• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN FUNGSI UANG JUJUR (SINAMOT) PADA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA MOTUNG KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERGESERAN FUNGSI UANG JUJUR (SINAMOT) PADA PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA MOTUNG KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERGESERAN FUNGSI UANG JUJUR (SINAMOT) PADA

PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT BATAK TOBA

DI DESA MOTUNG KECAMATAN AJIBATA

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi

Sebagai Syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Patimah Manurung

NIM. 3113111047

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)

iii ABSTRAK

Patimah Manurung, NIM.3113111047.Pergeseran Fungsi Uang Jujur (Sinamot) Pada Perkawinan Adat Masyarakat Batak Toba Di Desa Motung Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat dan kasih setianya proposal penelitian ini dapat saya selesaikan dengan baik.

Uang jujur (sinamot) merupakan syarat sahnya suatu perkawinan. Uang jujur

(sinamot) mempunyai fungsi pada perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba

karena suatu perkawinan menurut adat harus terlebih dahulu membayar uang jujur

(sinamot). Uang jujur (sinamot) pada zaman dahulu ke zaman sekarang sudah

bergeser/berubah. Karena pada zaman dahulu uang jujur (sinamot) diberikan dalam

bentuk ternak atau pun benda berharga lainnya, namun seiring berkembangnya zaman

sekarang sinamot (uang jujur) diberikan dalam bentuk uang tunai (cash).

Skripsi ini berjudul “Pergeseran Fungsi Uang Jujur (Sinamot) Pada

Perkawinan Adat Masyarakat Batak Toba Di Desa Motung Kecamatan Ajibata

Kabupaten Toba Samosir” adalah skripsi yang ditujukan untuk memenuhi

syarat-syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan PPKn Fakultas

Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.

Dengan rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen

pembimbing skripsi Ibu Dra.Yusna Melianti, MH, yang senantiasa mendukung dan

membimbing dalam penyelesaian Skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih

banyak kepada Ibu Dra. Rosnah Siregar, SH, M.Si, selaku Dosen PA dan Pengguji

Utama yang telah banyak memberikan bimbingan akademik dan masukan-masukan

(6)

v

Beru PA, SH, M.Hum, selaku dosen penguji utama dan Ibu Sri Hadiningrum

SH,M.Hum, selaku dosen penguji bebas yang telah banyak memberikan kritikan dan

masukan kepada penulis terutama dalam penyusunan proposal dan skripsi ini.

Seiring dengan itu penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih

kepada:

1. Bapak (S.Manurung), Mama (S.Siahaan), Kakak terkasih (Juita Manurung dan

Lenni Manurung), Abang terkasih (Komsar Manurung SE), Adik-adik terkasih

(Delpina Manurung Amd, dan Melita Manurung Amd) dan juga buat Abang Ipar

(Mario Siagian, dan Farel Sihombing) serta seluruh keluarga yang telah banyak

memberikan kasih sayang, doa, motivasi dan kebutuhan penulis hingga

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, sebagai Rektor UNIMED beserta seluruh

jajarannya.

3. Ibu Dra. Nurmala Berutu M.Pd, sebagai Dekan FIS UNIMED beserta seluruh

jajarannya.

4. Ibu Dr. Reh Bungana Beru PA, SH, M.Hum, sebagai Ketua Jurusan PPKn, Bapak

Arief Wahyudi, SH, MH, sebagai sekretaris Jurusan PPKn FIS UNIMED beserta

jajarannya yang telah memberi informasi selama perkuliahan.

5. Bapak/Ibu Dosen di Jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

6. Buat kakak-kakak stambuk yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini

terkhusus buat kakakku terkasih Rosani Manurung S.Pd, Reguler A angkatan

(7)

vi

7. Buat teman-teman alumni kelas reguler A angkatan 2011 dan Angkatan 2012

jurusan PPKn Fakultas Ilmu Sosial UNIMED

8. Buat teman dekat sejak di perguruan tinggi yaitu Anita Simatupang S.Pd,

Etymalina Sinaga S.Pd, Widya Septiani Situmorang S.Pd, dan Abang Tohap

simaremare S.Pd, yang mampu menjadi teman berdiskusi mengenai pelajaran dan

masalah pribadi.

