• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai Anti-Aging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai Anti-Aging"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH

RIMBANG (

Solanum torvum

Sw.) SEBAGAI

ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI

NIM 131524036

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH

RIMBANG (

Solanum torvum

Sw.) SEBAGAI

ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI

NIM 131524036

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG

(

Solanum torvum

Sw.) SEBAGAI

ANTI-AGING

OLEH:

SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI NIM 131524036

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 30 November 2015

Disetujui Oleh,

Dosen Pembimbing I Panitia Penguji,

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.

NIP 195111021977102001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan anugerah

dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul

Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai

Anti-Aging. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.

Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku

dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan

bantuan selama masa penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dr.

Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita

Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari

Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji serta Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun,

Apt., selaku Ketua Departemen Teknologi Formulasi yang telah memberikan

masukan dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku

dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa

pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu staff

pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik dan memberikan

arahan serta bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Pimpinan dan semua

staf akademik dan keuangan yang telah membantu penulis dalam semua proses

(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan

tak terhingga kepada Ayahanda Syaiful Ys. dan Ibunda Lisnunna Sari Siregar,

serta kakak dan adik-adik yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat,

dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada

sahabat-sahabat yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis

melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.

Medan, Januari 2016

Penulis,

(6)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI ANTI-AGING

Abstrak

Latar Belakang: Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, solasonine, sterolin

(sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral. Buah rimbang juga mengandung asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan senyawa fenolik. Selain itu, buah rimbang juga mengandung senyawa antioksidan berupa karotenoid. Adanya kandungan tersebut, maka buah rimbang memiliki fungsi sebagai antioksidan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan memformulasikan ekstrak buah rimbang dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air dan menguji daya anti

-aging kulit punggung tangan sukarelawan.

Metode: Serbuk buah rimbang diekstraksi secara perkolasi dengan pelarut etanol 80%. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator ±500C dan dipekatkan dengan freeze dryer -400C. Terhadap serbuk simplisia dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi. Ekstrak buah rimbang diformulasi dalam sediaan krim dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%. Selanjutnya sediaan krim dievaluasi stabilitasnya dan diuji efektivitasnya pada kulit tangan sukarelawan menggunakan alat skin analyzer. Pembuktian kemampuan sediaan anti-aging

meliputi beberapa parameter yaitu kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori(pore), keriput (wrinkle), dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth).

Hasil: Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa serbuk simplisia buah rimbang mengandung alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, glikosida, antarakuinon dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air (3,9%), kadar sari larut air (12,87%), kadar sari larut etanol (16,4%), kadar abu total (5,1%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,43%). Hasil evaluasi krim EEBR stabil dalam penyimpanan 90 hari pada suhu kamar. Pemeriksaan homogenitas sediaan krim menunjukkan krim homogen, pH sediaan krim diperoleh nilai 5,4-5,7. Hasil pemeriksaan sediaan krim EEBR menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging yang baik setelah perawatan 4 minggu. Konsentrasi 10% krim ekstrak buah rimbang memberikan efek lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lain.

Kesimpulan: Ekstrak buah rimbang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan memberikan efek sebagai anti-aging.

Kata Kunci: Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,

(7)

FORMULATION OF TURKEY BERRY FRUIT (Solanum torvum Sw.) EXTRACT CREAM PREPARATION AS ANTI-AGING

Abstract

Background: Turkey berry fruit contains a variety of vitamins, such as vitamin A, vitamin B1, and vitamin C, glucoalcaloid, solasonine, sterolin (D-sitosterol glucoside), proteins, fats and minerals. The fruit also contains fenolic acid (clorogenic acid, kafeic acid, and ferulic acid) which is a phenolic. In addition, turkey berry fruit also contains antioxidant compounds such as carotenoids. Because the presence of the bioactive components in turkey berry fruit, so it can function as antioxidants.

Objective: The purpose of this research was to formulate turkey berry fruit extract into a cream preparation of oil in water emulsion type as anti-aging and tested its effectiveness its on the back hand skin of volunteers.

Method: Turkey berry fruit was extracted by percolation using ethanol 80%. Percolat was concentrated by rotary evaporator at ±500C and dried with a freeze dryer -400C. Simplicia was screened phytochemically and characterized. Turkey berry fruit extract was made into cream preparations with a concentration of 2.5%, 5%, 7.5%, 10%. Cream was evaluated on its stability and effectiveness by testing on the skin of back hand of volunteers using skin analyzer. Anti-aging capability includes several parameters: moisture, evennes, pore, wrinkles, and depth of wrinkles.

Results: Phytochemical screening result showed that the simplicia of turkey berry fruit contained alcaloids, flavonoids, tannins, saponins, glycosides, antraquinon and steroids/triterpenoid. The result of simplicia characterization were water content (3.9%), water soluble extract content (12.87%), content of ethanol soluble extract (16.4%), total ash content (5.1%) and ash content that was not soluble in acid (0.43%). Result of evaluation showed that it was stable in storage for 90 days at room temperature. Homogeneity test towards cream preparations showed a homogeneous cream, cream preparations obtained pH 5.4-5.7. Turkey berry fruit examination result showed its effectiveness as an anti-aging good after 4 weeks of treatment. Concentration of 10% cream turkey berry gave faster anti-aging activity than other concentrations.

Conclusion: Turkey berry fruit extracts can be formulated into cream preparation and gives anti-aging activity.

Keywords: Turkey berry fruit extracts (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tanaman Rimbang ... 5

2.1.1 Taksonomi tanaman rimbang ... 6

2.1.2 Kandungan rimbang ... 6

2.1.3 Manfaat rimbang ... 8

(9)

2.2.1 Simplisia ... 8

2.8.2 Parameter Pengukuran... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22

3.4.2 Penetapan kadar air... 22

3.4.3 Penetapan kadar sari larut air ... 23

(10)

3.4.5 Penetapan kadar abu total ... 23

3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 24

3.5 Uji Skrining Fitokimia ... 24

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida ... 24

3.5.2 Pemeriksaan glukosida ... 25

3.5.3 Pemeriksaan saponin ... 25

3.5.4 Pemeriksaan flavonoid ... 26

3.5.5 Pemeriksaan antrakuinon ... 26

3.5.6 Pemeriksaan tanin ... 26

3.5.7 Pemeriksaan steroid/terpenoid ... 27

3.6 Pembuatan Ekstrak ... 27

3.7 Formulasi Sediaan Krim ... 27

3.7.1 Formula standar dasar krim ... 27

3.7.2 Formula dasar krim yang dibuat ... 28

3.7.3 Pembuatan sediaan krim ... 28

3.8 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim ... 29

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim ... 29

3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 29

3.8.3 Pengukuran pH sediaan krim ... 30

3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim ... 30

3.9 Uji Iritasi Terhadap Relawan ... 30

3.10 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan ... 31

(11)

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 33

4.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Buah Rimbang... 33

4.3 Hasil Karakterisasi dan Skrining ... 33

4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 33

4.3.2 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 33

4.3.3 Hasil pemeriksaan skrining serbuk simplisia ... 35

4.4 Hasil Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim ... 35

4.4.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim ... 35

4.4.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 36

4.4.3 Hasil pengukuran pH sediaan ... 37

4.4.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan krim ... 38

4.5 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Relawan ... 39

4.6 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging Terhadap Relawan .. 40

4.6.1 Kadar air (Moisture) ... 41

4.6.2 Kehalusan (Evenness) ... 43

4.6.3 Pori (Pore) ... 45

4.6.4 Noda (Spot) ... 47

4.6.5 Keriput (Wrinkle) ... 49

4.6.6 Kedalaman keriput (Wrinkle’s Depth) ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 19

3.1 Formula sediaan krim ... 29

4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 34

4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia ... 35

4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan krim ... 35

4.4 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru ... 36

4.5 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metode pengenceran ... 36

4.6 Data pengukuran pH sediaan krim ... 37

4.7 Data organoleptis sediaan krim yang dibuat ... 38

4.8 Data hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim pada saat sediaan selesai dibuat, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari ... 39

4.9 Hasil uji iritasi terhadap kulit relawan ... 40

4.10 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan relawan ... ... 43

4.11 Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit punggung tangan relawan ... 45

4.12 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan relawan ... 47

4.13 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit punggung tangan relawan ... 49

4.14 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan relawan ... 51

(13)

DAFTAR GAMBAR punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 42

4.2 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 44

4.3 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 46

4.4 Grafik hasil pengukuran banyak noda (spot) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 48

4.5 Grafik hasil pengukuran banyaknya keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 50

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang ... 59

2. Gambar tanaman rimbang dan gambar makroskopik buah

rimbang ... 60

3. Gambar serbuk simplisia dan ekstrak buah rimbang ... 61

4. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia dan karakterisasi

simplisia buah rimbang ... 62

5. Bagan kerja pembuatan ekstrak buah rimbang ... 63

6. Bagan alir proses pembuatan dasar krim ... 64

7. Bagan alir pembuatan, penentuan mutu fisik dan uji penilaian

organoleptik sediaan krim ... 65

8. Perhitungan penetapan kadar air dari serbuk simplisia buah

rimbang ... 66

9. Perhitungan penetapan kadar sari larut air dari serbuk simplisia buah rimbang ... 67

10. Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol dari serbuk

simplisia buah rimbang ... 68

11. Perhitungan penetapan kadar abu total dari serbuk simplisia

buah rimbang ... 69

12. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut asam dari

serbuk simplisia buah rimbang ... 70

13. Gambar sediaan krim sebelum dan sesudah penyimpanan 12

minggu ... 71

14. Gambar hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim dan

gambar hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 72

15. Gambar alat dan bahan ... 73

(15)

17. Salah satu contoh hasil uji efektivitas anti-aging pada kulit

punggung tangan ... 75

18. Hasil variansi (ANAVA) dan Tukey untuk pemulihan kulit

(16)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI ANTI-AGING

Abstrak

Latar Belakang: Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, solasonine, sterolin

(sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral. Buah rimbang juga mengandung asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan senyawa fenolik. Selain itu, buah rimbang juga mengandung senyawa antioksidan berupa karotenoid. Adanya kandungan tersebut, maka buah rimbang memiliki fungsi sebagai antioksidan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan memformulasikan ekstrak buah rimbang dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air dan menguji daya anti

-aging kulit punggung tangan sukarelawan.

Metode: Serbuk buah rimbang diekstraksi secara perkolasi dengan pelarut etanol 80%. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator ±500C dan dipekatkan dengan freeze dryer -400C. Terhadap serbuk simplisia dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi. Ekstrak buah rimbang diformulasi dalam sediaan krim dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%. Selanjutnya sediaan krim dievaluasi stabilitasnya dan diuji efektivitasnya pada kulit tangan sukarelawan menggunakan alat skin analyzer. Pembuktian kemampuan sediaan anti-aging

meliputi beberapa parameter yaitu kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori(pore), keriput (wrinkle), dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth).

Hasil: Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa serbuk simplisia buah rimbang mengandung alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, glikosida, antarakuinon dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air (3,9%), kadar sari larut air (12,87%), kadar sari larut etanol (16,4%), kadar abu total (5,1%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,43%). Hasil evaluasi krim EEBR stabil dalam penyimpanan 90 hari pada suhu kamar. Pemeriksaan homogenitas sediaan krim menunjukkan krim homogen, pH sediaan krim diperoleh nilai 5,4-5,7. Hasil pemeriksaan sediaan krim EEBR menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging yang baik setelah perawatan 4 minggu. Konsentrasi 10% krim ekstrak buah rimbang memberikan efek lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lain.

Kesimpulan: Ekstrak buah rimbang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan memberikan efek sebagai anti-aging.

Kata Kunci: Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,

(17)

FORMULATION OF TURKEY BERRY FRUIT (Solanum torvum Sw.) EXTRACT CREAM PREPARATION AS ANTI-AGING

Abstract

Background: Turkey berry fruit contains a variety of vitamins, such as vitamin A, vitamin B1, and vitamin C, glucoalcaloid, solasonine, sterolin (D-sitosterol glucoside), proteins, fats and minerals. The fruit also contains fenolic acid (clorogenic acid, kafeic acid, and ferulic acid) which is a phenolic. In addition, turkey berry fruit also contains antioxidant compounds such as carotenoids. Because the presence of the bioactive components in turkey berry fruit, so it can function as antioxidants.

Objective: The purpose of this research was to formulate turkey berry fruit extract into a cream preparation of oil in water emulsion type as anti-aging and tested its effectiveness its on the back hand skin of volunteers.

Method: Turkey berry fruit was extracted by percolation using ethanol 80%. Percolat was concentrated by rotary evaporator at ±500C and dried with a freeze dryer -400C. Simplicia was screened phytochemically and characterized. Turkey berry fruit extract was made into cream preparations with a concentration of 2.5%, 5%, 7.5%, 10%. Cream was evaluated on its stability and effectiveness by testing on the skin of back hand of volunteers using skin analyzer. Anti-aging capability includes several parameters: moisture, evennes, pore, wrinkles, and depth of wrinkles.

Results: Phytochemical screening result showed that the simplicia of turkey berry fruit contained alcaloids, flavonoids, tannins, saponins, glycosides, antraquinon and steroids/triterpenoid. The result of simplicia characterization were water content (3.9%), water soluble extract content (12.87%), content of ethanol soluble extract (16.4%), total ash content (5.1%) and ash content that was not soluble in acid (0.43%). Result of evaluation showed that it was stable in storage for 90 days at room temperature. Homogeneity test towards cream preparations showed a homogeneous cream, cream preparations obtained pH 5.4-5.7. Turkey berry fruit examination result showed its effectiveness as an anti-aging good after 4 weeks of treatment. Concentration of 10% cream turkey berry gave faster anti-aging activity than other concentrations.

Conclusion: Turkey berry fruit extracts can be formulated into cream preparation and gives anti-aging activity.

Keywords: Turkey berry fruit extracts (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan proses alamiah dalam kehidupan manusia, menua erat

kaitannya dengan berbagai proses degeneratif. Banyak teori diajukan dan berbagai

penelitian dilakukan untuk mencegah penuaan. Terjadinya radikal bebas akibat

proses oksidatif merupakan teori yang paling sering dianut. Penggunaan

antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mencegah

penuaaan atau setidaknya menua secara alami (Ardhie, 2011).

Sumber antioksidan alami dapat berasal dari tumbuhan, salah satunya adalah

berasal dari sayuran indigenous (Kusuma dan Andarwulan, 2012). Sayuran

indigenous merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan

dikonsumsi sejak zaman dahulu dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu.

Sayuran ini biasanya ditumbuhkan di pekarangan rumah atau di kebun secara

komersial (Suryadi dan Kusmana, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian Andarwulan, dkk., (2010) dan Andarwulan,

dkk., (2012) menyebutkan bahwa dari sejumlah sayuran indigenous yang diteliti

telah diketahui mengandung senyawa fenolik, termasuk didalamnya senyawa

flavonoid, yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon

(apigenin dan luteolin). Selain itu, sayuran indigenous juga memiliki aktivitas

antioksidan yang relatif tinggi.

Salah satu contoh sayuran indigenous adalah buah rimbang. Buah rimbang

(19)

diketahui mengandung glukoalkaloid, solasonine, sterolin (sitosterol-D

glucoside), protein, lemak, dan mineral (Yuanyuan, et al., 2009).

Komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan dapat berasal dari

senyawa fenolik dan senyawa non fenolik. Berdasarkan penelitian Rahmat (2009),

buah rimbang mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid, yaitu flavonol

(quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin).

Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI.,

1995). Krim dianggap lebih mempunyai daya tarik estetika yang lebih besar

karena sifatnya tidak berminyak dan kemampuan menyerap dalam kulit pada saat

pengolesan (Ansel, 1989).

Dengan adanya kandungan antioksidan pada buah rimbang, maka peneliti

membuat sediaan kosmetik dalam bentuk krim dengan menambahkan ekstrak

buah rimbang (Solanum torvum Sw.) sebagai anti-aging.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini:

a. Bagaimana karakteristik simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.)

dibandingkan dengan yang terdapat pada Materia Medika Indonesia (MMI)

jilid IV 1995?

b. Apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dapat diformulasikan

dalam sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air?

c. Apakah krim yang mengandung ekstrak buah rimbang (Solanum torvum

(20)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah:

a. Hasil karakterisasi simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.)

memenuhi syarat karakteristik yang tertera pada Materia Medika Indonesia

(MMI) jilid IV 1995.

b. Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dapat diformulasikan dalam

sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air.

c. Krim yang mengandung ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.)

mampu memberikan efek anti-aging pada kulit.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Pemeriksaan karakterisasi simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.).

b. Untuk mengetahui apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.)

dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak

dalam air.

c. Untuk mengetahui apakah krim yang mengandung ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Sw.)mampu memberikan efek anti-aging pada kulit.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk sebagai berikut:

a. Meningkatkan daya dan hasil guna dari tanaman rimbang (Solanum torvum

(21)

b. Menjadi alternatif lain dalam penggunaan buah rimbang (Solanum torvum

Sw.) untuk konsumen yang tidak hanya dapat dikonsumsi sebagai sayur atau

lalapan saja.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap 15 orang relawan, sediaan krim dioleskan

pada area kulit punggung tangan yang sudah diberi tanda. Terdapat 3 variabel

bebas yaitu simplisia buah rimbang, ekstrak etanol buah rimbang, formulasi krim

ekstrak buah rimbang. Variabel terikat meliputi karakterisasi, skrining fitokimia,

uji efek anti-aging dengan skin analyzer dan moisture checker (Aramo-Huvis).

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Rimbang

Rimbang merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi tanaman

sekitar 3 m. Beberapa wilayah Indonesia memiliki nama lain dari tanaman

takokak, seperti terong pipit (Sumatera), rimbang (Melayu), takokak (Jawa Barat)

dan terong cepoka, atau poka, cong belut atau cokowana (Jawa Tengah). Bentuk

batang bulat, berkayu, bercabang, berduri jarang dan percabangannya simpodial

dengan warna putih kotor. Daun rimbang tunggal, berwarna hijau, tersebar,

berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung meruncing dan panjangnya sekitar 27-30 cm

dan lebar 20-24 cm, dengan bentuk pertulangan daunnya menyirip dan ibu tulang

berduri (Kusuma dan Andarwulan, 2012).

Ciri-ciri bunga rimbang, yaitu majemuk, bentuk bintang, kelopak berbulu,

bertajuk lima, runcing, panjang bunga kira-kira 5 mm, benang sari lima, tangkai

panjang kira-kira 1 mm dan kepala sari panjangnya kira-kira 6 mm berbentuk

jarum, berwarna kuning, tangkai putik kira-kira 1 cm yang berwarna putih, dan

kepala putik kehijauan. Buah rimbang berbentuk buni, bulat, licin, dan bergaris

tengah 12-15 mm, ketika masih muda buah berwarna hijau dan setelah tua

warnanya menjadi jingga (Sirait, 2009).

Rimbang berasal dari kepulauan Antilles yang penyebarannya sampai ke

negara-negara tropika termasuk Indonesia. Tanaman ini tumbuh di daerah pulau

Sumatera, Jawa, dataran rendah yang ketinggiannya sekitar 1-1.600 meter di atas

(23)

sinar matahari sedang dan tumbuh secara tersebar. Bijinya pipih, kecil, licin,

berwarna kuning pucat, berakar tunggang berwarna kuning pucat (Sirait, 2009).

Tanaman rimbang diperbanyak dengan cara vegetatif yaitu memisahkan

anakan dari akarnya, atau secara generatif menggunakan biji. Perbanyakan

menggunakan biji, terlebih dahulu untuk menghilangkan daging buah kemudian

disemaikan (Sirait, 2009).

2.1.1 Taksonomi tanaman rimbang

Taksonomi dari tanaman rimbang adalah (Zubaida, et al., 2013):

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Solanales

Suku : Solanaceae

Marga : Solanum

Jenis : Solanum torvum Sw.

2.1.2 Kandungan rimbang

Rimbang mengandung berbagai bahan kimia. Berdasarkan penelitian

Rahmat (2009), buah rimbang mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid,

yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan

luteolin). Menurut Apriady (2010), bahwa buah rimbang juga mengandung asam

fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan

senyawa fenolik. Senyawa antioksidan buah rimbang juga mengandung senyawa

non fenolik berupa karotenoid dan asam askorbat (Kusuma dan Andarwulan,

(24)

Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A,

vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, sterolin (sitosterol-D glucoside),.

Kandungan kimia yang terdapat pada buah dan daun mengandung alkaloid steroid

yaitu jenis solasodine 0,84%, sedangkan kandungan buah kuning mengandung

solasonine 0,1%. Kemudian, buah mentahnya juga mengandung chlorogenin,

sisologenenone, torvogenin, neo-chlorogenine, dan panicolugenine (Sirait, 2009).

Senyawa-senyawa antioksidan yang terkandung dalam buah rimbang antara lain:

Flavonoid

Gambar 2.1 Rumus kimia flavonoid

Asam askorbat

Gambar 2.2 Rumus kimia asam askorbat

Asam fenolat

(25)

Vitamin A

Gambar 2.4 Rumus kimia vitamin A

2.1.3 Manfaat rimbang

Buah rimbang sering digunakan sebagai obat tradisional, yaitu dapat

dimakan langsung dalam kondisi mentah, direbus, atau dibalut langsung pada

bagian yang terluka (Kusuma dan Andarwulan, 2012).

Adanya kandungan komponen-komponen bioaktif tersebut, maka buah

rimbang dapat berfungsi sebagai antioksidan, kardiovaskuler, aktivitas agregasi

anti-platelet, aktivitas antimikroba, sedatif, digestif, hemostatik, serta aktivitas

diuretik (Agrawal, et al., 2010).

Rimbang juga mampu melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan rasa

sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif) (Rahmat, 2009). Rimbang

memiliki aktivitas pembersih superoksida yang tinggi yakni di atas 70%.

Kandungan kimia yang terdapat pada rimbang mampu bertindak sebagai

antioksidan dan dapat melindungi jaringan tubuh dari efek negative radikal bebas.

Kemudian, rimbang berfungsi sebagai anti radang karena memiliki senyawa sterol

carpesterol (Sirait, 2009).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

(26)

hewani atau simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia berupa

tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, RI., 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Depkes, RI., 2000).

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat

di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini

memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, RI.,

2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang

sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu :

a. Cara Dingin

1. Maserasi, adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

(27)

prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi

kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak

(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali.

b. Cara Panas

1. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses

pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet, adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

(28)

4. Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98oC ) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur

sampai titik didih air.

2.3 Kulit

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus

seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan

kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet, dan melindungi kulit

terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan

lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan

umum. Dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi

pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat,

memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit

karena penyakit tertentu (Syaifuddin, 2001).

Kulit adalah suatu shell yang fleksibel, mudah melentur, protektif, mengatur

diri sendiri yang melindungi sistem hidup kita. Shell mengandung sistem sirkulasi

dan sistem evaporasi untuk menstabilkan temperatur dan tekanan badan, sistem

melemas sendiri dan merupakan alat untuk mendeteksi stimuli dari luar (Anief,

1997).

Kulit terdiri dari 3 lapis:

a. Epidermis

Epidermis, sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air, elektrolit

(29)

dari luar badan. Epidermis juga mencegah atau menghambat kehilangan air dari

badan, hingga semua jaringan yang lain menjaga keseimbangan dinamis dengan

lingkungan dalam (Syaifuddin, 2001).

Epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan (Syaifuddin, 2001):

1. Stratum corneum (lapisan tanduk)

2. Stratum lucidum (daerah sawar)

3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir)

4. Stratum spinosum (lapisan sel duri)

5. Stratum germinativum (lapisan sel basal)

b. Dermis

Dermis, atau korium tebalnya 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen

dan elstin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis

mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar

lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut syaraf dan korpus pacini.

Daerah atas dari dermis terdapat papillae membentuk lapisan papil yang

berhubungan ke dalam epidermis. Lapisan mengandung akhir syaraf yang

dipengaruhi oleh perubahan suhu dan aplikasi anestetika lokal dan iritasi

(Syaifuddin, 2001).

Dermis terutama terdiri dari jaringan nonseluler yang dihubungkan secara

kolagen yang berasal dari fibrinosit. Mereka merupakan sistem penunjang untuk

jaringan anyaman kompleks dari saluran darah, saluran limfe dan syaraf dan

sistem retikuloendotel, yang berperan dalam inflamasi dan penyakit. Dermis

mengandung pula komplemen tambahan seperti kelenjar keringat, kandung

(30)

badan dan terutama bereaksi terhadap panas untuk membuat lapisan asam (pH

4,5-5,5), larutan garam sebagai keringat (Syaifuddin, 2001).

c. Lapisan (jaringan) subkutan berlemak

Kulit yang utuh merupakan rintangan efektif terhadap penetrasi. Absorbsi

melalui kulit dapat terjadi dengan menembus daerah anatomi:

- Langsung menembus epidermis utuh

- Diantara atau menembus sel stratum korneum

- Menembus tambahan kulit seperti kelenjar keringat, kelenjar lemak dan

gelembung rambut.

Menurut Mail, jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui

epidermis daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah

dapat dijelaskan karena luas permukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar

daripada kedua yang lain (Syaifuddin, 2001).

Dalam keadaan khusus, seperti berkeringat atau zatnya sudah larut dalam

lipid jalan yang baik adalah melalui kelenjar lemak. Tetapi bagi kebanyakan

keadaan dan bagi zatnya, jalan yang paling baik adalah langsung melalui

epidermis (Syaifuddin, 2001).

2.4 Penuaan Dini

Sebagaimana makhluk hidup yang lain, manusia akan mengalami penuaan.

Proses penuaan ini antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau

kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda (Tranggono dan Latifah,

2007).

Penuaan merupakan proses alamiah pada kehidupan. Penuaan dini

(31)

tanda-tanda penuaan dini yang paling nyata adalah adanya kerutan terutama dikulit

wajah, diusia yang relatif muda, bahkan diawal umur 20-an (Ardhie, 2011).

Proses menua pada kulit dibedakan atas 2, yaitu (Ardhie, 2011):

1. Proses menua intrinsik

Proses menua intrinsik adalah proses menua yang terjadi sejalan dengan

waktu. Proses biologi yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi

pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati.

Penuaan ini ditunjukkan dari adanya perubahan struktur dan fungsi, serta

metabolik kulit seiring dengan bertambahnya usia.

2. Proses menua ekstrinsik

Proses menua ekstrinsik adalah proses menua yang dipengaruhi oleh

perubahan eksternal yaitu pajanan matahari berlebihan (photoaging), polusi,

kebiasaan merokok dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik

gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari.

Sinar UV dibutuhkan tubuh untuk mensintesa vitamin D, akan tetapi sinar

UV yang terlalu banyak akan merusak molekul dan sel-sel tubuh. Kerusakan ini

akan menyebabkan perubahan yang berupa penebalan epidermis, stratum korneum

dan peningkatan melanosit. Efek jangka panjangnya dapat menyebabkan penuaan

dini pada kulit yang merupakan akibat dari kerusakan-kerusakan yang telah

terakumulasi (Susana, 2013).

2.5 Anti Penuaan atau Anti-Aging

Anti-aging merupakan suatu proses yang berguna untuk mencegah atau

memperlambat efek penuaan sehingga terlihat segar, lebih cantik, dan awet muda.

(32)

seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik. Menurut hasil

penelitian para pakar, krim anti-aging dirancang secara khusus untuk mencegah

penuaan dini terutama jika diaplikasikan pada malam hari (Fauzi dan Nurmalina,

2012).

Menurut Muliyawan dan Suriana (2013), produk anti-aging memiliki tujuan

untuk membantu tubuh agar tetap sehat dan awet muda bahkan bisa terlihat jauh

lebih mudah dari usia sesungguhnya, sehingga mampu menghambat timbulnya

tanda-tanda penuaan pada kulit.

2.5.1 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah

terjadinya proses oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan

berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat

antioksidan bagi kesehatan dan kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit

kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain

(Tamat, dkk., 2007).

Antioksidan mampu menghambat oksidasi dari molekul oksidan. Oksidasi

merupakan reaksi kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen

oksigen (Ardhie, 2011).

Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh

molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat

mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat

menstabilkan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Antioksidan

dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim

(33)

(GSH.Prx). Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten

dan asam askorbat (vitamin C). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai

antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan yang termasuk ke dalam vitamin

dan fitokimia disebut flavonoid. Flavonoid memiliki kemampuan untuk meredam

molekul tidak stabil yang disebut radikal bebas (Inggrid dan Santoso, 2014).

2.6 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”.

Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun

sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur,

arang, air, embun, pasir atau sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

Tidak dapat disangkal lagi bahwa produk kosmetik sangat diperlukan oleh

manusia, produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan diseluruh

tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar krim

yang dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM., 1979).

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI.,

1995).

Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi A/M

(34)

Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air, dan

dikenal dengan Vanishing cream. Basis krim (Vanishing cream) disukai pada

penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan efek

dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang

baik. Vanishing cream umumnya emulsi minyak dalam air, mengandung air

dalam persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air

menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel,1989).

Formula standar basis Vanishing cream berdasarkan Formularium Indonesia 1996

terdiri dari, yakni asam stearat berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan

pengemulsi), gliserin berfungsi sebagai humektan dan emolien, natrium tetraborat

berfungsi sebagai basa, emulsifying agent (bahan pengemulsi), trietanolamin

berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan pengemulsi) dan humektan, metil

paraben sebagai bahan pengawet dan air suling sebagai pelarut (Rowe, et al.,

2009).

2.8 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi

untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,

melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.

Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer

menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan

(35)

1. Moisture (kadar air)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker

yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan

tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan

pada alat merupakan persentasi kadar air dalam kulit yang diukur.

2. Evenness (kehalusan)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer

perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan

pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk

memfoto dan secara otomatis secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

3. Pore (pori)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar saat

melakukan pengukuran kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto juga akan

keluar pada kotak bagian pori-pori kulit. Hasil berupa angka dan penentuan

ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

4. Spot (noda)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin

analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga

(Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur

kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa

angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

5. Wrinkle (keriput)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada lensa

(36)

pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk

memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang

didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya

jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat

terdeteksi dengan alat Skin analyzer.

2.8.2 Parameter pengukuran

Table 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture

(kelembaban)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-45 46-100

Evenness

(kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (pori) Kecil Sedang Besar

0-19 20-39 40-100

Spot (noda) Sedikit Sedang Banyak

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (keriput) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah

0-19 20-52 53-100

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian meliputi

pengumpulan sukarelawan, pengukuran kulit sukarelawan, pembuatan sediaan

krim ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), pemeriksaan terhadap sediaan

krim meliputi uji homogenitas, tipe emulsi, iritasi kulit, pH, stabilitas

penyimpanan selama 90 hari (3 bulan) dalam suhu kamardan pembuktian

kemampuan sediaan krim sebagai anti-aging selama 4 minggu.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, lumpang, stamfer, cawan porselen, spatula, sudip, pot plastik, pipet

tetes, penangas air, oven, blender, desikator, freeze dryer (Edward), perkolator,

stopwatch, tanur (Nabertherm), timbangan analitik (Dickson), rotary evaporator

vacuum (BUCHI), pH meter (Hanna Instrumen), skin analyzer dan moisture

checker (Aramo Huvis).

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah buah rimbang, etanol 80%, asam

stearat, TEA, nipagin, natrium tetraborat, gliserin, silika gel, air suling, metil biru,

oleum lavender, larutan dapar pH asam 4,01 dan larutan dapar pH netral 7,01.

3.2 Relawan

Pemilihan relawan dilakukan di Fakultas Farmasi USU antara lain 15 orang

(38)

tidak memiliki riwayat alergi pada kulit dan telah dikondisikan tidak

menggunakan krim lain selama 4 minggu untuk terapi anti-aging. Relawan

bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan uji iritasi dan

uji efektivitas sediaan krim sebagai anti-aging selama penelitian berlangsung.

Adapun parameter pengujiannya adalah kadar air (moisture), kehalusan

(evenness), besar pori (pore), banyak noda (spot), keriput (wrinkle) dan

kedalaman keriput (wrinkle’s depth). Surat pernyataan persetujuan relawan ikut

serta dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 74.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan

dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah

buah rimbang, yang diperoleh dari Pasar Tradisional Batang Kuis, di Jl. Niaga,

Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani

Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.

3.3.3 Pengolahan sampel

Buah yang digunakan pada penelitian ini adalah buah rimbang. Buah

rimbang yang bertangkai dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan. Lalu buah

dipisahkan dari tangkai, kemudian ditimbang, diperoleh berat basah sebesar 3 kg.

Selanjutnya buah tersebut dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur

±400C sampai buah kering. Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk,

(39)

dalam wadah plastik bertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar. Bagan

pembuatan serbuk simplisia dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 62.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total,

dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, RI., 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia

buah rimbang dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur sampel.

3.4.2 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung, dan tabung penerima 10 ml.

a. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas

bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama

2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian

volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 gram simplisia yang telah

ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah

toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai

sebagian besar air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

(40)

dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah

sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua

volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam

bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.4.3 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama

24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)

dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan

selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam

cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa

dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes,

RI., 1995).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama

24 jam dalam100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20

ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah

ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari

larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI.,

1995).

3.4.5 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

(41)

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang

sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan

ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang

dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.5 Uji Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan

alkaloida, glikosida, steroida/triterpenoida, flavonoida, saponin, tanin, dan

antrakuinon.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai

berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer

akan terbentuk endapan menggumpal berwatna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

(42)

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Dragendorff akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga

percobaan diatas (Ditjen POM., 1995).

3.5.2 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml

campuran etanol 95 % dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks

selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25

ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan

disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3),

dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada

temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan

sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan

dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan

ditambahkan 2 ml asam pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu

(Depkes, RI., 1995).

3.5.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm yang

stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes

asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes,

(43)

3.5.4 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama 10

menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan

dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok

hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC.

Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring (larutan percobaan).

Cara percobaan:

Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam

1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat,

terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida

(Depkes, RI., 1995).

3.5.5 Pemeriksaan antrakuinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2N,

dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan

didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, filtrat berwarna kuning,

menunjukkan adanya antrakuinon. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium

hidroksida 2N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak

berwarna menunjukkan adanya antrakuinon (Depkes, RI., 1995).

3.5.6 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring kemudian

filtratnya diencerkan dengan menggunakan air suling sampai tidak berwarna.

Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.

Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, RI.,

(44)

3.5.7 Pemeriksaan steroid/terpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap

ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul

warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan

adanya steroida triterpenoida (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak buah rimbang dilakukan secara perkolasi menggunakan

etanol 80%.

Cara kerja: sebanyak 500 g serbuk simplisia dibasahi dengan cairan penyari etanol

80% dan dibiarkan selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam

perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, lalu dituang cairan penyari etanol

80% sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di

atasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian

kran dibuka dan biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit,

ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat

selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga beberapa tetes

perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang

diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ±500C sampai

diperoleh ekstrak kental kemudian dipekatkan menggunakan freeze dryer -400C

(Ditjen POM., 1979). Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 63.

3.7 Formulasi Sediaan Krim

3.7.1 Formula standar dasar krim

(45)

R/ Asam stearat 142

3.7.2 Formula dasar krim yang dibuat

R/ Asam stearat 14,2

Jumlah ekstrak buah rimbang yang divariasikan dalam sediaan krim: F1 : Blanko (tanpa ekstrak buah rimbang)

F2 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 2,5% F3 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 5% F4 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 7,5% F5 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 10%

3.7.3 Pembuatan sediaan krim

Cara pembuatan: Ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang

terdapat dalam formula dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu fase minyak dan

fase air. Fase minyak yaitu asam stearat dilebur di atas penangas air dengan suhu

70°-75°C. Kemudian fase air yang terdiri dari TEA, nipagin, gliserin, natrium

tetraborat dilarutkan dalam air panas. Kemudian fase minyak digerus dalam

(46)

fase minyak dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh dasar krim.

Ditimbang ekstrak buah rimbang dengan variasi konsentrasi pada masing-masing

formula, kemudian ditimbang dasar krim yang telah dikurangi dengan jumlah

masing-masing bahan aktif. Bahan aktif yang telah ditimbang digerus dalam

lumpang lalu ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus sampai

homogen, kemudian ditambahkan 3 tetes oleum lavender, dihomogenkan.

Formulasi dasar krim tanpa ekstrak dibuat sebagai blanko. Bagan kerja pembuatan

dasar krim dan sediaan krim dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada

Lampiran 6 halaman 64 dan Lampiran 7 halaman 65.

Tabel 3.1 Formula sediaan krim

No. Formula Ekstrak buah rimbang (gram)

3.8 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).

3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim

Penentuan tipe emulsi sediaan krim dilakukan dengan dua cara, yaitu

dilakukan dengan penambahan sedikit biru metil ke dalam sediaan, jika larut

(47)

POM., 1985). Dan dengan pengenceran fase, yaitu dengan mengencerkan 0,5

gram sediaan krim dengan 25 ml air dalam beaker gelas, jika sediaan terdispersi

secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a, sedangkan jika

sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi

tipe a/m.

3.8.3 Pengukuran pH sediaan krim

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral 7,01 dan

larutan dapar pH asam 4,01 hingga alat menunjukkan harga pH tersebut.

Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.

Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu di timbang 1 gram sediaan dan

dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam

larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka

yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan

dilakukan pada suhu kamar selama 12 minggu.

3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim

Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan

pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna,

homogenitas dan pH di evaluasi selama penyimpanan 12 minggu dengan

pengamatan setiap minggu pada suhu kamar (Saad, et al., 2013).

3.9 Uji Iritasi Terhadap Relawan

Percobaan ini dilakukan terhadap 15 orang sukarelawan untuk mengetahui

apakah sediaan krim ekstrak buah rimbang konsentrasi 10% dapat menyebabkan

(48)

Cara: Kosmetika dioleskan di belakang telinga, kemudian dibiarkan selama 24

jam dan lihat perubahan yang terjadi pada kulit (Wasitaatmadja, 1997). Reaksi

iritasi yang diamati yaitu eritema dan edema dengan sistem skor. Eritema: tidak

eritema 0, sangat sedikit eritema 1, sedikit eritema 2, eritema sedang 3, eritema

sangat parah 4. Edema: tidak edema 0, sangat sedikit edema 1, sedikit edema 2,

edema sedang 3, edema sangat parah 4 (Barel, dkk., 2009).

3.10 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan

Semua relawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit punggung tangan

atau pada area uji yang telah ditandai dengan berbagai pameter uji, seperti: kadar

air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyaknya noda (spot),

keriput (wrinkle) dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth) dengan menggunakan

alat skin analyzer dan moisture checker. Pemakaian krim mulai dilakukan dengan

pengolesan hingga merata setiap dua kali sehari yaitu pada malam dan pagi hari

setiap hari selama 4 minggu pada daerah punggung tangan relawan. Perubahan

kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan alat

skin analyzer dan moisture checker.

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap relawan sebanyak 15

orang dan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:

a. Kelompok I : 3 orang relawan diberi krim blanko.

b. Kelompok II : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 2,5%.

c. Kelompok III : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 5%.

d. Kelompok IV : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 7,5%.

(49)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Smirnov) 17. Data dianalisis menggunakan metode One Way

ANAVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat

perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post HocTukey HSD untuk

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian

Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasilnya

menunjukkan sampel yang digunakan adalah benar buah rimbang (Solanum

torvum Sw.). Terlihat pada Lampiran 1, halaman 59.

4.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Buah Rimbang

Hasil ekstraksi dari 500 g serbuk simplisia buah rimbang dengan

menggunakan pelarut etanol 80%, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator

pada suhu ±50°C lalu dipekatkan menggunakan freeze dryer -40°C sampai

diperoleh berupa ekstrak kental sebanyak 68,75 g. Gambar ekstrak buah rimbang

dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 61.

4.3 Hasil Karakterisasi dan Skrining

4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil karakterisasi makroskopik dari buah rimbang adalah buah berbentuk

bundar, warna hijau, kulit buah pipih, liat seperti kulit. Dibagian dalam terdapat

banyak biji, bentuk pipih, membundar telur. Gambar makroskopik simplisia buah

rimbang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 60.

4.3.2 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

Karakteristik serbuk simplisia buah rimbang yang diperoleh, dapat dilihat

pada Tabel 3.1 di bawah ini, dimana hasil perhitungan karakterisasi dapat dilihat

Gambar

Tabel   Halaman
Gambar tanaman rimbang dan gambar makroskopik buah  rimbang ....................................................................................
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Rumus kimia flavonoid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti- aging, dan penggunaan krim anti- aging

Hasil analisa statistik krim sari tomat dengan blanko memiliki perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05), dimana krim sari tomat mampu memberikan efek sebagai anti-aging dengan

Skripsi yang berjudul “Daya Antibakteri Ekstrak Buah Takokak ( Solanum torvum Swartz) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans ” telah diuji dan disahkan oleh

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti-aging, dan penggunaan krim anti-aging ekstrak

Kesimpulan: Ekstrak etanol buah pare dapat diformulasikan dalam sediaan gel sebagai anti-aging dan pemulihan kulit semakin membaik setelah empat minggu perawatan

Kesimpulan: Ekstrak etanol buah pare dapat diformulasikan dalam sediaan gel sebagai anti-aging dan pemulihan kulit semakin membaik setelah empat minggu perawatan

a) ekstrak buah pare yang diformulasi dalam sediaan gel menunjukkan efek sebagai anti-aging. b) perbedaan konsentrasi ekstrak buah pare dalam sediaan gel mempengaruhi

Untuk mengetahui apakah penggunaan sediaan krim anti-aging yang mengandung sari tomat mampu memberikan efek anti-aging pada kulit menjadi lebih baik selama empat