• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENYIMPANAN SUHU RENDAH UNTUK MEMPERTAHANKAN

MUTU DAUN POHPOHAN (

Pilea melastomoides

(Poir.) Wedd.)

ROSMA ZUMANTINI WARDHANI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides

(Poir.) Wedd.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Rosma Zumantini Wardhani

(4)

ABSTRAK

ROSMA ZUMANTINI WARDHANI. Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.). Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO.

Daun pohpohan merupakan sayuran daun yang biasanya digunakan sebagai lalapan. Pohpohan adalah sayuran daun yang mudah rusak. Penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kesegaran daun pohpohan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan mutu daun pohpohan yang disimpan pada suhu rendah. Suhu penyimpanan yang digunakan adalah suhu 5°C, 15°C, dan suhu ruang. Parameter yang dianalisis adalah laju respirasi, susut bobot, kadar air, warna, uji tarik, vitamin C, uji TPC, dan uji TPT. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah mampu menekan laju respirasi, mengurangi susut bobot, mempertahankan kadar air daun, mampu memperlambat peningkatan kecerahan daun, meningkatkan total padatan terlarut, uji tarik, dan mampu mengurangi penurunan kadar vitamin C, serta dapat mengurangi jumlah koloni mikroba sampai hari ke-6 penyimpanan. Suhu penyimpanan 5°C menunjukkan penurunan kualitas yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan suhu lainnya.

Kata kunci: kualitas, pohpohan, penyimpanan, suhu rendah

ABSTRACT

ROSMA ZUMANTINI WARDHANI. Low Temperature Storage to Maintain

Quality of “Pohpohan” Leaf (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.). Supervised by

Y ARIS PURWANTO.

“Pohpohan” leaf is one of leafy vegetables generally used for salads.

“Pohpohan” is leafy vegetable belonging to easily damaged. Cold storage is one

of the methods to maintain the freshness of “Pohpohan” leaf. The objective of this research was to analyze the quality change of cold stored “Pohpohan” leaf. The storing temperatures were 5°C, 15°C, and room temperature. Respiration rate, weight loss, moisture content, colour, tensile test, vitamin C test, TPC, and total soluble solids of all samples were measured during storage period. The result showed that cold storage could hold down the respiration rate, reduce the weight loss, maintaining the moisture content of the leaves, delay the leaves brightening, increase the total soluble solid, reduce the decrease of vitamin C content, and also reduce the content of microbes until the 6th day of storage. Storage temperature 5°C shows decrease in lower quality compared to the other temperature treatments.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

PENYIMPANAN SUHU RENDAH UNTUK MEMPERTAHANKAN

MUTU DAUN POHPOHAN (

Pilea melastomoides

(Poir.) Wedd.)

ROSMA ZUMANTINI WARDHANI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)

Nama : Rosma Zumantini Wardhani NIM : F14100043

Disetujui oleh

Dr Ir Y Aris Purwanto, M. Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M Eng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah Penyimpanan Suhu Rendah untuk Mempertahankan Mutu Daun Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Maret sampai Juni 2014.

Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Dadan Rusman Wardana dan Ibu Encum Sumiati, adik tercinta Naufal Zaidan Wardhana dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

2. Dr Ir Y Aris Purwanto, M Sc selaku pembimbing terima kasih atas saran, arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi. 3. Dr Ir Lilik Pujantoro, M Agr dan Dr Muhamad Yulianto, ST MT selaku

penguji terima kasih atas saran dan kritik bagi penulis.

4. Seluruh staf pengajar Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor atas semua pengetahuan yang telah diberikan.

5. Bapak Sulyaden dan Mas Abas beserta staf laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, yang telah membantu selama pengumpulan data.

6. Sahabat-sahabat tersayang Erlin CRA, Aulia M, Fika R, Dian A, Nariratri K, Dita P, Oldga AD, Febri AGS, Rizki AP, Dhanny A, Buddy H, Eki A, M. Fachri H, Imam FI, Rifqi HS, Aulya A, Candra VA, A. Rozi, Ryan AP, Deny S, Herwin W, Haga P, Dhikotama A, dan Chandra HM atas segala dukungan, semangat dan kasih sayangnya.

7. Teman satu bimbingan Muhammad Aji Wibisono, Fitri Widiyawati, dan Puri Sahanaya terima kasih atas bantuan selama penelitian berlangsung.

8. Teman-teman di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 47, terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangatnya bagi penulis. 9. Kakak-kakak S2: Kak Ayung, Bang Waqif, dan Kak Khania terima kasih atas

motivasi dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

10. Terima kasih kepada seluruh pihak yang pernah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pohpohan (Pilea melastomiodes (Poir.) Wedd.) 2

Penyimpanan Suhu Rendah 3

Parameter Mutu Sayuran Daun 4

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan 4

Alat 5

Prosedur Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Warna 8

KadarAir 10

Uji Tarik Daun 11

Laju Respirasi 12

Uji Total Mikroba 14

Susut Bobot 15

Total Padatan Terlarut 15

Analisis Vitamin C 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

(10)

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

RIWAYAT HIDUP 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Koloni Mikroba pada Daun Pohpohan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) 3

2 Diagram Hunter 6

3 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai L daun pohpohan 9 4 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai a daun pohpohan 9 5 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Nilai b daun pohpohan 10 6 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) dengan Kadar Air (%) Daun

Pohpohan 11

7 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Beban Tarik Daun

Pohpohan dengan Posisi Memanjang 12

8 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Beban Tarik Daun

Pohpohan dengan Posisi Melebar 12

9 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Laju Produksi CO2

(ml/kg.jam) Daun Pohpohan 13

10 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Laju Konsumsi O2

(ml/kg.jam) Daun Pohpohan 14

11 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Susut Bobot (%)

Pohpohan 15

12 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap TPT (oBrix) Daun

Pohpohan 16

13 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Vitamin C (%)

Daun Pohpohan 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 20

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran merupakan bahan pangan yang penting untuk memperoleh suatu keseimbangan konsumsi makanan, karena kandungan zat gizinya seperti pro-vitamin A dan pro-vitamin C, sumber kalsium dan zat besi, sedikit kalori, serta sumber serat pangan dan antioksidan alami (Muchtadi 2000). Salah satu sayuran yang tumbuh subur di Indonesia adalah pohpohan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya Jawa Barat dalam keadaan segar sebagai lalapan. Kandungan vitamin, mineral, dan serat pada sayuran segar khususnya daun pohpohan lebih besar dibandingkan dengan sayuran yang sudah dimasak. Sayuran segar merupakan tanaman atau bagian tanaman yang dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai makanan pelengkap atau sekadar pembangkit selera.

Di negara-negara Eropa dan Amerika, sayuran segar sering dikonsumsi dalam bentuk salad. Di Indonesia, masyarakat juga sering mengonsumsi sayuran segar tanpa proses pengolahan yang dikenal sebagai lalapan seperti selada, kol, pohpohan, kemangi, dan mentimun. Sayuran mentah memiliki potensi terkontaminasi mikroba termasuk juga mikroba patogen pada manusia (James 2006). Hal ini dapat terjadi karena perlakuan sayuran segar yang kurang baik saat di tingkat petani sampai pedagang sehingga sering terjadi kontaminasi saat pemanenan, pengangkutan, atau pemasaran.

Penanganan pascapanen yang baik akan mempengaruhi mutu dan kesegaran pada sayuran. Mutu sayuran yang baik dapat terlihat dari kesegarannya. Tingkat kesegaran pada sayuran tergantung kondisi sayuran dan bagaimana cara penanganannya. Salah satu teknologi yang digunakan untuk menjaga kesegaran sayuran adalah dengan menggunakan penyimpanan suhu rendah. Teknik penyimpanan dingin buah-buahan dan sayuran yang telah dikenal seperti

hydrocooling, vacuum cooling, room cooling, package icing, dan forced-air cooling (Utama 2002). Contoh penelitian yang menggunakan teknologi penyimpanan dingin yakni pada penelitian Awanis (2013) yang menggunakan sistem penyimpanan dingin hydrocooling untuk mempertahankan kesegaran sawi hijau. Selain itu Fatima (2013) menggunakan sistem penyimpanan dingin package icing untuk distribusi sawi hijau.

Kebutuhan suhu untuk penyimpanan dingin produk holtikultura bervariasi menurut jenisnya (Usman 2010). Sehingga perlu diketahui berapa suhu optimum untuk penyimpanan suhu rendah pada komoditas pohpohan agar tidak menyebabkan chilling injury.

Perumusan Masalah

(14)

2

Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) segar diikat per 150 gram. (2) Pohpohan yang telah diikat kemudian disimpan dalam tiga variasi suhu yakni suhu 5°C, suhu 15°C, suhu ruang (27-30°C). (3) Kualitas yang akan dianalisis adalah laju respirasi, susut bobot, kadar air, warna, uji tarik, vitamin C, uji total mikroba, dan uji TPT.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyimpanan suhu rendah terhadap perubahan mutu daun pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.) dan menentukan suhu penyimpanan yang optimum untuk mempertahankan mutu daun pohpohan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui suhu yang paling optimum dari penyimpanan daun pohpohan serta pengaruh suhu penyimpanan terhadap kualitas daun pohpohan segar. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi petani dan juga penjual pohpohan untuk dapat mempertahankan kualitas dan kesegaran daun pohpohan.

Ruang Lingkup Penelitian

Pohpohan segar yang disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 5°C, suhu 15°C, suhu ruang, dievaluasi berdasarkan warna, kadar air, uji tarik, laju respirasi, uji total mikroba, susut bobot, TPT, dan uji vitamin C.

TINJAUAN PUSTAKA

Pohpohan (Pileamelastomiodes (Poir.) Wedd.)

Tumbuhan pohpohan merupakan anggota famili Urticaceae, ordo Rosales, kelas Magnoliopsida, divisi Magnoliophyta, dan kingdom Plantae merupakan salah satu sayuran hijau yang cukup dikenal sebagai sayuran untuk lalapan. Di Jawa Barat, pohpohan umum ditemukan di pasar-pasar lokal hingga di supermarket. Pohpohan atau Pilea melastomoides (Poir.) Wedd. atau Pilea trinervia (Roxb.) Wight memiliki distribusi dari India dan Sri Lanka sampai Taiwan, Jepang, Filipina, dan Indonesia (Siahaan 2010).

(15)

3 bulat telur (oval) atau lebar memanjang, permukaan atas daun berbulu halus, serta mempunyai urat sejajar yang sangat jelas. Pohpohan memiliki bunga dengan warna putih kekuningan yang berkedudukan di buku batang. Aroma daunnya khas seperti aroma mint yang kuat dan segar serta berbau harum menjadikan pohpohan sebagai salah satu sayuran favorit untuk lalapan. Banyak restoran-restoran yang menyediakan daun pohpohan sebagai salah satu lalapan, oleh sebab itu pohpohan termasuk salah satu jenis sayuran indigenous yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia (Handayani 2007).

Pohpohan tumbuh liar di Indonesia pada ketinggian 500−2500m, di daerah yang lembab dan agak gelap seperti hutan, perbatasan hutan, jurang, dan pinggiran perairan. Pohpohan dapat diperbanyak dengan stek, cabang-cabang lateral yang berakar, atau dengan benih (Mahyar 1994). Berdasarkan hasil penelitian Desminarti (2001) menunjukkan bahwa daun pohpohan mengandung senyawa asam askorbat, fenol, α-tokoferol, dan β-karoten yang dapat berperan sebagai antioksidan. Bagian daun pohpohan yang digunakan sebagai lalapan biasanya adalah daun muda sehingga diduga bagian tersebut memiliki aktivitas antioksidan paling besar.

Gambar 1 Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)

Penyimpanan Suhu Rendah

Penyimpanan pada suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas mutu produk pertanian segar. Permasalahan yang sering dihadapi untuk mempertahankan kualitas produk pertanian segar dengan cara pendinginan ini adalah kepekaan produk pertanian tersebut terhadap perlakuan suhu rendah sangat bervariasi. (Purwanto et al 2010).

(16)

4

kebutuhan kelembaban relatif sama untuk semua jenis produk hortikultura, yaitu kelembaban relatif yang tinggi dengan kisaran 85 – 95%. Hanya sebagian kecil produk hortikultura yang memerlukan kelembaban relatif lebih rendah, sekitar 60

– 70% (Ahmad 2013).

Daya tahan simpan sayuran yang disimpan dengan pendinginan berkisar antara beberapa hari sampai beberapa minggu tergantung jenis sayuran tersebut. Syarat-sayarat yang harus diperhatikan dalam pendinginan adalah: pendinginan pendahuluan, pembersihan; pembuangan bagian-bagian yang tidak dikehendaki;

grading dan sortasi; serta pengemasan, pemilihan suhu penyimpanan, dan suhu ruang penyimpanan harus dipertahankan konstan (Tjahjadi 2011).

Parameter Mutu Sayuran Daun

Mutu menjadi sangat penting untuk dapat mencitrakan produk sayuran tersebut seperti diinginkan oleh konsumen. Mutu dari produk yang akan dijual sangat tergantung pada kondisi produk tersebut saat penerimaan dan pengelolaan pascapanennya di pusat-pusat penjualan. Parameter warna, kesegaran dan aroma serta pemajangan yang menarik sering dijadikan indiktor kelayakan produk tersebut untuk dibeli oleh konsumen (Awanis 2013).

Pada sayuran warna akan menentukan minat konsumen dalam membeli sayuran tersebut, sehingga perubahan warna perlu dilakukan guna mengetahui penurunan mutu pada daun pohpohan. Kadar air diukur untuk mengetahui perubahan kesegaran pada sayuran yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan air dalam produk yang dapat menyebabkan sayuran menjadi layu. Uji tarik daun dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayuan daun pohpohan.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanaian Bogor pada April hingga Juni 2014.

Bahan

(17)

5 Alat

Peralatan yang digunakan terdiri dari lemari pendingin, termometer, timbangan digital, tray, stoples (chamber), gelas ukur (25ml dan 250ml), buret, pipet, saringan, cawan, chromameter minolta tipe CR-400, Universal Testing Machine, refractometer merk Atago tipe PR-210, blender, cosmotector, oven, dan desikator.

Prosedur Penelitian

Persiapan bahan

Bahan yang digunakan adalah pohpohan segar yang dipanen langsung dari kebun pohpohan di daerah Tenjolaya Bogor. Pohpohan yang dipanen bebas penyakit atau tidak rusak, dilakukan pagi hari selama dua jam dilanjutkan dengan sortasi di kebun. Pengangkutan pohpohan dari kebun ke Dramaga dilakukan selama satu jam. Setelah pengangkutan, pohpohan disortasi dan trimming

kembali.

Pohpohan disortasi dan dibersihkan dari segala kotoran yang ada, seperti daun rusak dan kotoran yang menempel pada pohpohan. Hal ini dilakukan agar mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba yang terdapat pada daun pohpohan.

Kondisi penyimpanan dingin

Lemari pendingin yang akan digunakan untuk penyimpanan diatur suhu dan kelembabannya. Suhu yang akan digunakan untuk penyimpanan di lemari pendingin yaitu 5°C (T5) dengan kelembaban sebesar 85-95%, 15°C (T15) dengan kelembaban sebesar 85-95%, dan suhu ruang (TR) dengan kelembaban sebesar 85-95%. Pohpohan ditimbang kemudian diikat dengan berat 150 gram per ikat.

