• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai Anti-Aging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai Anti-Aging"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

A

B Keterangan:

(3)

A

B Keterangan:

(4)

buah rimbang

Karakterisasi simplisia: a. Pemeriksaan makroskopik Dicuci hingga bersih

Ditiriskan

Dipisahkan dari tangkai dan ditimbang sebagai berat basah (3 kg)

Dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ± 400C

Diserbukkan

Ditimbang sebagai berat kering

Buah rimbang

Serbuk simplisia 960 g

Karakterisasi simplisia: a. Penetapan kadar air

b. Penetapan kadar sari larut etanol c. Penetapan kadar sari larut air d. Penetapan kadar abu total

(5)

Dibasahi dengan etanol 80% 3jam Dimasukkan ke dalam alat perkolator

Ditambahkan cairan penyari hingga terdapat selapis cairan penyari diatasnya

Ditutup mulut tabung perkolator dan didiamkankan 24 jam

Dibuka kran perkolator dengan kecepatan pengaliran 1 ml/menit Dihentikan perkolasi bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak akan meninggalkan sisa.

Diuapkan dengan rotary

evaporator(±50 0C)

Dipekatkan dengan

freeze dryer

(-40 0C)

Serbuk simplisia 500 g

Perkolat 4,8 L Ampas

Ekstrak etanol kental

(6)

Dilebur diatas Dilarutkan dalam

Penangas air air suling panas

suhu 70-750C

Ditambahkan TEA, gliserin, dan

Na.tetraborat

Dicampur dan diaduk homogen di dlm lumpang panas dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh massa krim

Asam stearat

Bagian II (fase air) Metil paraben

Larutan metil paraben

Bagian I (fase minyak)

(7)

organoleptik sediaan krim

Ditimbang Ditimbang

Dicampur dan diaduk homogen

Dimasukkan ke dalam wadah Ekstrak buah rimbang

bebas pelarut (etanol 80%) Dasar krim

Bagian I Bagian II

Campuran bagian I dan II

Sediaan Krim

Penentuan mutu fisik: a. Stabilitas

b. Homogenitas c. pH

d. Tipe emulsi e. Uji iritasi

Uji penilaian organoleptik: a. Parameter aroma

(8)

rimbang Penetapan kadar air:

% kadar air

x 100%

No. Berat sampel Volume air

1. 5,0006 g 0,2 ml

2. 5,0004 g 0,2 ml

3. 5,0002 g 0,2 ml

1. % Kadar air

x 100% = 3,9%

2. % Kadar air

x 100% = 3,9%

3. % Kadar air

x 100% = 3,9%

(9)

buah rimbang Penetapan kadar sari larut air:

% kadar sari larut air

x

x 100%

No. Berat sampel Berat sari

1. 5,0006 g 0,1298 g

2. 5,0004 g 0,1265 g

3. 5,0006 g 0,1298 g

1. % Kadar sari larut air

x

x100% = 12,98%

2. % Kadar sari larut air

x

x100% = 12,65%

3. % Kadar sari larut air

x

x100% = 12,98%

(10)

simplisia buah rimbang Penetapan kadar sari larut etanol:

% kadar sari larut etanol

x

x 100%

No. Berat sampel Berat sari

1. 5,0007 g 0,1666 g

2. 5,0006 g 0,1704 g

3. 5,0004 g 0,1554 g

1. % Kadar sari larut etanol

x

x100% = 16,6%

2. % Kadar sari larut etanol

x

x100% = 17,04%

3. % Kadar sari larut etanol

x

x100% = 15,54%

(11)

rimbang Penetapan kadar abu total:

Kadar abu total

x 100%

No. Berat sampel Berat abu

1. 2,0004 g 0,0855 g

2. 2,0002 g 0,0768 g

3. 2,0010 g 0,1438 g

1. % Kadar abu

x100% = 4,3%

2. % Kadar abu

x100% = 3,84%

3. % Kadar abu

x100% = 7,2%

(12)

serbuk simplisia buah rimbang Penetapan kadar abu yang tidak larut asam:

Kadar abu yang tidak larut asam

x 100%

No. Berat sampel Berat abu

1. 2,0002 g 0,0078 g

2. 2,0004 g 0,0066 g

3. 2,0001 g 0,0114 g

1. % Kadar abu total

x100% = 0,4%

2. % Kadar abu total

x100% = 0,33%

3. % Kadar abu total

x100% = 0,57%

(13)

- Setelah selesai dibuat

- Setelah penyimpanan 12 minggu

Keterangan:

F1 : Blanko

F2 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 2.5% F3 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 5% F4 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 7.5% F5 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 10%

(14)

hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim - Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim

- Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim (dengan metil biru)

Keterangan:

F1 : Blanko

F2 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 2.5% F3 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 5% F4 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 7.5% F5 : Konsentrasi ekstrak buah rimbang 10%

(15)

A B

C D

Keterangan:

A. Skin Analyzer (Aramo)

B. Moisture Checker (Aramo)

C. pH meter (Hanna Instrument)

(16)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Telah mendapat penjelasan secukupnya bahwa saya akan melakukan uji krim ekstrak buah rimbang terhadap kulit sebagai sediaan krim anti-aging. Setelah mendapat penjelasan secukupnya tentang manfaat penelitian ini dan efek sampingnya, maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dari Syariwijaya suci ellyani dengan judul “FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG (Solanum torvum Swartz.) SEBAGAI

ANTI-AGING, sebagai usaha untuk mengetahui apakah sediaan krim anti-aging dari

ekstak buah rimbang mampu atau tidak dalam memulihkan kulit yang telah mengalami penuaan. Saya menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah ditetapkan.

Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Mei 2015

Peneliti, Sukarelawan,

(17)

konsentrasi 10% pada kulit punggung tangan relawan a. Hasil pengukuran kadar air (Moisture)

- Kondisi awal

- Pemulihan minggu pertama (Minggu 1)

- Pemulihan minggu kedua (Minggu 2)

- Pemulihan minggu ketiga (Minggu 3)

(18)

b. Hasil pengukuran kehalusan dan besar pori (Evenness/pore) - Kondisi awal (Minggu 0)

(19)

- Pemulihan minggu kedua (Minggu 2)

(20)
(21)

c. Hasil pengukuran noda (Spot) - Kondisi awal (Minggu 0)

(22)

- Pemulihan minggu kedua (minggu 2)

(23)
(24)

d. Hasil pengukuran keriput (Wrinkle) dan kedalaman keriput (Wrinkle’s Depth)

- Kondisi awal (Minggu 0)

(25)

- Pemulihan minggu kedua (Minggu 2)

(26)
(27)
(28)
(29)

Minggu 4

Tukey HSD

PEMULIHAN N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Blanko 3 29.0000

Krim 2.5% 3 29.6667

Krim 5% 3 31.3333

Krim 7.5% 3 33.3333

Krim 10% 3 33.3333

(30)
(31)
(32)

Minggu 4

Tukey HSD

PEMULIHAN N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 10% 3 27.6667

Krim 7.5% 3 30.3333

Krim 2.5% 3 32.0000

Krim 5% 3 32.6667

Blanko 3 34.0000

Sig. .052 .098 .179

(33)
(34)
(35)

Minggu 4

Tukey HSD

PEMULIHAN N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 10% 3 24.3333

Krim 7.5% 3 28.6667

Krim 5% 3 29.6667

Krim 2.5% 3 30.3333

Blanko 3 32.6667

(36)
(37)
(38)

Minggu 4

Tukey HSD

PEMULIHAN N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 10% 3 20.0000

Krim 7.5% 3 21.0000

Krim 5% 3 21.6667

Krim 2.5% 3 25.3333

Blanko 3 27.6667

(39)
(40)
(41)

Minggu 4

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 10% 3 12.0000

Krim 7.5% 3 16.0000

Krim 5% 3 16.3333

Krim 2.5% 3 19.3333

Blanko 3 20.6667

(42)
(43)
(44)

Minggu 4

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Krim 10% 3 27.0000

Krim 7.5% 3 29.3333

Krim 5% 3 30.0000

Krim 2.5% 3 35.3333

Blanko 3 36.0000

(45)

Agrawal, D.A., Bajpei, S.P., Patil, A.A., Bavaskar, R.S., (2010). Solanum torvum

Sw.-A Phytopharmacological Review. Der Pharmacia Lettre 2(4): 403-407.

Andarwulan, N., Batari, R., Sandrasari, D.A., Bolling, B., Wijaya, H. (2010). Flavonoid Content and Antioxidant Activity of Vegetables from Indonesia. Bogor: Journal of Food Chemistry 121: 1231-1235.

Andarwulan, N. dan Faradilla, R.H.F. (2012). Senyawa Fenolik pada Beberapa Sayuran Indigenous dari Indonesia. Bogor: South East Asian Food and

Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut

Pertanian Bogor.

Anief, M. (1997). Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit. Cetakan Pertama, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman: 1-7. Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat teori dan Praktik. Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman: 107-109.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. F. Ibrahim, Edisi ke-4, Jakarta: UI Press. Halaman: 156-158, 513.

Apriady, R.A. (2010). Identifikasi Senyawa Asam Fenolat pada Sayuran

Indigenous Indonesia. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Kedua. New York: John Willey and Sons Inc. Halaman: 179.

Barel, A.O., Paye, M., Howard, I.M. (2009). Handbook of Cosmetic Science and

Technology. Edisi Ketiga. New York: Informa Healthcare. Halaman: 473,

514, 774-775.

Depkes, RI. (1966). Formularium Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Halaman: 245. Depkes, RI. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta: Depkes RI.

Halaman: 11 3-121, 150-156.

(46)

RI. Halaman: 323-325.

Depkes, RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Depkes RI. Halaman: 6.

Depkes, RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Depkes RI. Halaman: 1,9-12,17.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI. Halaman: 9, 33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Halaman: 29.

Harbone, J.B (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB

Press. Halaman 35.

Inggrid, M. dan Santoso, H. (2014). Ekstraksi Antioksidan Dan Senyawa Aktif Dari Buah Kiwi (Actinidia deliciosa). Parahyangan: Lembaga Penelitian

dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.

Halaman: 9.

Kusuma, R.A. dan Andarwulan, N. (2012). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Takokak (Solanum torvum Swartz.). Bogor: Department of Food Science

and Technology Institusi Pertanian Bogor. Halaman: 1-6.

Martin, A., James, S., Arthur, C. (2009). Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik

Dalam Ilmu Farmasetik. Edisi Ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia.

Halaman 1095 - 1096.

Muliyawan, D. dan Suriana. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 138 - 289.

Rahmat H. (2009). Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Bogor.

Rawlins, E.A. (2003). Bentleys of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan belas. London: Baillierre Tindall. Halaman: 22, 35.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Weller, P.J. (2009). Handbook of Pharmaceutical

Excipients. Sixth edition. London: Pharmaceutical Press. Halaman: 441,

754, 283, 697.

Saad, A.H., Ahmed, S.N., Mohamed, E.B. (2013). Formulation and Evaluation Of Herbal Cream From Ziziphus spina Leaves Extract. Dubai: International

(47)

Sebagai Obat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 15(1): 10-12.

Sumaryati, E. (2012). Senam Kecantikan dan Anti Penuaan. Yogyakarta: Citra Media. Halaman 34-36.

Suryadi dan Kusmana. (2004). Mengenal Sayuran Indijenes. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Halaman 7.

