ANALISIS PENETAPAN HARGA
KAYU BULAT
Acacia mangium
(Studi Kasus di KPH Bogor PT. PerhuQani Unit III Jawa Barat)
OLEH :
SUDARWANTO
PROGRAM PASCASARJANA
lNSTlTUT
PERTANIAN
BOGOR
-
SUDARWANTO. ANALISIS PENETAPAN HARGA KAYU BULAT Acacia mangium
(Studi Kasus di KPH Bogor PT. Perhutani Unit Ill Jawa Barat). Dibimbing oleh Dudung Darusman dan Zahrial Coto.
Penelitian ini mencoba untuk merumuskan harga pokok dan harga jual kayu bulat
Acacia mangium (yang selanjutnya disebut mangium) yang seharusnya dengan menggunakan metode pendekatan biaya yang telah dikeluarkan untuk gengusahaan hutan mulai awal perencanaan sampai dengan menjadi kayu bulat di TPK dengan memasukkan nilai bunga atas modal ditambah dengan margin keuntungan termasuk faktor resiko dan ketidakpastian yang dikenal dengan pendekatan cost plus pricing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga jual hasil analisis kayu bulat dengan cost pius pricing pada tingkat produksi riil adalah Rp 810.582,- per m3 yang lebih besar dibandingkan dengan harga jual hasil analisis kayu bulat berdasarkan tabel tegakan, yaitu Rp 153.758,- m3 per ha. Hal ini terjadi karena produktivitas pada tingkat produksi riil lebih rendah (32,843 m3 per ha) dibandingkan dengan tabel tegakan (125,7 m3 per ha), sehingga beban biaya yang harus dipikul akan lebih besar. Rendahnya produktivitas tegakan mangium di KPH Bogor disebabkan oleh faktor keamanan yang kurang menentu, mis manajemen pemeliharaan penjarangan dan kesuburan tanah yang rendah. Pada tingkat produksi riil, harga jual hasil analisis kayu bulat mangium lebih besar dari harga jual rata-rata realisasi yang berlaku saat ini di PT. Perhutani yaitu Rp 142.485,- per m3. Sedangkan berdasarkan tabel tegakan, harga jual hasil analisis lebih rendah dari harga jual rata-rata realisasi. lmplikasinya bahwa pada tingkat produksi riil, PT. Perhutani menderita kerugian sebesar Rp 457.946,- per m3 dan nilai kelestarian finansialnya kurang dari satu, sehingga prasyarat mtuk mengelola hutan secara lestari sulit dilaksanakan. Sedangkan berdasarkan tabel tegakan akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 28.594,- per m3 dan nilai kelestarian finansialnya lebih besar dari 1, sehingga prasyarat pengelolaan hutan lestari terpenuhi. Namun berdasarkan perkembangan tegakan mangium pada periode RPKH tahun 1991 dan 2000 menunjukkan bahwa pengelolaan hutan tanaman mangium mengalami perkembangan yang semakin baik. Hal ini terjadi karena KPH Bogor dalam pembiayaannya mendapatkan subsidi dari KPH lain. Harga jual hasil analisis di atas dapat diterapkan karena pada tahun 1998
-
2000 dengan semakin meningkatnya harga jual kayu bulat mangium maka volume penjualan kayu bulat juga semakin meningkat.SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul :
"ANALISIS PENETAPAN HARGA KAYU BULAT Acacia mangium
(Studi Kasus di KPH Bogor PT. Perhutani Unit Ill Jawa Barat)"
adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan lnformasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 21 Januari 2002
S u d a r w a n t o
ANALISIS PENETAPAN HARGA
KAYU BULAT
Acacia rnangium
(Studi Kasus di KPH Bogor PT. Perhutani Unit Ill Jawa Barat)
OLEH :
SUDARWANTO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi llmu Pengetahuan Kehutanan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Penetapan Harga Kayu Bulat Acacia mangium
(Studi Kasus di KPH Bogor PT. Perhutani Unit Ill Jawa Barat)
Nama : Sudarwanto
NRP : 9969408
Program Studi : llmu Pengetahuan Kehutanan
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dudunn Darusman, MA Ketua
Mengetahui,
1
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, MSc Anggota
2. Ketua Program Studi 3. Direktur Program Pascasarjana
llmu Pengetahuan Kehutanan
+
7
CProf. Dr. lr. Dodi Nandika, MS
Penulis dilahirkan di Pati Jawa Tengah pada tanggal 13 Juni 1969 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Suparwi dan Ibu Setiyowati.
Pada tahun 1982, penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
Tegalombo 3 Pati, selanjutnya tahun 1985 menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertanla Negeri 4 Pati dan tahun 1988 berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 3 Semarang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi
Pembinaan Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, lul~rs tahun 1993.
Penulis bekerja sebagai karyawan PT. Perhutani mulai tahun 1994, sebagai staf
pelaksana Biro Pembinaan Hutan PT. Perhutani Unit Ill Jawa Barat. Tahun 1997 penulis
ditunjuk sebagai Kepala Sub Seksi (KSS) Reboisasi Biro Pembinaan Hutan PT. Perhutani
Unit Ill Jawa Barat. Tahun 1998 penulis dimutasikan ke Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Garut sebagai Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPHIAsper)
Cibatu.
Pada tahun 1999 penulis mendapat kesempatan tugas belajar S2 pada Program
Studi llmu Pengetahuan Kehutanan, Program Pascasarjana IPB. Tahun 2000 penulis
menikah dengan istri tercinta Dwi Herawati, SE dan sudah dikaruniai seorang anak
Puji syukur penulis panjatkan kehadlirat Allah SWT atas segala rahrnat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat rnenyelesaikan penulisan tesis yang berjudul "Ana!isis Penetapan
Harga Kayu Bulat Acacia mangium (Studi Kasus di KPH Bogor PT. Perhutani Unit Ill Jawa
Barat)". Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi llrnu Pengetahuan Kehutanan Program Pascasarjana IPB.
Terirna kasih penulis ucapakan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusrnan, MA dan
Bapak Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, MSc selaku pernbirnbing yang telah banyak n~ernberikan
arahan. Disamping itu penghargaan penulis sarnpaikan kepada Pirnpinan PT. Perhutani dan
seluruh jajarannya baik di kantor Direksi, kantor Unit Ill Jawa Barat, kantor KPH Bogor dan
kantor BKPH Parungpanjang yang telah rnernberikan bantuan. Ungkapan terirna kasih juga
disarnpaikan kepada istri (Dwi Herawati, SE) dan anak (Muharnrnad Naufal Farras Najib),
orang tua (Suparwi dan Setiyowati) dan rnertua (H. A. Suhardono dan Hj. Siti Khotijah
Suwarsih) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Dernikian pula saya
ucapkan terirna kasih kepada ternan-ternan Program Studi IPK Angkatan 1999 khususnya
karyasiswa Program Khusus PT. Perhutani tahun 1999 atas kerjasarna dan kekornpakannya.
Sernoga tulisan ini berrnanfaat.
Bogor, Januari 2002
DAFTAR IS1
Halaman
...
DAFTAR TABEL vii
... ...
DAFTAR GAMBAR ...
...
VIII...
DAFTAR LAMPIRAN ix
I . PENDAHULUAN ... 1 A . Latar Belakang ...
.
.
... 1 B . Perumusan Masalah ... 3...
C . Kerangka Pemikiran 4
D . Tujuan Penelitian ... 7 E . Manfaat Penelitian ... 8 F . Hipotesis ... 8
II . TINJAUAN PUSTAKA ... 10 A
.
Mangium ... 10 B . Pengusahaan Hutan Tanaman ... 11...
C . Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman 12
...
D . Nilai Waktu Dalam Investasi 14
...
E . Pembentukan Harga 16
F . Penentuan Tingkat Keuntungan ... 19
...
...
G
.
Hubungan Permintaan Kayu Dan Harga.
.
19...
Ill . METODE PENELlTlAN 21
...
A . Lokasi dan Waktu Penelitian 21
R . Bahan dan Alat ... 21
C
.
Ruang Lingkup Penelitian ... 21 ...D
.
Macam dan Sumber Data 23E . Teknik Pengumpulan Data ... 24 F . Analisis Data ... 24
...
IV
.
DESKRlPSl PENGUSAHAAN HUTAN TANANAM Acacia mangium 30A . Kondisi Umum KPH Bogor ... 30 B . Pengelolaan Hutan Tanaman Mangium ... 30
... C
.
Konstribusi Kelas Perusahaan Mangium terhadap Pendapatan KPH Bogor 33...
D
.
Mengenal Hutan Tanaman Mangium di KPH Bogor 33E
.
Penetapan Harga Kayu Bulat Mangium ... 37...
V
.
HASlL DAN PEMBAHASAN 39A
.
Struktur Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium ... 39 B.
Penetapan Harga Pokok Kayu Bulat Mangium ... 42 C.
Tingkat Keuntungan Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium...
46 D.
Kelestarian Finansial Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium...
48 E . Perkembangan Kelas Hutan Mangium...
50 F.
Hubungan Harga Jual Kayu Bulat terhadap Volume Penjualan...
54DAFTAR TABEL
Halaman
...
1 Penyusunan Pembiayaan Nominal Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium 26
...
2 Penyusunan Cash Flow Pembiayaan Pengusahaan Hutan Tanaman Mangiu ln 27
...
3 Luas Kawasan Hutan KPH Bogor menurut Kelas Perusahaan Tahun 2000 30
4 Kondisi Kelas Perusahaan Mangium KPH Bogor menurut Kelas Hutan
Tahun 2000 ... 31
...
5 Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium di KPH Bogor Tahun 2000 32
6 Pendapatan KPH Bogor Tahun 2000 ... 34 7 Harga Satuan Kayu Bulat Mangium ... 38
8 Akumulasi Biaya Pengusahaan Hutan Tananam Mangium Hingga Mencapai
...
Daur (10 Tahun) di KPH Bogor pada Tingkat Suku Bunga 18 % 40
9 Harga Jual Kayu Bulat Mangium di KPH Bogor ... 43 10 Harga Jual Rata-rata Realisasi Kayu Bulat Mangium di KPH Bogor ... 44 11 Tingkat Keuntungan Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium berdasarkan
...
Harga Jual Rata-rata Realisasi dengan Harga Jual Hasil Analisis 47
12 Nilai Kelestarian Finansial pada Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Skema Kerangka Pemikiran ... 9
...
2 Perkembangan Luas Tegakan Mangium KPH Bogor 52
3 Perkembangan Volume Tegakan Mangium KPH Bogor ... 54 4 Hubungan Harga Jual dengan Voiume Penjualan Kayu Bulat Mangium
...
DAFTAR
LAMPIRAN
Halaman
1 Biaya Nominal Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium KPH Bogor
Tahun 2000 ... 6 3 2 Biaya Nominal Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium Pengeluaran
Biro Perencanaan Tahun 2000 ... 67 3 Biaya Nominal Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium Pengeluaran
Kantor Unit Tahun 2000 ... 68
4 Biaya Nominal Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium Pengeluaran
Kantor Direksi Tahun 2000 ... 70
5 Cash flow Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium Selama
Daur 10 Tahun pada Tingkat Suku Bunga 18 %... ... 73 6 Realisasi Fisik Pengusahaan Hutan KPH Bogor Tahun 2000 ... 80 7 Pendapatan dari Kelas Perusahaan Mangium, Pendapatan KPH Bogor
Pendapatan PT Perhutani Unit Ill Jawa Barat, Pendapatan PT Perhutani Direksi ... 82 8 Penghasilan Penjarangan Mangium KPH Bogor Tahun 2000 ... 83 9 Harga jual Rata-rata Berdasarkan Realisasi Penjualan Kayu Bulat Mangium
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan
rnenurut fungsinya terbagi menjadi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan
produksi. Secara umurn pengelolaan hutan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip
pengelolaan hutan !estari (PHL) atau dengan istilah Sustainable Forest Management.
Untuk pengusahaan nutan produksi harus didasarkan pada asas kelestarian
hutan dan asas perusahaan. Asas kelestarian hutan mensyaratkan bahwa jumlah
volume kayu rnaksimum yang dapat ditebang selama periode waktu tertentu adalah
sama dengan volume perturnbuhan tegakan (riap) yang dihasilkan selama periode
waktu itu pula, sehingga terjadi keseimbangan pada hutan tersebut karena potensi
tegakan setelah penebangan akan sama sepanjang waktu. Dengan sistem
pengusahaan hutan seperti ini diharapkan keberlanjutan produksi akan tetap,
sehingga manfaat hutan dapat dinikmati secara terus-menerus. Sedangkan pada
asas perusahaan yaitu perusahaan setiap tahunnya memperoleh pendapatan yang
mampu membiayai semua kegiatan yang ada, serta diharapkan dapat meraih
keuntungan yang sebesar-besamya. Dengan demikian perusahaan dapat berproduksi
secara terus-rnenerus, dan diharapkan selalu meningkat agar kelangsungan
perusahaan dapat terjamin.
Disisi lain, harga jual kayu bulat belum mencerminkan kepada asas kelestarian
hutan karena harga kayu sangat rendah, sehingga harga yang diterima oleh
perusahaan tidak cukup untuk menutupi biaya kegiatan-kegiatan dalam pengusahaan
secara terus-menerus, maka potensi hutan akan menurun dan hutan menjadi rusak
kemudian pada periode waktu yang panjang akan menjadi hilang.
Suatu kesalahan yang fatal adalah walaupun adanya harga jual kayu yang
rendah dan adanya kerusakan-kerusakan hutan, akan tetapi berdasarkan laporan
laba rugi pengusahaan hutan, usaha tersebut selalu memberikan keuntungan positif.
Oleh karena itu keuntungan tersebut bersifat semu, karena tegakan hutan sebagai
biaya tetap (fixed cost) tidak dimasukkan sebagai asset perusahaan
(Kartodiharj0~1993) dan juga laporan laba rugi dibuat dengan mengurangkan
pendapatan hasil tebangan dalam tahun berjalan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam tahun yang sama (Departemen Kehutanan dan Fakultas
Kehutanan UGM, 1999). Keuntungan tersebut belum mampu menggambarkan
tingkat pendapatan lestarinya (sustainable income), yang mengakibatkan pula
pemantauan dan evaluasi kelestarian produksinya sulit dipantau.
Setelah memasukkan tegakan hutan sebagai asset perusahaan, maka usaha
kehutanan akan memberikan keuntungan negatif dan potensi tegakan menurun.
lmplikasinya adalah harga kayu bulat sangat rendah, sehingga tidak dapat menutupi
total biaya pengusahaan hutan yang sesungguhnya dan adanya penebangan yang
melebihi riap. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual kayu bulat belum mencerminkan
kelestarian hutan.
Dalam kaitannya dengan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian ini
guna mengkaji penetapan harga jual kayu bulat mangium yang rasional, yaitu harga
jual yang mengintegrasikan nilai tegakan sehingga mencerminkan nilai total biaya
pengusahaannya mulai dari awal investasi sampai dengan menghasilkan kayu bulat
B. Perurnusan Masalah
Kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia, hutan sebagai input produksi tidak
dimasukkan sebagai asset perusahaan. Hal tersebut juga terlihat pada akuntansi
kehutanan yaitu Pernyataan Standard Akuntansi Kehutanan No. 32 (PSAK 32).