Bahan yang telah dikemas selanjutnya akan disimpan ke dalam lemari pendingin yang bersuhu 5°C dan 15°C, serta suhu ruang (27-30°C) kemudian disusun agar mempermudah pengeluaran bahan apabila akan dianalisis. Bahan disimpan sesuai dengan perlakuan yang telah diberikan. Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pengukuran parameter mutu

Parameter mutu yang diukur adalah: 1. Warna

Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat

(18)

6

produk semakin mendekati kebusukan. Nilai a juga menunjukkan perubahan warna hijau pada daun. Artinya, semakin berkurang nilai a pada daun yang diukur, semakin pudar warna hijau pada daun dan cenderung menuju ke hitam seperti yang ditunjukkan diagram Hunter pada Gambar 3. Nilai b positif berkisar antara 0 sampai +70 yang menyatakan intensitas warna kuning sedangkan nilai b negatif yang menyatakan intensitas warna biru berkisar antara 0 sampai -80.

Gambar 2 Diameter Hunter 2. Kadar air

Pengukuran kadar air dengan metode Oven. Bahan ditimbang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulang setiap satu jam sampai didapat bobot tetap. Kadar air dihitung dengan rumus (AOAC 2005) :

Kadar air % = Berat awal − Berat akhirBerat awal × %

3. Uji tarik daun

Alat yang digunakan yaitu Universal Testing Machine dengan beban maksimal 0.25kN dan kecepatan tarik 20mm/menit dengan ukuran daun pohpohan yang ditarik adalah (4x10)cm untuk posisi memanjang dan (7x3.5)cm untuk posisi melebar. Uji tarik ini dilakukan pada setiap hari selama pengamatan. Setiap pengujian digunakan 3 buah sampel daun per perlakuan.

4. Laju respirasi

Pengukuran laju respirasi selama penyimpanan dilakukan 2 jam sekali setiap hari selama 6 jam. Dua buah selang dihubungkan dengan alat pengukur

cosmotector dan dimasukan dalam chamber untuk melewatkan gas CO2 dan O2. Pada alat akan terbaca persen gas CO2 dan O2 (ml/kg.jam) selama respirasi pada ruang tertutup diukur dengan persamaan Kays (1991) yaitu :

(19)

7 Dimana R adalah laju respirasi (ml/kg.jam), V adalah volume bebas ruang (ml), W adalah berat segar produk (kg), t adalah waktu (jam), dan x adalah konsentrasi gas CO2 dan O2 (%).

5. Uji total mikroba (Jenie dan Fardiaz 1989)

Metode yang digunakan yaitu metode hitungan cawan (Total Plate Count

(TPC) atau angka lempeng total (ALT)). Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditambahkan pada medium agar atau PCA (plate count agar) maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Secara garis besar metode cawan terdiri dari tahap pengenceran contoh, pemupukan contoh pada cawan, penumbuhan (inkubasi) pada suhu yang sesuai, perhitungan koloni yang tumbuh pada cawan, dan penentuan jumlah mikroba (ALT). Analisis total mikroba yang pemupukannya dilakukan dengan menggunakan metode tuang (pour plate) dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis jumlah bakteri dilaporkan dengan metode Standar Plate Count (SPC) dengan rumus sebagai berikut:

N= Jumlah Koloni pada Cawan[ 1 ×n

1 + 0.1 × n2 ]×d

Dimana N adalah jumlah koloni (ml/gram), n1 adalah jumlah cawan pada pengenceran pertama, n2 adalah jumlah cawan pada pengenceran kedua, dan d adalah pengenceran pada cawan pertama.

6. Susut bobot

Pengukuran susut bobot dapat dilakukan dengan cara menimbang berat bahan sebelum dan sesudah penyimpanan. Kemudian dilakukan perhitungan sebagai berikut :

Susut Bobot (%) = XX-Y × 100%

Dimana X adalah berat bahan sebelum penyimpanan dan Y berat bahan sesudah penyimpanan.

7. Total padatan terlarut

Total padatan terlarut ditentukan dengan menggunakan Refractometer

dimana bahan dihaluskan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk atau diblender, kemudian diambil sarinya sebagai sampel pengujian. Selanjutnya sampel diletakkan di atas objek gelas yang terdapat pada Refractometer Atago PR-210 sehingga total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display

skala pembacaan dalam satuan oBrix. 8. Uji vitamin C (Sudarmadji et al 1984)

(20)

8

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250ml, kemudian dititrasi dengan larutan iodin 0.01N. Sebelum dititrasi ditambahkan 2 tetes indikator amilum pada filtrase tersebut. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna yang stabil (ditandai dengan terbentuknya warna biru keunguan). Perhitungan vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu pada setiap 1ml 0.01N iod ekuivalen dengan 0.88mg asam askorbat, dengan rumus sebagai berikut :

mg/100 g bahan Vitamin C= ml Iod ×0.88 ×Fpberat bahan (g)×

Dimana: FP = Faktor Pengencer

HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna

Nilai L

Hasil pengukuran nilai L daun pohpohan selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 3 dimana nilai L daun pohpohan pada perlakuan penyimpanan suhu rendah cenderung menurun. Hal ini menunjukkan kecerahan pada warna hijau menurun seiring lamanya penyimpanan. Pada hari pertama daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C mengalami kenaikan nilai yang menandakan bahwa kecerahan pada warna daun meningkat sedangkan nilai daun pohpohan yang disimpan pada suhu 15°C menurun dan kemudian meningkat dihari ke-2 penyimpanan. Hal ini dapat disebabkan bagian sampel daun yang digunakan masih berumur muda dan masih mengalami proses penuaan, sehingga mengakibatkan kecerahan warna daun meningkat.

(21)

9

Gambar 3 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai L daun pohpohan

Nilai a

Gambar 4 menunjukkan nilai a daun pohpohan dimana nilai a merupakan perubahan warna hijau pada daun. Peningkatan nilai a terjadi pada penyimpanan suhu 5°C dan 15°C, sedangkan pada penyimpanan suhu ruang nilai a mengalami penurunan. Meningkatnya nilai a pada daun pohpohan menandakan bahwa warna hijau daun semakin memudar dan cenderung menuju ke hitam. Hal ini terlihat pada Gambar 4 dimana nilai a daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C dan 15°C cenderung naik. Sedangkan warna hijau daun pada penyimpanan suhu ruang mengalami penurunan nilai yang menandakan bahwa warna hijau daun pohpohan semakin meningkat. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan cahaya yang diserap daun pohpohan selama penyimpanan. Selain itu suhu penyimpanan juga dapat mempengaruhi nilai a daun pohpohan dimana semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi pada daun pohpohan akan semakin meningkat pula dan menyebabkan perubahan nilai a pada daun pohpohan.

Gambar 4 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai a daun pohpohan

(22)

10 Nilai b

Hasil pengukuran nilai b daun pohpohan ditampilkan pada Gambar 5. Peningkatan nilai b yang paling tajam ditunjukkan oleh penyimpanan pada suhu ruang yang menunjukkan bahwa daun pohpohan semakin menguning. Hal ini karena daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang tingkat kecerahan daunnya lebih tinggi dan perubahan warna hijaunya cenderung menurun sehingga daun yang disimpan pada suhu ruang cenderung menguning. Sedangkan peningkatan nilai b pada penyimpanan suhu 5°C dan 15°C terlihat menurun karena pada penyimpanan suhu rendah tingkat kecerahan daun pohpohan turun dan warna hijaunya meningkat sehingga perubahan warna daun cenderung menjadi gelap. Pada Gambar 5 perubahan warna daun yang disimpan pada suhu rendah dapat dinyatakan lebih mampu menjaga warna daun sehingga daun pohpohan tidak cepat menguning. Menurut Roiyana et al. (2011), semakin tinggi suhu penyimpanan, aktivitas enzim klorofilase semakin meningkat untuk mendegradasi senyawa klorofil menjadi warna kuning.

Gambar 5 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai b daun pohpohan

Kadar Air

Peningkatan susut bobot pada daun pohpohan sangat berkaitan dengan kehilangan air yang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi pada daun pohpohan. Semakin tinggi penurunan susut bobot, maka kadar air yang terkandung akan semakin berkurang pula. Gambar 6 menunjukkan bahwa selama penyimpanan kadar air daun pohpohan mengalami penurunan selama penyimpanan.

(23)

11 Lipton (1983), kecepatan kehilangan air tergantung dari struktur dan kondisi komoditas dari lingkungannya seperti suhu, kelembaban, aliran udara, dan kondisi tekanan atmosfir. Kehilangan air juga menyebabkan penurunan kualitas dari segi penampakan (menggulung dan mengeriting pada sayuran daun, pengerutan pada sayuran buah), tekstur (terjadi pengerasan), rasa dan aroma (kehilangan zat-zat yang bersifat volatil), dan penurunan nilai gizi (kehilangan vitamin A dan C). Kehilangan air juga dapat menyebabkan stres pada komoditas dan sebagai akibatnya, mempercepat proses penuaan (Ahmad 2013).

Gambar 6 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan kadar air (%) daun pohpohan

Uji Tarik

Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan beban tarik dapat dilihat pada Gambar 7 untuk posisi daun memanjang dan Gambar 8 untuk posisi daun melebar. Uji tarik daun pohpohan dapat dijadikan sebagai indikator kerenyahan pada daun. Menurut Toole et al (2000) kerenyahan daun dapat diketahui dari sifat

(24)

12

Gambar 7 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap beban tarik daun pohpohan dengan posisi memanjang

Nilai uji tarik daun pohpohan untuk posisi daun memanjang dan melebar pada penyimpanan suhu ruang dihari ke-2 cenderung menurun dibandingkan dengan nilai uji tarik daun pohpohan pada suhu penyimpanan 5°C dan 15°C yang mengalami kenaikan nilai. Penurunan ini terjadi seiring dengan menurunnya kadar air daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang pada penyimpanan hari ke-2 yang ditunjukkan oleh Gambar 6. Nilai tertinggi untuk penyimpanan suhu 5°C dan 15°C dengan posisi daun memanjang adalah pada hari ke-6 dan hari ke-2. Sedangkan nilai tertinggi untuk penyimpanan suhu 5°C dan 15°C dengan posisi daun melebar adalah pada hari ke-4 dan hari ke-3.

