PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN
PRICE EARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM
PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN
PRICE EARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MASKARNI LUMBAN GAOL
087017062/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN PRICE EARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Nama Mahasiswa : Maskarni Lumban Gaol
Nomor Pokok : 087017062
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Dr.Syafruddin Ginting Sugihen,SE,Ak,MAFIS,CPA) (Drs.Zainul Bahri Torong,M.Si,Ak) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,SE,Ak,MAFIS, MBA) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 3 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, SE, Ak, MAFIS, CPA
Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE,Ak, MAFIS, MBA
3. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
”
PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN PRICEEARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA
EFEK INDONESIA
”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
benar dan jelas.
Medan, 3 September 2010
MASKARNI LUMBAN GAOL
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti secara empiris pengaruh rasio keuangan di perusahaan manufaktur yang diwakili oleh ROA, ROE, dan PER terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2009 sebanyak 181
perusahaan. Pengambilan sampel didasarkan pada metode purposive sampling.
Jumlah sampel yang terpilih sebanyak 117 perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil dokumentasi laporan keuangan dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan mendownload situs resmi Bursa Efek Indonesia di menggunakan uji statistic regresi linier berganda dengan alat SPSS.
Hasil pengujian ini membuktikan bahwa variable ROA, ROE, dan PER secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur, dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
ABSTRACT
The aim of this research is to find out the empirical evidence concerning the influence of financial ratio in the manufacturing company which represented by ROA, ROE, and PER in term of stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange.
The population of this research is all of the manufacturing companies which are registered in Indonesian Stock Exchange in the year 2006 until the year 2009 amount 181 companies. Sample obtained by using purposive sampling. The sample size is 117 companies. Data collecting done by taking the documentation financial statement from Indonesian Capital Market Directory (ICMD) and download Indonesian Stock Exchange web page in Data processing by using Multiple Regression Analysis with SPSS.
This research result prove that variable ROA, ROE and PER simultaneously influence on to stock price manufacturing company significantly, and partially variable ROA, ROE and PER influence on stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange significantly.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Jesus Kristus atas segala
berkat dan kasihNya yang mengalir sepanjang hidup, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Return On Asset, Return On
Equity, dan Price Earning Ratio Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan
Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”, untuk memenuhi salah satu persyaratan
mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara .
Peneliti menyadari bahwa dalam penyelesaian tesis ini peneliti banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan sepenuh hati peneliti
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE, Ak, MAFIS, MBA selaku Ketua Program
Studi Akuntansi Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, SE, Ak, MAFIS, CPA selaku Ketua
Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan.
5. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku dosen pembimbing yang
telah begitu banyak mengarahkan dan membimbing peneliti dalam penyusunan
tesis ini.
6. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku dosen pembanding yang telah
memberikan saran dan masukan kepada peneliti demi kesempurnaan tesis ini.
7. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku dosen pembanding yang telah
8. Seluruh staff pengajar pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
9. Yang terhormat ayahanda (B.M.Lumban Gaol (alm.)) dan ibunda (T.Br.Purba)
yang telah membesarkan dan membimbing serta selalu berdoa untuk
keberhasilan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan.
10. Yang terhormat bapak mertua (St.O.B.Marpaung(alm.)) dan ibu mertua
(T.Br.Huta Gaol) yang telah, memberi bimbingan serta selalu berdoa untuk
keberhasilan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan.
11. Abang dan adik-adikku serta para keponakan yang selalu menjadi penyemangat
bagi peneliti.
12. Istriku tercinta (R.Marpaung,B.Sc) dan anak-anakku tersayang (Marisi Yohana,
Indra Junjungan, Ester Lestari Katrina, Angelia Rahmita, Winny Handayani)
yang menjadi inspirator dan motivator bagi peneliti, dan berkorban serta selalu
berdoa untuk keberhasilan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan
perkuliahan.
13. Pengurus Yayasan Pendidikan Budi Utomo Abdi Nusa Medan Dr.Muh.Yunus
Amin (Ketua Dewan Pembina), Mustika Akbar, S.Sos, MAP (Ketua Yayasan).
14. Rekan-rekan sekerja di Yayasan Pendidikan Budi Utomo Abdi Nusa Medan,
yang selalu memberi support untuk keberhasilan peneliti.
15. Rekan-rekan sekerja di LP3I-Gajah Mada Medan, yang selalu memberi support
untuk keberhasilan peneliti.
16. Teman – teman mahasiswa, khususnya yang seangkatan, kebersamaan dalam
suka dan duka dalam menempuh perkuliahan akan jadi kenangan yang tak
terlupakan.
17. Teman – teman dan sahabat – sahabat peneliti yang selalu jadi motivator.
18. Pihak – pihak lain yang telah membantu dan tidak dapat peneliti sebutkan satu
per satu.
Semoga Tuhan memberkati dan KasihNya selalu menyertai semua pihak
peneliti pada saat kuliah dan pada saat penyusunan tesis ini. Peneliti menyadari
keterbatasan yang dimiliki menjadikan tesis ini masih kurang sempurna, karena itu
masih diperlukan masukan-masukan dan saran-saran dari pembaca. Akhirnya peneliti
berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 3 September 2010
Peneliti
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : MASKARNI LUMBAN GAOL
2. Tempat/Tanggal lahir : Aeknauli, 28 Pebruari 1962
3. Pekerjaan : Staff pengajar di SMA Budi Utomo Medan
Staff pengajar di LP3I Gajah Mada Medan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Alamat : Jl.Garuda I No.361 P.Mandala Medan
6. Pendidikan :
a. SDN Negeri 4 Dolok Sanggul : Dolok Sanggul, lulus tahun 1974
b. SMEP Sro Bersubsidi Matiti : Matiti-Dolok Sanggul, lulus tahun 1979
c. SMEA Negeri Dolok Sanggul : Dolok Sanggul, lulus tahun 1982
d. S 1 Univ.Darma Agung Medan : Medan, lulus tahun 1989
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Originalitas Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan teori ... 11
2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Pasar Modal ... 11
2.1.2 Modal dan Struktur Modal Perusahaan ... 16
2.1.3 Teori Struktur Modal ... 17
2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal ... 21
2.1.5 Teori-Teori Dividen ... 31
2.1.6 Harga Saham (Stock Price) ... 36
2.1.7 Hubungan antara ROA, ROE dan PER Terhadap Harga Saham ... 38
5.1.3.1 Persamaan regresi ... 72
5.1.3.2 Pengujian hipotesis ... 74
5.1.3.3 Uji statistik F ... 74
5.1.3.4 Uji statistik t ... 75
5.1.3.5 Koefisien determinasi (R2) ... 76
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
6.1 Kesimpulan ... 81
6.2 Keterbatasan ... 82
6.3 Saran ... 82
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Tinjauan penelitian terdahulu ... 43
4.1 Populasi dan Sampel Penelitian ….. ... 49
4.2 Definisi operasioal variabel ... 53
5.1 Descriptive Statistik ... 62
5.2 Uji Kolmogorov-Smirnov sebelum memenuhi asumsi klasik ... 65
5.3 Uji Kolmogorov-Smirnov setelah memenuhi asumsi klasik ... 66
5.4 Uji autokorelasi ... 69
5.5 Uji multikolinieritas ... 71
5.6 Analisa regresi ... 72
5.7 Uji statistik F ... 74
5.8 Uji statistik t ... 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual ... 44
5.1 Grafik Histogram Sebelum Memenuhi Asumsi Klasik ... 64
5.2 P-P Plot Sebelum Memenuhi Asumsi Klasik ... 64
5.3 Grafik Histogram Setelah Memenuhi Asumsi Klasik ... 67
5.4 Normal P-P Plot Setelah Memenuhi Asumsi Klasik ... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Sampel perusahaan manufaktur Go-Public ... 87
2 Data Return On Asset ... 92
3 Data Return On Equity ... 95
4 Data Price Earning Ratio ... 98
5 Data Harga Saham ... 101
6 Hasil pengolahan data SPSS sebelum memenuhi asumsi klasik ... 104
7 Hasil pengolahan data SPSS setelah memenuhi asumsi klasik ... 106
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti secara empiris pengaruh rasio keuangan di perusahaan manufaktur yang diwakili oleh ROA, ROE, dan PER terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2009 sebanyak 181
perusahaan. Pengambilan sampel didasarkan pada metode purposive sampling.
Jumlah sampel yang terpilih sebanyak 117 perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil dokumentasi laporan keuangan dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan mendownload situs resmi Bursa Efek Indonesia di menggunakan uji statistic regresi linier berganda dengan alat SPSS.
Hasil pengujian ini membuktikan bahwa variable ROA, ROE, dan PER secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur, dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
ABSTRACT
The aim of this research is to find out the empirical evidence concerning the influence of financial ratio in the manufacturing company which represented by ROA, ROE, and PER in term of stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange.
The population of this research is all of the manufacturing companies which are registered in Indonesian Stock Exchange in the year 2006 until the year 2009 amount 181 companies. Sample obtained by using purposive sampling. The sample size is 117 companies. Data collecting done by taking the documentation financial statement from Indonesian Capital Market Directory (ICMD) and download Indonesian Stock Exchange web page in Data processing by using Multiple Regression Analysis with SPSS.
This research result prove that variable ROA, ROE and PER simultaneously influence on to stock price manufacturing company significantly, and partially variable ROA, ROE and PER influence on stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange significantly.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi terutama di
negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar. Pasar modal telah menjadi salah
satu sumber kemajuan ekonomi, sebab pasar modal dapat menjadi sumber dana
alternatif bagi perusahaan (Lubis, 2006). Dari sudut pandang ekonomi, pasar modal
berfungsi sebagai salah satu sistem mobilitas dana jangka panjang yang efisien bagi
pemerintah. Melalui pasar modal pemerintah dapat mengalokasikan dana masyarakat
ke sektor-sektor investasi yang produktif. Dari sudut pandang keuangan, pasar modal
berfungsi sebagai salah satu media yang efisien untuk mengalokasikan dana dari
pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana atau pihak investor dan pihak yang
membutuhkan dana yang disebut pihak perusahaan.
Perkembangan pasar modal dibanyak negara termasuk Indonesia berhubungan
erat dengan peranan penting pasar modal dalam perekonomian suatu negara, hal ini
dikarenakan pasar modal menjalankan fungsi ekonomi sekaligus fungsi keuangan
(Husnan, 2002). Dengan adanya pasar modal, para investor dapat melakukan
investasi pada banyak pilihan investasi, sesuai dengan kemampuan menganalisa dan
keberanian mengambil risiko di mana para investor akan selalu memaksimalkan
return yang dikombinasikan dengan resiko tertentu dalam setiap keputusan
Keputusan investasi pada dasarnya menyangkut masalah pengelolaan dana
pada suatu periode tertentu, di mana para investor mempunyai harapan untuk
memperoleh pendapatan atau keuntungan dari dana yang diinvestasikan selama
periode waktu tertentu. Sebelum mengambil keputusan investasi baru, para investor
perlu mengadakan analisa yang cermat. Di dalam mengambil keputusan investasi,
para investor mengharapkan hasil yang maksimal dengan risiko tertentu atau hasil
tertentu dengan risiko yang minimal terhadap investasi yang dilakukan. Keuntungan
investasi sangat tergantung banyak hal, tapi hal yang utama adalah tergantung pada
kemampuan atau strategi penanam modal atau investor dalam membaca keadaan dan
situasi pasar yang tidak menentu. Bila harga saham naik maka keuntungan yang
dimiliki investor akan meningkat.
Kenaikan harga saham dan permintaan yang tinggi merupakan daya tarik
tersendiri bagi perusahaan untuk menerbitkan saham. Penanam modal yang membeli
saham berarti mereka membeli prospek suatu perusahaan. Bagi pihak yang
kekurangan dana maka pasar modal dapat dijadikan sebagai alternatif dalam
penyediaan dana. Alternatif pendanaan perusahaan dari Bursa Efek Indonesia dapat
memberikan keuntungan kepada manajemen perusahaan manufaktur dengan memilih
jenis saham yang dapat memberikan keuntungan (return) yang lebih tinggi apabila
mempunyai dana cadangan (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998). Bertambahnya
jumlah perusahaan manufaktur yang go public akan dapat menguatkan atau
melemahkan harga saham. Variabel penyebab naik turunnya harga saham di Bursa
Para investor dan calon investor menghendaki naik turunnya harga saham yang dapat
memberikan keuntungan (return). Indikator yang sering diperhatikan untuk
mengetahui apakah perusahaan mampu memberikan return terhadap investasi sesuai
dengan tingkat yang disyaratkan investor adalah dari pertumbuhan profitabilitas
perusahaan (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998).
Informasi keuangan yang dibutuhkan investor adalah informasi laporan
keuangan atau laporan keuangan tahunan (Niswonger et.al, 2002). Paling sedikit satu
kali dalam setahun perusahaan yang go public berkewajiban menerbitkan laporan
keuangan tahunan kepada para investor yang ada di bursa. Tujuan laporan keuangan
adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007).
Bagi investor, laporan keuangan tahunan merupakan sumber berbagai macam
informasi khususnya neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Oleh karena itu,
publikasi laporan keuangan perusahaan (emiten) merupakan saat-saat yang ditunggu
oleh para investor di pasar modal, karena dari publikasi laporan keuangan itu para
investor dapat mengetahui perkembangan emiten, yang akan digunakan sebagai salah
satu pertimbangan untuk membeli atau menjual saham-saham yang dimiliki.
Permasalahan yang timbul adalah bagaimana informasi perusahaan yang go public
tersebut mempengaruhi harga saham dipasar modal dan variabel apa saja yang
perusahaan melalui peningkatan nilai saham yang diperdagangkan di pasar modal
dapat dicapai.
Dalam melakukan investasi, investor akan memperkirakan berapa tingkat
penghasilan yang diharapkan (expected return) atas investasinya untuk suatu periode
tertentu di masa yang akan datang. Namun setelah periode investasi, belum tentu
tingkat penghasilan yang terealisasi (realized return) adalah sama dengan tingkat
penghasilan yang diharapkan, tingkat penghasilan yang diharapkan, tingkat
penghasilan yang direalisasikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah. Ketidakpastian
(uncertainty) akan tingkat penghasilan merupakan inti dari investasi yaitu bahwa
investor selalu harus mempertimbangkan unsur ketidakpastian yang merupakan
investasi (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998). Keputusan investasi bagi para investor
mengandung risiko dan ketidakpastian. Pengetahuan tentang risiko merupakan suatu
hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap investor maupun calon investor. Seorang
investor yang rasional, sebelum mengambil keputusan investasi harus
mempertimbangkan dua hal, yaitu pendapatan yang diharapkan (expected return) dan
risiko (risk) yang tergantung pada jenis investasinya. Investasi pada saham dinilai
mempunyai tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi
yang lain seperti obligasi, deposito, dan tabungan. Hal ini disebabkan karena
pendapatan yang diharapkan dari investasi pada saham bersifat tidak pasti, di mana
pendapatan saham terdiri dari dividen (dividend) dan laba yang berasal dari
peningkatan harga sekuritas (capital gain). Kesanggupan suatu perusahaan untuk
sedangkan capital gain ditentukan oleh fluktuasi harga saham. Risiko investasi saham
tercermin pada variabilitas pendapatan (return) saham, baik pendapatan saham
individual maupun pendapatan saham secara keseluruhan (return market) di pasar
modal (Chaerul, 1999).
Para calon investor sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi selalu
melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham. Untuk
mengukur nilai saham dapat dilakukan dengan analisis fundamental dan analisis
teknikal (Farid dan Siswanto 1998). Tujuan analisis fundamental adalah menentukan
apakah nilai saham berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan
undervalue bilamana harga saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau
nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya. Dalam analisa fundamental
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai
faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang
dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran
harga saham, model ini acapkali disebut sebagai share price forecasting dan sering
digunakan dalam berbagai pelatihan analisis sekuritas. Analisis fundamental
berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi
perusahaan mencapai sasarannya. Umumnya faktor-faktor fundamental yang diteliti
adalah nilai intrinsik, nilai pasar, return on total assets (ROA), Return On Equity
(ROE), price to book value (PBV), debt equity ratio (DER), dividend earning, Price
Earning Ratio (PER), dividend payout ratio (DPR), dividend yield, dan likuiditas
Analisis teknikal menggunakan data pasar yang dipublikasikan yaitu harga
saham dengan mengamati perubahan harganya di waktu yang lalu. Analis teknikal
menyatakan bahwa harga saham mencerminkan informasi yang relevan, dan
informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu, karenanya
perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan
berulang (Tandelin dan Eduardus, 2001). Analisi teknikal memperhatikan volume
perdagangan, indeks harga saham individual maupun gabungan untuk berusaha
mengakses permintaan dan penawaran saham tertentu maupun pasar secara
keseluruhan. Pendekatan ini pada intinya membuat serta menginterprestasikan grafik
saham ditinjau dari pergerakan harga saham dan volume transaksinya untuk
mendapatkan petunjuk tentang arah perubahan di masa yang akan datang (Husnan
dan Pudjiastuti, 2002). Fakta bahwa análisis teknikal digunakan untuk pergerakan
jangka pendek mencari keuntungan yang cepat, bukan keuntungan jangka panjang
(Tom Taulli, 2009).
Dari sudut pandang calon investor, untuk menilai prospek perusahaan di masa
datang adalah dari pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator yang paling
banyak dipakai adalah Return On Equity (ROE) yang menggambarkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham. Indikator yang
dipakai menilai efektivitas dan efesiensi perusahaan dalam menggunakan assets untuk
memperoleh laba banyak dipakai adalah Return On Assets (ROA). Menurut
(Natarsyah, 2000) faktor fundamental seperti Return On Equity berpengaruh terhadap
bersih dari perusahaan yang bersangkutan (Ang, 1997). Ada hubungan yang positif
antara ROE dengan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku
saham perusahaan (Higgins, 1998). Faktor fundamental lainnya yang turut
mempengaruhi harga saham adalah dividen, bahwa variabilitas harga saham
tergantung pada earning dan dividen suatu perusahaan (Fuller et.al, 1987). Teori the
bird- in- the hand menyatakan bahwa terdapat hubungan antara nilai perusahaan dan
pembayaran dividen, bahwa pembayaran dividen menunjukkan hal yang pasti
berkaitan dengan apresiasi harga saham. Karena dividen diduga risikonya lebih kecil
dibandingkan dengan capital gains maka perusahaan seharusnya menetapkan
dividend payout ratio yang tinggi dan menawarkan dividend yield yang tinggi untuk
memaksimumkan harga saham.
Penelitian tentang pengaruh beberapa faktor fundamental terhadap perubahan
harga saham perusahaan di BEI menggunakan variabel penelitian seperti : EPS
(Earning Per Share), ROI (Return on Investment) atau ROA (Return on Asset) , DER
(Debt to Equity Ratio) dan PBV (Price Book Value), ROE (Return On Equity), NPM
(Net Profit Margin), CAR (Capital Adequacy Ratio), NIM (Net Interest Margin),
LDR (Laverage Debt Ratio), dan DPR (Dividend Per Share). Penelitian mengenai
pengaruh faktor fundamental kuantitatif terhadap harga saham perusahaan industri
diantaranya dilakukan Hadi (2004) menyatakan bahwa ROE, ROA, NIM, DER, dan
PER secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham
bahwa CAR, PER, ROA, ROE, NIM, LDR secara simultan dan parsial berpengaruh
terhadap harga saham perusahaan industri.
Terdapat inkonsistensi hasil penelitian terdahulu dan fenomena naik turunnya
harga saham perusahaan memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian pada
perusahaan manufaktur, yang mempunyai spesifikasi khusus terhadap struktur asset,
dengan rasio terbesar pada asset tetap (Fixed Assets). Pemilihan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI sebagai objek pada penelitian ini, karena jenis
perusahaan manufaktur tergolong sektor pemimpin (leading sector) bagi sektor
lainnya dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi (Ginting Sugihen, 2003).
Perusahaan manufaktur dapat mempengaruhi keadaan pasar modal dari permintaan
dan penawaran modal. Sewaktu perseroan tumbuh, keperluan mereka akan modal
luar biasa meningkat dramatis maka pasar saham adalah pasar keuangan yang penting
(Brealey et.al, 2007). Menjadi permasalahan, apakah tingkat ROA, ROE dan PER
pada perusahaan manufakur berpengaruh tehadap harga saham di Bursa Efek
Indonesia. Berangkat dari permasalahan tersebut peneliti ingin meneliti kembali
pengaruh beberapa faktor fundamental terhadap harga saham perusahaan manufaktur,
dengan meneliti faktor profitabilitas yang berkaitan dengan investasi terutama
ditunjukkan oleh analisis rasio ROA, ROE dan PER maka penelitian ini diberi judul
: “Pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Price
Earning Ratio (PER) terhadap Harga saham pada perusahaan manufaktur di
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka
masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah, apakah Return On Asset
(ROA), Return On Equity (ROE), dan Price Earning Ratio (PER)berpengaruh secara
simultan dan parsial terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia (BEI) ?
1.3. Tujuan Penelitian
Didasarkan kepada rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk
membuktikan pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Price
Earning Ratio (PER) terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia (BEI) secara simultan dan parsial.
1.4. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti dapat meningkatkan kompetensi keilmuan dan menambah
wawasan di bidang Bursa Efek.
2. Bagi manajemen perusahaan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
untuk pengambilan keputusan keuangan bidang pendanaan.
3. Bagi investor dapat menjadi bahan masukan atau informasi dalam
pengambilan keputusan keuangan.
4. Bagi peneliti berikutnya dapat menjadi bahan masukan dalam penelitian
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Hadi (2004)
tesis Pascasarjana Universitas Indonesia. Menurut Hadi (2004) ROE, ROA, NIM,
DER, dan PER secara simultan dan parsial tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap harga saham perusahaan perbankan. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan variabel ROE, ROA dan PER dengan alasan ketiga variabel tersebut
adalah indikator yang banyak dipakai untuk mengukur tingkat efesiensi dan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham
serta masih terdapatnya inkonsistensi hasil penelitian terdahulu mengenai
pengaruhnya terhadap harga saham, oleh sebab itu peneliti akan menguji kembali
pengaruh ROA, ROE dan PER terhadap harga saham. Adapun perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya adalah :
1. Data sekunder yang digunakan peneliti sebelumnya menggunakan data tahun 2000
sampai dengan tahun 2003 sedangkan penelitian ini menggunakan data tahun 2006
sampai dengan tahun 2009.
2. Objek penelitian yang digunakan peneliti sebelumnya perusahaan perbankan
sedangkan penelitian ini memilih objek penelitian perusahaan manufaktur yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Pasar Modal
Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan
pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial assets (dana hutang) pada
saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan
Portofolio investasi (melalui pasar sekunder). Proses pembentukan modal jelas
memegang peran penting dalam perkembangan suatu ekonomi. Tidak semua kegiatan
ekonomi mampu memenuhi kebutuhan investasinya dari tabungan sendiri. Dalam
realita, ada unit-unit kegiatan ekonomi yang surplus yaitu tabungan > investasi dan
ada unit ekonomi defisit yaitu tabungan < investasi (Brealy et.al, 2007). Untuk itu
dibutuhkan perantara yang bisa menyalurkan kelebihan dana dari unit yang surplus ke
unit yang defisit dan itulah peranan dari pasar uang dan pasar modal. Dalam unit
ekonomi yang surplus dan yang defisit bisa dipertemukan baik secara langsung
(misalnya menawarkan saham penuh dan obligasi pemerintah kepada masyarakat
luas) atau tidak langsung melalui lembaga perantara keuangan (misalnya bank
komersial). Pasar modal adalah pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga
lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan (Lubis, 2006). Pasar modal memberikan
jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini disebut
(perusahaan yang go public). Para investor meminta instrumen pasar modal untuk
keperluan investasi portofolio sehingga pada akhirnya dapat memaksimumkan
penghasilan.
Instrumen pasar modal itu terbagi atas dua kelompok besar yaitu instrumen
pemilik (equity) seperti saham dan instrumen utang (obligasi atau bond) seperti
obligasi perusahaan, obligasi langganan, obligasi yang dapat dikonversikan dengan
menjadi saham, dan sebagainya (Munir, 1999). Patut juga diketahui, berbeda sekali
antara investasi secara portofolio yang biasanya dengan memberi instrument di pasar
modal dengan investasi secara langsung dan biasanya ikut langsung dalam proses
pendirian perusahaan. Pada kasus pertama, para investor tidak tertarik dan tidak
berkepentingan untuk menjalankan usaha dari perusahaan yang ia beli sahamnya,
mereka lebih berkepentingan terhadap dividend dan capital gain dari saham yang
dibeli. Pada kasus terakhir, investor yang bersangkutan ingin menguasai dan
menjalankan langsung investasi dimaksud (Chaerul, 1999). Perkembangan terakhir
pasar modal memperlihatkan bahwa para investor itu kebanyakan terdiri dari
pengelola dana (fund manager) dari dana pensiun, kepentingan mereka ikut campur
tangan di dalam kepengurusan perusahaan yang sahamnya mereka beli melalui pasar
modal menjadi semakin tidak berarti. Mereka justru mau membeli saham dari
perusahaan-perusahaan itu karena mereka percaya kepada pemimpin yang mengelola
perusahaan sekarang ini (Dermawan, 2007).
Para emiten melihat bahwa pencarian dana melalui pasar modal merupakan
dengan mengeluarkan saham dan atau obligasi. Semakin efisien dan efektif
pengelolaan pasar modal maka semakin banyak pula para calon emiten yang
berdatangan ke pasar modal, berarti hal ini sekaligus pula memperbaiki posisi equity
-nya dan pada akhir-nya akan memperkuat daya saing-nya di sektor industri dimana ia
terlibat. Karena surat saham dan obligasi itu dijual kepada masyarakat, maka
persyaratan full disclosure dan full transparancy harus pula dipenuhi oleh emiten
yang bersangkutan (Munir, 1999). Pasar modal selalu mempersyaratkan agar selalu
ada keterbukaan atau (full disclosure) dan hasil audit pendapat akuntan haruslah
bersifat unqualified opinion yakni wajar tanpa syarat. Penjamin emisi didalam proses
penentuan harga dan penawaran perdana dari instrumen pasar modal itu, juga dapat
berkepentingan terhadap pendapat akuntan publik tersebut. Di sini kelihatan bahwa
peranan akuntan publik selalu diperlukan mulai dari rencana emisi, proses emisi dan
berikut pada proses jual beli di pasar sekunder.
Pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga
seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi. Dalam pengertian klasik, seperti dapat
dilihat dalam praktek-praktenya di negara–negara kapitalis, perdagangan efek
sesungguhnya merupakan kegiatan perusahaan swasta. Motif utama terletak pada
masalah kebutuhan modal bagi perusahaan yang ingin lebih memajukan usaha
dengan menjual sahamnya pada para pemilik uang atau investor baik golongan
maupun lembaga-lembaga usaha (Tampubolon, 2005). Pasar modal dalam arti luas
adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk bank-bank komersial
dan jangka pendek, primer dan tidak langsung. Defenisi dalam arti menengah adalah
semua pasar yang terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan
warkat-warkat kredit (biasanya yang berjangka waktu lebih dari 1 tahun) termasuk
saham-saham obligasi, pinjaman berjangka hipotek dan tabungan serta deposito
berjangka. Sedangkan defenisi dalam arti sempit adalah pasar terorganisasi yang
memperdagangkan saham-saham dan obligasi dengan memakai jasa makelar,
komisioner dan underwriter. Dengan dijualnya saham di pasar modal berarti
masyarakat diberi kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang
diperoleh perusahaan. Dengan kata lain, pasar modal dapat membantu pemerintah
meningkatkan pendapatan masyarakat. Melalui pasar modal, pemerintah ingin
mengIndonesiakan kultur ekonomi modern yang sehat. Seperti dalam hal
mendemokrasikan perusahaan-perusahaan PMA yang belakangan ini memiliki iklim
pertumbuhan yang sehat. Dengan pemindahan modal dari pihak asing menjadi milik
Indonesia melalui pemilikan saham diharapkan sebagian laba yang mengalir ke luar
negeri dapat ditahan di Indonesia untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. Pasar
modal adalah pasar tempat diterbitkan serta diperdagangkan surat-surat berharga
jangka panjang, khususnya obligasi dan saham. Defenisi ini sudah menyangkut dua
jenis pasar yang dikenal secara terpisah, yakni pasar perdana, dimana surat-surat
berharga itu pertama sekali diterbitkan dan pasar sekunder, dimana surat-surat
berharga itu diperdagangkan (Lubis, 2006).
Kemudian yang dimaksud investor adalah individu atau unit ekonomi yang
return di masa yang akan datang. Di dalam konteks perekonomian global, dimana
pasar modal dibeberapa negara sudah sedemikian berkembang, asset tersebut pada
umumnya berbentuk asset financial, walaupun masih tersedia pula pilihan-pilihan
dalam bentuk riil seperti logam mulia, emas, persawahan, perkebunan, pabrik dan
atau real estate.
Sedangkan yang dimaksud dengan asset financial adalah surat-surat berharga
yang merupakan klaim atas hasil asset riil. Pemilikan asset financial bisa secara
langsung dan tak langsung. Dikatakan tidak langsung bila asset tersebut merupakan
klaim atas klaim. Pada bagian sebelumnya disinggung bahwa pasar modal adalah
suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang diperjualbelikan. Secara lebih teliti
dapat disebutkan bahwa pasar modal adalah suatu lembaga (institution) dan
mekanismenya menyediakan dana jangka menengah dan jangka panjang bagi investor
dunia usaha, pemerintah dan perorangan, dimana berbagai instrument yang ada telah
siap dialihkan. Sebagaimana halnya pasar uang maka pasar modal dapat diartikan
dalam ruang lingkup lokal, regional, dan nasional. Karena menyangkut dana-dana
jangka panjang, maka pasar modal mengandung pengertian modal ekonomi.
Dana-dana yang dihasilkan melalui penerbitan instrumen kredit oleh dunia usaha dan
perorangan diinvestasikan dalam persediaan (inventories) ataupun harta tetap (fixed
assets). Sedangkan hasil obligasi pemerintah dan saham-saham perusahaan digunakan
2.1.2 Modal dan Struktur Modal Perusahaan
Modal adalah hak atau bagian yang akan dimiliki oleh pemilik perusahaan
yang ditunjukkan dalam pos (modal saham), surplus dan laba yang ditahan atau
kelebihan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya
(Munawir, 2002). Sumber dari modal adalah apa yang dapat dilihat berupa hutang
lancar, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal menggambarkan hak pemilik
atas perusahaan yang timbul sebagai akibat penanaman (investasi) yang dilakukan
oleh para pemilik. Struktur modal adalah bauran dari hutang, saham prefen, dan
saham biasa (Brigham dan Houston, 2006). Struktur modal adalah perimbangan atau
perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri (Husnan, 2003).
Struktur modal dalam perusahaan berkaitan erat dengan investasi sehingga
dalam hal ini akan menyangkut sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai
proyek investasi tersebut. Sumber dana tersebut pada dasarnya terdiri dari penerbitan
saham (equity financing), penerbit obligasi (debt financing) dan laba ditahan
(retained earning). Penerbitan saham dan obligasi sering disebut sumber dana yang
berasal dari luar perusahaan atau external financing sedang laba untuk laba ditahan
sering disebut dengan retained earning atau sumber dana sebagai pembelanjaan yang
berasal dari dalam perusahaan itu sendiri atau internal financing. Modal asing dalam
hal ini diartikan sebagai hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sedang
modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan
kepemilikan perusahaan. Apabila dalam suatu perusahaan dalam memenuhi
perusahaan akan sangat mengurangi ketergantungan pada pihak luar. Apabila
kebutuhan dana sudah sedemikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan
dana dari sumber intern sudah digunakan semua, maka sudah tidak ada pilihan lain
selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan yaitu dalam bentuk
hutang (Tangkilisan, 2003).
Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengembalian keputusan
mengenai pembelanjaan perusahaan. Struktur modal tersebut tercermin pada hutang
jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut
merupakan dana permanen atau jangka panjang (Brigham dan Houston, 2006). Untuk
mengukur struktur modal tersebut digunakan rasio struktur modal yang disebut
dengan leverage ratio. Leverage ratio adalah perbandingan yang dimaksud untuk
mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Dalam
perhitungan leverage ratio yang digunakan adalah long term debt to equity ratio.
Long term debt to equity ratio menunjukkan persentase modal sendiri yang dijadikan
jaminan untuk hutang jangka panjang yang dihitung dengan membandingkan antara
hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
2.1.3. Teori Struktur Modal
2.1.3.1. Agency theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan Wiliam H. Meckling
dalam Horngren et.al, (2000), manajemen merupakan agen dari pemegang saham dan
berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan
wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen
harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasaan dapat
dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan
dan pembatasaan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan
pengawasaan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya
agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk
meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian
kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham (Farid dan Siswanto,
1998). Dalam teori agensi siapapun yang menimbulkan biaya pengawasaan, biaya
yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal,
pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasaan, membebankan bunga yang
lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasaan, semakin tinggi tingkat
bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya
pengawasaan berfungsi sebagai disinsentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam
jumlah yang besar. Jumlah pengawasaan yang diminta oleh pemegang obligasi akan
meningkatkan seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.
2.1.3.2. Signaling theory
Isyarat atau teori signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
dalam suatu perusahaan dengan prospek yang sangat menguntungkan akan mencoba
menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan
dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur
modalnya. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung
untuk menjual sahamnya dengan maksud membagi kerugian dengan pemegang
saham baru. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan
suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut
suram (Brealey et.al, 2007). Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham
baru, lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena
menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat
menekan harga saham.
2.1.3.3. Asymmetric information theory
Asymmetric Information atau ketidaksamaan informasi adalah situasi dimana
manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek
perusahaan dari pada yang dimiliki investor (Brigham dan Houston, 2006). Asimetris
informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih
banyak dari pada para investor (Husnan, 2003). Dengan demikian, pihak manajemen
mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang undervalue (terlalu murah).
Tetapi investor akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah
satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai
menawarkan harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu
emisi saham baru akan menurunkan harga saham (Husnan, 2003).
2.1.3.4. Pecking order theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan
penamaan pecking order theory dilakukan Myers pada tahun 1984 (Husnan, 2003).
Secara singkat teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal
financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b)
Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan
penerbitan obligasi, kemudian diikuti sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti
obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru
diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena
ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan external. Modal sendiri yang berasal
dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar
perusahaan. Perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal,
yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi (Brealey et.al,
2007). Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order
theory adalah: dana internal(internal fund), hutang (debt), dan modal sendiri (equity)
(Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena
dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari
memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru.
Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri
dikarenakan dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi
obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Husnan, 2003). Hal ini disebabkan
karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer
khawatir kalau penerbitan saham baru ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para
investor dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh
kemungkinan adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan pihak
investor.
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana.
Didalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu
variasi dalam pembelanjaan, dalam arti kadang-kadang perusahaan lebih baik
menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt) kadang-kadang perusahaan
lebih baik kalau menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity).
Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk
memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang
dengan jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan
(Brigham dan Houston, 2006), Untuk itu perlu diperhitungkan berbagai faktor yang
mempengaruhi struktur modal perusahaan dan faktor-faktor tersebut dapat diuraikan
2.1.4.1. Struktur aktiva
Kebanyakan perusahaan industri di mana sebagian besar dari pada modalnya
tertanam dalam aktiva tetap (Fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan
modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan hutang sifatnya
sebagai pelengkap (Riyanto, 2000). Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan
struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal
sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutupi jumlah aktiva tetap plus aktiva lain
yang sifatnya permanen. Dan untuk perusahaan yang sebagaian besar dari aktivanya
terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi
dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
struktur modal dalam suatu perusahaan. Pada perusahaan-perusahaan besar di negara
industri menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara struktur aktiva
terhadap struktur modal dalam suatu perusahaan (Horngren et.al, 2000).
2.1.4.2. Tingkat pertumbuhan aktiva
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak
mengandalkan modal eksternal. Floating cost pada emisi saham biasa lebih tinggi
dibanding pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang (obligasi)
2.1.4.3. Profitabilitas
Perusahaan dengan rate of return yang tinggi cenderung menggunakan
proporsi hutang yang relatif kecil dikarenakan dengan rate of return yang tinggi,
kebutuhan dana dapat diperoleh dari laba yang ditahan. Perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi cenderung akan menggunakan hutang yang
relatif kecil, dengan tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan
untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan
secara internal (Brigham dan Houston, 2006). Dari sudut pandang calon investor,
indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang adalah
dari pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sering diperhatikan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan memberikan return terhadap investasi yang
sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor.
2.1.4.3.1. Return On Asset (ROA)
Return On Assets (ROA) yang sering disebut juga sebagai return on
investment (ROI) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya dengan
tanpa mengindahkan dari sumber mana modal tersebut berasal atau keseluruhan
modal (Djarwanto, 2002). Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio
rentabilitas / profitabilitas yang lainnya. ROA atau ROI diperoleh dengan cara
membandingkan antara Net Income After Tax (NIAT) terhadap total asset. Aktiva
tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam melakukan usahanya. Hasil
usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih atau NIAT. ROA merupakan
rasio antara laba setelah pajak (NIAT) terhadap total assets. ROA mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total assets
yang digunakan untuk operasional perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan
bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan
laba bersih setelah pajak, yang juga dapat diartikan bahwa kinerja perusahaan
semakin efektif (Tangkilisan, 2003). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya
tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan
perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat kembalian akan semakin
besar (Ang, 1997). Hal ini juga akan berdampak bahwa harga saham dari perusahaan
tersebut di pasar modal juga akan semakin meningkat, dengan kata lain ROA akan
berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa dalam
membuat keputusan investasi saham, investor masih mempertimbangkan ROA.
Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut :
Net Income after Tax
Return on Assets (ROA) = --- 100% Total Assets
Keterangan :
Laba bersih setelah pajak (Net Income After Tax) adalah laba bersih
digunakan adalah data yang tercantum didalam laporan keuangan yang
dipublikasikan oleh perusahaan.
Total Assets adalah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan yang
tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara
keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan
kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan
(operatimg asset). Operating Asset adalah semua aktiva kecuali investasi jangka
panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha
memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok perusahaan. Pengukuran
kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal
yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan
laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa besar
tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA yang negatif
disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini
menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum
mampu untuk menghasilkan laba. Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai
berikut: 1.) merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya
mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. 2.) mudah dihitung,
dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. 3.) merupakan denominator yang
dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap
divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan project yang menurunkan
divisional ROA, meskipun sebenarnya project tersebut dapat meningkatkan tingkat
keuntungan perusahaan secara keseluruhan. 2.) cenderung untuk berfokus pada tujuan
jangka pendek dan bukan tujuan jangka panjang. 3.) Sebuah project dalam ROA
dapat meningkatkan tujuan jangka pendek, tetapi project tersebut mempunyai
konsekuensi negatif dalam jangka panjang, berupa pemutusan beberapa tenaga
penjualan, pengurangan budget pemasaran, dan penggunaan bahan baku yang relatif
murah sehingga menurunkan kualitas produk dalam jangka panjang (Wild et.al,
2004,). Semakin besar rasio ROA menunjukkan kenaikan laba bersih operasi dari
perusahaan yang bersangkutan. terdapat hubungan yang positif antara ROA dengan
harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan
(Higgins, 1998).
2.1.4.3.2. Return On Equity (ROE)
Rasio ini menggunakan hubungan antara keuntungan setelah pajak dengan
modal sendiri yang digunakan perusahaan. Yang dianggap modal sendiri adalah
saham biasa, agio saham, laba ditahan, saham preferen dan cadangan-cadangan lain.
Melihat hubungan-hubungan itu, Return On Equity tidak lain adalah rentabilitas
ekonomi. Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting
dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran
bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien (Riyanto, 2000). Return On Equity
dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi rasio ini menandakan kinerja perusahaan
semakin baik atau efisien, nilai equity perusahaan akan meningkat dengan
peningkatan rasio ini. Return On Equity (ROE) yaitu rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan
pembayaran dividen. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Net Income after Tax
ROE = --- X 100 % Total Equity
Keterangan :
Net Income After Tax adalah laba setelah pajak
Total Equity adalah total modal sendiri
Semakin besar rasio ROE menunjukkan kenaikan laba bersih dari perusahaan
yang bersangkutan. Ada hubungan yang positif antara ROE dengan harga saham
perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan (Higgins,1998).
2.1.4.3.3. Price Earning Ratio ( PER )
Price Earning Ratio (PER) adalah rasio harga saham dengan penghasilan atau
price earning ratio sering digunakan untuk membandingkan peluang investasi
(Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Suatu rasio harga dan penghasilan saham dihitung
dengan membagi harga pasar per lembar saham (market price share) dengan
penghasilan per lembar saham (Earning per share). PER menunjukkan perbandingan
antara harga saham di pasar atau harga perdana yang ditawarkan dibandingkan
Rumus menghitung PER yaitu :
Market price per share
PER = --- x 100% Earning per share
Atau :
Harga pasar per lembar saham
Rasio Harga / Laba = --- x 100% Laba per lembar saham
Adapun kegunaan rasio PER ini adalah : 1) menentukan nilai pasar saham
yang diharapkan, 2) menentukan nilai pasar saham dimasa yang akan datang. Secara
fundamental rasio ini diperhatikan oleh investor dalam memilih saham karena
perusahaan yang mempunyai nilai PER yang tinggi menunjukkan nilai pasar yang
tinggi pula atas saham tersebut, sehingga saham tersebut akan diminati oleh investor
dan hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga saham sebaliknya
apabila perusahaan mempunyai PER yang rendah menunjukkan nilai pasar yang
rendah sehingga akan berdampak terhadap penurunan harga saham (Husnan, 2003).
PER yang tinggi belum tentu mencerminkan kinerja yang baik, karena PER yang tinggi bisa saja disebabkan oleh turunnya rata-rata pertumbuhan laba perusahaan.
2.1.4.4. Besaran perusahaan (ukuran perusahaan)
Ukuran perusahaan akan mempunyai pengaruh terhadap struktur modal dalam
suatu perusahaan. Pada kenyataannya semakin besar suatu perusahaan maka
kecenderungan penggunaan dana eksternal juga semakin besar. Hal ini disebabkan
perusahaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif
pemenuhan dana yang tersedia adalah pendanaan eksternal. Kebijakan hutang
perusahaan dipengaruhi oleh ukuran besaran perusahaan dan ada hubungan yang
positif antara besaran perusahaan dan rasio hutang. Besaran perusahaan berpengaruh
positif terhadap leverage perusahaan (Brealey et.al, 2007).
2.1.4.5. Tingkat pertumbuhan penjualan
Bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi
kecenderungan penggunaan hutang sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tingkat pertumbuhan
penjualannya lebih rendah. Penggunaan hutang sebagai sumber dana untuk mendanai
pertumbuhan penjualan bersifat jangka pendek.
Pertumbuhan penjualan perusahaan berpengaruh positif dengan leverage
maka tingkat pertumbuhan penjualan berhubungan positif dengan hutang (Farid dan
2.1.4.6. Kebijakan dividen
Secara tidak langsung, kebijakan dividen akan memiliki pengaruh terhadap
tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan. Kebijakan dividen yang stabil
menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana
guna membayar jumlah dividen yang tetap tersebut (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
Apabila perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada
kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu membayar
dividen yang stabil serta memenuhi beban tetap hutang. Kebijakan dividen
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap debt ratio (Husnan dan Pudjiastuti,
2002).
2.1.4.7. Risiko bisnis
Dalam suatu perusahaan, risiko bisnis akan meningkat jika penggunaan
hutang tinggi dan hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kebangkrutan bagi
perusahaan. Risiko bisnis ditunjukkan oleh variabilitas pendapatan yang akan
diterima pada masa yang akan datang (Horngren et.al, 2000). Perusahaan dengan
risiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih sedikit untuk
menghindari kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan (Farid dan
Sudomo Siswanto, 1998).
2.1.4.8. Operating leverage
Variabel ini timbul dikarenakan perusahaan menggunakan cost operasi tetap
perusahaan, tingkat operating leverage pada suatu tingkat hasil akan ditunjukkan oleh
perubahan dalam volume penjualan yang mengakibatkan adanya perubahan yang
tidak proporsional dalam laba atau rugi operasi. Operating leverage merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi risiko bisnis (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998).
Semakin besar Operating leverage perusahaan maka semakin besar variasi
keuntungan akibat perubahan pada volume penjualan perusahaan dan mengakibatkan
semakin besar risiko bisnis perusahaan. Pada tingkat risiko yang tinggi, sebaiknya
struktur modal dipertahankan atau mengurangi penggunaan hutang yang lebih besar.
Sebaliknya untuk perusahaan dengan cost tetap yang kecil dapat menggunakan
hutang yang lebih besar.
2.1.5. Teori-Teori Dividen
Perusahaan mendistribusikan pendapatannya berdasarkan pada kebijakan
dividen yang telah ditetapkan. Tujuan utama manajemen yaitu meningkatkan
kekayaan pemegang saham melalui kenaikan harga saham di bursa efek. Kebijakan
dividen bersangkutan dengan keputusan seberapakah pendapatan yang diperoleh
perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan
seberapakah yang ditahan (retained earning) untuk diinvestasikan kembali ke bisnis
perusahaan. Untuk menghasilkan keputusan keputusan yang tepat tersebut,
manajemen memperhatikan preferensi pemegang saham terhadap dividen dan capital
gain. Teori-teori mengenai kebijakan dividen dikaitkan dengan preferensi pemegang
adalah bahwa dividen tidak relevan dengan nilai perusahaan dan dividen relevan
dengan nilai perusahaan. Teori yang menyatakan bahwa dividen relevan dengan nilai
perusahaan terbagi dua yaitu perusahaan sebaiknya membagikan dividen yang tinggi
untuk meningkatkan harga sahamnya dan teori yang lain berpendapat bahwa
perusahaan sebaiknya membayarkan dividen yang rendah saja. Teori-teori tersebut
adalah sebagai berikut :
2.1.5.1. Dividend irrelevance arguments atau teori irrelevansi dividen
Teori ini dikemukakan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani. Teori ini
juga dikenal dengan Teori "M dan M". Miller dan Modigliani berpendapat bahwa
kebijakan dividen tidak mempunyai efek terhadap harga saham perusahaan maupun
cost of capital. Nilai perusahaan ditentukan oleh kemampuan menghasilkan
pendapatan dari asset perusahaan dan resiko yang berkaitan dengan asset tersebut.
Dengan kata lain nilai perusahaan ditentukan oleh asset investment policy dan
bukannya dividend policy perusahaan, sehingga M dan M menyatakan bahwa
kebijakan dividen tidak relevan. Ada beberapa asumsi yang membuktikan bahwa
pendapat mereka benar. Asumsi-asumsi tersebut yaitu: Capital investment policy
perusahaan independen dari dividend policy-nya; Tidak ada pajak baik untuk
pemegang saham maupun untuk perusahaan ; Perusahaan tidak terkena flotation cost
jika menerbitkan saham baru, dan tidak ada biaya transaksi bagi pemegang saham
Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama (symmetric information}
mengenai kesempatan investasi di masa yang akan datang.
Pembayaran dividen yang didahului dengan pengumuman pembayaran akan
mempengaruhi harga saham di bursa, namun menurut M dan M hal tersebut tidak
berkaitan dengan kebijakan dividen yang telah diputuskan perusahaan, tetapi hal
tersebut terjadi karena adanya reaksi investor terhadap informasi yang ada dalam
pengumuman pembayaran dividen tersebut. Informasi tersebut merupakan
pencerminan dari ekspektasi manjemen terhadap pendapatan yang mampu diperoleh
perusahaan dimasa yang akan datang. Informasi inilah yang akan mendorong investor
untuk bereaksi sesuai dengan isi informasi tersebut, yang mengakibatkan
naik-turunnya harga sahamdi bursa.
Teori Irrelevansi Dividen menurut M dan M ini juga menyatakan bahwa di
pasar terdapat clientele effect, yaitu pendapat bahwa perusahaan dinilai menarik oleh
pemegang saham yang dalam menentukan preferensinya berdasarkan pembayaran
dan stabilitas dividen menurut pola pembayaran dan stabilitas dari perusahaan
tersebut. Artinya adalah seorang pemegang saham yang menginginkan dividen yang
stabil sebagai pendapatannyaakan menginginkan pembayaran dividen yang sama tiap
periode pembayaran. Sedangkan pemegang saham yang menyukai capital gain akan
lebih menyukai perusahaan yang berkembang, dimana pendapatannya banyak
diinvestasikan kembali dalam bisnis sehingga pembayaran dividennya menjadi tidak
dan M berpendapat bahwa nilai saham dari perusahaan tidak dipengaruhi oleh
kebijakan dividen.
Teori M dan M menunjukkan bahwa dalam dunia yang sempurna (ada
kepastian, tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pasar lain yang
sempurna) nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh distribusi dividen. Teori M dan M
ini dianggap tidak valid (Brigham dan Houston, 2006) karena dalam keadaan dunia
nyata, perusahaan dan investor membayar pajak, perusahaan selalu mengeluarkan
floatation cost dalam menerbitkan saham baru dan investor terkena biaya transaksi
jika mereka bertransaksi, dan manajer selalu mempunyai informasi yang lebih baik
mengenai kesempatan investasi dimasa yang akan datang daripada informasi yang
dimiliki investor (keadaan asymmetric information).
Teori M dan M ini konsisten dengan Teori Residu Dividen (The Residual
Theory of Dividends) yang berfokus bahwa para investor lebih senang apabila
perusahaan menahan keuntungannya untuk diinvestasikan kembali daripada jika
keuntungan tersebut dibayarkan berupa dividen.
2.1.5.2. The-bird-in-the-hand-theory oleh gordon-lintner
Myron J. Gordon dan John Lintner tidak sependapat dengan salah satu asumsi
dari Teori M dan M yaitu investor bersikap indeferen terhadap dividen dan capital
gain. Menurut pendapat Gordon dan Lintaer required rate of return investor
meningkat seiring dengan menurunnya dividen yang diterima, karena investor lebih
oleh laba yang ditahan (Brigham dan Houston, 2006). Dengan mempertimbangkan
resiko, investor menilai bahwa dividend yield (D1/P0),)beresiko lebih rendah daripada
g (growth) dalam total return yang diharapkan (Ks = D1/P0 + g), sehingga investor
menilai dividen lebih tinggi dari pada capital gain. Dengan kata lain investor
menyukai dividen, sehingga akan menaikkan harga saham perusahaan jika
perusahaan membayarkan dividen yang tinggi. Menanggapi pendapat Gordon dan
Lintner tersebut, M dan M berpendapat bahwa investor indeferen terhadap dividend
yield dan growth, sehingga total return yang diharapkan investor (KS) tidak
dipengaruhi oleh kebijakan dividen yang diputuskan manajemen, Menurut M dan M
resiko arus kas kepada investor dalam jangka panjang ditentukan oleh resiko arus kas
perusahaan dari pengoperasian assetnya dan bukan ditentukan oleh kebijakan
pembayaran dividen.
Teori ini dikatakan bird-in-fhe-fund theory karena Gordon dan Lintner
percaya pembayaran dividen saat ini (a bird in the hand) akan mengurangi
ketidakpastian yang dihadapi oleh investor, yang akan berpengaruh pada peningkatan
nilai Saham di bursa.
2.1.5.3. Tax differential theory
Teori ini dikemukakan oleh Litzenberg dan Ramaswamy yang menyatakan
bahwa pendapatan dividen yang diterima oleh pemegang saham akan dikenakan
pajak dan dibayarkan pada saat dividen diterima, sedangkan pajak atas capital gain