PERAN ORANGTUA PADA REMAJA YANG BERPERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA DI DUSUN VIII DESA BANDAR KLIPPA
KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh
JUSTRIANA FERIATY SAGALA
NIM:121021038
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERAN ORANGTUA PADA REMAJA YANG BERPERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA DI DUSUN VIII DESA BANDAR KLIPPA
KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
JUSTRIANA FERIATY SAGALA
NIM:121021038
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Peran
Orangtua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pranikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakkan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Juni 2015
Yang Membuat Pernyataan
ABSTRAK
Penyimpangan seks di kalangan remaja semakin meningkat. Dipengaruhi oleh teknologi yang berkembang, pemahaman seks yang masih tidak tepat, sehingga mengakibatkan remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah. Dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter dan pengetahuan remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran orang tua pada remaja yang berperilaku seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (indepth interview).
Jumlah informan penelitian sebanyak 5 orang yang dipilih berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran orang tua yang anaknya sudah melakukan seks pranikah mereka segera menikahkan anaknya. Informan mengatakan hanya bias pasrah dengan apa yang sudah terjadi pada anaknya. Dari 5 informan, 1 informan tidak pernah memberikan informasi atau mendidik anaknya dengan pemahaman terkait kesehatan reproduksi atau seks bebas dikarenakan sibuk mencarinafkah (berjualan di pajak). Mengena imemotivasi anak yang sudah terlanjur melakukan seks pranikah, semua informan mengatakan memberikan motivasi, dorongan kepada sianak agar anaknya tetap menjalankan kehidupan dan memberikan fasilitas agar sianak dapat melanjutkan kehidupan rumah tangganya dengan membukakan warung.
Untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai pendidikan seks diharapkan kepada orang tua untuk mau dan mampu memberikan pengajaran tersebut kepada remaja. Kepada pihak kepala Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Medan untuk melakukan penyuluhan tentang perilaku seks pranikah dan dampaknya, memberdayakan remaja dilingkungannya dengan membuat komunitas remaja dengan kegiatan sosial, keagamaan ataupun olahraga.
ABSTRACT
Sexual abuse in the adolescent is increase. This condition is influenced by the advanced technology, misinterpretation of sex that causes the adolescent do the pre-marital sex behavior. In this sense, the parents has an important role in build the character and knowledge of adolescent.
This research aims to study the influence of the role of parents to the adolescent with the premarital sex behavior at Dusun VIII Desa Bandar Klippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang by using qualitative approach with method of indepth interview. The number of informant in this research is 5 persons that choose based on suitability and adequacy principle.
The results of research indicates that the role of parents of adolescent who had do the premarital sex is to marry their child informant said that they defenseless what happed to their child. Of 5 informant, 1 informant never provide the child with information and sharing about the reproduction health of free sex because they busy in their business (as sellers in the market). About the motivation of the child who do the premarital sex, informant said that they provide the child with motivation, encourage to maintain their quality live and to continue their live by have a shop business.
In order to increase the understanding of adolescent about the sex education, the parents must provide the adolescent with sex education. The sub village head of Dusun VIII Desa Bandar Kippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang Medan to do the extension about the premarital sex behavior and its impact, to enable the adolescent to establish the adolescent community with any social, religion and sport activities.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas
semua berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Peran Orang Tua Pada Remaja Yang Berperilaku Seks Pra-Nikah Remaja Di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”.
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku Kepala Departemen
Kependudukan dan Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademi.
4. Ibu Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan.
5. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan.
6. Ibu Sri Rahayu Sanusi, S.K.M, M.Kes, Ph.D dan Ibu Maya Fitria, S.K.M,
M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan pengarahan dan
7. Seluruh dosen serta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, khususnya dosen dan staf di Departemen Kependudukan dan
Biostatistikan yang turut mendukung persiapan penyelesaian Skripsi ini.
8. Bapak Suriadi selaku Kepala Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang beserta Staf yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memperoleh data-data.
9. Ayah Handa Erwin Todo Sius Sagala dan Ibunda Meri Simare-mare yang
selalu mendoakan dan memberikan nasihat-nasihat baik yang tiada hentinya.
Abang, Kakak dan Adik saya yang tersayang Abdi Rizal Tumpal Praganta
Sagala, S.Tel, Lisna Derita Juliwati Sagala, Komp.Hermanto Sagala, S.H,
Ricki Saputra Sagala, S.Fi, Parhehean Sagala, dan Srihandayani Sagala, serta
seluruh keluarga besar yang turut memberikan dukungan dan semangatnya
kepada penulis.