Gambar 8 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap beban tarik daun pohpohan dengan posisi melebar

Laju Respirasi

Selama penyimpanan daun pohpohan masih melakukan proses metabolisme seperti respirasi. Pohpohan melakukan respirasi dengan mengambil oksigen dan

(25)

13 mengeluarkan karbondioksida serta menghasilkan panas respirasi. Hasil pengukuran CO2 pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9 yang menunjukkan bahwa produksi CO2 pohpohan yang disimpan dalam suhu ruang lebih tinggi pada awal penyimpanan, namun kemudian mengalami penurunan pada penyimpanan dihari berikutnya. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Awanis (2013) dimana sawi yang disimpan pada suhu ruang mempunyai laju respirasi yang lebih tinggi daripada sawi yang disimpan pada suhu rendah. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan produk yang digunakan, selain itu luas daun pohpohan berbeda dengan daun sawi sehingga hal tersebut dapat menyebabkan perbedaan hasil pada laju produksi CO2.

Gambar 9 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan laju produksi CO2 (ml/kg.jam) daun pohpohan

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Pengaruh dari dalam meliputi tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami, dan jenis jaringan. Sedangkan faktor luar adalah suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbondioksida, dan kerusakan buah dan sayuran (Phan et al. 1986). Menurut Saltveit (2004), komoditas dengan laju respirasi lebih tinggi cenderung memiliki waktu penyimpanan lebih pendek dibandingkan komoditas dengan laju respirasi rendah. Pohpohan yang disimpan pada suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-3 sedangkan pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C dan 15°C bertahan sampai hari ke-12 dan hari ke-10.

(26)

14

Gambar 10 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan laju konsumsi O2 (ml/kg.jam) daun pohpohan

Berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 tersebut, penyimpanan dengan suhu 5°C merupakan perlakuan terbaik karena dapat menurunkan laju respirasi sehingga mampu mempertahankan masa simpannya. Penurunan suhu tersebut dapat menghambat reaksi kimiawi dan kegiatan enzim yang berpengaruh pada laju respirasinya. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) semua sayuran tergolong kedalam kelompok pola respirasi non-klimakterik yang ditandai dengan Gambar 10 dimana laju respirasi mengalami penurunan selama penyimpanan. Ryall dan Lipton (1983) menyatakan bahwa laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan sayuran sesudah dipanen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan pangan.

Uji Total Mikroba

Hasil uji total mikroba dapat dilihat pada Tabel 1 dimana jumlah koloni mikroba diawal penyimpanan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan jumlah koloni mikroba diakhir penyimpanan. Hal ini karena selama penyimpanan kadar aw dalam bahan semakin menurun sehingga tidak cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba. Jumlah koloni mikroba pada suhu ruang diakhir penyimpanan memiliki nilai paling besar dibandingkan dengan jumlah koloni mikroba pada akhir penyimpanan suhu rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah mempengaruhi jumlah koloni mikroba pada daun pohpohan. Lama penyimpanan daun pohpohan pada suhu ruang adalah 2 hari dan lama penyimpanan daun pohpohan pada suhu 5°C dan 15°C berturut-turut adalah 6 dan 4 hari. Menurut (2001), banyak faktor yang mempengaruhi jumlah total mikroba pada sayuran lalap diantaranya, yaitu: jumlah kontaminasi mikroba awal, jenis sayuran lalap, lingkungan tempat penanaman, perlakuan pada saat prapanen dan pascapanen, sistem pengangkutan, serta lingkungan tempat penjualan.

(27)

15

Susut Bobot

Gambar 11 menunjukkan hubungan lama penyimpanan (hari) dengan susut bobot (%) daun pohpohan segar dimana penurunan bobot daun pohpohan sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan, semakin lama waktu penyimpanan maka persentase susut bobot pohpohan segar semakin meningkat. Dibandingkan dengan daun pohpohan yang disimpan pada suhu rendah, daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan bobot yang paling tinggi. Hal ini berarti penyimpanan suhu dingin menghambat terjadinya penurunan bobot karena suhu dingin dapat menghambat proses respirasi dan mengurangi proses transpirasi yang terjadi pada daun pohpohan. Menurut Wills et al. (1981) susut bobot dapat diartikan sebagai penurunan bobot produk akibat kehilangan kandungan air pada produk. Kehilangan air pada bahan selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan tekstur yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas, sehingga mengakibatkan bahan menjadi layu dan dapat mengurangi tingkat penerimaan konsumen (Awanis 2013).

Gambar 11 Hubungan lama penyimpanan (hari) dengan susut bobot (%) daun pohpohan

Total Padatan Terlarut (TPT)

Salah satu perubahan kimia yang terjadi selama penyimpanan daun pohpohan adalah total padatan terlarut (TPT) yang dapat dilihat pada Gambar 12

0

Tabel 1 Jumlah Koloni Mikroba pada Daun Pohpohan Segar

Sampel

Lama penyimpanan

(hari)

Jumlah Koloni Mikroba (rata-rata koloni gram/ml) Awal Penyimpanan Akhir Penyimpanan

TR 2 5.8 × 106 2.1 × 106

T5 6 5.8 × 106 1.2 × 106

(28)

16

dimana nilai TPT mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kadar air daun dimana semakin berkurangnya kadar air pada daun pohpohan maka jumlah total padatan yang terlarut pada daun pohpohan akan semakin meningkat. Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa penurunan kadar air tertinggi terjadi pada daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang, hal tersebut berbanding lurus dengan kadar TPT daun pohpohan dimana pada Gambar 12 kadar TPT tertinggi yaitu daun pohpohan yang disimpan pada suhu ruang pula. Nilai total padatan terlarut dapat digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan, karena gula merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut (Santoso dan Purwoko 1995). Selain itu warna hijau daun (Gambar 4) juga dapat mempengaruhi kadar TPT daun pohpohan dimana semakin tinggi warna hijau maka semakin tinggi pula kadar TPT-nya. Menurut Kleinhenz et al. (2012), kadar TPT pada sayuran dapat dipengaruhi oleh pemilihan varietas, kematangan, metabolisme tanaman, dan kadar air. Selain itu komponen abiotik (kelembaban, kesuburan, cahaya dan suhu) juga mampu mempengaruhi kadar TPT.