Dalam pedoman pembuatan laporan keuangan perusahaan tidak memasukkan hutan
sebagai komponen biaya tetap dalam pengusahaan hutan, sehingga biaya total yang
ditanggung perusahaan lebih rendah dari yang seharusnya dibayarkan, sehingga
perusahaan selalu mendapatkan keuntungan walaupun kondisi hiltan mengalami
kerusakan, karena potensi tegakan tidak terdeteksi dengan baik pada akuntansi.
lmplikasinya adalah harga kayu bulat tidak dapat tumbuh sesuai dengan biaya riilnya.
Berdasarkan hasil penelitian telah dilakukan untuk melakukan perbaikan
terhadap akuntansi kehutanan tersebut yaitu dengan memasukkan tegakan hutan
sebagai asset perusahaan. Jika tegakan hutan dimasukkan sebagai asset, maka
perusahaan akan selalu rugi dan mudah terdeteksinya potensi tegakan (potensi
menjadi turun), lmplikasinya adalah harga kayu bulat lebih rendah dibandingkan
dengan biaya total pengusahaan hutan seharusnya.
Kondisi tersebut diduga karena cara penetapan harga jual kayu bulat belum
mendasarkan kepada teori penetapan harga jual yang benar, yaitu penetapan harga
jual yang mengintegrasikan dengan nilai tegakan hutan sehingga mencerminkan total
biaya pengusahaan hutan yang seharusnya. Demikian juga cara penetapan harga
jual kayu bulat mangium yang diberlakukan di PT. Perhutani, sehingga harga jual
realisasi diduga lebih rendah dari harga pokok.
Harga jual yang demikian akan memberikan dampak yang negatif terhadap
keuntungannya negatif, sedangkan dari sudut surnber daya hutan, kelestariannya
terganggu, karena harga yang diterirna perusahaan tidak rnarnpu untuk rnenutupi
biaya untuk kegiatan pengusahaan hutan selanjutnya. Kondisi ini jika berlangsung
teius-rnenerus akan rnenghancurkan perusahaan karena hilangnya potensi tegakan
hutan.
Secara lebih spesifik, rnasalah penelitian ini dapat dirurnuskan sebagai berikut ;
1. Bagairnana struktur biaya pengusahaan hutan tanarnan rnangiurn yang seharus-
nya.
2. Bagairnana cara penetapan harga pokok dan harga jual kayu bulat rnangiurn yang
seharusnya', sehingga rnencerrninkan total biaya pengusahaan hutan tanarnan
mangiurn.
3. Bagairnana tingkat keuntungan pengusahaan hutan tanarnan rnangiurn
berdasarkan harga jual realisasi dan harga jual yang seharusnya.
4. Bagairnana tingkat kelestarian finansial dan perkernbangan kelas hutan rnangiurn.
5. Bagairnana hubungan antara kenaikan harga jual kayu bulat rnangiurn terhadap
jurnlah penjualan kayu.
Kerang ka Pemikiran
Dalarn pengusahaan hutan, waktu yang dibutuhkan agar suatu tegakan hutan
dapat dipanen, atau apa yang disebut daur, biasanya sangat panjang. Proses
pernbentukan tegakan rnenjadi kayu bulat tersebut rnerupakan suatu proses produksi
(Klernperer, 1996). Proses produksi dalam pengusahaan hutan tanarnan rnangiurn
dirnulai dari perencanaan, penanarnan sampai dengan penebangan dan rnenjadi
kayu bulat di TPK. Dari awal pengusahaan hutan sarnpai dengan akhir (daur) sarad
dengan kegiatan-kegiatan yang kesernuanya membutuhkan biaya. Besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk pengusahaan hutan tanarnan rnangiurn berbeda-beda dan
situasional seternpat.
Dalarn waktu yang panjang tersebut, rnenyebabkan biaya investasi dalarn
bentuk bunga atas modal akan berpengaruh sangat besar dan rnenentukan, sehingga
suku bunga rnerupakan ha1 yang sangat penting dalarn kehutanan karena waktu
produksi yang panjang (Darusrnan, 1989).
Oleh karena itu untuk rnenghitung akurnulasi dari keseluruhan biaya yang telah
dikeluarkan harus mernasukkan biaya yang ditirnbulkan oleh kehilangan keuntungan
apabila dana yang tidak digunakan untuk investasi pengusahaan hutan, rnelainkan
digunakan untuk investasi di sektor usaha lain yang diandaikan (opportunity cost).
Tingkat keuntungan alternatif dirnaksud didekati dengan angka suku bunga
(Warsito, 1995). Total biaya pengilsahaan hutan tanarnan rnangiurn akan
rnencerrninkan harga pokoknya, sedangkan harga pokok ditarnbah margin
keuntungan terrnasuk resiko dan ketidakpastian rnerupakan harga jualnya. Strategi
penetapan harga yang dernikian, akan rnernbuat harga jual kayu bulat mangiurn lebih
rasional ditinjau dari aspek finansial dan kelestarian pengelolaan hutan tanarnan
rnangiurn, sehingga secara finansial keuntungan perusahaan yang diperoleh positif
atau perusahaan untung.
Narnun kondisi penetapan harga jual kayu bulat rnangiurn yang terjadi saat ini
di PT. Pehutani tidaklah dernikian. Penetapan harga jual ditentukan berdasarkan
sebelumnya. Harga tahun sebelumnya tersebut juga berdasarkan angka indeks pada
harga sebelumya. Demikian seterusnya, sehingga jika ditelusuri cara penetapan
harga ini tidak didasarkan pada teori penetapan harga yang benar, sehingga dapat
dikatakan tidak rasional, karena tidak mencerminkan semua biaya yang telah
dikeluarkan untuk pengusahaan hutan tanaman tersebut.
Penetapan harga kayu bulat mangium juga secara sama (satu harga) di
seluruh daerah produsen padahal nilai tegakan di masing-masing produsen
sebenarnya berbeda (situasional). Menurut Davis (1954), nilai tegakan dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti biaya produksi, tingkat bunga modal, keadaan geografis dan
faktor eksternal yakni kebijakan pemerintah sebagai pemilik sumber atau yang
disebut dengan pemegang lisensi (property rights).
Mencermati dua kondisi di atas, maka diduga terjadi harga jual realisasi kayu
bulat mangium yang berlaku di PT. Perhutani selama ini lebih rendah dibandingkan
dengan harga pokoknya, akibatnya secara finansial keuntungan perusahaan negatif
atau perusahaan mengalami kerugian. Jika dalam laporan laba rugi yang ada saat ini
bahwa perusahaan tersebut untung, ha1 ini merupakan keuntungan yang semu,
karena laporan laba rugi yang dibuat didasarkan pengeluaran biaya pada satu tahun,
sehingga unsur waktu dari pembentukan tegakan tidak diperhitungkan. Hasil
penelitian Departemen Kehutanan dan Fakultas Kehutanan UGM (1999) terhadap
hutan tanaman jati di KPH Cepu, dengan rnemasukkan tegakan hutan sebagai asset
atau aktiva dalam laporan akuntansi (neraca) terlihat adanya penurunan persediaan
tegakan di hutan dari tahun ke tahun. Bahkan dari hasil penelitian Kamarudin (2000)
di KPH Ngawi terhadap hutan tanaman jati lebih terlihat jelas pada neraca sumber
kehilangan sebesar
8.563,9
m3. Hal tersebut menandakan bahwa perusahaan masihuntung karena adanya penambahan tebangan yang tidak terdeteksi melalui laporan
akuntansi sekarang ini tetapi terdeteksi oleh neraca sumberdaya hutan. Oleh karena
itu keuntungan semu tersebut dapat mengancam kelestarian hutannya di masa yang
akan datang.
Untuk memecah kan permasalahan tersebu t, maka diperlukan cara penetapan
harga kayu bulat mangium yang lebih rasional, yaitu harga kayu yang
mengintsgrasikan nilai tegakan sehingga mencerminkan seluruh komponen biaya
yang telah dikeluarkan dengan memperhatikan faktor-faktor situasional setempat.
Dari semua penelitian ini diharapkan bahwa harga jual kayu bulat mangium
akan menjadi lebih rasional, akan lebih besar dari harga pokoknya, sehingga secara
finansial keuntungan perusahaan yang diperoleh positif yang selanjutnya kelestarian
hutan dan kelestarian perusahaan akan tetap terjaga dan berkesinambungan.
Rangkaian alur kerangka pemikiran di atas diringkaskan pada Gambar 1, di
bawah.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui harga pokok dan harga jual kayu bulat mangium yang
seharusnya.
2. Untuk mengetahui keuntungan pengusahaan hutan tanaman mangium.
3. Untuk mengetahui kelestarian finansial dan perkernbangan kelas hutan rnangium.
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan bagi pihak
pengambil keputusan (PT. Perhutani) dalam penentuan harga jual kayu bulat
mangium yang seharusnya sehingga secara finansial keuntungan perusahaan
rnaksimal dengan tetap menjaga kelestarian hutannya.
F. Hipotesis
Harga jual kayu bulat mangium yang berlaku saat ini lebih rendah dibandingkan
PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN mangium
Pembentukan
1
PenanamanI
I
PemeliharaanI
Penjarangan
Tegakan Akhir
I
Harga Pokok >>> Harga Jual Realisasi Kayu Bula!
I
+
+
~~~I
Secara Finansial Perusahaan RugiI
Administrasi 8 Umum Pernanenan
Total Biaya Produksi Pengusahaan Hutan
Harga Pokok integrasi dengan nilai tegakan
v
Bulat di TPK
I
I1
Pemasaran
I
Harga Jual dengan Cost Plus PricingI
Total Biaya Non Produksi Pengusahaan Hutan
*
Harga Jual> Harga Pokok I
Total Biaya Pengusahaan Hutan
Mendukung Kapabilitas perusahaan
Berdasar tahun sebelumnya Tanpa ada dasar teori yang kuat Tanpa mendasarkan biaya mausahaan hutan
PENETAPANHARGAKAYUBULAT
Kelestarian P m a h a a n dan Kelestarian Hutan Terjaga
1
[image:127.561.72.481.59.733.2]4
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
v
v
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mangium
Mangium adalah jenis pohon cepat tumbuh (fasf growing species) yang
banyak digunakan untuk Hutan Tanaman lndustri (HTI) di Indonesia. Pemilihan jenis
tersebut didasarkan antara lain pada: (1) pertumbuhannya yang cepat sehingga
dalam waktu yang relatif singkat sudah dapat dipanen, (2) rnarnpu beradaptasi dan
tumbuh dengan baik pada tanah-tanah marjinal sehingga dengan input yang relatif
rendah sudah diperoleh kualitas tegakan yang cukup memuaskan (Bastoni, 1999).
Menurut National Research Council (1983), pohon rnangium dapat rnencapai
tinggi 30 cm, dengan batang lurus dan bebas cabang sampai setengah tinggi total.
Riap rata-rata tahunan adalah 20-46 m3 per hektar dengan daur 10 tahun. Pada
lahan yang terganggu, seperti bekas kebakaran, tanah lempung yang sudah kurus
dengan dasar batu vulkanis, tanah gersang bekas perladangan liar, lereng terjal,
lahan alang-alang, produksi kayu rata-rata 20 rn3 per hektar per tahun.
Pada tempat tumbuh yang baik, mangium dapat mencapai tinggi 23 m
dengan diameter 23 ern pada urnur 9 tahun. Tegakan yang tidak terpelihara pada
umur 9 tahun dapat rnenghasilkan 415 m3 per hektar atau dengan riap tahunan
46 rn31ha (Sindusuwarno dan Utomo, 1981).
Hasil percobaan di PT lTCl Balikpapan, tegakan mangium yang berumur
3 tahun bisa mencapai tinggi 14 meter, diameter 11 cm dengan riap rata-rata berkisar
antara 27
-
46 rn3 per hektar per tahun (Adisubroto dan Priasukmana, 1985).Jenis rnangium tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang tinggi, ia
11
alang, pada lahan bekas tebangan serta mudah beradaptasi terhadap lingkungan
tersebut. Pada lahan yang tidak subur, mangium masih dapat tumbuh lebih baik dari
jenis pohon cepat tumbuh lainnya (Sindusuwarno dan Utomo, 1981).
Jenis mangium dapat tumbuh baik pada tanah podzolik, baik di padang
alang-alang, bekas penebangan, tanah tererosi, tanah miskin mineral, berbatu-batu
dan pada tanah aluvial. Di samping itu jenis ini mampu tumbuh pada tanah dengan
pH 4,2. Hal ini sangat penting karena tanah-tanah asam tersebar luas di daerah
tropik (Retnowati, 1988).
Menurut Nationai Research Council (1983), kayu mangium adalah salah satu
jenis pohon serbaguna dan mempunyai masa depan yang baik. Kayu ini dapat dibuat
meubel, kusen, moulding dan veneer, papan parlikel, pulp dengan kualitas yang
memuaskan dan kayu bakar. Tanaman jenis ini berguna untuk memperbaiki sifat
tanah, sekat bakar, tanaman hias, pelindung angin dan erosi, untuk tanaman
campuran dalam sistem agroforestry serta dapat menekan pertumbuhan rumput
alang-alang.
B. Pengusahaan Hutan Tanaman
Pengusahaan hutan adalah mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan
hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan penebangan kayulpemungutan hasil hutan,
permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan.
Pengusahaan hutan diselenggarakan berdasarkan asas kelestarian hutan dan asas
perusahaan menurut rencana karya atau bagan kerja yang meliputi penanaman,
pemeliharaan, pemungutan hasil hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan
12
Menurut Davis dan Johnson (1987) menyebutkan bahwa sebuah proyek
untuk melaksanakan pengelolaan hutan khususnya kayu, terdapat beberapa kegiatan
yang menurut preskripsi silvikultur perlu dipertimbangkan antara lain penyiapan lahan
dan penanaman, penyemprotan sernak belukar dengan herbisida, pemupukan dan
penjarangan yang tidak menghasilkan, pemupukan dan penjarangan yang
menghasilkan, dan pemanenan.
Proses Produksi di bidang kehutanan terdiri dari komponen-komponen
pembentuk sistemnya, yaitu (1) proses permudaan, (2) pemeliharaan hutan,
(3) perlindungan hutan dan, (4) pernanenan hasil hutan. Kempat kornponen tersebut
merupakan kegiatan yang harus utuh, seimbang, dan berulang sepanjang masa
sehingga kelestarian pengusahaan hutan bisa tercapai. Apabila salah satu
komponen tersebut tidak berada dalam komando sistern pengusahaan hutan pada
areal yang bersangkutan, rnaka sistern pengusahaan hutan akan terganggu yang
kernudian akan menimbulkan kerusakan hutan itu sendiri (Warsito, 1997).
C. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman
Biaya adalah pengorbanan surnber ekonomi yang diukur dengan satuan uang
yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu
(Mulyadi, 1991). Menurut Duerr (1960), biaya adalah nilai uang dari semua input
dalarn suatu proses produksi.
Menurut Gregory (1974) dalam Andayani (1998), proses produksi dalarn
sektor kehutanan adalah proses pembentukan tegakan sampai dengan menghasilkan
kayu bulat yang dapat diperdagangkan, yang memiliki ciri khusus yaitu jangka waktu
13
daur ekonomi tertentu) memerlukan jangka waktu yang sangat panjang (puluhan
tahun).
Dalam kaitannya dengan proses produksi di bidang kehutanan, biaya yang
digucakan untuk produksi pada suaiu perusahaan dapat digolongkan ke dalam
beberapa katagori, salah satunya adalah pembagian biaya menurut fungsi pokok
dalam perusahaan, yaitu biaya produksi, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan
umum (Mulyadi, 1991).
1. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan
proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi atau biaya yang dibebankan
dalam proses produksi selama suatu periode dan disebut juga sebagai beban
penurunan dalam modal pemilik yang biasanya melalui pengeluaran uang atau
penggunaan aktiva yang terjadi dalam usaha untuk memperoleh pendapatan
(Soemarsono, 1990).
2. Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam hubungannya
dengan usaha untuk memperoleh pesanan atau memenuhi pesanan (Rivai dan
Yogie, 1991).
3. Biaya administrasi dan umum adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya
dengan kegiatan yang tidak dapat diidentifikasikan dengan aktivitas produksi
maupun pemasaran (Rivai dan Yogie, 1991).
Biaya pengusahaan hutan merupakan jumlah nilai seluruh faktor input yang
digunakan pengusahaan hutan. Sehingga biaya total pengusahaan hutan mencakup
seluruh pembiayaan sejak penanaman sampai tanaman mencapai siap panen (akhir
daur), yang disebut dengan biaya tegakan (sfumpage cost). Untuk menghilangkan
14
produksi berada di TPK, sehingga biaya pengusahaan hutan meliputi biaya tegakan
dan biaya pemungutan hasil sampai dengan produksi mencapai TPK. Biaya
pengusahaan hutan yang demikian ini dapat dikatakan sebagai biaya produksi
(Warsito,l995).
Dalam pengusahaan hutan sebagai ini it HPH, biaya produksi merupakan
biaya dari seluruh kegiatan dari tahap survei sampai kayu tiba di loanding point dan
sampai kayu terjual. Jadi pada hakekatnya biaya produksi yang dimaksud, meliputi
biaya-biaya dalam pos-pos pengeluaran administrasi, pembinaan dan pengembangan,
pemanenan (eksploitasi) dan pemasaran (Mangundikoro, 1973).
Biaya eksploitasi kayu terdiri atas : (1). biaya persiapan, yang terdiri dari
pembagian blok tebangan, klem dan penomoran kayu, dan pengadaan sarana dan
prasarana tebangan, (2). biaya tebangan, yang meliputi penebangan dan pembagian
batang, (3). biaya pengangkutan dari hutan ke TPK (Suparno, 2000).
Dalam analisis biaya, biaya diklasifikasikan atas bermacam-macam biaya, ha1
ini bertujuan untuk : (1). mengetahui besarnya biaya total, biaya dalam bagian-bagian
atau sektor-sektor, sehingga memungkinkan untuk mengadakan penekanan-
penekanan biaya pada sektor-sektor produksi tertentu apabila dianggap terlalu besar,
(2). menghitung harga pokok, sehingga dapat ditentukan harga penjualan untuk
menghitung keuntungan dan kerugian (Elias, 1987).
D. Nilai Waktu Dalam lnvestasi
Kehutanan sebagai produsen kayu memiliki sifat khusus yaitu adanya periode
waktu yang lebih panjang. Waktu yang dibutuhkan agar suatu tegakan hutan dapat
dipanen, atau apa yang disebut daur, biasanya sangat panjang. Dalam waktu yang
15
sangat besar dan menentukan (Damsman, 1989). Oleh karena itu suku bunga
merupakan ha1 yang sangat penting dalam kehutanan karena waktu produksi yang
lama.
Karena produksi yang cukup panjang tersebut, maka produksi di bidang
kehutanan selalu ada faktor kctidakpastiaan terhadap output yang akan diperoleh,
sehingga mengakibatkan orang akan menilai saat sekarang lebih tinggi dari pada
nilai waktu yang akan datang (time preference) (Andayani, 1985). Oleh karena itu
untuk mengetahui berapa besar penyesuaian yang perlu d~lakukan terhadap nilai
benefit di masa datang, Gray, et al., (1992 ) menyatakan gagasan social opportunity
cost yang merupakan benefit yang dikorbankan karena sejumlah sumber yang ada
telah digunakan untuk kegiatan X, dan bukan kegiatan Y atau yang lainnya.
Kemudian Warsito (1995) menyebutkan bahwa kehilangan keuntungan apabila dana
yang tidak digunakan untuk investasi pengusahaan hutan, melainkan digunakan
untuk investasi di sektor usaha lain yang diandaikan (opportunity cost) maka
kehilangan tersebut merupakan biaya, yang penghitungannya didekati dengan biaya
bunga atas modal. Biaya tersebut dimasukkan sebagai salah satu komponen biaya
dalam penghitungan biaya pengusahaan hutan.
Davis (1966), menyatakaan bahwa biaya-biaya yang digunakan untuk suatu
sumber daya yang mempunyai tenggang waktu, sewa, atau harga biaya per unit
waktu diukur dengan tingkat bunga. Biaya bunga berpengaruh sekali pada analisis
E. Pembentukan Harga
1. Penentuan Harga Pokok
Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Berdasarkan cara
memproduksi produk, penentuan harga pokok produksi dibedakan menjadi dua
macam yaitu metode harga pokok pesanan dan metode penentuan harga pokok
proses (Mulyadi, 1991). Metode harga pokok pesanan adalah pengumpulan
harga pokok produk di mana biaya dikumpulkan untuk setiap pesanan secara
terpisah. Sedangkan metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan
harga pokok produk di mana biaya dikumpulkan untuk setiap satuan waktu
tertentu misalnya bulan, triwulan, semester, tahun. Pada metode harga pokok
proses, perusahaan menghasilkan produk yang homogen, bentuk produk bersifat
standar tidak tergantung spesifikasi yang diminta pembeli, sehingga produksi
dapat dilakukan secara terus-menerus (Supriyono, 1995).
lnformasi harga pokok produksi yang dihitung untu k jangka waktu tertentu
bermanfaat bagi manajemen untuk : (a). menetukan harga jual produk,
(b), memantau realisasi biaya produksi, (c). menghitung rugi atau laba periodik,
dan (d). menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang disajikan dalam neraca (Mulyadi, 1991).
Ada dua kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti
dalam melakukan perhitungan harga pokok (Mulyadi, 1991), yaitu :
a. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah
Harga pokok yang terlalu rendah akan menyebabkan harga yang ditawarkan
contoh-contoh faktor-faktor yang sulit untuk diramalkan, yang mempengaruhi
pembentukan harga jual produk atau jasa di pasar (Mulyadi, 1993).
Faktor yang memiliki kepastian relatif tinggi yang berpengaruh dalam
penentuan harga jual adalah biaya. Biaya memberikan informasi batas bawah
suatu harga jual harus ditentukan. Biaya penuh (biaya total) rnerupakan total
pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan produk atau jasa, sehingga
pengorbanan tersebut harus ditutup dengan pendapatan yang diperoleh dari
penjualan produk atau jasa (Mulyadi, 1993).
Penentuan harga jual memerlukan informasi biaya penuh sebagai dasar
penentuan harga jual produk atau jasa. Metode penentuan harga jual seringkali
disebut dengan istilah cost plus pricing, karena harga jual ditentukan dengan
menarnbahkan biaya dengan laba yang diharapkan termasuk faktor resiko dan
ketidakpastian (Mulyadi, 1993, Garrison, 1988, dan Fess dan Warren, 1990).
Menurut Garrison (1988), penentuan harga produk standar dengan formula cost-
plus-pricing merupakan pendekatan yang paling banyak. Sedangkan Fess dan
Warren (1990) mengatakan bahwa penentuan harga jual normal dengan
pendekatan cost-plus merupakan pendekatan yang paling praktis, karena manajer
rnenentukan harga produk dengan menambahkan jumlah cost-plus yang
dinamakan laba yang diharapkan termasuk faktor resiko dan ketidakpastian.
Menurut Fess dan Warren (1990), penggunaan konsep biaya total dalam
penentuan harga jual produk adalah sernua biaya produksi ditambah biaya umum
dan administrasi dan pernasaran dimasukkan ke dalam biaya total ditambahkan
dengan margin keuntungan termasuk faktor resiko dan ketidakpastian. Jika
Harga Jual = Biaya Total (1 + Persentase Margin Keuntungan & Resiko serta Ketidakpastian)
Penetapan harga dengan cara cost plus masih banyak digunakan dengan
beberapa alasan diantaranya penjual dapat menentukan biaya dengan lebih
mudah daripada memperkirakan permintaan. Dengan mengaitkan harga dan
biaya maka proses penetapan harga jual dapat lebih disederhanakan
(Kotler, 1997).
F. Penentuan Tingkat Keuntungan
Pada umumnya tujuan suatu perusahaan tidak pernah terlepas dari keinginan
untuk mendapatkan laba, dan laba yang diharapkan adalah keuntungan maksimum.
Menurut Lipsey, et al (1991), apabila perusahaan yang bertujuan memaksimumkan
keuntungan mengetahui harga yang dapat ditetapkan untuk penjual produknya, maka
akan dapat dihitung penerimaannya. Apabila biaya juga diketahui maka keuntungan
yang akan didapat pada tingkat penjualan akan dapat dipisahkan. Perusahaan juga
akan dapat menentukan tingkat penjualan yang memungkinkan untuk mendapatkan
keuntungan maksimum.
G. Hubungan Permintaan Kayu dan Harga
Permintaan menunjukkan jumlah suatu barang atau jasa yang dikehendaki
oleh pasar pada suatu periode waktu tertentu dalam berbagai kondisi pemasaran.
Permintaan merupakan salah satu faktor terpenting selain faktor biaya untuk
diperhatikan perusahaan dalam rnenyusun berbagai rencana, termasuk rencana
pemasaran (Asri, 1991).
Hubungan antara harga dengan jumlah permintaan adalah "Hukum
20
periode tertentu berhubungan negatif dengan harganya. Dengan kata lain, jika harga
barang atau jasa rneningkat rnaka jurnlah yang dirninta akan berkurang, sebaliknya
jika harga barang atau jasa tersebut mengalarni penurunan rnaka jurnlah permintaan
akan rneningkat. Dalam istilah ekonorni disebut Hukurn Permirltaan yang sernakin
berkurang (the law of deminishing demand) (Asri, 1 991).
Hukurn perrnintaan ini berlaku untuk keadaan di mana seseorang (konsumen!
berfikir rasional dan rnernpunyai pengetahuan yang cukup tentang berbagai ha1
seperti: barang-barang pengganti (substitusi), budget yang terbatas, dan rnanfaat
rnaksirnurn yang ingin dicapai).
Kebijakan rnenaikkan harga tergantung elasitas perrnintaan. Apabila
perrnintaan bersifat elastis, maka menaikkan harga akan rnengakibatkan total
penerirnaan rnenjadi berkurang. Karena kenaikan harga sedikit akan rnendatangkan
pengaruh penurunan perrnintaan yang besar. Sebaliknya jika perrnintaan bersifat
inelastis, dengan rnenaikkan tingkat harga suatu barang justru akan rnenaikkan pula
jurnlah penerirnaan meskipun jurnlah perrnintaan rnenurun. Tetapi, pada dasarnya
perlu juga diperhatikan bahwa sifat ini berlaku pada range tertentu, sesuai dengan
bentuk kurva perrnintaan yang lengkung. Di luar batas tersebut, mungkin barang
sudah bersifat elastis sehingga kenaikan harga akan rnengurangi jurnlah penerimaan
Ill. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian Ini dilaksanakan di KPH Bogor PT. Perhutani Unit Ill Jawa Barat. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2001. Pemilihan lokasi
penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), mengingat di KPH tersebut terdapat
kegiatan pengelolaan hutan yang lengkap.
B. Bahan dan Alat
Obyek dalam penelitian ini adalah pengusahaan hutan tanaman mangium.
Sedangkan alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah tally sheet, alat-alat
tulis, kalkulator dan komputer.
C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Batasan Penelitian
ilalam penelitian ini, penetapan harga kayu bulat mangium didasarkan kepada
keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk pengusahaan hutan tanaman mangium mulai
dari awal (perencanaan, penanaman) sampai dengan menghasilkan kayu bulat mangium
yang berada di Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Biaya-biaya tersebut melipl~ti biaya
produksi yang berupa biaya pembentukan tegakan dan biaya pemanenan sampai
dengan kayu di TPK, dan biaya non produksi yang terdiri dari biaya umum dan
administrasi dan biaya pemasaran.
Oleh karena proses pembentukan tegakan mangium untuk menghasilkan kayu
yang telah dikeluarkan tersebut diperhitungkan nilai waktunya berdasarkan nilai terganda
(compounded cost) selama daur pada tingkat bunga riil yang ditetapkan. Kemudian nilai
yang diperoleh tersebut akan dibandingkan dengan harga jual realisasi mangium yang
diberlakclkan di PT. Perhutani. Dalam penelitian ini yang dimaksud harga jual adalah
harga jual kayu bulat pertukangan.
Berdasarkan harga jual hasil analisis dan harga jual realisasi juga akan
diperbandingkan tingkat keuntungan dan tingkat kelestarian finansial yang akan dicapai
dalam pengusahaan hutan mangium yang merupakan salah satu ukuran kinerja
perusahaan. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah penjualan terhadap kenaikan
harga, maka dilakukan analisis hubungan antara kenaikan harga terhadap jumlah
penjualan kayu.
Asumsi yang Digunakan
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Mengingat proses produksi dalam pengusahaan hutan tanaman mangium
memerlukan waktu yang relatif panjang (tahunan), yang memungkinkan perubahan-
perubahan pada nilai barang dan jasa di pasar, maka diasumsikan apabila terjadi
kenaikan atau penurunan harga-harga yang mungkin terjadi (dalam jangka panjang)
akan bekerja pada bobot yang sama baik pada sektor biaya maupun sektor
pendapatan (kenaikan dan penurunan harga yang mungkin terjadi adalah sesuai
dengan tingkat inflasi yang terjadi). Oleh karena itu pada analisis ini cukup
menggunakan harga input maupun output tahun 2000.
b. Biaya pengusahaan hutan terdiri dari biaya bersama dan biaya parsial. Terhadap
tanaman mangium ditentukan berdasarkan kepada proporsi luaslvolumelpendapatan
pengusahaan hutan tanaman mangium terhadap luaslvolumelpendapatan untuk
kegiatan bersama dikalikan dengan total biaya bersama yang dikeluarkan pada
kegiatan tersebut.
c. Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga kredit investasi Bank Swasta
Nasional sebesar 18 %.
d. Selama jangka analisis diasumsikan bahwa pengusahaan hutan tanaman mangium
berada dalam kondisi normal.
D. Macam
dan
Sumber Data1. Macam Data
Data yang diperlukan dalam penelitian irli berupa data sekunder yang terdiri dari
laporan keuangan, laporan produksi, laporan penjualan, luas hutan, data suku bunga
dan laporan penunjang lain.
2. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dari PT. Perhutani bersumber dari :
a. Kantor KPH, meliputi laporan keuangan, laporan produksi, laporan penjualan, dan
laporan penunjang lain.
b. Kantor Biro Perencanaan Hutan, meliputi laporan keuangan, dan laporan penunjang
lain.
c. Kantor PT. Perhutani Unit Ill, meliputi laporan keuangan, laporan produksi, laporan
d. Kantor PT. Perhutani Direksi, meliputi laporan keuangan, laporan produksi, laporan
penjualan, harga kayu bulat mangium, profit yang ditentukan perusahaan, dan
laporan penunjang lain.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang didasarkan pada buku-buku literatur, hasil
penelitian, karya ilmiah, dan laporan.
2. Observasi langsung, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan
langsung di lapangan dalam proses produksi pengusahaan hutan tanaman mangium
mulai dari perencanaan sampai dengan menghasilkan kayu di Tempat Penimbunan
Kayu (TPK).
3. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan langsung dengan pimpinan dan karyawan.
4. Pencatatan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengutipan data sekunder
yang tersedia di kantor PT. Perhutani.
F.
Analisis Data1. Analisis Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium
a. Penentuan biaya pengusahaan hutan tanaman mangium menggunakan dasar
metode pendekatan biaya.
b. Tahap awal dalam analisis biaya pengusahaan hutan tanaman adalah melakukan
pengusahaan hutan tanaman mangium terdiri dari biaya produksi dan biaya non
produksi, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Biaya produksi
Biaya produksi dalam pengusahaan hutan tanaman adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam hubungannya dengan proses pembentukan tegakan menjadi
kayu bulat di TPK. Biaya produksi dapat digolongkan menjadi biaya pembentukan
tegakan dan biaya pemanenan. Biaya pembentu kan tegakan adalah seluru h
komponen biaya yang dikeluarkan mulai awal perencanaan sampai dengan akhir
daur. Sedangkan biaya pemanenan yaitu seluruh komponen biaya yang
dikeluarkan mulai dari persiapan tebangan sampai dengan penebangan, dan
pengangkutan ke TPK.
Biaya non produksi (biaya usaha )
Biaya non produksi dalam pengusahaan hutan adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan yang tidak ada hubungannya langsung dengan proses produksi
pembentukan tegakan menjadi kayu bulat di TPK. Biaya non produksi
digolongkan menjadi biaya umum dan administrasi dan biaya pemasaran.
c. Penyusunan pembiayaan nominal perigusahaan hutan seperti pada Tabel 1.
d. Penyusunan cashflow pembiayaan pengusahaan hutan seperti pada Tabel 2.
Oleh karena proses prduksi dalam pengusahaan hutan tanaman mangium
menggunakan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan untuk setiap jenis
kegiatan juga berbeda-beda rentang waktunya, maka biaya-biaya yang dikeluarkan
tersebut disetarakan ke nilai akhir daur. Total biaya yang dikeluarkan dihitung selama
26
Tabel 1. Penyusunan Pembiayaan Nominal Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium
I
1I
PerencanaanI
I
I
NoI
Jenis PengeluaranI
2I
PenanamanI
I
Jumlah (RpIHa)
I
1
31
Perawatan HutanI
I
1
41
Perlindungan HutanI
I
/
5/
Pemungutan Hasil HutanI
I
1
61
Kswajiban Finansial terhadap NegaraI
I
1
71
Sarana PrasaranaI
I
1
81
Produksi Kayu Tebangan LainI
I
I
I
Jumlah Biaya ProduksiI
1I
Biaya Umum & AdministrasiI
I
I I
ll
e. Melakukan proses penggandaan biaya (compounding cost) dengan menggunakan Biaya Non Produksi (Usaha)
I
2
tingkat suku bunga 18 % untuk mengetahui total biaya terganda (compounded cost) Biaya Pemasaran
Jumlah Biaya Non Produksi (Usaha) Total Biaya Pengusahaan Hutan
pada masing-masing tahun pengeluaran kenilai pada akhir daur.
dimana :
TCn : Total biaya pengusahaan hutan tanaman mangium pada akhir daur
t :Tahundikeluarkanbiaya
r : Suku bunga
[image:144.561.73.486.117.765.2]Tabel 2. Penyusunan Cash Flow Pembiayaan Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium
f. Total biaya terkompon (compounded cost) dalam analisis biaya tersebut adalah setiap
satu ha luas tanaman. Untuk mengetahui biaya tegakan setiap meter kubik kayu,
maka total biaya terkompon dibagi dengan produksi kayu bulat per ha.
g. Adapun yang dimaksud dengan biaya total pengusahaan hutan tanaman mangium
adalah penjumlahan biaya produksi dan biaya non produksi, yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :
TCPHTM = CP + CNP
di mana :
TCPHTM : Total biaya pengusahaan hutan tanaman mangium
CP :Biayaproduksi
[image:145.561.90.489.164.481.2]2. Analisis Harga Pokok Kayu Bulat Mangium
Cara penentuan harga pokok adalah dengan metode harga pokok proses yaitu
penentuan harga pokoic yang membebankan biaya produksi selama periode tertentu
kepada proses atau kegiatan produksi dan membaginya sama rata kepada produk yang
dihasiikan dalam periode tersebut.
HPPKBM = TCPKBM TPKBM di mana :
HPPKBM : Harga Pokok Produk Kayu Bulat Mangium TCPKBM : Total Biaya Produksi Kayu Bulat Mangium TPKBM : Total Produksi Kayu Bulat Mangium
3. Analisis Harga Jual Kayu Bulat Mangium
Penentuan harga jual kayu bulat mangium didekati dengan Cost Plus Pricing,
yaitu penentuan harga dengan cara menambahkan margin keuntungan termasuk faktor
resiko dan ketidakpastian di atas biaya penuh dalam memproduksi dan memasarkan
produk.
Penetapan harga jual kayu bulat mangium dengan pendekatan Cost Plus Pricing
menggunakan konsep biaya penuh (Fess dan Warren, 1990) yang dirumuskan :
Harga jual kayu bulat mangium = Biaya Total [1+ Persentase Margin Keuntungan &
Resiko serta Ketidakpastian]
4. Analisis iingkat Keuntungan Pengusahaan Hutan Tanaman Mangium
Untuk mengetahui tingkat keuntungan pengysahaan hutan tanaman mangium
dilakukan analisis laba rugi. Laba rugi antara penggunaan harga jual hasil analisis
dengan harga jual realisasi kayu bulat mangium yang berlaku di PT. Perhutani
Tingkat keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan harga jual realisasi
kayu bulat mangium yang berlaku di PT. Perhutani dirumuskan :
Sedangkan tingkat keuntungan yang diperoleh dengan rnenggunakan harga
pokok kayu buiat mangium hasil analisis dircmuskan :
di mana :
~ H J R K B M : Keuntungan dari harga jual rata-rata realisasi kayu bulat mangium ~ H J H A K B M : Keuntungan dari harga jilal hasil analisis kayu bulat mangium HJRKBM : Harga jual rata-rata realisasi kayu bulat mangium
HJHAKBM : Harga jual hasil analisis kayu bulat mangium
YKBM : Volume produksi kayu bulat mangium
TC : Total biaya
5. Penentuan Kelestarian Finansial
Untuk mengetahui kelestarian finansial, maka dirumuskan sebagai berikut :
di mana :
Sf : Kelestarian finansial
HJ : Harga jual kayu bulat mangium
TC : Total biaya pengusahaan hutan tanaman mangium
Jika Sf = 1 artinya prasyarat pengelolaan hutan lestari sulit diiaksanakan. Jika Sf c 1 artinya prasyarat pengelolaan hutan lestari sulit dilaksanakan. Jika Sf > 1 artinya prasyarat pengelolaan hutan lestari dapat dilaksanakan.
6. Analisis hubungan kenaikan harga terhadap jumlah penjualan
Untuk mengetahui hubungan kenaikan harga terhadap jumlah penjualan, maka
didekati dari hubungan antara harga yang telah ditetapkan dengan realisasi penjualan
IV. DESKRlPSl PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN MANGIUM
A. Kondisi Umum KPH Bogor
Wilayah kerja PT Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor meliputi
kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi, mencakup luas total kring sekitar 585.837,65 ha,
yang diantaranya berupa kawasan hutan seluas 89.744,16 ha. Dari luas kawasan hutan
tersebut seluas 55.410,14 ha telah ditetapkan menjadi 4 jenis kelas perusahaan (KP)
seperti pada Tabel 3. di bawah, seluas 17.1 15,50 ha berupa kawasan PHPA dan sisanya
seluas 17.218,52 ha berada di BKPH Jonggol, Parungpanjang dan Leuwiliang, yang
menurut rencana terjadi pengurangan seluas 5.812,41 ha berdasarkari Surat Persetujuan
Prinsip Tukar Menukar dari Menhut yang dimohon PT. Bukit Jonggol Asri (proses
penyelesaian Agraria).
Tabel 3. Luas Kawasan Hutan KPH Bogor Menurut Kelas Perusahaan Tahun 2000
B. Pengelolaan Hutan Tanaman Mangium
Prosentase (%) 4 1 2 3 4
Pada awalnya tanaman mangium dikembangkan di KPH Bogor, BKPH Parung
Panjang sejak tahun 1986 melaiui proyek HTllADB sebagai tanaman pengisi pada tanaman Luas (Ha)
3 No
1
pokok Sengon (Paraserianthes falcataria) yang ditanam dengan jarak tanam 3 x 2 m dengan Jenis Kelas Perusahaan
2
Sumber : RPKH Keles Perusahaan Mangium Jcngka Perusehaan 1 Jan& 2001 sld Desember 2005, SPH I Bogor, Desember 2000
pola tanam 3 larik tanaman pokok dan 1 larik tanaman pengisi. Pola tanam seperti di atas
dilaksanakan sampai dengan tahun 1989 seluas 2.197 ha.
Karena tanaman mangium sebagai tanaman pengisi terlihat lebih berhasil
pertumbuhannya, maka mulai tahun 1990 jenis tanarnan mangium mulai dikembangkan
sebagai tanaman pokok. Pada sistem tanam turnpangsari, mangium ditanam sebagai
tanaman pokok dengan pola tanarn 4 larik tanaman pokok dan 1 larik tanaman pengisi.
Adapun kondisi kelas perusahaan rnangiurn di BKPH Parungpanjang seluas
5.342,90 ha menurut kelas hutannya adalah seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Kondisi Kelas Perusahaan Mangium KPH Bogor Menurut Kelas Hutan Tahun 2000 No 1 A I a b II B Kelas Hutan 2 Untuk Produksi
Baik untuk Produksi Tebang Habis (BPTH) Produktif
KU I KU II KU Ill
KU IV KU V KU VI KU VII KU Vlll KU IX KU X
MT -
Jumlah a Tidak Prcduktif
Sumber : RPKH Kelas Perusehaan Mangium Jangka Perusaham 1 Jenuan 2001 sld Desember 2005, SPH I Bogor, h e m b e r 2000 LTJL TK TKL HAKL TABK HAABK Jumlah b Jumlah l
Tdk Baik utk Produksi Tebang Habis (TBPTH) TBPTH
[image:149.566.71.489.341.762.2]Kegiatan pengusahaan hutan tanarnan rnangiurn di KPH Bogor tahun 2000 rneliputi
persernaian, pernbuatan tanarnan, perneliharaan tanarnan tahun ke ? dan tahun ke 2,
perneliharaan 4-5 tahun, penjarangan dan tebangan seperti pada Tabel 5. di bawah.
Tabel 5. Pengusahaan Hutan Tanarnan Mangium di KPH Bogor Tahun 2000
No 1 1 2 a b
I
Jumlah 34
1
Pemeliharaan Tanaman Tahun Ke 2Kegiatan 2 Persemaian Pembuatan Tanaman Rutin -TS -BH Pembangunan -TS 3 a b Rutin -TS -BH Pembangunan -TS -BH Jumlah 2
Pemeliharaan Tanaman Tahun Ke 1 Rutin -TS -BH Pembangunan -TS -BH
I
Jumlah5 1 Pemeliharaan 4 - 5 Tahun Babat RayuUWiwil - 4 Tahun
- 5 Tahun
Pemeliharaan Penjarangan Tunjuk Tolet
Tebangan Tanpa Hasil Tebangan dengan Hasil Pruning
Tebangan
-
Tebangan A2 b/
-
Tebangan B1c
(
-
Tebangan EI
Sumber : Laporen Definitif KPH Bogor Tahun 2000
Satuan
1
FisikC. Konstribusi Kelas Perusahaan Mangium terhadap Pendapatan KPH Bogor
Kelas perusahaan mangium memberikan konstribusi pendapatan paling besar
dibandingkan dengan kelas perusahaan lainnya, walaupun luas KP mangium paling kecil
yaitu 5.342,90 ha (9,64 %). Pada Tabel 6. terlihat bahwa pada penjualan kayu tebangan
tahun 2000 menlberikan konstribusi sebesar Rp, 2.458.526.990,- (22,84 %) dati kayu
mangium menyumbangkan pendapatan sebesar Rp 1.775.272.400,- (16,49 %), pada
penjualan kayu olahan menyumbangkan pendapatan Rp 7.357.353.836,- (68,35 %), pada
penjualan hasil hutan lainnya menyumbangkan sebesar Rp 410.132.335,- (7,89 %) dan
--
pada usaha di luar usaha pokok memberikan sumbangan Rp 98.376.295,- (0,91 %).
D. Mengenal Hutan Tanaman Mangium di KPH Bogor
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan tanaman mangium di
wilayah BKPH Parung Panjang KPH Bogor meliputi perbenihan, persemaian, penanaman,
pemeliharaan tanaman, penebangan, dan pemasaran.
1. Perbenihan
Kebutuhan benih mangium di BKPH Parung Panjang sudah dapat dipenuhi dari
kebun benih milik Balai Teknologi Perbenihan (BTP) seluas 7 ha dan Areal Pengumpulan
Benih (APB) seluas 11,5 ha. Biji sudah dapat dipungut dari pohon yang telah berumur
minimal 6 tahun. Untuk mendapatkan kualitas biji yang baik, pengunduhan biji sebaiknya
dilakukan pada pohon yang telah berumur 8
-
9 tahun. Musim buah mangium biasanyaantara bulan Juli
-
Agustus dengan produksi biji rata-rata sebesar 0,3-
0,5 kg perpohon. Buah yang polongnya berwarna coklat tua sudah siap dipanen. Polong dijemur
selama 2
-
3 hari dan disimpan ke dalam karung untuk diekstrak dengan cara pemukulanYO 4 0,02 15,86 0,25 0,38 16,49 502 0,Ol 5,03 0,40 0,OO 0,41 0,24 0,01 0,25 0,02 0,02 0,60 0,01 0,Ol 0,61 0,OO 22,84 60,24 8,12 68,35 51,58 0,13 0,24 0,02 0,01 0,12 0,22 2.09 0,63 0,42 0,06 0,OO 7,89 0,91 100,OO Jumlah 3 2.330.000 1.707.227.400 27.320.000 40.725.000 1.775.272.400 540.263.820 1.056.000 541.319.820 43.455.730 425.000 43.880.730 25.834.700 560.000 26.394.700 1.957.320 1.854.690 64.051.530 750.000 680.000 65.481.530 35.800 2.458.526.990 6.483.739.861
873.61 3.975
7.357.353.836 438.102.780 1.102.559 25.500.000 2.500.000 1.287.000 12.778.000 24.000.000 224.516.535 67.709.500 45.007.500 6.533.800 300.000 849.337.674 98.376.295 10.763.594.795 Tabel No 1 I II Ill IV
6. Pendapatan KPH Bogor Tahun 2000
Nama Rekening
2
PENJUALANKAYUTEBANGAN Penjualan Kayu Bundar
Kayu Bundar Mahoni Kayu Mangium
- Kayu Bundar ~angium
- Kayu Persegi Mangium
- Kayu Bakar Mangium
Jumlah Kayu Mangium Kayu Pinus
-
Kayu Bundar Pinus- Kayu Bakar Pinus
Jumlah Kayu Pinus Kayu Sonokeling
- Kayu Bundar Sonokeling
- Kayu Bakar Sonokeling
Jumlah Kay