Susana, D. (2013). Formulasi Dan Uji Efek Anti-Aging Krim Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Syaifuddin. (2001). Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika. Halaman: 258-260.

Syamsuni, H. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Halaman 133.

Tamat, S.R., Wikanta, T., Maulina, L.S. (2007). Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Senyawa Bioaktif dariEkstrak Rumput Laut Hijau Ulva

reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasiaan Indonesia. ISSN

1693-1831 5(1): 31-36.

Tranggono, R.I. dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Halaman: 76-77.

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman: 624-632.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Halaman: 58-62.

WHO. (1992). Quality Control Methods For Medical Plant Materials. Geneva: World Health Organization. Halaman: 31-33.

Yuanyuan, L.U., Jianguang, L., Xuefeng, H., Lingyi, K. (2009). Four Steroidal Glycosides from Solanum torvum and Their Cytotoxic Activities. Chinese:

Journal of Steroids FromSolanum torvum 7(4): 95-101.

Zubaida, Y., Ying W., Elias B. (2013). Phytochemistry and Pharmacological Studies on Solanum torvum Swartz. Journal of Applied Pharmaceutical

(48)

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian meliputi pengumpulan sukarelawan, pengukuran kulit sukarelawan, pembuatan sediaan krim ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), pemeriksaan terhadap sediaan krim meliputi uji homogenitas, tipe emulsi, iritasi kulit, pH, stabilitas penyimpanan selama 90 hari (3 bulan) dalam suhu kamardan pembuktian kemampuan sediaan krim sebagai anti-aging selama 4 minggu.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, lumpang, stamfer, cawan porselen, spatula, sudip, pot plastik, pipet tetes, penangas air, oven, blender, desikator, freeze dryer (Edward), perkolator,

stopwatch, tanur (Nabertherm), timbangan analitik (Dickson), rotary evaporator

vacuum (BUCHI), pH meter (Hanna Instrumen), skin analyzer dan moisture

checker (Aramo Huvis).

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah buah rimbang, etanol 80%, asam stearat, TEA, nipagin, natrium tetraborat, gliserin, silika gel, air suling, metil biru, oleum lavender, larutan dapar pH asam 4,01 dan larutan dapar pH netral 7,01.

3.2 Relawan

(49)

menggunakan krim lain selama 4 minggu untuk terapi anti-aging. Relawan bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan uji iritasi dan uji efektivitas sediaan krim sebagai anti-aging selama penelitian berlangsung. Adapun parameter pengujiannya adalah kadar air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyak noda (spot), keriput (wrinkle) dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth). Surat pernyataan persetujuan relawan ikut serta dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 74.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah buah rimbang, yang diperoleh dari Pasar Tradisional Batang Kuis, di Jl. Niaga, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. 3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor. 3.3.3 Pengolahan sampel

(50)

pembuatan serbuk simplisia dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 62.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, RI., 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia buah rimbang dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur sampel. 3.4.2 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, dan tabung penerima 10 ml.

a. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

(51)

sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). 3.4.3 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 1995).

3.4.5 Penetapan kadar abu total

(52)

dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.5 Uji Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, steroida/triterpenoida, flavonoida, saponin, tanin, dan antrakuinon.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer akan terbentuk endapan menggumpal berwatna putih atau kuning.

(53)

Dragendorff akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Ditjen POM., 1995).

3.5.2 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95 % dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu (Depkes, RI., 1995).

3.5.3 Pemeriksaan saponin

(54)

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring (larutan percobaan).

Cara percobaan:

Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida (Depkes, RI., 1995).

3.5.5 Pemeriksaan antrakuinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, filtrat berwarna kuning, menunjukkan adanya antrakuinon. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium hidroksida 2N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakuinon (Depkes, RI., 1995).

3.5.6 Pemeriksaan tanin

(55)

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak buah rimbang dilakukan secara perkolasi menggunakan etanol 80%.

Cara kerja: sebanyak 500 g serbuk simplisia dibasahi dengan cairan penyari etanol 80% dan dibiarkan selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, lalu dituang cairan penyari etanol 80% sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di atasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran dibuka dan biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga beberapa tetes perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ±500C sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dipekatkan menggunakan freeze dryer -400C (Ditjen POM., 1979). Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 63.

3.7 Formulasi Sediaan Krim 3.7.1 Formula standar dasar krim

(56)

Gliserin 100 Natrium tetraborat 2,5

Trietanolamin 10

Air suling ad 1000 Nipagin secukupnya.

3.7.2 Formula dasar krim yang dibuat

R/ Asam stearat 14,2

Jumlah ekstrak buah rimbang yang divariasikan dalam sediaan krim: F1 : Blanko (tanpa ekstrak buah rimbang)

F2 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 2,5% F3 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 5% F4 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 7,5% F5 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 10% 3.7.3 Pembuatan sediaan krim

(57)

Ditimbang ekstrak buah rimbang dengan variasi konsentrasi pada masing-masing formula, kemudian ditimbang dasar krim yang telah dikurangi dengan jumlah masing-masing bahan aktif. Bahan aktif yang telah ditimbang digerus dalam lumpang lalu ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, kemudian ditambahkan 3 tetes oleum lavender, dihomogenkan. Formulasi dasar krim tanpa ekstrak dibuat sebagai blanko. Bagan kerja pembuatan dasar krim dan sediaan krim dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 64 dan Lampiran 7 halaman 65.

Tabel 3.1 Formula sediaan krim

No. Formula Ekstrak buah rimbang (gram) 3.8 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).

3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim

(58)

gram sediaan krim dengan 25 ml air dalam beaker gelas, jika sediaan terdispersi secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a, sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi tipe a/m.

3.8.3 Pengukuran pH sediaan krim

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral 7,01 dan larutan dapar pH asam 4,01 hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu di timbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar selama 12 minggu.

3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim

Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna, homogenitas dan pH di evaluasi selama penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap minggu pada suhu kamar (Saad, et al., 2013).

3.9 Uji Iritasi Terhadap Relawan

(59)

jam dan lihat perubahan yang terjadi pada kulit (Wasitaatmadja, 1997). Reaksi iritasi yang diamati yaitu eritema dan edema dengan sistem skor. Eritema: tidak eritema 0, sangat sedikit eritema 1, sedikit eritema 2, eritema sedang 3, eritema sangat parah 4. Edema: tidak edema 0, sangat sedikit edema 1, sedikit edema 2, edema sedang 3, edema sangat parah 4 (Barel, dkk., 2009).

3.10 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan

Semua relawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit punggung tangan atau pada area uji yang telah ditandai dengan berbagai pameter uji, seperti: kadar air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyaknya noda (spot), keriput (wrinkle) dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth) dengan menggunakan

alat skin analyzer dan moisture checker. Pemakaian krim mulai dilakukan dengan pengolesan hingga merata setiap dua kali sehari yaitu pada malam dan pagi hari setiap hari selama 4 minggu pada daerah punggung tangan relawan. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan alat

skin analyzer dan moisture checker.

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap relawan sebanyak 15 orang dan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:

a. Kelompok I : 3 orang relawan diberi krim blanko.

(60)

Product and Service Smirnov) 17. Data dianalisis menggunakan metode One Way

(61)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasilnya menunjukkan sampel yang digunakan adalah benar buah rimbang (Solanum

torvum Sw.). Terlihat pada Lampiran 1, halaman 59.

4.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Buah Rimbang

Hasil ekstraksi dari 500 g serbuk simplisia buah rimbang dengan menggunakan pelarut etanol 80%, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu ±50°C lalu dipekatkan menggunakan freeze dryer -40°C sampai diperoleh berupa ekstrak kental sebanyak 68,75 g. Gambar ekstrak buah rimbang dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 61.

4.3 Hasil Karakterisasi dan Skrining 4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil karakterisasi makroskopik dari buah rimbang adalah buah berbentuk bundar, warna hijau, kulit buah pipih, liat seperti kulit. Dibagian dalam terdapat banyak biji, bentuk pipih, membundar telur. Gambar makroskopik simplisia buah rimbang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 60.

4.3.2 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

(62)

No. Parameter Hasil Pemeriksaan buah rimbang memenuhi persyaratan dari buku Materia Medika Indonesia jilid IV tahun 1995 yaitu penetapan kadar sari larut air tidak kurang dari 6%, kadar sari larut etanol tidak kurang dari 3%, kadar abu total tidak lebih dari 6%, kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,5%. Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan simplisia (Depkes, RI., 2000). Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air (polar). Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, gula, gom dan zat warna. Penetapan kadar sari larut etanol untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakuinon, steroid terikat, dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin (Depkes, RI., 1986).

(63)

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah rimbang

No. Golongan senyawa Hasil

1. Alkaloid +

7. Steroid/Triterpenoida +

Keterangan:( + ) = Positif, ( - ) = Negatif

Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia dari simplisia buah rimbang menunjukkan hasil yaitu memiliki kandungan senyawa kimia golongan alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, antrakuinon, tanin, dan steroida/triterpenoida.

4.4 Hasil Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim 4.4.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim

Hasil pengamatan homogenitas dari semua sediaan krim ekstrak etanol buah rimbang dan blanko dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan gambarnya pada Lampiran 14, halaman 72.

Tabel 4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan krim

Formula Waktu Penyimpanan (minggu)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

(64)

sediaan krim apakah dapat terdistribusi secara merata. Berdasarkan hasil pengamatan homogenitas krim ekstrak etanol buah rimbang dan blanko pada Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa sediaan krim yang dibuat tidak terdapat butiran kasar pada gelas objek, maka semua sediaan krim dikatakan homogen. 4.4.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim

Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, gambar penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru dapat dilihat pada Lampiran 14, halaman 72.

Tabel 4.4 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru No Formula Kelarutan Biru Metil pada Sediaan

Ya Tidak

Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krim ekstrak etanol buah rimbang F2: 2,5% F3: 5%, F4: 7,5%, F5:10%.

Tabel 4.5 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metode pengenceran fase

No Formula Kelarutan Sediaan Pada Fase Luar (akuades)

Ya Tidak

Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krimekstrak etanol buah rimbangF2: 2,5% F3: 5%, F4: 7,5%, F5: 10%.

(65)

dapat diencerkan dalam medium air sehingga terbukti bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe emulsi minyak dalam air (o/w) (Syamsuni, 2006). Tipe emulsi ini memiliki keuntungan yaitu lebih mudah menyebar di permukaan kulit, tidak lengket dan mudah dihilangkan dengan adanya pencucian.

4.4.3 Hasil pengukuran pH sediaan

Hasil pengukuran pH sediaan krim ekstrak etanol buah rimbang dilakukan dengan menggunakan pH meter dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6 Data pengukuran pH sediaan krim

Formula Waktu Penyimpanan (minggu)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krim ekstrak etanol buah

rimbang F2: 2,5%, F3: 5%, F4: 7,5%, F5:10%.

(66)

yang mengandung ekstrak buah rimbang terjadi dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hasil penentuan pH sediaan krim menunjukkan pH sediaan relatif stabil pada penyimpanan karena tidak mengalami perubahan pH yang signifikan. Menurut Balsam (1972), pH dari krim antara 5-8 sehingga sediaan krim ini masih memenuhi persyaratan.

4.4.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan krim

Hasil organoleptis sediaan krim ekstrak buah rimbang yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi ekstrak dan blanko memiliki perbedaan kecerahan warna dari masing-masing sediaan, data organoleptis dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan data hasil pengamatan stabilitas selama 90 hari dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.7 Data organoleptis sediaan krim yang dibuat Formula Penampilan

Warna Bau Konsistensi

F1 Putih Lavender semi padat

(67)

sediaan selesai dibuat, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari No Formula Pengamatan setelah

Selesai Y: perubahan bau, Z: pecahnya emulsi, dan - : tidak terjadi

Stabilitas dari suatu sediaan farmasi dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan warna, bau dan pH selama penyimpanan. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi jika bahan-bahan yang terdapat dalam sediaan tersebut teroksidasi. Sediaan emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami creaming dan inversi. Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih banyak daripada lapisan yang lain (Martin, dkk., 2009). Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi dari tipe minyak dalam air (m/a) menjadi air dalam minyak (a/m) atau sebaliknya (Anief, 2000). Gambar sediaan krim yang telah dibuat disimpan selama 90 hari di dalam suhu kamar dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 71.

4.5 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

(68)

Sukarelawan Reaksi iritasi

Index iritasi primer: 0/24 = 0,00

Keterangan: sistem skor Federal Hazardous Substance Act (Barel dkk., 2009).

Eritema Edema Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa semua relawan memberikan hasil negatif terhadap reaksi iritasi yang diamati yaitu eritema dan edema. Dari hasil uji iritasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang dibuat aman untuk digunakan (Tranggono dan Latifah, 2007).

4.6 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan

(69)

untuk melihat seberapa besar pengaruh krim ekstrak etanol buah rimbang dalam memulihkan kulit yang mengalami penuaan dini. Hasil pengukuran uji efektivitas

anti-aging dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 75-84. Data yang diperoleh

pada setiap parameter anti-aging dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan pada relawan. Pengujian Post Hoc Tukey

HSD dilakukan untuk melihat kelompok formula mana yang memiliki efek sama

atau berbeda dan efek yang terkecil sampai terbesar antara satu dengan yang lainnya. Pengujian ini dilakukan terhadap semua perlakuan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4. Hasil statistik dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 85-102.

4.6.1 Kadar air (Moisture)

Pengukuran kadar air pada kulit punggung tangan dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo.

(70)

(28,33 menjadi 29,00). Hal ini menunjukkan bahwa krim EEBR 10% yang paling baik dalam meningkatkan kadar air kulit. Hasil statistik dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 85.

Berbagai faktor eksternal maupun internal seperti iklim, temperatur, udara kering, kelembaban udara, paparan sinar matahari, usia, dan berbagai penyakit kulit dapat menyebabkan penguapan yang berlebihan pada epidermis kulit. Penguapan yang berlebihan tersebut mengakibatkan kadar air dalam stratum korneum dapat berkurang hingga 10% yang dapat mengakibatkan kulit menjadi kering. Kulit berusaha untuk melindungi diri dari kemungkinan tersebut yaitu dengan adanya bahan hidrofilik yang terkandung dalam stratum korneum, yang disebut juga Natural Moisturizing Factor (NMF) (Muliyawan dan Suriana, 2013).

(71)

tangan relawan.

Krim Relawan Persentase kadar air (%)

Sebelum Pemulihan (minggu)

Pengukuran kehalusan kulit punggung tangan relawan, menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x (normal lens) dengan sensor biru.

(72)

blanko, krim EEBR 2,5%, 5%, 7,5%. Setelah perawatan di minggu ke-4 terdapat perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05) antara blanko dengan krim EEBR 2,5%, 5%,

7,5%, 10%. Hasil statistik dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 88.

Krim yang memberikan efek terbesar dalam menghaluskan kulit terlihat mulai di minggu ke-1 hingga minggu ke-4 adalah krim EEBR 10% (34,33 menjadi 27,67) dan krim yang memberikan efek terkecil terlihat hingga minggu ke-4 adalah krim 2,5% dan blanko. Buah rimbang mengandung sterolin (sitosterol –D glucoside) yang berkhasiat untuk melembutkan kulit sehingga kulit semakin

halus.

Berdasarkan Tabel 4.11 dan Gambar 4.2 di bawah ini dapat dilihat bahwa kondisi awal kulit punggung tangan semua kelompok relawan adalah normal (32 - 51).

(73)

tangan relawan

Krim Relawan Kehalusan kulit

Sebelum Pemulihan (minggu)

Analisa besar pori pada kulit punggung tangan sukarelawan menggunakan perangkat skin analyzer yang sama dengan pengukuran kehalusan yakni lensa perbesaran 60x (normal lens) sensor biru, pada waktu melakukan analisa kehalusan kulit, secara otomatis analisa besar pori ikut terbaca (Aramo, 2012).

(74)

EEBRdengan blanko. Setelah perawatan di minggu ke-3 terdapat perbedaan yang siginifikan terlihat pada krim EEBR 5%, 7,5%, 10% dengan krim EEBR 2,5% dan blanko. Setelah perawatan di minggu ke-4 terdapat perbedaan yang siginifikan terlihat pada krim EEBR 10% dengan blanko; krim EEBR 2,5%, 5%, 7,5% dengan blanko. Hasil statistik dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 91.

Krim yang dapat memberikan efek terbesar dalam mengecilkan pori-pori kulit adalah krim EEBR 10% (33,00 menjadi 24,33). Pori-pori dapat membesar apabila terkena sinar matahari, penumpukkan sel kulit mati (kotoran) sehingga dapat memicu timbulnya jerawat, adanya karoten sebagai pro-vitamin A dapat melepaskan sel kulit mati dan merangsang pembentukan sel baru serta dapat menangkap radikal bebas yang merusak kulit, sehingga dapat mengecilkan pori-pori kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

(75)

relawan

Krim Relawan Ukuran pori

Sebelum Pemulihan (minggu)

Pengukuran banyaknya noda pada kulit punggung tangan sukarelawan dilakukan dengan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x (polarizing lens) sensor jingga.

(76)

dengan blanko. Hasil statistik dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 94.

Krim yang dapat memberikan efek terbesar dalam mengurangi noda kulit adalah krim EEBR 10% terlihat pada minggu ke-4 (26,00 menjadi 20,00). Hal ini diketahui bahwa semakin banyak kandungan EEBR yang digunakan maka semakin efektif dalam mencegah penggelapan kulit dari paparan sinar matahari. Semakin lama kulit terpapar sinar matahari, maka pembentukan melanin kulit semakin aktif sehingga dapat menimbulkan bercak-bercak noda coklat pada kulit (Sumaryati, 2012).

(77)

Krim Relawan Total noda Nilai pengukuran : 0-19 (sedikit noda), 20-39 (beberapa noda), 40-100 (banyak

noda) (Aramo, 2012). 4.6.5 Keriput (Wrinkle)

Pengukuran kerutan pada kulit punggung tangan sukarelawan dilakukan dengan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 10x sensor biru. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.5.

Hasil analisa statistik dari data yang telah diperoleh, sebelum perawatan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p≥0,05) antara krim EEBR dengan

blanko. Setelah perawatan di minggu ke-1terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05) terlihat pada sediaan krim EEBR 10% dengan krim 7,5%, 5%, 2,5% dan

(78)

2,5% dan blanko, antara krim 7,5%, 5% dengan krim 2,5% dan blanko. Krim yang memberikan efek terbesar adalah krim EEBR 10% (19,67 menjadi 12,00). Hasil statistik dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 97.

Senyawa antioksidan buah rimbang mengandung senyawa non fenolik berupa karotenoid dan asam askorbat (Kusuma dan Andarwulan, 2012). Dengan bertambahnya usia, kulit juga mengalami perubahan dalam tingkat elastisitasnya. Elastisitas kulit ini ditentukan oleh lapisan serabut elastin yang terdapat di lapisan bawah kulit. Keriput atau kerutan merupakan akibat menurunnya jumlah kolagen pada kulit yang sering terlihat pada bagian dahi dan daerah sekitar mata pada wajah, adanya karoten dapat menetralisir radikal bebas dengan cara melindungi kulit dari radiasi sinar UV yang dapat menurunkan sintesis kolagen (keriput) (Ardhie, 2011).

Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran banyaknya keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu.

(79)

relawan Nilai pengukuran : 0-19 (tidak berkeriput), 20-52 (berkeriput), 53-100

(berkeriput parah) (Aramo, 2012). 4.6.6 Kedalaman keriput (Wrinkle’s Depth)

(80)

minggu ke-1 terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05) antara sediaan krim EEBR 10%, 7,5%, 5%, 2,5% dengan blanko. Setelah minggu ke-2 terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05) terlihat pada krim EEBR 10%, 7,5%, 5%

(81)
(82)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa:

a. Hasil karakterisasi simplisia buah rimbang yang diperoleh memenuhisyarat yang tertera pada MMI (Materia Medika Indonesia) jilid IV tahun 1995.

b. Ekstrak buah rimbang dapat diformulasikan ke dalam sediaan krim yang homogen dengan tipe emulsi minyak dalam air, pH 5,4-5,7, tidak menimbulkan iritasi kulit dan stabil dalam penyimpanan selama 90 hari dalam suhu kamar.

(83)
(84)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Rimbang

Rimbang merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi tanaman sekitar 3 m. Beberapa wilayah Indonesia memiliki nama lain dari tanaman takokak, seperti terong pipit (Sumatera), rimbang (Melayu), takokak (Jawa Barat) dan terong cepoka, atau poka, cong belut atau cokowana (Jawa Tengah). Bentuk batang bulat, berkayu, bercabang, berduri jarang dan percabangannya simpodial dengan warna putih kotor. Daun rimbang tunggal, berwarna hijau, tersebar, berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung meruncing dan panjangnya sekitar 27-30 cm dan lebar 20-24 cm, dengan bentuk pertulangan daunnya menyirip dan ibu tulang berduri (Kusuma dan Andarwulan, 2012).

Ciri-ciri bunga rimbang, yaitu majemuk, bentuk bintang, kelopak berbulu, bertajuk lima, runcing, panjang bunga kira-kira 5 mm, benang sari lima, tangkai panjang kira-kira 1 mm dan kepala sari panjangnya kira-kira 6 mm berbentuk jarum, berwarna kuning, tangkai putik kira-kira 1 cm yang berwarna putih, dan kepala putik kehijauan. Buah rimbang berbentuk buni, bulat, licin, dan bergaris tengah 12-15 mm, ketika masih muda buah berwarna hijau dan setelah tua warnanya menjadi jingga (Sirait, 2009).

(85)

berwarna kuning pucat, berakar tunggang berwarna kuning pucat (Sirait, 2009). Tanaman rimbang diperbanyak dengan cara vegetatif yaitu memisahkan anakan dari akarnya, atau secara generatif menggunakan biji. Perbanyakan menggunakan biji, terlebih dahulu untuk menghilangkan daging buah kemudian disemaikan (Sirait, 2009).

2.1.1 Taksonomi tanaman rimbang

Taksonomi dari tanaman rimbang adalah (Zubaida, et al., 2013): Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Solanales

Suku : Solanaceae

Marga : Solanum

Jenis : Solanum torvum Sw. 2.1.2 Kandungan rimbang

(86)

vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, sterolin (sitosterol-D glucoside),. Kandungan kimia yang terdapat pada buah dan daun mengandung alkaloid steroid yaitu jenis solasodine 0,84%, sedangkan kandungan buah kuning mengandung

solasonine 0,1%. Kemudian, buah mentahnya juga mengandung chlorogenin,

sisologenenone, torvogenin, neo-chlorogenine, dan panicolugenine (Sirait, 2009).

Senyawa-senyawa antioksidan yang terkandung dalam buah rimbang antara lain: Flavonoid

Gambar 2.1 Rumus kimia flavonoid Asam askorbat

Gambar 2.2 Rumus kimia asam askorbat Asam fenolat

(87)

Gambar 2.4 Rumus kimia vitamin A 2.1.3 Manfaat rimbang

Buah rimbang sering digunakan sebagai obat tradisional, yaitu dapat dimakan langsung dalam kondisi mentah, direbus, atau dibalut langsung pada bagian yang terluka (Kusuma dan Andarwulan, 2012).

Adanya kandungan komponen-komponen bioaktif tersebut, maka buah rimbang dapat berfungsi sebagai antioksidan, kardiovaskuler, aktivitas agregasi anti-platelet, aktivitas antimikroba, sedatif, digestif, hemostatik, serta aktivitas diuretik (Agrawal, et al., 2010).

Rimbang juga mampu melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan rasa sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif) (Rahmat, 2009). Rimbang memiliki aktivitas pembersih superoksida yang tinggi yakni di atas 70%. Kandungan kimia yang terdapat pada rimbang mampu bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi jaringan tubuh dari efek negative radikal bebas. Kemudian, rimbang berfungsi sebagai anti radang karena memiliki senyawa sterol

carpesterol (Sirait, 2009).

2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia

(88)

tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, RI., 2000). 2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, RI., 2000).

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, RI., 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu :

a. Cara Dingin

(89)

kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali.

b. Cara Panas

1. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet, adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

(90)

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC ) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Kulit

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet, dan melindungi kulit terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum. Dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu (Syaifuddin, 2001).

Kulit adalah suatu shell yang fleksibel, mudah melentur, protektif, mengatur diri sendiri yang melindungi sistem hidup kita. Shell mengandung sistem sirkulasi dan sistem evaporasi untuk menstabilkan temperatur dan tekanan badan, sistem melemas sendiri dan merupakan alat untuk mendeteksi stimuli dari luar (Anief, 1997).

Kulit terdiri dari 3 lapis: a. Epidermis

(91)

badan, hingga semua jaringan yang lain menjaga keseimbangan dinamis dengan lingkungan dalam (Syaifuddin, 2001).

Epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan (Syaifuddin, 2001): 1. Stratum corneum (lapisan tanduk)

2. Stratum lucidum (daerah sawar)

3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir)

4. Stratum spinosum (lapisan sel duri)

5. Stratum germinativum (lapisan sel basal)

b. Dermis

Dermis, atau korium tebalnya 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen dan elstin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut syaraf dan korpus pacini. Daerah atas dari dermis terdapat papillae membentuk lapisan papil yang berhubungan ke dalam epidermis. Lapisan mengandung akhir syaraf yang dipengaruhi oleh perubahan suhu dan aplikasi anestetika lokal dan iritasi (Syaifuddin, 2001).

(92)

4,5-5,5), larutan garam sebagai keringat (Syaifuddin, 2001). c. Lapisan (jaringan) subkutan berlemak

Kulit yang utuh merupakan rintangan efektif terhadap penetrasi. Absorbsi melalui kulit dapat terjadi dengan menembus daerah anatomi:

- Langsung menembus epidermis utuh

- Diantara atau menembus sel stratum korneum

- Menembus tambahan kulit seperti kelenjar keringat, kelenjar lemak dan gelembung rambut.

Menurut Mail, jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui epidermis daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah dapat dijelaskan karena luas permukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar daripada kedua yang lain (Syaifuddin, 2001).

Dalam keadaan khusus, seperti berkeringat atau zatnya sudah larut dalam lipid jalan yang baik adalah melalui kelenjar lemak. Tetapi bagi kebanyakan keadaan dan bagi zatnya, jalan yang paling baik adalah langsung melalui epidermis (Syaifuddin, 2001).

2.4 Penuaan Dini

Sebagaimana makhluk hidup yang lain, manusia akan mengalami penuaan. Proses penuaan ini antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda (Tranggono dan Latifah, 2007).

(93)

tanda-wajah, diusia yang relatif muda, bahkan diawal umur 20-an (Ardhie, 2011). Proses menua pada kulit dibedakan atas 2, yaitu (Ardhie, 2011):

1. Proses menua intrinsik

Proses menua intrinsik adalah proses menua yang terjadi sejalan dengan waktu. Proses biologi yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati. Penuaan ini ditunjukkan dari adanya perubahan struktur dan fungsi, serta metabolik kulit seiring dengan bertambahnya usia.

2. Proses menua ekstrinsik

Proses menua ekstrinsik adalah proses menua yang dipengaruhi oleh perubahan eksternal yaitu pajanan matahari berlebihan (photoaging), polusi, kebiasaan merokok dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari.

Sinar UV dibutuhkan tubuh untuk mensintesa vitamin D, akan tetapi sinar UV yang terlalu banyak akan merusak molekul dan sel-sel tubuh. Kerusakan ini akan menyebabkan perubahan yang berupa penebalan epidermis, stratum korneum dan peningkatan melanosit. Efek jangka panjangnya dapat menyebabkan penuaan dini pada kulit yang merupakan akibat dari kerusakan-kerusakan yang telah terakumulasi (Susana, 2013).

2.5 Anti Penuaan atau Anti-Aging

Anti-aging merupakan suatu proses yang berguna untuk mencegah atau

(94)

penelitian para pakar, krim anti-aging dirancang secara khusus untuk mencegah penuaan dini terutama jika diaplikasikan pada malam hari (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Menurut Muliyawan dan Suriana (2013), produk anti-aging memiliki tujuan untuk membantu tubuh agar tetap sehat dan awet muda bahkan bisa terlihat jauh lebih mudah dari usia sesungguhnya, sehingga mampu menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit.

2.5.1 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat antioksidan bagi kesehatan dan kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain (Tamat, dkk., 2007).

Antioksidan mampu menghambat oksidasi dari molekul oksidan. Oksidasi merupakan reaksi kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen oksigen (Ardhie, 2011).

(95)

dan asam askorbat (vitamin C). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan yang termasuk ke dalam vitamin dan fitokimia disebut flavonoid. Flavonoid memiliki kemampuan untuk meredam molekul tidak stabil yang disebut radikal bebas (Inggrid dan Santoso, 2014).

2.6 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”.

Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang, air, embun, pasir atau sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

Tidak dapat disangkal lagi bahwa produk kosmetik sangat diperlukan oleh manusia, produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan diseluruh tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar krim yang dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM., 1979).

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI., 1995).

Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi A/M

(96)

dikenal dengan Vanishing cream. Basis krim (Vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Vanishing cream umumnya emulsi minyak dalam air, mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel,1989). Formula standar basis Vanishing cream berdasarkan Formularium Indonesia 1996 terdiri dari, yakni asam stearat berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan pengemulsi), gliserin berfungsi sebagai humektan dan emolien, natrium tetraborat berfungsi sebagai basa, emulsifying agent (bahan pengemulsi), trietanolamin berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan pengemulsi) dan humektan, metil paraben sebagai bahan pengawet dan air suling sebagai pelarut (Rowe, et al., 2009).

2.8 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

(97)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentasi kadar air dalam kulit yang diukur.

2. Evenness (kehalusan)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

3. Pore (pori)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar saat melakukan pengukuran kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit. Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

4. Spot (noda)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin

analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga

(Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

5. Wrinkle (keriput)

(98)

memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat terdeteksi dengan alat Skin analyzer.

2.8.2 Parameter pengukuran

Table 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture

(kelembaban)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-45 46-100

Evenness

(kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (pori) Kecil Sedang Besar

0-19 20-39 40-100

Spot (noda) Sedikit Sedang Banyak

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (keriput) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah

0-19 20-52 53-100

(99)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan proses alamiah dalam kehidupan manusia, menua erat kaitannya dengan berbagai proses degeneratif. Banyak teori diajukan dan berbagai penelitian dilakukan untuk mencegah penuaan. Terjadinya radikal bebas akibat proses oksidatif merupakan teori yang paling sering dianut. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mencegah penuaaan atau setidaknya menua secara alami (Ardhie, 2011).

Sumber antioksidan alami dapat berasal dari tumbuhan, salah satunya adalah berasal dari sayuran indigenous (Kusuma dan Andarwulan, 2012). Sayuran

indigenous merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan

dikonsumsi sejak zaman dahulu dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu. Sayuran ini biasanya ditumbuhkan di pekarangan rumah atau di kebun secara komersial (Suryadi dan Kusmana, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian Andarwulan, dkk., (2010) dan Andarwulan, dkk., (2012) menyebutkan bahwa dari sejumlah sayuran indigenous yang diteliti telah diketahui mengandung senyawa fenolik, termasuk didalamnya senyawa flavonoid, yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin). Selain itu, sayuran indigenous juga memiliki aktivitas antioksidan yang relatif tinggi.

(100)

glucoside), protein, lemak, dan mineral (Yuanyuan, et al., 2009).

Komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan dapat berasal dari senyawa fenolik dan senyawa non fenolik. Berdasarkan penelitian Rahmat (2009), buah rimbang mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid, yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin).

Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI., 1995). Krim dianggap lebih mempunyai daya tarik estetika yang lebih besar karena sifatnya tidak berminyak dan kemampuan menyerap dalam kulit pada saat pengolesan (Ansel, 1989).

Dengan adanya kandungan antioksidan pada buah rimbang, maka peneliti membuat sediaan kosmetik dalam bentuk krim dengan menambahkan ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) sebagai anti-aging.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini:

a. Bagaimana karakteristik simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dibandingkan dengan yang terdapat pada Materia Medika Indonesia (MMI) jilid IV 1995?

b. Apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dapat diformulasikan dalam sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air?

Gambar

Tabel 3.1 Formula sediaan krim
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia buah rimbang
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah rimbang
Tabel 4.4 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Formulasi sediaan krim dibuat dengan tipe air dalam minyak (A/M) dengan konsentrasi ekstrak etanol buah asam gelugur yang berbeda yaitu 4% dan 6%, sediaan juga dilakukan uji

Ekstrak buah mentimun mempunyai banyak kelebihannya, maka telah dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan krim facial wash yang mengandung ekstrak buah mentimun

Sediaan masker peel-off anti aging dibuat dengan menambahkan ekstrak buah terong belanda masing-masing dengan konsentrasi 1, 3 , dan 5%.Pengujian terhadap sediaan masker

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti- aging, dan penggunaan krim anti- aging

Gambar 4.18 Grafik yang menunjukkan hubungan antara aktivitas antioksidan dengan efektivitas daya pelembab sediaan krim pelembab ekstrak buah melon orange (Cucumis

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti- aging, dan penggunaan krim anti- aging

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti-aging, dan penggunaan krim anti-aging ekstrak

Uji Stabilitas Fisik Dan Aktivitas Antioksidan Formula Krim Mengandung Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica granatum L).. Depok: