• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi, Keberlanjutan Kelembagaan, dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina Gas di Desa Permisan Kabupaten Sidoarjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi, Keberlanjutan Kelembagaan, dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina Gas di Desa Permisan Kabupaten Sidoarjo"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ADIA YUNIARTI

PERSEPSI, KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN, DAN

EFEKTIVITAS PROGRAM CSR PT PERTAMINA GAS

DI DESA PERMISAN KABUPATEN SIDOARJO

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi, Keberlanjutan Kelembagaan, dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina Gas di Desa Permisan Kabupaten Sidoarjo adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Adia Yuniarti

(4)

ABSTRAK

ADIA YUNIARTI Persepsi, Keberlanjutan Kelembagaan, dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina Gas di Desa Permisan Kabupaten Sidoarjo Di bawah bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN

Corporate Social Resposibility (CSR) merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan untuk ikut memberikan manfaat terhadap masyarakat dan lingkungan perusahaan itu beroperasi terdiri dari isu-isu lingkungan. Program CSR diharapkan dapat membantu mengatasi masalah lingkungan. Isu lingkungan berhubungan dengan pembangungan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan berdasarkan triple bottom line membutuhkan keberlanjutan kelembagaan. Program Penghijauan yang dilakukan PT Pertamina Gas berdasarkan triple bottom line dapat mendukung adanya pembangunan berkelanjutan. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi terhadap efektivitas program CSR Penghijauan yang dilakukan PT Pertamina Gas dan Keberlanjutan Kelembagaan lokal desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap implementasi Program Penghijauan berpengaruh terhadap tingkat persepsi terhadap efektivitas Program Penghijauan dan tingkat partisipasi dalam Program Penghijauan berpangaruh pada keberlanjutan kelembagaan.

Kata Kunci: tanggung jawab sosial, efektivitas, penghijauan, keberlanjutan kelembagaan

ABSTRACT

ADIA YUNIARTI Perception, Institutional Sustanability, and Effectiveness of CSR PT Pertamina Gas in Permisan, Sidoarjo. Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN

Corporate Social Resposibility (CSR) constituting a form of corporate social responsibility to participate confers a benefit for society and environment the company operating consisting of environmental issues. CSR is expected to help overcome environmental problems. The environment associated with sustainable development. Sustainable development based on triple bottom line need continued institutional sustainability. A greening program held by PT Pertamina Gas based on triple bottom line could support the presence of sustainable development. The main purpose of this research is to analyze perception the effectiveness CSR of greening program which held by PT Pertamina Gas and institutional sustainability in local village. The result showed that the level perception of the implementation of a reforestation program impact on the level perception of the effectiveness greening program and the level of participation in the greening program impact on institutional sustainability.

(5)

ADIA YUNIARTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Skripsi

Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar

(6)
(7)
(8)

Program CSR PT Pertamina Gas di Desa Permisan Kabupaten Sidoarjo

Nama : Adia Yuniarti

NIM : I34090034

Disetujui oleh

Ir Fredian Tonny Nasdian, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Persepsi, Keberlanjutan Kelembagaan, dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina Gas di Desa Permisan Kabupaten Sidoarjo.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak inspirasi, motivasi, masukan, dan arahan yang luar biasa serta kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima Kasih kepada Bapak Dr Ir Rilus A Kinseng, MA dan Bapak Martua Sihaloho, SP, MSi sebagai dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen SKPM yang telah berkenan menguji dan meluluskan saya serta memberikan masukan dan saran untuk skripsi ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak M Kadarisman sebagai staf CSR PT Pertamina Gas Area Jawa Bagian Timur dari bagian Bidang Lingkungan yang selalu menemani dan membantu penulis dalam mencari dan mengumpulkan data. Selain itu, penulis berterima kasih kepada Bapak H Suwarno Ichsan sebagai kepala Desa Permisan yang selalu menemani dan membantu penulis dalam mencari data. Tidak lupa peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta, Ayahanda Abdul Kahar (Alm), Ibunda Ruslaini, serta keluarga tercinta atas segala bentuk doa, dukungan, dan semangat yang sangat besar kepada penulis dalam penyelesaian skripsi. Selanjutnya, terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan dan seperjuangan Shofiyatul Azimi dan Gressayana Suciari, teman-teman SKPM 46, dan Firly Waliani Rahma yang telah memberikan dukungan dan bersedia bertukar pikiran serta pihak-pihak yang sudah mendukung, memotivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR GAMBAR x

Corporate Social Responsibility (CSR) 7

Partisipasi 12

Keberlanjutan Kelembagaan 14

Kerangka Pemikiran 16

Hipotesis Penelitian 17

Definisi Operasional 18

METODE PENELITIAN 21

Lokasi dan Waktu 21

Pendekatan Kuantitatif 22

Pendekatan Kualitatif 24

Kombinasi Pendekatan Kuantitatif dan Pendekatan Kualitatif 25

PROFIL DESA 27

Kondisi Geografis 27

Karakteristik Penduduk 29

Struktur Sosial dan Pola Kebudayaan Masyarakat 31

Pola-pola Adaptasi Ekologi Masyarakat 33

Ikhtisar 34

PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN IMPLEMENTASI PROGRAM PENGHIJAUAN

37

Latar Belakang Corporate Social Responsibility PT Pertamina Gas

37

Kebijakan, Struktur Organisasi, dan Rencana Anggaran Pengembangan Program Corporate Sosial Responsibility PT Pertamina Gas

38

Program Penghijauan 40

Implementasi Program Penghijauan 41

Kegiatan Program Penghijauan 42

Sosialisasi dan Pelatihan 44

Materi yang Disampaikan selama Program Penghijauan 45

Partisipasi Aktif para Stakeholders 46

(11)

EFEKTIVITAS, PARTISIPASI PROGRAM CORPORATE

SOCIAL RESPONSIBILITY PROGRAM PENGHIJAUAN DAN

KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

55

Efektivitas Program Penghijauan 55

Manfaat Lingkungan Program Penghijauan 55

Berkelanjutan 57

Dekat Wilayah Operasi 58

Publikasi 60

Mendukung PROPER 61

Tingkat Persepsi Masyarakat terhadap Efektivitas Program Penghijauan

63

Partisipasi Program Penghijauan 65

Tahap Perencanaan 66

Tahap Pelaksanaan 67

Tahap Evaluasi 68

Tingkat Partisipasi Program Penghijauan 69

Keberlanjutan Kelembagaan Paguyuban Kader Lingkungan 70

Keseimbangan Pelayanan-Peranserta 70

Demokrasi 72

Transparansi 73

Akuntabilitas 74

Jejaring Kelembagaan 76

Tingkat Keberlanjutan Kelembagaan 77

Ikhtisar 78

HUBUNGAN IMPLEMENTASI, EFEKTIVITAS, PARTISIPASI PROGRAM PENGHIJAUAN DAN KEBERLANJUTAN

KELEMBAGAAN PAGUYUBAN KADER LINGKUNGAN

81

Hubungan Tingkat Implementasi dan Tingkat Efektivitas Program Penghijauan

81

(12)

DAFTAR TABEL

1 Pengukuran skor tingkat partisipasi 19

2 Luas wilayah Desa Permisan menurut penggunaan lahan

28

3 Karakter ekologi Desa Permisan 28

4 Jumlah penduduk Desa Permisan Tahun 2009-2012

29

5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan 30 6 Jenis dan jumlah mata pencaharian penduduk

8 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat keterlibatan warga dalam kegiatan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

42

9 Jumlah dan persentase warga terhadap tingkat keterlibatan warga pada sosialisasi dan pelatihan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

44

10 Jumlah dan persentase penilaian warga terhadap materi yang disampaikan selama program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

45

11 Jumlah dan persentase tingkat penilaian warga terhadap partisipasi aktif para stakeholders pada program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

46

12 Jumlah dan persentase tingkat penilaian warga terhadap media informasi dan alat bantu pelaksana program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

50

13 Jumlah dan persentase tingkat persepsi warga terhadap implementasi program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

50

14 Jumlah dan persentase warga berdasarkan penilaian warga terhadap manfaat lingkungan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

56

(13)

15 Jumlah dan persentase penilaian warga terhadap keberlanjutan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

58

16 Jumlah dan persentase warga berdasarkan penilaian warga terhadap dekat wilayah operasi program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

59

17 Jumlah dan persentase warga berdasarkan penilaian warga terhadap publikasi program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

61

18 Jumlah dan persentase warga berdasarkan penilaian warga terhadap mendukung PROPER dalam program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

62

19 Jumlah dan persentase tingkat persepsi warga terhadap tingkat efektivitas program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

64

20 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

66

21 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

67

22 Jumlah dan persentase warga progam berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap evaluasi program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

69

23 Jumlah dan persentase warga progam berdasarkan tingkat partisipasi pada program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

69

24 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta di Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

71

25 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat demokrasi di Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

72

(14)

26 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat

transparansi pada Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

74

27 Jumlah dan persentase berdasarkan tingkat akuntabilitas pada Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

75

28 Jumlah dan persentase berdasarkan tingkat jejaring kelembagaan dalam Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

76

29 Jumlah dan persentase berdasarkan tingkat keberlanjutan kelembagaan Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

78

30 Jumlah dan persentase peserta program penghijauan terhadap tingkat persepsi warga terhadap implementasi program penghijauan dan tingkat persepsi warga terhadap efektivitas program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

82

31 Jumlah dan persentase peserta program penghijauan terhadap tingkat partisipasi program penghijauan dan tingkat keberlanjutan kelembagaan Paguyuban kader Lingkungan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

84

DAFTAR GAMBAR

1 Triple Bottom Line 8

2 Subjek Inti Tanggung Jawab Sosial 8

3 Kerangka pemikiran dari persepsi terhadap efektivitas program CSR dan keberlanjutan kelembagaan

17

4 Persentase warga berdasarkan tingkat keterlibatan warga dalam kegiatan dalam program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

43

5 Persentase tingkat penilaian warga terhadap partisipasi aktif para stakeholders pada program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

(15)

6 Persentase tingkat penilaian warga terhadap media informasi dan alat bantu pelaksana Program Penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

49

7 Persentase tingkat persepsi warga terhadap implementasi program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

51

8 Persentase penilaian warga terhadap keberlanjutan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

58

9 Persentase penilaian warga terhadap dekat wilayah operasi program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

60

10 Persentase penilaian warga terhadap mendukung PROPER dalam Program Penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

62

11 Persentase warga berdasarkan tingkat persepsi warga terhadap efektivitas program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

64

12 Persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

66

13 Persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

68

14 Persentase warga progam berdasarkan tingkat partisipasi pada program penghijauan di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

69

15 Persentase warga berdasarkan tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta di Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

71

16 Persentase warga berdasarkan tingkat demokrasi di Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

(16)

17 Persentase warga berdasarkan tingkat transparansi pada Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

74

18 Persentase warga berdasarkan tingkat akuntabilitas pada Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

75

19 Persentase warga berdasarkan tingkat jejaring kelembagaan dalam Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

76

20 Persentase warga berdasarkan tingkat keberlanjutan kelembagaan Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013

78

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi 93

2 Waktu Penelitian 94

3 Kerangka Sampling 95

4 Daftar Informan 97

5 Wawancara Mendalam 98

7 Data Olah SPSS 102

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah. Sumber daya alam yang melimpah dapat memberi manfaat kepada masyarakat untuk keberlangsungan hidup mereka. Sumber daya alam di Indonesia umumnya dikelola oleh pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta. Akan tetapi, tidak semua proses pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan di Indonesia tepat guna. Hampir semua pengelolaan sumber daya alam rentan terkena isu kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat akibat adanya eksploitasi besar-besaran yang dilakukan untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam tersebut. Di Indonesia sendiri, pertambangan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat penting sehingga pengembangannya secara berkelanjutan perlu dilakukan karena berhubungan erat dengan pendapatan nasional dan daerah serta memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar tambang.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2012 tentang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III-2012 menjelaskan bahwa sektor pertambangan dan penggalian ikut berperan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sektor pertambangan dan penggalian sendiri mengalami pertumbuhan sebesar 0.11 persen. Secara komulatif besaran Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hingga triwulan III-2012 dibandingkan dengan PDB pada periode yang sama Tahun 2011 tumbuh sebesar 6.29 persen yang dipengaruhi oleh pertumbuhan semua sektor, salah satunya sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1.86 persen.

Djajadiningrat (2007) seperti dikutip Sumantri et al. (2008) mengungkapkan bahwa manusia sampai saat ini masih memerlukan dukungan hasil sumber daya pertambangan dan hasil tambang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraannya sehingga sektor usaha pertambangan merupakan sektor yang strategis untuk pembangunan manusia. Pada teknis pelaksanaannya, perusahaan pertambangan melibatkan usaha lokal dan masyarakat agar menumbuhkan kepedulian pengelolaan lingkungan serta penguatan ekonomi masyarakat. Selain itu, disosialisasikan kesadaran bersama untuk menjaga keutuhan ekologi dan keanekaragaman hayati dalam aktivitas pertambangan. Namun, tidak terlepas dari dampak terhadap lingkungan seperti pembuangan limbah tambang, pencemaran logam berat, menurunnya tingkat kesuburan tanah, berbagai isu tentang aktivitas pertambangan yang kurang berwawasan lingkungan, dan penurunan kualitas lingkungan perlu diperhatikan untuk menjamin keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan kelestarian lingkungan.

