• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kandungan Mikroorganisme Pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Kandungan Mikroorganisme Pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KANDUNGAN MIKROORGANISME PADA RUANG BEDAH RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

TAHUN 2013

S K R I P S I

Oleh:

FITRI MUTIASARI NIM. 081000285

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISA KANDUNGAN MIKROORGANISME PADA RUANG BEDAH RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

TAHUN 2013

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

FITRI MUTIASARI NIM. 081000285

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Sumber infeksi di ruang bedah bisa berasal dari peralatan atau lingkungan kamar operasi, seperti lantai, dinding, air maupun udara yang terkontaminasi. Populasi bakteri penyebab infeksi di rumah sakit lebih resisten terhadap antibiotik dibandingkan dengan bakteri sama yang ada di masyarakat (community acquired).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran sanitasi ruangan meliputi; ventilasi, lantai dan dinding, pencahayaan, sumber air bersih, toilet dan kamar mandi, pembuangan sampah dan tata cara pembersihan lantai dan kandungan mikroorganisme di lantai dan udara ruang bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat deskriptif yang dilakukan dengan cara observasi di ruang bedah. Data primer dari penelitian ini diperoleh dari data laboratorium hasil pemeriksaan lantai dan udara di ruang bedah yang ada di rumah sakit. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa yang sudah memenuhi syarat sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204 tahun 2004 yaitu ventilasi, penyediaan air bersih dan pembuangan sampah. Sementara itu untuk lantai dan dinding, pencahayan, toilet dan kamar mandi, serta tata cara pembersihan lantai masih belum memenuhi syarat. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa angka kuman di lantai 3,23 ~ 3 CFU/cm2 sebelum dilakukan pembersihan dan 2,4 ~ 1 CFU/cm2 setelah dilakukan pembersihan. Angka kuman di udara 16 CFU/m3 sebelum dilakukan pembersihan dan 10 CFU/m3 setelah dilakukan pembersihan.

Berdasarkan penelitian ini disarankan agar manajemen rumah sakit meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan rumah sakit dengan mengacu kepada pedoman sanitasi rumah sakit Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004.

(5)

ABSTRACT

Source of infection in the surgery room can be derived from the equipment or surgery room environment, such as floors, walls, water, or contaminated air. Population of bacteria that cause infections in hospitals are more resistant to antibiotic than the same bacteria which exist in the community.

This research was conducted to know the description of the room sanitation include : ventilation, floors and walls, lighting, clean water, toilets and showers, waste disposal and floor cleaning procedures and content of microorganisms on the floor. And in the surgery room air at Bunda Thamrin General Hospital in Medan.

This research is a survey descriptive research which done with observation in the surgery room. The primer data get directly from the laboratory result of testing the floor and the air at the surgery room at the hospital the data analysed in frequency table.

Result of this study indicate that based on the result of observations it appear that the already qualified in accordance with Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.1204 in 2004, is ventilation, water supply and waste disposal. Mean while, for floors and walls, lighting, toilets and bathrooms, and floor cleaning procedures are still not eligible. Result of laboratory test indicate that the number of bacteria on the floor is 3,23 ~ 3 CFU/cm² before cleaning and 2,4 ~ 1 CFU/cm ² after cleaning. Number of bacteria in the air is 16 CFU/m³ before cleaning and after cleaning is 10 CFU/m³.

Based on this study, it is suggested that hospital management improve the sanitary conditions of the hospital environment with reference to sanitation guidelines for hospitals, namely Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.1204 in 2004.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fitri Mutiasari

Tempat/Tanggal Lahir : Cirebon/ 04 Juli 1982

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah anggota keluarga : 5 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Sidodame Komp.Pemda No. 35 Medan Riwayat Pendidikan : 1. SD Hang Tuah Belawan Tahun 1989 - 1995

2. SMP Pertiwi Medan Tahun 1995 - 1998 3. SMU Negeri 3 Medan Tahun 1998 - 2001 4. Akbid Prima Husada Medan tahun 2002-2005 Riwayat Pekerjaan : Bidan di Rumah Sakit PT. PELINDO I Belawan

Tahun 2005 – 2008

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi kewajiban untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat, cinta dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis atas doa dan dukungannya selama ini kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Indra Chahaya S, MSi dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, pemikiran dan kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam penelitian skripsi ini penulis juga mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir.Evi Naria,M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Seluruh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya bapak/ ibu staf pengajar Departemen Kesehatan Lingkungan yang banyak membantu dan memberi pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Direktur Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Ibu dr. Teren dan manajer tehnik Laboratorium Biologi BTKL & PPM Medan Bapak Mahyudi, ST, Mkes yang telah memberikan tempat penelitian.

6. Kedua orang tua tercinta yang sudah memberikan dukungan baik materi maupun doanya.

7. Saudara – saudaraku mbak Kiki, mbak Lala, mbak Ika dan adekku Aci.

8. Sahabat-sahabatku tercinta Rika Triana, Miranty, Ferdinand Manurung, Nadya, yang telah memberikan dukungan dan doanya serta telah banyak memberi saran dan motivasi pada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat membawa manfaat terutama bagi penulis sendiri dan para pembaca sekalian.

Medan, 26 Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Rumah Sakit ... 7

2.1.1. Defenisi Rumah Sakit ... 8

2.1.2. Tugas Rumah Sakit ... 8

2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Pemerintah ... 8

2.2. Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ... 9

2.2.1. Upaya penyehatan Lingkungan Rumah Sakit ... 10

2.2.2. Sanitasi Rumah Sakit ... 10

2.2.3. Tata Laksana Pemeliharaan Ruang Bangunan ... 16

2.3. Ruang Operasi Rumah Sakit ... 17

2.3.1. Ruang Pendaftaran ... 17

2.3.2. Ruang Tunggu Pengantar ... 18

2.3.3. Ruang Transfer ... 18

2.3.4. Ruang Tunggu Pasien ... 19

2.3.5. Ruang Persiapan Pasien ... 19

2.3.6. Ruang Induksi ... 19

2.3.7. Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah ... 20

2.3.8. Ruang Operasi ... 20

2.3.9. Ruang Pemulihan ... 20

2.3.10 Ruang Resusitasi Bayi ... 21

2.3.11.Ruang Ganti Pakaian ... 21

2.3.12.Scrub Station ... 22

2.3.13. Ruang Utilitas Kotor ... 22

(10)

2.3.15. Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah ... 23

2.3.16. Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan ………....23

2.4. Persyaratan Teknis Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit ….. 24

2.4.1. Alur Sirkulasi Ruang ………. 24

2.4.2. Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit ……. 25

2.4.3. Aksesibilitas dan Hubungan Antar Ruang ……….. 26

2.4.4. Kebutuhan Ruang ……… 27

2.5. Infeksi Nosokomial ……… 36

2.5.1. Defenisi Infeksi Nosokomial ……….. 36

2.5.2. Mikroorganisme Penyebab Infeksi ………. 37

2.5.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi ……….. 39

2.5.4. Transmisi Penyakit Infeksi Nosokomial ……… 39

2.5.5. Kelompok yang Beresiko Terserang Infeksi Nosokomial ………. 40

2.6. Mikroorganisme ………. 41

2.6.1. Escherichia Coli ……….. 41

2.6.2. Staphylococcus aureus ……… 43

2.6.3. Pseudomonas aeruginosa ……… 44

2.6.4. Klebsiella pneumonia ………. 45

2.7. Usaha Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ……….. 46

2.8. Kerangka Konsep ……….. 51

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

3.1. Jenis Penelitian ... 52

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 52

3.2.2. Waktu Penelitian ... 52

3.3. Objek Penelitian ... 52

3.4. Teknik Pengambilan Spesimen ... 53

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 57

3.5.1. Data Primer ... 57

3.5.2. Data Sekunder ... 57

3.6. Defenisi Operasional ... 57

3.7. Analisa Data ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 61

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan . 61 4.2. Gambaran Ruang Lokasi Penelitian ... 62

4.2.1. Ventilasi ... 62

4.2.2. Lantai dan Dinding ... 63

4.2.3. Pencahayaan ... 64

4.2.4. Penyediaan Air Bersih ... 65

4.2.5. Toilet dan Kamar Mandi ... 66

4.2.6. Pembuangan Sampah ... 67

(11)

4.3. Hasil Pemeriksaan Kandungan Mikroorganisme di Lantai dan

Udara Ruang Bedah RSU Bunda Thamrin Medan ... 70

BAB V PEMBAHASAN ... 72

5.1. Sanitasi Ruangan ... 72

5.1.1. Ventilasi ... 72

5.1.2. Lantai dan Dinding ... 73

5.1.3. Pencahayaan ... 73

5.1.4. Penyediaan Air Bersih ... 74

5.1.5. Toilet dan Kamar Mandi ... 75

5.1.6. Pembuangan Sampah ... 76

5.1.7. Tata Cara Pembersihan Lantai ... 77

5.2. Hasil Pemeriksaan Kandungan Mikroorganisme di Lantai dan Udara Ruang Bedah RSU Bunda Thamrin Medan ... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

6.1. Kesimpulan ... 85

6.2. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN :

Lampiran I : Lembar Observasi Lampiran II : Laporan Hasil Uji

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Format Observasi Ventilasi Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004 ... 62 Tabel 4.2. Format Observasi Lantai dan Dinding Ruang Bedah Rumah Sakit

Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004 ... 63 Tabel 4.3. Format Observasi Pencahayaan Ruang Bedah Rumah Sakit Umum

Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004 ... 64 Tabel 4.4. Format Observasi Penyediaan Air Bersih Ruang Bedah Rumah

Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004 ... 65 Tabel 4.5. Format Observasi Toilet dan Kamar Mandi Ruang Bedah Rumah

Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004 ... 66 Tabel 4.6. Format Observasi Pembuangan Sampah Ruang Bedah Rumah Sakit

Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004 ... 67 Tabel 4.7. Format Observasi Tata Cara Pembersihan Lantai Ruang Bedah

Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004... 68 Tabel 4.8. Format Observasi Tata Cara Pengendalian Kuman Pada Lantai

Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/ Menkes/ SK/ XI/2004 ... 69 Tabel 4.9. Hasil Pemeriksaan Kandungan Mikroorganisme di Lantai dan Udara

(13)

ABSTRAK

Sumber infeksi di ruang bedah bisa berasal dari peralatan atau lingkungan kamar operasi, seperti lantai, dinding, air maupun udara yang terkontaminasi. Populasi bakteri penyebab infeksi di rumah sakit lebih resisten terhadap antibiotik dibandingkan dengan bakteri sama yang ada di masyarakat (community acquired).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran sanitasi ruangan meliputi; ventilasi, lantai dan dinding, pencahayaan, sumber air bersih, toilet dan kamar mandi, pembuangan sampah dan tata cara pembersihan lantai dan kandungan mikroorganisme di lantai dan udara ruang bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat deskriptif yang dilakukan dengan cara observasi di ruang bedah. Data primer dari penelitian ini diperoleh dari data laboratorium hasil pemeriksaan lantai dan udara di ruang bedah yang ada di rumah sakit. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa yang sudah memenuhi syarat sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204 tahun 2004 yaitu ventilasi, penyediaan air bersih dan pembuangan sampah. Sementara itu untuk lantai dan dinding, pencahayan, toilet dan kamar mandi, serta tata cara pembersihan lantai masih belum memenuhi syarat. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa angka kuman di lantai 3,23 ~ 3 CFU/cm2 sebelum dilakukan pembersihan dan 2,4 ~ 1 CFU/cm2 setelah dilakukan pembersihan. Angka kuman di udara 16 CFU/m3 sebelum dilakukan pembersihan dan 10 CFU/m3 setelah dilakukan pembersihan.

Berdasarkan penelitian ini disarankan agar manajemen rumah sakit meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan rumah sakit dengan mengacu kepada pedoman sanitasi rumah sakit Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004.

(14)

ABSTRACT

Source of infection in the surgery room can be derived from the equipment or surgery room environment, such as floors, walls, water, or contaminated air. Population of bacteria that cause infections in hospitals are more resistant to antibiotic than the same bacteria which exist in the community.

This research was conducted to know the description of the room sanitation include : ventilation, floors and walls, lighting, clean water, toilets and showers, waste disposal and floor cleaning procedures and content of microorganisms on the floor. And in the surgery room air at Bunda Thamrin General Hospital in Medan.

This research is a survey descriptive research which done with observation in the surgery room. The primer data get directly from the laboratory result of testing the floor and the air at the surgery room at the hospital the data analysed in frequency table.

Result of this study indicate that based on the result of observations it appear that the already qualified in accordance with Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.1204 in 2004, is ventilation, water supply and waste disposal. Mean while, for floors and walls, lighting, toilets and bathrooms, and floor cleaning procedures are still not eligible. Result of laboratory test indicate that the number of bacteria on the floor is 3,23 ~ 3 CFU/cm² before cleaning and 2,4 ~ 1 CFU/cm ² after cleaning. Number of bacteria in the air is 16 CFU/m³ before cleaning and after cleaning is 10 CFU/m³.