Gambar 12 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap TPT (obrix) daun pohpohan

Analisis Vitamin C

Hubungan lama penyimpanan daun pohpohan terhadap kadar vitamin C (mg/100g) ditunjukkan pada Gambar 15, dimana tren kadar vitamin C selama penyimpanan rata-rata mengalami penurunan. Pada penyimpanan suhu ruang kadar vitamin C tertinggi terjadi pada saat penyimpanan awal dan kemudian mengalami penurunan. Pada hari pertama, kadar vitamin C daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C mengalami penurunan nilai namun kemudian dihari ke-2 nilai kadar vitamin C mengalami kenaikan nilai yang diikuti dengan penurunan nilai pada hari penyimpanan berikutnya hingga akhir masa penyimpanan. Sedangkan pada penyimpanan suhu 15°C nilai kadar vitamin C mengalami naik dan turun hingga hari ke-4 penyimpanan. Daun pohpohan yang disimpan pada suhu 5°C mengalami penurunan nilai dihari pertama dan untuk penyimpanan suhu

(29)

17 15°C yang mengalami peningkatan dan penurunan nilai hingga hari ke-4 penyimpanan. Jika dikaitkan dengan indeks nilai L daun pohpohan yang ditampilkan pada Gambar 5, ada kemungkinan kecerahan daun dapat mempengaruhi kadar vitamin C daun pohpohan. Dimana semakin cerah warna daun, kadar vitamin C daun akan berkurang. Selain itu tingkat ketuaan sampel yang digunakan juga dapat mempengaruhi kadar vitamin C daun pohpohan.

Gambar 13 Hubungan Lama Penyimpanan (hari) terhadap Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) Daun Pohpohan

Menurut Winarno (2008), vitamin C mudah terdegradasi, baik oleh temperatur, cahaya, maupun udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang. Proses kerusakan atau penurunan vitamin C ini disebut oksidasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian penyimpanan suhu rendah terhadap parameter yang diamati, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyimpanan suhu rendah mampu menekan laju respirasi, mengurangi susut bobot, mempertahankan kadar air daun, mampu memperlambat peningkatan kecerahan daun, meningkatkan total padatan terlarut, uji tarik, dan mampu mengurangi penurunan kadar vitamin C, serta dapat mengurangi jumlah koloni mikroba.

2. Meningkatnya persentase susut bobot akan diikuti dengan menurunnya kadar air daun, meningkatnya kadar TPT dan uji tarik daun pohpohan. 3. Pada penyimpanan suhu ruang kecerahan warna daun meningkat yang

diikuti dengan penurunan warna hijau daun serta perubahan warna menjadi kuning. Sedangkan untuk penyimpanan suhu rendah kecerahan warna daun menurun, warna hijau daun meningkat dan daun menjadi gelap.

(30)

18

4. Penyimpanan daun pohpohan segar pada suhu 5oC dan 15°C mampu mempertahankan kualitas daun pohpohan selama 6 dan 4 hari penyimpanan. Sedangkan penyimpanan daun pohpohan pada suhu ruang mengalami pembusukan setelah penyimpanan 2 hari.

Saran

Untuk memperpanjang umur simpan perlu dilakukan kajian mengenai pengaruh penggunaan kemasan terhadap mutu daun pohpohan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Moisture in plants. Di dalam : Horwitz W, Latimer GW Jr, editor. Official Methods of Analysis of AOAC International 18th Edition. Maryland (US): AOAC International. hlm 72-75.

Awanis. 2013. Kombinasi suhu air dan lama perendaman pada hydrocooling

untuk mempertahankan kesegaran sawi hijau (Brasicca juncea) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Desminarti S. 2001. Kajian serat pangan dan antioksidan alami beberapa jenis sayuran serta daya serap dan retensi antioksidan pada tikus percobaan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fatima GAY. 2013. Kajian penggunaan ice gel sebagai media dingin pada kemasan untuk distribusi sawi hijau (Brassica juncea L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Handayani D. 2007. Identifikasi karakter hortikultura beberapa sayuran indigenous [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

James J. 2006. Overview of Microbial Hazard in Fresh Fruit and Vegetables Operations. New Jersey (US): Jon Wiley & Sons, Inc., Publication.

Jenie BSL, Fardiaz S. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB.

Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York (US): An AVI Book.

Kleinhenz MD, Bumgarner NR. 2012. Using °brix as an indicator of vegetable quality: linking measured values to crop management. J Agricul Natur. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]; Tersedia pada: http://hcs.osu.edu/vpslab/ sites/drupal-hcs-vpslab.web/files/HYG_1651_12_0.pdf.

Mahyar UW. 1994. Pilea lindley. Di dalam: Siemonsma JS, Piluek K, editor.

Plant Resources of South-East Asia No. 8 Vegetables. Bogor (ID): Prosea. hlm 224-226.

(31)

19 Phan CT, Pantastico EB, Ogata K, Chanchin K. 1986. Fisiologi pascapanen: respirasi dan puncak respirasi. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta (ID): UGM Press. hlm 136-139.

Purwanto YA, Herdiana N, Sutrisni. 2010. Heat shock treatment untuk mengurangi gejala chilling injury produk pertanian segar yang disimpan pada suhu rendah. Di dalam: Seminar Nasional PERTETA, [Internet]. 2010 Juli 9-10. Purwokerto (ID): Universitas Soedirman. hlm 1-10; [diunduh 2014 Sep 10]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789 Institut Pertanian Bogor.

53841.

Roiyana M, Prihastanti E, Kasiyati. 2011. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan daun Stephania hernandifolia Walp. terhadap kualitas bahan baku cincau dan penerimaan konsumen. J Anatomi Fisio. 19(2):10-19.

Ryall AL, Lipton WA. 1983. Handling, Transportation, and Storage of Fruits and Vegetables. Westpoert (US): Avi Publishing Company Inc.

Saltveit ME. 2004. Respiratory metabolism. [Internet]. [diunduh 2014 Agt 14]; Tersedia pada: http://www.ba.ars. usda.gov/hb66/respiratoryMetab.pdf. Santoso BB, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman

Hortikultura. Bogor (ID): Indonesia Australia Eastern Universities Project. Siahaan ROI. 2010. Isolasi Salmonella sp. pada sayuran segar di wilayah Bogor

dan evaluasi pengaruh perlakuan pencucian dengan sanitaiser komersial [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tjahjadi C, Marta H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung (ID): UNPAD Pr.

Toole GA, Parker ML, Smith AC, Waldron KW. 2000. Mechanical properties of lettuce. J Materials Science. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]; Tersedia pada: http://link.springer.com/article/10.1023/A:1004809428967#page-2. Utama IMS. 2002. Pengelolaan pascapanen produk holtikultura. Di dalam:

Postharvest Handling Workshop, [internet]. 2002 Januari 21-25. Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi. hlm 7-14; [diunduh 2014 Agt 14]. Tersedia pada: http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2010 /10/PENGRLOLAAN-PASCAPANEN-PRODUK-HORTIKULTURA.pdf. Wills RH, TH Lee, D Graham, WB Mc Glasson, EG Hall. 1981. Postharvest : An

Introduction to The Physiology and Handling of Fruits and Vegetables.

Australia (AU): NSW Press.

(32)

20

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Perekaman data dan pengamatan

- Warna daun - Kadar air - Uji tarik daun - Laju respirasi - Uji total mikroba - Susut bobot

- Total padatan terlarut - Uji vitamin C

Persiapan bahan

Sortasidan Trimming

Penimbangan dan pengemasan bahan @150 gram

Penyimpanan bahan dalam suhu ruang (27-30 oC)

Penyimpanan bahan dalam lemari pendingin (15 oC, 5 oC)

Analisis hasil penelitian

Selesai

(33)

21

Lampiran 2 Bagan Alir TPC pada Metode Tuang (Pour Plate)

Penghancuran 10 gram sample

Pencelupan ke dalam larutan garam fisiologis Sterilisasi pada suhu 121 oC selama 15 menit

Hasil pengenceran sebanyak 1 ml dipindahkan ke dalam cawan petri Menuangkan PCA ke dalam cawan petri yang telah berisi sample hasil

pengenceran

Memutar cawan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan campuran PCA dan sampel

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rangkasbitung, Lebak pada tanggal 30 Oktober 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Dadan Rusman Wardana dan Encum Sumiati, dengan adik laki-laki bernama Naufal Zaidan Wardhana.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SDN 2 Malingping Utara

lulus pada tahun 2004, MTS Mathla’ul Anwar lulus pada tahun 2007, SMA

Negeri 1 Malingping lulus pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Gambar 1  Pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Wedd.)
Gambar 2  Diameter Hunter
Gambar 3 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai L daun pohpohan
Gambar 5 Hubungan lama penyimpanan (hari) terhadap nilai b daun pohpohan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan bagian-bagian ketimunan juga dilakukan oleh masyarakat lokal lainnya, diantaranya suku Kubu di Cagar Biosfer Bukit Duabelas Jambi menggunakan bagian

Pelaksanaan TabunganKu di Bank BTN KCP mayjen sungkono Surabaya mengandung arti tentang tata cara yang harus dilaksanakan atau dikerjakan yang sesuai dengan ketentuan yang

Cara-cara yang umumnya ditempuh perusahaan dalam menciptakan praktek yang sehat adalah penggunaan formulir bernomor urut tercetak, pemeriksaan mendadak (surprised

No revenue is to be reported. Because the franchisor fails to render substantial services to the franchisee as of December 31, 2008.. The down payment of P600,000 is recognized

Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah diperolehnya ketuntasan belajar (keterampilan proses dan hasil belajar) peserta didik, keterampilan proses strategi student

Menurut Terry (Hasibuan, 1984:3) manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan

baik, apabila menggunakan smartphone tersebut secara tepat. Smartphone merupakan salah satu kemajuan teknologi di bidang komunikasi di mana terdapat

Pada tahun 2015 ada 275 kelompok petani yang mengajukan proposal bantuan, kelompok petani yang telah mendapatkan bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan)