FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH
RIMBANG (
Solanum torvum
Sw.) SEBAGAI
ANTI-AGING
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI
NIM 131524036
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH
RIMBANG (
Solanum torvum
Sw.) SEBAGAI
ANTI-AGING
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI
NIM 131524036
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG
(
Solanum torvumSw.) SEBAGAI
ANTI-AGINGOLEH:
SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI NIM 131524036
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 30 November 2015
Disetujui Oleh,
Dosen Pembimbing I Panitia Penguji,
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.
NIP 195111021977102001
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001
Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan anugerah
dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul
Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai
Anti-Aging. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.
Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan
bantuan selama masa penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dr.
Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita
Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari
Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji serta Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun,
Apt., selaku Ketua Departemen Teknologi Formulasi yang telah memberikan
masukan dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku
dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa
pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu staff
pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik dan memberikan
arahan serta bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Pimpinan dan semua
staf akademik dan keuangan yang telah membantu penulis dalam semua proses
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan
tak terhingga kepada Ayahanda Syaiful Ys. dan Ibunda Lisnunna Sari Siregar,
serta kakak dan adik-adik yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat,
dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada
sahabat-sahabat yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis
melakukan penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.
Medan, Januari 2016
Penulis,
FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI ANTI-AGING
Abstrak
Latar Belakang: Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, solasonine, sterolin
(sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral. Buah rimbang juga mengandung asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan senyawa fenolik. Selain itu, buah rimbang juga mengandung senyawa antioksidan berupa karotenoid. Adanya kandungan tersebut, maka buah rimbang memiliki fungsi sebagai antioksidan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan memformulasikan ekstrak buah rimbang dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air dan menguji daya anti
-aging kulit punggung tangan sukarelawan.
Metode: Serbuk buah rimbang diekstraksi secara perkolasi dengan pelarut etanol 80%. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator ±500C dan dipekatkan dengan freeze dryer -400C. Terhadap serbuk simplisia dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi. Ekstrak buah rimbang diformulasi dalam sediaan krim dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%. Selanjutnya sediaan krim dievaluasi stabilitasnya dan diuji efektivitasnya pada kulit tangan sukarelawan menggunakan alat skin analyzer. Pembuktian kemampuan sediaan anti-aging
meliputi beberapa parameter yaitu kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori(pore), keriput (wrinkle), dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth).
Hasil: Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa serbuk simplisia buah rimbang mengandung alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, glikosida, antarakuinon dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air (3,9%), kadar sari larut air (12,87%), kadar sari larut etanol (16,4%), kadar abu total (5,1%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,43%). Hasil evaluasi krim EEBR stabil dalam penyimpanan 90 hari pada suhu kamar. Pemeriksaan homogenitas sediaan krim menunjukkan krim homogen, pH sediaan krim diperoleh nilai 5,4-5,7. Hasil pemeriksaan sediaan krim EEBR menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging yang baik setelah perawatan 4 minggu. Konsentrasi 10% krim ekstrak buah rimbang memberikan efek lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lain.
Kesimpulan: Ekstrak buah rimbang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan memberikan efek sebagai anti-aging.
Kata Kunci: Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,
FORMULATION OF TURKEY BERRY FRUIT (Solanum torvum Sw.) EXTRACT CREAM PREPARATION AS ANTI-AGING
Abstract
Background: Turkey berry fruit contains a variety of vitamins, such as vitamin A, vitamin B1, and vitamin C, glucoalcaloid, solasonine, sterolin (D-sitosterol glucoside), proteins, fats and minerals. The fruit also contains fenolic acid (clorogenic acid, kafeic acid, and ferulic acid) which is a phenolic. In addition, turkey berry fruit also contains antioxidant compounds such as carotenoids. Because the presence of the bioactive components in turkey berry fruit, so it can function as antioxidants.
Objective: The purpose of this research was to formulate turkey berry fruit extract into a cream preparation of oil in water emulsion type as anti-aging and tested its effectiveness its on the back hand skin of volunteers.
Method: Turkey berry fruit was extracted by percolation using ethanol 80%. Percolat was concentrated by rotary evaporator at ±500C and dried with a freeze dryer -400C. Simplicia was screened phytochemically and characterized. Turkey berry fruit extract was made into cream preparations with a concentration of 2.5%, 5%, 7.5%, 10%. Cream was evaluated on its stability and effectiveness by testing on the skin of back hand of volunteers using skin analyzer. Anti-aging capability includes several parameters: moisture, evennes, pore, wrinkles, and depth of wrinkles.
Results: Phytochemical screening result showed that the simplicia of turkey berry fruit contained alcaloids, flavonoids, tannins, saponins, glycosides, antraquinon and steroids/triterpenoid. The result of simplicia characterization were water content (3.9%), water soluble extract content (12.87%), content of ethanol soluble extract (16.4%), total ash content (5.1%) and ash content that was not soluble in acid (0.43%). Result of evaluation showed that it was stable in storage for 90 days at room temperature. Homogeneity test towards cream preparations showed a homogeneous cream, cream preparations obtained pH 5.4-5.7. Turkey berry fruit examination result showed its effectiveness as an anti-aging good after 4 weeks of treatment. Concentration of 10% cream turkey berry gave faster anti-aging activity than other concentrations.
Conclusion: Turkey berry fruit extracts can be formulated into cream preparation and gives anti-aging activity.
Keywords: Turkey berry fruit extracts (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tanaman Rimbang ... 5
2.1.1 Taksonomi tanaman rimbang ... 6
2.1.2 Kandungan rimbang ... 6
2.1.3 Manfaat rimbang ... 8
2.2.1 Simplisia ... 8
2.8.2 Parameter Pengukuran... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22
3.4.2 Penetapan kadar air... 22
3.4.3 Penetapan kadar sari larut air ... 23
3.4.5 Penetapan kadar abu total ... 23
3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 24
3.5 Uji Skrining Fitokimia ... 24
3.5.1 Pemeriksaan alkaloida ... 24
3.5.2 Pemeriksaan glukosida ... 25
3.5.3 Pemeriksaan saponin ... 25
3.5.4 Pemeriksaan flavonoid ... 26
3.5.5 Pemeriksaan antrakuinon ... 26
3.5.6 Pemeriksaan tanin ... 26
3.5.7 Pemeriksaan steroid/terpenoid ... 27
3.6 Pembuatan Ekstrak ... 27
3.7 Formulasi Sediaan Krim ... 27
3.7.1 Formula standar dasar krim ... 27
3.7.2 Formula dasar krim yang dibuat ... 28
3.7.3 Pembuatan sediaan krim ... 28
3.8 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim ... 29
3.8.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim ... 29
3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 29
3.8.3 Pengukuran pH sediaan krim ... 30
3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim ... 30
3.9 Uji Iritasi Terhadap Relawan ... 30
3.10 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan ... 31
4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 33
4.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Buah Rimbang... 33
4.3 Hasil Karakterisasi dan Skrining ... 33
4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 33
4.3.2 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 33
4.3.3 Hasil pemeriksaan skrining serbuk simplisia ... 35
4.4 Hasil Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim ... 35
4.4.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim ... 35
4.4.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 36
4.4.3 Hasil pengukuran pH sediaan ... 37
4.4.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan krim ... 38
4.5 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Relawan ... 39
4.6 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging Terhadap Relawan .. 40
4.6.1 Kadar air (Moisture) ... 41
4.6.2 Kehalusan (Evenness) ... 43
4.6.3 Pori (Pore) ... 45
4.6.4 Noda (Spot) ... 47
4.6.5 Keriput (Wrinkle) ... 49
4.6.6 Kedalaman keriput (Wrinkle’s Depth) ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
5.1 Kesimpulan ... 54
5.2 Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 19
3.1 Formula sediaan krim ... 29
4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 34
4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia ... 35
4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan krim ... 35
4.4 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru ... 36
4.5 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metode pengenceran ... 36
4.6 Data pengukuran pH sediaan krim ... 37
4.7 Data organoleptis sediaan krim yang dibuat ... 38
4.8 Data hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim pada saat sediaan selesai dibuat, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari ... 39
4.9 Hasil uji iritasi terhadap kulit relawan ... 40
4.10 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan relawan ... ... 43
4.11 Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit punggung tangan relawan ... 45
4.12 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan relawan ... 47
4.13 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit punggung tangan relawan ... 49
4.14 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan relawan ... 51
DAFTAR GAMBAR punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 42
4.2 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 44
4.3 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 46
4.4 Grafik hasil pengukuran banyak noda (spot) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 48
4.5 Grafik hasil pengukuran banyaknya keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang ... 59
2. Gambar tanaman rimbang dan gambar makroskopik buah
rimbang ... 60
3. Gambar serbuk simplisia dan ekstrak buah rimbang ... 61
4. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia dan karakterisasi
simplisia buah rimbang ... 62
5. Bagan kerja pembuatan ekstrak buah rimbang ... 63
6. Bagan alir proses pembuatan dasar krim ... 64
7. Bagan alir pembuatan, penentuan mutu fisik dan uji penilaian
organoleptik sediaan krim ... 65
8. Perhitungan penetapan kadar air dari serbuk simplisia buah
rimbang ... 66
9. Perhitungan penetapan kadar sari larut air dari serbuk simplisia buah rimbang ... 67
10. Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol dari serbuk
simplisia buah rimbang ... 68
11. Perhitungan penetapan kadar abu total dari serbuk simplisia
buah rimbang ... 69
12. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut asam dari
serbuk simplisia buah rimbang ... 70
13. Gambar sediaan krim sebelum dan sesudah penyimpanan 12
minggu ... 71
14. Gambar hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim dan
gambar hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 72
15. Gambar alat dan bahan ... 73
17. Salah satu contoh hasil uji efektivitas anti-aging pada kulit
punggung tangan ... 75
18. Hasil variansi (ANAVA) dan Tukey untuk pemulihan kulit
FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI ANTI-AGING
Abstrak
Latar Belakang: Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, solasonine, sterolin
(sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral. Buah rimbang juga mengandung asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan senyawa fenolik. Selain itu, buah rimbang juga mengandung senyawa antioksidan berupa karotenoid. Adanya kandungan tersebut, maka buah rimbang memiliki fungsi sebagai antioksidan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan memformulasikan ekstrak buah rimbang dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air dan menguji daya anti
-aging kulit punggung tangan sukarelawan.
Metode: Serbuk buah rimbang diekstraksi secara perkolasi dengan pelarut etanol 80%. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator ±500C dan dipekatkan dengan freeze dryer -400C. Terhadap serbuk simplisia dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi. Ekstrak buah rimbang diformulasi dalam sediaan krim dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%. Selanjutnya sediaan krim dievaluasi stabilitasnya dan diuji efektivitasnya pada kulit tangan sukarelawan menggunakan alat skin analyzer. Pembuktian kemampuan sediaan anti-aging
meliputi beberapa parameter yaitu kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori(pore), keriput (wrinkle), dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth).
Hasil: Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa serbuk simplisia buah rimbang mengandung alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, glikosida, antarakuinon dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air (3,9%), kadar sari larut air (12,87%), kadar sari larut etanol (16,4%), kadar abu total (5,1%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,43%). Hasil evaluasi krim EEBR stabil dalam penyimpanan 90 hari pada suhu kamar. Pemeriksaan homogenitas sediaan krim menunjukkan krim homogen, pH sediaan krim diperoleh nilai 5,4-5,7. Hasil pemeriksaan sediaan krim EEBR menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging yang baik setelah perawatan 4 minggu. Konsentrasi 10% krim ekstrak buah rimbang memberikan efek lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lain.
Kesimpulan: Ekstrak buah rimbang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan memberikan efek sebagai anti-aging.
Kata Kunci: Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,
FORMULATION OF TURKEY BERRY FRUIT (Solanum torvum Sw.) EXTRACT CREAM PREPARATION AS ANTI-AGING
Abstract
Background: Turkey berry fruit contains a variety of vitamins, such as vitamin A, vitamin B1, and vitamin C, glucoalcaloid, solasonine, sterolin (D-sitosterol glucoside), proteins, fats and minerals. The fruit also contains fenolic acid (clorogenic acid, kafeic acid, and ferulic acid) which is a phenolic. In addition, turkey berry fruit also contains antioxidant compounds such as carotenoids. Because the presence of the bioactive components in turkey berry fruit, so it can function as antioxidants.
Objective: The purpose of this research was to formulate turkey berry fruit extract into a cream preparation of oil in water emulsion type as anti-aging and tested its effectiveness its on the back hand skin of volunteers.
Method: Turkey berry fruit was extracted by percolation using ethanol 80%. Percolat was concentrated by rotary evaporator at ±500C and dried with a freeze dryer -400C. Simplicia was screened phytochemically and characterized. Turkey berry fruit extract was made into cream preparations with a concentration of 2.5%, 5%, 7.5%, 10%. Cream was evaluated on its stability and effectiveness by testing on the skin of back hand of volunteers using skin analyzer. Anti-aging capability includes several parameters: moisture, evennes, pore, wrinkles, and depth of wrinkles.
Results: Phytochemical screening result showed that the simplicia of turkey berry fruit contained alcaloids, flavonoids, tannins, saponins, glycosides, antraquinon and steroids/triterpenoid. The result of simplicia characterization were water content (3.9%), water soluble extract content (12.87%), content of ethanol soluble extract (16.4%), total ash content (5.1%) and ash content that was not soluble in acid (0.43%). Result of evaluation showed that it was stable in storage for 90 days at room temperature. Homogeneity test towards cream preparations showed a homogeneous cream, cream preparations obtained pH 5.4-5.7. Turkey berry fruit examination result showed its effectiveness as an anti-aging good after 4 weeks of treatment. Concentration of 10% cream turkey berry gave faster anti-aging activity than other concentrations.
Conclusion: Turkey berry fruit extracts can be formulated into cream preparation and gives anti-aging activity.
Keywords: Turkey berry fruit extracts (Solanum torvum Sw.), skin analyzer,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan merupakan proses alamiah dalam kehidupan manusia, menua erat
kaitannya dengan berbagai proses degeneratif. Banyak teori diajukan dan berbagai
penelitian dilakukan untuk mencegah penuaan. Terjadinya radikal bebas akibat
proses oksidatif merupakan teori yang paling sering dianut. Penggunaan
antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mencegah
penuaaan atau setidaknya menua secara alami (Ardhie, 2011).
Sumber antioksidan alami dapat berasal dari tumbuhan, salah satunya adalah
berasal dari sayuran indigenous (Kusuma dan Andarwulan, 2012). Sayuran
indigenous merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan
dikonsumsi sejak zaman dahulu dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu.
Sayuran ini biasanya ditumbuhkan di pekarangan rumah atau di kebun secara
komersial (Suryadi dan Kusmana, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Andarwulan, dkk., (2010) dan Andarwulan,
dkk., (2012) menyebutkan bahwa dari sejumlah sayuran indigenous yang diteliti
telah diketahui mengandung senyawa fenolik, termasuk didalamnya senyawa
flavonoid, yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon
(apigenin dan luteolin). Selain itu, sayuran indigenous juga memiliki aktivitas
antioksidan yang relatif tinggi.
Salah satu contoh sayuran indigenous adalah buah rimbang. Buah rimbang
diketahui mengandung glukoalkaloid, solasonine, sterolin (sitosterol-D
glucoside), protein, lemak, dan mineral (Yuanyuan, et al., 2009).
Komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan dapat berasal dari
senyawa fenolik dan senyawa non fenolik. Berdasarkan penelitian Rahmat (2009),
buah rimbang mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid, yaitu flavonol
(quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin).
Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI.,
1995). Krim dianggap lebih mempunyai daya tarik estetika yang lebih besar
karena sifatnya tidak berminyak dan kemampuan menyerap dalam kulit pada saat
pengolesan (Ansel, 1989).
Dengan adanya kandungan antioksidan pada buah rimbang, maka peneliti
membuat sediaan kosmetik dalam bentuk krim dengan menambahkan ekstrak
buah rimbang (Solanum torvum Sw.) sebagai anti-aging.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini:
a. Bagaimana karakteristik simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.)
dibandingkan dengan yang terdapat pada Materia Medika Indonesia (MMI)
jilid IV 1995?
b. Apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dapat diformulasikan
dalam sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air?
c. Apakah krim yang mengandung ekstrak buah rimbang (Solanum torvum
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. Hasil karakterisasi simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.)
memenuhi syarat karakteristik yang tertera pada Materia Medika Indonesia
(MMI) jilid IV 1995.
b. Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dapat diformulasikan dalam
sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air.
c. Krim yang mengandung ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.)
mampu memberikan efek anti-aging pada kulit.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Pemeriksaan karakterisasi simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.).
b. Untuk mengetahui apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.)
dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak
dalam air.
c. Untuk mengetahui apakah krim yang mengandung ekstrak buah rimbang
(Solanum torvum Sw.)mampu memberikan efek anti-aging pada kulit.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk sebagai berikut:
a. Meningkatkan daya dan hasil guna dari tanaman rimbang (Solanum torvum
b. Menjadi alternatif lain dalam penggunaan buah rimbang (Solanum torvum
Sw.) untuk konsumen yang tidak hanya dapat dikonsumsi sebagai sayur atau
lalapan saja.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap 15 orang relawan, sediaan krim dioleskan
pada area kulit punggung tangan yang sudah diberi tanda. Terdapat 3 variabel
bebas yaitu simplisia buah rimbang, ekstrak etanol buah rimbang, formulasi krim
ekstrak buah rimbang. Variabel terikat meliputi karakterisasi, skrining fitokimia,
uji efek anti-aging dengan skin analyzer dan moisture checker (Aramo-Huvis).
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman Rimbang
Rimbang merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi tanaman
sekitar 3 m. Beberapa wilayah Indonesia memiliki nama lain dari tanaman
takokak, seperti terong pipit (Sumatera), rimbang (Melayu), takokak (Jawa Barat)
dan terong cepoka, atau poka, cong belut atau cokowana (Jawa Tengah). Bentuk
batang bulat, berkayu, bercabang, berduri jarang dan percabangannya simpodial
dengan warna putih kotor. Daun rimbang tunggal, berwarna hijau, tersebar,
berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung meruncing dan panjangnya sekitar 27-30 cm
dan lebar 20-24 cm, dengan bentuk pertulangan daunnya menyirip dan ibu tulang
berduri (Kusuma dan Andarwulan, 2012).
Ciri-ciri bunga rimbang, yaitu majemuk, bentuk bintang, kelopak berbulu,
bertajuk lima, runcing, panjang bunga kira-kira 5 mm, benang sari lima, tangkai
panjang kira-kira 1 mm dan kepala sari panjangnya kira-kira 6 mm berbentuk
jarum, berwarna kuning, tangkai putik kira-kira 1 cm yang berwarna putih, dan
kepala putik kehijauan. Buah rimbang berbentuk buni, bulat, licin, dan bergaris
tengah 12-15 mm, ketika masih muda buah berwarna hijau dan setelah tua
warnanya menjadi jingga (Sirait, 2009).
Rimbang berasal dari kepulauan Antilles yang penyebarannya sampai ke
negara-negara tropika termasuk Indonesia. Tanaman ini tumbuh di daerah pulau
Sumatera, Jawa, dataran rendah yang ketinggiannya sekitar 1-1.600 meter di atas
sinar matahari sedang dan tumbuh secara tersebar. Bijinya pipih, kecil, licin,
berwarna kuning pucat, berakar tunggang berwarna kuning pucat (Sirait, 2009).
Tanaman rimbang diperbanyak dengan cara vegetatif yaitu memisahkan
anakan dari akarnya, atau secara generatif menggunakan biji. Perbanyakan
menggunakan biji, terlebih dahulu untuk menghilangkan daging buah kemudian
disemaikan (Sirait, 2009).
2.1.1 Taksonomi tanaman rimbang
Taksonomi dari tanaman rimbang adalah (Zubaida, et al., 2013):
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Solanaceae
Marga : Solanum
Jenis : Solanum torvum Sw.
2.1.2 Kandungan rimbang
Rimbang mengandung berbagai bahan kimia. Berdasarkan penelitian
Rahmat (2009), buah rimbang mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid,
yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan
luteolin). Menurut Apriady (2010), bahwa buah rimbang juga mengandung asam
fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan
senyawa fenolik. Senyawa antioksidan buah rimbang juga mengandung senyawa
non fenolik berupa karotenoid dan asam askorbat (Kusuma dan Andarwulan,
Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A,
vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, sterolin (sitosterol-D glucoside),.
Kandungan kimia yang terdapat pada buah dan daun mengandung alkaloid steroid
yaitu jenis solasodine 0,84%, sedangkan kandungan buah kuning mengandung
solasonine 0,1%. Kemudian, buah mentahnya juga mengandung chlorogenin,
sisologenenone, torvogenin, neo-chlorogenine, dan panicolugenine (Sirait, 2009).
Senyawa-senyawa antioksidan yang terkandung dalam buah rimbang antara lain:
Flavonoid
Gambar 2.1 Rumus kimia flavonoid
Asam askorbat
Gambar 2.2 Rumus kimia asam askorbat
Asam fenolat
Vitamin A
Gambar 2.4 Rumus kimia vitamin A
2.1.3 Manfaat rimbang
Buah rimbang sering digunakan sebagai obat tradisional, yaitu dapat
dimakan langsung dalam kondisi mentah, direbus, atau dibalut langsung pada
bagian yang terluka (Kusuma dan Andarwulan, 2012).
Adanya kandungan komponen-komponen bioaktif tersebut, maka buah
rimbang dapat berfungsi sebagai antioksidan, kardiovaskuler, aktivitas agregasi
anti-platelet, aktivitas antimikroba, sedatif, digestif, hemostatik, serta aktivitas
diuretik (Agrawal, et al., 2010).
Rimbang juga mampu melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan rasa
sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif) (Rahmat, 2009). Rimbang
memiliki aktivitas pembersih superoksida yang tinggi yakni di atas 70%.
Kandungan kimia yang terdapat pada rimbang mampu bertindak sebagai
antioksidan dan dapat melindungi jaringan tubuh dari efek negative radikal bebas.
Kemudian, rimbang berfungsi sebagai anti radang karena memiliki senyawa sterol
carpesterol (Sirait, 2009).
2.2 Simplisia dan Ekstrak
2.2.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
hewani atau simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia berupa
tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, RI., 2000).
2.2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes, RI., 2000).
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat
di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini
memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.
Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, RI.,
2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang
sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu :
a. Cara Dingin
1. Maserasi, adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali.
b. Cara Panas
1. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
2. Soxhlet, adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
4. Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98oC ) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur
sampai titik didih air.
2.3 Kulit
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus
seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan
kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet, dan melindungi kulit
terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan
lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan
umum. Dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi
pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat,
memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit
karena penyakit tertentu (Syaifuddin, 2001).
Kulit adalah suatu shell yang fleksibel, mudah melentur, protektif, mengatur
diri sendiri yang melindungi sistem hidup kita. Shell mengandung sistem sirkulasi
dan sistem evaporasi untuk menstabilkan temperatur dan tekanan badan, sistem
melemas sendiri dan merupakan alat untuk mendeteksi stimuli dari luar (Anief,
1997).
Kulit terdiri dari 3 lapis:
a. Epidermis
Epidermis, sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air, elektrolit
dari luar badan. Epidermis juga mencegah atau menghambat kehilangan air dari
badan, hingga semua jaringan yang lain menjaga keseimbangan dinamis dengan
lingkungan dalam (Syaifuddin, 2001).
Epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan (Syaifuddin, 2001):
1. Stratum corneum (lapisan tanduk)
2. Stratum lucidum (daerah sawar)
3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir)
4. Stratum spinosum (lapisan sel duri)
5. Stratum germinativum (lapisan sel basal)
b. Dermis
Dermis, atau korium tebalnya 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen
dan elstin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis
mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar
lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut syaraf dan korpus pacini.
Daerah atas dari dermis terdapat papillae membentuk lapisan papil yang
berhubungan ke dalam epidermis. Lapisan mengandung akhir syaraf yang
dipengaruhi oleh perubahan suhu dan aplikasi anestetika lokal dan iritasi
(Syaifuddin, 2001).
Dermis terutama terdiri dari jaringan nonseluler yang dihubungkan secara
kolagen yang berasal dari fibrinosit. Mereka merupakan sistem penunjang untuk
jaringan anyaman kompleks dari saluran darah, saluran limfe dan syaraf dan
sistem retikuloendotel, yang berperan dalam inflamasi dan penyakit. Dermis
mengandung pula komplemen tambahan seperti kelenjar keringat, kandung
badan dan terutama bereaksi terhadap panas untuk membuat lapisan asam (pH
4,5-5,5), larutan garam sebagai keringat (Syaifuddin, 2001).
c. Lapisan (jaringan) subkutan berlemak
Kulit yang utuh merupakan rintangan efektif terhadap penetrasi. Absorbsi
melalui kulit dapat terjadi dengan menembus daerah anatomi:
- Langsung menembus epidermis utuh
- Diantara atau menembus sel stratum korneum
- Menembus tambahan kulit seperti kelenjar keringat, kelenjar lemak dan
gelembung rambut.
Menurut Mail, jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui
epidermis daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah
dapat dijelaskan karena luas permukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar
daripada kedua yang lain (Syaifuddin, 2001).
Dalam keadaan khusus, seperti berkeringat atau zatnya sudah larut dalam
lipid jalan yang baik adalah melalui kelenjar lemak. Tetapi bagi kebanyakan
keadaan dan bagi zatnya, jalan yang paling baik adalah langsung melalui
epidermis (Syaifuddin, 2001).
2.4 Penuaan Dini
Sebagaimana makhluk hidup yang lain, manusia akan mengalami penuaan.
Proses penuaan ini antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau
kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda (Tranggono dan Latifah,
2007).
Penuaan merupakan proses alamiah pada kehidupan. Penuaan dini
tanda-tanda penuaan dini yang paling nyata adalah adanya kerutan terutama dikulit
wajah, diusia yang relatif muda, bahkan diawal umur 20-an (Ardhie, 2011).
Proses menua pada kulit dibedakan atas 2, yaitu (Ardhie, 2011):
1. Proses menua intrinsik
Proses menua intrinsik adalah proses menua yang terjadi sejalan dengan
waktu. Proses biologi yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi
pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati.
Penuaan ini ditunjukkan dari adanya perubahan struktur dan fungsi, serta
metabolik kulit seiring dengan bertambahnya usia.
2. Proses menua ekstrinsik
Proses menua ekstrinsik adalah proses menua yang dipengaruhi oleh
perubahan eksternal yaitu pajanan matahari berlebihan (photoaging), polusi,
kebiasaan merokok dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik
gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari.
Sinar UV dibutuhkan tubuh untuk mensintesa vitamin D, akan tetapi sinar
UV yang terlalu banyak akan merusak molekul dan sel-sel tubuh. Kerusakan ini
akan menyebabkan perubahan yang berupa penebalan epidermis, stratum korneum
dan peningkatan melanosit. Efek jangka panjangnya dapat menyebabkan penuaan
dini pada kulit yang merupakan akibat dari kerusakan-kerusakan yang telah
terakumulasi (Susana, 2013).
2.5 Anti Penuaan atau Anti-Aging
Anti-aging merupakan suatu proses yang berguna untuk mencegah atau
memperlambat efek penuaan sehingga terlihat segar, lebih cantik, dan awet muda.
seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik. Menurut hasil
penelitian para pakar, krim anti-aging dirancang secara khusus untuk mencegah
penuaan dini terutama jika diaplikasikan pada malam hari (Fauzi dan Nurmalina,
2012).
Menurut Muliyawan dan Suriana (2013), produk anti-aging memiliki tujuan
untuk membantu tubuh agar tetap sehat dan awet muda bahkan bisa terlihat jauh
lebih mudah dari usia sesungguhnya, sehingga mampu menghambat timbulnya
tanda-tanda penuaan pada kulit.
2.5.1 Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah
terjadinya proses oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan
berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat
antioksidan bagi kesehatan dan kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit
kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain
(Tamat, dkk., 2007).
Antioksidan mampu menghambat oksidasi dari molekul oksidan. Oksidasi
merupakan reaksi kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen
oksigen (Ardhie, 2011).
Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh
molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat
mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat
menstabilkan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Antioksidan
dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim
(GSH.Prx). Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten
dan asam askorbat (vitamin C). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai
antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan yang termasuk ke dalam vitamin
dan fitokimia disebut flavonoid. Flavonoid memiliki kemampuan untuk meredam
molekul tidak stabil yang disebut radikal bebas (Inggrid dan Santoso, 2014).
2.6 Kosmetika
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”.
Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun
sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur,
arang, air, embun, pasir atau sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).
Tidak dapat disangkal lagi bahwa produk kosmetik sangat diperlukan oleh
manusia, produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan diseluruh
tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.7 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar krim
yang dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM., 1979).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI.,
1995).
Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi A/M
Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air, dan
dikenal dengan Vanishing cream. Basis krim (Vanishing cream) disukai pada
penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan efek
dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang
baik. Vanishing cream umumnya emulsi minyak dalam air, mengandung air
dalam persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air
menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel,1989).
Formula standar basis Vanishing cream berdasarkan Formularium Indonesia 1996
terdiri dari, yakni asam stearat berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan
pengemulsi), gliserin berfungsi sebagai humektan dan emolien, natrium tetraborat
berfungsi sebagai basa, emulsifying agent (bahan pengemulsi), trietanolamin
berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan pengemulsi) dan humektan, metil
paraben sebagai bahan pengawet dan air suling sebagai pelarut (Rowe, et al.,
2009).
2.8 Skin Analyzer
Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk
mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi
untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,
melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.
Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer
menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).
2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer
Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan
1. Moisture (kadar air)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker
yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan
tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan
pada alat merupakan persentasi kadar air dalam kulit yang diukur.
2. Evenness (kehalusan)
Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer
perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan
pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk
memfoto dan secara otomatis secara otomatis akan keluar pada layar komputer.
3. Pore (pori)
Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar saat
melakukan pengukuran kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto juga akan
keluar pada kotak bagian pori-pori kulit. Hasil berupa angka dan penentuan
ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.
4. Spot (noda)
Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin
analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga
(Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur
kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa
angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.
5. Wrinkle (keriput)
Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada lensa
pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk
memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang
didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya
jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat
terdeteksi dengan alat Skin analyzer.
2.8.2 Parameter pengukuran
Table 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Pengukuran Parameter (%)
Moisture
(kelembaban)
Dehidrasi Normal Hidrasi
0-29 30-45 46-100
Evenness
(kehalusan)
Halus Normal Kasar
0-31 32-51 52-100
Pore (pori) Kecil Sedang Besar
0-19 20-39 40-100
Spot (noda) Sedikit Sedang Banyak
0-19 20-39 40-100
Wrinkle (keriput) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah
0-19 20-52 53-100
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian meliputi
pengumpulan sukarelawan, pengukuran kulit sukarelawan, pembuatan sediaan
krim ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), pemeriksaan terhadap sediaan
krim meliputi uji homogenitas, tipe emulsi, iritasi kulit, pH, stabilitas
penyimpanan selama 90 hari (3 bulan) dalam suhu kamardan pembuktian
kemampuan sediaan krim sebagai anti-aging selama 4 minggu.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, lumpang, stamfer, cawan porselen, spatula, sudip, pot plastik, pipet
tetes, penangas air, oven, blender, desikator, freeze dryer (Edward), perkolator,
stopwatch, tanur (Nabertherm), timbangan analitik (Dickson), rotary evaporator
vacuum (BUCHI), pH meter (Hanna Instrumen), skin analyzer dan moisture
checker (Aramo Huvis).
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah rimbang, etanol 80%, asam
stearat, TEA, nipagin, natrium tetraborat, gliserin, silika gel, air suling, metil biru,
oleum lavender, larutan dapar pH asam 4,01 dan larutan dapar pH netral 7,01.
3.2 Relawan
Pemilihan relawan dilakukan di Fakultas Farmasi USU antara lain 15 orang
tidak memiliki riwayat alergi pada kulit dan telah dikondisikan tidak
menggunakan krim lain selama 4 minggu untuk terapi anti-aging. Relawan
bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan uji iritasi dan
uji efektivitas sediaan krim sebagai anti-aging selama penelitian berlangsung.
Adapun parameter pengujiannya adalah kadar air (moisture), kehalusan
(evenness), besar pori (pore), banyak noda (spot), keriput (wrinkle) dan
kedalaman keriput (wrinkle’s depth). Surat pernyataan persetujuan relawan ikut
serta dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 74.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel
3.3.1 Pengumpulan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah
buah rimbang, yang diperoleh dari Pasar Tradisional Batang Kuis, di Jl. Niaga,
Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.
3.3.3 Pengolahan sampel
Buah yang digunakan pada penelitian ini adalah buah rimbang. Buah
rimbang yang bertangkai dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan. Lalu buah
dipisahkan dari tangkai, kemudian ditimbang, diperoleh berat basah sebesar 3 kg.
Selanjutnya buah tersebut dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur
±400C sampai buah kering. Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk,
dalam wadah plastik bertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar. Bagan
pembuatan serbuk simplisia dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 62.
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,
penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total,
dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, RI., 1995).
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia
buah rimbang dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur sampel.
3.4.2 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penyambung, dan tabung penerima 10 ml.
a. Penjenuhan toluena
Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas
bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama
2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian
volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 gram simplisia yang telah
ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah
toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai
sebagian besar air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan
dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam
bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).
3.4.3 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)
dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan
selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam
cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes,
RI., 1995).
3.4.4 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama
24 jam dalam100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20
ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah
ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari
larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI.,
1995).
3.4.5 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran
dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).
3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang
dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).
3.5 Uji Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan
alkaloida, glikosida, steroida/triterpenoida, flavonoida, saponin, tanin, dan
antrakuinon.
3.5.1 Pemeriksaan alkaloida
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai
berikut:
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer
akan terbentuk endapan menggumpal berwatna putih atau kuning.
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi
Dragendorff akan terbentuk endapan merah atau jingga.
Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga
percobaan diatas (Ditjen POM., 1995).
3.5.2 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml
campuran etanol 95 % dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks
selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25
ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan
disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3),
dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada
temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan
sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan
dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan
ditambahkan 2 ml asam pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu
(Depkes, RI., 1995).
3.5.3 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm yang
stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes
asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes,
3.5.4 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama 10
menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan
dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok
hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC.
Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring (larutan percobaan).
Cara percobaan:
Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam
1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat,
terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida
(Depkes, RI., 1995).
3.5.5 Pemeriksaan antrakuinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2N,
dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan
didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, filtrat berwarna kuning,
menunjukkan adanya antrakuinon. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium
hidroksida 2N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak
berwarna menunjukkan adanya antrakuinon (Depkes, RI., 1995).
3.5.6 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring kemudian
filtratnya diencerkan dengan menggunakan air suling sampai tidak berwarna.
Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.
Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, RI.,
3.5.7 Pemeriksaan steroid/terpenoid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul
warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan
adanya steroida triterpenoida (Harborne, 1987).
3.6 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak buah rimbang dilakukan secara perkolasi menggunakan
etanol 80%.
Cara kerja: sebanyak 500 g serbuk simplisia dibasahi dengan cairan penyari etanol
80% dan dibiarkan selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam
perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, lalu dituang cairan penyari etanol
80% sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di
atasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian
kran dibuka dan biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit,
ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat
selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga beberapa tetes
perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang
diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ±500C sampai
diperoleh ekstrak kental kemudian dipekatkan menggunakan freeze dryer -400C
(Ditjen POM., 1979). Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 63.
3.7 Formulasi Sediaan Krim
3.7.1 Formula standar dasar krim
R/ Asam stearat 142
3.7.2 Formula dasar krim yang dibuat
R/ Asam stearat 14,2
Jumlah ekstrak buah rimbang yang divariasikan dalam sediaan krim: F1 : Blanko (tanpa ekstrak buah rimbang)
F2 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 2,5% F3 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 5% F4 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 7,5% F5 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 10%
3.7.3 Pembuatan sediaan krim
Cara pembuatan: Ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang
terdapat dalam formula dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu fase minyak dan
fase air. Fase minyak yaitu asam stearat dilebur di atas penangas air dengan suhu
70°-75°C. Kemudian fase air yang terdiri dari TEA, nipagin, gliserin, natrium
tetraborat dilarutkan dalam air panas. Kemudian fase minyak digerus dalam
fase minyak dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh dasar krim.
Ditimbang ekstrak buah rimbang dengan variasi konsentrasi pada masing-masing
formula, kemudian ditimbang dasar krim yang telah dikurangi dengan jumlah
masing-masing bahan aktif. Bahan aktif yang telah ditimbang digerus dalam
lumpang lalu ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus sampai
homogen, kemudian ditambahkan 3 tetes oleum lavender, dihomogenkan.
Formulasi dasar krim tanpa ekstrak dibuat sebagai blanko. Bagan kerja pembuatan
dasar krim dan sediaan krim dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada
Lampiran 6 halaman 64 dan Lampiran 7 halaman 65.
Tabel 3.1 Formula sediaan krim
No. Formula Ekstrak buah rimbang (gram)
3.8 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim
3.8.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen
dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).
3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim
Penentuan tipe emulsi sediaan krim dilakukan dengan dua cara, yaitu
dilakukan dengan penambahan sedikit biru metil ke dalam sediaan, jika larut
POM., 1985). Dan dengan pengenceran fase, yaitu dengan mengencerkan 0,5
gram sediaan krim dengan 25 ml air dalam beaker gelas, jika sediaan terdispersi
secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a, sedangkan jika
sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi
tipe a/m.
3.8.3 Pengukuran pH sediaan krim
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat
terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral 7,01 dan
larutan dapar pH asam 4,01 hingga alat menunjukkan harga pH tersebut.
Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.
Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu di timbang 1 gram sediaan dan
dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam
larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka
yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan
dilakukan pada suhu kamar selama 12 minggu.
3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim
Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan
pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna,
homogenitas dan pH di evaluasi selama penyimpanan 12 minggu dengan
pengamatan setiap minggu pada suhu kamar (Saad, et al., 2013).
3.9 Uji Iritasi Terhadap Relawan
Percobaan ini dilakukan terhadap 15 orang sukarelawan untuk mengetahui
apakah sediaan krim ekstrak buah rimbang konsentrasi 10% dapat menyebabkan
Cara: Kosmetika dioleskan di belakang telinga, kemudian dibiarkan selama 24
jam dan lihat perubahan yang terjadi pada kulit (Wasitaatmadja, 1997). Reaksi
iritasi yang diamati yaitu eritema dan edema dengan sistem skor. Eritema: tidak
eritema 0, sangat sedikit eritema 1, sedikit eritema 2, eritema sedang 3, eritema
sangat parah 4. Edema: tidak edema 0, sangat sedikit edema 1, sedikit edema 2,
edema sedang 3, edema sangat parah 4 (Barel, dkk., 2009).
3.10 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan
Semua relawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit punggung tangan
atau pada area uji yang telah ditandai dengan berbagai pameter uji, seperti: kadar
air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyaknya noda (spot),
keriput (wrinkle) dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth) dengan menggunakan
alat skin analyzer dan moisture checker. Pemakaian krim mulai dilakukan dengan
pengolesan hingga merata setiap dua kali sehari yaitu pada malam dan pagi hari
setiap hari selama 4 minggu pada daerah punggung tangan relawan. Perubahan
kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan alat
skin analyzer dan moisture checker.
Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap relawan sebanyak 15
orang dan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:
a. Kelompok I : 3 orang relawan diberi krim blanko.
b. Kelompok II : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 2,5%.
c. Kelompok III : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 5%.
d. Kelompok IV : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 7,5%.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Smirnov) 17. Data dianalisis menggunakan metode One Way
ANAVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat
perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post HocTukey HSD untuk
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian
Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasilnya
menunjukkan sampel yang digunakan adalah benar buah rimbang (Solanum
torvum Sw.). Terlihat pada Lampiran 1, halaman 59.
4.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Buah Rimbang
Hasil ekstraksi dari 500 g serbuk simplisia buah rimbang dengan
menggunakan pelarut etanol 80%, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator
pada suhu ±50°C lalu dipekatkan menggunakan freeze dryer -40°C sampai
diperoleh berupa ekstrak kental sebanyak 68,75 g. Gambar ekstrak buah rimbang
dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 61.
4.3 Hasil Karakterisasi dan Skrining
4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik
Hasil karakterisasi makroskopik dari buah rimbang adalah buah berbentuk
bundar, warna hijau, kulit buah pipih, liat seperti kulit. Dibagian dalam terdapat
banyak biji, bentuk pipih, membundar telur. Gambar makroskopik simplisia buah
rimbang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 60.
4.3.2 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia
Karakteristik serbuk simplisia buah rimbang yang diperoleh, dapat dilihat
pada Tabel 3.1 di bawah ini, dimana hasil perhitungan karakterisasi dapat dilihat