(19)

dengan sumber daya alam diwajibkan untuk menyelenggarakan Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu suatu bentuk kepekaan, kepedulian, dan tanggung jawab sosial perusahaan untuk ikut memberikan manfaat terhadap masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi (Yentifa 2006). Terdapat beberapa produk peraturan perundangan yang menyentuh tentang masalah CSR, mulai dari UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaan CSR seperti yang dijelaskan oleh KBUMN (2010). Program CSR dalam Peraturan Menteri ini maksudnya adalah berupa Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Kemudian, ada lagi UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Corporate Social Responsibility (CSR) yang didasari oleh konsep Triple Bottom Line didefinisikan oleh Johnson and Johnson (2006) seperti dikutip Hadi (2011) adalah bagaimana cara mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak positif bagi dirinya dan lingkungannya. Oleh sebab itu, perusahaan harus mampu mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan. Triple bottom line menurut Elkington (1997) seperti dikutip Wibisono (2007) terdiri atas 3P (profit, people, planet), yakni profit yang diburu, kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan peran serta dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Poin planet menjelaskan bahwa perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Hal ini diperkuat oleh isu penting CSR yang terdapat dalam ISO 26000: 2010 Guidance on Social responsibility yaitu lingkungan. CSR perusahaan diharapkan perhatiaan terhadap pencegahan polusi, penggunaan sumber daya yang berkelanjutan, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, proteksi lingkungan, keragaman hayati, dan restorasi habitat. Oleh karena itu, CSR adalah sebuah gagasan dimana perusahaan dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada triple bottom line. Triple bottom line selain profit adalah sosial dan lingkungan, karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Isu CSR yang dikaitkan dengan isu lingkungan yang berkelanjutan berhubungan dengan keberlanjutan kelembagaan baik itu perusahaan sendiri maupun lembaga lokal di masyarakat.

PT Pertamina Gas adalah perusahaan yang bergerak dalam sektor midstream

(20)

CSR di seluruh wilayah operasi perusahaan melalui lima kriteria yaitu bermanfaat, berkelanjutan, dekat wilayah operasi, publikasi, dan mendukung PROPER1.

Kegiatan usaha terutama di bidang energi berpotensi menimbulkan dampak atau risiko bahaya yang dapat berakibat negatif atau fatal terhadap pekerja, aset, dan lingkungan hidup. PT Pertamina Gas terus melakukan berbagai usaha untuk meminimalisasi dampak-dampak tersebut. Tanggung jawab sosial perusahaan direncanakan dan dilaksanakan sebagai salah satu wujud interaksi sosial yang dilakukan oleh PT Pertmina Gas dan sebagai wujud tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah yang terkena dampak perusahaan serta wujud keikutsertaan terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, direksi, pekerja, dan mitra kerja PT Pertamina Gas bertanggung jawab untuk melakukan dan mentaati kebijakan CSR serta melakukan evaluasi untuk perbaikan secara terus-menerus sehingga pada Tahun 2010-2011, PT Pertamina Gas Area Jawa Bagian Timur mendapat predikat proper hijau menurut hasil laporan PROPER 2011. Warna hijau diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan, pemanfaatan sumber daya secara efisien melalui upaya 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery), dan melakukan upaya tanggung jawab sosial (CSR/Comdev) dengan baik.

Tanggung jawab sosial yang sudah dilakukan PT Pertamina Gas adalah bantuan sosial terkait pelaksanaan proyek relokasi, bantuan pembangunan infrastruktur desa, bantuan pembangunan infrastruktur kecamatan, bantuan sosial pengadaan air bersih, pemberian santunan kepada yayasan yatim piatu, bantuan sosial terkait pelaksanaan proyek pematangan lahan LPG Plant, pemberian santunan dan perbaikan infrastruktur desa, pemberian sembako, hewan qurban, bantuan sosial terkait dengan pelaksanaan proyek pipa, bantuan-bantuan lain terkait kegiatan organisasi profesi berupa sponsorship, dan pemanfaatan lahan perusahaan untuk memberdayakan masyarakat. Dari beberapa program tanggung jawab sosial tersebut beberapa diantaranya dilaksanakan di 14 desa di Kabupaten Sidoarjo (Desa Banjarpaji, Desa Banjarsari, Desa Bligo, Desa Durungbanjar, Desa Kedung Kerdo, Desa Klurak, Desa Penatarsewu, Desa Permisan, Desa Plumbon, Desa Sumokali, Desa Tenggulunan, Desa Wedoklurak, Desa Kedungpeluk) untuk program bantuan pembangunan infrastruktur desa. Sedangkan, untuk bantuan pembangunan infrastruktur kecamatan dilakukan pada empat kecamatan di Kabupaten Sidoarjo serta bantuan pengerasan jalan dan neonisasi di daerah yang terkena langsung oleh proyek relokasi pipa. PT Pertamina Gas juga melakukan beberapa program CSR di bidang lingkungan yaitu Program Binaan Budidaya Sapi, Program Pembinaan Usaha Bandeng Asep, dan Program Penghijauan. Salah satu program CSR PT Pertamina Gas di bidang lingkungan tersebut dilakukan di Desa Permisan, Kabupaten Sidoarjo yaitu Program Penghijauan. Program Penghijauan menjadi fokus pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan utama yaitu bagaimana persepsi terhadap efektivitas implementasi program CSR Penghijauan PT Pertamina Gas dan keberlanjutan kelembagaan?

1

(21)

Masalah Penelitian

Desa Permisan adalah salah satu desa binaan PT Pertamina Gas yang menerima program CSR dari perusahaan di bidang lingkungan yaitu penghijauan. Desa yang terletak di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dirasa tepat untuk menerima program penghijauan oleh perusahaan. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah bagaimana profil Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sebagai lokasi tempat pelaksanaan implementasi program CSR Penghijauan?

Program Penghijauan adalah salah satu program CSR dari PT Pertamina Gas di bidang lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Program penghijauan ini dirasa perlu dilakukan sebagai upaya pelestarian lingkungan dan untuk mencegah dan mengurangi dampak negatif akibat kegiatan perusahaan. Perusahaan pertambangan seperti PT Pertamina Gas menyadari akan adanya konsekuensi yang harus dipikul akibat dari pemanfaatan sumber daya alam yang diperlukan sebagai bahan baku produksi. Perusahaan berkewajiban mengembalikan alam agar tetap nyaman setelah mengambil manfaat yang berasal dari alam. Inilah alasan utama perusahaan saat merancang program CSR di bidang lingkungan. Program CSR di area pertambangan berupa Program Penghijauan. Program tersebut diharapkan dapat membuat lingkungan disekitarnya menjadi lebih nyaman dan asri. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang ingin dijawab selanjutnya adalah bagaimana program CSR Penghijauan yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas dan persepsi masyarakat terhadap implementasi program yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas?

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu tindakan tanggung jawab perusahaan untuk menanggulangi masalah yang ada di lingkungan sekitar perusahaan baik masalah sosial dan masalah lingkungan. Maraknya isu tentang masalah sosial dan kerusakan lingkungan karena adanya perusahaan yang ingin mengeksploitasi sumber daya alam. Oleh sebab itu, CSR sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu isu CSR adalah lingkungan. PT Pertamina Gas adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang mempunyai program CSR di bidang lingkungan. Pada setiap kegiatan CSR, perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas program. Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian selanjutnya yang ingin di jawab adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap efektivitas implementasi program CSR Penghijauan yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas?

(22)

kontrol warga negara (citizen control). Partisipasi sangat penting dalam pelaksanaan program. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang akan dibahas selanjutnya adalah bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR Penghijauan PT Pertamina Gas?

Keberlanjutan kelembagaan berasal dari gagasan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Salah satu hasil dari KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro, Brasil adalah agenda 21. Agenda 21 yang diterbitkan oleh UNSD (United Nations Sustainable Development) menyebutkan bahwa selain kepala pemerintahan dunia, lembaga PBB, dan lembaga international lainnya serta segenap lapisan masyarakat perlu memahami mengenai pembangunan berkelanjutan. Terdapat Sembilan kelompok utama (major groups), yang diharapkan berpartisipasi dalam program yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat, pemuda, buruh, petani dan nelayan, pemerintah (local government), bisnis/industri, perempuan, ilmuan, dan pemuka adat. Adanya hasil agenda 21 menunjukkan bahwa lembaga tidak dapat diabaikan begitu saja karena kelembagaan memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan penentu kebijakan. Program CSR berbasis triple bottom line dilakukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Sedangkan, keberlanjutan kelembagaan itu dianggap penting dalam pembangunan berkelanjutan dan dalam pelaksanaan program CSR pasti bekerja sama dengan lembaga lokal di wilayah berlangsungnya program. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian lainnya yang ingin dijawab adalah bagaimana keberlanjutan kelembagaan Paguyuban Kader Lingkungan masyarakat Desa Permisan karena adanya Program Penghijauan?

Perusahaan akan mempunyai target-target sendiri untuk melihat suksesnya program CSR yang mereka lakukan. Tolak ukur keberhasilan program CSR sangat beragam. Perusahaan dapat mengatakan bahwa pelaksanaan implementasi program CSR mereka berhasil apabila program CSR tersebut telah mencapai hasil seperti apa yang mereka inginkan. Efektivitas adalah pengukuran yang dapat dilakukan untuk melihat tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian lainnya yang ingin dijawab adalah bagaimana hubungan persepsi masyarakat terhadap implementasi program CSR dengan persepsi masyarakat terhadap efektivitas implementasi program CSR Penghijauan yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas?

Program CSR yang dilakukan PT Pertamina Gas di bidang lingkungan tidak lepas dari partisipasi masyarakat desa dan merupakan salah satu program yang berhubungan erat dengan sustainable development. Terdapat tiga pilar utama dalam pelaksanaan implementasi program CSR yaitu the triple bottom line (profit,

(23)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Menggambarkan profil Desa Permisan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sebagai lokasi tempat pelaksanaan implementasi program CSR Penghijauan.

2. Menggambarkan dan menganalisis program CSR Penghijauan yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas dan persepsi masyarakat terhadap implementasi program yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas.

3. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap efektivitas implementasi program CSR Penghijauan yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas.

4. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR Penghijauan PT Pertamina Gas.

5. Menganalisis keberlanjutan kelembagaan Paguyuban Kader Lingkungan masyarakat Desa Permisan karena adanya Program Penghijauan.

6. Menganalisis hubungan persepsi masyarakat terhadap implementasi program CSR dengan persepsi masyarakat terhadap efektivitas implementasi program CSR Penghijauan yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas.

7. Menganalisis hubungan partisipasi dalam implementasi program CSR Penghijauan PT Pertamina Gas dalam mewujudkan keberlanjutan kelembagaan Paguyuban Kader Lingkungan Desa Permisan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya mengenai Efektivitas Implementasi Program CSR dan Keberlanjutan Kelembagaan.

2. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana peran PT Pertamina Gas dalam aktivitas CSR sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

3. Bagi perusahaan, sebagai sarana evaluasi mengenai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat.

(24)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility

Munculnya konsep tanggung jawab sosial berawal dari pendapat Bowen mengenai kerangka dasar tentang tanggung jawab sosial (social responsibility) yang berdasar pada dua premis utama yaitu: (1) perusahaan bisa mewujud dalam masyarakat karena adanya dukungan dari masyarakat, dalam hal ini perusahaan memiliki kontrak sosial (social contract) yang berisi sejumlah hak dan kewajiban yang akan mengalami perubahan sejalan dengan perubahan masyarakat; (2) pelaku bisnis bertindak sebagai agen moral dalam masyarakat. Perusahaan harus berperilaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat (Solihin 2009). Sehingga Johnson and Johnson (2006) seperti dikutip Hadi (2011) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah bagaimana cara mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak positif bagi dirinya dan lingkungannya. Oleh sebab itu, perusahaan harus mampu mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan.

Solihin (2009) menjelaskan bahwa pada awalnya konsep Corporate Social Responsibility (CSR) masih dipengaruhi oleh prinsip derma dan perwalian, yang hanya menjadikan CSR sebagai kewajiban belaka tanpa adanya usaha untuk merespon tekanan atau masalah dari masyarakat terhadap perusahaan sehingga muncul konsep baru yaitu Corporate Social Performance (CSP). Munculnya konsep CSP juga dipengaruhi karena munculnya perusahaan-perusahaan multinasional yang ingin mengukur dampak program CSR terhadap masyarakat dan perusahaannya. Seiring adanya konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development), CSR juga mengalami perubahan yaitu bukan saja dilakukan untuk menjamin adanya pengembalian kepada para pemangku kepentingan tetapi juga harus memberikan perhatian terhadap berbagai hal yang dianggap penting bagi masyarakat yakni dampak operasi perusahaan terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan secara konseptual berdasar pada tiga prinsip yang dikenal sebagai „Triple Bottom Line’. Konsep pembangunan berkelanjutan yang juga mendasari konsep CSR tersebut menurut Elkington (1997) seperti dikutip Wibisono (2007) meliputi 3P yaitu: (1) Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang; (2) People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia, beberapa perusahaan mengembangkan program tanggung jawab sosial perusahaan seperti pemberian beasiswa bagi pelajar disekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga masyarakat; (3)

(25)

Sumber: Elkington (1997) dalam Wibisono (2007) seperti dikutip Hadi (2011)

Gambar 1 Triple Bottom Lines

ISO (2010) mengemukakan terdapat tujuh subjek inti tanggung jawab sosial dalam ISO 26000: 2010 Guidance on Social Responsibility yaitu: (1) tata kelola organisasi; (2) HAM; (3) praktik ketenagakerjaan; (4) lingkungan; (5) praktik operasi yang adil; (6) isu-isu konsumen; (7) pelibatan dan pengembangan masyarakat. Isu lingkungan CSR diharapkan perhatiaan terhadap pencegahan polusi, penggunaan sumber daya yang berkelanjutan, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, dan proteksi lingkungan, keragaman hayati dan restorasi habitat.

Sumber: ISO (2010)

Gambar 2 Subjek inti Tanggung Jawab Sosial

Pada akhirnya dalam kaitannya dengan lingkungan, ISO 26000 mendefinisikan CSR sebagai:

Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviour that contributes to sustainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable

Sosial

Lingkungan Ekonomi (profit)

(26)

law and consistent with international norms of behaviour; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationships.”

Secara singkatnya CSR juga didefinisikan sebagai upaya manajemen yang dijalankan oleh entitas bisnis berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimumkan dan mengkompensasi dampak negatif serta memaksimumkan dampak positif di setiap pilar (Jalal 2010).

Implementasi tanggung jawab sosial (social responsibiity) merupakan tahap aplikasi program social responsibility sebagaimana telah direncanakan sebelumnya. Penerapan tanggung jawab sosial membutuhkan iklim organisasi yang saling percaya dan kondusif sehingga memunculkan motivasi dan komitmen karyawan pelaksana (Hadi 2011). Wibisono (2007) mengungkapkan bahwa dalam memulai implementasi pada dasarnya terdapat tiga pertanyaan yang harus dijawab yaitu: (1) siapa orang yang akan menjalankan; (2) apa yang harus dilakukan; (3) bagaimana cara melakukan sekaligus alat apa yang diperlukan. Kemudian dalam manajemen populer, pertanyaan-pertanyaan tersebut diterjemahkan menjadi:

1. Pengorganisasi (organizing) sumber daya yang diperlukan;

2. Penyusunan (staffing) untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas atau pekerjaan yang harus dikerjakannya;

3. Pengarahan (directing) yang terkait dengan bagaimana cara melakukan tindakan;

4. Pengawasan atau koreksi (controlling) terhadap pelaksanaan; 5. Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana; dan

6. Penilaian (evaluating) untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.

Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah utama yang terdiri atas sosialisasi, pelaksanaan, dan internalisasi (Wibisono 2007). Sosialisasi diperlukan untuk mengenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR. Tujuan utama sosialisasi ini adalah agar program CSR mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan. Pelaksanaan program dilakukan berdasar pada pedoman CSR dan roadmap yang telah disusun. Internalisasi adalah tahap jangka panjang yang mencangkup upaya-upaya memperkenalkan CSR di dalam proses bisnis perusahaan. Selanjutnya, Hadi (2011) mengatakan ada beberapa pendekatan yang dapat dijadikan pijakan dalam mengimplementasikan praktik tanggung jawab sosial, antara lain:

1. Program dengan sentralisasi: program aplikasi tanggung jawab sosial terpusat di perusahaan. Perusahaan yang merencanakan, menentukan jenis program, merumuskan strategi perusahaan, dan sekaligus sebagai yang melaksanakan program yang telah direncanakan. Program sentralistik dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak lain, seperti: event organizer, LSM, pemerintah setempat, institusi pendidikan dan lainnya selama memiliki visi, misi, dan tujuan yang sama dan di bawah koordinasi perusahaan;

2. Program dengan desentralisasi: perusahaan berperan sebagai pendukung kegiatan (supporting media). Perencanaan, strategi, tujuan dan target termasuk pelaksanaan ditentukan oleh pihak lain selaku mitra. Perusahaan berposisi sebagai supporting, baik dana, sponsor maupun material; dan 3. Mixed Type: program ini menggunakan pola memadukan antara

sentralistik dan desentralistik, sehingga cocok bagi program-program

(27)

inisiatif, pendanaan maupun pelaksanaan kegiatan dilakukan secara partisipatoris dengan beneficiaries.

Mekanisme pelaksanaan program atau kegiatan CSR dapat dilakukan sebagai berikut menurut Wibisono (2007):

1. Bottom Up Process

Program berdasar pada permintaan beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan.

2. Top Down Process

Program berdasar pada survei/pemeriksaan seksama oleh perusahaan, yang disepakati oleh beneficiaries.

3. Partisipatif

Program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries.

Ada empat model atau pola tanggung jawab sosial perusahaan (TSP) yang umumnya diterapkan di Indonesia menurut Saidi dan Abidin dalam Suharto (2007) seperti dikutip Sa‟ adah (2010), yaitu:

1. Keterlibatan langsung: perusahaan menjalankan program TSP secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager

atau menjadi bagian dan tugas pejabat public relation;

2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan: perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan;

3. Bermitra dengan pihak lain: perusahaan menyelenggarakan TSP melalui kerja sama dengan lembaga sosial atau organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa baik dalam mengelola dana maupun melaksanakan kegiatan sosialnya; dan

4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorium: perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukung secara proaktif mencari mitra kerja sama dan kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan konsep penting dalam kegiatan perusahaan untuk senantiasa berhubungan dengan masyarakat dan stakeholder

lainnya. Wibisono (2007) menjelaskan perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap perencanaan

Pada tahap perencanaan terdiri atas tiga langkah utama, yaitu Awareness Building, CSR Assessement, dan CSR Manual Building. Pada tahap

(28)

melalui seminar, lokakarya, diskusi kelompok, dan lain-lain. CSR

assessement yaitu memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Selanjutnya CSR Manual, yaitu melakukan

bencmarking, menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang menginginkan langkah instant, dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kejelasan pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif, dan efisien.

2. Tahap implementasi

Pada tahap ini dirumuskan beberapa pertanyaan, seperti pengorganisasian sumber daya yang diperlukan, penyusunan untuk menempatkan orang yang sesuai dengan tugas, pengarahan terkait dengan melakukan tindakan, pengawasan atau koreksi terhadap pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, dan bagaimana penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.

3. Tahap evaluasi

Pada tahap ini langkah yang dilakukan setelah program CSR diimplementasikan. Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.

4. Pelaporan

Pelaporan diperlukan untuk membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

(29)

Partisipasi

Konsep partisipasi berasal dari bahasa Inggris „participation‟ yang berarti

turut ambil bagian. Nasdian (2006) mengartikan partisipasi sebagai proses aktif dan inisiatif yang diambil oleh warga komunitas itu sendiri, dibimbing oleh cara mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Selanjutnya, Sumarto (2009) mengartikan partisipasi warga adalah proses ketika warga, sebagai individu, maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Partisipasi masyarakat terbagi menjadi empat tahap menurut Uphoff et al.(1979), yaitu:

1. Tahap perencanaan: ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pemberdayaan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya;

2. Tahap pelaksanaan: merupakan tahap terpenting dalam pemberdayaan, sebab inti dari pemberdayaan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek;

3. Tahap menikmati hasil: dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pemberdayaan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran; dan

4. Tahap evaluasi: dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.

Arnstein (1969) mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi dalam makalahnya yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation” dalam Journal of The American Planning Association. Delapan tingkatan tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Manipulasi (Manipulation): dengan mengatas namakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai „stempel karet‟ dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa;

2. Terapi (Therapy): pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan, tetapi pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya; 3. Informasi (Informing): dengan memberi informasi kepada masyarakat

(30)

tetapi, seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan, pamflet, dan poster;

4. Konsultasi (Consultation): meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Akan tetapi, konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga, dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik karena partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang, dan seberapa banyak dari kuesioner yang dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat;

5. Menenangkan (Placation): pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana. Akan tetapi, pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali;

6. Kemitraan (Partnership): pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin yang bertanggung jawab, dan masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara, dan organisator masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan;

(31)

8. Kontrol warga negara (Citizen Control): pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial, dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.

Manipulasi dan Terapi termasuk kedalam level „non-participation‟, inisiatif

pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat. Akan tetapi, membuat pemegang kekuasaan untuk „menyembuhkan‟ atau „mendidik‟ komunitas. Informasi dan Konsultasi termasuk dalam level „degree of tokenism‟,

komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat. Akan tetapi, tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran kepada pemegang kekuasaan, tetapi penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Kemitraan membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian Kewenangan dan Kontrol Warga Negara menjadikan komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level Kekuatan „degree of citizen power’.

Keberlanjutan Kelembagaan

Keberlanjutan kelembagaan muncul dari konsep pembangunan berkelanjutan yang muncul dari berbagai konferensi, seperti: Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm, KTT Bumi di Rio de Jeneiro, dan KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg. KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg menghasilkan tiga dokumen penting (Wibisono 2007). Dokumen pertama berupa Deklarasi Johannesburg untuk Pembangunan Berkelanjutan (Johannesburg Declaration for Sustainable Developmnent) yang merupakan deklarasi bersama para pemimpin negara dan pemerintah tentang tantangan dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan. Dokumen kedua berupa Rencana Implementasi (Plan of Implementation). Dokumen ini berisi upaya-upaya yang harus dilakukan berdasarkan prinsip bersama tetapi dengan tanggung jawab yang berbeda, yang mengintegrasikan elemen ekonomi, ekologi, dan sosial yang didasarkan pada tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Dokumen ketiga berupa Kerjasama (Partnerships) yang dikenal dengan istilah Type II. Kerjasama yang tercamtum dimaksudkan untuk mempercepat proses pembangunan berkelanjutan yang merata secara internasional dengan dukungan dana dari negara-negara maju.

(32)

menyebutkan kelembagaan2 adalah pola yang mendasari aturan dan perilaku yang bersifat tahan lama. Dari sudut pandang sosiologi, kelembagaan digambarkan sebagai sesuatu yang membantu individu untuk memfasilitasi pengambilan keputusan di kehidupan sehari-hari dengan menawarkan suatu orientasi ketika menafsirkan tindakan orang lain dan mendefinisikan suatu peran di kehidupan sosial. Menurut Gehlen (1964) seperti dikutip Pfahl (2005) menyimpulkan bahwa hanya melalui kelembagaan, suatu kegiatan masyarakat dapat menjadi efektif, normatif, quasi-automatic, permanen, dan dapat diprediksi. Selanjutnya, March and Olsen (1996) seperti dikutip Pfhal (2005) berpendapat kelembagaan sebagai:

Life is organised by sets of shared meanings and practices that come to be taken as given for a long time. Political actors act and organise themselves in accordance with rules and practices which are socially constructed, publicly known, anticipatied and accepted. Actions of individuals and collectivities occur within these shared meanings and practices, which can be called institutions and identities.”

Secara singkatnya Pfahl (2005) menjelaskan ini adalah sebuah persepsi mengenai kelembagaan yang sangat luas mencakup seluruh keluarga sebagai sebuah norma sosial sama seperti pasar, konstitusi, pemerintah atau sistem peradilan, dan hukum. Akan tetapi, hal ini tidak berarti individu atau pelaku tidak termasuk dari bagian sebuah lembaga saat mereka berkembang. Ketika nilai atau identitas berubah, institusi juga berubah, dan sebaliknya mereka tidak dapat lagi bertindak sebagai perantara elemen yang mengkoordinasikan tindakan manusia. Hal itu dapat disimpulkan kelembagaan bisa menjadi indikator untuk perubahan karena merupakan usaha kolektif untuk mengubah atau meninggalkan reformasi. kelembagaan mengubah harapan aktor-aktor berkaitan dengan fungsi dari peraturan kelembagaan. Leopod von Wiese dan Howard Becker [tahun tidak diketahui] seperti dikutip Soekanto (c1982) melihat kelembagaan kemasyarakatan dari sudut fungsinya sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya.

Keberlanjutan kelembagaan dalam konteks pembangunan berkelanjutan mengacu pada kegiatan institusi terkait pengambilan keputusan untuk memfasilitasi dan mengimplementasikan kebijakan. Keberlanjutan ini berarti lebih dari hanya melestarikan kelembagaan. Pfahl (2005) berpendapat keberlanjutan kelembagaan harus dinilai menurut kemampuan lembaga untuk berkoordinasi pada interaksi manusia dalam rangka mencapai tujuan keberlanjutan. Hal ini membuat kelembagaan dituntut untuk harus terbuka kepada masyarakat dengan mengirimkan perwakilan mereka untuk menunjukkan perhatian dan kepentingan. Selanjutnya, Agenda 21 juga menekankan keterbukaan dalam proses politik yaitu: masing-masing pihak dapat mengakses dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, adanya transparansi pengambilan keputusan, dan akuntabilitas lembaga sebagai pihak utama dari keberlanjutan yang berorientasi pada kebijakan dan instrumen politik.

2

(33)

Tata penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) akan menghasilkan keberlanjutan kelembagaan. Menurut UNDP (United Nation Development Program) seperti dikutip UGM (2005) good governance memiliki delapan prinsip, yaitu: (1) partisipasi; (2) transparansi; (3) akuntabel; (4) efektif dan efisien; (5) kepastian hukum; (6) responsif; (7) konsensus; (8) setara dan inklusif. Pembangunan berkelanjutan membutuhkan dan menghasilkan keberlanjutan kelembagaan. Nasdian (2004) menyebutkan bahwa tipologi kelembagaan komunitas lokal „dikonstruksi‟ berdasarkan dua variabel pokok, yaitu: (1) tinggi rendahnya „keseimbangan pelayanan-peranserta‟ dalam suatu kelembagaan; (2) berfungsi-tidaknya good governance dalam suatu kelembagaan. Berdasarkan kedua variabel tersebut dapat diidentifikasi empat tipe kelembagaan yakni: (1) Tipe-1, kelembagaan yang sustain; (2) Tipe-2, kelembagaan yang semi sustain dengan kendala manajemen; (3) Tipe-3, kelembagaan yang tidak sustain; (4) Tipe-4, kelembagaan semi-sustain dengan kendala good governance. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan komunitas lokal, yaitu: (1) jejaring kerjasama; (2) intervensi positif pemerintah; (3) kecukupan anggaran; dan (4) aturan-aturan tertulis. Dengan demikian melalui program-program pengembangan jejaring kerjasama, intervensi pemerintah, kecukupan pangan, dan aturan-aturan tertulis akan dapat meningkatkan keberlanjutan kelembagaan komunitas lokal.

Kerangka Pemikiran

Setiap perusahaan dihadapkan pada isu-isu sosial dan lingkungan di sekitar lingkungan perusahaan beroperasi yang mengharuskan perusahaan melaksanakan suatu tanggung jawab sosial untuk menangani isu-isu tersebut. Munculnya program CSR di bidang lingkungan merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan untuk menangani isu lingkungan yang dihadapkan kepada perusahaan. Program Penghijauan merupakan bentuk program CSR PT Pertamina Gas di bidang lingkungan. Implementasi Program Penghijauan diharapkan secara efektif dapat menangani masalah lingkungan akibat operasi perusahaan. Penilaian efektivitas Program Penghijauan dilakukan untuk melihat keberhasilan implementasi program CSR yang dilakukan. Penilaian ini dilihat melalui persepsi masyarakat terhadap efektivitas dan implementasi Program Penghijauan. Indikator tingkat persepsi masyarakat terhadap implementasi Program Penghijauan diukur berdasarkan penilaian masyarakat terhadap kinerja dalam implementasi program yang dilakukan. Tingkat persepsi efektivitas Program Penghijauan diukur berdasarkan penilaian masyarakat terhadap manfaat program berdasarkan atas kriteria pencapaian efektivitas program yang dibuat oleh PT Pertamina Gas. Pengukuran tingkat persepsi masyarakat terhadap implementasi Program Penghijauan terhadap tingkat efektivitas Program Penghijauan dapat menentukan apakah Program Penghijauan yang dilakukan PT Pertamina Gas efektif atau tidak efektif.

(34)

berkelanjutan tidak lepas dari peran kelembagaan. Oleh sebab itu, keberlanjutan kelembagaan berperan penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Hubungan program CSR dengan keberlanjutan kelembagaan dapat dilihat melalui tingkat partisipasi dalam implementasi Program Penghijauan dan tingkat keberlanjutan kelembagaan.

Gambar 3 Kerangka pemikiran dari persepsi terhadap efektivitas program CSR dan keberlanjutan kelembagaan

Tingkat partisipasi diukur berdasarkan tingkatan partisipasi Arnstein (1969). Selanjutnya, keberlanjutan kelembagaan diukur berdasarkan tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta (manajemen), jejaring kelembagaan, dan penerapan prinsip-prinsip good governance (adaptasi, tranparansi, dan akuntabilitas) di kelembagaan itu sendiri yang berperan sebagai prediktor atau faktor penentu keberlanjutan kelembagaan. Pengukuran tingkat partisipasi Program Penghijauan terhadap tingkat keberlanjutan kelembagaan dapat menentukan apakah partisipasi dalam implementasi Program Penghijauan yang dilakukan oleh PT Pertamina Gas dapat mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan atau tidak dapat mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat ditarik dari penelitian ini diantaranya adalah:

1. Semakin tinggi tingkat persepsi masyarakat terhadap implementasi program CSR Penghijauan maka semakin tinggi tingkat persepsi masyarakat terhadap efektivitas program CSR Penghijauan.

(35)

Definisi Operasional

1. Tingkat persepsi masyarakat terhadap implementasi Program Penghijauan adalah sejauh mana penilaian masyarakat terhadap implementasi Program Penghijauan dilaksanakan dalam menciptakan efektifitas program yang dilihat dari keterlibatan masyarakat terhadap kinerja program yang terdiri dari:

1. Kegiatan Program Penghijauan: menunjukkan apa saja kegiatan yang dilakukan selama Program Penghijauan berlangsung. Dikategorikan menjadi tinggi (≥9.4), sedang (8.7-9.3), dan rendah (≤8.6).

2. Sosialisasi dan Pelatihan: menunjukkan metode sosialisasi apa yang diterapkan dan pelatihan apa saja yang di beri pada saat sebelum dan saat pleaksanaan Program Penghijauan berlangsung. Dikategorikan menjadi tinggi (≥6), sedang (5), dan rendah (≤4).

3. Materi yang disampaikan: menunjukkan apakah materi yang diberikan sebelum dan selama program berlangsung mudah dimengerti dan diterapkan. Dikategorikan menjadi tinggi (≥8), sedang (7), dan rendah (≤6).

4. Partisipasi Aktif Stakeholders: menunjukkan peran aktif dari masing-masing pihak (stakeholders) yang terlibat dalam Program Penghijauan. Dikategorikan menjadi tinggi (≥11.3), sedang (10.4-11.2), dan rendah (≤10.3).

5. Media Informasi dan Alat Bantu: menunjukkan alat bantu apa saja yang digunakan dalam program, anggaran dana dan kemampuan para kader lingkungan memberikan informasi. Dikategorikan menjadi tinggi (≥12.1), sedang (11.2-12), dan rendah (≤11).

Hasil kumulatif perhitungan kelima indikator tersebut menghasilkan tingkat persepsi masyarakat terhadap implementasi Program CSR yang dikategorikan menjadi tinggi (≥80), sedang (66-79), dan rendah (≤65).

2. Tingkat persepsi masyarakat terhadap efektivitas Program Penghijauan adalah penilaian masyarakat terhadap efektivitas program Penghijauan dilaksanakan sesuai kriteria pencapaian efektivitas program.

3. Dekat Wilayah Operasi : Tinggi (≥9)

(36)

Hasil kumulatif perhitungan kelima indikator tersebut menghasilkan tingkat persepsi masyarakat terhadap efektivitas program yang dikategorikan menjadi tinggi (≥52), sedang (50-51), dan rendah (≤49).

2. Tingkat partisipasi masyarakat adalah tingkatan partisipasi yang dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1969) dalam Program Penghijauan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Partisipasi ini dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah untuk ketiga aspek program CSR apabila berada pada kriteria dibawah ini.

Tabel 1 Pengukuran skor tingkat partisipasi Tangga

3. Tingkat keberlanjutan kelembagaan; dilihat melalui prediktor atau faktor-faktor penentu keberlanjutan kelembagaan, yaitu:

1. Tingkat keseimbangan pelayanan-peranserta : Tinggi (≥26) : Sedang (19-25) : Rendah (≤18)

2. Tingkat Demokrasi : Tinggi (≥12)

: Sedang (11)

5. Jejaring kelembagaan : Tinggi (≥14)

: Sedang (13) : Rendah (≤12)

(37)
(38)

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang mengukur persepsi masyarakat terhadap efektivitas dari suatu program dan keberlanjutan kelembagaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada responden. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Effendi1989). Kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Metode survei ini digunakan untuk mendapatkan data terkait dengan hubungan antara persepsi masyarakat terhadap tingkat implementasi program dan persepsi masyarakat terhadap tingkat efektivitas program untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program dan juga melihat hubungan antara tingkat partisipasi warga pada program dengan keberlanjutan kelembagaan.

Pendekatan kualitatif dipilih karena mampu memberikan pemahaman yang mendalam serta rinci terkait dengan implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diteliti dalam penelitian ini. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui metode studi kasus. Pemilihan studi kasus didasarkan atas pertimbangan bahwa studi kasus merupakan strategi penelitian yang memiliki sifat multi metode (wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen) (Sitorus 1998). Metode studi kasus pada penelitian kualitatif bersifat explanatory research

untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan program CSR oleh PT Pertamina Gas dalam setiap tahapan (perencanaan, pelaksanan, dan evaluasi) dan juga untuk menggali informasi kelembagaan yang terkait dengan implementasi program CSR yang dilakukan. Pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan dan observasi.

Lokasi dan Waktu

(39)

program tersebut. Penelitian dimulai dari awal April hingga akhir April 2013 (Lampiran 2).

Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada responden. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Effendi1989). Kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Populasi atau universe didefinisikan sebagai jumlah keseluruhan unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi 1989). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga partisipan Desa Permisan yang menjadi sasaran Program Penghijauan PT Pertamina Gas. Dari keseluruhan populasi, dibentuklah kerangka sampling yang berjumlah 78 orang (Lampiran 3). Unit analisa penelitian ini adalah kepala rumah tangga.

Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya (Singarimbun dan Effendi1989). Pengambilan sampel dari kerangka sampling dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) karena masyarakat Desa Permisan mempunyai karakteristik yang homogen. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, yang terdiri atas 30 orang dari kategori rumah tangga partisipan program. Responden sebanyak 30 orang dari kategori rumah tangga partisipan program diambil dari populasi sampling yang berjumlah 78 orang dengan pertimbangan bahwa tidak semua kepala rumah tangga dalam populasi sampling dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat diwawancarai.

Jenis data yang digunakan dalam pendekatan kuantitatif pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian kuantitatif adalah dengan pengisian kuesioner. Bentuk kuesioner yang digunakan adalah structured questions dengan pertanyaan tertutup yang menghendaki responden untuk memilih dari sekelompok respon yang sudah disediakan sebelumnya. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur, informasi dari internet, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kebijakan, laporan program, Annual Report

perusahaan, Annual Sustainability Report perusahaan, kegiatan CSR, data demografi penduduk desa serta data lain yang dibutuhkan terkait penelitian ini yang dapat digunakan untuk mendapatkan data yang menunjang penelitian.

Analisis data kuantitatif yang mengukur tingkat persepsi masyarakat terhadap implementasi Program Penghijauan, tingkat persepsi masyarakat terhadap efektivitas Program Penghijauan, tingkat partisipasi masyarakat, dan tingkat keberlanjutan kelembagaan dilakukan melalui hasil pengisian kuesioner oleh responden. Data yang diperoleh diolah dengan proses editing, scoring, entry,

Gambar

Gambar 1 Triple Bottom Lines
Gambar 3  Kerangka pemikiran dari persepsi terhadap efektivitas program
Tabel 3  Karakter ekologi Desa Permisan
Tabel 6 Jenis dan jumlah mata pencaharian penduduk Desa Permisan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 angka 30 yang dikatakan dengan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk

Bahkan menurut Anderson (Dovidio et al, 2002) mayoritas orang kulit hitam di Amerika dewasa ini memiliki ketidakpercayaan yang sangat besar terhadap polisi dan

Itu luahan salah seorang dari peserta Taobao 101 yang pernah saya anjurkan. Tak dapat dinafikan, rata-rata peserta cuba untuk dapatkan barang terus dari China kerana mahu

Pada penelitian ini, bagian pertama dari tes GK ini digantikan dengan menerapkan denoising wavelet pada sinyal CTD sebelum masuk ke dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesesuaian kompensasi terhadap kecurangan (fraud), untuk mengetahui pengaruh keefektifan sistem pengendalian

2011 Rehabilitation of Polyarticular Juvenile Idiophatic Arthritis – Oral presentation PIT PERDOSRI Presentasi oral 2011 2012 Rehabilitation of Polyarticular Juvenile Idiophatic

Sistem akan menentukan prioritas warna busana yang tepat untuk jenis kulit tertentu berdasarkan kombinasi dari beberapa warna pakaian.. Proses pengujian dilakukan

1) Trauma kepala atau peningkatan tekanan intrakranial. 2) Fungsi pernapasan yang menurun. Buprenorfina, seperti opioida lain, harus digunakan dengan hati-hati pada pasien