Based on this study, it is suggested that hospital management improve the sanitary conditions of the hospital environment with reference to sanitation guidelines for hospitals, namely Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.1204 in 2004.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/2010 tentang perizinan rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan program secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis dan menentukan terapinya (upaya kuratif), namun juga adanya berbagai macam peralatan medis dari yang sederhana hingga modern dan canggih.

Kompleksitas sebuah rumah sakit adalah adanya sejumlah orang/ personel yang secara bersamaan berada di rumah sakit, sehingga rumah sakit menjadi sebuah “gedung pertemuan” sejumlah orang/personel secara serempak, berinteraksi langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan dengan penderita – penderita yang dirawat di rumah sakit.

(16)

memungkinkan terjadinya infeksi silang pasien yang menderita penyakit tertentu kepada petugas rumah sakit yang sehat. Akan tetapi mungkin juga sebagai carier

kepada pasien, petugas dan pengunjung (Darmadi,2008).

Manajemen sanitasi rumah sakit merupakan tindakan pengelolaan dalam upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi dan biologis di rumah sakit yang mungkin menimbulkan atau dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani, rohani maupun sosial bagi petugas, penderita dan pengunjung, maupun masyarakat sekitar rumah sakit. Manajemen pelayanan sanitasi rumah sakit yang nyaman dan bersih sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita, disamping mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Dinata,2008).

Sanitasi rumah sakit perlu untuk mempertahankan lingkungan dan ruangan di rumah sakit dalam meningkatkan kesehatan pasien yang di rawat. Upaya yang diterapkan oleh pengelola rumah sakit berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan RI dan Dirjen PPM&PLP tahun 1995 Bab 2 Pasal 3 (Permenkes RI, 1995), yaitu : 1) Lingkungan, bangunan dan fasilitas Sanitasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan kesehatan, 2) Konstruksi ruangan khusus, ruang operasi. Laboraturium, strerilisasi, radiologi, kamar mayat dan ruang pendingin harus memenuhi persyaratan kesehatan, 3) Persyaratan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan memperhatikan masukkan dari Direktur Pelayanan Medik.

(17)

kelembaban tertentu. Dalam hal tertentu ini harus steril, misalnya harus melewati penyaringan/ filtrasi.

Pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan pencahayaan. Rendahnya kualitas udara di dalam ruangan dan kepadatan hunian merupakan salah satu penyebab meningkatnya resiko terjadinya infeksi nosokomial. Oleh karena itu surveilans rumah sakit sangat diperlukan (Depkes, 2006).

Angka kejadian infeksi nosokomial secara nasional di Indonesia belum ada, namun diduga angka kejadiannya tinggi. Penelitian terhadap infeksi nosokomial di Indonesia dilakukan hanya oleh beberapa rumah sakit dan hanya melibatkan beberapa bagian unit perawatan saja. Oleh karena itu diperlukan lebih banyak lagi penelitian terhadap kejadian infeksi nosokomial di Indonesia. Penyakit yang terjadi akibat infeksi silang (cross infection) disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (self infection, auto infection) disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan lain. Infeksi lingkungan (environmental infection) disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 1995).

(18)

nosokomial 17,24%, sedangkan di RSUD Sutomo adalah sebesar 9,85% dikutip dari Ginting (2011)

Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin (RSUBT) Medan berdiri sejak Tahun 2009 dan termasuk dalam rumah sakit kelas Akreditasi C. RSUBT terdapat jenis pelayanan yaitu terdiri dari UGD, Poliklinik Spesialis, Rawat Jalan, Rawat Inap, Perawatan Intensif (ICU), Kamar Operasi, Kamar Bersalin dan Bayi, Reseptionist dan Customer Service, Rekam Medik, Ambulance dan Instalansi Gizi. Sejak berdirinya RSUBT Medan, pemeriksaan mikroorganisme dalam ruangan belum pernah dilakukan.

Ruang Bedah merupakan salah satu ruangan yang terdapat di RSU Bunda Thamrin Medan dan terletak di lantai 2 yang juga terdapat ruang ICU dan NICU serta ruang bersalin. Masing- masing ruangan terpisahkan oleh dinding. Pada ruangan bedah terdiri kamar operasi, kamar recovery (pemulihan), kamar mandi, kamar dokter, ruang perawat, ruang pertemuan. Memasuki ruangan bedah segala alas kaki harus dilepas dan ditukar dengan alas kaki khusus untuk didalam ruangan tersebut. Ruangan ini tidak memperbolehkan sembarangan orang lain yang masuk kecuali yang berkepentingan dan diperbolehkan oleh petugas ruangan tersebut. Para petugas yang bekerja di ruangan bedah memakai pakaian khusus dan alat pelindung lainnya.

(19)

Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan tidak pernah melakukan pemeriksaan mikroorganisme. Untuk itulah peneliti ingin melakukan penelitian tentang pemeriksaan mikrooraganisme pada ruang Bedah Rumah Sakit Bunda Thamrin Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Analisa kandungan mikroorganisme pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat menganalisa sanitasi ruangan dan kandungan mikroorganisme pada Ruangan Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan Tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sanitasi ruangan (meliputi : ventilasi, lantai dan dinding, pencahayaan, penyediaan air bersih, toilet dan kamar mandi, pembuangan sampah dan tata cara pembersihan lantai) pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya mikroorganisme pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukkan bagi Manajemen Rumah Sakit agar memperhatikan sanitasi Ruangan Bedah khususnya dan sanitasi Rumah Sakit pada umumnya. 2. Dapat diketahui ada tidaknya mikroorganisme dan jumlah mikroorganisme

pada Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan.

3. Untuk menambah pengalaman penulis mengenai proses analisa kandungan mikroorganisme.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Defenisi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992, tentang kesehatan dalam rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

(22)

2.1.2. Tugas Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/ Menkes/ SK/ XI/ 1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara daya guna dan berhasil dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukkan.

2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Pemerintah

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/ Menkes/ Per/ 11/ 1992 pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar, 1996).

1. Rumah Sakit Tipe A

Rumah Sakit Tipe A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukkan tertinggi (to referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.

2. Rumah Sakit Tipe B

Rumah Sakit Tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan Rumah Sakit Tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukkan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.

3. Rumah Sakit Tipe C

(23)

disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap ibukota kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukkan dari Puskesmas.

4. Rumah Sakit Tipe D

Rumah sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi, sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D ini juga menampung pelayanan yang berasal dari Puskesmas.

5. Rumah Sakit Tipe E

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak rumah sakit tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung dan rumah sakit ibu dan anak.

2.2. Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

(24)

2.2.1. Upaya Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit 1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit.

2. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman. 3. Penyehatan air termasuk kualitasnya.

4. Penanganan sampah dan limbah.

5. Penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen. 6. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. 7. Dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi.

8. Pengamanan radiasi.

9. Penyuluhan kesehatan lingkungan. 2.2.2. Sanitasi Rumah Sakit

1. Lingkungan

a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.

b. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir, apabila berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya. c. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok.

d. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup.

(25)

f. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing – masing dihubungkan langsung dengan instalansi pengelolaan air limbah.

g. Tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat – tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.

h. Lingkungan, ruang dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya.

2. Konstruksi Bangunan

a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, mudah dibersihkan dan mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah.

b. Permukaan dinding harus kuat rata, warna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.

c. Ventilasi yang cukup sehingga dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang berjalan dengan baik.

d. Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukkan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

(26)

f. Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

3. Ruang dan Bangunan

Penataan ruang dan bangunan dan penggunaanya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut :

a. Zona resiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis dan ruang pendidikan/pelatihan.

b. Zona resiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian dan ruang tunggu pasien.

c. Zona resiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboraturium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy) dan ruang jenazah.

d. Zona resiko sangat tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin dan ruang patologi.

4. Kualitas Udara Ruang

Mutu udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak).

b. Kadar debu tidak melampaui 150µg/m³ udara dalam pengukuran rata – rata 24 jam.

(27)

d. Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m³ udara di ruang bersalin adalah 200 CFU/m³.

e. Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m³ udara di ruang perawatan bayi adalah 200 CFU/m³.

f. Konsentrasi maksimum mikroorganisme per m³ udara di ruang unit gawat darurat adalah 200 CFU/m³.

5. Lantai dan Dinding

Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut : a. Ruang operasi : 0 – 5 CFU/cm² dan bebas patogen dan

bebas ganggren. b. Ruang perawatan : 5 – 10 CFU/cm². c. Ruang isolasi : 0 – 5 CFU/cm². d. Ruang UGD : 5 – 10 CFU/cm². 6. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit

a. Fasilitas penyediaan air minum dan air bersih

1) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan. 2) Tersedia air bersih miminum 500 lt/tempat tidur/hari.

3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan.

(28)

b. Fasilitas toilet dan kamar mandi

1) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih.

2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan.

3) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, perturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi.

4) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal).

5) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi dan ruang khusus lainnya,

6) Lubang perawatan harus berhubungan langsung dengan udara luar.

7) Toilet dan kamr mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.

8) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 - 20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.

9) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan.

(29)

c. Fasilitas pembuangan sampah

1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat dan kedap air. 2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori

tangan.

3) Terdapat minimal satu buah untuk setiap kamar atau setiap radius 10 m dan setiap radius 20 m pada ruang tunggu terbuka.

d. Fasilitas pembuangan limbah

1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan saluran tertutup, kedap air dan mengalir dengan lancar.

2) Mempunyai unit pengolahan limbah sendiri. e. Fasilitas pengendalian serangga dan tikus

1) Setiap lubangg pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan tikus.

2) Setiap persilangan pipa dan dinding harus rapat.

3) Setiap sarana penampungan air harus bersih dan tertutup. f. Fasilitas sanitasi lainnya

1) Harus tersedia tempat penampungan tinja, air seni, muntahan dan lain – lain yang terbuat dari logam tahan karat pada setiap unit perawatan.

(30)

2.2.3. Tata Laksana Pemeliharaan Ruang Bangunan 1. Pemeliharaan ruang bangunan

a. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.

b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga dan sewaktu – waktu bilamana diperlukan. c. Cara – cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.

d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.

e. Pada masing – masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri. f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 ( dua ) kali setahun

dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.

g. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

2. Pencahayaan

a. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.

b. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.

(31)

3. Penghawaan (ventilasi) dan pengaturan udara

a. Ventilasi yang cukup sehingga dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang berjalan dengan baik.

b. Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar. c. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian

khusus. 4. Kebisingan

a. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.

b. Sumber – sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan, missal dengan peredaman, penyekatan, pemindahan dan pemeliharaan mesin – mesin yang menjadi sumber bising (Kepmenkes RI, 2004).

2.3. Ruang Operasi Rumah Sakit

Adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Pada Ruang Operasi Rumah Sakit terdapat beberapa ruangan yaitu terdiri dari :

2.3.1. Ruang Pendaftaran

(32)

b. Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.

c. Pasien bedah dan pengantar (keluarga atau perawat) dating ke ruang pendaftaran

d. Pengantar (keluarga atau perawat), melakukan pendaftaran di Loket pendaftaran, petugas pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan pendataan pasien bedah dan pendatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah, selanjutnya pengantar menunggu di ruang tunggu.

e. Kegiataan administrasi meliputi : 1) Pendataan pasien bedah.

2) Penandatnganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah. 3) Rincian biaya pembedahan.

2.3.2. Ruang Tunggu Pengantar

Ruang dimana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang ini disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya disediakan pesawat televise dan ruangan dilengkapi system pengkondisian udara Rumah Sakit.

2.3.3. Ruang Transfer (Transfer Room)

a. Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi. Untuk pasien bedah yang dating menggunakan strestcher dari ruang lain, pasien tersebut dipindahkan ke stretcher khusus Ruang Operasi Rumah Sakit.

(33)

2.3.4. Ruang Tunggu Pasien (Holding Room)

Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien sebelum dilakukan pekerjaan persiapan (preparation) oleh peyugas Ruang Operasi Rumah Sakit dan menunggusebelum masuk ke kompleks ruang operasi. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit RS tidak memungkinkan, kegiatan pada ruangan ini dapat dilaksanakan di Ruang Transfer.

2.3.5. Ruang Persiapan Pasien

a. Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum memasuki ruang operasi.

b. Di ruang persiapan petugas Ruang Operasi Rumah Sakit membersihkan tubuh pasien bedah, dan mencukur bagian tubuh yang perlu dicukur.

c. Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah dengan pakaian khusus pasien Ruang Operasi Rumah Sakit.

d. Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke ruang operasi.

2.3.6. Ruang Induksi

(34)

2.3.7. Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah

Peralatan/instrument dan bahan – bahan yang akan digunakan untuk pembedahan dipersiapkan pada ruangan ini.

2.3.8. Ruang Operasi

a. Ruang operasi digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan operasi/ bedah. Ruang operasi harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.

b. Di ruang operasi, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi Rumah Sakit ke meja operasi/bedah.

c. Di ruang ini pasien operasi dilakukan pembiusan (anestesi).

d. Setelah pasien operasi tidak sadar, selanjutnya proses operasi dimulai oleh Dokter Ahli Bedah dibantu petugas medik lainnya.

2.3.9. Ruang Pemulihan

Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan ruang operasi dan diawasi oleh perawat. Pasien operasi yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus – menerus dipantau karena pembiusan normal atau ringan. Daerah ini memerlukan perawatan berkualitas tinggi yang dapat secara cepat menilai pasien tentang status : jantung, pernapasan dan physiologis, selanjutnya melakukan tindakan dengan memberikan pertolongan yang tepat.

(35)

Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat disediakan dan dilengkapi dengan defibrillator, airway, obat – obatan darurat, dan persediaan lainnya.

2.3.10. Ruang Resusitasi Bayi/Neonatus.

Ruangan yang dipergunakan untuk menempatkan bayi baru lahir melalui operasi Caesar, untuk dilakukan tindakan resusitasi terhadap bayi.

Pada ruangan ini dilengkapi dengan tempat tidur bayi dan incubator perawatan bayi. Pada tiap inkubator harus dilengkapi dengan 1(satu) outlet oksigen dan vacuum. Di ruang bayi hanya tinggal sementara dan akan dipindahkan ke ruang bayi bersama ibunya setelah tersebut stabil ke ruang perawatan. Ruangan ini terletak di dekat ruang operasi.

2.3.11. Ruang Ganti Pakaian (Loker).

Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan petugas medic mengganti pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang operasi.

Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang dipegang oleh masing – masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat menyimpan pakaian ganti dokter dan perawat yang sudah steril. Loker dipisah antara pria dan wanita. Loker juga dilengkapi dengan toilet.

2.2.12. Ruang Dokter.

Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian : a. Ruang kerja.

(36)

2.3.12. Scrub Station.

Adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas medik yang akan mengikuti langsung pembedahan didalam ruang operasi.

Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus scrub station yang harus dipenuhi, antara lain :

a. Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang. b. Aliran air pada setiap kran cukup.

c. Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer. d. Dilengkapi dengan tempat cairan disenfektan.

e. Dilengkapi sikat kuku.

[image:36.612.225.398.361.482.2]

Gambar 2.3.12. Scrub Station untuk 2 orang 2.3.13. Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal).

a. Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek terdiri dari :

1) Sloop sink. 2) Service sink.

(37)

c. Barang – barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang laundry dan CSSD (Central Sterilized Support Departement) untuk dibersihkan dan disterilkan. d. Ruang Laundri dan CSSD diluar Ruang Operasi Rumah Sakit.

2.3.14. Ruang Linen.

Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk operasi dan pakaian bedah petugas/dokter pada Ruang Operasi Rumah Sakit.

2.3.15. Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah.

a. Ruang tempat penyimpanan instrument yang telah disterilkan. Instrument berada dalam tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrument. Bahan – bahan lain seperti kasa steril dan kapas yang telah disterilkan juga dapat disimpan di ruangan ini.

b. Persediaan harus disusun rapi pada rak – rak yang titik terendahnya tidak lebih dari 8 inci (20cm) dari lantai dan titik tertingginya tidak kurang dari 18 inci (45 cm) dari langit – langit. Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan dibungkus secara terpadu.

c. Ruang penyimpanan peralatan anestesi, peralatan implant orthopedic, dan perlengkapan emegensi diletakkan pada ruang yang berbeda dengan ruang penyimpanan perlengkapan bedah.

2.3.16. Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).

(38)

selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

2.4. Persyaratan Teknis Bangunan (Sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.

Persyaratan Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit bertujuan memberikan petunjuk agar suatu perencanaan, perancangan dan pengelolaan bangunan ruang operasi di rumah sakit memperhatikan kaidah – kaidah pelayanan kesehatan, sehingga bangunan ruang operasi yang akan dibuat memenuhi standart keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan bagi pasien dan pengguna bangunan lainnya serta tidak berakibat buruk bagi keduanya.

2.4.1. Alur Sirkulasi Ruang.

[image:38.612.139.504.434.675.2]

Alur sirkulasi (pergerakkan) ruang pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

(39)

2.4.2. Pembagian Zona pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit.

a. Ruangan – ruangan pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit dapat dibagi kedalam beberapa zona (lihat gambar II).

b. Sistem zonasi pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit bertujuan untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh mikroorganisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi.

c. Dengan menerapkan sistem zonasi ini dapat meminimalkan risiko infeksi pada paska bedah. Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh :

1) Phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti :

- mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai kelainan dari apa yang akan dibedah.

- Petugas ruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian.

(40)

2.4.3. Aksesibilitas dan Hubungan Antar Ruang. a. Aksesibilitas.

Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan aksesibilitas tempat tidur. Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain – lain, dan area lalu lintas yang bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk tempat tidur.Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas.

Tabel II.D, menunjukkan kesimpulan persyaratan dasar yang berhubungan dengan aksesibilitas dari sarana Ruang Operasi Rumah Sakit, dimana sejauh ini mempunyai konsekuensi terhadap lebar ruang/area atau lorong ke ruangan/area.

Keterangan area Persyaratan minimum Area bebas lalu lintas (antara pegangan tangan = rail) 2.,30 m

Sama diatas, apabila tempat tidur harus mampu berputar

2,40 m

Lebar bebas dari lorong ke akses area tempat tidur (ruang operasi, area persiapan, dll)

1,10 m

Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan b. Hubungan antara ruang.

Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan (sarana) instalasi bedah.

[image:40.612.125.528.361.503.2]
(41)

2). Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat rapat oleh sarana “air – lock” di lokasi rumah sakit.

3). Kompleks ruang operasi adalah zona terpisah dari ruang – ruang lain pada bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.

4). Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur yang dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak melewati area “infeksius”.

2.4.4. Kebutuhan Ruang

1. Zona Resiko Sangat Tinggi (Ruang operasi = Zone 4) a. Ruang Operasi Minor.

1. Denah (layout)

Ruang Operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan local, regional atau total dilakukan pada ruangan steril. Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor, ± 36 m², dengan ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6 m x 6 m x 3 m. 2. Peralatan utama pada ruang operasi minor ini adalah :

- Meja operasi.

- Lampu operasi tunggal. Mesin anestesi dengan saluran gas medis dan listrik menggunakan pendan anestesi atau cara lain.

- Peralatan monitor bedah, dengan diletakkan pada pendan bedah atau cara lain.

(42)

- Instrument trolley untuk peralatan bedah. - Tempat sampah klinis.

- Tempat linen kotor.

[image:42.612.198.480.200.484.2]

- Lemari obat/peralatan dan lain – lain.

Gambar : Contoh Denah Ruang Operasi Minor

(43)
[image:43.612.184.449.81.256.2]

Gambar : Contoh Ruang Operasi Minor

Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

2. Ruang Operasi Umum (General Surgery Room) a. Denah (Layout)

Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total. Kamar operasi umum dapat dipakai spesialistik termasuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthatmologi, Bedah Plastik dan setiap tindakan yang tidak membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak.

Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m², dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7 m x 6 m x 3 m.

b. peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain : - 1 (satu) meja operasi (Operation Table).1 (satu) set lampu operasi

(Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu satelit.

(44)

- 1 (satu) mesin anestesi. - film viewer.

- Jam dinding.

- Instrument Trolley untuk peralatan bedah. - Tempat sampah klinis.

[image:44.612.156.456.255.521.2]

- Tempat linen kotor.

Gambar : Contoh Denah Ruang Operasi Minor

(45)
[image:45.612.185.445.80.238.2]

Gambar : Contoh Suasana Ruang Operasi Umum/General (42 m²) Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan 3. Ruang Operasi Besar

a. Denah (Layout).

Kamar besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.

(46)
[image:46.612.165.447.88.325.2] [image:46.612.195.465.388.536.2]

Gambar : Contoh Denah Ruang Operasi Besar

Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

Gambar : Contoh Ruang Operasi Besar (50 m²)

Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan b. Peralatan kesehatan utama yang diperlukan antara lain :

- 1 (satu) meja operasi khusus. - 1 (satu) lampu operasi.

(47)
[image:47.612.169.452.92.289.2]

- 1 (satu) ceiling pendant untuk monitor. - Mesin anestesi, dan sebagainya.

Gambar : Contoh Ruang Operasi Jantung

Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan 4.Persyaratan Umum Ruang

Sebagai bagian penting dari rumah sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus antara lain :

a) Komponen penutup lantai.

1) Lantai tidak boelh licin, tahan terhadap goresan/gesekan peralatan dan tahan terhadap api.

2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan bakteri.

3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vynil anti statik.

(48)

6) Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint).

7) Tinggi plint maksimum 15 cm. b) Komponen dinding.

Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :

1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur dan anti bakteri.

2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori – pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.

3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

4) Hubungan/pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara.

5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan(utuh), dan mudah dibersihkan.

c) Komponen langit – langit.

Komponen langit – langit memiliki persyaratan sebagai berikut :\

1) Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri.

(49)

3) Berwarna cerah, tetapi tidak menyialukan pengguna ruangan.

4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit – langit juga bias dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah dan bermacam gantungan seperti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.

5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit tidak boleh system geser, karena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikroorganisme setiap bergerak.

d) Pintu Ruangan Operasi.

1) Disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara otomatis.

2) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan – pembedahan.

3) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass :

double glass fixed windows).

4) Lebar pintu 1200 – 1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri dan jamur dengan warna terang.

2. Zona Resiko Tinggi (Kompleks Ruang Operasi = Zone 3) a. Ruang Induksi

1. Denah (Layout).

(50)
[image:50.612.185.425.91.283.2]

Gambar : Contoh Denah (layout) Ruang Induksi/ Persiapan

Sumber : Dirjen Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

2.5. Infeksi Nosokomial

2.5.1. Defenisi Infeksi Nosokomial

Istilah infeksi nosokomial berasal dari kata Greek nosos (penyakit) dan

komeion (merawat) Nosocomion (atau menurut Latin, nosocomium) merupakan arti rumah sakit. Secara umum defenisi infeksi nosokomial yang telah disepakati yaitu setiap infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit, tetapi bukan timbul ataupun pada stadium inkubasi pada saat masuk dirawat di rumah sakit, atau merupakan infeksi yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit sebelumnya (Soedarmo, dkk, 2008).

(51)

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis dari infeksi tersebut.

2. Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan.

3. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

4. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, infeksi dikatakan didapat di rumah sakit apabila:

1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut.

2. Infeksi terjadi 3x24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit, atau

3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

2.5.2. Mikroorganisme Penyebab Infeksi

(52)

staphilococcus dan streptococcus merupakan pathogen nosokomial yang paling sering (Soedarmo, dkk, 2008).

Soedarmo, dkk, (2008) disebutkan beberapa jenis infeksi nosokomial yang paling sering terjadi dan mikroorganisme penyebabnya, antara lain yaitu :

1. Infeksi Saluran Kemih

Dari laporan penelitian, tercatat infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi nosokomial yang paling sering terjadi, lebih kurang 40% dari seluruh infeksi nosokomial. Saluran kemih merupakan tempat utama masuknya bakteria Gram-negatif ke dalam darah. Sepsis pada infeksi saluran kemih pada orang dewasa menyebabkan mortalitas yang tinggi.

2. Infeksi Luka Operasi

Infeksi pada luka operasi menduduki peringkat ke dua dari seluruh kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit umum. Infeksi luka operasi seringkali disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus, enterobacteria, pseudomonas,

dan basili Gram-negatif lainnya. 3. Infeksi Saluran Nafas

(53)

4. Bakteremia dan Infeksi Nosokomial pada kateter Intravena

Bakteri yang paling berperan dalam terjadinya infeksi intravena ialah Stafilokokus (S.aureus dan S.epidermidis), spesies klebsiela (klebsiela, enterobakter, dan seratia), enterokokus dan pseudomonas aeruginosa.

Soedarmo, dkk, (2008) dapat disimpulkan bahwa gejala infeksi nosokomial yang spesifik hanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan khusus seperti pemeriksaan laboratorium. Secara umum gejala non-spesifik yang dapat dilihat dari seseorang yang menderita infeksi nosokomial antara lain, yaitu:

1. Perubahan temperatur atau suhu tubuh (demam) 2. Diare atau mencret

3. Mual dan muntah

4. Pneumonia (flu, batuk, dan sebagainya)

2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi

1. Adanya kuman pada tempat tersebut dan tergantung pada jenis, virulensi, jumlah dan lamanya kontak

2. Adanya sumber infeksi

3. Adanya perantara/pembawa kuman relatif menular 4. Adanya tempat masuk kuman pada hospes baru

5. Daya tahan tubuh hospes baru dalam keadaan rendah (Depkes RI, 1994). 2.5.4. Transmisi Penyakit Infeksi Nosokomial

(54)

1. Faktor Endogen

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri penderita, seperti:

a. Umur : bayi dan orang tua lebih beresiko terhadap infeksi nosokomial. b. Penyakit penyerta dan kondisi-kondisi lokal seperti adanya luka terbuka. c. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah beresiko mendapatkan

infeksi nosokomial. 2. Faktor Eksogen

Merupakan faktor yang berasal dari luar diri penderita, seperti: a. Lama penderita dirawat

Sem akin lama penderit a diraw at , resiko at au kecenderungan unt uk t erkena infeksi

nosokom ial akan sem akin besar.

b. Kelompok yang merawat

Tenaga kesehat an yang m eraw at selam a di rum ah sakit m erupakan salah sat u fakt or

yang dapat m enyebabkan seseorang t erkena infeksi nosokom ial.

c. Alat medis serta lingkungan

Alat -alat yang digunakan dan lingkungan dapat m enjadi m edia t ransmisi m asuknya

kum an pat hogen penyebab infeksi nosokom ial ke dalam t ubuh penderit a.

2.5.5. Kelompok yang Beresiko Terserang Infeksi Nosokomial

(55)

1. Pasien

Seseorang yang mendapatkan perawatan di rumah sakit. 2. Petugas kesehatan

Dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya yang berada di rumah sakit yang kontak dengan pasien dan lingkungan rumah sakit.

3. Pengunjung atau penunggu paien

Seseorang atau sekelompok orang yang datang ke rumah sakit dengan tujuan untuk melihat atau menjaga kerabat yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

2.6. Mikroorganisme

Mikroorganisme yang terdapat di lingkungan rumah sakit terdiri atas kuman patogen dan non patogen, jenis kuman yang dapat menyebabkan infeksi adalah jenis patogen. Dari beribu-ribu jenis mikroorganisme yang terdapat di alam hanya ada beberapa ratusan yang bersifat patogen pada manusia yang sering menyebabkan infeksi nosokomial, diantaranya : Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia (Entjang, 2003).

2.6.1. Escherichia coli

Bakteri ini berbentuk batang, Gram negatif, fakultatif aerob, tumbuh baik pada media sederhana. Dapat melakukan fermentasi laktosa dan fermentasi glukosa, serta menghasilkan gas.

(56)

darah. Escherichia coli digunakan untuk menilai tentang baik tidaknya persediaan air untuk keperluan rumah tangga. Hal ini penting karena air untuk keperluan rumah tangga sering kali menyebabkan terjadinya epidemik penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan, seperti : kolera, typhus, disentri dan penyakit cacing. Bibit penyakit ini berasal dari feses manusia yang menderita penyakit-penyakit tersebut. Karena itu, diusahakan agar air rumah tangga dijaga jangan sampai dikotori feses manusia, karena mungkin dalam feses manusia itu terdapat bibit-bibit penyakit tersebut.

Indikat or yang paling baik unt uk m enunjukkan bahw a air rumah t angga sudah

dikot ori feses adalah dengan adanya Escherichia coli dalam air t ersebut , karena dalam feses

m anusia, baik sakit m aupun sehat t erdapat bakt eri ini. Dalam 1 (sat u) gram feses t erdapat

sekit ar 100 (serat us) jut a Escherichia coli.

1. Penyakit yang Ditimbulkannya

Escherichia coli merupakan flora normal di dalam usus manusia dan akan menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain. Escherichia coli

dapat menimbulkan pneumonia, endocarditis, infeksi pada luka-luka dan abses pada berbagai organ.

Escherichia coli merupakan penyebab ut am a m eningit is pada bayi yang baru lahir

dan penyebab infeksi t ract us urinarius (Pyelonephrit is, Cyst isis) pada m anusia yang diraw at

di rum ah sakit .

Jenis t ert ent u dari Escherichia coli (ent eropat hogenic Escherichia coli) dapat

m enyebabkan penyakit diare pada anak-anak. Bakt eri ini sering m enim bulkan w abah diare

(57)

2. Pencegahan

Karena masalah utamanya adalah infeksi nosokomial, maka pencegahannya adalah dengan melakukan perawatan yang sebaik-baiknya di rumah sakit, antara lain : pemakaian antibiotika secara tepat, tindakan antiseptik yang benar, misalnya pada pemakaian catheter urina.

2.6.2. Staphylococcus aureus

Bentuk coccus, Gram positif, formasi staphylae, mengeluarkan endotoxin, tidak bergerak, tidak mampu membentuk spora, fakultatif anaerob, sangat tahan terhadap pengeringan, mati pada suhu 60oC (enam puluh derajat Celcius) setelah 60 (enam puluh) menit, merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernapasan bagian atas. Pada pemeriksaan padat koloninya berwarna kuning emas. Di alam terdapat pada tanah, air dan debu di udara.

1. Penyakit yang Ditimbulkannya

Menimbulkan infeksi bernanah dan abses. Infeksinya akan lebih berat bila menyerang anak-anak, usia lanjut dan orang yang daya tahan tubuhnya menurun, seperti penderita diabetes mellitus, luka bakar dan AIDS.

(58)

2. Pencegahan

Pencegahan penyakit dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh, hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan.

2.6.3. Pseudomonas aeruginosa

Bakteri berbentuk batang, aerob, Gram negatif dapat bergerak, pada perbenihan padat koloninya tampak berwarna hijau kebiru-biruan karena menghasilkan pigmen pyocyanin. Bakteri ini banyak terdapat dalam air, tanah dan udara. Juga terdapat dalam jumlah sedikit di dalam usus manusia sehat.

1. Penyakit yang Ditimbulkannya

Pseudomonas aeruginosa hanya dapat masuk ke dalam jaringan tubuh dan menimbulkan gejala penyakit, bila pertahanan tubuh yang normal (sehat) terganggu. Karena itu, bakteri ini sering masuk ke dalam jaringan yang terkena luka atau luka bakar, menimbulkan infeksi bernanah berwarna hijau-biru.

Pada pasien yang dirawat di rumah sakit bakteri ini dapat menyebabkan meningitis karena kontaminasi pada waktu punksi lumbal ; infeksi traktus urinarius

karena masuk bersama catheter, infeksi jaringan paru karena penggunaan respirator yang terkontaminasi atau penggunaan alat rumah sakit lainnya yang dikerjakan secara tidak aseptis.

(59)

2. Pencegahan

Pseudomonas aeruginosa sering kali merupakan flora normal yang melekat pada tubuh kita dan tidak akan menimbulkan penyakit selama pertahanan tubuh normal. Karena itu, upaya pencegahan yang paling baik adalah dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap tinggi.

