• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KIMIA DAN LAMA SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) DALAM PENYIMPANAN DINAMIS UDARA – CO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERUBAHAN KIMIA DAN LAMA SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) DALAM PENYIMPANAN DINAMIS UDARA – CO"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KIMIA DAN LAMA SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) DALAM PENYIMPANAN

DINAMIS UDARA – CO2

Oleh

Kris Aji Adirahmanto

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERUBAHAN KIMIA DAN LAMA SIMPAN BUAH SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW) DALAM PENYIMPANAN DINAMIS UDARA

CO2 Oleh

Kris Aji Adirahmanto

Salak (Salacca edulis REINW) merupakan buah tropis asli Indonesia. Salah satu varietas yang popular adalah salak pondoh. Peluang agribisnis salak podoh ini cukup menguntungkan, maka dari itu perlu penanganan khusus agar tidak mudah rusak dan memperlama umur simpan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan dan komposisi udara - CO2 terhadap

perubahan kimia dan umur simpan buah salak pada penyimpanan dinamis udara - CO2.

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, pada bulan Oktober sampai Desember 2011. Perlakuan dilakukan terhadap 4 stoples dengan debit gas CO2 dan udara yaitu, A (5:1) Nl/menit , B (10:1)

Nl/menit, C (5:2) Nl/menit, D (10:2) Nl/menit dan 2 perlakuan suhu yaitu, suhu ruang dan suhu dingin (10-12oC). Data hasil pengamatan yaitu, peehitungan laju respirasi, pengukuran total padatan terlarut (TPT) dan perhitungan tingkat keasaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) laju respirasi cenderung fluktuatif pada penyimpanan suhu dingin dibandingkan pada suhu ruang, (2) nilai TPT dari kedua perlakuan suhu tidak jauh berbeda, (3) nilai tingkat keasaman pada penyimpanan suhu dingin lebih kecil dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang, (4) Suhu penyimpanan buah dan komposisi udara – CO2 sangat

mempengaruhi lama simpan dan perubahan kimia

(3)
(4)
(5)

Saya adalah KRIS AJI ADIRAHMANTO NPM 0614071032

Dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah

hasil kerja saya sendiri berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang telah

saya dapatkan. Karya ilmiah ini tidak berisi material yang telah dipublikasikan

sebelumnya atau dengan kata lain bukan hasil plagiat karya orang lain.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila

dikemudian hari terdapat kecurangan dalam karya ini, saya siap

mempertanggungjawabkannya.

Bandar Lampung, 2013

Yang membuat pernyataan

(materai)

(6)
(7)

III. BAHAN DAN METODE ... 15

B. Perubahan Kimia Selama Penyimpanan ... 32

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi iklim yang tropis membuat Indonesia memiliki kekayaan melimpah,

khususnya buahan. Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis

buah-buahan sangat memungkinkan terjadi di Indonesia. Banyaknya jenis buah-buah-buahan

yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, salak menjadi salah satu produk

unggulan.

Salak (Salacca edulis) adalah salah satu buah tropis asli Indonesia. Buah ini

termasuk dalam keluarga Palmae dengan batang-batang tertutup oleh pelepah

daun yang tersusun sangat rapat dan juga buahnya bersisik coklat tersusun di

dalam tandan (tersekap diantara pelepah daun). Salak mempunyai rasa daging

yang kelat, asam, dan manis. Ada beberapa varietas salak yang sudah dikenal

sebagian masyarakat dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya

yaitu varietas salak pondoh.

Salak pondoh menjadi salah satu varietas yang populer diantara varietas salak

yang lain di Indonesia, maka dari itu buah salak pondoh ini memiliki peluang

agribisnis yang menguntungkan di masa mendatang sejalan dengan meningkatnya

(9)

Sebagai mana umumnya buah dan sayuran, salak masih melangsungkan proses

metabolisme setelah dipanen. Dalam berlangsungnya proses ini dikeluarkan CO2

dan air, serta mengkonsumsi O2 yang ada di sekitarnya. Kerusakan sangat mudah

dialami oleh buah salak ini. Berdasarkan faktor penyebabnya kerusakan buah

salak dapat disebabkan oleh kerusakan biologis, mikrobiologis, fisik, mekanis dan

kimiawi. Kerusakan mekanis seperti tersobek, luka dan memar diakibatkan cara

pengemasan produk yang kurang sempurna serta perlakuan dan cara penanganan

produk yang kurang baik. Kerusakan ini apabila terjadi merupakan awal dari

kerusakan-kerusakan seperti kimiawi dan mikrobiologis. Oleh karenanya teknik

penanganan dan penyimpanan yang baik sangat penting untuk memperpanjang

masa konsumsi buah salak.

