• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Modal Sosial Dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Modal Sosial Dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN MODAL SOSIAL DALAM KEBERHASILAN USAHA

PENJUALAN PRODUK KERAJINAN KULIT (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan,

Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)

RIZKY ANGGRAINI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peranan Modal Sosial dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Rizky Anggraini

(4)
(5)

ABSTRAK

RIZKY ANGGRAINI. Peranan Modal Sosial Dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur). Dibimbing oleh RILUS A. KINSENG dan ZESSY ARDINAL BARLAN.

Modal sosial memiliki peranan dalam keberhasilan suatu usaha khususnya pada penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik penjual kerajinan kulit dengan stok modal sosial, menganalisis hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha, serta menganalisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan perbedaan stok modal sosial dari penjual kerajinan kulit. Penelitian tersebut menggunakan penelitian kuantitatif yang didukung dengan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan sebagai data pendukung dari kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuji secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik penjual kerajinan kulit dengan stok modal sosial disebabkan terdapat faktor lain seperti motivasi dan keinginan berdagang serta keaktifan penjual dalam mengembangkan jaringan. Selain itu, tidak terdapat hubungan antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha disebabkan adanya faktor lain seperti program pengembangan usaha dan kegiatan pameran dari pemerintah, perbedaan barang yang terjual dan kondisi serta musim dagang. Kata Kunci: Modal sosial, keberhasilan usaha, sentra industri kerajinan kulit

ABSTRACT

RIZKY ANGGRAINI. Role Of Social Capital Success In Business Sales Crafts Leather Products (Case Industrial Centers Selosari Village, District Magetan, Magetan, East Java). Supervised by RILUS A. KINSENG and ZESSY ARDINAL BARLAN.

Social capital has a role in the success of a business, especially in leather craft vendors at the Village Selosari. This study aimed to analyzed the relationship between the characteristics of leather craft vendors with a stock of social capital, social capital stock, analyze the relationship between the level of business success, as well as analyze the factors that can lead to differences in social capital stock of seller leather. The study used quantitative research that is supported by qualitative research. Qualitative research is used as supportive data from the quantitative. Based on the research that has been tested statistically show that there is no relationship between the characteristics of leather craft sellers of the stock of social capital because there are other factors such as motivation and desire to trade and liveliness sellers in developing the network. In addition, there is no relationship between the stock of social capital with a success rate of business due to other factors such as the business development program and exhibition activities of government, differences of goods sold and trade conditions and seasons.

(6)
(7)

PERANAN MODAL SOSIAL DALAM KEBERHASILAN USAHA

PENJUALAN PRODUK KERAJINAN KULIT (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan magetan,

Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)

RIZKY ANGGRAINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Peranan Modal Sosial dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri

Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur)

Nama : Rizky Anggraini

NIM : I34120093

Disetujui oleh

Dr Ir Rilus A Kinseng, MA Zessy Ardinal B, S.KPm, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang telah memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi yang berjudul Peranan Modal Sosial dalam Keberhasilan Usaha Penjualan Produk Kerajinan Kulit (Kasus Sentra Industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur) dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga serta para sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk menganalisis peran modal sosial terhadap keberhasilan usaha yang dilihat dari perkembangan usaha dari penjualan kerajinan kulit yang terdapat di Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Rilus A Kinseng, MA dan Ibu Zessy Ardinal Barlan, S.KPm, M.Si sebagai dosen pemimbing yang telah memberikan kritik dan saran selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada kedua orangtua tercinta Drs. Pandji Sinarko dan Dra. Suci Suriyati, kakak tersayang Shinta Citra Wardani, nenek serta semua keluarga besar yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada sahabat terdekat Berla, Rizani, Rahmasari, Citra, Mona, Vanya, teman bimbingan skripsi yaitu Ade, dan Fitri serta teman-teman dari SKPM 49, BEM FEMA 2015, Kominfo BEM FEMA 2015 dan keluarga kos Wisma Shambala atas semangat dan kebersamaan selama ini sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Semoga hasil penelitian ini nantinya akan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2016

Rizky Anggraini

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xvii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 4 Kegunaan Penelitian 4 PENDEKATAAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5 Konsep Modal Sosial 5 Unsur- Unsur Modal Sosial 7 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha 9 Industri dan Industrialisasi 11 Konsep Sektor Informal 12 Keberhasilan Usaha 12 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Stok Modal Sosial 14 Kerangka Pemikiran 15 Hipotesis Penelitian 16 Definisi Operasional 17 PENDEKATAN LAPANG 25

Metode Penelitian 25 Lokasi dan Waktu Penelitian 25 Teknik Pengumpulan Data 25 Teknik Penentuan Responden dan Informan 26 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 27 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29

Kondisi Umum Desa Selosari, Kabupaten Magetan 29 Keadaan Umum dan Perkembangan Sentra Industri Kerajinan Kulit Selosari 34 Karakteristik Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari 36 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENJUAL KERAJINAN KULIT DENGAN STOK MODAL SOSIAL DALAM SENTRA INDUSTRI DI KELURAHAN SELOSARI 41

Modal Sosial Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari 41 Stok Modal Sosial Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari 54 Hubungan Karakteristik Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari

(14)

Identifikasi Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual Kerajinan Kulit

di Kelurahan Selosari 63

Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari 71 Hubungan Stok Modal Sosial dengan Tingkat Keberhasilan Usaha Penjual

Kerajinan Kulit di Kelurahan Selosari 74

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA DINAMIKA STOK MODAL SOSIAL DARI PENJUAL KERAJINAN KULIT 79 SIMPULAN DAN SARAN 81

Simpulan 81

Saran 82

(15)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan definisi modal sosial 7

2 Perbandingan untuk menentukan karakteristik pelaku usaha 10 3 Perbandingan untuk menentukan indikator keberhasilan usaha 13 4 Definisi operasional karakteristik individu penjual kerajinan kulit 17 5 Definisi operasional stok modal sosial penjual kerajinan kulit 19 6 Definisi operasional keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit 22

7 Uji statistik realibilitas 26

8 Luas lahan menurut penggunaanya di Kelurahan Selosari tahun 2015 29 9 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis kelamin di Kelurahan

Selosari tahun 2015 30

10 Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur di Kelurahan

Selosari tahun 2015 31

11 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan

Selosari tahun 2015 32

12 Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian pokok di

Kelurahan Selosari tahun 2015 33

13 Jumlah sarana dan prasarana di Kelurahan Selosari tahun 2015 34 14 Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik penjual kerajinan

kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 36

15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat jaringan penjual

kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 42 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kepercayaan penjual

kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 47 17 Jumlah dan persentase responden menurut kepatuhan norma penjual

kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 50 18 Jumlah dan persentase responden menurut stok modal sosial penjual

kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 54 19 Korelasi antara karaktersitik penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari

dengan modal sosial 57

20 Tabulasi silang antara usia dengan stok modal sosial penjual kerajinan

kulit di Kelurahan Selosari 58

21 Tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan stok modal sosial penjual

kerajinan kulit di Kelurahan Selosari 59

22 Tabulasi silang antara pengalaman usaha dengan stok modal sosial penjual

kerajinan kulit di Kelurahan Selosari 60

23 Tabulasi silang antara jumlah jam kerja dengan stok modal sosial penjual

kerajinan kulit di Kelurahan Selosari 62

(16)

penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 66 27 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan tingkat pendapatan

per bulan penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari 67 28 Jumlah dan persentase responden menurut volume penjualan barang

kerajinan kulit per bulan oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari

tahun 2016 68

29 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan volume penjualan

per bulan penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari 69 30 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah tenaga kerja yang

dimiliki penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 70 31 Tabulasi silang antara stok modal sosial dengan jumlah tenaga kerja yang

dimiliki penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari 71 32 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keberhasilan usaha

penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 72 33 Korelasi antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha

penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari 74 34 Uji korelasi pearson antara usia dengan stok modal sosial penjual kerajinan

kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 91

35 Uji korelasi pearson antara variabel stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha penjula kerajinan kulit di Kelurahan Selosari

tahun 2016 91

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 16

2 Grafik persentase responden berdasarkan tingkat jaringan dalam menjalin hubungan kepada pihak terkait oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan

Selosari tahun 2016 43

3 Grafik persentase responden berdasarkan tingkat jaringan dalam meminta bantuan modal usaha atau barang penjual kerajinan kulit di Kelurahan

Selosari tahun 2016 45

4 Grafik persentase responden berdasarkan rasa kepercayaan yang diberikan penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari kepada pihak terkait pada

tahun 2016 49

5 Grafik persentase responden berdasarkan kepatuhan norma dari kesepakatan yang dibuat oleh penjual kerajinan kulit di Kelurahan

Selosari kepada pihak terkait pada tahun 2016 53 6 Grafik persentase responden berdasarkan perbandingan dimensi modal

sosial penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 56 7 Grafik persentase responden berdasarkan perbandingan tingkat keberhasilan

usaha penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari tahun 2016 73 8 Lokasi penelitian Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten

Magetan, Jawa Timur 88

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 88

2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016 89

3 Daftar responden penelitian 90

4 Hasil uji korelasi pearson 91

5 Deskripsi statistik 93

6 Hasil uji validitas dan realibilitas 94

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor perekonomian merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat diberbagai negara dunia termasuk di negara Indonesia. Perkembangan ini tidak hanya ditunjukkan dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tetapi juga meningkatnya jumlah sumberdaya manusia untuk saling berebut mendapatkan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan. Terdapat ketimpangan antara jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia dengan jumlah sumberdaya manusia. Hal ini membuat sebagian manusia yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan menjadi pengangguran dan terancam tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai penunjang pemenuhan kebutuhan hidup dan upaya memperoleh penghasilan, masyarakat dituntut untuk memiliki pemikiran yang kreatif supaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan tidak tergantung dengan penyediaan lapangan pekerjaan formal yang ada. Jenis pekerjaan yang bisa diciptakan bisa melalui sektor informal. Sektor informal yang dimaksud di sini dapat berupa sektor industri rumah tangga, usaha, penjual atau pedagang, yang mana menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 19951 terdapat tiga golongan usaha kecil yaitu usaha kecil formal, usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional.

Usaha kecil formal adalah usaha yang telah terdaftar, tercatat dan telah berbadan hukum, sementara usaha kecil informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, contohnya seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang asongan, petani dan pemulung. Usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun atau berkaitan dengan seni dan budaya. Selain itu, sektor industri rumah tangga juga memberikan kontribusi di dalam perkembangan perekonomian Indonesia melalui Industri Kecil Menengah (IKM) yang nantinya memiliki potensi untuk berkembang menjadi besar dan berhasil.

Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dibedakan menjadi empat, antara lain: 1) industri rumah tangga dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja antara 1-4 orang, 2) industri kecil dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja antara 5-19 orang, 3) industri sedang atau industri menengah dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja antara 20-99, dan 4) industri besar dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang. Terhitung sejak tahun 2014 menurut data BPS, jumlah usaha khususnya yang bergerak di bidang kulit, barang dari kulit dan alas kaki sebanyak 701 unit usaha. Jumlah ini kian meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 19842, industri adalah suatu kegiatan perekonomian yang bertujuan untuk mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang yang siap jual dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan perancangan dan perekayasaan industri. Hal ini tersebut mengindikasikan bahwa

1

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. 2

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. 2

(20)

perekonomian yang dapat berdampak kepada pendapatan dan meningkatkan kesempatan untuk menciptakan kesempatan kerja yang baru. Menurut Triutami (2013) menyatakan bahwa perkembangan industri di wilayah pedesaan menempatkan industri kecil ke dalam kedudukannya sehingga mempunyai manfaat baik sosial maupun ekonomi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Wijaya dalam Triutami (2013) yang menyatakan bahwa: 1) industri kecil menciptakan peluang berusaha dengan pembiayaan relatif murah, 2) berperan dalam meningkatkan dan untuk memobilisasi tabungan domestik, serta 3) memiliki kedudukan komplementer terhadap industri besar dan sedang. Industri kecil yang ada di dalam desa dipandang mampu untuk menggerakkan perekonomian pedesaan dan akhirnya dapat semakin berkembang sehingga mampu menggerakkan perekonomian nasional. Kondisi tersebut tidak terlepas dari peranan industri kecil yang strategis baik dilihat dari segi kualitas maupun kemampuan yang dimiliki dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Keberhasilan usaha baik di bidang industri ataupun non industri biasanya tidak terlepas dengan kerjasama serta peran serta dari masing-masing individu pelaku usaha. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam pengembangan perekonomian yang dalam hal ini dikaitkan dengan keberhasilan usaha, tidak selalu dinilai dari aspek ekonomi saja namun haruslah memperhatikan berbagai aspek yang memungkinkan untuk menunjang keberhasilan suatu usaha yang selama ini masih kurang diperhatikan. Seperti aspek pengetahuan lokal, sistem religi, kelembagaan serta yang paling penting adalah aspek sosial (Nasution et al

2007). Di dalam kegiatan usaha, masing-masing pelaku usaha pasti memiliki tujuan bersama yang dibangun yang mana tujuan tersebut dijadikan sebagai acuan untuk dapat dicapai sehingga muncullah rasa kerjasama yang baik diantara individu, muncul rasa kepercayaan yang terjalin diantara satu dengan yang lain dan akan berdampak terbangunnya sebuah hubungan atau jaringan yang erat dalam mengelola usaha industri ataupun non industri. Hal ini yang sering disebut sebagai modal sosial. Menurut Coleman (1999), modal sosial didefinisikan sebagai suatu kemampuan masyarakat untuk dapat bekerja sama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, didalam berbagai kelompok dan organisasi. Pengertian itu mengungkapkan bahwa modal sosial berhubungan dengan karakteristik yang ada pada masing-masing individu untuk dapat saling melakukan kerjasama. Sedangkan, Putnam dalam Field (2010) memiliki pandangan yang berbeda tentang modal sosial yaitu bagian dari kehidupan sosial, jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.

(21)

yang mayoritas penduduk disana bermata pencaharian sebagai penjual kerajinan kulit dan tergabung menjadi satu ke dalam sentra industri kerajinan kulit yang berada di Jalan Sawo. Di sepanjang Jalan Sawo tersebut ditemukan banyak penjual kerajian kulit dengan jenis komoditas yang dijual rata-rata sama. Pada sentra industri kerajinan kulit, kurang lebih terdapat 33 toko yang menjual kerajinan kulit berupa sepatu, tas, sandal, ikat pinggang, jaket kulit serta

accecories yang lainnya. Dari total 33 orang tersebut, diantaranya 22 orang merupakan penjual sekaligus memproduksi barang kerajinan kulit sendiri dan sisanya hanya sebagai penjual kerajinan kulit saja tanpa memproduksi barang kerajinan kulit. Mengingat banyaknya para penjual kerajinan kulit yang tergabung menjadi satu ke dalam sentra industri kerajinan kulit, maka masing-masing individu memiliki rasa kerjasama atau gotong royong dalam mengelola industri kerajian kulit yang menjadi mata pencaharian utama sebagian masyarakat di daerah tersebut. Tidak hanya itu, penjual kerajinan kulit mempunyai tujuan bersama yang ingin dicapai berupa pengembangan usaha supaya dapat berhasil sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar wilayah sentra industri kerajinan kulit. Penelitian ini difokuskan kepada aktivitas atau kegiatan dari penjual dalam usaha penjualan produk kerajinan kulit dan bukan kepada proses produksi yang berlangsung. Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan modal sosial para penjual dalam rangka untuk mendukung keberhasilan usaha dari penjualan produk kerajinan kulit di Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan.

Masalah Penelitian

(22)

Modal sosial sendiri juga dapat memberikan andil dalam suatu keberhasilan usaha bagi penjual dalam penjualan produk kerajinan kulit. Keberhasilan usaha tersebut dapat dilihat dari rata-rata modal yang digunakan untuk setiap kali membeli atau memproduksi barang dagangan, tingkat pendapatan, volume penjualan serta jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh para penjual dan pengrajin kerajinan kulit. Oleh karena itu menjadi penting untuk menganalisis bagaimana hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit?.

Pada dasarnya, modal sosial yang berlaku di dalam masyarakat penjual kerajinan kulit bersifat dinamis dan memungkinkan untuk terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Tinggi atau rendahnya modal sosial tersebut dapat disebut sebagai stok modal sosial. Terjadinya dinamika stok modal sosial dapat disebabkan adanya faktor dari dalam masyarakat penjual kerajinan kulit. Namun, faktor yang berasal dari luar lingkungan industri juga dapat menyebabkan terjadinya dinamika stok modal sosial tersebut. Oleh karena itu menjadi penting untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya dinamika stok modal sosial dari penjual kerajinan kulit?.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah disusun, dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menganalisis hubungan karakteristik penjual dalam penjualan produk kerajinan kulit dengan stok modal sosial yang dimiliki oleh penjual kerajinan kulit.

2. Menganalisis hubungan stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit di Kelurahan Selosari.

3. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika stok modal sosial dari penjual kerajinan kulit di Kelurahan Selosari.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dalam mengkaji peranan modal sosial dalam keberhasilan industri usaha kecil di pedesaan khususnya pada sektor industri.

2. Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran atau acuan dalam pelaksanaan dan pengembangan usaha kecil yang memanfaatkan modal sosial di pedesaan dan selain itu dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pelatihan peningkatan modal sosial.

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu mendorong masyarakat dalam pengembangan usaha kecil melalui pemanfaatan modal sosial.

4. Bagi para penjual kerajinan kulit

(23)

PENDEKATAAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka Konsep Modal Sosial

Konsep modal sosial muncul sebagai respons dari kondisi semakin meregangnya hubungan antar manusia dan semakin munculnya ketidakpedulian terhadap sesama manusia (Sasongko 2012). Menurut Mustofa (2013) modal sosial merupakan salah satu sumber daya sosial yang dapat dijadikan investasi untuk mendapatkan sumber daya baru lain di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan modal sosial dapat dikaitkan dengan komunitas, masyarakat sipil, maupun identitas-identitas lainnya yang kokoh. Keberadaan modal sosial di dalam masyarakat harus didayagunakan dan dioptimalkan karena di dalam masyarakat pasti memiliki modal sosial namun sudah lama tidak difungsikan yang disebabkan oleh adanya sistem sentralisasi pada Orde Baru yang mana peraturan harus berdasarkan dari pusat (Supratiwi 2013). Pada dasarnya modal sosial tidak selalu mengacu terhadap tiga dimensi saja yaitu kepercayaan, norma dan jaringan saja. Menurut Field (2010), seseorang akan berhubungan melalui serangkaian jaringan dan mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lainnya dalam jaringan tersebut, sejauh jaringan tersebut menjadi sumber daya maka hal tersebut dapat dipandang sebagai modal sosial. Tetapi hal tersebut dapat dirumuskan berdasarkan kasus-kasus tertentu yang dapat ditemui pada saat dilapang. Menurut Nasution et al. (2007), pendekatan modal sosial merupakan salah satu langkah alternatif dari suatu strategi pengembangan ekonomi masyarakat golongan ekonomi lemah yang ditunjang dengan dana berasal dari bantuan proyek yang dikelola oleh pemerintah. Sehubungan dengan ini, Gittell et al dalam Syahra yang dikutip oleh Nasution et al. (2007) menyatakan bahwa selebihnya terdapat dua peranan yang dapat dimainkan dari modal sosial dalam upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam menjalankan kegiatan perekonomian mereka. Pada peranan yang pertama berkaitan dengan bagaimana modal sosial dapat memperkuat dalam kegiatan perekonomian melalui kapasitas organisasi dan yang kedua mencakup perasaan simpati dari seseorang atau kelompoknya yang meliputi rasa kepedulian, perhatian, kagum dan empati. Field (2010) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial dengan ekonomi yang mana Coleman mengembangkan konsep modal sosial sebagai cara untuk mengintegrasikan teori sosial dengan teori ekonomi dan mengklain bahwa modal sosial dan modal manusia secara umum saling melengkapi.

Menurut Fukuyama (2007), menjelaskan social capital merupakan kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian tertentu darinya. Social capital berbeda dengan bentuk-bentuk human capital lain sejauh dia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah.

(24)

dalam Hauberer (2011) mendefinisikan modal sosial sebagai jaringan, kepercayaan, dan norma-norma dari timbal balik dan fokus kepada keluaran sosial. Modal sosial diasumsikan positif untuk mempengaruhi politik dan pembangunan ekonomi (sebagai jembatan dan ikatan modal sosial). Sedangkan menurut Coleman dalam Field (2010) modal sosial dipresentasikan sumber daya karena hal ini melibatkan harapan akan resiprositas dan melampaui individu mana pun sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas dengan hubungan-hubungannya diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Tidak berbeda dengan Coleman, Bourdieu dalam Field (2010) menyatakan bahwa modal sosial sebagai jumlah sumberdaya, aktual atau maya yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan.

Terdapat beberapa penelitian tentang modal sosial, salah satunya adalah penelitian Nopianti dan Elvina (2011). Penelitian tersebut mengemukakan bahwa terdapat tiga dimensi dalam modal sosial yaitu hubungan saling percaya, pranata, dan jaringan sosial. Pada dimensi hubungan saling percaya dapat dilihat dari adanya kejujuran, kewajaran, egaliter, toleransi, dan kemurahan hati. Dimensi pranata dapat dilihat dari adanya nilai-nilai yang dianut bersama, norma-norma dan sanksi-sanksi, dan aturan-aturan. Sedangkan pada dimensi jaringan sosial dapat dilihat dari adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas, kerjasama, dan keadilan. Menurut Hasbullah (2006) terdapat enam unsur pokok dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial yang telah ada, antara lain: participation in a network, reciprocity, trust, social norms, values dan

proactive action.

(25)

Tabel 1 Perbandingan definisi modal sosial

No Nama Ahli Definisi

1 Fukuyama (2007) Social capital merupakan kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian tertentu darinya. Social capital

berbeda dengan bentuk-bentuk human capital lain sejauh dia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah.

2 Putnam dalam

Hauberer (2011)

Modal sosial sebagai jaringan, kepercayaan, dan norma-norma dari timbal balik dan fokus kepada keluaran sosial. Modal sosial diasumsikan positif untuk mempengaruhi politik dan pembangunan ekonomi (sebagai jembatan dan ikatan modal sosial). 3 Coleman

dalam Field (2010)

Modal sosial dipresentasikan sumber daya karena hal ini melibatkan harapan akan resiprositas dan melampaui individu mana pun sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas dengan hubungan-hubungannya diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama.

4 Bourdieu dalam Field (2010)

Modal sosial sebagai jumlah sumberdaya, aktual atau maya yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan

pengakuan yang sedikit banyak

terinstitusionalisasikan. Unsur- Unsur Modal Sosial

Pada dasarnya definisi modal sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli tidak jauh berbeda. Perbedaan tersebut berada pada jumlah dimensi yang digunakan untuk mengukur modal sosial serta bagaimana prosesdan ruang lingkupnya masing-masing. Menurut Putnam (1993) menjelaskan bahwa modal sosial memiliki tiga unsur utama, yaitu (1) kepercayaan; (2) jaringan; dan (3) norma yang dianggap sebagai “stock” modal sosial yang dapat dianggap sebagai aset sosial sehingga dapat memfasilitasi kerjasama di masa yang akan datang. Selain itu, modal sosial dapat menguntungkan untuk pekerjaan negara dan pasar. Didalam penelitian Putnam melihatkan bahwa modal sosial lebih penting untuk stabilitas, efektifitas pemerintahan, dan pengembangan perekonomian daripada fisik dan modal manusia.

Kepercayaan

(26)

hubungannya dengan kepercayaan. Fukuyama menyepadankan istilah kepercayaan dengan istilah “trust” yang didefinisikan sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan kepada norma-norma yang dianut bersama-sama dengan anggota-anggota komunitas itu. Fukuyama melihat trust dapat bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya (cost). Melalui adanya trust yang tercipta diantara masyarakat maka orang-orang dapat bekerja sama secara lebih efektif dikarenakan hal ini memungkinkan adanya kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan individu.

Bentuk aplikasi dari pengertian di atas dapat ditemukan pada penelitian Syahyuti (2008). Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa kepercayaan sebagai kehidupan ekonomi sangat bergantung kepada ikatan moral kepercayaan sosial yang dapat memperlancar transaksi, memberdayakan kreatifitas perorangan, dan dapat menjadi alasan kepada perlunya aksi kolektif yang mana ikatannya tidak terucap dan tidak tertulis.

Jaringan

Jaringan sosial salah satu dari jaringan formal atau informal. Sebelumnya dikenal sebagai keanggotaan resmi, seperti asosiasi. Disamping itu, jaringan memiliki struktur vertical dan horizontal. Jaringan horizontal membawa individu untuk memiliki status dan kekuatan yang sama, sedangkan jaringan vertical merupakan gabungan individu yang berbeda dan memiliki hubungan asimetris dari hirarkhi. Lebih dari itu, jaringan yang ada didalam komunitas dapat membentuk kerjasama dan mencapai keuntungan bersama. Jaringan merupakan efek yang sangat kuat karena dapat menambah biaya potensial dari setiap pengeluaran individu (Putnam dalam Hauberer 2011). Menurut Lawang dalam Azhari (2013) menjelaskan jaringan itu terjemahan dari network yang berarti secara etmologik mungkin malah lebih jelas. Dasarnya adalah jaringan yang berhubungan satu sama lain melalui simpul-simpul (ikatan). Dasar ini ditambah atau digabungkan dengan kerja (work). Kalau gabungan tersebut diberi arti maka tekananya ada pada kerjanya, bahkan pada jaringannya, sehingga muncullah arti kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaringan (net). Sedangkan menurut Syahyuti (2008) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa jaringan diidentifikasikan dengan adanya partisipasi dalam jaringan, resiprositas, trust, social norm, sifat keumuman pemilikan, dan sikap warga yang proaktif sehingga modal sosial dapat dioperasikan dengan baik. Artinya suatu jaringan tidak hanya memperhitungkan pertukaran dan keuntungan yang didapat dalam jangka pendek tetapi lebih memikirkan hubungan untuk jangka panjang. Norma

(27)

Maksudnya adalah dengan adanya timbal balik maka dapat terjadi pertukaran barang dengan nilai yang sama. secara umum, timbal balik diartikan sebagai menolong satu sama lain tanpa mengharapkan imbalan dan norma inilah yang akan memastikan untuk percaya terhadap perilaku orang lain. Menurut Lawang dalam Azhari (2013) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepentingan. Sifat norma kurang lebih seperti ini:

1. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya jika pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh satu pihak saja maka pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi.

2. Norma bersifat resiprokal, artinya norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar akan berdampak kepada berkurangnya keuntungan dan diberi sanksi megatif yang sangat keras. 3. Jaringan yang terbina lama dan menjamin kedua belah pihak secara merata,

akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga.

Definisi norma juga dikemukakan oleh Hasbullah (2006) bahwa norma merupakan sekumpulan aturan yang harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh masyarakat pada entitas tertentu. Norma-norma tersebut berperan untuk membentuk perilaku yang tumbuh di dalam masyarakat. norma tersebut biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu untuk berbuat sesuatu yang menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku. Studi dari Syahyuti (2008) juga menyebutkan bahwa modal sosial selalu berhubungan dengan norma. Artinya jika didalam suatu masyarakat modal sosial rendah, maka norma-nya akan sedikit dan kerjasama antar orang hanya dapat berlangsung di bawah sistem hukum dan regulasi yang bersifat formal.

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha

(28)

berhasil tidaklah mudah. Dalam implementasinya sangat diperlukan beberapa cara dan teknik supaya usaha yang digelutinya tersebut dapat berhasil. Tetapi tidak hanya itu saja, pelaku usaha juga harus memperhatikan berbagai aspek dan faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha. Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha adalah karakteristik individu. Menurut Indartini (2009) didalam penelitiannya menyebutkan bahwa setidaknya terdapat empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaku usaha. Faktor tersebut antara lain: usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jam kerja. Sedikit berbeda dengan penelitian (Djayastra dan Russicaria 2014) yang menyebutkan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha dan dapat berpengaruh langsung kepada pendapatan, antara lain: usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan jam kerja. Hal ini diperjelas dengan pernyataan yang dikutip dari Sethuraman dalam Sasongko (2012) yang menyebutkan bahwa terdapat tujuh ciri-ciri pekerja yang terlibat didalam sektor informal, antara lain:

1. Tingkat pendidikan: mayoritas tergolong rendah; 2. Usia: berada dalam kalangan usia kerja utama; 3. Etos kerja: kebanyakan adalah para migran; 4. Berasal dari kalangan miskin;

5. Rendahnya keterampilan; 6. Kurangnya modal usaha; dan 7. Upah dibawah upah minimum.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat terlihat bahwa faktor karakteristik individu yang dinilai dari berbagai aspek, merupakan salah satu pengaruh secara tidak langsung dalam keberhasilan usaha industri. Pada karakteristik individu tersebut dapat menentukan bagaimana individu dalam memerankan dimensi modal sosial yang berlaku di dalam masyarakat atau komunitas.

Tabel 2 Perbandingan untuk menentukan karakteristik pelaku usaha

No Nama Ahli Indikator dalam Menilai Karakteristik Pelaku Usaha

4. Berasal dari kalangan miskin 5. Rendahnya keterampilan 6. Kurangnya modal usaha

(29)

Berbagai indikator terkait karakteristik pelaku usaha telah dikemukakan oleh ahli. Mengacu dari indikator tersebut, maka peneliti memilih variabel usia, tingkat pendidikan, pengalaman bekerja dan jam kerja untuk dijadikan sebagai indikator dalam mengukur karaktersitik pelaku usaha khususnya pada penjual kerajinan kulit di sentra industri Keluarahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan.

Industri dan Industrialisasi

Sektor industri di Indonesia sangat berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Berkembangnya sektor industri ini diharapkan dapat menjadi penggerak utama dalam perekonomian nasional. Industri sangat erat kaitannya dengan industrialisasi, yang mana dengan banyaknya industri-industri maka akan berdampak kepada industrialisasi baik di pedesaan ataupun di perkotaan. Hal tersebut akan mengubah tatanan sosial ekonomi melalui perubahan sistem pencaharian utama masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, industri didefinisikan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk didalamnya kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal pengertian industri sangat luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia didalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial, dikarenakan industri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk setiap negara atau daerah. Berbeda dengan industri, definisi industrialisasi dikemukakan oleh Sastrosoenarto dalam Maghfiroh (2014) yang mendefinisikan industrialisasi sebagai suatu “proses membangun masyarakat industri yang luas. Industrialisasi di Indonesia harus mengandung makna transformasi masyarakat menuju masyarakat sejahtera yang maju secara struktural maupun kultur”.

Menurut Marijan (2005), sektor industri dapat dikategorisasikan berdasarkan jumah tenaga kerja yang digunakan, maka dapat dibagi menjadi:

1. Industri rumah tangga

Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 4 orang. Industri yang termasuk kedalam industri rumah tangga adalah industri dengan modal yang sangat terbatas dan tenaga kerjanya berasal dari keluarganya sendiri.

2. Industri kecil

Industri yang menggunakan tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang. Industri yang termasuk kedalam industri kecil adalah industri dengan modal yang relatif kecil dan dengan tenaga kerja yang berasal dari lingkungan sekitar.

3. Industri sedang

(30)

4. Industri besar

Industri yang menggunakan tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang. Industri yang termasuk kedalam industri besar adalah industri dengan modal besar yang dihimpun dalam bentuk pemilikan saham dan memiliki tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus serta harus melalui uji kelayakan dan kemampuan.

Marijan (2005) tidak hanya mengkategorikan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja, namun juga mengkategorikan industri berdasarkan lokasi tempatnya, lokasi tersebut antara lain:

1. Industri perkotaan

Industri yang jaraknya dekat dengan kawasan metropolitan atau kota besar dengan jumlah kepadatan penduduk yang tinggi.

2. Industri semi perkotaan

Industri yang terletak di wilayah sekitar kabupaten. 3. Industri pedesaan

Industri yang terletak di kecamatan dan penduduknya cukup besar. Konsep Sektor Informal

Sektor informal identik dengan suatu kegiatan usaha kecil yang minim sekali terhadap kemampuan modal dan keterampilan rendah meskipun pada kenyataannya tidak selalu demikian (Budiartiningsih et al. 2010). Menurut Simanjuntak dalam Budiartiningsih et al. (2010) menyebutkan bahwa sektor informal merupakan suatu kegiatan usaha yang bersifat sederhana, berskala kecil, pendapatan yang diperoleh kecil, kegiatannya beraneka ragam, keterkaitannya pada usaha lain sangat rendah serta mayoritas sektor informal tidak mempunyai ijin usaha sehingga untuk akses lebih mudah sektor informal dari pada sektor formal. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 19953 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan usaha kecil adalah suatu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil yang mana usaha kecil tersebut terbagi menjadi tiga, antara lain: usaha kecil formal, usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil formal adalah suatu usaha yang telah terdaftar , tercatat dan telah berbadan hukum. Usaha kecil informal adalah suatu usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum. Contohnya seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang asongan, petani dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional adalah suatu usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun dan berkaitan dengan seni dan budaya.

Keberhasilan Usaha

Menurut Munajat (2007), mendefinisikan keberhasilan usaha sebagai suatu keadaan yang mana perusahaan mampu untuk dapat mencapai tujuan yang ditetapkan pada suatu perusahaan serta menunjukkan keadaan yang lebih baik dari pada masa sebelumnya.Selain itu, suatu upaya untuk mampu bertahan hidup dalam mengembangkan usahanya atau dapat dikatakan sebagai tingkat pencapaian atau pencapaian tujuan organisasi. Dalam suatu keberhasilan suatu usaha terdapat

3

(31)

beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya serta membantu dalam mencapai keberhasilan industri. Menurut Velzen yang dikutip oleh Nurgandini (2014) menyebutkan bahwa keberhasilan industri tidak dapat dipisahkan dari berbagai masukan dan sumber-sumber yang mempengaruhi proses produksi yang dijalankan industri tersebut. Tingkat keberhasilan usaha industri kecil dapat dilihat dari kinerja usaha industri dalam mencapai target yang diharapkan dari industri seperti tingkat keuntungan yang meningkat, jumlah produktivitas yang dihasilkan, serta jumlah unit industri yang dapat dikembangkan. Berbeda lagi dengan penelitian Haryadi yang dikutip oleh Triutami (2013) yang menyebutkan bahwa kriteria keberhasilan usaha dapat dilihat dari:

1. Peningkatan taraf hidup secara material, yang mana pemenuhan kebutuhan hidup sedah mampu melampaui sekedar kebutuhan dasar.

2. Peningkatan produktivitas usaha, yang mencakup terwujudnya efisiensi keuangan dan juga efektivitas rencana produksi.

3. Peningkatan skala usaha, yang mencakup singkatnya waktu pengembalian modal dan meningkatnya kebutuhan bahan baku dan volume usaha.

4. Peningkatan kemandirian dan kemampuan bersaing secara sehat.

Sedangkan menurut Dwi Riyanti (2003), indikator dari keberhasilan usaha dapat dilihat dari empat faktor, yaitu: meningkatnya omzet, bertambahnya jumlah karyawan, meningkatnya volume penjualan, meningkatnya jumlah pelanggan dan transaksi. Hal ini sedikit berbeda dengan indikator keberhasilan usaha menurut Suryana (2011) yang melihat dari lima faktor, yaitu: modal, pendapatan, volume penjualan, output produksi, dan tenaga kerja. Sedangkan menurut hasil penelitian dari (Triutami 2013)menyebutkan bahwa indikator dalam mengukur keberhasilan usaha dengan melihat tingkat keuntungan, produktivitas dan skala usaha.

Tabel 3 Perbandingan untuk menentukan indikator keberhasilan usaha No Nama Ahli Indikator Keberhasilan Usaha

1 Haryadi

4. Kemandirian dan Kemampuan Meningkat 2 Riyanti

(2003)

1. Meningkatnya Omzet

2. Bertambahnya Jumlah Karyawan 3. Meningkatnya Volume Penjualan

(32)

Berbagai indikator terkait keberhasilan usaha telah dikemukakan oleh ahli. Mengacu dari indikator tersebut, maka peneliti memilih variabel modal, pendapatan, volume penjualan dan tenaga kerja sebagai indikator dalam mengukur tingkat keberhasilan usaha khususnya pada penjual kerajinan kulit di sentra industri Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Stok Modal Sosial

Modal sosial di dalam masyarakat dapat sewaktu-waktu mengalami perubahan atau dinamis. Perubahan tersebut terbukti dengan semakin kuat atau lemahnya dimensi modal sosial yang ada di dalam masyarakat. Perubahan dari masing-masing dimensi modal sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar. Menurut World Bank dalam Syahyuti (2008) setidaknya terdapat empat asumsi yang secara tidak langsung dapat berpengaruh dengan terhadap stok modal sosial. a) Modal sosial berada di dalam kaitan ekonomi, politik dan sosial serta hubungan sosial sehingga dapat mempengaruhi bagaimana pasar dan negara bekerja, dan sebaliknya pasar dan negara juga akan membentuk bagaimana modal sosial di masyarakat bersangkutan; (b) hubungan yang stabil antar aktor dapat mendorong keefektifan dan efisiensi baik perilaku kolektif atau individual; (c) modal sosial dalam masyarakat dapat diperkuat, tetapi membutuhkan sumberdaya untuk memperkuatnya; dan (d) adanya hubungan yang baik dan anggota masyarakat harus mendukungnya.

Berbeda dengan hasil penelitian dari Sakaria (2014) yang menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi perubahan modal sosial. Pertama, terdapat intervensi negara dan penetrasi pasar melalui program pengembangan struktur kelembagaan pemerintahan, pembangunan infrastruktur jalan dan proses pembangunan dapat menggerus dan menambah kapital sosial. Selain itu, hal terebut dapat menggerus kapasitas kewenangan pemerintah dalam pelaksanaan program pembangunan di wilayahnya. Kedua, tingkat pertambahan

(33)

Kerangka Pemikiran

Usaha industri kerajinan kulit sudah lama berkembang di Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan. Dapat dikatakan mayoritas masyarakat bekerja sebagai penjual kerajinan kulit yang terlihat dari banyaknya toko-toko berjajar di sepanjang Jalan Sawo. Industri kerajinan kulit di Magetan ini cukup terkenal karena barang yang dijual berbahan dasar kulit hewan asli sehingga menghasilkan barang-barang dari kulit seperti sepatu, sandal, tas, ikat pinggang, dan accecories lainnya. Awalnya, industri kerajinan kulit ini hanya ditekuni oleh beberapa orang saja namun seiring dengan berkembangnya zaman masyarakat sekitar mulai tertarik dengan usaha tersebut dan bisa dikatakan sektor industri kerajinan kulit ini merupakan salah satu pemasukan atau pendapatan dari masyarakat sekitar kawasan industri. Hal ini membuktikan bahwa kehadiran sektor industri mampu berperan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar sehingga industri kerajinan kulit dapat berkembang dan berhasil sampai saat ini.

Suatu keberhasilan usaha sangat tergantung dari penjual kerajinan kulit yang terlibat di dalamnya. Adanya karakteristik individu dari penjual kerajinan kulit juga dapat berpengaruh terhadap dimensi modal sosial yang terjadi diantara mereka. Hasil penelitian dari Indartini (2009) menyebutkan terdapat indikator dalam menilai karakteristik individu pelaku usaha. Indikator tersebut antara lain: usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jam kerja. Sering kali individu melupakan aspek modal sosial dan lebih memprioritaskan kepada aspek ekonomi, religi, pengetahuan lokal, dan kelembagaan. Padahal adanya peran modal sosial juga turut dalam proses keberhasilan usaha, yang mana dari sekelompok individu pasti mempunyai tujuan bersama yang akan dicapai. Menurut Fukuyama (2007) menyebutkan bahwa perlu adanya upaya dalam pengembangkan dimensi modal sosial seperti: membangun dan menciptakan kepercayaan, mengembangkan jejaring sosial dan harus berbasiskan norma-norma masyarakat.

(34)

Keterangan :

Memiliki hubungan : Variabel yang diuji statistik : Variabel yang tidak diuji statistik :

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian Hipotesis Pengarah

Terdapat faktor-faktor sehingga dapat menyebabkan dinamika stok modal sosial yang dimiliki oleh penjual kerajinan kulit dalam meningkatkan keberhasilan usaha.

Hipotesis Uji

1. Diduga karakteristik individu penjual produk kerajinan kulit berhubungan dengan besaran stok modal sosial.

2. Diduga stok modal sosial berhubungan dengan tingkat keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit.

Tingkat Keberhasilan Usaha Penjualan

Kerajinan Kulit

o Rata-Rata Modal o Tingkat Pendapatan o Volume Penjualan o Jumlah Tenaga Kerja

Stok Modal Sosial

o Tingkat Jaringan

o Tingkat Kepercayaan

o Kepatuhan Norma

Karakteristik Penjual

Kerajinan Kulit

o Usia

o Tingkat Pendidikan o Pengalaman Usaha o Jumlah Jam Kerja

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan dinamika stok modal

(35)

Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Karakteristik Penjual Kerajinan Kulit

Karakteristik individu penjual kerajinan kulit adalah nilai-nilai yang khas dan dimiliki oleh masing-masing individu khususnya para penjual kerajinan kulit yang dapat digunakan untuk memanfaatkan modal sosial yang berlaku didalamnya. Jenis data yang digunakan untuk keperluan pembuatan tabel frekuensi dan tabulasi silang (cross table) adalah data ordinal. Data tersebut akan dikategorikan berdasarkan kelas-kelas sesuai dengan data yang diperoleh dari lapang dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya (data emik). Sedangkan, untuk keperluan korelasi data atau melihat hubungan antar variabel, data yang digunakan adalah data rasio. Hal ini dikarenakan supaya data yang akan dihasilkan dapat memiliki variasi dan keberagaman yang lebih banyak sehingga data tersebut menjadi lebih akurat. Pengukuran karakteristik individu, antara lain: Tabel 4 Definisi operasional karakteristik individu penjual kerajinan kulit

No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data 1. Usia Lama seseorang untuk hidup yang

dihitung sejak responden dilahirkan sampai saat penelitian ini dilakukan dan dinyatakan dalam satuan tahun. Usia dikategorikan menjadi tiga kategori yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan berdasarkan data yang diperoleh dari lapang. Kategori tersebut adalah :

Usia awal dewasa: 32 – 41 tahun Usia pertengahan: 42 - 51 tahun Usia tua: > 52 tahun

(36)

3. Pengala man Usaha

Lama waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk menekuni pekerjaan tersebut terhitung pada saat awal responden memulai membuka usaha hingga penelitian ini dilakukan dan dinyatakan dalam satuan tahun. Pengalaman bekerja dikategorikan menjadi tiga kategori yang mana pada ketiga kategori tersebut ditentukan dan disesuaikan dengan berdasarkan data yang diperoleh dari lapang, sehingga terbentuk tiga kategori sebagai berikut: barang kepada konsumen atau melakukan kegiatan memproduksi barang kerajinan kulit. Waktu tersebut terhitung sejak responden membuka tempat usaha sampai dengan menutup kembali tempat usaha tersebut pada setiap harinya. Jumlah jam kerja dikategorikan menjadi tiga kategori yang telah ditentukan dan disesuaikan berdasarkan data yang diperoleh dari lapang, sehingga terbentuk tiga

(37)

data yang digunakan adalah data rasio. Hal ini dikarenakan supaya data yang akan dihasilkan dapat memiliki variasi dan keberagaman yang lebih banyak sehingga data tersebut menjadi lebih akurat. Pengukuran stok modal sosial, antara lain: Tabel 5 Definisi operasional stok modal sosial penjual kerajinan kulit

No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data 1. Tingkat

Jaringan

Suatu hubungan yang terjalin diantara penjual kerajinan kulit kerajinan kulit sehingga dapat berjalan efektif dan efisien. Pengukuran kekuatan jaringan dilihat melalui pernyataan yang berhubungan dengan mengenal dan menjalin hubungan baik serta meminta bantuan kepada pihak-pihak tertentu dan keanggotaan dalam suatu organisasi yang dilakukan antara penjual kerajinan kulit dengan penjual kerajinan kulit lainnya, konsumen, pemasok, pemerintah dan organisasi. Terdapat dua puluh tujuh pernyataan yang mana masing-masing pernyataan diberi skor 1-2. Skor 1 menyatakan tidak

(38)

penting dalam kegiatan usaha dengan tujuan untuk mengharapkan keuntungan pada salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Pengukuran tingkat penjual kerajinan kulit dengan penjual kerajinan kulit lainnya, konsumen, pemasok, dan pemerintah. Terdapat dua puluh tujuh pernyataan yang

(39)

tersebut antara penjual kerajinan kulit dengan penjual kerajinan kulit lainnya, konsumen, pemasok, dan pemerintahan. Terdapat enam belas pertanyaan yang mana lima pertanyaan diberi skor 1-2. Skor 1 menyatakan tidak dan skor 2 menyatakan tidak. Sedangkan untuk sebelas pertanyaan lainnya diberi skor 1-3. Skor 1 menyatakan tidak pernah, skor 2 menyatakan kadang-kadang, dan skor 3 menyatakan selalu. Setelah dilakukan penjumlahan untuk semua total jawaban, selanjutnya skor akan dikategorikan sebagai berikut: Rendah: skor kumulatif 16 – 25

Sedang: skor kumulatif 26 – 35 Tinggi: skor kumulatif 36 – 43 Tingkat Keberhasilan Usaha

(40)

Tabel 6 Definisi operasional keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis

(41)

kategori yang mana pada ketiga kategori tersebut ditentukan dan disesuaikan dengan berdasarkan data yang diperoleh dari lapang, sehingga terbentuk tiga kategori sebagai berikut:

Sedikit: < 23 Sedang: 24 – 308 Banyak: > 309

satuan pcs

o Jenis barang yang

paling banyak terjual

4. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah karyawan yang dimiliki oleh penjual kerajinan kulit yang bekerja dan mampu untuk memproduksi atau menjual barang kepada konsumen. Jumlah tenaga kerja dikategorikan menjadi tiga kategori yang mana pada ketiga kategori tersebut ditentukan dan disesuaikan dengan berdasarkan data yang diperoleh dari lapang, sehingga terbentuk tiga kategori sebagai berikut:

Sedikit: < 3 Sedang: 4 – 11 Banyak: > 12

Diukur dengan banyaknya

karyawan yang dimiliki oleh penjual kerajinan kulit untuk setiap unit usaha tersebut.

(42)
(43)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung dengan metode kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mencari hubungan antar variabel yang akan diuji, yaitu hubungan karakteristik individu penjual kerajinan kulit terhadap stok modal sosial yang terdapat di sentra kerajinan kulit dan stok modal sosial terhadap tingkat keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit di Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan. Metode kuantitatif yang digunakan yaitu teknik sensus dengan responden yang meliputi seluruh penjual yang ada di sentra kerajinan kulit di Kelurahan Selosari. Pengumpulan data pada metode kuantitatif menggunakan kuesioner yang telah dibuat dan disiapkan untuk ditanyakan kepada seluruh responden yang diambil. Metode kuantitatif yang didukung dengan metode kualitatif digunakan untuk menggali informasi yang menjelaskan lebih lanjut mengenai hubungan stok modal sosial terhadap tingkat keberhasilan usaha penjualan kerajinan kulit di Kelurahan Selosari dengan melalui metode observasi atau pengamatan langsung dan wawancara mendalam terhadap informan yang didasarkan pada panduan pertanyaan yang telah dibuat dan disiapkan sebelumnya sebagai data yang bersifat kualitatif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Jalan Sawo, Kelurahan Selosari, Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan. Lokasi tersebut dipilih secara purposive atau sengaja. Alasan pemilihan lokasi penelitian dikarenakan lokasi tersebut cukup terkenal di wilayah Kabupaten Magetan dan sudah ada sejak dahulu serta masih bertahan hingga saat ini. Hal tersebut yang membuat peneliti ingin melihat berkembangnya sentra industri kulit tersebut dikarenakan adanya peranan dari modal sosial atau adanya faktor lainnya. Selain itu, masih kurangnya penelitian terkait dengan peranan modal sosial khususnya pada industri kulit. Tidak hanya itu, wilayah Kabupaten Magetan cukup terkenal dengan hasil barang kerajinan kulit dan membuat sebagian dari masyarakat di Kelurahan Selosari menjadikan usaha kerajinan kulit sebagai salah satu mata pencaharian dari masyarakat setempat.

Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu sekitar enam bulan terhitung mulai bulan Januari sampai Juni 2016 (Lampiran 2). Kegiatan penelitian tersebut meliputi penyusunan proposal penelitian, uji kelayakan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data lapang, pengelolaan data lapang, penyusunan skripsi, uji petik skripsi, sidang skripsi, hingga tahap akhir yaitu perbaikan skripsi.

Teknik Pengumpulan Data

(44)

yang diperoleh berasal dari responden maupun informan melalui wawancara mendalam. Wawancara mendalam kepada informan dilakukan untuk tujuan mendapatkan informasi secara lengkap mengenai sejarah dan berbagai hal yang ada di sentra industri kerajinan kulit diluar informasi yang diberikan oleh responden.

Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, data-data, informasi tertulis yang dapat digunakan dan sesuai dengan topik penelitian, seperti konsep modal sosial, sektor industri dan industrialisasi pedesaan, indikator dalam mengukur tingkat keberhasilan usaha yang diperkuat dengan data-data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia mengenai hal tersebut. Data sekunder dapat diperoleh dari Bapeda Kabupaten Magetan, Kelurahan Selosari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Magetan, dan sumber-sumber data lainnya yang dianggap relevan.

Data primer diperoleh dari hasil pengukuran kuesioner yang telah dijawab oleh responden. Kuesioner merupakan salah satu instrumen dalam mengumpulkan data primer. Oleh karena itu, penting untuk menguji realibilitas dari suatu kuesioner. Dari uji realibilitas tersebut maka diperoleh alpha sebagai berikut: Tabel 7 Uji statistik realibilitas

Cronbach's Alpha N of Items

0.903 78

Terdapat aturan dalam menentukan nilai dari realibilitas. Jika nilai alpha (α) menunjukkan angka < 0,5 maka realibilitas rendah. Nilai 0,5 < α < 0,7 maka realibilitas moderat. Jika nilai 0,7 < α < 0,9 maka realibilitas tinggi, sedangkan jika nilai α > 0,9 maka realibilitas sempurna. Berdasarkan tabel uji statistik realibilitas yang menunjukkan nilai alpha sebesar 0.903, maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data primer memiliki realibilitas tinggi.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

(45)

memiliki hubungan terhadap tingkat keberhasilan usaha penjualan produk kerajinan kulit.

Teknik pemilihan responden pada penelitian ini dilakukan secara sensus. Teknik ini dipilih dengan mempertimbangkan beberapa alasan diantaranya adalah mengingat bahwa jumlah keseluruhan penjual kerajinan kulit yang terdapat pada sentra industri kerajinan kulit berjumlah 33 orang sehingga peneliti mengambil seluruh populasi yang ada dan dijadikan sebagai responden penelitian. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan supaya peneliti bisa mendapatkan dan menghasilkan data secara menyeluruh dari semua penjual kerajinan kulit yang ada dan bukan hanya data yang mewakili atau sample. Sementara itu, untuk pemilihan informan dilakukan secara purposive atau sengaja dan jumlahnya sudah ditentukan serta menggunakan teknik bola salju (snowball) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan sentra industri kerajinan kulit. Namun, peneliti menjadikan responden penelitian sebagai informan, dengan syarat responden tersebut mampu memberikan jawaban, informasi tambahan serta gambaran secara lengkap dibanding dengan responden yang lainnya. Orang-orang yang telah dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah Pak Sucipto selaku sekretaris dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Pak Wasdiyana selaku pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) khususnya bagian yang menangani Industri Kecil Menengah (IKM), Pak Yudo Wahyono selaku Lurah Selosari, Pak Janna selaku sekretaris Kelurahan Selosari, Pak Eko selaku ketua paguyuban pengrajin di sentra industri kerajinan kulit, dan Pak Sumarsono selaku sekretaris paguyuban pengrajin di sentra industri kerajinan kulit.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner yang telah diisi oleh responden dan kemudian akan disajikan ke dalam bentuk tabel frekuensi, tabulasi silang dan grafik. Data kuantitatif diolah dengan uji korelasi untuk melihat hubungan antar variabel dengan menggunakan Pearson. Variabel-variabel yang diuji dengan

(46)
(47)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Umum Desa Selosari, Kabupaten Magetan Kondisi Geografis

Desa Selosari merupakan salah satu wilayah kelurahan yang berada di Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Desa Selosari terdiri dari 49 RT (Rukun Tetangga) dan 9 RW (Rukun Warga). Luas wilayah Kelurahan Selosari adalah 226,18 Ha. Jarak yang ditempuh untuk dapat mencapai ke wilayah Selosari sekitar 0,8 Km jika dihitung dari pusat wilayah Kabupaten Magetan. Secara administratif, Kelurahan Selosari ini dibatasi oleh beberapa wilayah, yaitu:

1. Sebelah utara : Kelurahan Tawanganom 2. Sebelah selatan : Desa Ringinagung 3. Sebelah timur : Kelurahan Keloporejo 4. Sebelah barat : Desa Candirejo

Kondisi bangunan yang terdapat di wilayah Kelurahan Selosari ini sudah cukup ramai dan padat, hal tersebut dikarenakan banyaknya masyarakat luar daerah yang setiap tahunnya memilih untuk menetap di wilayah ini sehingga setiap tahun jumlah penduduk semakin bertambah. Dengan luas wilayah dari Kelurahan Selosari yang besar, banyak lahan-lahan yang dipergunakan untuk kehidupan masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhannya. Sebagian besar lahan yang ada di wilayah tersebut dipergunakan untuk perumahan, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman dan sarana prasarana penunjang lainnya. Secara lebih rinci, penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas lahan menurut penggunaanya di Kelurahan Selosari tahun 2015 No Jenis penggunaan lahan Luas (Ha/m2) Persentase (%)

1. Pemukiman 47 20,77

2. Persawahan 86 38,02

3. Perkebunan 37 16,35

4. Kuburan 7 3,09

5. Pekarangan 49 21,65

6. Taman 0,1 0,04

7. Perkantoran 0,18 0,07

8. Prasarana umum lainnya 0,1 0,04

Total 226,18 100,00

Sumber: Profil Desa dan Kelurahan Selosari (Desember 2015)

(48)

dan sisanya sebesar 0,04 persen digunakan sebagai penggunaan sarana dan prasarana lainnya yang menunjang dengan luas 0,1 Ha.

Penggunaan lahan di wilayah Kelurahan Selosari lebih banyak digunakan untuk persawahan, pekarangan dan pemukiman. Pemanfaatan pemukiman tersebut digunakan sebagai tempat sentra industri kerajinan kulit yang di dalamnya terdapat beberapa masyarakat setempat yang bermata pencaharian sebagai penjual kerajinan kulit. Sentra industri kerajinan kulit ini telah ada sejak tahun 1980 dan semakin berkembang hingga sekarang. Dengan adanya sentra industri kerajinan kulit ini diharapkan mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang dan mengunjungi Kabupaten Magetan.

Kondisi Demografis

Desa Selosari terbagi menjadi 49 Rukun Tetangga (RT) dan 9 Rukun Warga (RW). Menurut data profil desa dan kelurahan Selosari tahun 2015, menyebutkan bahwa terdapat 1618 KK yang berada di wilayah ini dengan total jumlah penduduk sebesar 6073 jiwa. Kepadatan penduduk juga terjadi setiap 100 per km2, yang artinya wilayah ini terbilang padat. Sebagian besar penduduk yang tinggal di Kelurahan Selosari merupakan masyarakat lokal yang dari dulu sudah tinggal diwilayah tersebut, namun tidak sedikit pula masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut merupakan masyarakat pendatang dari luar daerah. Dari total jumlah penduduk yang ada, berikut perbandingan proposisi antara laki-laki dan perempuan di Kelurahan Selosari yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis kelamin di Kelurahan Selosari tahun 2015

No Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Laki-Laki 3.026 49,83

2. Perempuan 3.047 50,17

Total 6.073 100,00

Sumber: Profil Desa dan Kelurahan Selosari (Desember 2015)

(49)

Tabel 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok umur di Kelurahan Selosari tahun 2015

No Kelompok umur Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 0-4 328 5,40

2. 5-9 395 6,50

3. 10-14 411 6,77

4. 15-19 426 7,02

5. 20-24 500 8,24

6. 25-29 542 8,92

7. 30-34 484 7,96

8. 35-39 410 6,75

9. 40-44 495 8,15

10. 45-49 443 7,30

11. 50-54 400 6,58

12. 55-59 457 7,53

13. 60-64 361 5,95

14. 65-69 306 5,03

15. 70-74 102 1,68

16. ≥ 75 13 0,22

Total 6.073 100,00

Sumber: Profil Desa dan Kelurahan Selosari (Desember 2015)

(50)

Tabel 11 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Selosari tahun 2015

No Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Tidak tamat SD/sederajat 32 0,81

2. Tamat SD/sederajat 561 14,23

3. Tamat SMP/sederajat 593 15,04

4. Tamat SMA/sederajat 1.596 40,49

5. Tamat D1 54 1,37

6. Tamat D2 76 1,92

7. Tamat D3 719 18,24

8. Tamat S1 310 7,86

9. Tamat S2 7 0,17

10. Tamat S3 - -

Total 3.941 100,00

Sumber: Profil Desa dan Kelurahan Selosari (Desember 2015)

Gambar

Grafik persentase responden berdasarkan rasa kepercayaan yang  diberikan
Tabel  1  Perbandingan definisi modal sosial
Tabel  2  Perbandingan untuk menentukan karakteristik pelaku usaha
Gambar 1 Kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pangodian Harapan, Analisis Pengaruh Citra Lembaga, Kualitas Pelayanan Dan Kedekatan Emosional Terhadap Loyalitas Dengan Kepuasan Sebagai Variabel Moderating” (Studi Kasus

Kemudian menghitung proyeksi tahun mendatang (tahun 2007). Terakhir, setelah melakukan proyeksi tahun berikutnya adalah membandingkan data keuangan berupa neraca dan laporan

Prayitno dan Suprapto dalam kertas kerjanya (2002), mengatakan bahwa standar kompetensi adalah spesifikasi atau sesuatu yang dibakukan, memuat persyaratan minimal yang

PLTU juga akan dibangun oleh PT Tanjung Power Indonesia, perusahaan patungan PT Adaro Power dengan anak usaha Korea East-West Power Co.. Ltd, PT

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara daya antioksidan dari ekstrak etanol daun katuk yang didapat dari hasil ekstraksi dengan pelarut

Berdasarkan uji validitas pengaruh atau uji t, terlihat bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Tengah

Kesimpulan Untuk membuat aplikasi program pengenalan pola angka pada sistem operasi android dengan menggunakan template matching seperti program ini, keberhasilan pengenalan

Tujuan dilakukannya npeneelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagi Tanda Bukti Hak dan bagaimana kepastian hukum