• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Makan Dan Status Gizi Bayi Di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Makan Dan Status Gizi Bayi Di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh Tahun 2010"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BAYI DI KECAMATAN PADANG TIJI KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH

TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH

:

SUFNIDAR NIM. 071000279

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BAYI DI KECAMATAN PADANG TIJI KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SUFNIDAR NIM. 071000279

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BAYI DI KECAMATAN PADANG TIJI KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : SUFNIDAR

NIM. 071000279

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 24 Juni 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes NIP. 19620529 198903 2 001

Penguji I

Ernawati Nasution, SKM, MKes NIP. 19700212 199501 2 001 Penguji II

Dr. Ir. Evawany Aritonang, MSi NIP. 19680616 199303 2 003

Penguji III

Dra. Jumirah, Apt., MKes NIP. 19580315 198811 2 001 Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

ABSTRAK

Bayi merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi, oleh sebab itu pemberian makanan bayi perlu diperhatikan, karena kebiasaan pemberian makanan yang tidak tepat sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola makan dan status gizi bayi usia 0-11 bulan di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif. Jumlah populasi 224 orang ibu yang mempunyai bayi berumur 0-11 bulan, dijadikan sampel sebanyak 70 orang. Pengambilan sampel secara proportional random sampling dari 15 desa. Data tentang pola makan yang terdiri dari frekuensi makan, frekuensi menyusui, bentuk makanan dan susunan makanan diperoleh melalui wawancara dengan ibu bayi. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang bayi, panjang badan (PB) melalui pengukuran panjang badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi berdasarkan usia di Kecamatan Padang Tiji memiliki pola makan yang tidak baik, dan yang paling banyak berada pada usia 6-9 bulan. Bayi usia ≤6 bulan sudah mendapatkan MP-ASI, jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi adalah pisang, biskuit dan bubur susu. Bayi usia 6-9 bulan sudah mendapatkan nasi tim dan bayi usia 9-11 bulan sudah diberikan makanan keluarga. Sebagian besar bayi berstatus gizi kurang dan kurus pada kelompok usia 9-11 bulan, dan status gizi pendek juga hanya terdapat pada bayi usia 9-11 bulan.

Disarankan kepada petugas gizi puskesmas perlu meningkatkan penyuluhan pada ibu hamil tentang pola makan bayi terutama dalam hal ASI eksklusif dan penyuluhan tentang adat peucicap yang perlu dihilangkan agar ASI eksklusif dapat tercapai.

(5)

ABSTRACT

Infant

one of the group that malnutrition

. Therefore, infant feeding should be taken into account because of the improper habit of feeding has significant effect on the infant growth and development.

The objective of the study is to know the feeding pattern and nutritional status of infants in Padang Tiji Subregency of Pidie Regency of Aceh Province. The present study is a descriptive. The population included 224 mothers who have infants and 70 of them were taken to be samples. The sampling was taken by proportional random sampling of 15 villages. The data of feeding pattern consisted of feeding frequency, breasting, types and structure of foods gathered by interview with the mothers. The body weight was taken by weighting the infants, whereas the body length was taken by measuring the body length. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the study showed that majority infants of age in Padang Tiji Subregency of Pidie Regency of Aceh Province have inadequate feeding pattern and majority of them belonged to 6-9 months of age. Infants aged ≤6 months who received extra food beside breastfeeding, the type of extra food beside breastfeeding consumed by the infants included banana, biscuit, and milk-porridge. 6-9 months infants who have received the processed rice and 9-11 months infants have been feed with familial mature food. Majority of malnutrition infants and underweight were within 9-11 months and stunted nutritional status also was within 9-11 months.

It is suggested that the nutritional providers of Primary Health Center of Padang Tiji Subregency of Pidie Regency of Aceh Province to increase guidance related to pregnant mothers about infant feeding patterns, especially in terms of exclusive breastfeeding and education about indigenous peucicap that exclusive breastfeeding should be eliminated so that can be achieved.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sufnidar

Tempat / Tanggal Lahir : Padang Tiji, 22 Oktober 1979

Agama : Islam

Satus Perkawinan : Menikah

Alamat : Jln. Gatot Subroto Gg. Rukun No. 1 Kelurahan Seisikambing Kec. Medan Barat.

Riwayat Pendidikan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan RahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Pola Makan Dan Status Gizi Bayi Di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh Tahun 2010”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing I dan Ernawati Nasution, SKM., MKes selaku dosen pembimbung II, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. dr. Ria Masniari, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dra. Jumirah., Apt.,MKes selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku dosen penguji II dan Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku dosen penguji III.

4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Khususnya Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat

(8)

6. Kepada suamiku (Tengku Barlian) yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materi selama penulis mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan ini.

7. Buat Anakku tersayang (Cut Astara) yang telah banyak memberikan doa. 8. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Angkatan 2007 Fakultas Gizi Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan rahmatNya bagi kita semua. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juni 2010 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Makan ... 6

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan ... 6

2.3. Pola Makan Bayi ... 8

(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.3.2. Pola Pemberian ASI/Susu Formula dan Pemberian MP-ASI ... 30

4.3.2.1. Pola Pemberian ASI/Susu Formula... 30

4.3.2.2. Frekuensi Menyusui ... 31

4.4.2. Status Gizi Bayi (PB/U) Menurut Usia... 37

4.4.3. Status Gizi Bayi (BB/PB) Menurut Usia ... 38

4.5. Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi ... 39

4.6. Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi... 39

4.7. Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi ... 40

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan berbagai zat gizi dalam ASI... Tabel 2.2. Susunan Makanan Bayi... Tabel 3.1. Jumlah Bayi Di 15 Desa Yang Memiliki Jumlah Kasus Gizi Kurang Atau Gizi Buruk Tertinggi Di Kecamatan Padang Tiji Tahun 2009 ... Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur... Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Usia Bayi Menurut Pola Makan dengan Jenis

Kelamin ... Tabel 4.5. Frekuensi Pemberian ASI/Susu Formula Menurut Usia Bayi di

Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Tahun 2010 ... . Tabel 4.6. Distribusi Bayi Berdasarkan Frekuensi Menyusui... Tabel 4.7. Jenis dan Frekuensi Pemberian MP-ASI Menurut Usia Bayi di

Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Tahun 2010 ... . Tabel 4.8. Distribusi Bayi Berdasarkan Susunan Makanan ... Tabel 4.9. Distribusi Bayi Berdasarkan Frekuensi Makan... Tabel 4.10. Distribusi Bayi Berdasarkan Bentuk Makanan ... Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Makan Bayi ... Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Pertama Kali Bayi Diberi

Makanan/Minuman Selain ASI/Susu Formula ... . Tabel 4.13. Distribusi Bayi Berdasarkan Alasan Pemberian MP-ASI < 6 bulan .. Tabel 4.14. Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan Berat Badan Menurut Usia . Tabel 4.15. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Panjang Badan Menurut Usia. .... Tabel 4.16. Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan Berat Badan Menurut

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

ABSTRAK

Bayi merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi, oleh sebab itu pemberian makanan bayi perlu diperhatikan, karena kebiasaan pemberian makanan yang tidak tepat sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola makan dan status gizi bayi usia 0-11 bulan di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif. Jumlah populasi 224 orang ibu yang mempunyai bayi berumur 0-11 bulan, dijadikan sampel sebanyak 70 orang. Pengambilan sampel secara proportional random sampling dari 15 desa. Data tentang pola makan yang terdiri dari frekuensi makan, frekuensi menyusui, bentuk makanan dan susunan makanan diperoleh melalui wawancara dengan ibu bayi. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang bayi, panjang badan (PB) melalui pengukuran panjang badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi berdasarkan usia di Kecamatan Padang Tiji memiliki pola makan yang tidak baik, dan yang paling banyak berada pada usia 6-9 bulan. Bayi usia ≤6 bulan sudah mendapatkan MP-ASI, jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi adalah pisang, biskuit dan bubur susu. Bayi usia 6-9 bulan sudah mendapatkan nasi tim dan bayi usia 9-11 bulan sudah diberikan makanan keluarga. Sebagian besar bayi berstatus gizi kurang dan kurus pada kelompok usia 9-11 bulan, dan status gizi pendek juga hanya terdapat pada bayi usia 9-11 bulan.

Disarankan kepada petugas gizi puskesmas perlu meningkatkan penyuluhan pada ibu hamil tentang pola makan bayi terutama dalam hal ASI eksklusif dan penyuluhan tentang adat peucicap yang perlu dihilangkan agar ASI eksklusif dapat tercapai.

(15)

ABSTRACT

Infant

one of the group that malnutrition

. Therefore, infant feeding should be taken into account because of the improper habit of feeding has significant effect on the infant growth and development.

The objective of the study is to know the feeding pattern and nutritional status of infants in Padang Tiji Subregency of Pidie Regency of Aceh Province. The present study is a descriptive. The population included 224 mothers who have infants and 70 of them were taken to be samples. The sampling was taken by proportional random sampling of 15 villages. The data of feeding pattern consisted of feeding frequency, breasting, types and structure of foods gathered by interview with the mothers. The body weight was taken by weighting the infants, whereas the body length was taken by measuring the body length. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the study showed that majority infants of age in Padang Tiji Subregency of Pidie Regency of Aceh Province have inadequate feeding pattern and majority of them belonged to 6-9 months of age. Infants aged ≤6 months who received extra food beside breastfeeding, the type of extra food beside breastfeeding consumed by the infants included banana, biscuit, and milk-porridge. 6-9 months infants who have received the processed rice and 9-11 months infants have been feed with familial mature food. Majority of malnutrition infants and underweight were within 9-11 months and stunted nutritional status also was within 9-11 months.

It is suggested that the nutritional providers of Primary Health Center of Padang Tiji Subregency of Pidie Regency of Aceh Province to increase guidance related to pregnant mothers about infant feeding patterns, especially in terms of exclusive breastfeeding and education about indigenous peucicap that exclusive breastfeeding should be eliminated so that can be achieved.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki sifat yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini ditentukan oleh status gizi yang baik. Oleh karena itu masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi serta tidak langsung oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi budaya dan politik, dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunaan nasional (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2006).

Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan manusia mendapatkan zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berkembang. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makan pada bayi baik dari jumlah, jenis dan frekuensi makanan secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab terjadinya masalah kurang gizi pada bayi (Husaini, dkk, 1999)

(17)

cukup memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan bayi mulai diberi makan tambahan, karena produksi ASI semakin menurun dan ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Asupan makanan bayi sangat dipengaruhi oleh ibunya, karena bayi belum dapat memilih makanannnya sendiri, ibulah yang memilihkannya (Nadesul, 2005).

Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, cara pembuatannya. Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah pemberian makanan yang terlalu dini. Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air besar (Moehyi, 2008).

Bayi adalah anak yang berusia 0 - 12 bulan dan merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi, oleh sebab itu bayi memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar, tidak saja cara perawatannya, namun pola pemberian makan juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi (Husaini, 1999).

Status gizi kurang pada bayi sebelum krisis moneter telah banyak dijumpai, sekitar 14% dari 4,6 juta bayi lahir atau 600.000 bayi dalam keadaan berat badan lahir rendah. Keadaan status gizi tersebut menjadi lebih buruk setelah krisis moneter, jumlah bayi berusia satu tahun yg bergizi kurang mencapai 50-70% (hampir 4 juta bayi). Hal ini sangat berpengaruh terhadap kapasitas mental dan fisiknya karena 90% pertumbuhan otak terjadi pada dua tahun pertama kehidupannya sangat bergantung pada gizi yang diperolehnya (Safitri, 2002).

(18)

kepada bayi yang baru berumur beberapa hari. Hal tersebut ditinjau dari segi kesehatan adalah tidak baik, karena diragukan kebersihannya dan dapat menimbulkan perut anak kembung dan dapat menyebabkan diare (Astuti, 1992 dalam Irwansyah, 2000).

Bahwa banyak ibu-ibu yang memberikan makanan pendamping air susu ibu (ASI) terlalu dini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya memberikan pisang (57,3%) kepada bayinya sebelum usia 4 bulan (Widodo, 2003). Menurut Surkesnas (2002), terdapat 32% ibu yang memberikan makanan tambahan kepada bayi yang berumur 2-3 bulan, seperti bubur nasi, pisang, dan 69% terhadap bayi yang berumur 4-5 bulan. Hasil penelitian yang dilakukan Irawati (2002), peneliti pada pusat penelitian dan pengembangan gizi dan makanan Depkes diperoleh bahwa lebih dari 50% bayi di Indonesia mendapat makanan pendamping ASI dengan usia <1 bulan.

Penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, dimana praktek-praktek pemberian makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang (Irawati, 2003). Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah (2000) di Kecamatan Muara dua Aceh Utara dimana hanya 16,4% responden dengan pola pemberian MP-ASI dikategorikan baik, sedangkan 83,6% responden pola pemberian MP-ASI kategori tidak baik

(19)

yang mengakibatkan pendistribusian bahan pangan tidak lancar dan kekurangan penyediaan bahan pangan di daerah-daerah tertentu sehingga banyak bayi yang menderita kekurangan gizi.

Pengamatan peneliti pada survei pendahuluan dijumpai banyak ibu-ibu yang memberikan makanan instant dan ada juga yang membuat makanan sendiri berupa pisang yang dicampur dengan nasi dan diberikan pada bayi sejak lahir. Secara teoritis diketahui bahwa pemberian makan yang terlalu dini dapat menyebabkan gangguan pencernaan pada bayi seperti diare, konstipasi, muntah, alergi. Disamping itu pemberian makan yang terlalu dini juga akan mempengaruhi tingkat kesehatan anak setelah usia dewasa seperti memicu terjadinya penyakit obesitas, hipertensi, dan jantung koroner (Nadesul, 2005).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui pola makan dan status gizi bayi usia 0-11 bulan di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh Tahun 2010.

1.5. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana pola makan dan status gizi bayi di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

(20)

1.3.3 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pola makan bayi menurut susunan makanan, frekuensi makan, frekuensi menyusui dan bentuk makanan di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.

2. Untuk mengetahui umur pertama kali diberikan MP-ASI pada bayi di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.

3. Untuk mengetahui status gizi bayi di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan juga dikatakan sebagai suatu cara seseorang atau sekelompok orang atau keluarga memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial (Suhardjo, 1989).

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit (Baliwati, dkk., 2004).

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan 1. Pengetahuan ibu mengenai makanan yang bergizi

(22)

2. Pendidikan ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anaknya. Pendidikan ibu sangat menentukan dalam pilihan makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak dan anggota keluarganya lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Hal ini dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan zat gizi pada anak tinggi bila pendidikan ibu tinggi.

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan salah satu faktor dalam menentukan kualitas dan kuantitas makanan.Tingkat pendapatan ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin membelanjakan sebagian pendapatan tambahan untuk makanan sedangkan orang kaya jauh lebih rendah (Agoes, 2003).

Menurut pendapat Den Hartog dan Hautvast diikuti oleh Almatsier (2004), makanan mempunyai peranan sosiokultur yaitu:

1. Makanan untuk kenikmatan

Manusia makan untuk kenikmatan. Kesukaan akan makanan berbeda dari satu bangsa lain dan dari daerah/suku ke daerah/suku lain. Makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera atau citarasa, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa dan tekstur.

2. Makanan sebagai fungsi menyatakan jati diri

(23)

3. Makanan sebagai fungsi religi

Banyak simbol religi dan magis yang dikaitkan pada makanan, misalnya masyarakat Jawa pada berbagai upacara selamatan dihidangkan nasi tumpeng. 4. Makanan sebagai fungsi komunikasi

Makanan merupakan media penting dalam upaya manusia berhubungan satu sama lain. Di dalam keluarga kehangatan hubungan antar anggotanya terjadi pada waktu makan bersama.

5. Makanan sebagai fungsi ekonomi

Makanan sering digunakan untuk menunjukkan prestise dan status ekonomi, misalnya makan beras dianggap lebih berprestise daripada makan jagung dan umbi-umbian.

6. Makanan sebagai fungsi simbol kekuasaan

Melalui makanan seseorang atau sekelompok masyarakat dapat menunjukkan kekuasaan terhadap orang atau kelompok masyarakat lain, misalnya majikan memberi makanan yang berbeda kepada pembantunya.

2.3. Pola Makan Bayi

(24)

satu dengan berikutnya adalah 2 sampai 3 jam, tergantung pada keadaan bayi. Ada yang kuat makannya dan ada yang sedikit (Husaini, 1999).

2.4. Jenis Makanan Bayi 2.4.1. Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar mamae wanita melalui proses laktasi. ASI juga mengandung sejumlah zat penolak bibit penyakit antara lain laktoferin, immunoglobulin, dan zat lainnya yang melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan/ makanan. Pemberian ASI secara ekslusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan. ASI dapat diberikan sampai berusia 2 tahun (Moehyi, 2008).

Tabel 2.1. Kandungan berbagai zat gizi dalam ASI

Macam zat gizi Kadar gizi dalam 100 ml ASI

Protein 1,2 g

Lemak 3,8 g

Laktose 7,0 g

Kalori 75,0 kal

Besi 0,15 mg

Vitamin A 53,0 Kl

Vitamin B 1 0,11 mg

Vitamin C 4,3 mg

(25)

2.4.2. Susu Formula

Menurut Yayah dan Husaini (2001), susu formula adalah susu komersil yang dijual dipasar atau ditoko, biasanya terbuat dari susu sapi atau susu kedelai diperuntukkan khusus untuk bayi.

Susu formula dapat diberikan sebagai pengganti ASI dalam keadaan sebagai berikut:

a. ASI tidak keluar sama sekali sebagai pengganti ASI adalah susu formula. b. Ibu meninggal sewaktu melahirkan.

c. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Selain susu bayi yang diberikan kepada bayi sehat, produsen susu bayi juga membuat formula-formula khusus untuk diberikan kepada bayi dengan kelainan metabolisme tertentu agar bayi tersebut tetap dapat tumbuh normal, baik fisik atau kejiwaanya. Susu formula semacam ini dikenal dengan formula diit atau special formula (Moehyi, 2008).

2.4.3 Makanan Pendamping ASI

Bayi usia 6 - 11 bulan membutuhkan makanan pendamping ASI. Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi sejak usia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Peranan makanan pendamping ASI sama sekali bukan menggantikan ASI, melainkan hanya untuk melengkapi ASI. Jadi dalam hal ini makanan pendamping ASI berbeda dengan makanan sapihan karena makanan sapihan diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi ASI (Krisnatuti, 2000).

Penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa

(26)

32,4% dan 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang (Irawati, 2003). Dari hasil penelitian Sulastri (2004) di Kecamatan Medan Marelan mengenai pemberian MP-ASI dimana 80 responden terdapat 2,5% pemberian MP-ASI baik dan 97,5% dengan pemberian MP-ASI yang tidak baik.

Sesudah bayi berumur enam bulan secara berangsur-angsur perlu makanan tambahan berupa sari buah, makanan lunak dan akhirnya makanan lembek. Tujuan pemberian makanan tambahan adalah :

a. Melengkapi zat gizi ASI yang kurang.

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.

c. Mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan (Moehyi, 2008). Tujuan pengaturan pemberian makanan pada bayi :

1. Lambung bayi kosong 3 jam setelah makan, artinya setelah 3 jam bayi benar- benar memerlukan makanan.

2. Bagi ibu menyusui, jarak 3 jam akan memberi kesempatan kepada kelenjer-kelenjer air susu untuk menghasilkan air susu yang cukup. Bila bayi lapar, semua ASI akan terhisap habis ini merupakan rangsangan untuk pembuatan ASI kembali.

(27)

Menurut Sulistijani (2001), dalam menentukan makanan yang tepat untuk bayi, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Makanan yang diberikan mengandung mengandung zat-zat gizi dalam kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan sesuai dengan umur dan berat badan bayi.

b. Frekuensi pemberian makan sebaiknya sering, tapi dalam porsi sedikit setiap kali diberikan sampai terpenuhinya semua kebutuhannya.

c. Bentuk makanan yang diberikan disesuaikan dengan umur bayi. Apabila sulit menerima makanan sebaiknya diberikan makanan cair.

d. Makanan yang diberikan haruslah mudah dibuat/praktis, hangat dan segar.

Pemberian makanan padat pertama pada bayi sebaiknya dilakukan dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Mutu bahan makanan

Bahan makanan yang bermutu tinggi akan menjalin kualitas zat gizi yang baik. b. Tekstur dan konsistensi (kekentalan)

Pada umur enam bulan bayi diberikan makanan lunak misalnya bubur susu atau bubur buah (pisang, pepaya). Secara bertahap, makanan bayi dapat diberikan lebih kasar dan padat. Bayi yang telah berusia sembilan bulan bisa diberikan makanan lembek misalnya nasi tim dengan zat gizi yang lengkap.

c. Jenis makanan

(28)

d. Jumlah atau porsi makan

Pada awalnya, bayi mau menerima 1-2 sendok teh makanan. Bila telah semakin besar, maka ibu dapat memberikan porsi makan lebih banyak.

e. Urutan pemberian makanan

Urutan pemberian makan pendamping ASI biasanya buah-buahan, tepung-tepungan, lalu sayuran. Daging, ikan dan telur sebaiknya diberikan setelah bayi berumur sembilan bulan. Bila bayi menunjukkan gejala alergi, telur biasanya diberikan setelah usianya satu tahun.

f. Jadwal makan

Jadwal waktu makan harus sesuai dengan keadaan lapar atau haus yang berkaitan dengan keadaan lambungnya. Dengan demikian, saluran cerna bayi lebih siap untuk menerima, mencerna, dan menyerap makanan pada waktu-waktu tertentu (Hayati, 2009).

2.5. Frekuensi Makan Bayi

Bayi memerlukan makanan untuk dimakan setiap 2 jam, begitu ia terbangun (Arisman, 2004). Menurut (Departemen Kesehatan RI, 2003), anjuran pemberian makan bayi usia 6 - 11 bulan adalah sebagai berikut :

1. Beri ASI setiap kali bayi menginginkan. 2. Beri bubur nasi 3 kali sehari.

(29)

Tabel 2.2. Susunan Makanan Bayi

Umur Jenis Makanan

0-6 bulan ASI/ Susu Formula

Mulai 6-9 bulan

(30)

Energi atau kalori sangat berpengaruh terhadap laju pembelahan sel dan pembentukkan struktur organ-organ tubuh. Apabila energi berkurang maka proses pembelahan sel akan terganggu dapat mengakibatkan organ-organ tubuh dan otak bayi mempunyai sel-sel yang lebih sedikit dari pada pertumbuhan normal.

Protein sebagai zat pembangun sangat diperlukan bayi untuk pembuatan sel-sel baru dan merupakan unsur pembentukkan berbagai struktur organ tubuh (Asydhad, 2006).

2.7. Pengaruh Pemberian Makanan Pada Bayi Usia < 6 bulan

Bayi yang terlalu cepat diberi makanan padat akan menanggung sejumlah resiko masalah kesehatan pada usia dewasa kelak (Nadesul, 2005). Hal tersebut dapat memicu terjadinya sejumlah penyakit seperti :

a. Kegemukan (Obesitas)

Kalori makanan yang diberikan lebih besar dari yang terkandung dalam susu, sehingga anak beresiko mengalami kegemukan. Akibatnya, jumlah maupun ukuran sel-sel tubuhnya akan terbentuk lebih besar dari ukuran normal.

b. Gangguan Pencernaan

(31)

dan pepsin dibuang pada saat kelahiran dan baru dalam 4 sampai 6 bulan terakhir jumlahnya meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa. Amilase, enzim yang diproduksi oleh pankreas belum mencapai jumlah yang cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan. Dan enzim pencernaan karbohidrat seperti maltase, isomaltase, dan sukrase belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 7 bulan. Bayi juga memiliki jumlah lipase dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9 bulan.

b. Alergi

Pemberian makanan padat terlalu dini dapat mengakibatkan terjadinya alergi dari alergen (zat penyebab alergi) yang mungkin terkandung dalam makanan, terutama dari makanan berprotein.

c. Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Dalam makanan padat terkandung garam dapur, pengawet, penyedap, bumbu, dan pewarna buatan. Garam dapur yang dikonsumsi terlalu dini beresiko terkena darah tinggi setelah berusia lanjut. Selain itu, cita rasa asin anak sudah terbentuk sejak kecil, sehingga garam yang dikonsumsi cenderung diminta lebih dari kebutuhan tubuh.

d. Jantung Koroner

(32)

beresiko terserang jantung koroner pada usia muda (30-50 tahun) (Nadesul, 2005).

2.8. Penilaian Status Gizi

Menurut Supariasa (2002) status gizi adalah ekspresi dari keadaan, keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Pemantauan status gizi pada bayi menggunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Penggunaan indeks antropometri gizi pada bayi antara lain berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U) dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB).

Dari berbagai jenis indeks tersebut diatas, untuk menginterprestasikannya dibutuhkan ambang batas yang dapat disajikan ke dalam 3 cara yaitu persen terhadap median, persentil dan standar deviasi unit. Dalam penelitian penulis akan menggunakan cara Standar Deviasi (SD).

Standar Deviasi (SD) disebut juga Z-Skor. WHO memberikan gambaran perhitungan SD unit terhadap baku 2005. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam positif dan negative 2 SD unit (Z-Skor) dari median.

(33)

2.9. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Status gizi bayi Pola Makan

- Susunan makanan - Bentuk makanan - Frekuensi makan - Frekuensi menyusui

- Umur pertama kali diberikan makanan

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.2Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain studi sekat silang (cross- sectional) yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi hanya sekali saja pada saat penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan pola makan dan status gizi bayi di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Padang Tiji. Waktu penelitian adalah bulan Oktober 2009 sampai Juni 2010. Lokasi ini dipilih menjadi tempat penelitian dengan alasan bahwa di Kecamatan Padang Tiji banyak dijumpai bayi dengan status gizi kurang, dan masih ditemukannya keluarga miskin sebanyak 2.325 KK (48%), sehingga memungkinkan konsumsi pangan dan gizi terutama pada anak bayi rendah.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(35)

3.4.2 Sampel

Responden dalam penelitian ini adalah ibu bayi. Sampel diperoleh dengan menggunakan Simple Random Sampling. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus (Notoadmodjo, 2003).

n = N 1+ N(d2) Keterangan:

N = populasi n = sampel

d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, yang ditetapkan 0,1 Perhitungan :

224

n =

1+ 224 (0,12) 224 n =

3,24 n = 69,13 n = 70

(36)

Tabel 3.1. Jumlah Bayi Di 15 Desa Yang Memiliki Jumlah Kasus Gizi Kurang Atau Gizi Buruk Tertinggi Di Kecamatan Padang Tiji Tahun 2009

No. Desa Jumlah

Jumlah sampel tiap desa tersebut diambil dari jumlah populasi yang ada, dilakukan secara Simple Random Sampling secara acak pada tiap-tiap desa.

3.5 Teknik pengumpulan data 1. Data primer

(37)

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan yaitu data mengenai monografi penduduk.

3.7. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner.

2. Baku Rujukan oleh WHO 2005.

3. Alat ukur panjang badan bayi dengan tingkat ketelitian 0,1 cm. 4. Timbangan bayi dengan tingkat ketelitian 0,1 kg

3.8. Defenisi Operasional

1. Bayi adalah anak yang berumur 0-11 bulan dan tinggal di Kecamatan Padang Tiji.

2. Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai pemberian ASI dan MP-ASI yang dilihat dari susunan makanan, frekuensi makan, frekuensi menyusui dan bentuk makanan yang dikonsumsi oleh bayi serta umur pertama kali diberikan makanan.

3. Susunan makanan adalah berbagai macam bahan makanan yang diberikan pada bayi.

4. Bentuk makanan adalah konsistensi dari makanan yang dikonsumsi oleh bayi yang terdiri dari makanan cair, makanan lumat dan makanan lembek.

5. Frekuensi makan adalah berapa kali setiap jenis bahan makanan yang dikonsumsi oleh bayi.

(38)

7. Umur pertama kali diberikan makanan adalah usia bayi pada saat pertama kali diberikan makanan atau minuman selain ASI.

8. Status gizi bayi adalah suatu keadaan yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan gizi bayi yang diukur secara antropometri dengan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB.

9. Berat badan bayi adalah merupakan salah satu ukuran antropometri yang dapat memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak) bayi yang dinyatakan dalam kilogram (kg).

10. Umur adalah batas usia untuk dilakukan pengukuran, yang dinyatakan dalam bulan penuh.

3.9. Aspek Pengukuran

Susunan makanan, frekuensi makan, frekuensi menyusui dan bentuk makanan, dibedakan menurut umur bayi (Hayati, 2009).

1. Susunan Makanan

- Baik, apabila pemberian :

Umur 0 - 6 bulan : ASI/susu formula saja

Umur 6 - 9 bulan : ASI/susu formula dan bubur susu/bubur nasi/bubur roti dan sari buah.

Umur 9 – 11 bulan : ASI/susu formula dan nasi tim dan biskuit, buah segar/sari buah.

(39)

2. Frekuensi Makan.

- Baik, apabila frekuensi pemberian:

Umur 0 – 6 bulan : ASI/susu formula saja ( 6 x/hr) ≥ Umur 6 - 9 bulan : (3-5 x/hr)

Umur 9 – 11 bulan : (5-6 x/hr) - Tidak baik, selain ketentuan diatas. 3. Frekuensi Menyusui.

- Baik, apabila frekuensi pemberian: Umur 0 – 6 bulan : >6 x/ hari. Umur 6 – 11 bulan : > 3 x/ hari. - Tidak baik, selain ketentuan diatas. 4. Bentuk makanan.

- Baik, apabila bentuk makanan sebagai berikut: Umur 0 – 6 bulan : ASI/susu formula saja

Umur 6 – 9 bulan : ASI/susu formula dan Makanan lumat. Umur 9 – 11 bulan : ASI/susu formula dan Makanan lembek. - Tidak baik, apabila selain ketentuan diatas.

5. Pola Makan.

- Baik, apabila pola makan bayi sebagai berikut : Susunan makanan : Baik

Frekuensi makan : Baik Frekuensi menyusui : Baik Bentuk makanan : Baik

(40)

6. Status Gizi.

Status gizi bayi diperoleh melalui pengukuran antropometri berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) dengan menggunakan standar WHO 2005 dalam skor simpangan baku (standart deviation score = Z-score) dengan rumus:

Z – Skor =

NIS = Nilai Individu Subjek ( hasil pengukuran) NMBR = Nilai Median Baku Rujukan

NSBR = Nilai Simpangan Baku Rujukan a. Kategori berdasarkan BB/U:

1. BB normal : ≥ - 2 SD s/d < 1 SD 2. BB kurang : ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD 3. BB sangat kurang : < - 3 SD

b. Kategori berdasarkan PB/U : 1. PB lebih dari normal : > 3 SD

(41)

c. Kategori berdasarkan BB/PB : 1. Sangat Gemuk : > 3 SD

2. Gemuk : > 2 SD s/d < 3 SD 3. Resiko Gemuk : > 1 SD s/d < 2 SD 4. Normal : > -2 SD s/d ≤ 1 SD 5. Kurus : < -2 SD s/d > -3 SD 6. Sangat Kurus : < -3 SD

3.8. Pengolahan dan Analisis Data

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Padang Tiji merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh, mempunyai luas wilayah 26.664 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muara Tiga, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Delima, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Mila, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar.

Kecamatan Padang Tiji tahun 2009 memiliki jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 4.843 KK dengan jumlah seluruh penduduk 18.372 jiwa yang terdiri dari 9.017 laki-laki dan 9.355 perempuan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kecamatan Padang Tiji adalah bertani, sebahagian lagi pedagang, pegawai negeri dan swasta.

(43)

4.2. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan 70 responden, maka diperoleh karakteristik responden berdasarkan usia, pendidikan dan pekerjaan.

4.2.1. Umur

Pengelompokan umur responden yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Persentase (%)

1 21-23 tahun 5 7,1

2 24-26 tahun 11 15,7

2 27-29 tahun 17 24,3

4. 30-32 tahun 10 14,3

5. 33-35 tahun 18 25,7

6. 36-38 tahun 9 12,9

Total 70 100,0

Jumlah responden yang paling banyak adalah berumur 33-35 tahun yaitu sebanyak 25,7%, dan yang paling sedikit adalah responden yang berumur 21-23 tahun sebanyak 7,1%.

4.2.2. Pendidikan

(44)

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. SD 12 17,1

2. SMP 33 47,1

3. SMA 21 30,0

4. D-III/Perguruan Tinggi 4 5,7

Total 70 100,0

Pendidikan responden yang paling banyak adalah SMP sebanyak 47,1%, sedangkan pendidikan responden yang paling sedikit adalah D-III/PT sebanyak 5,7%.

4.2.3. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data tentang jenis pekerjaan ibu yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1. PNS 2 2,9

2. Pedagang/wiraswasta 3 4,3

3. Petani 15 21,4

4. Ibu rumah tangga 50 71,4

Total 70 100,0

Pekerjaan responden yang paling banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 71,4%, sedangkan pekerjaan responden yang paling sedikit adalah PNS sebanyak 2,9%.

4.3. Bayi

(45)

4.3.1. Usia dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilakukan pengelompokan usia bayi menurut jenis kelamin bayi seperti yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Usia Bayi Menurut Pola Makan dengan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki Jumlah

No Usia Bayi

n % n % n %

1. 0-6 bulan 18 51,4 17 48,6 35 100,0

2. 6-9 bulan 6 46,2 7 53,8 13 100,0

3. 9-11 bulan 17 77,3 5 22,7 22 100,0

Usia bayi menurut pola makan terbanyak adalah usia 0-6 bulan yaitu sebanyak 50,0% dan yang paling sedikit adalah usia 6-9 bulan yaitu sebanyak 18,6%. Pada kelompok usia 0-6 bulan terdapat jumlah perempuan dan laki-laki paling banyak yaitu masing-masing sebanyak 51,4 dan 48,6%.

4.3.2. Pola Pemberian ASI/Susu Formula dan MP-ASI

Semua bayi usia 0-6 bulan menurut pola makan masih mendapatkan ASI atau susu formula, tetapi hanya 7 dari 35 bayi yang masih diberi ASI saja dan 6 bayi diberi ASI ditambah dengan susu formula. Alasan ibu memberikan ASI ditambah dengan susu formula yaitu jumlah ASI yang keluar tidak mencukupi, sementara dari 13 bayi usia 6-9 bulan menurut pola makan, 9 bayi masih diberikan ASI dan susu formula, sedangkan dari 22 bayi usia 9-11 bulan, 13 bayi diantaranya masih diberikan ASI dan susu formula.

(46)

Tabel 4.5. Susunan dan Frekuensi Makan/Menyusui Bayi di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie Tahun 2010

Frekuensi Menyusui Frekuensi Pemberian MP-ASI

Makanan Klrg + Biskuit

(47)

3.2.1. Frekuensi Menyusui

Bayi usia 0-6 bulan dianjurkan untuk mengonsumsi ASI/susu formula saja ≥ 6x /hari, dan di usia 6-11 bulan frekuensi menyusui 3-5 x/hr.

Tabel 4.6. Distribusi Bayi Berdasarkan Frekuensi Menyusui Frekuensi Menyusui

Baik Tidak Baik Jumlah

No. Kelompok Usia (Bulan)

n % n % n %

1. 0-6 bulan 22 62,9 13 37,1 35 100,0

2. 6-9 bulan 6 46,2 7 53,8 13 100,0

3. 9-11 bulan 10 45,0 12 54,0 22 100,0

Sebagian besar (54,0%) frekuensi menyusui bayi kategori tidak baik yaitu pada usia 9-11 bulan, namun frekuensi menyusui bayi kategori baik sebagian besar (62,9%) pada usia 0-6 bulan.

4.3.2.2. Susunan Makanan

Susunan makanan bayi usia 0-6 bulan yang dikategorikan baik apabila hanya mengkonsumsi ASI/susu formula saja, sementara susunan makanan bayi yang berusia 6-9 bulan dikategorikan baik apabila terdiri dari ASI/susu formula ditambah dengan bubur susu serta boleh dilengkapi dengan biskuit/buah, sedangkan susunan makan bayi usia 9-11 dikategorikan baik apabila terdiri dari ASI/susu formula diambah dengan nasi tim serta boleh juga ditambah buah-buahan.

Tabel 4.7. Distribusi Bayi Berdasarkan Susunan Makanan Susunan Makanan

Baik Tidak Baik Jumlah

No. Kelompok Usia (Bulan)

(48)

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa susunan makanan bayi (0-6 bulan) kategori baik sebanyak 13 bayi (37,1%), sementara susunan makanan bayi usia 6-9 bulan pada kategori baik sebanyak 4 bayi (30,8%), dan susunan makanan bayi usia 9-11 bulan pada kategori baik ada sebanyak 10 bayi (45,4%),

4.3.2.3. Frekuensi Makan

Setiap kelompok usia bayi memiliki frekuensi makan yang berbeda. Frekuensi makan 3-5 x/hari diperuntukkan bagi bayi usia 6-9 bulan, sementara bayi usia usia 9-11 bulan frekuensi makan 5-6x /hari sehingga dari hasil penelitian dapat diketahui frekuensi makanan bayi.

Tabel 4.8. Distribusi Bayi Berdasarkan Frekuensi Makan Frekuensi Makan

Baik Tidak Baik Jumlah

No. Kelompok Usia (Bulan)

n % n % n %

1. 0-6 bulan 22 62,9 13 37,1 35 100,0

2. 6-9 bulan 5 38,5 8 61,5 13 100,0

3. 9-11 bulan 10 45,5 12 54,5 22 100,0

(49)

4.3.2.4. Bentuk Makanan

Pemberian makanan usia 0-6 bulan dikatakan baik apabila bentuk makanan yang diberi ASI/susu formula saja, sementara usia 6-9 bulan dikatakan baik apabila yang diberi adalah ASI/susu formula disertai dengan makanan lumat, sedangkan usia 9-11 bulan adalah makanan lembek, disertai juga dengan ASI/susu formula. Sehingga dari hasil penelitian diperoleh kebanyakan bayi mendapatkan bentuk makanan kategori tidak baik.

Tabel 4.9. Distribusi Bayi Berdasarkan Bentuk Makanan Bentuk Makanan

Baik Tidak Baik Jumlah

No. Kelompok Usia (Bulan)

n % n % n %

1. 0-6 bulan 13 37,1 22 62,9 35 100,0

2. 6-9 bulan 4 30,8 9 69,2 13 100,0

3. 9-11 bulan 10 45,5 12 54,5 22 100,0

Pemberian bentuk makanan pada bayi usia 6-9 kategori baik sebanyak 4 bayi (30,8%), sementara bayi usia 9-11 dengan pemberian bentuk makanan kategori baik sebanyak 10 bayi (45,5%). Namun dari hasil penelitian ada ditemukan bayi (50,0%) yang diberi makanan padat (makanan keluarga) meskipun masih berusia 9-11 bulan. 4.3.2.5. Pola Makan Bayi

Dari hasil penelitian diperoleh pola makan bayi yang dilihat berdasarkan susunan makanan, frekuensi menyusui, frekuensi makan dan bentuk makanan bayi. Hasil pengkategorian pola makan bayi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Makan Bayi Pola Makan

Baik Tidak Baik Jumlah

No. Kelompok Usia (Bulan)

(50)

Dari 35 bayi usia 0-6 bulan diperoleh pola makan bayi kategori tidak baik sebanyak 62,9%, sementara dari 13 bayi usia 6-9 bulan diperoleh pola makan bayi kategori tidak baik sebanyak 69,2%. Sedangkan dari 22 bayi usia 9-11 bulan diperoleh pola makan kategori tidak baik sebanyak 54,5%.

4.3.2.6. Usia Pertama Kali Diberi Makanan

Dari hasil wawancara dengan 70 responden, diperoleh bahwa jumlah bayi yang hanya diberi ASI saja sebanyak 7 responden dan susu formula saja sebanyak 6 responden. Dimana, usia bayi yang masih diberi ASI saja pada waktu penelitian yaitu 4 bulan, sehingga diperoleh bayi yang diberi makanan/minuman selain ASI sebanyak 57 bayi. Untuk mengetahui pada usia berapa anak pertama kali diberi makanan/minuman selain ASI/susu formula, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Pertama Kali Bayi Diberi Makanan/Minuman Selain ASI/Susu Formula

No Usia Jumlah Persentase (%)

1. 0 bulan 24 38,1

2. 1 bulan 8 12,7

3. 2 bulan 12 19,0

4. 3 bulan 15 23,8

5. 4 bulan 4 6,3

Total 63 100,0

(51)

4.3.2.7. Alasan Pemberian MP-ASI < 6 Bulan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas bayi sudah mendapat MP-ASI meskipun masih dibawah 6 bulan, adapun alasan pemberian MP-MP-ASI < 6 bulan dapat diketahui melalui tabel di bawah ini.

Tabel 4.12. Distribusi Bayi Berdasarkan Alasan Pemberian MP-ASI < 6 bulan

No. Alasan n %

1. Anak tidak mau ASI 6 10,5

2. Ibu Sibuk bekerja 7 12,3

3. ASI tidak keluar 17 29,8

4. Ibu sakit 12 21,1

5. Anak perlu makan 15 26,3

Jumlah 57 100,0

Sebagian besar (29,8%) alasan pemberian MP-ASI < 6 bulan karena ASI tidak keluar, sementara alasan responden yang paling sedikit (10,5%) yaitu dengan alasan anak tidak mau ASI karena pada usia 0 bulan bayi sudah diberi madu.

4.4. Status Gizi Bayi

Bayi yang bergizi baik akan tumbuh sesuai dengan potensi genetisnya namun sebaliknya bayi yang kekurangan gizi akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.

4.4.1. Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur

(52)

Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan Berat Badan Menurut Usia Status Gizi (BB/U)

Kurang Normal Jumlah

No Usia Bayi

n % n % n % 1. 0-6 bulan 9 25,7 26 74,3 35 100,0 2. 6-9 bulan 5 38,5 8 61,5 13 100,0 3. 9-11 bulan 9 40,9 13 59,1 22 100,0

Sebagian besar (40,9%) status gizi (BB/U) kurang terdapat pada kelompok usia 9-11 bulan dan yang paling sedikit (25,7%) pada kelompok usia 0-6 bulan.

4.4.2. Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Panjang Badan Menurut Umur Panjang badan juga merupakan indeks yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya perubahan sosial ekonomi. Panjang badan merupakan hasil pertumbuhan secara kumulatif semenjak lahir, oleh karena itu dapat dipakai sebagai gambaran riwayat status gizi masa lampau. Berdasarkan hasil pengukuran PB/U, maka status gizi bayi dapat dikategorikan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.14. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Panjang Badan Menurut Usia Status Gizi (PB/U)

Pendek Normal Jumlah

No Usia Bayi

n % n % n % 1. 0-6 bulan 0 0,0 35 100,0 35 100,0 2. 6-9 bulan 0 0,0 13 100,0 13 100,0 3. 9-11 bulan 3 13,6 19 86.4 22 100,0

(53)

4.4.3. Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan

Penentuan status gizi berdasarkan indeks BB/PB merupakan penentuan status gizi yang paling akurat bila dibandingkan dengan indeks lainnya, karena BB/PB dapat diketahui langsung pada saat pengukuran. Dari hasil pengukuran status gizi bayi berdasarkan indeks BB/PB, sehingga pengakategorian status gizi bayi dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.15. Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan Berat Badan Menurut Panjang Badan

Status Gizi (BB/PB)

Kurus Normal Jumlah

No Usia Bayi

n % n % n % 1. 0-6 bulan 7 20,0 28 80,0 35 100,0 2. 6-9 bulan 4 30,8 9 69,2 13 100,0 3. 9-11 bulan 9 40,9 13 59,1 22 100,0

Sebagian besar (40,9%) status gizi (BB/PB) kurang terdapat pada kelompok usia 9-11 bulan dan yang paling sedikit (20,0%) pada kelompok usia 0-6 bulan.

4.5. Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi

(54)

Tabel 4.16. Distribusi Status Gizi (BB/U) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi

Status Gizi (BB/U)

Normal Kurang Jumlah

No. Usia

Status gizi kurang hanya ditemukan pada pola makan tidak baik. Dimana pada bayi usia 0-6 bulan, 6-9 bulan dan 9-11 bulan ditemukan gizi kurang pada pola makan bayi tidak baik, yaitu masing-masing 40,9%, 55,6% dan 75,0%.

4.6. Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi

Dari hasil tabulasi silang antara pola makan bayi dengan status gizi bayi (PB/U), maka diperoleh tidak ada bayi status gizi (PB/U) pendek pada pola makan kategori baik, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 4.17. Distribusi Status Gizi (PB/U) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi

Status Gizi (PB/U)

Normal Pendek Jumlah

No. Usia

(55)

4.7. Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar status gizi bayi (BB/PB) kategori kurus berada pada pola makan yang tidak baik. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.18. Distribusi Status Gizi (BB/PB) Berdasarkan Pola Makan dan Usia Bayi

Status Gizi (BB/PB)

Normal Kurus Jumlah

No. Usia

(56)

BAB V PEMBAHASAN

5.3. Pola Makan Bayi

Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi, saat bayi masih mengonsumsi bubur susu, yaitu usia baru enam bulan ke atas, sehingga bayi yang berusia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan/makanan. Namun, susu formula dapat diberikan sebagai pengganti ASI apabila dalam keadaan ibu meninggal sewaktu melahirkan, ASI tidak keluar atau ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi (Moehyi, 2008). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada bayi yang hanya diberi ASI atau susu formula saja sampai usia 6 bulan, sementara pada waktu penelitian masih ada ditemukan bayi yang berusia 1-4 bulan yang masih ASI eksklusif sebanyak 7 bayi dan ASI ditambah dengan susu formula saja sebanyak 6 bayi. Frekuensi yang dianjurkan untuk mengonsumsi ASI atau susu formula saja sebelum usia 6 bulan adalah 6x /hari. Dari hasil penelitian diperoleh frekuensi menyusui dalam kategori baik sebanyak 22 bayi, tetapi 9 bayi diantaranya sudah mendapatkan MP-ASI.

(57)

dimana praktek-praktek pemberian makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang. Ditambah lagi dari Maas (2004) pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, bahwa pada usia 1 bulan bayi sudah diberi bubur tepung dan bubur nasi. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan, madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar.

Pemberian MP-ASI yang terlalu dini ini biasanya karena anjuran orang tua terutama nenek. Alasan umumnya karena bayi menangis terus meskipun telah disusui dan diberi susu formula. Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan selama 2 tahun dan pemberian makanan tambahan sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 6 bulan.

(58)

Dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya. Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah pemberian makanan yang terlalu dini. Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air besar yang dapat mempengaruhi status gizi bayi (Hayati, 2009).

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi diberikan kepada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizi yang diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan (Depkes, 2005). MP-ASI yang diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan berupa makanan lumat dan makanan lembek yang disesuaikan dengan umur bayi.

(59)

5.2. Status Gizi Bayi

Menurut Soekirman (2000), Status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu. Sedangkan Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa status gizi adalah konsumsi gizi makanan pada seseorang yang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan. Menurut Supariasa (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.

Status gizi bayi berdasarkan indeks BB/U dengan kategori normal sebanyak 67,1%, dan tidak ada bayi yang memiliki status gizi sangat kurang. Status gizi normal diperoleh sebesar 95,7%, sementara 4,3% memiliki status gizi pendek berdasarkan indeks PB/U, sedangkan bayi yang memiliki status gizi normal sebanyak 71,4%, dan kurus sebanyak 28,6% berdasarkan BB/PB.

(60)

ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi dan anak di bawah umur 2 tahun. ASI mengandung zat gizi yang lengkap dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi sampai dengan umur 6 bulan, sehingga ASI adalah makanan tunggal yang seharusnya diberikan kepada bayi umur 0-6 bulan. Selain itu ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. ASI juga merupakan makanan yang bersih, praktis dengan suhu yang sesuai dengan bayi serta dapat meningkatkan hubungan psikologis serta kasih sayang antara ibu dan bayi. Dengan demikian jelas bahwa ASI mempunyai hubungan terhadap status gizi, semakin baik praktek pemberian ASI maka semakin baik pula status gizi bayi (Depkes RI, 2005).

(61)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian sebagai kesimpulan dan saran penelitian sebagai berikut :

1. Sebagian besar bayi di Kecamatan Padang Tiji memiliki pola makan yang tidak baik, dan yang paling banyak berada pada usia 6-9 bulan.

2. Bayi usia ≤6 bulan sudah mendapatkan MP-ASI, jenis MP-ASI yang diberikan pada bayi adalah pisang, biskuit dan bubur susu. Bayi usia 6-9 bulan sudah mendapatkan nasi tim dan bayi usia 9-11 bulan sudah diberikan makanan keluarga.

3. Sebagian besar bayi berstatus gizi kurang dan kurus pada kelompok usia 9-11 bulan, dan status gizi pendek juga hanya terdapat pada bayi usia 9-11 bulan.

6.3. Saran

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi – FKM UI,

Jakarta.

Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Aritonang, E, 2008. Kesiapan Ibu Menyusui Untuk Mendukung Inisiasi

Menyusui Dini. Orasi Ilmiah, dibacakan pada Seminar Gizi FKM USU Medan.

Asad, S, 2002. Gizi Kesehatan Ibu dan Anak. Proyek Peningkatan Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Asydhad, L.A, dan Mardiah, 2006. Makanan tepat untuk balita. Penerbit Kawan Pustaka, Jakarta.

Auliana, R, 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Penerbit Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.

Azwar, A, dan Prihartono, J, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Binarupa Aksara, Jakarta.

Baliwati, Y.F, Ali dan Dwiriani, C.M, 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara , 2006. Pemantauan Status Gizi Kabupaten Aceh Utara Tahun 2006.

Depkes RI, 1995. Indonesia Sehat 2010, Jakarta.

, 2005, Manajemen Laktasi: Buku Panduan bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas, Dit. Gizi Masyarakat-Depkes RI, Jakarta.

, 2008. Modul Pelatihan Pertumbuhan Anak, Interpretasi Indikator Pertumbuhan. Bekerjasama dengan World Health Organization, Jakarta. Ebrahim, G.J, 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Yayasan Essential Medika, Jakarta. Hayati, A.W, 2009. Gizi Bayi. EGC, Jakarta.

Husaini, M.A dan Husaini, Y.K, 1999. Makanan bayi bergizi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

(63)

Khairunniyah, 2004, Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Ditinjau Dari Factor Motivasi, Presepsi, Emosi, dan Sikap Pada IbuYang Melahirkan, Tesis .Bandung, Universitas Padjadjaran.

Maas, L.T., 2004, Kesehatan Ibu dan Anak: Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya, FKM Universitas Sumatera Utara, USU Digital Library. Marsetyo, H dan Kartasapoetra, G, 2008. Ilmu Gizi (korelasi gizi, Kesehatan, dan

Produktifitas Kerja). Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Moehyi, S, 2008. Bayi sehat dan cerdas melalui gizi dan makanan pilihan. Pustaka Mina, Jakarta.

Muchtar, R, 2005. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Penerbit EGC, Jakarta Nadesul, H, 2005. Makanan Sehat Untuk Bayi. Puspa Swara, Jakarta.

Notoadmodjo, S, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

, 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Rusda, M, 2009. Inisiasi Menyusu Dini. Orasi Ilmiah, Dibacakan Pada Seminar Gizi FKM USU Medan.

Safitri, N, 2003. Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui Dengan Status Gizi Bayi Desa Bagok Kecamatan Nurusalam Kabupaten Aceh Timur. Skripsi FKM USU Medan.

Santoso, S dan Ranti, L.A, 2004. Kesehatan dan Gizi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 2002. Pemberian ASI Eksklusif, Jakarta Shrimpton. 2001. Worldwide Timing of Growth Faltering Implication for

Nutritional Intervention. Pediatrics, 107:E7 dalam WHO. 2003. Community Based Strategies for Breastfeeding Promotion and Support in Developing Countries.

Silalahi, I, 2007. Perilaku Ibu terhadap Pemberian Makanan pada Bayi (0-6) Bulan di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun. Skripsi FKM USU Medan.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

(64)

Suharjo, 2009. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sulastri, 2004. Pola pemberian MP-ASI dan Tumbuh Kembang Anak Usia 0-24 bulan di Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan. Skripsi FKM USU Medan.

Sulistijani, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Puspa Swara, Jakarta.

Supariasa, I.D.N, Bakri, B dan Fajar, I, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Widodo, Yekti, 2003. Pertumbuhan Bayi Usia 0-4 Bulan yang Mendapat ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping ASI. Dalam

(65)

Lampiran 1.

KUESIONER PENELITIAN

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BAYI DI KECAMATAN PADANG TIJI KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH

TAHUN 2010

No. Kode Responden : Tanggal wawancara : 1. Data Ibu

1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan Terakhir : a. Tidak Sekolah b. Tidak Tamat SD c. Tamat SD d. Tamat SMP e. Tamat SMU f. Perguruan Tinggi

4. Pekerjaan : a. Tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga) b. Pegawai negeri

(66)

II. Data Anak

1. Nama :

2. Tanggal Lahir : 3. Jenis Kelamin :

4. Umur :

5. Berat Badan : 6. Panjang Badan :

7. Umur berapa anak pertama kali diberi MP-ASI ... 8. Alasan bayi diberi MP-ASI < 6 Bulan

a. Anak tidak mau ASI b. Ibu Sibuk bekerja c. ASI tidak keluar d. Ibu sakit

(67)

KUESIONER POLA MAKAN BAYI

Gambar

Tabel 2.1. Kandungan berbagai zat gizi dalam ASI  Macam zat gizi Kadar gizi dalam 100 ml ASI
Tabel  2.2. Susunan Makanan Bayi Umur
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
tabel 3.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan tersebut disebabkan oleh pengambilan data yang tidak tepat dikarenakan pengambilan data dilakukan secara manual dan data yang dihasilkan berlangsung

2 Tingkat produktivitas yang optimum di PG Bungamayang dapat dicapai apabila kombinasi faktor ergonomi mikro dan makro untuk illuminasi antara 100-120 lux, suhu 25 0 C,

Event Organizer untuk memberikan sentuhan manajerial dan publisitas yang maksimal. Perlu diadakan tim administrasi khusus dalam pengelolaan Panitia Induk sehingga

Sedangkan penelitian Wijaya, dkk (2009) menyatakan bahwa variabel likuiditas yang diproksikan dengan Quick Ratio berhasil membuktikan pengaruh yang signifikan dan negatif

(5) Connection for external pressure sensor (6) Resistance thermometer and resistance input (1) Isolated measuring channel. (2) Primary input/output display and controls (3)

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaturan pidana maksimum dihubungkan dengan tindak pidana asusila berdasarkan KUHP dan untuk mengetahui

Berdasarkan paparan data tentang aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X TKR 1SMK Negeri 1 Trenggalek Tahun 2013/2014, peneliti melakukan refleksi dari hasil

Atau dengan kata lain fermentasi substrat padat khususnya tepung beras yang dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari pada suhu kamar yaitu 32 o C dan 35 o C serta waktu yang