Upaya pencegahan penularan penyakit pada pasien yang diraw at di rum ah sakit

dilakukan dengan cara kerja st eril/ asept is yang dilakukan oleh set iap personil rum ah sakit

(m edis dan param edis) dengan penuh rasa t anggung jaw ab.

2.6.4. Klebsiella pneumonia

Berbentuk batang, Gram negatif, fakultatif aerob, tidak mampu berbentuk spora, tidak bisa bergerak dan mempunyai kapsul. Klebsiella pneumonia terdapat di selaput lendir hidung, mulut dan usus orang sehat sebagai flora normal.

1. Penyakit yang Ditimbulkannya

Klebsiella pneumonia sering menimbulkan infeksi pada tractus urinarius karena infeksi nosokomial, meningitis dan pneumonia pada penderita Diabetes mellitus atau pecandu alkohol.

(60)

2. Pencegahan

Peningkatan derajat kesehatan dan daya tahan tubuh merupakan upaya pencegahan paling penting, karena bakteri ini sebenarnya sudah ada sebagai flora normal pada orang sehat. Pencegahan infeksi nosokomial dilakukan dengan cara kerja yang aseptik pada perawatan pasien di rumah sakit (Entjang, 2003).

2.7. Usaha Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai penularan adalah rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan (reservoir) ke pejamu dengan/tanpa media perantara. Jadi, kunci untuk mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.

(61)

Berbeda dengan penyakit infeksi pada umumnya, kasus infeksi nosokomial yang bersumber dari mikroorganisme dapat dilakukan pencegahan dengan menerapkan:

1. Antisepsis dan Asepsis a. Antisepsis

Ant isepsis adalah segala usaha unt uk mem bunuh sem ua m ikroorganism e dengan

bahan kim ia. Dalam t indakan asepsis, dikenal pem akaian bahan-bahan kim ia sepert i

asam karbol, iodine t ingt ur 3-5%, alcohol 70%, larut an lisol, larut an sublim at e 1%,

kalium perm anganat e 1: 10.000, hibiscrub, savlon, hibit ane, det t ol, resiguard,

bet adin, phisohex, dsb. Zat yang dapat m encegah pert um buhan m ikroorganisme

t anpa perlu m em usnahkannya disebut zat ant isept ik. Sedangkan zat yang dapat

m em bunuh m ikroorganisme disebut germisida dan bakt erisida (Depkes RI, 1993).

b. Asepsis

Asepsis berarti tidak terdapatnya benda yang menyebabkan pembusukan dan tidak adanya mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan.

2. Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap alat dan bahan yang digunakan dalam proses perawatan pasien sehingga pada akhir proses tidak dijumpai mikroorganisme patogen, apatogen, beserta sporanya (Depkes RI, 2000).

a. Cara pemanasan fisika 1) Flamberen/bakar

(62)

3) Steam/uap bertekanan 1 atmosfir. b. Cara kimia/chemical

1) Tablet formalin

2) Larutan antiseptic (bahan-bahan kimia) c. Cara radiasi sinar (chemical)

1) Sinar ultraviolet 2) Sinar pengion 3) Laser, nuklir

d. Cara penyaringan (filtrasi)

Digunakan dalam industri obat-obatan dan makanan (non perawatan)

Depkes RI (2000), untuk mewujudkan dan mencapai kondisi yang steril, seharusnya memperhatikan beberapa faktor yang saling menunjang, yang mencakup dalam sistematika padu, sehingga terjadi proses yang dominan :

1. Disiplin/perilaku yang meliputi ; a. Dasar pendidikan

(63)

2. Metode meliputi ; a. Acuan atau panduan

b. Program : planning, pengembangan c. Pendeteksian

d. Evaluasi 3. Fasilitas/sarana

a. Bahan dan situasi b. Nilai ekonomis

c. Alat sederhana, canggih, super d. Efisiensi dan efektifitas

Apabila fakt or-fakt or di at as dapat t erpenuhi dengan baik, m aka akan t ercapai suat u

keadaan yang dinam akan st eril (m ikroba).

3. Pengendalian Lingkungan Eksternal

Pengendalian eksternal ini ditujukan kepada petugas kesehatan terutama perawat yang langsung berhubungan dengan pasien pada saat pelayanan perawatan dilakukan. Pengendalian lingkungan eksternal meliputi :

a. Pelayanan Kesehatan

1) Harus sehat (jangan merawat bila sakit) 2) Harus terus mendapat imunisasi

3) Pelaksanaan mencuci tangan yang efektif untuk setiap pasien a) Bila kulit kering, kasar, pecah, berkonsultasi

(64)

b. Alat Rumah Sakit dan Sanitasi

1) Alat tenun jangan dikebutkan dan dilempar ke atas lantai 2) Buang sampah yang benar – baik padat maupun cair

3) Pembersihan dan sterilisasi yang benar alat-alat yang terkontaminasi 4) Ventilasi yang baik agar terjadi pertukaran udara

a) Rumah sakit modern – ruang-ruang pasien dalam tekanan n

Gambar

Gambar 2.3.12. Scrub Station untuk 2 orang
Gambar I : Alur kegiatan di bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit
Tabel II.D, menunjukkan kesimpulan persyaratan dasar yang berhubungan
Gambar : Contoh Denah Ruang Operasi Minor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sumber daya manusia kesehatan (pengetahuan dan pelatihan) terhadap kesiapsiagaan penanggulangan bencana gempa di Rumah Sakit

Dimensi kepuasan kerja adalah suatu kondisi yang dirasakan perawat tentang lingkungan kerja langsung yang meliputi gaji, promosi, pertumbuhan dan pengembangan diri, penjadwalan

Variabel gaji yang diukur dalam penelitian ini adalah meliputi besar gaji yang diterima perawat sesuai dengan pekerjaan dan jenjang pendidikan, gaji perawat sesuai waktu

Analisis data meliputi karakteristik pasien berdasarkan umur, status paritas, indikasi bedah sesar, lama perawatan, usia kehamilan dan gambaran penggunaan antibiotik profilaksis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi rumah, pencahayaan alami rumah, kelembaban rumah, lantai rumah, dinding

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada pengaruh upaya sanitasi toilet di pasar Kota Bojonegoro pada variabel dinding toilet, lantai toilet,

Untuk mengetahui gambaran fasilitas sanitasi yang meliputi air bersih, tempat wudhu, sarana pembuangan air limbah, toilet/kamar mandi/urinoir, sarana pembuangan

Untuk mengetahui efektivitas desinfektan pine oil terhadap jumlah angka kuman pada lantai ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Deli Medan.. Untuk mengetahui jumlah angka