Banyak upaya yang dilakukan untuk menekan laju kerusakan atau

memperpanjang lama simpan satu diantaranya, yaitu dengan menghambat proses

pematangan atau menekan laju respirasi. Salah satu caranya adalah dengan

teknologi penyimpanan dinamis udara - CO2. Penyimpanan dinamis udara – CO2

ini merupakan teknik penyimpanan, di mana komposisi udara dan gas CO2 murni

dikombinasikan agar dapat diperoleh komposisi yang tepat. Respirasi dapat

terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan tidak adanya

oksigen (respirasi anaerobik). Kecepatan kerusakan tergantung pada suhu

penyimpanan, konsentrasi O2 dan CO2 dalam udara penyimpanan. Penyimpanan

ini diharapkan akan membantu para petani salak yang akan mengirimkan

komoditinya ke daerah-daerah lain atau mengekspor ke luar negeri agar tidak

(10)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan dan

komposisi udara - CO2 terhadap laju respirasi, perubahan kimia yaitu, Total

Padatan Terlarut (TPT) dan Total Asam, dan umur simpan buah salak pada

penyimpanan dinamis udara - CO2 .

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penanganan

pascapanen buah salak. Penyimpanan dinamis udara - CO2 dilakukan untuk

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Salak

Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini

tumbuh subur di daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Palmae

yang diduga dari Pulau Jawa. Ternyata tidak hanya di Indonesia, salak juga dapat

tumbuh dan menyebar di Malaysia, Filipina, Brunei, dan Thailand (Widyastuti,

1996).

Tanaman salak ini tumbuh secara berumpun dan tinggi tanamannya dapat

mencapai 7 m, tetapi rata-rata yang tumbuh tidak lebih dari 4,5 m. Tanaman ini

merupakan tanaman berumah dua yang dapat menghasilkan bunga jantan terpisah

dengan tanaman yang menghasilkan bunga betina. Batang berduri hampir tidak

terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tumbuh rapat. Daun tersusun

berbentuk roset seperti pedang dengan panjang antara 2,5 – 7 m. Bunga jantan dan

bunga betina merupakan bunga majemuk yang masing-masing tersusun dalam

bunga tongkol. Buah tersusun dalam tandan yang masing-masing muncul dari

ketiak daunnya. Buah yang dihasilkan biasanya berbentuk bulat atau bulat telur

terbalik dengan bagian pangkal meruncing. Kulit buah salak ini mempunyai sisik

(12)

sampai hitam. Tiap buah salak terdiri dari 3 septa daging buah. Rasanya

bervariasi, ada yang manis, asam, sepat atau kombinasi dari ketiganya

(Widyastuti, 1996).

Tanaman salak dapat tumbuh hampir di seluruh daerah di Indonesia. Akan tetapi,

untuk dapat tumbuh dengan produktif tanaman ini membutuhkan lingkungan yang

ideal. Ketinggian tempat yang diinginkan berkisar antara 1 – 400 m di atas

permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 200 – 400 mm /bulan. Suhu udara

harian daerah antara 20o– 30oC dan terkena sinar matahari antara 50 – 70%

menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhannya. Jenis tanah yang ideal adalah

tanah yang gembur, mengandung bahan organik, dengan air tanah yang dangkal,

dan mampu menyimpan air tetapi tidak mudah tergenang (Widyastuti, 1996).

Salak yang sudah mencapai umur 6 – 7 bulan umumnya sudah dapat dipanen

sejak hari penyerbukan. Buah yang dipetik pada umur tersebut sudah masak,

rasanya manis, beraroma salak dan masir. Cara pemanenan buah salak biasanya

dilakukan dengan memotong tangkai tandannya menggunakan sabit. Buah salak

dalam satu tandan memiliki kematangan yang tidak seragam, maka dari itu

dilakukan petik pilih dari tandannya (Mandiri, 2010).

Buah salak yang sudah matang ditandai dengan sisik yang jarang, warna kulit

buah merah kehitaman atau kuning tua dan bulu-bulunya telah hilang. Ujung kulit

buah (bagian buah yang meruncing) bila ditekan terasa lunak, warnanya

(13)

Kandungan gizi dari salak pondoh tiap 100 gram adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Salak Pondoh Per 100 gram Buah.

No Kandungan Gizi Proporsi

1 Kalori (kal) 77

Tiap jenis salak yang ada di Indonesia memiliki keunggulan-keunggulan tertentu.

Salah satu varietas salak yaitu salak Pondoh. Salak Pondoh (Salacca edulis

REINW) memiliki keunggulan dari segi rasa yang manis dan tidak sepat saat

masih muda. Menurut Hartanto dkk (2000), kandungan terbanyak yang ada dalam

buah salak pada kondisi segar adalah sukrosa, kemudian diikuti glukosa dan

fruktosa. Salak memiliki aktivitas antioksidan salah satu yang tertinggi dari jenis

buah tropis yang lain, bahkan lebih tinggi dari manggis, alpukat, jeruk, pepaya,

mangga, kiwi, pomelo, lemon, nenas, apel, rambutan, pisang, melon dan

semangka (Aralas dkk, 2009).

B.Fisiologi Pasca Panen

Buah salak yang telah dipanen masih akan mengalami proses kehidupan

selanjutnya, yaitu proses respirasi serta proses metabolisme lainnya. Proses

(14)

untuk mengangkut metabolit ke seluruh jaringan dan mempertahankan

permeabilitas membran (Wills dkk, 1981).

Reaksi metabolisme akan mengakibatkan perubahan mutu, penampakan dan

kondisi buah. Perubahan tersebut disebabkan terjadinya penguapan air, konversi

enzimatis menjadi gula, pembentukan atau pelepasan flavor, konversi enzimatis

senyawa paktin, sintesa atau degradasi pigmen, kerusakan vitamin dan lainnya

(Pantastico, 1989).

Respirasi merupakan proses yang terpenting dalam proses metabolik. Proses

tersebut meliputi perombakan substrat organik. Daya tahan dari buah-buahan dan

sayur dapat ditentukan melalui laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi, maka

akan memperpendek umur simpan buah-buahan dan sayur (Pantastico, 1989).

C.Respirasi

Setiap makhluk hidup pasti melakukan respirasi untuk mempertahankan

hidupnya, tidak terkecuali pada buah dan sayuran. Respirasi adalah

pembongkaran secara oksidatif dari material-material yang lebih kompleks di

dalam seperti pati, gula dan asam-asam organik menjadi molekul-molekul yang

lebih sederhana seperti karbon dioksida dan air, bersama-sama dengan produksi

energi dan molekul-molekul lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintesis

(Hartanto, 2002).

Prinsip respirasi pada produk setelah dipanen adalah produksi CO2, H2O dan

energi dengan mengambil O2 dari lingkungan. Proses respirasi ada dua yaitu

(15)

oksigen, sedangkan anaerobik tidak membutuhkan oksigen untuk menguraikan

karbohidrat menjadi H2O dan CO2. Selama aktivitas respirasi berjalan, maka

produk akan mengalami proses pematangan dan kemudian diikuti dengan cepat

oleh proses pembusukan. Menurut Pantastico (1989), konsentrasi O2 yang rendah

mempunyai pengaruh terhadap laju respirasi dan oksidasi subtrat menurun,

pematangan yang tertunda, dan sebagai akibatnya umur komoditi menjadi lebih

panjang, perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4 rendah, laju pembentukan

asam askorbat berkurang, perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah, laju

degradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara normal.

Kerusakan pada buah-buahan dan sayuran mudah terjadi pada saat setelah

dipanen, disebabkan karena terjadi kegiatan metabolik. Salah satu proses

metabolik adalah respirasi. Semakin tinggi laju respirasi, maka semakin pendek

umur simpan dari suatu produk pertanian. Kecepatan respirasi pada buah adalah

indikator bagi aktivitas metabolik jaringan. Oleh karena itu respirasi dapat

digunakan sebagai petunjuk terhadap potensi umur simpan buah. Menurut

Pantastico (1989) kecepatan respirasi yang tinggi umumnya berhubungan dengan

umur simpan yang pendek. Bila kecepatan laju respirasi buah diukur selama

periode perkembangan, pematangan, pamasakan dan pelayuan, maka akan

diperoleh pola respirasi yang khas. Kecepatan respirasi yang tinggi pada buah

yang belum matang dan selanjutnya akan menurun sesuai dengan umurnya.

Pada umumnya penurunan temperatur diatas suhu 12oC sangat efektif untuk

memperpanjang daya simpan (shelf life). Suhu rendah memperlambat aktivitas

fisiologis dari produk-produk, dan juga memperlambat aktivitas mikroorganisme

(16)

tersebut dapat dibuktikan secara dramatik dengan menaikkan kandungan air

dalam biji-bijian sampai melebihi 15%, yang mengakibatkan kenaikan aktivitas

metabolisme dengan tiba-tiba (Pantastico, 1989).

D.Penyimpanan

Buah salak merupakan buah yang mudah mengalami kerusakan, maka dari itu

perlu penanganan khusus untuk mempertahankan kondisi salak agar tidak mudah

rusak. Ada beberapa metode penyimpanan yang dapat memperpanjang umur

simpan adalah sebagai berikut:

1. Pendinginan

Penyimpanan yang dilakukan pada suhu rendah menurut pengalaman dapat

memperpanjang daya simpan bahan pangan. Penggunaan suhu rendah sering

diartikan sebagai usaha penyimpanan dan bukan sebagai suatu usaha untuk

mengawetkan bahan pangan (Rachmawan, 2001).

Buah dan sayur-sayuran setelah dipanen masih mengalami proses respirasi hingga

membusuk. Perlu suhu optimum dalam berlangsungnya respirasi tersebut, yaitu

suhu dimana proses metabolisme berlangsung secara sempurna. Metabolisme

akan berjalan tidak sempurna apabila suhu lebih tinggi ataupun lebih rendah dari

suhu optimum. Proses metabolisme akan berkurang setengahnya setiap penurunan

8oC pada suhu penyimpanan (Santoso, 2006).

Beberapa produk hasil pertanian tertentu perlu mendapat perhatian khusus dalam

(17)

kerusakan akibat proses pendinginan (Chilling injuries) dan proses pembekuan

(Freezing injuries). Chilling injuries terjadi pada produk yang disimpan diatas

suhu beku dan diantara 5 – 15oC tergantung sensitivitas komoditi. Freezing

injuries terjadi produk yang disimpan dibawah titik bekunya (Santoso, 2006).

2. Penyimpanan Atmosfer Terkendali dan Atmosfer Termodifikasi

Penyimpanan dalam atmosfer termodifikasi merupakan suatu teknik yang penting

untuk memperpanjang umur buah dan sayuran segar. Metode dengan cara ini

komposisi gas di lingkungan produk dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan

produk. Modifikasi ini terjadi akibat proses respirasi yang berlangsung secara

alamiah sehingga akan mengurangi konsentrasi O2 dan meningkatkan konsentrasi

CO2 , dan pertukaran gas terjadi melalui pembatas kemasan yang bersifat semi

permeabel.

Komposisi udara kering tersusun atas campuran sekitar 78% Nitrogen, 21%

Oksigen dan 0,03% Karbon dioksida, Argon dan gas-gas minor lain sekitar 1%.

Udara lembab terdiri atas campuran uap air dan udara kering. Jumlah uap air

dalam udara dapat bervariasi dari nol hingga maksimum tergantung pada suhu dan

tekanan (Hartanto, 2002).

Permeabilitas yang rendah akan mengurangi penguapan buah atau sayur dan

memodifikasi konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan. Konsentrasi O2 yang

rendah serta meningkatnya konsetrasi CO2 menurunkan respirasi, ripening dan

penuaan. Pada buah-buahan yang termasuk jenis buah klimakterik, CO2 akan

(18)

tersebut. Penggunaan atmosfer termodifikasi untuk penyimpanan buah akan

memperpanjang umur dan menunda kerusakan pasca panen buah tersebut

(Pantastico, 1989).

Metode peyimpanan dinamis udara – CO2 merupakan istilah baru dalam metode

penyimpanan yang sudah ada sebelumnya. Metode ini merupakan perpaduan

antara penyimpanan atmosfer termodifikasi dan penyimpanan atmosfer terkendali.

Persamaan dari kedua metode tersebut dengan penyimpanan dinamis udara – CO2

adalah menggunakan suhu rendah dan komposisi gas yang sama, yaitu N2, O2, dan

CO2..

E.Perubahan Kimia

Pada umumnya buah klimakterik mencapai matang penuh setelah melewati

puncak klimakterik, sedangkan buah non-klimakterik telah mencapai matang

penuh ketika dipetik. Ada beberapa perubahan-perubahan yang terjadi selama

pematangan.

1. Perubahan Warna

Perubahan warna yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan disebabkan oleh

reaksi browning (pencoklatan). Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan

enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh enzim

phenolase dan poliphenolase. Pada buah yang utuh sel-selnya pun masih utuh,

sehingga substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim

(19)

memar atau terpotong substrat enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat

oksigen) sehingga terjadi reaksi browning enzimatis. Browning non enzimatik

terjadi akibat adanya reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi anatara gula

pereduksi dengan asam amino. Reaksi ini sering terjadi pada penyimpanan bahan

pangan. Reaksi non enzimatik lainnya adalah karamelisasi dan oksidasi asam

askorbat (Santoso, 2006).

2. Perubahan Karbohidrat

Perombakan polimer-polimer karbohidrat selama pematangan, sering dinyatakan

dalam konversi dari pati menjadi gula. Peningkatan gula mengakibatkan rasa buah

menjadi manis. Pembongkaran polimer karbohidrat, khususnya senyawa-senyawa

pektat dan hemiselulosa akan melemahkan dinding sel dan menurunkan daya

kohesivitas ikatan antar sel. Protopektin adalah bentuk asal zat-zat pektin. Secara

berangsur-angsur propektin rusak atau terpotong-potong menjadi senyawa yang

lebih sederhana selama pematangan dan penuaan yang dapat larut dalam air. Laju

degradasi pektin secara langsung menyebabkan pelunakan buah (Hartanto, 2002).

3. Perubahan Tekstur

Selama pematangan, sayuran dan buah-buahan yang masih mentah dan

mempunyai tekstur keras akan mengalami perubahan menjadi lunak. Hal ini

dipengaruhi atau ditentukan oleh kandungan pektin (Pujimulyani, 2009).

Senyawa pektin merupakan senyawa yang memberi sumbangan terbesar dalam

menentukan perubahan tekstur atau pelunakan jaringan. Struktur dasar pektin

(20)

gugus asam karboksilatnya mengalami esterifikasi. Gugusan asam karboksilat ini

juga bereaksi dengan Ca (kalsium) membentuk kalsium pektar yang merupakan

pektin tak larut. Pektin ini terdapat pada lamella tengah antara dinding-dinding sel

yang berdekatan dan disebelah luar dinding sel, berfungsi sebagai bahan perekat.

Pektin yang tidak larut juga disebut protopektin, terdapat pada buah yang belum

matang dan yang akan dirubah secara enzimatis menjadi pektin yang larut selama

pemasakan (Pujimulyani, 2009).

4. Perubahan Asam-Asam Organik

Selama pematangan biasanya asam-asam organik menurun karena menjadi

substrat respirasi atau dikonversi menjadi gula. Asam dapat dianggap sebagai

sumber energi cadangan pada buah, sehingga diharapkan menurun selama

aktivitas metabolik yang lebih besar yang terjadi selama pematangan. Terkecuali

yang terjadi pada pisang dan nenas, pada tahap matang penuh kandungan asamnya

tetap tinggi (Hartanto, 2002).

5. Perubahan-Perubahan Senyawa yang Mengandung Nitrogen

Buah dan sayuran hanya sedikit mengandung protein dan asam-asam amino

bebas, dan hampir tidak ada peranannya dalam penentuan mutu rasa buah matang.

Berbagai variasi aktivitas metabolik dapat ditunjukkan pada perubahan

senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen selama fase pertumbuhan yang berbeda.

Selama fase klimakterik asam-asam amino bebas menurun, sedangkan sintesis

(21)

metabolik ditandai terjadinya peningkatan asam-asam amino bebas selama

senesensi (Hartanto, 2002).

6. Aroma

Aroma menjadi peranan penting dalam penentuan mutu rasa yang optimal pada

buah. Akibat terjadinya sintesis banyak senyawa organik volatil selama fase

pematangan. Volatil utama yang terbentuk adalah etilen, meskipun senyawa ini

tidak terlihat dalam pembentukan aroma khas pada buah. Jumlah senyawa

aromatik relatif kecil. Buah non-klimakterik juga menghasilkan volatil selama

perkembangan pematangan optimumnya (Hartanto, 2002).

F. Lama Simpan

Buah dikenal sebagai bahan pangan yang mudah rusak, oleh karena itu masa

simpannya relatif singkat dan hal ini berpengaruh terhadap kualitas masa simpan

buah. Proses respirasi dan transpirasi sangat berkaitan dengan mutu simpan buah

selama penanganan dan penyimpanan dimana akan menyebabkan susut pasca

panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat, susut kualitas karena

perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan

bahan pangan kurang disukai konsumen, susut gizi yang berpengaruh terhadap

(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada Oktober

sampai Desember tahun 2011.

B.Alat dan Bahan

1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian penyimpanan dinamis udara-CO2 ini adalah

tabung kompresor, tabung gas CO2, kemasan penyimpanan yang terbuat dari kaca

(stoples kaca), lemari pendingin, thermometer, venojack, suntikan,

spektrofotometer, refraktometer atago digital model PR 201 dengan skala

pengukuran 0-60% Brix, labu takar, tabung reaksi, timbangan analitik, pipet ukur,

pisau stainless steel, sendok, gunting, wax, dan alat tulis.

2. Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak pondoh yang

sudah matang (umur buah salak kurang lebih enam bulan setelah berbunga) dan

(23)

dipegang tidak terlalu kasar) yang dibeli dari petani di Bandar Lampung. Bahan

lain yang akan digunakan adalah binomil/benlate untuk menghindari tumbuhnya

jamur, indikator bromthymol blue yang berfungsi sebagai indikator untuk

menunjukkan kandungan CO2 dalam suatu larutan Natrium hidroksida (NaOH),

Phenolpthalein dan sodium bikarbonat.

C. Prosedur Penelitian

1. Salak Pondoh Dalam Penyimpanan Dinamis Udara-CO2

Pada penelitian ini, buah salak yang digunakan adalah salak pondoh yang

memiliki tingkat kematangan optimum dan tidak mengalami kerusakan kulit

(memar) dan terkelupas. Prosedur penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Buah salak pondoh yang memiliki kematangan optimum disortasi dan

diseragamkan berdasarkan ukurannya. Salak yang masih berada dalam satu

tandan dipetik menjadi satuan. Kemudian salak dicuci dengan air bersih dan

dikeringkan dengan tissue, lalu dicelupkan dalam larutan benlate (2 gram

benlate dalam 1 liter air) untuk menghindari tumbuhnya jamur, kemudian

ditiriskan hingga kering. Setelah kering, buah salak ditimbang bobotnya dan

dihitung volumenya sebagai data awal untuk mengetahui besarnya freespace

kemasan kaca. Buah salak lalu dimasukan ke dalam stoples penyimpanan

yang volumenya telah diketahui, yaitu 3300 ml kemudian ditutup.

Masing-masing stoples berisi 20 buah salak dengan total rata-rata berat buah per

stoples antara 901 gr–1315 gr. Pada permukaan tutup stoples yang terbuat

(24)

mengambil sampel gas. Permukaan tutup stoples yang telah dilubangi

ditutup dengan karet ban lalu ditandai.

b. Setelah itu, botol penyimpanan ditutup rapat dengan menambahkan wax

pada leher botol dan permukaan stoples untuk mencegah kebocoran.

Kemudian gas biasa dalam stoples dikeluarkan dengan cara dihisap

menggunakan pompa vakum sampai keadaan hampa udara.

c. Campuran gas dimasukkan ke dalam botol penyimpanan yang berisi sampel

buah sejumlah volume freespace (volume botol penyimpanan - volume

sampel buah) melalui lubang pada permukaan tutup stoples. Udara dan gas

CO2 dengan komposisi yang telah ditentukan dimasukkan ke dalam stoples

secara bersamaan langsung dari tabung kompresor dan tabung CO2.

d. Botol penyimpan yang telah berisi sampel buah salak dengan komposisi

udara tertentu disimpan dalam suhu ruang dan suhu dingin yang telah

ditentukan.

e. Komposisi udara penyimpanan dikembalikan pada kondisi semula tiap 2

hari. Setiap 2 hari selama masa penyimpanan, sampel gas diambil dari botol

(25)

Gambar 1. Diagram Alir Percobaan Salak

Sortasi

Pencelupan dengan benlate

Penirisan

Buah salak dimasukkan ke dalam stoples penyimpanan dan diberikan perlakuan komposisi

Udara – CO2 sebanyak 5–1 Nl/mnt, 10–1 Nl/mnt, 5–2 Nl/mnt, 10–2 Nl/mnt, 5–10 Nl/mnt

Pengamatan Toples disimpan pada suhu

T1 = 28-30°C

Toples disimpan pada suhu

T2 = 10°C

Pencucian

(26)

Komposisi gas dan temperatur perlakuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Komposisi Campuran Gas dan Temperatur Perlakuan

No Komposisi Gas (%)

Setelah dihitung berdasarkan debit, maka banyaknya debit aliran Udara - CO2

yang dialirkan ke dalam stoples dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 3. Debit Aliran Gas Udara - CO2

akan dikombinasikan dengan dua perlakuan suhu penyimpanan yaitu T1 = Suhu

ruang, dan T2 = 10°C. Perlakuan komposisi campuran udara – CO2 dan

temperatur ini disusun untuk mengetahui pengaruh dari komposisi campuran

(27)

2. Penentuan konsentrasi CO2

a.Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar dibuat dengan menggunakan bromthymol blue (BTB) dan sodium

bikarbonat yang dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan campuran yaitu

0,01 gram bromthymol blue dengan 0,2 sodium bikarbonat dilarutkan dalam 1

liter air (aquades).

BTB (0,01 gr) + NaHCO3 (0,2 gr) + Aquades (1 l) → Larutan standar

Sebanyak 4 ml larutan BTB dimasukkan ke dalam venojack dan ditutup dengan

karet penyumbat yang kemudian divakumkan. Setelah itu gas CO2 murni yang

telah tersedia diambil menggunakan semprit dengan volume 0,1 ml; 0,15 ml; 0,2

ml; 0,25 ml; 0,3 ml; 0,35 ml; 0,4 ml; 0,45 ml; dan 0,5 ml, dan diinjeksikan ke

dalam venojack tersebut.

Venojack yang telah diinjeksikan dikocok perlahan hingga terjadi perubahan

warna, larutan tersebut kemudian dimasukan ke dalam kuvet untuk dibaca dengan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm. Hasil pembacaan dengan

satuan absorbansi dari CO2 murni diplotkan dalam sebuah grafik dan dihasilkan

kurva standar. Kurva ini kemudian digunakan untuk mengkonversi nilai-nilai

absorbansi dari masing-masing sampel yang diukur.

b. Penentuan konsentrasi CO2 selama penyimpanan

Pengukuran konsentrasi CO2 dilakukan dengan pengambilan sampel gas dari

(28)

penyuntik, kemudian sampel gas tersebut diinjeksikan ke dalam 4 ml larutan BTB

dalam tabung reaksi yang ditutup dan telah divakumkan. Banyaknya gas CO2

dapat diketahui berdasarkan nilai absorbansi sampel gas yang telah dikonversi

dengan kurva standar.

D. Pengukuran

1. Perhitungan Laju Respirasi

Pengukuran produksi gas CO2 buah salak yang disimpan dalam penyimpanan

dinamis udara - CO2 dilakukan 2 hari sekali bersamaan dengan pengembalian

komposisi gas penyimpanan dalam kondisi semula. Pengukuran parameter

dihentikan apabila kondisi buah salak telah membusuk (ditandai dengan bau

busuk, daging buah yang lembek dan berair). Nilai produksi CO2 yang diperoleh

dari konversi menggunakan kurva standar kemudian diplotkan dalam grafik untuk

melihat hubungannya terhadap waktu.

Analisis data yang dilakukan dalam pengukuran parameter laju respirasi adalah

sebagai berikut:

Hasil absorbansi CO2 murni kemudian dibuat kurva standar sehingga diperoleh

persamaan kurva standar. Persamaan digunakan untuk menghitung produksi CO2

salak pondoh selama penyimpanan.

Diketahui persamaan kurva standar :

(29)

b. Laju respirasi V[CO2]

) ) )

) ) ...(2)

Dimana :

Y = Produksi CO2 (ml)

x = Absorbansi dari spektrofotometer (absorbansi)

m = Berat buah (kg)

bj CO2 = 1,975 (mg/ml)

t = Waktu lama pengambilan sampel (jam)

2. Pengukuran TPT (Total Padatan Terlarut) °Brix

Pengukuran nilai kandungan Total Padatan Terlarut (TPT) buah salak dilakukan

dengan menggunakan refraktometer (atago model IPR 201). Buah salak yang

sudah dikupas kemudian dilunakkan dan dimasukkan ke dalam saringan untuk

memperoleh hasil sampel yang lembut sehingga memudahkan untuk dibaca oleh

alat refraktometer. Hasil pengukuran nilai Total Padatan Terlarut (TPT) diperoleh

dengan satuan °Brix. Derajat brix adalah satuan pengukuran perbandingan antara

massa sukrosa terlarut dalam air dalam suatu larutan. Data hasil pengukuran

(30)

3. Perhitungan Tingkat Keasaman

Pengukuran tingkat keasaman dilakukan dengan menggunakan metode titrasi

asam. Langkah-langkah untuk menghitung total asam, yaitu :

a. Bahan ditimbang 10 gr kemudian diekstrak lalu ditambahkan aquades

sebanyak 100 ml sampai batas tanda tera kemudian dihomogenkan.

b. Sampel diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

c. Sampel ditambahkan indikator fenolptalin untuk uji total asam sebanyak 2

hingga 3 tetes.

d. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N untuk uji total asam

hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

e. Jumlah NaOH sebanding dengan total asam dan dicari

Analisis data yang dilakukan dalam pengukuran parameter kandungan total asam

dalam buah salak adalah sebagai berikut:

Tingkat keasaman buah dihitung dengan menggunakan persamaan :

) ) ...(3)

dimana :

ml NaOH = NaOH yang terpakai (ml)

N NaOH = Normalitas NaOH (0,1 N)

Fp = Faktor pengenceran

Data hasil pengukuran parameter perubahan kandungan asam buah salak

(31)

4. Umur Simpan

Umur simpan buah salak diamati setiap hari selama penyimpanan hingga buah

mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi. Secara umum konsumen

menginginkan buak salak yang masih tampak segar untuk dikonsumsi, maka dari

itu umur simpan buah salak ditentukan oleh kerusakan pada tekstur buah.

Kerusakan-kerusakan itu berupa daging buah sudah empuk dan buah berwarna

hitam kecoklatan serta sedikit berair, sehingga konsumen tidak ingin

(32)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Perubahan laju respirasi pada penyimpanan suhu dingin sangat fluktuatif dan

cenderung meningkat di akhir peyimpanan, sedangkan pada penyimpanan

suhu ruang nilainya cenderung menurun hingga akhir penyimpanan.

2. Nilai TPT buah salak pondoh pada penyimpanan suhu ruang cenderung

tidak jauh berbeda dengan penyimpanan pada suhu dingin.

3. Nilai TPT buah salak pondoh yang dikenai perlakuan penyimpanan dinamis

lebih kecil dibandingkan kontrol.

4. Nilai total asam buah salak pondoh pada penyimpanan suhu dingin (10oC)

lebih kecil dibandingkan pada penyimpanan yang dilakukan pada suhu ruang.

5. Umur simpan buah salak pondoh pada penyimpanan suhu dingin (10oC)

(33)

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung. 106 Halaman

Aralas, S., Maryati , M., dan Mohd, B.A.F. 2009. Antioxidant properties of selected salak (Salacca zalacca) varieties in Sabah, Malaysia. Nutrition and Food Science Journal Vol 39 (3). Halaman. 243-250

Djanfar, T.F dan Mudjislhono, R. 1998. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Salak Pondoh Berbagai Perlakuan Penyimpanan Buah Segar. Buletin Argo Industri No.05. Halaman 12-23

Hartanto, R. 2002. Diktat Fisiologi Pasca Panen Buah dan Sayur-Sayuran. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 51 Halaman

Hartanto, R., Raharjo, B dan Suhardi. 2000. Model Perubahan Gula Buah Salak Pondoh (Salacca edulis REINW cultivar Pondoh) Pada Kondisi Atmosfer Termodifikasi. Agritech Vol 20 (1). Halaman 10-13

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pascapanen. PT. Rineka Citra, Jakarta. 252 Halaman

Pantastico, Er. B. 1989. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruit and Vegetables. The Avi Publishing Company Inc. Westport, Connecticut. 906 Halaman

Pujimulyani, D. 2009. Teknologi Pengolahan Sayur-sayuran dan Buah-buahan.

Graha Ilmu, Yogyakarta. 288 Halaman

Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas Pertanian. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 46 Halaman

Rachmawati, M. 2010. Kajian Sifat Kimia Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) Dengan Pelapisan Khitosan Selama Penyimpanan Untuk Mempreduksi Masa Simpannya. Jurnal Teknologi Pertanian 6 (1). Halaman 20-24

(34)

Santoso, 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Faperta UWIGA Malang, Malang. 31 Halaman

Suhardi, Tranggono dan Santosa, U. 1997. Perubahan Kimia dan Sensoris Buah Salak Pondoh Selama Penyimpanan Termodifikasi. Agritech vol 17(1). Halaman 6-9

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Buah Salak. CV. Nuansa Aulia, Bandung. 184 Halaman

Trihapsari, K.I. 1991. Penyimpanan Salak Pondoh (Salacca edulis) dengan Sistem Udara Termodifikasi [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertannian IPB, Bogor.

Wills, R.H.H., Lee ,T.H., Graham, D., McGlasson, B., Hall, G. 1981. Postharvest : An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables.

NSW Press Limited, Autralia. 262 Halaman

Gambar

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Salak Pondoh Per 100 gram Buah.
Gambar 1. Diagram Alir Percobaan
Tabel 2. Komposisi Campuran Gas dan Temperatur Perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 2 ayat 3 mengatur tentang kewenangan pemerintah di bidang kelautan yang meliputi: (1) penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi,

SUPADI: Fungsi Kepala Sekolah sebagai Motivator dalam Peningkatan Kinerja Sekolah, Studi Empirik pada Sekolah Dasar Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen Tahun Pelajaran

cekung, tergenang relatif dalam dan terus-menerus, sedangkan lebak tengahan pada transisi antara lebak dalam dan lebak pematang (Direktorat Rawa, 1984). Di daerah lebak

hydrophila dengan penambahan adjuvant aluminium hidroksida dapat meningkatkan respons imun lele dumbo dalam skala lapang maka perlu dilakukan uji lapang penggunaan vaksin

Dari banyaknya film horor yang beredar di Indonesia, peneliti memilih film “Hantu Budeg” karena di dalam film ini banyak adegan. yang vulgar, bahkan di dalam

Pembingkaian berita debat kandidat presiden dan wakil presiden 2019 yang ditayangkan selama periode 17 Januari sampai dengan 13 April 2019 menempatkan program debat KPU sebagai

Hasil pengamatan komponen pertumbuhan dan produksi tanaman menujukkan galur B 10018G-TB-42-1 memiliki tingkat serangan yang paling kecil dan produksi yang paling tinggi

Pembuatan batu bata kini telah tersebar termasuk Indonesia, salah satunya adalah kota Pekanbaru yang memiliki beberapa industri batu bata, misalnya di RW 22 Kelurahan