini berikatan dengan anion penyusun alkalinitas yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan yang baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan berkisar 20-150 mg/l CaCO3 equivalen (Stickney 1979). Menurut Effendi (2000) dalam budidaya ikan parameter kesadahan bisa mencapai hingga 500 mg/L. Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan dengan konsentrasi karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-) (Effendi 2003).

Amonia merupakan produk hasil metabolisme ikan dan pembusukan senyawa

organik oleh bakteri (Boyd 1982). Kandungan amonia sangat terkait dengan tingkat oksidasi di dalam air. Kandungan oksigen yang tinggi akan menyebabkan kandungan amonia menjadi rendah karena dioksidasi menjadi NO3 yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis. Konsentrasi amonia dalam air sangat tergantung pada pH, suhu dan salinitas. Jika pH atau suhu meningkat maka kandungan amonia akan meningkat relatif lebih tinggi daripada kandungan amonium, serta meningkatkan daya racunnya terhadap ikan. NO2 relatif lebih rendah daripada NH4+ pada perairan yang bersalinitas dan sadah (Stickney 1979). Toksisitas amonia meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3 yang relatif aman untuk ikan adalah di bawah 0,1 mg/l (Effendi 2003).

(34)

METODELOGI PENELITIAN

Metode Percobaan

Kegiatan dalam percobaan ini terdiri dua tahap yaitu percobaan pendahuluan (tahap 1) dilakukan untuk memperoleh informasi tentang salinitas optimum yang dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark Sedangkan percobaan utama (tahap 2) dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang tingkat penambahaan kalsium pada salinitas optimum yang dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark.

Percobaan Tahap I

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui salinitas optimum yang dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark.

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan tahap pertama dilakukan di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok Jawa Barat. Percobaan dilaksanakan pada bulan April 2008 dan berlangsung selama 1 bulan

Bahan dan Alat Percobaan Wadah Percobaan

Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran panjang 45 cm, lebar 30 cm dan tinggi 40 cm berjumlah 15 buah. Masing-masing wadah diisi air sebanyak 20 liter dan dilengkapi dengan aerasi dan penutup karena ikan suka melompat (keluar).

Media Percobaan

(35)

mendapatkan media percobaan dengan tingkat salinitas yang sesuai dengan perlakuan yang diterapkan, dilakukan pengenceran air laut dengan air tawar dapat dilihat pada gambar 3. Untuk mendapatkan media salinitas 5 ppt dan volume air yang dikehendaki 30 liter dengan air laut yang tersedia kadar salinitas 28,6 ppt, maka akan memerlukan air laut sebanyak 5,2 liter dan air tawar sebanyak 24,8 liter.

5 / 28,6 X 30 lt = 5,2 lt (Air laut)

0 23,6

28,6

5

5

23,6/ 28,6 X30 lt = 24,8 lt (Air tawar)

Gambar 3. Contoh perhitungan untuk mendapatkan salinitas tertentu melalui pencampuran air garam dan air tawar

Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah benih ikan balashark (Balanticheilus melanopterus Blkr) berumur ± 2 bulan dengan bobot rata-rata 0,64±0,03 gram dan panjang total rata-rata 4,43±0,21 cm. Benih balaskark diperoleh dari Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok Jawa Barat. Sebelum digunakan sebagai hewan uji, benih ikan terlebih dahulu diseleksi untuk mendapatkan ukuran yang relatif seragam.

Pakan

(36)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan mengaplikasikan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah tingkat salinitas media sebagai berikut :

A = Salinitas 0 ppt B = Salinitas 3 ppt C = Salinitas 6 ppt D = Salinitas 9 ppt E = Salinitas 12 ppt

Penentuan perlakuan salinitas 0-12 ppt didasarkan hasil penelitian bahwa ikan gurame, bawal dan patin mampu hidup pada salinitas 8-10 ppt (Hendaryani 2000; Damayanti 2003; Wulandari 2006 ).

Parameter yang Diukur

Pengamatan atau parameter yang diukur selama percobaan adalah sintasan dan pertumbuhan. Pengamatan sintasan dengan mencatat ikan yang mati sedangkan pertumbuhan dengan menimbang ikan pada swal dan akhir percobaan.

Analisis Data

Analisis data sintasan dan pertumbuhan menggunakan analisis ragam dengan bantuan program Minitab versi 14,0. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata maka dilanjutkan uji Tukey.

Percobaan Tahap II

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum untuk meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark .

Tempat dan Waktu Percobaan

(37)

Bahan dan Alat Percobaan Wadah Percobaan

Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran panjang 45 cm, lebar 30 cm dan tinggi 40 cm berjumlah 15 buah Masing-masing wadah diisi air sebanyak 20 liter dan dilengkapi dengan aerasi dan penutup.

Media Percobaan

Sebagai media percobaan adalah penambahan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan konsentrsi berbeda dan masing-masing dicampur air salinitas 3 ppt yang merupakan hasil percobaan pertama. Cara menyiapkan medianya adalah sebagai berikut : Ca(OH)2 dalam bentuk bubuk ditimbang disesuaikan dengan perlakuan (perhitungan kalsium dapat dilihat pada Lampiran 8). Kemudian kalsium dilarutkan dalam air salinitas 3 ppt dan diaerasi dengan tujuan untuk membantu kelarutan kalsium dalam air bersalinitas dan agar jenuh oksigen. Dalam waktu sekitar 12 jam sebagian kalsium akan mengendap dan air bening yang dipakai dalam percobaan. Pembuatan media ini dilakukan setiap 3 hari sekali.

Ikan uji

Ikan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah benih ikan balashark

(Balanticheilus melanopterus Blkr) berumur ± 2 bulan dengan berat rata-rata

0,63±0,03 gram dan panjang total rata-rata 4,43±0,22 cm.

Pakan Uji

(38)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan mengaplikasikan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan mengacu media hasil percobaan tahap pertama, yaitu nilai tingkat salinitas 3 ppt yang optimum untuk meningkatkan sintasan dan pertumbhan. Perlakuan percobaan tahap kedua adalah media salinitas 3 ppt ditambah dengan tingkat Ca(OH)2.sebagai berikut: 1. Salihitas 3 ppt + 0 ppm Ca(OH)2

2. Salinitas 3 ppt + 10 ppm Ca(OH)2 3. Salinitas 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 4. Salinitas 3 ppt + 30 ppm Ca(OH)2 5. Salinitas 3 ppt + 40 ppm Ca(OH)2

Metode dan peubah yang diukur

Pengukuran osmolaritas cairan darah (hemolim) benih ikan dan osmolaritas

(39)

Tabel 2. Metode dan alat pengukur parameter fisika kimia dan mineral

Oksigen terlarut (DO) (mg/L) CO2(mg/L) Titrasi dengan Na2CO3

Kolorimetrik/spektrofotometer Tetrasi EDTA

Spektroskopi serapan atom/AAS Spektroskopi serapan atom/AAS Pengamatan ikan yang mati Osmometer

KIT glucose Oksigenmeter Timbangan

Metode dan rumus yang digunakan untuk menganalisis tiap-tiap peubah pada

percobaan utama adalah sebagai berikut : 1. Sintasan

Sintasan dihitung berdasarkan formula ( Ricker 1979), sebagai berikut :

SR = x 100 Nt No

Keterangan : SR = sintasan/ kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah benih ikan pada akhir percobaan (ekor) No = jumlah benih ikan pada awal percobaan (ekor)

2. Tingkat Kerja Osmotik (TKO)

Tingkat Kerja Osmotik (TKO) dihitung berdasarkan formula yang digunakan Anggoro (1992).

(40)

3. Kadar glukosa darah (Wedemeyer dan Yasutake 1977) :

[GD] : Konsentrasi glukosa darah (mg/ml) AbsSp : Absorbansi sampel

AbsSt : Absorbansi standar

[GSt] : Konsentrasi glukosa standar (mg/ml)

4. Tingkat Konsumsi Oksigen

Tingkat konsumsi oksigen merupakan variabel yang dapat digunakan untuk

menentukan laju metabolisme, ini berkaitan erat dengan pertumbuhan. Tingkat konsumsi oksigen dihitung berdasarkan formula (Liao dan Huang 1975) sebagai berikut :

OC = Vx(Doto – Don) WxT

dengan : OC = tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g/jam) V = volume air dalam wadah (L)

Doto = konsentrasi oksigen terlarut pada awal pengamatan (mg/L) Dottn = konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t (mg/L)

W = bobot ikan uji (g)

T = periode pengamatan (jam)

5. Laju pertumbuhan

Laju pertumbuhan terdiri dua parameter yaitu laju pertumbuhan bobot rerata harian dan laju pertumbuhan panjang rerata harian dihitung berdasarkan formula berikut (NRC 1977):

Laju pertumbuhan bobot rerata harian

(41)

Keterangan : α = laju pertumbuhan bobot rerata harian (%)

Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = bobot rata-rata individu pada waktu to (g) t = lama percobaan (hari)

Laju pertumbuhan panjang total rerata harian

α =

Lt = panjang rata-rata individu pada waktu t (g) Lo = panjang rata-rata individu pada waktu to (g) t = lama percobaan (hari)

Keseluruhan data kecuali fisika kimia dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan bantuan program Minitab versi 14. Jika terdapat pengaruh yang

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan Tahap pertama

Hasil

Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama percobaan diperoleh data sintasan disajikan pada Tabel 3. Sedangkan laju pertumbuhan bobot rerata harian benih ikan balashark disajikan pada Tabel 4.

1. Sintasan

Sintasan yang diperoleh pada penelitian tahap pertama selama 30 hari pemeliharaan adalah berkisar 24-98,67% (Tabel 3). Hasil analisa ragam menujukkan bahwa salinitas berpengaruh terhadap sintasan benih balashark . Sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan salinitas 3 ppt dan hasil analisa antar perlakuan berbeda bila dibandingkan dengan perlakuan salinitas 0 ppt (air tawar) dan salinitas 12 ppt.

Tabel 3. Rerata sintasan benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Perlakuan salinitas (%) Keterangan : huruf supercript di belakang standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

2. Laju Pertumbuhan Bobot

(43)

dan yang tertinggi pada perlakuan salinitas 3 ppt sebesar 3,71% untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata laju pertumbuhan bobot harian (%) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan Keterangan : huruf supercript di belakang standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Pembahasan

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan salinitas media berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap sintasan Tabel 3. Menunjukkan bahwa benih ikan balashark mampu mentolerir hingga salinitas 9 ppt. Sintasan meningkat seiring dengan penambahan salinitas dan mulai turun dari salinitas 6 ppt. Sintasan berkisar antara 24% – 98,7 % dan sintasan tertinggi pada salinitas 3 ppt rata-rata 98,7 % dan

terendah pada perlakuan salinitas 12 ppt rata-rata 24 %. Adapun rendahnya sintasan karena ikan tidak mampu mentolerir salinitas tersebut. Berdasarkan pengamatan

selama penelitian, kematian ikan pada salinitas 12 ppt terjadi pada awal hingga pertengahan penelitian sedangkan pada salinitas 0 ppt kematian ikan terjadi pada pertengahan hingga akhir penelitian. Menurut Nybakken (1988) ikan air tawar dalam menghadapi salinitas yang lebih tinggi, cenderung mensekresikan air melalui ginjal untuk mencapai keseimbangan.

(44)

Tabel 4. Menunjukkan bahwa laju pertumbuhan bobot harian tertinggi pada salinitas 3 ppt dan terendah pada perlakuan 0 ppt. Rendahnya pertumbuhan pada perlakuan 0 ppt dikarenakan energi untuk osmoregulasi lebih besar, sehingga porsi untuk pertumbuhan lebih sedikit.

Sedangkan laju pertumbuhan bobot harian pada perlakuan 9 ppt lebih besar dibanding 6 ppt dalam hal ini rendahnya laju pertumbuhan lebih dipengaruhi kepadatan ikan karena pada ulangan dua dan tiga pada perlakuan salinitas 6 ppt kelangsungan hidup 100% (40 ekor/wadah) sehingga laju pertumbuhan rendah bila dibandingkan kepadatan yang rendah pada perlakuan 9 ppt kelangsungan hidup 75 -90% dan kematian terjadi pada awal penelitian, sehingga pada perlakuan 6 ppt nilai laju pertumbuhan bila dirata-ratakan mendapatkan hasil rerata rendah. Kepadatan yang lebih tinggi akan mempengaruhi ruang gerak dan kompetesi dalam mendapatkan makan. Menurut Hikling (1971) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit, kemampuan memanfaatkan pakan serta faktor lingkungan. Sedangkan menurut Huet (1971) pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kepadatan populasi, karena akan terjadi kompetisi terhadap ruang gerak dan kompetisi dalam mendapatkan pakan.

(45)

Salinitas media 3 ppt adalah yang terbaik untuk meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark. Dengan demikian salinitas media 3 ppt digunakan pada penelitian tahap kedua.

Percobaan Tahap Kedua Hasil

Dari hasil pengamatan dan pengukuran tahap pertama dilanjutkan percobaan tahap kedua. Percobaan tahap kedua adalah tingkat penambahan kalsium (Ca(OH)2 ) pada media bersalinitas 3 ppt untuk meningkatkan sintsan dan pertumbuhan benih balashark. Hasil penelitian tahap kedua didapatkan data tentang parameter fisika kimia, konsentrasi mineral baik pada media maupun tubuh ikan, sintasan, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen, pertumbuhan (laju pertumbuhan bobot rerata harian dan laju pertumbuhan panjang total rerata harian) serta efisiensi pemanfatan pakan.

Nilai parameter fisika kimia air selama penelitian secara umum masih layak untuk mendukung kelangsungan hidup benih ikan balashark. Data hasil pengukuran parameter fisika kimia air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai parameter fisika kimia air pada setiap perlakuan selama percobaan

(46)

Tabel 6. Konsentrasi mineral Na dan Ca pada setiap perlakuan selama percobaan

Mineral pada media ppm

Mineral pada benih ppm

1. Sintasan Benih Ikan Balashark

Hasil sintasan dengan perlakuan pengaruh penambahan kalsium pada media salinitas optimum terhadap benih balashark disajikan pada Lampiran 7. sedangkan hubungan antara sintasan dan tingkat penambahan kalsium disajikan pada Gambar 4. Sintasan selama percobaan pada pemeliharaan benih balashark berkisar 90 - 100%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum tidak mempengaruhi sintasan benih balashark (P>0,05).

Tabel 7. Rerata sintasan benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Tingkat penambahan kalsium ( Ca(OH)2) mg/L Ulangan

Rerata 94,33±2,89 98,67±5,0 98,67±2,89 96,00±5,0 94,33±2,89 Keterangan : tidak berbeda nyata (p > 0,05)

(47)

Kalsium ( mg/ L)

Gambar 4. Grafik hubungan antara sintasan dan tingkat penambahan kalsium benih ikan balashark

2. Tingkat Kerja Osmotik

Hasil pengukuran tingkat kerja osmotik pada awal dan akhir penelitian pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 8 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 10. Tingkat kerja osmotik adalah hasil selisih dari osmolaritas benih balashark dengan osmolaritas media.

Hasil nilai tingkat kerja osmotik awal dilaksanakan 10 hari setelah adaptasi penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum. Sedangkan tingkat kerja osmotik akhir dilaksanakan pada akhir percobaan. Rerata tingkat kerja osmotik

(48)

Tabel 8. Tingkat kerja osmotik awal dan akhir penelitian benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Rerata Tingkat kerja osmotik (mOsm/L H20) Perlakuan

Hasil pengukuran kadar glukosa darah.benih balashark setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 9 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 11. Kadar glukosa tertinggi pada media tanpa penambahan kalsium sebesar 43,30 mg/dL dan terendah pada media penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 25,54 mg/dL.

Berdasarkan hasil analisa ragam bahwa penambahan tingkat kalsium berpengaruh terhadap kadar glukosa darah (P<0,05)

Respon kadar glukosa terhadap penambahan kalsium pada media bersalinitas disajikan pada Gambar 4. Nilai R-Sq 98,3 yang berarti data tersebut keragaman dan dapat menjelaskan sebesar 98,3%. Nilai kadar glukosa minimal pada tingkat penambahan kalsium sebesar 24,12 mg/L.

Tabel 9. Rerata kadar glukosa darah benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

(49)

KALSI UM ( mg/ L)

Gambar 4. Grafik hubungan antara kadar glukosa darah dan tingkat penambahan kalsium benih ikan balashark

4. Tingkat Konsumsi Oksigen

Hasil pengukuran konsumsi oksigen benih balashark pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 10 dan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil konsumsi oksigen teringgi pada perlakuan tanpa penambahan kalsium sebesar 0,550±0,006 mg O2/g /jam dan terendah pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg/dL sebesar 0,500±0,008 mg O2/g /jam. Berdasarkan analisa ragam menunjukkan bahwa penambahan kalsium berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen (P<0,05).

Tabel 10. Tingkat konsumsi oksigen (mg O2 /g ikan/jam) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan.

Perlakuan Konsumsi oksigen (mg O2/g ikan/jam) A.Salinitas 3 ppt.

B.Salinitas 3 ppt + 10 ppm Ca(OH)2 C.Salinitas 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 D.Salinitas 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 E.Salinitas 3 ppt + 40 ppm Ca(OH)2

(50)

5. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan berat dan panjang dalam waktu tertentu. Hasil pengukuran bobot dan panjang setiap 10 hari sekali dapat dilihat pada Lampiran 13. Laju pertumbuhan bobot rerata harian pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 11. Laju pertumbuhan bobot rerata harian tertinggi pada perlakuan penambahan kalsium 3,9%. Hasil analisis ragam bahwa penambahan kalsium pada media bersalinitas tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan bobot harian (P>0.05)

Tabel 11 . Laju pertumbuhan bobot harian (%) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selam percobaan.

Tingkat penambahan kalsium (Ca(OH)2) mg/L Ulangan

Pertumbuhan panjang total adalah pengukuran panjang tubuh ikan mulai dari ujung mulut sampai ujung ekor, hasil pengukuran panjang total pada akhir penelitian secara rinci disajikan pada Lampiran 13 dan rerata laju pertumbuhan panjang total

pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 12. Laju pertumbuhan panjang total rerata harian tertinggi perlakuan penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 1,02% . Hasil analisa ragam menunjukkan bahawa penambahan kalsium tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan panjang total rerata harian (P>0,05).

Tabel 12. Laju pertumbuhan panjang total harian (%) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

(51)

6. Efisiensi Pemanfaatan pakan

Berdasarkan jumlah konsumsi pakan dan pertumbuhan maka diperoleh nilai efisiensi pemanfatan pakan benih ikan balashark. Hasil pengukuran efisiensi pemanfaatan pakan pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 13 dan secara rinci jumlah konsumsi pakan dapat dilihat pada Lampiran 16. Efisiensi pemanfatan pakan tertinggi dicapai pada penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 11, 49%. dan terendah pada perlakuan tanpa penambahan kalsium sebesar 11,21%. Berdasarkan analisa ragam penambahan kalsium tidak berpengaruh terhadap efisiensi pemanfatan pakan. (P>0,05)

Tabel 13. Efisiensi pemanfaatan pakan (%) benih balashark pada setiap perlakuan selama percobaan.

Tingkat penambahan kalsium (Ca(OH)2) mg/L Ulangan

Keterangan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Pembahasan

(52)

serta H2S yang meningkat dengan turunnya nilai pH (Boyd 1990). Nilai pH kurang dari 6 dan lebih 9,5 untuk waktu lama akan menggangu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd 1982).

Parameter fisika-kimia air seperti kesadahan cenderung tinggi mencapai 482 mg/L. Menurut EPA (1986) nilai kesadahan lebih dari 300 diklasifikasikan perairan tersebut dikategorikan sangat tinggi (very hard). Menurut Wedemeyer (1996) Kesadahan berkisar 50-200 mg/l setara CaCO3 untuk keperluan budidaya intensif. Menurut Effendi (2003) parameter kesadahan untuk kegiatan budidaya bisa mencapai sebesar 500 mg/L. Hasil analisa air kandungan Ca tertinggi sekitar 85. Menurut Haryadi et al. (1992) kesadahan pada dasarnya menggambarkan kandungan Ca2+, Mg2+ dan ion-ion logam polivalen lainnya seperti AL3+, Fe3+,Mn2+,Sr2+ Zh2+dan H+ yang terlarut dalam air. Dalam perairan tawar kandungan kalsium lebih tinggi dibanding Mg mencapai 3-10 kali. Menurut Forteath et al. (1993) kesadahan mempunyai dua tipe yaitu kesadahan tetap dan kesadahan sementara. Kesadahan sementara disebabkan ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berikatan dengan karbonat yang dapat dihilangkan (mengendap) dengan cara pemanasan.

Sintasan pada akhir penelitian bervariasi berkisar 90–100 %. Penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum tidak mempengaruhi sintasan (P>0,05). Sintasan tertinggi 98,67% terdapat pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg/L

(53)

atau penamabahan kalsium 30 mg/L dan 40 mg/L saat aklimasi kalsium ada beberapa ikan yang mati terutama pada awal pemeliharaan.

Penambahan kalsium sebesar 40 mg/L pada media pemeliharaan benih balashark, dalam kondisi tersebut ikan akan menyeimbangkan tekanan osmotik antara cairan osmoslaritas tubuh dan cairan osmoralitas air media sebagai lingkungannya, karena penambahan kalsium relatif tinggi proses pengaturan penyeimbangan (osmoregulasi) membutuhkan energi yang tinggi yang berdampak pada kondisi ikan atau daya tahan tubuh menurun atau stres bila energi tidak seimbang yaitu lebih banyak untuk proses osmoregulasi. Dalam hal ini bisa terjadi pada perlakuan penambahan kalsium 40 mg/L karena berdasarkan pengamatan selama percobaan kematian ikan lebih tinggi pada penambahan kalsium 40 mg/L dibanding dosis yang lebih rendah.

Sintasan tertinggi pada penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 98,67% yang berarti media /lingkungannya yang paling optimum dibanding perlakuan lain sehingga tingkat kerja osmotik minimal karena lebih seimbang antara cairan osmoralitas tubuh dengan cairan air osmoralitas media dalam pengaturan keseimbangan osmaralitas cairan disebut osmoregulasi. Kondisi ini nilai tekanan

osmotik minimal atau terendah sehingga fungsi fisiologis berjalan dengan baik dan normal termasuk dalam metabolisme glukosa lebih stabil atau kadar glukosa darah minimal dibanding perlakuan lainnya. Selain itu komsomsi oksigen basal paling rendah.

(54)

meyesuaikan diri dengan lingkungan ikan memiliki toleransi dan resistensi perubahan lingkungan pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan.

Seiring dengan berjalannya waktu pada akhir penelitian nilai tingkat kerja osmotik awal berbanding terbalik dengan nilai tingkat kerja akhir. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada akhir percobaan nilai tingkat kerja osmotik semakin rendah seiring dengan penambahan kalsium dalam hal ini disebabkan kisaran penambahan kalsium masih dalam variasi lingkungan yang dapat ditolerir dan proses fisiologis berlangsung dan semakin baik dengan berjalannya wakyu baik pada variasi penambahan kalsium yang berbeda. Fluktuasi osmotik dari kondisi lingkungan memacu pengaturan keseimbangan yang akan mempertahankan tetapnya kondisi lingkungan dalam tubuh.

Nilai tingkat kerja osmotik dari awal dan akahir percobaan kemudian hasil reratanya untuk tingkat kerja osmotik yang paling rendah pada penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 132,17 mOm/L H2O, tingkat kerja osmotik minimal atau nilai nisbah minimal tingkat kerja osmotik dibanding dengan perlakuan lain atau seimbang antara cairan osmoralitas tubuh dengan cairan osmoralitas media. Selanjutnya fisiologis akan berjalan dengan normal dan baik. Ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya

(lingkungan) sehingga ikan air tawar bersifat hiperosmotik. Ikan akan mengakumulasi air dan ion sebanyak-banyaknya sambil mempertahankan ion-ion dalam tubuh. Mengakumulasi air sekaligus ion-ion dalam air seperti ion kalsium sesuai dengan perlakuan penambahan kalsium pada media . Menuru Piliang (2005) fungsi utama kalsium dalam jaringan yitu kalsium untuk mempertahankan homeostatis.

(55)

sebesar 43,30 mg/dL dan terendah pada penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 25,54 mg/dL. Secara umum penambahan kalsium pada percobaan ini dapat mengurangi stres dengan menurunnya kadar glukosa darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanpa penambahan kalsium. Menurut Mazeaud dan Mazeaud (1981) bahwa kadar glukosa darah ditentukan oleh pakan, waktu akhir makan, status simpanan glikogen hati, stadia perkembangan. Sedangkan menurut Piliang ( 2005) bahwa fungsi utama kalsium selain sebagai pembentuk struktur tubuh, kalsium dalam jaringan secara fisiologis akan mempertahankan homeostasi. Homeostasi adalah keadaan stabil yang dipertahankan melalui proses aktif yang melawan perubahaan.

Tingkat konsumsi oksigen dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui laju metabolisme organisme air, semakin rendah tingkat konsumsi oksigen makin sedikit energi yang digunakan untuk metabolisme sehingga diharapkan makin banyak energi yang tersedia untuk pertumbuhan. Tabel 10 memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi oksigen benih balashark terendah (0,500 mg O2/g //jam) pada perlakuan penambahan Ca(OH)2 20 ppm dan tertinggi (0,550 mg O2/g/jam) pada perlakuan tanpa penambahan kalsium. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa penambahan kalsium berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen. Rendahnya tingkat konsumsi oksigen pada perlakuan penambahan kalsium 20 ppm mengindikasikan jumlah energi yang digunakan untuk metabolisme lebih

sedikit sehingga porsi energi untuk pertumbuhan makin besar,

(56)

(2006) pertumbuhan terbaik pada ikan hias barbir dihasilkan pada konsentrasi kesadahan 72 mg/L setara CaCO3 dan hasil uji lanjut tidak berbeda dengan perlakuan kesadahan 54 mg/L setara CaCO3.

Nilai efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot ikan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Jumlah pakan yang dikonsumsi pada perlakuan penambahan kalsium 30 mg/L dan 40 mg/L sebesar 662 gram/40 hari. lebih rendah dibandingkan perlakuan penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 783 gram/40 hari. Rendahnya jumlah pakan dikarenakan ikan mengalami stres atau daya tahan tubuh turun pada awal percobaan sehingga napsu pakan berkurang yang akhirnya jumlah pakan lebih rendah dan pada akhir penelitian tingkat napsu pakan tinggi dalam hal ini disebabkan kondisi ikan telah seimbang antara tubuh dengan lingkunggannya terbukti dari hasil analisa tingkat kerja osmotik yang rendah dan kadar glukosa yang rendah. Nilai efisiensi pakan tertinggi pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 11,49 % dan terendah pada perlakuan tanpa penambahan kalsium sebesar 11,21%. Hasil analisis uji ragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap efisiensi pemanfaatn pakan (P>0,05).

Menurut Tseng (1987) Apabila diperairan kandungan kalsium tidak

(57)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Salinitas media 3 ppt adalah yang terbaik untuk memacu sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark.

2. Penambahan Ca(OH)2 20 mg/L (kesadahan 362-427 mg/L atau konsentrasi kalsium 64 mg/L CaCO3) pada media bersalinitas 3 ppt adalah yang terbaik untuk memacu sintasan dan laju pertumbuhan benih ikan balashark.

Saran

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R dan UM. Tang. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press, Riau, 217 hal.

Anggoro, S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon Fabricius. Disertasi Program Pasca sarjana. IPB.

Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi dasar. Edisi ke-7. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 572 hal.

Barton, BS., RE. Peter and CR. Paulencu. 1980. Plasma cortisol levels of fingerIing rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) at rest and subjected to handling, confinement, transport, and stocking. Can. 1. Fish. Aquat. Sci., 37:805 - 811.

Boyd, CE. 1979. Water quality in warmwater fish ponds. Department of fisheries and Allied Aquaculture, Auburn University, Alabama.

__________ 1982. Water quality management for pond fish culture. Development in Agriculture and Fisheries Science, Vol. 9. Elservier Scientific Publishing Co. New York.

__________ 1990. Water quality in pond fish Aquaculture. Birmingham Publishing Co. Alabama.P 3-163

Boyd, C.E. 1991. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. Pedoman Teknis dan Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan: Jakarta

Cameron JN,. Wood CM. 1985. Apparent H+ exretion and CO2 dynamic accompanyang carapace mineralization in the blue crab (Callinectes sapidus) following moulting. Exp. Biol. 114: Hlm. 197-2006.

Chumaidi, Darti Satyani dan Sudarto, 2007. Teknik pembenihan ikan balashark,

Balantiocheilus melanopterus . Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air tawar. Pusat Riset Perikanan. Jakarta.

Damayanti L. 2003. Pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gurame ,Osphronemus gouramy Lac. Skripsi Jurusan Budidaya Perairan.IPB.

(59)

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan MSP FPIK IPB. Bogor.

EPA. 1986. “Quality Criteria for Water” Jornal EPA 440/5-86-001. Washington D. C. U. S. Environmental Protection Agency.

Forteath., L. Wee and M. Frith. 1993. Water Quality. In P. hart and D.O, Sullivan (eds.) : Recirculation System : Design, Contruction and Management. University of Tasmania. Launceston, Australia. P : 64-82.

Fujaya, Y. 1999. Bahan pengajaran fisiologi ikan. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan IPB, Bogor, 258 hal.

Gilles, RR. and Ch. Jeuniaux. 1979. Osmoregulation and ecology in media of fluctuating salinity, p : 581 – 608, in R gilles, eds. Mechanism of osmoregulation in animals. Jonh Willey and Sons, Toronto.

Haryadi S, Suryadiputra INN, dan Widagdo B. 1992. Limniologi Metode Analisa Kualitas Air. Bogor. Laboratorium Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Hendaryani E. 2000. Pengaruh berbagai salinitas media terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan Pangasius djambal Bleker. Skripsi. Program Studi Sumberdaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Hickling CT. 1971. Fish Culture, Faber and Faber. Queen square. London.

Huet M. 1971. Texbook of Fish Culture Breeding and Cultivation of Fishing News

Ltd. London .

Huisman, EA. 1976. Food Conversion Efficiencies at Maintenance and Production Level of Carp, Cyprinus carpio and rainbow trout, Salmo gairdneri. Aquaculture 9:259-273.

Imsland AKS. Gunnarsson, A. Foss, SO. Stefansson. 2003. Gill Na+, K+-ATPase activity, plasma chloride and osmolality in juvenile turbot (Scophthalmus maximus) reared at different temperatures and salinities. Aquaculture 218:671-683.

(60)

Lall, SP. 1989. The mineral. P 219-257 in J.E halver (Ed) Fish nutrition academic Press San Diego, New York.

Liao, IC and HJ. Huang. 1975. Studies on the respiration of economic prawns in Taiwan. I. Oxygen consumption and lethal dissolved oxygen of egg up to young prawn of Penaeus monodon Fab. J. Fisheries Soc. Taiwan, 4 (1) : 33 – 50.

Marzuqi MK. Sugama, Z.I. Azwar. 1997. Pengaruh askorbil fosfat magnesium sebagai sumber vitamin C terhadap pematangan gonad udang windu (Penaeus monodon) asal tambak. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 3(3): 41 - 46.

Mazeaud, MM and F. Mazeaud. 1981. Adrenergic Respon to Stress in Fish. P 49-68. In Pickering, A.O (Ed.). Stress and Fish. Academic Press, London.

National Research Council (NRC). 1977. Nutrient Requirements of warm-water fishes. National Academy of sciences, Washington, D. C.

Nybakken, JW. 1988. Biologi laut suatu pendekatan ekologis. (Alih bahasa oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo, dari : Marine biology an ecological approach). Gramedia, Jakarta. 459 hal.

Nurhidayati D. 2000. Manipulasi Ca dan Mg terhadap benih ikan patin Pangasius hypophthalmus Sauvage. Skripsi Budiaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Pilliang, WG. dan S. Djojosoebagio. 2000. Nutrisi Vitamin Volume 1. Institut Pertanian Bogor. 255 hal.

Piliang, WG. 2005. Nutrisi Mineral. Edisi ke-5. Bogor: Pusat Antar Universitas, IPB. 258 hal.

Pescod, MB. 1973. Investigation of effluent and stream standards for tropical countries. Environmental Enginering Devision, Asia Inst. Tech. Bangkok. 59 p

Ricker, W.E, 1979. Growt rate and models, P : 678 – 744 in W.S, Hoar, D. J. Randall and J. R. Brett (Eds) : Fish Physiology Vol. VIII Acad. Press, New York.

Saanin, H. 1980. Taksonomi dan identifikasi ikan. Binacipta. Bandung 256 hal.

Santoso, S. 2002. SPSS Versi 14 mengolah data statistic secara professional. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. 573 hal.

Gambar

Gambar 1. Skema pendekatan masalah pengaruh salinitas dan kalsium terhadap kelangsungan Hidup dan pertumbuhan benih ikan balahark
Gambar 2.   Alternatif alur pengaruh salinitas media terhadap pertumbuhan ikan                      (Affandi   2002)
Tabel  1.  Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut
Gambar 3. Contoh perhitungan untuk mendapatkan salinitas tertentu melalui
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan Importance and Performance Analysis maka perancang atau admin dapat mengkaitkan antara pentingnya atribut- atribut kualitas website tersebut dengan

Idealnya dan menjadi sebuah keharusan jika seorang penghafal Alquran (Hafidz) harus dapat mengulang hafalan yang sudah dihafalkan tanpa suatu cacat barang satu

Aktivitas guru dalam proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan problem terbuka (Open- ended) dengan menggunakan saringan Erasthosthenes dilakukan pada saat

daftar tilik adl suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh pelayanan sesuai atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan..  Berisi daftar

Tarih belirtilen atõflarda daha sonra yapõlan tadil veya revizyonlar, atõf yapan bu standardda da tadil veya revizyon yapõlmasõ ş artõ ile uygulanõr.. Atõf yapõlan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Problem Based

ﻢﻛﻮﻋﺩﺃ ﻲﻧﺇ ﷲﺍ ُﺪﻬﺷﺃ ﻲﻨﻜﻟﻭ ﻱﺬﻟﺍﻭ ﻢﻴﻈﻌﻟﺍ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻢﻜﺤُﻤﺑ ﻢﻜّﺟﺎﺣﺃﻭ ٌﺢﺿﺍﻭ ؛ﻠﻳﻭﺄﺘﻠﻟ ﺔﺟﺎﺤﺑ ﷲﺍ ﻪﻠﻌﺠﻳ ﻢﻟ.. ﻢﺘﻧﺃ ﻞﻬﻓ ،ﻪﻨﻃﺎﺒﻛ ﻩﺮﻫﺎﻇ ٌﻦِّﻴﺑﻭ ﻒﻟﺎﺧ ﺎﻣ ﻥﻮﻌﺒﺘﺗ

Dari analisis Faktor-faktor stres kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor KPU Provinsi Sulawesi Selatan dengan metode regresi linier berganda dapat disimpulkan