9. Buat rekan-rekan Pemuda-pemudi Gereja Pentakosta Indonesia sidang kebun

pisang Medan.

10.Buat rekan-rekan PPLT SMK Budhi Darma Indrapura

Penulis menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi

ini. Untuk itu, penulis mohon masukan yang membangun demi sempurnanya skripsi

ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2016

Penulis,

PatimahManurung

(8)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Uang Jujur (Sinamot) ... 9

2. Perkawinan Menurut Masyarakat Batak Toba ... 11

3. Adat ... 14

4. Tahap Perkawinan Adat Batak Toba... 18

(9)

viii

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Jenis Data ... 26

1. Data Primer ... 26

2. Data Sekunder ... 27

C. Lokasi Penelitian ... 27

D. Populasi dan Sampel ... 28

1. Populasi ... 28

2. Sampel ... 28

E. Variabel dan Defenisi Operasional Penelitian ... 28

1. Variabel Penelitian ... 28

2. Defenisi Operasional ... 29

F. Teknik Analisi Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian ... 32

B. Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 60

(10)

viii LAMPIRAN DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pergeseran Uang Jujur (Sinamot) 33

Tabel 2 Pentingnya Uang Jujur (Sinamot) Dalam Upacara Perkawinan 34 Tabel 3 Bentuk Uang Jujur (Sinamot) Adalah Uang 36 Tabel 4 Dasar Pemberi Uang Jujur (Sinamot) Untuk Mencari

Keuntungan

37

Tabel 5 Upacara Adat Merupakan Kewajiban Bagi Masyarakat 40 Tabel 6 Marhata Sinamot Harus Dilaksanakan Oleh Dalihan Na Tolu 41 Tabel 7 Pelaksanaan Adat Perkawinan Dilaksanakan di Tempat Pihak

Laki-Laki

42

Tabel 8 Perubahan Pelaksanaan Adat Dalam Perkawinan Masyarakat Batak

44

Tabel 9 n Memaksakan kehendak Mengenai Uang Jujur (Sinamot) Kepada Pihak Laki-Laki

45

Tabel 10 Pembayaran Uang Jujur (Sinamot) 46

Tabel 11 Kedudukan Dalam Adat 47

Tabel 12 Dengan Disahkannya di Gereja, Mereka Sudah Sah Kawin. Apakah Uang Jujur (Sinamot) Masih Perlu Dibayar

49

Tabel 13 Perkawinan Dengan Kawin Lari Boleh Dilaksanakan 50

Tabel 14 Kunjungan ke Rumah Mertua 51

Tabel 15 Menurut Adat Bolehkah Responden Memberi Bantuan Kepada Anak Mereka Perempuan Atau Saudara Perempuan Yang Sudah Kawin Tetapi Membayar Uang Jujur (Sinamot)

(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Angket Penelitian

Lampiran 2 : Wawancara

Lampiran 3 : Nota Tugas

Lampiran 4 : Surat Penelitian dari Jurusan

Lampiran 5 : Surat Ijin Mengadakan Penelitian Dari Fakultas

Lampiran 6 : Surat Penelitian dari Tempat Penelitian

Lampiran 7 : Surat Keterangan Perpustakaan Jurusan PPK-n

Lampiran 8 : Surat Keterangan Perpustakaan UNIMED

Lampiran 9 : Surat Keterangan Sudah Menyerahkan Skripsi kepada tempat penelitian

Lampiran 10 : Kartu Bimbingan Skripsi Jurusan PPK-n

Lampiran 11 : Daftar Peserta Seminar Proposal Penelitian Mahasiswa Jurusan PPK-n

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub

etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak

Mandailing, dan Batak Pakpak. Secara administratif wilayah tempat tinggal suku

bangsa Batak Toba meliputi 4 Kabupaten : Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten

Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat

melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat

bersangkutan. Perkawinan bagi masyarakat Batak Toba adalah sebuah pranata

yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan tetapi juga

mengikat suatu keluarga besar yakni keluarga pihak laki-laki yang disebut

paranak dan pihak perempuan disebut parboru. orang Batak Toba adalah

masyarakat patrilineal. Pada masyarakat patrilineal ini marga, dalihan na tolu dan

adat memegang peranan penting. Dari satu segi orang Batak memegang tradisi ini

secara sadar dan penuh keyakinan. Karena mereka bangga menjadi orang Batak.

