• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Pengaruh Pendekatan Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“Pengaruh Pendekatan Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”,"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

SISWA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Puji Syafitri Rahmawati

NIM 109017000059

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

LEMBAR PENGESAIHN PEMBIMBING

SKRIPSI

Skripsi berjudul Pengaruh Pendekatan Probtem

Salrizg

Terhadap

Kemampuan Representasi Matematis Siswa disusun

oleh

Paji

Syafitri

Rahmawati

NIM.

109017000059, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tartiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri lyarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah , sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada siding munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkap oleh fakultas.

Yang Mengesahkan,

Jakarta,5)nd

2015

lcbruai

Pembimbing II Pembimbing I

I

4L,tfu"'

U

Dr, Gelar Dwirahayu

NIP. I 9790601 200,604 2 004 NtP. 19820528 201

l0I

2 0l I
(4)
(5)

i

PUJI SYAFITRI RAHMAWATI (109017000059), “Pengaruh Pendekatan Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”, Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan problem solving dan pendekatan konvensional, serta menganalisis kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan problem solving. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 32 Bekasi Tahun Ajaran 2014/2015. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen kuasi dengan desain penelitian Randomized Posttest-Only Control Group Design yang melibatkan 76 siswa sebagai sampel. Penentuan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Pengumpulan data setelah perlakuan menggunakan tes kemampuan representasi matematis siswa.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan problem solving lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan problem solving

sebesar 67,13 dan nilai rata-rata kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional sebesar 57,45 (thitung > ttabel = 2,73 > 1,66).

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan problem solving

lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan konvensional.

(6)

ii

PUJI SYAFITRI RAHMAWATI (109017000059), “Impact of Problem Solving Approach toward Students’ Mathematical Representation Skills”. Paper of Major of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Learning, Stated Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, January 2015.

The purpose of this research is to analyze differences in students’ mathematical representation skills being taught by using a problem solving approach from the students’ mathematical skills being taught conventional approach, and to

analyze students’ mathematical representation skills who are taught by using problem solving approach. This research was conducted at SMP Negeri 32 Bekasi for 2014/2015 Academic Year. The method used in this research is a quasi experimental method with randomized posttest-only control group design involving 76 students as the samples. The samples withdrawal technique is by using cluster random sampling technique. Collecting data after treatment uses a students’ mathematical representation skills test.

The result of research reveals that the students’ mathematical representation skills being taught by using a problem solving approach was higher than the students’ mathematical representation skills being taught by using conventional approach. This result can be looked from that mean value of the students’ mathematical representation skills test who taught by using problem solving approach is 67,13 and that mean value of students’ mathematical representation skills being taught by using conventional approach is 57,45 (t-count > t-table = 2,73 > 1,66). The conclusion of this research is that the students’ mathematical representation skills being taught by

using a problem solving approach was higher than the students’ mathematical

representation skills being taught by using conventional approach.

(7)

iii

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan

rahmat, karunia, nikmat islam, nikmat iman, nikmat sehat yang berlimpah kepada

kita semua. Shalawat serta salam juga tidak lupa dicurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW serta pengikutnya yang telah membawa kita dari jaman gelap

gulita ke jaman terang benderang seperti sekarang ini.

Dalam masa penyusunan skripsi, penulis tidak memungkiri bahwa tidak

sedikit duka dan luka yang dialami. Namun berkat kerja keras, usaha, kesabaran

dan doa, serta kesungguhan hati dan dorongan-dorongan positif baik secara

langsung maupun tidak langsung dari banyak pihak membuat penulis akhirnya

dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Dosen Penasehat Akademik Pendidikan

Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang selalu memperhatikan mahasiswa-mahasiswa didiknya, termasuk

penulis.

5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, Dosen Pembimbing I, dan Ibu Eva Musyrifah, M.si,

Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan,

motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari

segala perbaikan dan kebaikan, semoga Ibu selalu berada dalam

kemuliaan-Nya.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah

(8)

penulis menjalani masa perkuliahan. Semoga ilmu-ilmu yang Bapak dan Ibu

berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7. Para Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Para Staf Jurusan Pendidikan

Matematika yang senantiasa memberikan kemudahan pada penulis dalam hal

pembuatan surat-surat dan sertifikat. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum

dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta

memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

8. Bapak H. Syamsuri, S.Pd, Kepala Sekolah SMP Negeri 32 Bekasi, yang telah

memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Para dewan guru,

khususnya Ibu Fanny Febriyanti, S.Pd, selaku guru mata pelajaran matematika

yang telah membantu penulis pada saat melakukan penelitian. Seluruh siswa

SMP Negeri 32 Bekasi, khususnya siswa kelas 8.3 dan 8.1.

9. Keluarga tercinta. Mamah Ai Rustini dan Papah Asep Suratman yang selalu

memberikan semangat-semangat positif di saat penulis merasa down, dukungan moril dan materil, serta doa yang tidak pernah terputus demi

kelancaran, kemudahan, dan kesuksesan penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini. Kakak tercinta Gama Ufiz Arfakhsyadz, Rina Nur Fitriyani, serta Adik

Martina Fauziyah yang selalu memberikan kasih sayang yang berlimpah,

kebahagiaan dan masukan-masukan yang sangat berarti dalam penyusunan

skripsi ini. Tidak lupa juga untuk keponakan tercinta, terlucu, terimut dan

tertampan, Umar Faiz Abdullah, yang selalu menjadi mood-booster, memberikan keceriaan, penghilang rasa lelah dan sedih bagi penulis. Semoga

mamah, papah, kakak-kakak, adik, dan Umar tampan selalu berada dalam

lindungan-Nya dan diberikan kemudahan dan kelancaran dalam segala hal

oleh Allah SWT.

10.Yang terkasih, Muchtar, S.Pd, yang selalu ada disaat penulis membutuhkan

saran dan masukan, tempat curhat, teman mengobrol, memberikan banyak

kasih sayang, penghilang rasa jenuh dan lelah, dan selalu memberikan

(9)

lindungan-Nya, dan diberikan kemudahan kelancaran dalam segala hal oleh

Allah SWT.

11.Keluarga keduaku, Anak Kosan Keche Badai. Ichamy Beruang Banchi

Gembhul, Hestyschon Masha Desriyanto, Arya Pimpim, Qisty Dora, Mamih

Indah, Imute, Elaphe, Nyai Dijah, Atu, Iva, dan Ipit, serta adik-adik kosan

yang sedang berjuang bersama-sama penulis dalam penyusunan skripsi yang

selalu memberikan semangat dan kasih sayang yang berlimpah, menemani

penulis dalam menyusun skripsi, bertukar saran dan masukan dalam

penyusunan skripsi, dan membuat hari-hari penulis lebih berwarna.

12.Teman-teman seperjuangan mahasiswa Jurusan PMTK kelas A, B, dan C angkatan 2009. Semoga kalian selalu sehat wal’afiat dan selalu dalam lindungan-Nya.

Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada pihak-pihak yang namanya

belum bisa disebutkan satu per satu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa

semoga bantuan-bantuan, masukan-masukan, semangat-semangat yang kalian

berikan menjadi pintu datangnya ridho yang diberikan Allah SWT di dunia dan akhirat. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.

Demikianlah, walaupun penulis sudah berupaya menyusun skripsi ini

dengan sebaik-baiknya, akan tetapi tetap saja penulis merasa masih terdapat

banyak kesalahan di dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati

akan menerima kritik dan saran yang membangun dari siapa saja yang membaca

skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya

bagi penulis pribadi dan para pembaca umumnya.

Jakarta, Februari 2015

(10)

iv

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10

A. Deskripsi Teoretik ... 10

1. Kemampuan Representasi Matematis ... 10

a. Representasi Eksternal ... 13

b. Representasi Internal ... 13

2. Pendekatan Problem Solving ... 18

a. Pengertian Pendekatan Problem Solving ... 18

b. Tahap Pendekatan Problem Solving ... 21

c. Hubungan Pendekatan Problem Solving dengan Kemampuan Representasi Matematis ... 23

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 26

C. Kerangka Berpikir ... 27

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode dan Desain Penelitian ... 31

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 32

D. Instrumen Penelitian ... 32

1. Uji Validitas ... 35

2. Uji Reliabilitas ... 36

3. Uji Indeks Kesukaran ... 37

4. Uji Daya Pembeda ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 39

1. Uji Normalitas ... 40

2. Uji Homogenitas ... 41

3. Uji Hipotesis ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Data ... 44

1. Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 44

a. Kelas Eksperimen ... 44

b. Kelas Kontrol ... 46

c. Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49

2. Kemampuan Representasi Matematis Siswa Berdasarkan Indikator Representasi ... 51

a. Kelas Eksperimen ... 51

b. Kelas Kontrol ... 53

c. Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 54

B. Pengujian Persyaratan Hipotesis ... 56

1. Uji Normalitas ... 56

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 56

(12)

2. Uji Homogenitas ... 57

C. Pengujian Hipotesis ... 58

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .... 60

2. Analisis Kemampuan Representasi Matematis ... 65

a. Indikator Visual ... 65

b. Indikator Persamaan/Ekspresi Matematis ... 67

c. Indikator Kata-Kata/Teks Tertulis ... 69

E. Keterbatasan Penelitian ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(13)

vii

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Representasi ... 17

Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian ... 31

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 33

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematis Materi Relasi Fungsi ... 34

Tabel 3.4 Derajat Reliabilitas ... 36

Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal ... 37

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda Soal ... 38

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Reliabitas ... 39

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Siswa pada Kelompok Eksperimen ... 45

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Siswa pada Kelompok Kontrol ... 47

Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dengan Kelompok Kontrol ... 49

Tabel 4.4 Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Per Indikator Kelompok Eksperimen ... 52

Tabel 4.5 Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Per Indikator Kelompok Kontrol ... 53

Tabel 4.6 Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 54

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 57

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 57

(14)

viii

Gambar 1.1 Hasil Jawaban Siswa yang Diteliti ... 4

Gambar 2.1 Contoh Representasi Usia oleh Anak ... 12

Gambar 2.2 Hubungan Timbal Balik Antara Representasi Eksternal dan

Representasi Internal ... 15

Gambar 2.3 Five Different Representations of Mathematical Ideas.

Translation Between and Within Each Can Help Develop New Concepts ... 16

Gambar 2.4 Kerangka Pemecahan Masalah Matematika ... 24

Gambar 2.5 Kerangka Berpikir Penelitian ... 29

Gambar 4.1 Histogram Distribusi Frekuensi Kumulatif Hasil Tes

Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok

Eksperimen ... 46

Gambar 4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Kumulatif Hasil Tes

Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok

Kontrol ... 48

Gambar 4.3 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Representasi Matematis

Siswa pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50

Gambar 4.4 Persentase Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator ... 55

Gambar 4.5 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 59

Gambar 4.6 Proses Understand pada Pendekatan Problem Solving ... 61 Gambar 4.7 Proses Plan dan Carry Out pada Pendekatan Problem Solving . 62 Gambar 4.8 Proses Conclusion pada Pendekatan Problem Solving ... 63

Gambar 4.9 Suasana Belajar pada Kelas 8.3 Sebagai Kelompok Eksperimen:

(a) Siswa Duduk Bersama Kelompoknya, dan (b) Siswa

Berdiskusi dalam Menyelesaikan LKS yang Diberikan ... 64

(15)

Gambar 4.11 Jawaban Siswa Kelompok Kontrol pada Indikator Visual ... 66

Gambar 4.12 Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen pada Indikator

Persamaan/Ekspresi Matematis ... 68

Gambar 4.13 Jawaban Siswa Kelompok Kontrol pada Indikator

Persamaan/Ekspresi Matematis ... 68

Gambar 4.14 Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen pada Indikator

Kata-Kata/Teks Tertulis ... 70

Gambar 4.15 Jawaban Siswa Kelompok Kontrol pada Indikator

(16)

x

Lampiran 1 RPP Eksperimen ... 81

Lampiran 2 RPP Kontrol ... 93

Lampiran 3 LKS Eksperimen ... 102

Lampiran 4 Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi Matematis ... 120

Lampiran 5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 121

Lampiran 6 Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 122

Lampiran 7 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 124

Lampiran 8 Hasil Ujicoba Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 128

Lampiran 9 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 129

Lampiran 10 Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 130

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 131

Lampiran 12 Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen ... 132

Lampiran 13 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 133

Lampiran 14 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 134

Lampiran 15 Hasil Uji Daya Beda Instrumen ... 145

Lampiran 16 Perhitungan Uji Daya Beda Instrumen ... 136

Lampiran 17 Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen ... 137

Lampiran 18 Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Kontrol ... 139

Lampiran 19 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelompok Eksperimen ... 141

(17)

Lampiran 21 Perhitungan Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Kelompok Eksperimen Berdasarkan Indikator Representasi ... 147

Lampiran 22 Perhitungan Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol Berdasarkan Indikator Representasi ... 148

Lampiran 23 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 149

Lampiran 24 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 151

Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 153

Lampiran 26 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 154

Lampiran 27 Tabel Nilai Koefisien Korelasi (r) Product Moment dari Pearson 156 Lampiran 28 Tabel Chi-Square ... 158

Lampiran 29 Tabel Nilai Kritis Distribusi f ... 159

(18)

1

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Matematika berperan sangat penting di dunia ini. Peranan ini dapat dilihat

pada berbagai sektor kehidupan manusia, seperti komputasi, transportasi,

komunikasi, ekonomi/perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Matematika sudah diperkenalkan oleh ilmuan-ilmuan terdahulu dan

terus-menerus berkembang pesat sejalan dengan perkembangan jaman hingga saat

ini. Keberhasilan dan kemajuan teknologi yang mengubah dunia semakin canggih

pun tidak lepas dari peranan matematika.

Mata pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan dari

mulai penghitungan sederahana sampai bentuk yang kompleks. Sasaran dalam

pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan siswa

dalam berpikir matematis. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Johnson

dan Rising dalam bukunya bahwa matematika adalah pola berpikir, pola

mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang

menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,

representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai

ide daripada mengenal bunyi.1 Oleh karena itu, siswa yang merupakan sumber

daya manusia melalui pembelajaran matematika dapat meningkatkan kualitasnya

dengan memiliki kemampuan berpikir yang logis, cermat, kritis, sistematis, dan

rasional.

Boole berpendapat bahwa itu matematika adalah ide-ide tentang jumlah

dan kuantitas.2 Sementara Ruseffendi berpendapat bahwa matematika lebih

menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil

1

Erman Suherman, dkk., Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer , (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 19.

2

Marsigit, Sejarah dan Filsafat Matematika, 18 Maret 2014, pkl. 15.00, h. 3,

(19)

eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran

manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.3

Menurut berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa

matematika adalah kegiatan berpikir matematis yang terbentuk oleh

pikiran-pikiran manusia dan berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Kemampuan berpikir matematis tidak sekedar menyampaikan berbagai

informasi seperti aturan, definisi, dan prosedur untuk dihafal oleh siswa

tetapi guru harus melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar

mengajar. Keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika akan membantu

memperkuat pemahaman mereka tentang konsep-konsep matematika. Hal ini

sesuai dengan prinsip konstruktivisme bahwa siswa membangun pemahaman

matematikanya sendiri baik secara personal atau sosial, pemahaman tersebut tidak

dapat berpindah dari guru ke siswa, kecuali ada keaktifan dari siswa untuk

bernalar, siswa aktif untuk mengkonstruksi terus menerus sehingga pemahaman

yang berbeda-beda dapat dibentuk menjadi pemahaman yang baru, guru hanya

sebagai pemberi sarana atau situasi agar proses kontruksi siswa berjalan dengan

baik. Akan tetapi keaktifan siswa kurang dikembangkan oleh guru dalam proses

pembelajaran, siswa seringkali menerima ilmu matematika secara pasif dari guru

dan selalu menghapal rumus sehingga kemampuan berpikir matematis tidak

terbentuk dan berkembang sebagaimana yang diharapkan.

Untuk berpikir secara matematis, siswa harus dapat mengemukakan ide-ide

matematikanya dalam berbagai cara. Hal inilah yang disebut dengan representasi.

Pengembangan kemampuan berpikir secara matematis diperlukan untuk lebih

memahami konsep-konsep dan dapat digunakan dalam standar kemampuan dalam

belajar. National Council of Teachers of Mathematics menyebutkan bahwa dalam

belajar matematika siswa dituntut untuk memiliki kemampuan: pemahaman,

pemecahan masalah, komunikasi, koneksi matematika, dan merepresentasikan

3

Hakikat Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD, 07 November 2013, pkl.

(20)

ide-ide.4 Dengan demikian, kemampuan representasi merupakan hal penting

dalam pembelajaran matematika.

Kemampuan representasi dapat meningkatkan dan memperkaya

pengetahuan matematika siswa karena dapat digunakan dalam memecahkan

berbagai masalah di kehidupan nyata. Hal ini sejalan degan teori yang disebutkan

oleh Villegas et al. yang berpendapat bahwa “representation systems fulfill certain requirements for complexity, interrelationship and power of symbolization and abstraction; mastering them broadens and enriches human intelligence, in that they are useful instruments for modeling reality and practical tools for solving different problems in real life.” 5 Artinya, sistem representasi memenuhi

persyaratan tertentu untuk kompleksitas, keterkaitan dan kekuatan simbolisasi dan

abstraksi; menguasai memperluas dan memperkaya kecerdasan manusia, dalam

arti bahwa mereka adalah instrument yang berguna untuk pemodelan realitas dan

alat-alat praktis untuk memecahkan masalah yang berebda dalam kehidupan nyata.

Oleh karena itu, kemampuan representasi dianggap sangat penting dalam

keberhasilan pembelajaran matematika.

Kemampuan representasi merupakan salah satu kemampuan yang

mempunyai keterkaitan dengan pemahaman matematis. Representasi merupakan

hal terpenting dalam mengkonstruksi ide dan pemahaman siswa terkait dengan

konsep-konsep matematika. Dengan adanya representasi, siswa dapat memberikan

informasi tentang pendapatnya mengenai suatu konteks atau ide matematika. Oleh

karena itu, kemampuan representasi sangatlah dibutuhkan siswa untuk menunjang

pemahaman siswa dalam proses pembelajaran dan dalam pemecahan masalah

matematika.

Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda-beda dalam membangun

pengetahuannya. Dalam hal ini, sangat memungkinkan bagi siswa untuk mencoba

berbagai representasi dalam memahami suatu konsep. Menurut Neria dan Amit

4

Hani Handayani, “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Siswa Sekolah Dasar”, Tesis pada Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2013, h. 1, tidak dipublikasikan.

5

(21)

Sebagaimana dinyatakan Brenner bahwa proses pemecahan masalah yang sukses

bergantung kepada keterampilan merepresentasi masalah seperti mengkonstruksi

dan menggunakan representasi matematik di dalam kata-kata, grafik, tabel, dan

persamaan-persamaan, penyelesaian dan manipulasi simbol.6

Georgia DeClark, seorang guru taman kanak-kanak, mengadakan sebuah

penelitian dengan memberikan sebuah pertanyaan ”Ada berapa banyak kaki di rumah kalian?” kepada tiga siswa taman kanak-kanak dan meminta mereka untuk menjawab dengan menggambarkannya pada sebuah kertas. 7 Ketiga siswa tersebut

memberikan jawaban yang berbeda-beda mengenai pertanyaan yang diberikan.

Gambar 1.1 Hasil Jawaban Siswa yang Diteliti8

Siswa A memberikan jawaban dengan menggambarkan seluruh bagian

tubuh anggota keluarganya, siswa B memberikan jawaban hanya dengan

menggambarkan banyaknya kaki seluruh anggota keluarganya, sedangkan siswa

C hanya membuat garis-garis sebanyak 8 garis. Pertanyaan yang diberikan oleh

peneliti tersebut termasuk ke dalam pertanyaan untuk mengetahui kemampuan

representasi siswa. Kemampuan representasi siswa A tidak hanya dalam bentuk

pengetahuan angka, tetapi pengetahuan ilmiah tentang anggota tubuh dan

pengetahuan sosial tentang nama-nama anggota keluarganya. Siswa B memiliki

cukup pengetahuan ilmiah, tetapi hanya menggambarkan bagian tubuh yang

6 Kartini, “Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika”,

Prosiding pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 2009, hh. 361-362.

7

Gerald Goldin & Nina Shteingold, Systems of Representations and the Development of Mathematical Concepts dalam Albert A. Cuoco (ed), The Roles of Representation in School Mathematics 2001 Yearbook, (NCTM, 2001), h. 33.

8

(22)

memang ditanyakan. Sedangkan siswa C kemampuan representasinya merupakan

tipe representasi yang mana pengetahuan logika matematikanya belum dominan.

Meskipun kemampuan representasi matematis merupakan hal yang sangat

penting dalam pembelajaran matematika, namun pada kenyataannya masih

banyak guru yang mengesampingkan kemampuan representasi matematis siswa.

Padahal dengan kemampuan representasi matematis yang baik, siswa akan lebih

mudah memahami konsep yang sedang dipelajarinya. Hal ini sejalan dengan

pendapat Hudiono yang menyatakan bahwa menurut guru, representasi matematis

berupa grafik, tabel, dan gambar hanya merupakan pelengkap pembelajaran saja

dan guru jarang memperhatikan perkembangan kemampuan representasi

matematis siswa.9

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2011, menunjukkan bahwa

peringkat matematik siswa SMP kelas VIII di Indonesia menduduki peringkat

ke-38 dari 48 negara yang ikut serta dengan skor rata-rata 386. Skor rata-rata

tersebut termasuk kedalam kategori rendah, masih jauh dari kategori sedang

yang memerlukan skor 500. Salah satu kemampuan yang diteliti ialah siswa dapat

mengidentifikasi ekspresi aljabar yang koresponden dengan situasi sederhana dan

menambahkan ekspresi aljabar.10 Kemampuan tersebut merupakan salah satu

kemampuan representasi dan jika dilihat dari skor rata-rata yang diperoleh,

membuktikan bahwa kemampuan representasi siswa kelas VIII Indonesia masih

rendah. Selain itu, hasil penelitian yang telah dilakukan Ummu Aiman di salah

satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Jakarta menyatakan bahwa rata-rata

kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII yang diajarkan dengan

pembelajaran konvensional adalah 54,14, sedangkan nilai rata-rata gabungan

9

Bambang Hudiono, “Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi Terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung: 2005, h. 4, tidak dipublikasikan.

10

(23)

kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah 59,54.11 Karena kemampuan

representasi matematis yang masih rendah, maka dalam pembelajaran

matematika di kelas, kemampuan representasi matematis merupakan salah satu

kemampuan yang perlu ditingkatkan. Pentingnya kemampuan representasi dalam

pembelajaran matematika sudah banyak dibuktikan oleh peneliti-peneliti

sebelumnya, seperti penelitian Kalathil & Sherin, Neria & Amit, Gagatsis & Elia,

Elia, Michaelidou, N, et al., Amit dan Fried, Harries & Barmby, Hwang, dkk, dan

lain-lain.12

Berdasarkan uraian tersebut, perlu adanya suatu usaha untuk

meningkatkan kemampuan representasi matematis. Terdapat banyak pendekatan

pembelajaran yang telah dirumuskan oleh para ahli untuk membantu

meningkatkan kemampuan representasi dalam pembelajaran matematika. Salah

satu pendekatan yang dipandang dapat memfasilitasi dalam meningkatkan

kemampuan representasi matematis siswa adalah pendekatan problem solving. Pendekatan problem solving merupakan suatu pendekatan yang membantu siswa untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki

untuk diterapkan ke dalam pemecahan masalah yang tidak rutin. Suherman

menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran matematika merupakan upaya yang

ditempuh guru dalam melaksanakan pembelajaran agar konsep matematika yang

disajikan bisa beradaptasi dengan siswa.13 Artinya, konsep matematika yang

diberikan dapat disatukan dengan konsep matematika yang telah dimiliki siswa

sehingga membentuk konsep baru yang lebih bermakna dan dapat membangun

pengertian baru dalam pikiran siswa. Pendekatan problem solving yang diadopsi dari G. Polya ada 4 tahap, yaitu: (1) Memahami masalah, (2) Merencanakan

penyelesaian, (3) Melakukan perhitungan (melaksanakan rencana), (4) Memeriksa

11 Ummu Aiman, “Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) Terhadap

Kemampuan Representasi Matematis Siswa”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013, h. 48, tidak dipublikasikan.

12Kartini, “Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika”,

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 2009, h. 367.

13

(24)

kembali proses dan hasil. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Tatang Herman

yang mengatakan bahwa pendekatan problem solving dalam belajar matematika akan melatih siswa untuk berpikir efektif dan strategis dalam menyelesaikan

permasalahan.14 Dalam prosesnya, siswa diminta untuk mengemukakan ide dalam

berbagai cara dan menentukan cara yang paling tepat untuk menyelesaikan

permasalahan. Kemampuan representasi diperlukan dalam proses ini karena siswa

diminta memilih satu dari sekian formula penyelesaian yang dikemukakan. Jadi

dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem solving dapat melatih siswa mengembangkan kemampuan berpikir matematis khususnya kemampuan

representasi.

Sebagai upaya untuk menjawab permasalahan mengenai rendahnya

kemampuan representasi matematis siswa dan latar belakang masalah yang

diuraikan di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan

judul ”Pengaruh Pendekatan Problem Solving terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan,

maka timbul pernyataan yang mendasari penelitian ini, antara lain:

1. Kesempatan siswa mengemukakan ide-ide matematika mereka kurang

diberikan oleh guru dikarenakan beberapa siswa mempelajari matematika

hanya dengan menghapal rumus, bukan dengan menganalisa setiap soal

yang diberikan.

2. Keaktifan siswa kurang dikembangkan oleh guru dalam proses

pembelajaran dikarenakan siswa seringkali menerima ilmu secara satu

arah yaitu dari guru ke siswa.

3. Kemampuan representasi matematis siswa masih dikesampingkan oleh

banyak guru dikarenakan guru menganggap representasi matematis hanya

merupakan pelengkap pembelajaran saja.

14 Tatang Herman, “Tren Pembelajaran Matematika pada Era Informasi Global”, 31

(25)

4. Kemampuan representasi matematis siswa masih tergolong rendah. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian peneliti terdahulu mengenai kemampuan

representasi matematis siswa, dimana nilai rata-rata siswa yang diajar

dengan pembelajaran konvensional yaitu 54,14 dan rata-rata gabungannya

59,54

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan yang tidak

diharapkan, maka peneliti memberikan batas sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan pendekatan problem solving yang mengadopsi teori G. Polya yang dilakukan dengan kegiatan memahami, merencanakan,

melakukan perhitungan, dan memeriksa kembali proses dan hasil.

2. Penelitian ini akan meneliti kemampuan representasi matematis siswa

hanya pada aspek kemampuan representasi eksternal matematis.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan penelitian, maka masalah

yang akan diteliti yaitu:

Apakah terdapat pengaruh pendekatan problem solving terhadap kemampuan representasi matematis siswa?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu:

Untuk menganalisis kemampuan representasi matematis siswa yang

diajarkan dengan menggunakan pendekatan problem solving.

F.

Manfaat Penelitian

Apabila penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan

problem solving dapat memberikan hasil yang signifikan terhadap kemampuan representasi siswa, maka diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

(26)

2. Bagi siswa, membantu siswa mengembangkan kemampuan representasi

matematisnya dengan menggunakan pendekatan problem solving.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu

kajian untuk mengadakan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan

(27)

10

A.

Deskripsi Teoretik

1. Kemampuan Representasi Matematis

NCTM menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus

dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).1 Hal tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan representasi merupakan salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam proses

pembelajaran matematika. Jones menambahkan bahwa terdapat 3 alasan yang

mendasari representasi sebagai salah satu standar proses yaitu: 2

1. Kelancaran dalam melakukan translasi diantara berbagai jenis

representasi yang berbeda merupakan kemampuan dasar yang perlu

dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematis.

2. Ide-ide matematis yang disajikan guru melalui berbagai representasi

akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap siswa dalam

mempelajari matematika.

3. Siswa membutuhkan latihan dalam membangun representasinya

sendiri sehingga memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang

baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

Fadillah mengungkapkan bahwa representasi adalah ungkapan-ungkapan

dari ide matematis yang ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti

dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari suatu

1 Leo A. Effendi, “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing

untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP”, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13, No. 2, 2012, h. 2.

2

(28)

masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya.3

Kemudian Gerald Goldin menyatakan, “a representation is a configuration that can represent something else in some manner. For example, a word can represent a real-life object, a numeral can represent the cardinality of a set, or

the same numeral can represent a position on a number line”.4 Hal ini dapat diartikan bahwa representasi adalah sebuah konfigurasi yang dapat mewakili

sesuatu dalam beberapa cara. Contohnya, sebuah kata dapat mewakili objek

kehidupan nyata, sebuah angka dapat mewakili kardinalitas himpunan, atau urutan

angka yang sama dapat mewakili posisi pada garis bilangan. Dan juga menurut

Hutagaol, representasi menunjuk pada proses ataupun hasil (produk) dalam

tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menangkap suatu konsep hubungan

matematis di dalam suatu bentuk matematika itu sendiri.5 Artinya, ide matematika

yang dicerna siswa diproses sedemikian rupa dan menuangkannya dalam bentuk

konkrit sehingga memahami bahwa ada keterkaitan antara ide matematika dengan

bentuk matematikanya. Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan

bahwa representasi adalah proses atau hasil dari berfikir efektif tentang ide-ide

matematika yang dituangkan dalam bentuk konkrit sehingga dapat ditemukan

adanya keterkaitan hubungan antara konsep matematika dengan bentuk

matematikanya.

Cai, Lane dan Jakabcsin menyatakan bahwa representasi merupakan cara

yang digunakan seseorang untuk mengemukakan jawaban atau gagasan matematis

yang bersangkutan. 6 Misalnya, seorang anak diberi pertanyaan “berapakah

3

Devi Aryanti, Zubaidah, dan Asep Nursangaji, Kemampuan Representasi Matematis Menurut Tingkat Kemampuan Siswa pada Materi Segi Empat di SMP, 23 Desember 2013, pkl. 20:55, (http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/download/812/pdf).

4

Gerald Goldin, Representation in Mathematical Learning and Problem Solving, dalam Lyn D. English (ed.), Handbook of International Research in Mathematics Education, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publisher, 2002), h. 208.

5 Kartini Hutagaol, “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan

Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama”, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, 2013, h. 91.

6

(29)

usiamu?” oleh gurunya, anak tersebut menggambarkan atau menuliskan usia lima tahun seperti pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Contoh Representasi Usia oleh Anak

Saat ditanya “mengapa bentuk angka lima seperti itu?”, anak bisa saja

terdiam karena memang dari awal mengenal angka, dia dikenalkan dengan angka lima yang berbentuk “5”, terlepas anak belum mempelajari konsep bilangan.

Representasi yang dimunculkan oleh siswa adalah ungkapan-ungkapan

dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam

upaya untuk mencari solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi. Standar

representasi NCTM menyebutkan bahwa, program pembelajaran matematika dari

pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12, harus memungkinkan siswa untuk:7

1. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisir,

mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide matematika.

2. Memilih, menerapkan dan menerjemahkan representasi matematik

untuk memecahkan masalah.

3. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan

menginterpretasikan kejadian fisik, sosial ataupun matematika.

Dari penuturan NCTM dan Jones di atas, representasi merupakan standar

proses yang harus dikuasai sebelum sekolah sampai kelas 12 karena kemampuan

representasi yang dilatih sejak dini dapat membantu memperdalam pemahaman

konsep sehingga dapat membantu dalam pemecahan masalah. Representasi

merupakan salah satu penunjang terbentuknya kemampuan matematis. Selain itu,

representasi juga dapat membuat siswa mengkomunikasikan informasi kepada

7

Miriam Amit, “Multiple Representations in 8THGrade Algebra Lessons: Are Learners

Really Getting It”, Proceedings of the 29th Conference of International Grup For The Psychology

(30)

guru tentang bagaimana cara berpikir siswa mengenai suatu konteks atau ide-ide

matematika. Oleh karena itu, guru harus dapat menemukan cara mengembangkan

kemampuan representasi siswa dalam pembelajaran matematika.

Representasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu representasi eksternal dan

representasi internal.

a. Representasi Eksternal

Gerald Goldin dan Nina Shteingold mendeskripsikan representasi eksternal

sebagian besar meliputi: (1) notasi dan bentuk, (2) menunjukkan hubungan secara

visual atau spasial, (3) huruf dan kalimat, (4) tulisan atau lisan.8 Sementara

jenis-jenis representasi eksternal menurut Ostad adalah konkret, konkret,

semi-tanda, dan tanda.9 Konkret meliputi benda nyata, semi-konkret meliputi gambar

dari benda nyata, semi-tanda meliputi benda nyata dengan satu propertinya (misal

garis-garis atau titik-titik sejumlah benda yang direpresentasikan), dan tanda

meliputi simbol arbitrer (berubah-ubah) dan konvensional (lima, 5, V, dll). Jadi,

representasi eksternal adalah cara menyampaikan ide atau konsep matematika ke

dalam bentuk nyata/konkret baik berupa benda-benda maupun tulisan atau lisan.

Hiebert dan Carpenter menyatakan bahwa komunikasi matematik adalah bagian

dari representasi eksternal (bahasa lisan, simbol tertulis, gambar atau objek fisik),

sedangkan untuk berpikir tentang pemahaman matematis bagian dari representasi

internal.10

b. Representasi Internal

Sistem internal, sebaliknya, termasuk membangun simbolisasi pribadi

siswa dan penugasan arti notasi matematika, serta bahasa alami mereka, citra

visual dan representasi spasial, strategi pemecahan masalah mereka dan heuristik,

8

Gerald Goldin dan Nina Shteingold, System of Representations and the Development of Mathematical Concept, dalam Albert A. Cuoco (ed), The Roles of Representation in School Mathematics 2001 Yearbook, (NCTM, 2001), hh. 4-5.

9

Snorre A. Ostad, Memahami dan Menangani Bilangan, 23 Desember 2013, pkl.

21:17,h.3,(http://www.idp-europe.org/docs/uio_upi_inclusion_book/13-Memahami_dan_Menangan_Bilangan.pdf).

10

(31)

dan (sangat penting) mereka mempengaruhi dalam kaitannya dengan

matematika.11 Representasi internal memiliki: 12

1. Sistem lisan yang berhubungan dengan kalimat, yang meliputi

kemampuan berbahasa alami - kemampuan menyusun kalimat, asosiasi

verbal, serta tata bahasa dan kalimat;

2. Sistem imagistic, termasuk visual - berhubungan dengan ruang, tactile - berhubungan dengan keindahan (gestur tangan dan bahasa tubuh), dan pendengaran - kode berirama;

3. Sistem notasi formal, termasuk konfigurasi internal yang sesuai untuk

dipelajari, sistem simbol konvensional dalam matematika (penomoran,

notasi aljabar, dll) dan aturan untuk memanipulasinya,

4. Sistem perencanaan, pemantauan, kontrol dan eksekutif yang

memandu pemecahan masalah, strategis termasuk berpikir, heuristics,

dan banyak dari apa yang sering disebut sebagai kemampuan

metakognitif,

5. Sistem afektif yang tidak hanya meliputi emosi “global” yang terkait

dengan keyakinan dan sikap yang relatif stabil, tetapi juga perubahan

keadaan perasaan “lokal” yang terjadi selama pembelajaran

matematika dan pemecahan masalah.

Jadi, representasi internal merupakan sistem membangun simbolisasi

matematika dalam diri untuk digambarkan menjadi bentuk representasi eksternal.

Representasi internal tidak dapat diamati secara langsung dengan menggunakan

indera penglihatan karena berlangsung secara mental dalam otak. Akan tetapi,

baik atau tidaknya kemampuan representasi internal dapat dilihat dari kemampuan

representasi eksternalnya. Sesuai dengan hal tersebut Ostad menyatakan bahwa

bentuk representasi eksternal (materi fisik, gambar, simbol, dll) yang

dipergunakan oleh siswa menentukan cara siswa merepresentasikan pengetahuan

matematikanya secara internal. Sebaliknya, cara siswa menangani atau membuat

representasi eksternal dapat mengungkapkan bagaimana siswa telah

11

Gerald Goldin dan Nina Shteingold, op. cit., h. 2.

12

(32)

merepresentasikan informasi tersebut secara internal. 13 Dengan kata lain, ada

hubungan timbal-balik antara representasi eksternal dan representasi internal

dalam diri seseorang dalam memecahkan masalah seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Hubungan Timbal-Balik Antara Representasi Eksternal dan Representasi Internal

Mayer mengkaitkan kemampuan representasi seseorang berdasarkan

proses kognisi yang terjadi pada memori kerja. Menurut Mayer, terdapat tiga

unsur representasi yang saling berkaitan, yaitu visual, verbal dan referensi.14

Kemampuan representasi visual (gambar atau grafik) adalah kemampuan

menerjemahkan masalah matematik menjadi tabel, gambar, ataupun grafik.

Kemampuan representasi verbal adalah kemampuan menerjemahkan hal-hal yang

diselidiki dan hubungannya dengan masalah matematika yang dihadapi kedalam

kata-kata atau bahasa. Kemampuan referensi dimaksudkan sebagai kemampuan

menerjemahkan masalah yang bersumber dari dunia nyata dan hal yang sifatnya

konkret kedalam representasi rumus aritmatika.

Lesh, Post & Behr mendeskripsikan sistem representasi dalam lima tipe,

yaitu: picture, written symbols, oral language, real-world situations, dan

manipulative models yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain.Hubungan

tipe-tipe representasi yang terkait satu sama lain tersebut dapat dilihat pada

Gambar 2.3 sebagai berikut:

13

Snorre A. Ostad, op. cit., h. 4.

14

(33)
[image:33.595.118.509.124.565.2]

Gambar 2.3 Five Different Representations of Mathematical Ideas. Translations Between and Within Each Can Help Develop New Concepts.15

Konsep representasi menurut NCTM, Mayer, dan Lesh et.al dapat

dikaitkan satu sama lain. Poin pertama dalam standar representasi menurut NCTM

yaitu, membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat

dan mengkomunikasikan ide-ide matematika, termasuk ke dalam representasi

visual dan verbal yang disebutkan oleh Mayer. Poin kedua, yaitu memilih,

menerapkan dan menerjemahkan representasi matematik untuk memecahkan

masalah, dapat berupa representasi visual, verbal dan referensi menurut Mayer.

Poin ketiga, yaitu menggunakan representasi untuk memodelkan dan

menginterpretasikan kejadian fisik, sosial ataupun matematika, termasuk

representasi referensi menurut Mayer. Ketiga unsur representasi yang

dikemukakan oleh Mayer, dijabarkan kembali oleh Lesh, Posh & Behr.

Representasi visual mencakup gambar, model manipulatif dan simbol-simbol

15

(34)

tertulis. Representasi verbal mencakup bahasa lisan. Sementara representasi

referensi mencakup situasi dunia nyata (real-world situations).

Selanjutnya, Mudzakir dalam penelitiannya mengelompokkan representasi

matematis ke dalam tiga ragam representasi yang utama, yaitu 1) representasi

visual berupa diagram, grafik, atau tabel, dan gambar; 2) Persamaan atau ekspresi

matematika; dan 3) Kata-kata atau teks tertulis. Adapun indikatornya adalah

sebagai berikut: 16

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Representasi

No Representasi Bentuk-Bentuk Operasional

[image:34.595.109.519.278.618.2]

1 Representasi visual a. Diagram, tabel, atau

grafik

 Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik, atau tabel

 Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

b. Gambar  Membuat gambar pola-pola geometri

 Membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

2 Persamaan atau ekspresi matematis

 Menyatakan masalah dalam bentuk persamaan atau model matematis

 Membuat konjektur dari suatu pola bilangan  Menyelesaikan masalah dengan melibatkan

ekspresi matematis 3 Kata-kata atau teks

tertulis

 Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan

 Menuliskan interpretasi dari suatu representasi  Menuliskan langkah-langkah penyelesaian

masalah matematika dengan kata-kata  Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu

representasi yang disajikan

 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis

Berdasarkan uraian mengenai representasi matematis di atas, kemampuan

representasi matematis adalah kemampuan menyatakan ide matematis dalam

bentuk diagram, grafik, tabel, persamaan matematis, dan kata-kata tertulis.

16

(35)

Adapun indikator-indikator kemampuan representasi matematis siswa

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Representasi visual dalam bentuk diagram, tabel, atau grafik meliputi:

a. Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke

representasi diagram, grafik, atau tabel.

2) Representasi berupa persamaan atau ekspresi matematis meliputi:

a. Menyatakan masalah dalam bentuk persamaan atau model matematis

3) Representasi berupa kata-kata atau teks tertulis meliputi:

a. Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan

2. Pendekatan Problem Solving

a. Pengertian Pendekatan Problem Solving

Sebagian besar ahli mengatakan bahwa masalah merupakan hal yang harus

dijawab atau direspon. Masalah atau problem menurut Hayes merupakan

kesenjangan antara keadaan sekarang dengan tujuan yang ingin dicapai, sementara

kita tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan

tersebut.17Kemudian Krulik dan Jesse Rudnick menyatakan bahwa “problem is a situation, quantitative or otherwise, that confronts an individual or group of individuals, that requires resolution, and for which the individual sees no

apparent or obvious means or path to obtaining a solution”.18 Artinya, masalah merupakan situasi, kuantitatif atau sebaliknya, yang dihadapi oleh individu atau

sekelompok individu, yang memerlukan pemecahan, dan yang mana individu

melihat maksud yang tidak nyata atau jelas atau jalur untuk memperoleh solusi.

Jadi, masalah merupakan situasi yang membingungkan atau sulit yang

menghendaki untuk dikerjakan atau memerlukan pemecahan masalah.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapi dengan berbagai macam

masalah, tidak terkecuali dalam matematika. Grouws menyatakan masalah dalam

17

Marzuki, Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung,Tesis pada Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Medan, 2012, h. 22, tidak dipublikasikan.

18

(36)

matematika adalah segala sesuatu yang menghendaki untuk dikerjakan.19 Hal ini

berarti bahwa permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam matematika

bertujuan untuk menguji kemampuan yang dimiliki siswa dan jika dapat

diselesaikan dengan baik dan benar maka siswa dapat memahami konsep yang

terkait dengan permasalahan tersebut dan secara tidak langsung kemampuan yang

dimiliki siswa juga dapat berkembang.

Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh

seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu

tidak lagi menjadi masalah baginya.20 Sementara Polya mengartikan pemecahan

masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna

mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai, sedangkan

menurut Utari mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan

ide baru, menemukan teknik atau produk baru.21 Jadi, kegiatan memecahkan

masalah harus dilakukan sedemikian rupa dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran dan mengerahkan kemampuan-kemampuan matematis yang dimiliki

siswa sehingga masalah yang ada dapat menjadi pemahaman yang baru dan

menyatu dengan pemahaman yang sudah didapat sebelumnya dan memunculkan

kesimpulan baru dalam memahami konsep matematika.

Sumardyono berpendapat bahwa problem solving sebagai tujuan merupakan pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah22 Kurniawati

pun berpendapat bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum

matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun

penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan

pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada

19

Sukowiyono, Tri Atmojo K., Imam Sujadi, Proses Berpikir Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Pokok Bangun Datar Berdasarkan Perspektif Gender, 10 April 2014, pkl. 21:35, h. 327, (portalgaruda.org/download_article.php?article=106940&val=4039 ).

20Nyimas Aisyah, “Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika”, 18 Maret 2014, pkl.

11:43,h.3,(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PengembanganPembelajaranMatematika_UNIT_ 5_0.pdf).

21

Muhammad Zainal Abidin, “Teori Pemecahan Masalah Polya dalam Pembelajaran Matematika”, 19 Maret 2014, pkl. 01:21, h. 9,(http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-polya.pdf).

22 Durrotul Falahah, “Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan

(37)

pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.23 Yang dimaksud masalah tidak

rutin adalah masalah yang penyelesaiannya tidak seperti yang biasa dihadapi

dalam proses belajar. Biasanya masalah tidak rutin ini bersifat lebih kompleks dan

dalam menyelesaikannya diperlukan pemikiran yang mendalam dan beberapa

konsep yang saling berkaitan.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut

pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya

mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan

cakupan teoretis tertentu.24 Pendekatan, menurut T. Raka Joni, menunjukkan cara

umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak,

ibarat seorang yang memakai kacamata dengan warna tertentu di dalam

memandang alam sekitar.25 Dari dua pernyataan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pendekatan pembelajaran merupakan latar suatu pembelajaran yang

bersifat umum yang di dalamnya terdapat segala strategi, model atau metode yang

dilakukan oleh guru dalam memfasilitasi siswa untuk menyelesaikan masalah.

Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang

digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi, konsep, dan prinsip matematika.26 Pendekatan pemecahan masalah merupakan

fokus dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah mencakup masalah

tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan

masalah dengan berbagai cara penyelesaian.27 Dari dua pernyataan di atas, dapat

23 Lia Kurniawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP”, ALGORITMA Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1, Juni 2006, h. 82.

24 Nelly Nurmelly, “Pendekatan, Model Dan Strategi, dalam Model Pembelajaran”, 18

Maret 2014, pkl. 16:05, h. 1,(http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/seiq1331701491.pdf).

25

Milan Rianto (ed), Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran, (Malang: Depdiknas, 2006), h. 4.

26

Muhammad Kholidi, Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Siswa SMA Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif, Tesis dari Universitas Negeri Medan, 2011, h. 5, tidak diterbitkan.

27 Endang Sulistyowati, “Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika SD/MI”,

(38)

disimpulkan bahwa pendekatan problem solving merupakan fokus yang digunakan dalam pembelajaran matematika yang proses penyelesaiannya

melibatkan berbagai masalah baik terbuka maupun tertutup yang bertujuan untuk

menemukan kembali, memahami materi, konsep dan prinsip matematika.

Pendekatan problem solving merupakan pendekatan pembelajaran dalam menyelesaikan permasalahan non-rutin yang dilakukan melalui kegiatan

memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan

perencanaan penyelesaian masalah, dan memeriksa kembali masalah yang sudah

diselesaikan.

b. Tahap Pendekatan Problem Solving

Dalam problem solving, terdapat beberapa tahapan dalam proses pembelajarannya. Gagne menyatakan dalam problem solving (pemecahan masalah) terdiri dari lima langkah yang harus dilakukan, yaitu:

1. Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas;

2. Menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional;

3. Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang

diperkirakan baik;

4. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya;

5. Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.28

Sedangkan John Dewey, dalam buku How we think membahas secara ringkas lima langkah pemecahan masalah, langkah-langkah tersebut adalah:

1. Mengenali adanya masalah

2. Mengidentifikasi masalah

3. Memanfaatkan pengalaman-pengalaman sebelumnya

4. Menguji hipotesis-hipotesis atau kemungkinan-kemungkinan

penyelesaian secara berurutan

5. Mengevaluasi penyelesaian-penyelesaian dan menarik kesimpulan

berdasarkan bukti.29

28

Erman Suherman dkk., Common Text Book: Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA – UPI, 2001), h. 36.

29

(39)

Selain itu, Polya dalam bukunya menyatakan bahwa fase pemecahan

masalah terdiri dari 4 fase, di antaranya:

1. Memahami masalah, menemukan secara pasti apa yang menjadi pokok

permasalahan.

2. Merencanakan penyelesaian, melihat bagaimana bermacam-macam

item dapat terhubung, bagaimana hal yang tidak diketahui terhubung oleh data, untuk memperoleh ide dari solusi.

3. Melakukan perhitungan.

4. Memeriksa kembali proses dan hasil, ditinjau lalu didiskusikan.30

Dari berbagai tahapan problem solving (pemecahan masalah) yang diuraikan di atas, pada hakekatnya tidak ada perbedaan yang mendasar. Oleh

karena itu, tahapan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini

memakai tahapan yang dikemukakan oleh Polya. Karena, tahapan pembelajaran

problem solving yang dinyatakan oleh George Polya terlihat lebih sederhana daripada tahapan dari Gagne dan John Dewey.

Tahapan pertama dan kedua milik Gagne, yaitu menyajikan masalah

dalam bentuk yang lebih jelas dan menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih

operasional dipersingkat menjadi tahapan memahami masalah oleh Polya. Begitu

juga dengan tahapan mengenali adanya masalah dan mengidentifikasi masalah

yang dikemukakan oleh John Dewey, yaitu dipersingkat menjadi tahapan

memahami masalah oleh Polya. Selain tahapan-tahapan tersebut, tahapan lainnya

yang dikemukakan oleh ketiga ahli tidak ada perbedaan. Adapun gambaran umum

tahapan pemecahan masalah menurut Polya seperti berikut:

a. Tahap memahami masalah

Langkah pertama adalah membaca soalnya dan meyakinkan diri bahwa

soal tersebut benar-benar dipahami. Buatlah pertanyaan dalam diri sebagai

berikut :

- Apa yang diinginkan oleh soal?

- Data apa yang diketahui di dalam soal?

30

(40)

- Apakah syarat yang diberikan cukup, tidak cukup, atau berlebihan?

b. Tahap merencanakan penyelesaian

Langkah kedua adalah mencari hubungan antara informasi yang diberikan

dengan yang tidak diketahui yang memungkinkan anda untuk memghitung

variabel yang tidak diketahui. Buatlah pertanyaan dalam diri sebagai berikut:

- Apakah kamu pernah menemukan permasalahan yang sama atau

berkaitan?

- Dapatkah kamu menggunakan jawaban atau metode yang sama

dari permasalahan yang pernah didapat? Dapatkah dibuat langkah

penyelesaiannya?

- Jika tidak ada, dapatkah kamu merumuskan dan memecahkan

masalah yang terkait dan menggunakan hasilnya?

c. Tahap melakukan perhitungan (melaksanakan rencana)

Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada tahap kedua, kita harus

memeriksa tiap langkah dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk

memastikan bahwa tiap langkah sudah benar. Sebuah persamaan tidaklah cukup!

d. Tahap memeriksa kembali proses dan hasil

- Dapatkah kamu memeriksa hasil dari setiap langkah

penyelesaiannya? Apakah benar atau salah? Apakah kamu

menggunakan semua data yang ada?

- Apakah kamu memenuhi semua syarat yang diberikan?

- Apakah ada solusi lain untuk memecahkan permasalahan yang

diberikan?

- Dapatkah hasil yang diperoleh digunakan pada permasalahan yang

lain?

c. Hubungan Pendekatan Problem Solving dengan Kemampuan Representasi Matematis

Problem solving merupakan pusat pembelajaran matematika. Hal ini melibatkan akuisisi dan penerapan konsep-konsep matematika dan keterampilan

dalam berbagai macam situasi, termasuk non-rutin, masalah terbuka dan

(41)
[image:41.595.125.503.181.536.2]

bergantung pada lima komponen yang saling berkaitan, yaitu konsep (concepts), keahlian (skills), proses (processes), sikap (attitudes) dan metakognisi (metacognition) seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Kerangka Pemecahan Masalah Matematika31

Berdasarkan Gambar 2.4 di atas, maka gambaran umum tentang kerangka

pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut:

a. Konsep

Konsep matematika meliputi numerik, aljabar, geometri, statistik,

probabilitas, analisis. Siswa harus mengembangkan dan mengeksplorasi ide-ide

matematika secara mendalam dan melihat bahwa matematika terintegrasi secara

keseluruhan, tidak hanya terisolasi menjadi potongan-potongan pengetahuan.

Siswa harus diberikan pengetahuan yang bervariasi agar pengetahuan yang sudah

didapat bisa lebih berkembang lagi. Kegunaan manipulasi, soal-soal latihan, dan

teknologi dapat menjadi bagian dalam pembelajaran siswa untuk mengembangkan

ide-ide matematika sehingga membentuk konsep baru.

b. Keahlian

Keahlian matematika meliputi penghitungan numerik, manipulasi aljabar,

visualisasi spasial, analisis data, pengukuran, penggunaan alat/media matematika

31

(42)

dan perkiraan (estimation). Pengembangan keahlian pada siswa sangat penting dalam pembelajaran dan penerapannya dalam matematika. Meskipun siswa harus

kompeten dalam berbagai keahlian, penekanan yang terlalu berlebihan tanpa

memahami prinsip-prinsip dasar matematika harus dihindari. Keahlian yang

termasuk penggunaan teknologi secara tepat membutuhkan penggunaan keahlian

berpikir dan heuristik dalam proses pengembangan keahlian.

c. Proses

Proses dalam matematika meliputi penalaran, komunikasi dan koneksi,

kemampuan berpikir dan heuristik, aplikasi dan memodelkan. Keahlian berpikir

merupakan keahlian yang digunakan dalam proses berpikir seperti mengklarifikasi,

membandingkan, menganalisis bagian atau keseluruhan, mengidentifikasi

pola-pola dan hubungan, induksi, deduksi, dan visualisasi spasial. Salah satu contoh

heuristik ialah untuk memberikan sebuah representasi dalam bentuk tabel,

diagram, menggunakan persamaan, dan lain-lain.

d. Sikap

Sikap merupakan aspek afektif yang meliputi:

1. Mempercayai matematika dan kegunaannya

2. Tertarik dan menikmati dalam mempelajari matematika

3. Percaya diri dalam menggunakan matematika

4. Tekun dalam memecahkan masalah

Sikap siswa dalam matematika membuat matematika menjadi

menyenangkan, lebih berarti, dan relatif lebih lama menanamkan sikap positif

terhadap mata pelajaran matematika. Perhatian harus diberikan dalam setiap

pembelajaran agar terbentuk kepercayaan diri dan mengembangkan apresiasi

dalam mata pelajaran matematika.

e. Metakognitif

(43)

dan menggunakan strategi pemecahan masalah. Hal ini meliputi monitoring

pemikiran sendiri, dan pembelajaran pengendalian diri. 32

Dalam bagian proses matematika, terdapat keahlian berpikir dan heuristik

yang salah satu contohnya yaitu memberikan sebuah representasi dalam bentuk

diagram, tabel, persamaan matematika, dan lain-lain. Selain itu, dalam pendekatan

problem solving, terdapat beberapa strategi yang mungkin diperkenalkan kepada siswa, salah satunya adalah strategi membuat diagram atau gambar. Hal ini

membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam

masalah sehingga hubungan antar komponen dalam permasalahan tersebut dapat

terlihat dengan jelas. Membuat gambar atau diagram adalah salah satu contoh

representasi visual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam problem solving memerlukan kemampuan representasi dalam prosesnya.

B.

Hasil Penelitian yang Relevan

a. Anwar Bey & Asriani (2013) dengan judul penelitian “Penerapan

Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika pada Materi SPLDV”. Penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIC

SMP Negeri 2 Kulisusu melalui penerapan pembelajaran problem solving

pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) selama dua

siklus. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pendekatan

problem solving dapat

Gambar

Gambar 2.3 Five Different Representations of Mathematical Ideas.
grafik grafik, atau tabel 
Gambar 2.4 Kerangka Pemecahan Masalah Matematika31
grafik,  dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Disposisi Matematis Siswa.. Universitas Pendidikan Indonesia

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis: (1) Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran metakognisi lebih

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS, SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP ANTARA SISWA YANG MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK.. DENGAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Hal ini me- nunjukkan bahwa peningkatan ke- mampuan representasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari- pada peningkatan

Data akhir kemampuan representasi matematis siswa selanjutnya digunakan untuk melihat pencapaian indikator ke- mampuan representasi matematis sis- wa pada kedua kelas

Hasil penelitian ini adalah : (1) kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan Pembelajaran Model-Eliciting Activities

Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Sebelum Penerapan Pendekatan Problem Solving Data hasil kemampuan berpikir kreatif matematika siswa sebelum diterapkan