• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hygiene Dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hygiene Dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

HYGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

MULVERAWATY SINAGA NIM. 081000291

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HYGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

MULVERAWATY SINAGA NIM. 081000291

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

HYGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

MULVERAWATY SINAGA NIM. 081000291

Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 13 Januari 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr.Devi Nuraini Santi, MKes dr. Wirsal Hasan, MPH NIP. 197002191998022001 NIP. 194911191987011011

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Chahaya S, Msi Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS NIP. 196811011993032005 NIP. 196501091994032002

Medan, Maret 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(4)

ABSTRAK

Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas mendukung upaya penyembuhan dan pemulihan pasien melalui penyelenggaraan makanan yang hygienis dan sehat. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan makanan yang baik dan memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan yang sesuai dengan standart yang ada.

Instalasi Gizi sebagai unsur utama pelayanan gizi rumah sakit harus mendapat perhatian dari segi sanitasinya yang meliputi aspek kondisi fisik, keadaan penjamah makanan, sistem pengolahan, dan kelengkapan fasilitas sanitasi. Instalasi gizi yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi tempat penularan penyakit dan gangguan kesehatan.

Penelitian ini bersifat deskriptif sederhana yaitu untuk mengetahui upaya penerapan hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan di lingkungan Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan dalam pemenuhan standart kualitas hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan sesuai Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 dengan melakukan observasi/pengamatan langsung terhadap objek penelitian dan wawancara kepada kepala instalasi gizi.

Dari hasil penelitian diperoleh total skor dari seluruh variabel adalah 739,5. Hal ini menunjukkan ternyata Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan sudah memenuhi syarat hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan sesuai Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. Standar minimal sesuai Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah 700.

Untuk itu diharapkan kepada pihak instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan untuk lebih meningkatkan fasilitas yang menunjang hygiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan seperti perhatian terhadap food handler dengan cara pemeriksaan kesehatan minimal 6 (enam) bulan sekali, penyediaan gudang bahan makanan dan gudang peralatan makanan, pemeriksaan kualitas air bersih secara berkala. Selain itu pembuatan pintu rapat serangga dan tikus perlu segera dilakukan serta memperhatikan fasilitas sanitasi baik dari segi jumlah maupun kondisinya.

(5)

ABSTRACT

A Hospital is an healthy service institution whose a task to support an effort healing an recovery of patient by the implementation hygienic food. Therefore, it need a management of good food and it was able to fulfill the terms of hygienic food sanitation which suitable for standard.

Nutrient installation is the main element for nutrient service of hospital has to get the attention of sanitation which involved aspects as physic condition, food handling, processing system, and the completeness of sanitation facility. Nutrient installation which wasn´t able to fulfill the terms of healthy it can be a place of disease spreading and health nuisance.

This research is a descriptive, it is for knowing efforts of hygienic application and sanitation of food management at nutrient installation of Martha Friska Hospital Medan in fulfillment of hygienic standart quality and sanitation handling food based on Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 by doing observation to object research and interview food handler of nutrient installation.

The result of this research got score total of all variable is 737,5. This is showing that nutrient installation of Martha Friska Hospital in Medan that was be able the fulfill the terms of hygienic and sanitation of food arrangement according to Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/VII/2003 standart minimal is 700.

It is espected to increase facilities for siding with nutrient installation of Martha Friska Hospital Medan and sanitation of food implementation as nitice to food handler by health check up once six month provision of a food stuff room and food utensil room, checking of cleaning water quality. Beside that it need to make a close door for insect and rat and then to take care on good sanitation facilities of quantity and condition.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mulverawaty Sinaga

Tempat/tanggal lahir : Tamba, 19 Oktober 1984

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat rumah : Jln. Perkutut Gg. Warga No. 7 Medan Helvetia

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1992 – 1998 : SD Swasta ST. Thomas 2 Medan 2. Tahun 1998 – 2001 : SLTP Swasta ST. Thomas 3 Medan 3. Tahun 2001 – 2003 : SMU Negeri 15 Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hygiene Dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2010”.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada dr. Devi Nuraini Santi, MKes, selaku dosen pembimbing I serta dr. Wirsal Hasan, MPH, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberi perhatian, bimbingan, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, MKes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Rasin selaku Direktur Administrasi dan Keuangan Rumah Sakit Martha Friska Medan

4. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik

(8)

6. Keluargaku tersayang papa, mama, abang, kakak, adik-adik semua yang selalu memberi motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis. 7. Rekan-rekan kerja khususnya perawat Rumah Sakit Martha Friska, yang selalu

memberi semangat dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini

8. Rekan-rekan akademik angkatan 2008, khususnya peminatan kesehatan lingkungan, yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

Kiranya Tuhan Yang Maha Esa akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan rahmatNya bagi kita semua. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2010 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

2.10. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit ... 15

2.11. Penyakit Yang Ditularkan Melalui Makanan ... 16

2.12. Bakteri... 19

2.12.1. Defenisi Bakteri ... 19

2.12.2. Morfologi Bakteri ... 20

2.13. BakteriEscherichia Coli... 21

2.13.1. KlasifikasiEscherichia Coli ... 21

2.13.2. SifatEacherichia Coli... 22

2.13.3. PatogenesisEscherichia Coli... 23

2.14. Kondisi Fisik Bangunan Instalasi Gizi ... 24

2.15. Hygiene Penjamah Makanan ... 27

2.16. Peralatan/perlengkapan Peralatan Makanan ... 28

2.17. Tujuh Prinsip Pengolahan Sanitasi Makanan ... 32

2.17.1. Pemilihan Bahan Makanan ... 32

2.17.2. Penyimpahan Bahan Makanan ... 33

2.17.3. Pengolahan Bahan Makanan ... 38

(10)

2.17.5. Pengangkutan Makanan Jadi ... 40

2.17.6. Pendistribusian Makanan Jadi ... 42

2.17.7. Penyajian Makanan ... 43

2.18. Keadaan dan Kelengkapan Fasilitas Sanitasi ... 44

2.18.1. Penyediaan Air Bersih ... 44

2.18.2. Pembuangan Sampah ……… 44

2.18.3. Pembuangan Air Limbah ……….. 45

2.18.4. Toilet/kamar mandi ………... 46

2.18.5. Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu .. 46

2.18.6. Fasilitas Sanitasi Lainnya ... 47

2.19. Kerangka Konsep Penelitian ... 48

BAB III METODEPENELITIAN... 49

3.1. Jenis Penelitian ... 49

4.1. Gambaran Umum RS Martha Friska... 53

4.1.1. Sejarah RS Martha Friska... 54

4.1.2. Jumlah Ketenagaan RS Martha Friska... 56

4.1.3. Jumlah Ketenagaan Instalasi Gizi RS Martha Friska.... 57

4.2. Hasil Penelitian... 57

4.2.1. Lokasi dan Bangunan... 57

4.2.2. Keadaan dan Kelengkapan Fasilitas Sanitasi... 59

4.2.3. Keadaan Dapur, Ruang Makan, Dan Gudang Makanan 62 4.2.4. Penyediaan Bahan Makanan Dan Makanan Jadi... 63

4.2.5. Pengolahan makanan... 64

4.2.6. Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Dan Makanan Jadi... 64

5.5. Pencahayaan/Penerangan... 74

5.6. Atap Dan Langit-langit... 75

(11)

5.8. Penyediaan Air Bersih... 75

5.9. Pembuangan Air Limbah... 76

5.10. Penyediaan Toilet... 77

5.11. Penampungan/pembuangan sampah... 77

5.12. Fasilitas Sanitasi Lainnya... 78

5.13. Pelatihan Tenaga Penjamah Makanan... 78

5.14. Hygiene Tenaga Penjamah Makanan... 79

5.15. Penyimpanan Bahan Makanan... 82

5.16. Perlengkapan/Peralatan... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 85

6.1. Kesimpulan... 85

6.2. Saran... 86

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Ketenagaan

RS Martha Friska Medan Tahun 2011... 55 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Ketenagaan Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Di Instalasi Gizi RS Martha Friska Medan

Tahun 2011... 56 Tabel 4.3. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Keadaan Lokasi

Dan Bangunan Instalasi Gizi RS Martha Friska Medan

Tahun 2011... 57 Tabel 4.4. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Kelengkapan

Fasilitas Sanitasi Instalasi Gizi RS Martha Friska

Tahun 2010... 58 Tabel 4.5. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Keadaan Dapur,

Ruang Makan, Dan Gudang Bahan Makanan Instalasi Gizi

RS Martha Friska Tahun 2011... 62 Tabel 4.6. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Penyediaan Bahan

Makanan Dan Makanan Jadi Instalasi Gizi RS Martha Friska

Tahun 2011... 63 Tabel 4.7. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Pengolahan Makanan

instalasi Gizi RS Martha Friska Medan Tahun 2011... 64 Tabel 4.8. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Tempat Penyimpanan

Bahan Makanan dan Makanan Jadi Instalasi Gizi RS Martha

Friska Medan Tahun 2011... 65 Tabel 4.9. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Cara Penyajian Makanan Instalasi

Gizi RS Martha Friska Tahun 2011... 66 Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keadaan Peralatan Makan

Dan Minum Instalasi Gizi RS Martha Friska Tahun 2011... 67 Tabel 4.11. Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Hygiene

Penjamah/Karyawan Instalasi Gizi RS Martha Friska

Tahun 2011... 68 Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Penjamah Makanan Berdasarkan

(13)

Tahun 2011... 69 Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Penjamah Makanan Menurut Tindakan

Bila Bersin/batuk Di Instalasi Gizi RS Martha Friska

Medan Tahun 2011... 69 Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Penjamah Makanan berdasarkan

Kepemilikan Buku Kesehatan Karyawan Di Instalasi Gizi

(14)

ABSTRAK

Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas mendukung upaya penyembuhan dan pemulihan pasien melalui penyelenggaraan makanan yang hygienis dan sehat. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan makanan yang baik dan memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan yang sesuai dengan standart yang ada.

Instalasi Gizi sebagai unsur utama pelayanan gizi rumah sakit harus mendapat perhatian dari segi sanitasinya yang meliputi aspek kondisi fisik, keadaan penjamah makanan, sistem pengolahan, dan kelengkapan fasilitas sanitasi. Instalasi gizi yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi tempat penularan penyakit dan gangguan kesehatan.

Penelitian ini bersifat deskriptif sederhana yaitu untuk mengetahui upaya penerapan hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan di lingkungan Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan dalam pemenuhan standart kualitas hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan sesuai Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 dengan melakukan observasi/pengamatan langsung terhadap objek penelitian dan wawancara kepada kepala instalasi gizi.

Dari hasil penelitian diperoleh total skor dari seluruh variabel adalah 739,5. Hal ini menunjukkan ternyata Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan sudah memenuhi syarat hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan sesuai Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. Standar minimal sesuai Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah 700.

Untuk itu diharapkan kepada pihak instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan untuk lebih meningkatkan fasilitas yang menunjang hygiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan seperti perhatian terhadap food handler dengan cara pemeriksaan kesehatan minimal 6 (enam) bulan sekali, penyediaan gudang bahan makanan dan gudang peralatan makanan, pemeriksaan kualitas air bersih secara berkala. Selain itu pembuatan pintu rapat serangga dan tikus perlu segera dilakukan serta memperhatikan fasilitas sanitasi baik dari segi jumlah maupun kondisinya.

(15)

ABSTRACT

A Hospital is an healthy service institution whose a task to support an effort healing an recovery of patient by the implementation hygienic food. Therefore, it need a management of good food and it was able to fulfill the terms of hygienic food sanitation which suitable for standard.

Nutrient installation is the main element for nutrient service of hospital has to get the attention of sanitation which involved aspects as physic condition, food handling, processing system, and the completeness of sanitation facility. Nutrient installation which wasn´t able to fulfill the terms of healthy it can be a place of disease spreading and health nuisance.

This research is a descriptive, it is for knowing efforts of hygienic application and sanitation of food management at nutrient installation of Martha Friska Hospital Medan in fulfillment of hygienic standart quality and sanitation handling food based on Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 by doing observation to object research and interview food handler of nutrient installation.

The result of this research got score total of all variable is 737,5. This is showing that nutrient installation of Martha Friska Hospital in Medan that was be able the fulfill the terms of hygienic and sanitation of food arrangement according to Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/VII/2003 standart minimal is 700.

It is espected to increase facilities for siding with nutrient installation of Martha Friska Hospital Medan and sanitation of food implementation as nitice to food handler by health check up once six month provision of a food stuff room and food utensil room, checking of cleaning water quality. Beside that it need to make a close door for insect and rat and then to take care on good sanitation facilities of quantity and condition.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu kualitas makanan baik secara bakteriologis, kimiawi, maupun fisik harus selalu dipertahankan. Kualiats makanan harus senantiasa terjamin setiap saat, agar masyarakat sebagai pemakai produk makanan tersebut dapat terhindar dari penyakit/gangguan kesehatan serta keracunan akibat makanan. Masalah sanitasi makanan sangat penting, terutama ditempat-tempat umum yang erat kaitannya dengan pelayanan untuk orang banyak. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti pelayanan medis. Agar dapat menunjang kegiatan pelayanan medis diperlukan tempat pengolahan makanan yang kegiatannya berada di instalasi gizi rumah sakit. (Depkes RI, 2002)

(17)

penjamah SD. Kejadian luar biasa (KLB) diare masih tinggi 116.075 kasus dan keracunan makanan 31.919 kasus pada tahun 1995. Penjamah makanan memegang peranan penting dalam melindungi kesehatan penderita/pasien di rumah sakit dari penyakit akibat kontaminasi makanan, untuk itu perlu diperhatikan 6 prinsip upaya sanitasi oleh penjamah makanan dan minuman di rumah sakit, yaitu pengawasan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan matang dan penyajian makanan. Bakteri yang sering mencemari makanan dan minuman adalah E. Coli, Stapylococus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp dan Proteus sp.

Dari hasil penelitian di 3 (tiga) rumah sakit (RS. Fatmawati, RS Pasar Rebo, dan RS Persahabatan) ditemukan bahwa proses pengolahan makanan di instalasi gizi belum memenuhi syarat higiene sanitasi makanan. Pengetahuan dan perilaku penjamah sudah baik, namun tempat pengolahan belum memenuhi syarat dan kurangnya pengawasan serta pembinaan terhadap proses pengolahan makanan.

(18)

penyakit dan keracunan akibat bahan kimia, mikroorganisme, tumbuhan atau hewan, serta dapat pula menimbulkan alergi. (Depkes RI, 2003)

Terdapat 4 (empat) faktor yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit di rumah sakit melalui makanan, yakni perilaku yang tidak higienis, adanya sumber penyakit menular, adanya media (makanan dan minuman). Perilaku petugas dalam penyehatan makanan di rumah sakit meliputi kebiasaan cuci tangan, kebersihan tangan, penggunaan pakaian pelindung, dan pembersihan peralatan masak/makan. Seperti diketahui peran dan perilaku tenaga pengolah makanan sangat berpengatuh terhadap kualitas makanan, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit. Terutama bagi pasien yang sedang dirawat dirumah sakit yang tubuhnya dalam kondisi lemah sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan. Oleh karena itu pengelolaan makanan dirumah sakit perlu mendapat perhatian yang lebih seksama. (Maryati, 2000)

Kegiatan penyehatan makanan dirumah sakit menekankan terwujudnya kebersihan makanan dalam jalur perjalanan makanan. Karena itu dalam kegiatan penyehatan makanan perlu dipahami jalur tersebut sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang titik-titik rawan dalam jalur yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap makanan hingga menjadi makanan jadi yang siap dikonsumsi.

(19)

makanan. Dalam pengelolaan makanan dirumah sakit proses sanitasi makanan ini menyangkut banyak faktor, mulai dari asal/sumber bahan makanan, proses hingga menjadi makanan, penyajian kepada konsumen dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang terkait. (Djojodibroto, 1997)

1.1. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan penelitian adalah Bagaimana penerapan Hygiene Dan Sanitasi Pengelolaan Makanan di Lingkungan Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerapan hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan di Lingkungan Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kondisi fisik lokasi dan bangunan Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010

b. Untuk mengetahui penyediaan fasilitas sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010

c. Untuk mengetahui keadaan dapur, ruang makan, dan gudang bahan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010

d. Untuk mengetahui keadaan bahan makanan dan makanan jadi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010

(20)

f. Untuk mengetahui cara penyajian makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2010

g. Untuk mengetahui keadaan peralatan makan dan minum di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2010

h. Untuk mengetahui hygiene penjamah makanan/tenaga kerja di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2010

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi pimpinan Rumah Sakit Martha Friska dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan penerapan hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan di instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan

b. Bagi Kepala Instalasi Gizi dan tenaga pengolah makanan dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan penerapan hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan di instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan

c. Bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU dapat memberi manfaat dan menambah wawasan tentang hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan instalasi gizi. d. Sebagai pedoman bagi peneliti selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

(21)

Rumah Sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. (Depkes, 2002)

Permenkes RI No. 986/MENKES/ Per/XI/1992 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, menyatakan Rumah Sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penyebab penularan penyakit.

Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan rumah sakit maka rumah sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan Kepmenkes RI No: 1204/ MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. (Wiku Adisasmito, 2006).

Rumah Sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan dirumah Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan kesehatan dan penelitian. (Wiku Adisasmito, 2006)

2.2. Tugas Rumah Sakit

(22)

mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan. (Keputusan Menkes. RI No.983/Menkes/SK/XI/1992)

2.3. Fungsi Rumah sakit

Fungsi rumah sakit antara lain :

a. Sebagai lembaga sosial yang melaksanakan usaha pelayanan medis b. Sebagai lembaga sosial yang melaksanakan usaha rehabilitasi medis c. Sebagai lembaga sosial yang melaksanakan usaha perawatan medis

d. Sebagai lembaga sosial yang melaksanakan usaha pencegahan akibat penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan.

e. Sebagai lembaga sosial yang melaksanakan usaha sistem rujukan medis f. Sebagai tempat pendidikan atau latihan tenaga medik dan paramedik

g. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi dibidang kesehatan (Keputusan Menkes. RI No.983/Menkes/SK/XI/1992)

2.4. Kategori Rumah Sakit

(23)

Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, dan Pemerintah daerah.

b. Rumah Sakit Perusahaan Negara

Rumah sakit perusahaan negara adalah rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Perusahaan perkebunan, dan Pertamina.

c. Rumah Sakit Swasta

Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Yayasan sosial, Yayasan keagamaan, Yayasan swasta, Pribadi atau kelompok pribadi. 2.4.2. Rumah Sakit Berdasarkan Lingkup Pelayanan, terdiri dari :

a. Rumah Sakit Umum

Rumah sakit umum adalah Rumah sakit yang melaksanakan pelayanan lebih dari 1 macam spesialistik medik.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus adalah Rumah sakit yang melaksanakan pelayanan hanya pada satu macam spesialistik medik.

2.4.3. Rumah Sakit Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Pelayanan Medik, terdiri dari : a. Rumah sakit umum pemerintah, dibagi atas :

1. Kelas A

(24)

Kapasitas : lebih dari 1000 tempat tidur BOR 70 - 80 %

Rujukan : Internasional / nasional 2. Kelas B

Rumah Sakit Kelas B adalah Rumah sakit umum yang melaksanakan pelayanan spesialistik yang luas

Kapasitas : 400 - 1000 tempat tidur BOR 7 0 - 8 0 %

Rujukan : Nasional / Propinsi 3. Kelas C

Rumah Sakit Kelas C adalah Rumah sakit umum yang melaksanakan pelayanan kesehatan paling sedikit 4 cabang spesialistik yaitu penyakit dalam, bedah, kandungan dan kebidanan, dan kesehatan anak.

Kapasitas : 100 - 400 tempat tidur BOR 70 80 %

Rujukan : Propinsi / Kabupaten / Kotamadya

4. Kelas D

Rumah Sakit Kelas D adalah Rumah sakit umum yang melaksanakan pelayanan kesehatan umum

Kapasitas : 25 - 100 tempat tidur BOR70 - 80 %

(25)

5. Kelas E

Rumah Sakit Kelas E adalah Rumah sakit umum yang memberikan pelayanan kesehatan terhadap suatu penyakit tertentu.

b. Rumah sakit umum swasta, dibagi atas : 1. Utama

Rumah Sakit Kelas Utama adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik (penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, kebidanan dan kandungan) dan subspesialistik (mata, THT, kulit dan kelamin, gigi dan mulut, neurology, kesehatan jiwa).

2. Madya

Rumah Sakit Kelas Madya adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 cabang (penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, kebidanan dan kandungan).

3. Pratama

Rumah Sakit Kelas Pratama adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan medik bersifat umum

(Dirjen Pelayanan Medik No.0072/YANMED/RSKS/SK/1988) 2.4.4. Rumah Sakit Berdasarkan Pengelolaan

a. Rumah Sakit Publik

(26)

Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

b. Rumah Sakit Privat

Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hokum dengan tujuan provit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

2.4.5. Rumah Sakit Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit a. Rumah Sakit Untuk Perawatan Jangka Pendek

Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari. Misalnya penderita dengan penyakit akut dan kasus darurat. Rumah sakit umum pada umumnya adalah rumah sakit perawatan jangka pendek

b. Rumah Sakit Untuk Perawatan Jangka Panjang

Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai kesakitan jangka panjang, seperti kondisi psikiatri. Contoh rumah sakit ini adalah Rumah Sakit Rehabilitasi dan Rumah Sakit Jiwa.

2.4.6. Rumah Sakit Berdasarkan Afiliasi Dengan Lembaga Pendidikan a. Rumah Sakit Pendidikan

Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang dipergunakan sebagai tempat pendidikan tenaga medis.

(27)

Rumah Sakit Non Pendidikan adalah rumah sakit yang tidak dipergunakan untuk tempat pendidikan medis.

2.5. Instalasi Gizi Rumah Sakit

Instalasi gizi rumah sakit adalah unit yang mengelola pelayanan gizi bagi pasien rawat jalan, rawat inap, maupun keluarga pasien dengan kegiatan, yaitu :

a. Pengadaan/penyajian makanan b. Pelayanan gizi ruang rawat inap

c. Penyuluhan, konsultasi, dan rujukan gizi d. Penelitian dan penyelenggaraan gizi terapan

Instalasi gizi rumah sakit sebagai tempat pengolahan makanan dirumah sakit sering disebut juga dapur. Dapur rumah sakit sangat berperan dalam menghasilkan makanan yang berkualitas baik. Kondisi fisik dapur harus memenuhi persyaratan sanitasi sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003.

2.6. DefenisiHygiene

Hygiene ialah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha-usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan hidup manusia.

(Kusnoputranto, 2000)

Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor yang membantu atau mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui masyarakat. (Mukono, 2000)

(28)

Dari beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor yang membantu atau mendukung adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun masyarakat, Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

2.7. Defenisi Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatan kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. (Kusnoputranto, 2000)

Sanitasi adalah “Suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. (Mukono, 2000)

Ehlers’ & Steel dalam Sudiara dan Sabudi menyebutkan bahwa Sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor-faktor lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit.

Dari ketiga pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha lingkungan hidup manusia.

(29)

keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan / pemborosan makanan.

2.8. Manfaat Hygiene dan Sanitasi

Mukono (2000) mengatakan manfaat hygiene dan sanitasi dalam pengolahan makanan adalah :

a. Menjamin tempat kerja dan lingkungan yang bersih, nyaman dan aman.

b. Mencegah timbulnya berbagai penyakit menular (commuicable diseases) dan penyakit akibat kerja (occupational diseases).

c. Mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja. d. Mencegah timbulnya penyakit menular.

e. Mencegah timbulnya bau yang tidak sedap. f. Menghindari pencemaran.

g. Mempertinggi gairah kerja karyawan, berarti menambah produktivitas dan efisiensi kerja karyawan.

h. Merupakan alat propaganda dalam penjualan hasil produksi

2.9. Defenisi Makanan

(30)

alamiah maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan.

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya :

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki

2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya. 3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari

pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

2.10. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit dan Keracunan

Menurut Anwar (2000), dalam hubungannya dengan penyakit / keracunan, makanan dapat berperan sebagai :

a. Agent

Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya : jamur, ikan, dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat racun.

b. Vehicle

(31)

c. Kontaminan yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius.

2.11. Penyakit yang ditularkan melalui makanan

Yang dimaksud dengan penyakit-penyakit karena makanan adalah gangguan pada saluran pencernaan yang ditandai dengan gejala-gejala mual, muntah, perut mules, diare. Sumber kontaminasi mikoorganisme pada makanan umumnya berasal dari tanah, air, udara, hewan dan manusia. Sedang saat kontaminasi dapat terjadi pada berbagai tahap, baik selama maupun setelah pengolahan bahan makanan. Kontaminasi yang terjadi pada tahap sebelum pengolahan antara lain sejak dari permanenan, penyembelihan, dan selama penyimpanan.

Pada hakekatnya bahan makanan yang berasal dari tanaman dan hewan atau produk-produknya, sulit dihindari dan hadirnya mikroorganisme secara alamiah pada bahan makanan. Selama proses pengolahan makanan dan sesudah pengolahan, dapat terjadi kontaminasi antara lain berasal dari perabotan, air, dan penjamah makanan.

Menurut Depkes RI (2000) penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan besar, yaitu :

1. INFEKSI

Penyakit ini disebabkan karena didalam makanan terdapat kuman atau mikroorganisme pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti cholera, disentri, typhus abdominalis, paratyphus A dan B.

Penyebaran penyakit ini dapat disebabkan karena :

(32)

b. Makanan yang kotor karena sudah terkontaminasi atau terjamah oleh tikus atau serangga lain.

c. Cara memasak yang kurang baik atau kurang sempurna.

Disamping itu manusia bisa sebagai pembawa kuman atau penderita infeksi, yaitu a. Pembawa kuman

- Staphylococcus aureus : dihidung, tenggorokan, perineum - E. Coli : di usus

- Pseudomonas sp : dihidung, tenggorokan, usus b. Sebagai penderita infeksi

Penderita penyakit saluran pernafasan : TBC, difteri, pertusis, influenza yang ditularkan melalui sekret hidung, dahak, percikan ludah

2. KERACUNAN MAKANAN

Keracunan makanan adalah timbulnya sindroma gejalan klinik disebabkan karena memakan makanan tertentu. Kelainan ini dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Keracunan karena memakan makanan yang mengandung zat kimia beracun misalnya kacang kaster, cendawan, solain (sejenis kentang), kerang, dan yang mengandung toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

b. Infeksi karena bakteri yang membuat enterotoksin selama masa kolonisasi dan pertumbuhan mukosa usus.

c. Infeksi karena mikroorganisme yang mengadakan infasi dan berkembangbiak di mukosa usus atau jaringan lainnya.

(33)

yang disebabkan makanan sebagai pembawa agen dapat berupa faktor-faktor sebagai berikut :

a. Faktor kimia, seperti logam berat dan pestisida

b. Faktor makanan beracun berupa jamur dan hasil-hasil laut

c. Faktor biologis berupa bakteri, virus, produk dari kuman berupa toksin

Beberapa contoh yang sering terjadi kontaminasi kuman dan menyebabkan keracunan makanan adalah sebagai berikut :

a. Bacillus Cireus, masa inkubasi 1-16 jam dengan gejala klinik mual, muntah, mendadak, pada beberapa kasus terjadi kolik perut hebat dan diare, biasanya tidak lebih dari 24 jam dan jarang fatal. Keracunan makanan ini biasanya ada hubungan dengan nasi, sayur-sayuran, daging yang terkontaminasi setelah dimasak.

b. Staphylococcus Aureus, masa inkubasi 1-7 jam dengan gejala klinik mendadak, mual-mual yang hebat, sakit perut, muntah, diare, kadang-kadang dengan suhu tubuh subnormal dan tekanan darah yang rendah. Keracunan akibat jenis ini biasanya akibat dari makanan yang terkontaminasi dengan toksin kuman yang berasal dari manusia, misalnya nanah penderita yang infeksi, mata yang terinfeksi, sekresi hidung dan susu yang terkontaminasi.

(34)

d. Clostridium Perfringens, masa inkubasi 8-24 jam, rata-rata 10-12 jam dengan gejala kolik perut yang diikuti diare, mual kadang-kadang disertai muntah. Jarang menyebabkan kematian pada orang sehat, pada orang lemah atau berpenyakit kronis dapat terjadi penyakit yang berat. Keracunan jenis ini biasanya dari makanan daging atau kuah daging yang dicemari oleh bakteri. Bakteri ini terdapat pada tinja, kotoran atau sampah dan tanah, sumber penularan berasal dari saluran pencernaan makanan manusia ataupun binatang.

e. Vibrio parahaemolitikus, masa inkubasi 12-24 jam, dengan gejala secara klinis dengan ditandai diare, perut kram disertai mual, muntah, panas dan sakit kepala. Penyakit ini berlangsung 1-7 hari, tetapi jarang menimbulkan kematian. Keracunan akibat jenis ini biasanya dari makanan jenis kerang-kerangan / ikan yang dimasak tidak sempurna.

2.12. Bakteri

2.12.1. Defenisi Bakteri

Nama bakteri berasal dari bahasa yunani , yaitu bakterion yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya (Purnawijayanti, 2001).

2.12.2. Morfologi Bakteri

(35)

Basil (dari bacillus) berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basi. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut diplobasil.

Kokus (dari coccus) adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut streptococcus, ada yang bergandengan dua disebut dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus, kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang kokus yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina.

Spiril (dari sprilium) atau vibrio ialah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral. Bakteri yang berbentuk spiral tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan golongan yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun golongan basil.

Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0.5-2.5. basil lebarnya antara 0,2-2.0 , sedang panjangnya antara 1-1.5. sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (nukleus).

(36)

Segera setelah keadaan luar baik lagi bagi bakteri, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya (Purnawijayanti, 2001).

2.13. Escherichia Coli

2.13.1. KlasifikasiEscherichia Coli

Divisi : Protophyta Klas : Schizomycetes Ordo : Eubacterilaes Family : Enterobactericiae Genus : Escherichia

Escherichia coli terdapat secara normal dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Walaupun bakteri ini secara normal hidup di saluran pencernaan, tetapi dapat bersifat enteropatogenic, memberikan pertumbuhan yang serius atau infeksi yang fatal pada beberapa bagian di dalam tubuh.

Pada saat ini dikenal 3 (tiga) macam escherichia coli yang dianggap patogen untuk manusia yaitu Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) danEnteroinvasive Escherichia coli (EIEC).

1.Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)

Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) ditemukan pada tahun 1945 dari penderita kolera anak. Bakteri ini mengeluarkan cairan yang berbau spesifik seperti sperma. Di dalam usus halus bakteri ini membentuk koloni yang tidak mampu menembus dinding usus.

(37)

Srikandi (2000) menemukan adanya golongan Escherichia coli patogen pada babi yang mempunyai plasmit yang mudah dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri yang lain. Patogenesis terjadinya diare oleh ETEC sama seperti yang terjadi pada kolera.

3. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)

Beberapa jenis Escherichia dapat menyebabkan diare yang disertai darah. Strain ini dapat dibedakan dengan strain EPEC dan ETEC. DisebutEnteroinvasive Escherichia coli (EIEC) karena strain dapat menembus sel mukosa usus besar (kolon) menimbulkan kerusakan jaringan mukosa sehingga dapat ditemukan eritrosit dan leukosit dalam tinja penderita.

2.13.2. SifatEscherichia coli

Escherichia coli mempunyai bentuk batang, gram negatif, mobile/bergerak, bersifat anaerob fakultatif dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Escherichia coli berkembang biak pada suhu 46 , dan bakteri ini akan mati pada suhu 60 C selama 30 menit, dan tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi kuman (Dwijoseputro, 2000).

Bila dilihat di bawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah, sedangakan secara makroskopik terlihat kilau metalik di sekitar media.

2.13.3. PatogenesisEscherichia coli

(38)

Enteroinvasive Escherichia coli menyebabakan penyakit diare seperti disentri yang disebabkan oleh Shigella. Kuman menginvasi sel mukosa, menimbulkan kerusakan sel dan terlepasnya lapisan mukosa. Ciri khas diare yang disebabkan oleh strain Enteroinvasive Escherichia coli adalah tinja mengandung darah mukus dan pus.

Kolitis hemoragik disebabkanEscherichia coliserotipe 0157, H7, tinja bercampur darah banyak. StrainEscherichia coli ini menghasilkan substansi yang bersifat sitotoksik terhadap sel Vero dan Hela. Identik dengan toksin dari Shigella dysenteriae. Toksin merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi perdarahan yang kemudian masuk ke dalam kuman usus.

Penyakit-penyakit yang disebabkan olehEscherichia coli adalah :

1. Infeksi saluran kemih mulai dari sistisis sampai pielonefritis. Escherichia coli merupakan penyebab dari lebih 85 % kasus.

2. Pneumonia, di rumah sakit Escherichia coli menyebabkan 50 % dari primary nesocomial pneumonia.

3. Meningitis pada bayi baru lahir.

4. Infeksi luka terutama luka di dalam abdomen.

Cara pencegahan penyakit yang disebabkan olehEscherichia coli :

1. Sebelum makan atau mengolah makanan sebaiknya tangan dicuci terlebih dahulu. 2. Menjaga kebersihan misalnya : tidak buang air besar di sembarang tempat.

3. Mengolah makanan harus memakai air yang bersih. (Dwijoseputro, 2000)

(39)

Terhindar dari sumber pencemaran, terutama yang berasal dari tempat sampah, WC, debu, asap, bengkel cat, dan sumber pencemaran lain.

b. Bangunan dan fasilitas dapur 1) Halaman

Halaman bersih, tidak banyak lalat, dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. Pembuangan air kotor(limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya. Pembuangan air hujan lancar, tidak menimbulkan genangan-genangan air.

2) Konstruksi

Bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku.

3) Lantai

Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin dan mudah dibersihkan.

4) Dinding

Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering atau tidak menyerap air dan mudah dibersihkan. Pada permukaan dinding yang sering terkena percikan air, harus dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu, setinggi 2 m, dan berwarna terang.

(40)

Langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan, tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 m diatas lantai.

6) Pintu dan jendela

Seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus membuka kearah luar. Semua pintu dibuat menutup sendiri dan dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kasa, tirai, pintu rangkap.

7) Pencahayaan

Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. Desetiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 200 lux pada bidang kerja. Semua pencahayaan tidak tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindarkan bayangan.

8) Ventilasi/penghawaan

Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga kenyamanan suhu dan kelembapan dalam ruangan, ventilasi juga harus cukup untuk mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, membuang bau, asap dan pencemaran lain dalam ruangan. Tungku dapat dilengkapi dengan sungkup asap, cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpul lemak. Semua tungku terlrtak dibawah sungkup asap.

(41)

Atap harus kuat, tidak bocor, cukup landai, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga dan tikus.

10) Cerobong Asap

Dapur harus dilengkapi dengan sungkup asap, perangkap asap/penyedot, cerobong asap, saringan/saluran serta pengumpul minyak/lemak.

11) Ruangan pengolahan makanan

Luas ruang pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja agar terhindar dari kemungkinan terkontaminasinya makanan dan memudahkan pembersihan, dengan luas 2m² untuk setiap pekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan WC, peturasan, dan kamar mandi.Untuk kegiatan pengolahan dilengkapi sedikitnya meja kerja, lemari tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

12) Tempat cuci tangan

Tersedia tempat cuci tangan yang bersih dan terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun, dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan (penjamah makanan). Untuk sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10 orang, dengan tambahan 1 buah setiap penambahan 10 orang atau kurang, dan terletak sedekat mungkin dengan tempat kerja.

(42)

2.15. Hygiene penjamah makanan

Hal-hal yang diperhatikan dalam kebersihan pribadi :

1) Mencuci tangan, hendaknya tangan selalu dicuci dengan sabun : sebelum bekerja, sesudah menangani bahan makanan mentah/kotor atau terkontaminasi, setelah dari kamar kecil, setelah tangan digunakan untuk menggaruk batuk atau bersin dan setelah makan atau merokok.

2) Pakaian, hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja. Pakaian kerja harus bersih, yang sudah usang jangan dipakai lagi.

3) Kuku dan perhiasan, kuku hendaknya dipotong pendek dan dianjrkan untuk tidak memakai perhiasan sewaktu bekerja.

4) Topi/ penutup rambut, semua penjamah hendaknya memakai topi atau penutup rambut untuk mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan dan mencegah kebiasaan mengusap/menggaruk rambut.

5) Merokok, penjamah makanan sama sekali tidak diijinkan merokok selama bekerja baik waktu mengolah maupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai antara bibir dan tangan dan kemudian ke makanan disamping sangat tidak etis.

6) Lain-lain, kebiasaan seperti batuk-batuk, menggaruk-garuk, memencet jerawat merupakan tindakan yang tidak higienis. Kebiasaan ini akan mengkontaminasi tangan dan pada gilirannya mengkontaminasi makanan. (Depkes RI, 2002)

(43)

Peralatan ini digunakan untuk menyajikan makanan yang langsung dimakan oleh karyawan, penderita maupun pengunjung dirumah sakit, maka perlu diperhatikan:

1) Bahan peralatan

a) Bahan untuk peralatan makanan haruslah terbuat dari bahan yang kuat dan bagian permukaan tempat makanan atau yang kontak dengan makanan haruslah permukaannya halus, tidak ada sudut mati, mudah dibersihkan, tidak mudah larut dalam makanan, tidak mengandung bahan beracun atau logam berat lain :

- Timah (Pb) - Arsen (As) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn) - Cadmium (Cd3)

b) Bahan dasar harus kuat sehingga tidak mudah retak, penyok, gompel , robek atau pecah.

c) Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E. Coli per cm² permukaan alat

d) Kebersihan Peralatan

(44)

b. Peralatan masak dan wadah makanan

Peralatan ini digunakan untuk mengolah makanan mentah atau membawa makanan matang :

1) Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan makanan jadi.

2) Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel.

3) Semua peralatan harus mempunyai tutup.

4) Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah yang rusak langsung dibuang.

5) Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak-rak yang teratur, sebaiknya mendapatkan sinar matahari.

c. Pencucian Peralatan

Pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan aman. Untuk pencucian yang perlu diikuti adalah :

1) Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat/ barang seperti, gelas, mangkok ke tempat yang telah disediakan untuk itu. Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah dapur lainnya.

2) Piring dan alat yang telah dibersihkan sisa makanan, ditempatkan pada tempat piring kotor.

(45)

4) Setelah direndam untuk selama beberapa saat, maka piring mulai dibersihkan dengan menggunakan detergen pada bak pencuci tersebut. Penggunaan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak.

5) Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak terasa licin lagi. Bilamana masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang belum bersih.

6) Setelah pencucian dirasa cukup, maka langsung dibilas dengan air pembersih/pembilas yang mengalir, sambil digosok dengan tangan dan tidak lagi tersa sia-sia makanan atau sisa-sisa detergen.

7) Piring atau gelas yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit untuk desinfeksi, langsung direndam ke dalam air bak kaporit 50 ppm selama 2 menit kemudian ditempatkan pada tempat penirisan.

8) Sedangkan untuk desinfeksi dengan air panas, disyaratkan suhu 82˚C untuk selama 2 menit atau 100˚C selama 1 menit.

9) Cara memasukkan piring/gelas ke dalam air panas, tidak boleh langsung dengan tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam rak-rak khusus untuk didisenfeksi.

(46)

11) Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu di lap atau digosok kain lap, karena menjadi kotor kembali. Bilamana di lap gunakan kain lap (tissue) sekali pakai.

d. Penyimpanan Peralatan

Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan :

1) Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih.

2) Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpannya harus dibalik. 3) Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak. 4) Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.

5) Ruang penyimpanan peralatan tidaklembab, terlindung dari sumber pencemaran dan binatang perusak.

(Depkes RI, 2002)

2.17. Tujuh Prinsip Pengelolaan Hygiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum makanan itu diproduksi selama dalam proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada konsumen.

(47)

Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor, makanan dalam kaleng, dan buah. Bahan makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu luas. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan secara kualitasnya. Bahan makanan yang akan diolah terutama daging, susu, telor, ikan/udang dan sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

Bahan makanan kemasan (terolah), bahan tambahan, bahan penolong yang dipergunakan hendaknya memenuhi persyaratan, sudah terdaftar pada Departemen Kesehatan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1) Makanan kemasan (terolah) :

· mempunyai label dan merk

· terdaftar dan mempunyai nomor daftar

· kemasan tidak rusak/pecah atau kembung

· belum kadaluarsa

· kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan 2) Makanan yang tidak dikemas :

· baru dan segar

· tidak basi, busuk, rusak dan berjamur

(48)

(Depkes RI, 2002)

2.17.2. Penyimpanan Bahan Makanan

Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk katering dan penyelenggaraan makanan RS perlu penyimpanan yang baik, mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan adalah sebagai berikut : a. Penyimpanan harus dilakukan ditempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi

syarat.

b. Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak memberi kesempatan serangga atau tikus untuk bersarang, terhindar dari lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan pada suhu yang dingin.

Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:

1. Suhu penyimpanan yang baik

Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi:

a. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya

§ Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C

(49)

§ Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C b. Makanan jenis telor, susu dan olahannya

§ Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C

§ Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C

§ Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C

c. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 7º Csampai 10˚C.

d. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C). 2. Tata cara Penyimpanan

a. Peralatan penyimpanan

1) Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:

a) Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100 – 150 C untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin.

b) Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10- 40 C dalam keadaanisi bisa digunakan untuk minuma, makanan siap santap dan telor.

c) Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.

d) Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food) dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan beku dalam jangka waktu lama.

(50)

Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar, maka rang penyimpanan harus diatur sebagai berikut:

a) Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit, maksudnya adalah untuk sirkulasi udara agar udara segar dapat segera masuk keseluruh ruangan, mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus, untuk memudahkan pembersihan lantai, untuk mempermudah dilakukan stok opname

b) Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur

c) Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan sehigga tidak mengotori lantai.

TABEL 2.1 Persyaratan penyimpanan bahan makanan mudah membusuk Digunakan Untuk No Jenis Bahan Makanan 3 hari / kurang

(ºC)

1 minggu /kurang (ºC)

1 minggu (ºC) 1 Daging, ikan, udang, dan

olahannya

-5 s/d 0 -10 s/d -5 -10

2 Telur, susu, dan olahannya 5 s/d 7 -5 s/d 0 -5

3 Sayur, buah, dan minuman 10 10 10

4 Tepung dan biji-bijian 25 25 25

(51)

3. Cara penyimpanan

a. Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata keselutuh bagian

b. Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda.

c. Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan.

d. Penyimpanan didalam lemari es:

a. Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap

b. Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan.

c. Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan d. Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk keperluan

sehari-hari dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan e. Penyimpanan makanan kering

a. Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi yang baik b. Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab

(52)

e. Penempanan dan pengambilan barang diatur dengan sistem FIFO (firsin first out) artinya makanan yang masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu.

4. Administrasi penyimpanan

Setiap barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh bagian gudang untuk ketertiban adminisrasinya. Setiap jenis makanan mempunyai kartu stock, sehingga bila terjadi kekurangan barang dapat segera diketahui.

2.17.3. Proses pengolahan Makanan

Pada proses/cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

a. Tempat pengolahan makanan

Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi.

b. Tenaga pengolah makanan / Penjamah Makanan

(53)

melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadan sehat dan terampil.

Pengolahan harus dilakukan oleh penjamah makanan dengan sikap dan perilaku yang hygienis :

a) Tidak merokok selama mengolah makanan. b) Tidak makan atau mengunyah.

c) Tidak memakai perhiasan berlebihan kecuali cincin kawin.

d) Tidak menggunakan peralatan atau fasilitas kerja yang bukan peruntukannya. e) Tidak mengerjakan kebiasaan yang menjijikan selama mengolah makanan seperti

mengorek, mencungkil, menggaruk, menjilat atau meludah.

f) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.

g) Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan makanan jadi dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu dan sejenisnya.

h) Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin/berkala minimal 6 bulan sekali.

c. Cara pengolahan makanan

(54)

higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP(good manufacturing practice).(Depkes RI, 2002)

2.17.4. Penyimpanan makanan jadi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan matang adalah sebagai berikut :

a. Makanan yang disajikan panas harus tetap disimpan dalam suhu diatas 600C b. Makanan yang akan disajikan dingin disimpan dalam suhu dibawah 40C

c. Makanan yang disajikan dalam kondisi panas yang disimpan dengan suhu dibawah 40C harus dipanaskan kembali sampai 600C sebelum disajikan.

Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10C

(Depkes RI, 2002)

2.17.5. Pengangkutan makanan jadi

Pengangkutan makan dari tempat pengolahan ke tempat penyajian atau penyimpanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan panas 60˚C atau tetap dingin 4˚C.

(55)

memiliki resiko pencemaran bakteriologis terutama bila dalam pengangkutannya tidak memenuhi prinsip hygiene dan sanitasi makanan.

Suhu makanan yang diangkut dari tempat pengolahan ke tempat penyajian harus dipertahankan, yaitu:

a. Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu pengolahan harus diatur suhunya pada suhu dibawah 40C atau dalam keadaa beku 00C

b. Makanan yang akan disajikan kurang dari 6 jam dapat diatur suhunya dengan suhu kamar asal makanan segera dikonsumsi dan tidak menunggu

c. Pemanasan kembali makanan beku (reheating) dengan pemanasan biasa atau microwave sampai suhu stabil terendah 600C

Hindari suhu makanan berada pada suhu antara 240C sampai 600C, karena pada suhu tersebut merupakan suhu terbaik untuk pertumbuhan bakteri pathogen dan puncak optimalnya pada suhu 370 C.

Prinsip pengangkutan makanan matang / siap saji adalah sebagai berikut:

a. Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. Isi makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah tumpah. Wadah harus mempunyai tutup yang rapat dan tersedia lubang hawa (ventilasi) untuk makanan panas. Uap makanan harus dibiarkan terbuang agar tidak terjadi kondensasi. Air uap kondesasi merupakan media yang baik untuk pertmbuhan bakteri sehingga makanan menjadi basi.

b. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan dan tidak berkarat atau bocor.

(56)

d. Wadah selama perjalanan tidak dibuka sampai tempat penyajian

e. Kedaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak bercampur dengan keperluan mengangkut bahan lain.

(Depkes RI, 2002)

2.17.6. Pendistribusian makanan jadi

Untuk sampai kepada pasien, makanan setelah mengalami proses pemasakan harus didistribusikan menurut ketentuan yang telah ditetapkan. Umumnya ada dua cara distribusi / pembagian makanan yang banyak dilakukan pada rumah sakit, yaitu :

a. Distribusi makanan yang dipusatkan

Cara ini lazim disebut cara distribusi ”Sentralisasi”. Dengan ketentuan ini, makanan tiap pasien langsung dibagikan pada masing-masing alat makan pasien di pusat penyelenggaraan makanan (tempat pengolahan makanan).

b. Distribusi makanan tidak dipusatkan

Cara ini disebut ”Desentralisasi”. Semua makanan dalam jumlah banyak/besar dibawa kedapur ruangan perawatan pasien. Selanjutnya dibagikan petugas gizi ke alat makan pasien didapur ruangan tersebut.

Kedua cara diatas dapat pula digunakan bersama-sama pada suatu rumah sakit bila dianggap perlu. Makanan yang dibagikan petugas dapur kepada masing-masing unit perawatan harus dengan cara hygienis.

(Depkes RI, 2002)

(57)

Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:

a. Prinsip Wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya adalah :

1) Makanan tidak terkontaminasi silang

2) Bila satu tercemar yang lain dapat diamankan

3) Memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan. b. Prinsip Kadar air atinya penempatan makanan yang mengandung kadar air tinggi

(kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air tinggi (dalam kuah) lebih mudah menjadi rusak (basi)

c. Prinsip Edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian adalah merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakaian bahan yang membahayakan kesehatan seperti steples besi, tusuk gigi atau bunga plastik.

(58)

e. Prinsip Panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas, diusahakan tetap dalam keadaan panas seperti soup, gulai, dsb. Untuk mengatur suhu perlu diperhatikan suhu makanan sebelum ditempatkan dalamfood warmer harus masih berada diatas 600 C. Alat terbaik untuk mempertahankan suhu penyajian adalah dengan bean merry (bak penyaji panas)

f. Prinsip Alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan sepeti wadah dan tutupnya, dus, pring, gelas, mangkuk harus bersih dan dalam kondisi baik. Bersih artinya sudah dicuci dengan cara yang hygienis. Baik artinya utuh, tidak rusak atau cacat dan bekas pakai. Tujuannya untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan yang estetis.

g. Prinsip Handling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Tujuannya adalah: 1) Mencegah pencemaran dari tubuh

2) Memberi penampilan yang sopan, baik dan rapi (Depkes RI, 2002)

2.18. Keadaan dan Kelengkapan Fasilitas Sanitasi 2.18.1. Penyediaan Air Bersih

a. Menggunakan sistem perpipaan

b. Ada bak persediaan air, konstruksinya aman, mudah dibersihkan dan tertutup c. Harus memenuhi syarat secara fisik, kimia, dan bakteriologis

(59)

a. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk

b. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan.

c. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah d. Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24 jam

e. Disediakan tempat pengumpul sementara yang terlindung dari serangga, tikus, atau hewan lain dan terletak ditempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah.

2.18.3. Pembuangan Air Limbah

a. Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, tidak merupakan sumber pencemaran, misalnya memakai saluran tertutup, septic tank dan riol.

b. Sistem perpipaan pada bangunan bertingkat harus memenuhi persyaratan menurut Pedoman Plumbing Indonesia

c. Saluran air limbah dari dapur harus dilengkapi perangkap lemak (grease trap)

2.18.4. Toilet/kamar mandi

a. Letak tidak berhubungan langsung dengan dapur, ruang persiapan makanan, ruang tamu dan gudang makanan

b. Toilet pria terpisah dengan toilet pria

(60)

d. Tersedia cermin, tempat sampah, dan sabun

e. Lantai dibuat kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan, dan kemiringannya cukup

f. Ventilasi dan penerangan baik

g. Saluran pembuangan terbuat dari bahan kedap air

h. Didalam toilet harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup

i. Perbandingan jumlah jamban dan peturasan dengan jumlah penjamah makanan sebagai berikut :

Wanita Pria

No

Jumlah Penjamah

Makanan WC WC Peturasan

1 1 s/d 30 orang 1 1 1

2 Setiap penambahan 50 orang +1 +1 +1

2.18.5. Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu

a. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga/binatang pengganggu

b. Kebersihan ruangan tetap terjaga

c. Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup

d. Diadakan program pemberantasab serangga dan binatang pengganggu 2.18.6. Fasilitas Sanitasi Lainnya

a. Tersedia alat pemadam kebakaran yang siap pakai serta tenaga yang mampu menggunakannya

(61)

2.19. Kerangka Konsep Penelitian

Hygiene Dan Sanitasi Pengelolaan Makanan Rumah Sakit

a. Kondisi Fisik Lokasi dan Bangunan Instalasi Gizi b. Penyediaan Fasilitas Sanitasi

c. Keadaan dapur, ruang makan, dan gudang bahan makanan

d. Kedaan bahan makanan dan makanan jadi

Memenuhi Syarat Kesehatan

(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran keadaan hygiene dan sanitasi pengelolaan makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan

Peraturan Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Instalasi Gizi Rumah Sakit

(63)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Lingkungan Instalasi Gizi Rumah Sakit Martha Friska Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 s/d Januari 2011. 3.3. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian adalah Instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska 3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara observasi pada fasilitas hygiene sanitasi dan wawancara langsung pada petugas instalasi gizi di lokasi penelitian dengan menggunakan formulir penilaian/pemeriksaan sanitasi instalasi gizi sesuai Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003.

3.4.2. Data Sekunder

Gambar

TABEL 2.1 Persyaratan penyimpanan bahan makanan mudah membusuk
Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Ketenagaan
Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Ketenagaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Instalasi Gizi
Tabel 4.3Distribusi Hasil Observasi Berdasarkan Keadaan Lokasi Dan Bangunan Instalasi Gizi  RS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti Saat Mewancarai Kepala Puskesmas Medan Tuntungan Bapak

Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan jangka menengah sebagaimana yang diuraikan dalam rangka Rencana Strategis Tahun 2012- 2017, maka disusunlah Rencana

openly communicate the information about MPRS, highly encourage INV style in making performance reward decisions, and appropriately use performance appraisal to determine

Tingkat capaian Indikator Kinerja jumlah Pelaksanaan Ceremonial Daerah sudah sesuai dengan target, pencapaian indikator kinerja ini dinilai dari data

It is recommended that accounting educators and career services units in these universities make a concerted effort to ensure that Muslim accounting students understand that

Sistem proteksi pada gardu induk terdiri dari peralatan yang disusun menjadi sebuah sistem, antara lain: Relai, sebagai alat perasa untuk mendeteksi adanya

“Implementasi Pendekatan Saintifik dan Strategi Pembelajaran Afektif Guru PAI dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Plumutan dan Madrasah

Kerangka dan metodologi penyusunan RPJMD Kabupaten Konawe Utara Tahun 2016 - 2021 yang sekaligus memuat keterkaitan antarbab serta kaitan RPJMD ke Rensta SKPD, secara