Tetapi dari segi lain, orang Batak juga melihat bahwa beberapa unsur dari

tradisi mereka tidak dapat dipertahankan terus karena tidak sesuai lagi dengan

zaman sekarang. Misalnya perkawinan antara kemanakan langsung (marboru ni

(13)

2

Perkawinan mengikat kedua belah pihak dalam suatu ikatan kekerabatan

yang baru. Batak Toba disebut sebagai suku yang memiliki adat budaya yang

sangat kuat sehingga sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi

seseorang secara pasti sejak dilahirkan yang disebut Dalihan Na Tolu (dongan

tubu, boru/bere, dan hula-hula). karena ketiga unsur Dalihan Na Tolu harus tetap

selalu mengadakan musyawarah dan mufakat untuk tercapainya unsur kesatuan,

rasa tanggung jawab, dan rasa memiliki.

Kelompok kekerabatan merupakan sekelompok orang yang memiliki

hubungan darah atau perkawinan. Sistem kekerabatan patrilineal adalah sistem

kekerabatan berdasarkan pertalian keturunan melalui kebapakan yang menarik

garis keturunannya dari pihak laki-laki terus ke atas. Patrilineal ini terdapat

didaerah adat orang Batak, orang Bali, dan orang Ambon. Menurut Niessen

(1985:114) mengatakan: Perkawinan orang Batak Toba adalah eksogami. Hal ini

sudah nampak dari sejak awal silsilah Raja Batak. Diman belahan Lontung

memberi wanita-wanita mereka ke belahan Sumba. Sistem kekerabatan patrilineal

diatas, berlaku adat perkawinan dengan pembayaran uang jujur (Batak: tuhor,

boli: Bali: patukun) dimana sesudah terjadi perkawinan antara seorang laki-laki

dengan seorang perempuan, maka isteri melepaskan kewargaan adat dari kerabat

ayahnya dan masuk kewargaan adat suaminya.

Oleh karena itu, hak dan kedudukan suami lebih tinggi dari hak dan

kedudukan isterinya. Masyarakat Batak Toba memiliki kelompok kekerabatan

yang kuat yaitu didasari dengan keturunan garis patrilineal (garis keturunan

(14)

3

ketat seperti halnya dengan sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba adalah

posisi perempuan.

Perempuan merupakan bagian dari kelompok ayahnya sebelum dia nikah.

Karena setelah pernikahan, perempuan itu akan meninggalkan lingkungan

ayahnya dan dimasukkan dalam satuan kekerabatan suaminya. Perkawinan

masyarakat Batak Toba tidak luput dari uang jujur (sinamot) sebab sahnya suatu

perkawinan Batak Toba didahului dengan pemberian uang jujur (sinamot). Uang

jujur (sinamot) merupakan pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak

perempuan yang berupa uang atau benda berharga lainnya.

Sinamot (uang jujur) adalah Tuhor Ni Boru yang artinya uang untuk

pembelian perempuan Batak dari orang tua laki-laki yang diberikan kepada orang

tua pemilik anak perempuan. Acara pemberian sinamot (uang jujur) ini sudah ada

sejak zaman dahulu kala yang diwariskan nenek moyang suku Batak dan

dilestarikan sampai sekarang. Pada zaman dahulu sinamot (uang jujur) diberikan

dalam bentuk ternak atau pun hasil bumi, namun seiring berkembangnya zaman

sekarang sinamot (uang jujur) diberikan dalam bentuk uang tunai (cash). Zaman

dahulu, ketika uang belum dikenal, sinamot (uang jujur) itu lazim diberi berupa

ternak yang dianggap berharga mahal: kerbau, sapi, kuda. Jumlahnya tergantung

kesepakatan dan kemampuan pihak laki-laki atau permintaan pihak perempuan,

bisa 30 ekor kerbau tapi bisa pula satu ekor diluar ternak yang akan dipotong

untuk keperluan pesta. Uang jujur (sinamot) dari zaman dulu ke zaman sekarang

(15)

4

Pada zaman dahulu, uang jujur (sinamot) bisa berupa hewan atau barang,

tetapi seiring berkembangnya zaman pada saat sekarang uang jujur (sinamot)

dapat diuangkan. Kata sinamot sama dengan tinuhor (bahasa Toba). Sebelum

upacara perkawinan dilaksanakan selalu didahului dengan beberapa tahapan

acara, salah satunya marhata sinamot yaitu adat yang harus dilaksanakan sebelum

perkawinan dilangsungkan.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar biaya yang ditanggung

oleh kedua belah pihak agar perkawinan itu dapat dilaksanakan. Perkawinan

Batak Toba yaitu perkawinan eksogami marga, karena perkawinan satu marga

dilarang keras. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Batak Toba adalah

perkawinan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki dari

ibunya atau boru ni tulangna (pariban). Orang tua pada masyarakat Batak Toba

selalu menganjurkan perkawinan ideal tersebut, tetapi bila anjuran ini tidak

berhasil pihak orang tua sudah mengalah demi kebahagiaan anak-anaknya.

Marhata sinamot adalah bahagian dari acara perkawinan (pesta paranak)

(pamasumasuon) dalam adat Batak Toba, dimana dalam acara ini pihak lelaki

(paranak) dan pihak perempuan (parboru) bertemu ditempat yang telah

dipersiapkan oleh pihak perempuan (parboru). Tempat diadakan acara ini

biasanya dirumah pihak perempuan (parboru). Topik pembicaraan dalam acara ini

adalah lebih dominan ke uang jujur (sinamot) atau sering disebut tuhor ni boru

(bahasa Toba). Sebenarnya marhata sinamot merupakan tahap penentuan dalam

pernikahan. Aslinya marhata sinamot itu harus dihadiri hula-hula masing-masing

(16)

5

perempuan (parboru). Ada baiknya acara marhata sinamot itu kita anggap resmi

walau tidak dihadiri hula-hula. Dengan demikian, acara marhusip yang kita

lakukan sekarang dianggap resmi adalah marhata sinamot supaya digedung tidak

ada lagi marhata sinamot. Sebab kurang pada tempatnya marhata sinamot

digedung padahal pengantin sudah diberkati digereja dan jambar juhut sudah

dibagi.

Disinilah pihak laki-laki (paranak) dan perempuan (parboru) menjalin

kesepakatan tentang cara pernikahan yang akan dilaksanakan serta wujud hak dan

kewajiban masing-masing. Uang jujur (sinamot) menjadi dasar yang harus

dipenuhi dan tidak dapat dihilangkan dalam rangkaian perkawinan adat Batak

Toba. Karena sahnya suatu perkawinan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba

didahului dengan pemberian uang jujur (sinamot). Salah satu fungsi uang jujur

(sinamot) adalah syarat sahnya suatu perkawinan. Karena jika uang jujur

(sinamot) tidak dibayarkan sebagian atau seluruhnya maka itulah yang

mengakibatkan adanya kawin lari dan jika terjadi perceraian maka istri tidak

berhak mendapat apa-apa karena perkawinan mereka tidak sah menurut adat

masyarakat Batak Toba.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk melakukan

(17)

6

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan

beberapa masalah dalam penelitian ini. Masalah yang di identifikasi adalah

masalah yang menunjukkan perkawinan yang batal karena kurangnya uang jujur

(sinamot) atau tidak sanggupnya pihak laki-laki (paranak) membayar sejumlah

uang jujur (sinamot) kepada pihak perempuan (parboru).

Dengan demikian yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini

adalah :

1. Pergeseran fungsi uang jujur (sinamot) pada zaman dahulu dapat berupa hewan

atau barang tetapi seiring berkembangnya zaman sekarang uang jujur (sinamot)

dapat diuangkan.

2. Ketidakmampuan pihak paranak (laki-laki) dalam membayar sinamot (uang

jujur) ke pihak parboru (perempuan)

3. Fungsi uang jujur (sinamot) dalam perkawinan adat masyarakat Batak Toba

sudah bergeser

4. Jika uang jujur (sinamot) tidak dibayarkan sebagian atau seluruhnya maka

mengakibatkan adanya kawin lari

5. Perkawinan yang batal karena kurangnya uang jujur (sinamot)

C.Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah harus dilakukan dalam setiap penelitian agar terfokus

(18)

7

ini, serta mengingat keterbatasan kemampuan penulis, maka perlu adanya

pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini terbatas pada:

1. Ketidakmampuan pihak paranak (laki-laki) dalam membayar sinamot (uang

jujur) ke pihak parboru (perempuan)

2. Fungsi uang jujur (sinamot) dalam perkawinan adat masyarakat Batak Toba

sudah bergeser

D.Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah:

1. Apakah penyebab ketidakmampuan pihak paranak (laki-laki) dalam membayar

sinamot (uang jujur) ke pihak parboru (perempuan)?

2. Bagaimana fungsi uang jujur (sinamot) dalam perkawinan adat masyarakat

Batak Toba yang sudah bergeser?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menurut Faisal (2005:100-101) mengatakan bahwa: Di

dalam usulan/rancangan penelitian, apapun format penelitian yang digunakan

(deskriptif ataupun eksplanasi, studi kasus, survei ataukah eksperimen), juga perlu

secara tegas dan jelas merumuskan tujuan penelitian yang hendak dihasilkan.

Rumusan tujuan penelitian itu tentu saja sejalan dengan rumusan masalah

(19)

8

dinyatakan sebagai tujuan dari sesuatu penelitian, hanya saja formulasinya bisa

berbeda.

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, pembatasan, dan rumusan

masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Mengetahui pergeseran uang jujur (sinamot) pada perkawinan adat masyarakat

Batak Toba di Desa Motung Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir

2. Mengetahui tindakan yang harus dilakukan jika uang jujur (sinamot) tidak

mampu dibayar oleh pihak laki-laki (paranak)

F.Manfaat Penelitian

Suatu penelitian hendaknya memberikan manfaat agar apa yang diteliti

berguna. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Penulis: untuk mengenal budaya Batak Toba, khususnya tentang fungsi

uang jujur (sinamot) dalam upacara perkawinan.

2. Bagi mahasiswa dan peneliti: sebagai bahan referensi dan penambah wawasan

tentang pentingnya fungsi uang jujur (sinamot) pada perkawinan adat

masyarakat Batak Toba.

3. Bagi Pemerintah: sebagai referensi untuk memberikan masukan akan

pentingnya budaya Batak Toba.

4. Bagi Masyarakat: hasil penelitian ini memberikan masukan akan pentingnya

mengetahui informasi lebih tentang menghargai adat istiadat dalam lingkungan

(20)

58 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil temuan di lapangan dan pembahasan

dalam penelitian ini adalah:

1. Ketidakmampuan pihak paranak (laki-laki) dalam membayar sinamot (uang

jujur) ke pihak perempuan (parboru) masih terjadi di Desa Motung. Hal itu

dapat dilihat dari keadaan ekonomi pihak laki-laki kurang memadai. uang

jujur (sinamot) merupakan syarat sahnya suatu perkawinan. Uang jujur

(sinamot) masih mempunyai fungsi pada perkawinan menurut adat

masyarakat Batak Toba khususnya di Desa Motung Kecamatan Ajibata. Hal

itu terlihat dari uang jujur (sinamot) yang harus dibayar walau sudah

meninggal sekalipun, jika mereka belum membayar sebelumnya. Sah

tidaknya perkawinan menurut adat dalihan na tolu bukan oleh pemberkatan

digereja atau pencatatan dicatatan sipil, ataupun resepsi mewah digedung,

tetapi oleh adat, dimana yang hadir itu terdiri atas unsur dalihan na tolu dan

dongan sahuta dan telah dilakukannya pembagian jambar juhut dan

pemberian ulos sebagaimana dulu dilaksanakan ompu sijalo-jalo tubu.

Masyarakat di Desa Motung sangat mementingkan uang jujur (sinamot)

dalam perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba karena syarat

sahnya suatu perkawinan adalah dengan adanya pemberian uang jujur

(21)

59

2. Fungsi uang jujur (sinamot) dalam perkawinan adat masyarakat Batak Toba

sudah bergeser karena pada zaman dahulu pemberian uang jujur (sinamot)

itu masih berupa hewan peliharaan, hasil pertanian, dan barang berharga

lainnya seperti emas. Tetapi seiring berkembangnya zaman modern

sekarang ini pemberian uang jujur (sinamot) sudah berupa uang (cash).

Mengenai jumlah uang jujur (sinamot) tidak ada batasnya. Sebenarnya uang

jujur (sinamot) harus tinggi supaya kedua belah pihak saling puas atau

setidaknya pihak perempuan tidak dirugikan. Sebab bagaimanapun suatu

yang berharga dan sulit didapat tentu saja akan sangat dihargai. Suatu

perkawinan menurut adat harus terlebih dahulu membayar uang jujur

(sinamot) tetapi belakangan ini uang jujur (sinamot) boleh dibayar jika

mereka sudah mempunyai penghasilan yang cukup. Perkawinan bagi

masyarakat Batak Toba adalah sebuah pranata yang tidak hanya mengikat

seorang laki-laki dan seorang perempuan tetapi juga mengikat suatu

keluarga besar yakni keluarga pihak laki-laki disebut paranak dan keluarga

perempuan disebut parboru. Pemberian uang jujur (sinamot) tidak untuk

mencari keuntungan. Hal ini dikarenakan fungsi dari uang jujur (sinamot)

untuk membeli ulos, ikan, biaya ongkos jika tempat pesta yang diadakan

jauh dari keluarga perempuan, dibagi-bagikan kepada kerabat serta

disumbangkannya kepada puteri mereka untuk membeli pakaian dan

perhiasan si perempuan. Bahkan tidak sedikit pihak perempuan mengalami

kerugian sebab uang jujur (sinamot) yang diberikan tidak sebanding dengan

(22)

60

keuntungan bahkan pihak laki-laki karena mendapat tumpak, beras dari

ale-ale, dongan tubu, dongan sahuta serta kerabat. Upacara adat merupakan

sebuah kewajiban bagi masyarakat. Karena adat merupakan warisan dari

nenek moyang yang harus dilestarikan oleh generasi penerusnya. Apa yang

sudah dibuat atau dilaksanakan oleh nenek moyang yang dulu harus

diteruskan oleh generasi selanjutnya. Adat merupakan sarana untuk

mempererat kekeluargaan, itulah sebabnya orang Batak tidak pernah lepas

dari adat. Dalam masyarakat adat Batak Toba, kawin lari merupakan jenis

perkawinan menyimpang dan merupakan perkawinan tidak sah, tetapi pada

hari kedepannya dapat dianggap sah apabila mereka telah membayar uang

jujur (sinamot) serta dapat melaksanakan adat na gok. Menurut adat bahwa

orang yang belum membayar uang jujur (sinamot) tidak diperbolehkan

mengunjungi mertua atau saudara laki-laki, tetapi karena manusia adalah

mahkluk ciptaan Tuhan yang memiliki hati nurani dan perasaan sehingga

mereka tidak akan tega mengusir orang yang datang kerumahnya apalagi

anaknya sendiri.

B. Saran

Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi yang belum membayar uang jujur (sinamot) hendaknya mereka

membayar uang jujur (sinamot) setelah melakukan kawin lari tidak

dipersoalkan masalah waktu dan besarnya uang jujur (sinamot) yang penting

(23)

61

Seharusnya perkawinan haruslah dengan menggunakan adat na gok. Supaya

terjalin ikatan kekeluargaan yang baik serta dapat ikut dalam upacara adat

dan berhak atas jambar.

2. Orangtua tidak mungkin menolak kedatangan anaknya untuk berkunjung

kerumah dengan alasan bahwa mereka merindukan orang tua mereka.

Jangan karena adat kita mengorbankan manusia dan jangan karena manusia

kita mengorbankan adat. Kiranya antara adat dan manusia harus sesuai

dengan tuntutan masyarakat dan tuntutan zaman. Para generasi muda

hendaknya menghayati hukum adatnya karena penting untuk mereka

dikemudian hari sehingga tidak menghilangkan nilai-nilai luhur budayanya.

Bagaimanapun orang yang hidup tanpa didasari nilai luhurnya.

Bagaimanpun orang yang hidup tanpa didasari nilai luhurnya tentu tidak

(24)

62

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Soekanto, Soerjono. 2001. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nainggolan, Togar. 2005. Batak Toba Di Jakarta. Jakarta: Bina Media Perintis

Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Hutajulu, Rithaony, dkk. 2005. Gondang Batak Toba. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia

Irianto, Sulistyowati. 2003. Perempuan Di Antara Berbagai Pilihan Hukum. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia bekerja sama dengan IKAPI DKI Jakarta

Nasution, Pandapotan. 2005. Adat Budaya Mandailing Dalam Tantangan Zaman. Propinsi Sumutera Utara : FORKALA

Napitupulu, Selviana. 2013. Marhata Dalam Upacara Adat Perkawinan Batak Toba. Medan : Universitas Sumatera Utara

Vergouwen, JC. 2004. Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta : PT. LKis Pelangi Aksara

Simajuntak, Bungaran. 2011. Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Bisri,Ilhami. 2004. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Prodjohamidjojo, Martiman. 2001. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta : PT. Abadi, Jl. Salemba Tengah 19 Jakarta

Sinaga, Richard. 2012. Perkawinan Adat Dalihan Na Tolu. Jakarta : Dian Utama

Simajuntak, Nelson. 2010. Kriteria Efektivitas dan Efisiensi Untuk Upacara Pesta Perkawinan. Jakarta : Dian Utama

Tambunan, Emil. 2000. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya. Bandung: Tarsito

(25)

63

Togar, Nainggolan. 2012. Batak Toba Sejarah Transformasi Religi. Medan: Bina Media Perintis

SumberUndang-Undang :

Undang-undan Pernikahan No.1 Tahun 1974. 1986. Surabaya: Pustaka Tintia

SumberJurnal :

Revida. Fungsi Uang Jujur.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15677/3/pkm-mei-agt2006-%20%287%29.pdf.txt. Tanggal 3 maret 2016. Online

Referensi

Dokumen terkait

Hukum adat Batak Toba, khususnya perkawinan sangat memperhatikan prinsip dasar yaitu dalihan na tolu (artinya tungku nan tiga), yang merupakan suatu ungkapan yang menyatakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan hula – hula dalam pelaksanaan perkawinan menurut adat Batak Toba di Desa Lumban Purba Saitnihuta Kecamatan Doloksanggul

Persepsi Masyarakat Terhadap Fungsi Dalihan Na Tolu Dalam Pelaksanaan Upacara Perkawinan Batak Toba Di Desa Sibarani Nasampulu Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba

Pada saat ini upacara adat perkawinan Batak Toba telah berubah seperti tahapan mangalehon tanda hata ( pemberian tanda burju) sudah jarang dilaksanakan, marhori- hori

Permasalahan yang akan dijabarkan dalam penelitian ini yaitu penerapan prinsip Dalihan Natolu dalam hukum adat Batak Toba, karena dalam hukum adat Batak Toba sendiri

Simbol yang dimaksud dalam upacara perkawinan adat Batak Toba.. ialah pada saat

Identitas masyarakat Batak Toba yang dibentuk oleh pola komunikasi pada marhata sinamot dapat ditunjukkan dengan penggunaan komunikasi verbal maupun nonverbal (yang merupakan

Perkawinan dalam adat Batak Toba tidak terlepas dari musik-musik yang mengiringi proses upacara tersebut berlangsung, yang mana alat musik yang digunakan memiliki