10.Teman-teman terbaik dan seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ekstensi 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan
dan motivasinya selama ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, Juni 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
2.2.2 Tahapan Perkembangan Remaja ... 13
2.2.3 Ciri Khas Remaja ... 15
2.2.4 Perkembangan Fisik ... 17
2.3 Perilaku Seks Remaja ... 19
2.3.1 Pengertian Perilaku Seks Remaja ... 19
2.3.2 Fase Perkembangan Perilaku Seks Remaja ... 20
2.3.3 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja ... 21
2.3.4 Permasalahan Dalam Masa Remaja ... 22
2.3.5 Faktor Penyebab Seks Bebas Bagi Remaja ... 23
2.3.6 Dampak Perilaku Seksual Remaja ... 26
2.3.7 Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual Pranikah ... 27
2.3.8 Bahaya Kehamilan Pada Remaja ... 30
2.3.9 Faktot Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah ... 30
2.4 Peran Orangtua Dalam Perilaku Seks Bebas Pada Remaja ... . 33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 JenisPenelitian ... 38
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 38
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 38
3.2.2 Waktu Penelitian ... 38
3.3 Pemilihan Informan ... 38
3.4Metode Pengumpulan Data ... 40
3.5Definisi Istilah ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42
4.1.1 Letak Geografis ... 42
4.1.2 Batas Wilayah Desa Bandar Klippa ... 42
4.1.3 Data Pernikahan Dini ... 42
4.1.4 Sarana dan Prasarana ... 43
4.2Karakteristik Informan ... 43
4.3Matriks Pengetahuan ... 45
4.3.1 Matriks Perilaku Seks Pranikah ... 45
4.3.2 Matriks Memberikan Informasi... 46
4.3.3 Matriks Anak Bercerita Kepada Orangtua ... 48
4.3.4 Matriks Pengetahuan Orangtua Tentang Perilaku Seks Pranikah ... 50
4.4Matriks Sikap ... 51
4.4.1 Matriks Orangtua Memberikan Pengetahuan Kepada Anak ... 51
4.4.2 Matriks Peran Masyarakat ... 53
4.5Matriks Tindakan ... 54
4.5.1 Matriks Tindakan Yang Dilakukan Orangtua ... 54
4.5.2 Matriks Dukungan Dari Orangtua ... 57
4.5.3 Matriks Motivasi Yang Diberikan Orangtua ... 58
4.5.4 Matriks Pernyataan Remaja dan Bidan ... 59
BAB V PEMBAHASAN 5.1Gambaran Karakteristik Informan ... 62
5.2Pengetahua ... 62
5.2.1 Pengertian Perilaku Seks Pranikah Remaja ... 63
5.2.2 Memberikan Informasi Tentang Seks Pranikah ... 64
5.2.4 Pengetahuan Orangtua Tentang Perilaku Dikalangan
Remaja ... 68 5.3Sikap ... 69
5.3.1 Orangtua Memberikan Informasi Tentang Perilaku Seks
Dari Segi Agama, Budaya, dan Sosial ... 69 5.3.2 Apakah Ada Masyarakat Yang Tahu Tentang Masalah
Anak Informan ... 71 5.4Tindakan ... 72 5.4.1 Tindakan Orangtua Terhadap Perilaku Seks Pranikah ... 72 5.4.2 Bentuk Dukungan Yang Diberikan Orangtua Terhadap
Peran Orangtua Pada Remaja Yang Telah Berperilaku
Seks Pranikah ... 73 5.4.3 Motivasi Kepada Anak Yang Telah Berperilaku Seks
Pranikah ... 75 5.4.4 Pernyataan Remaja dan Bidan tentang perilaku seks
pranikah ... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan ... 78 6.2Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
- Pedoman Wawancara
- Surat Survei Pendahuluan dari FKM USU
- Surat Memberikan Izin Survei Pendahuluan - Surat Izin Penelitian dari FKM USU - Surat Memberikan Izin Penelitian
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR MATRIKS
Halaman Matriks 4.1 Karakteristik informan ... 43
Matriks 4.2 Pengertian Perilaku Seks Pranikah ... 45
Matriks 4.3 Memberikan Informasi tentang pendidikan seks ... 46
Matriks 4.4 Anak menceritakan masalah kepada orangtua tentang
Perilaku seks pranikah ... 48
Matriks 4.5 Pengetahuan orangtua tentang perilaku seks dikalangan remaja .. 50
Matriks 4.6 Memberikan Infomasi tentang perilaku seks dari segi agama,
Budaya, dan sosial ... 51
Matriks 4.7 Apakah ada masyarakat yang tahu tentang masalah pada anak
informan ... 53
Matriks 4.8 Tindakan yang dilakukan orangtua terhadap perilaku seks
Pranikah ... 54
Matriks 4.9 Bentuk dukungan yang diberikan orangtua terhadap peran
Orangtua pada remaja yang telah berperilaku seks pranikah ... 57
Matriks 4.10 Motivasi yang diberikan orangtua terhadap peran orangtua
pada remaja yang telah berperilaku seks pranikah ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 80
Lampiran 2 Surat Survei Pendahuluan dari FKM USU ... 83
Lampiran 3 Surat Memberikan Izin Survei Pendahuluan ... 84
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 85
Lampiran 5 Surat Memberikan Izin Penelitian ... 86
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Justriana Feriaty Sagala
Tempat/Tanggal Lahir : Pariaman / 29 Agustus 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Protestan
Anak ke : 3 dari 7 bersaudara
Status Pernikahan : Belum Menikah
Nama Ayah : Erwin Todo Sius Sagala
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Nama Ibu : Meri Simare mare
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Riwayat Pendidikan
1. SD/ Tamat tahun : SD Negeri 08 Pariaman/ 2001
2. SLTP/ Tamat tahun : SLTP Negeri 1 Pariaman/ 2004
3. SMA/ Tamat tahun : SMA Negeri 1 Pariaman/ 2007
4. Akademi/ Tamat tahun : Akademi Kebidanan Cipto Medan/ 2011
5. Lama Studi di FKM USU: 2012 2015
Riwayat Pekerjaan
1. Tahun 2011 – 2012 : RSIA.EVA MEDAN
ABSTRAK
Penyimpangan seks di kalangan remaja semakin meningkat. Dipengaruhi oleh teknologi yang berkembang, pemahaman seks yang masih tidak tepat, sehingga mengakibatkan remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah. Dalam hal ini orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter dan pengetahuan remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran orang tua pada remaja yang berperilaku seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (indepth interview).
Jumlah informan penelitian sebanyak 5 orang yang dipilih berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran orang tua yang anaknya sudah melakukan seks pranikah mereka segera menikahkan anaknya. Informan mengatakan hanya bias pasrah dengan apa yang sudah terjadi pada anaknya. Dari 5 informan, 1 informan tidak pernah memberikan informasi atau mendidik anaknya dengan pemahaman terkait kesehatan reproduksi atau seks bebas dikarenakan sibuk mencarinafkah (berjualan di pajak). Mengena imemotivasi anak yang sudah terlanjur melakukan seks pranikah, semua informan mengatakan memberikan motivasi, dorongan kepada sianak agar anaknya tetap menjalankan kehidupan dan memberikan fasilitas agar sianak dapat melanjutkan kehidupan rumah tangganya dengan membukakan warung.
Untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai pendidikan seks diharapkan kepada orang tua untuk mau dan mampu memberikan pengajaran tersebut kepada remaja. Kepada pihak kepala Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Medan untuk melakukan penyuluhan tentang perilaku seks pranikah dan dampaknya, memberdayakan remaja dilingkungannya dengan membuat komunitas remaja dengan kegiatan sosial, keagamaan ataupun olahraga.
ABSTRACT
Sexual abuse in the adolescent is increase. This condition is influenced by the advanced technology, misinterpretation of sex that causes the adolescent do the pre-marital sex behavior. In this sense, the parents has an important role in build the character and knowledge of adolescent.
This research aims to study the influence of the role of parents to the adolescent with the premarital sex behavior at Dusun VIII Desa Bandar Klippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang by using qualitative approach with method of indepth interview. The number of informant in this research is 5 persons that choose based on suitability and adequacy principle.
The results of research indicates that the role of parents of adolescent who had do the premarital sex is to marry their child informant said that they defenseless what happed to their child. Of 5 informant, 1 informant never provide the child with information and sharing about the reproduction health of free sex because they busy in their business (as sellers in the market). About the motivation of the child who do the premarital sex, informant said that they provide the child with motivation, encourage to maintain their quality live and to continue their live by have a shop business.
In order to increase the understanding of adolescent about the sex education, the parents must provide the adolescent with sex education. The sub village head of Dusun VIII Desa Bandar Kippa sub-district of Percut Sei Tuan regency of Deli Serdang Medan to do the extension about the premarital sex behavior and its impact, to enable the adolescent to establish the adolescent community with any social, religion and sport activities.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif dan
sosial. Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi peningkatan idealisme dan
penalaran logis. Secara sosial, jika dikaitkan dengan arah perkembangan dapat
dilihat adanya dua macam gerak yaitu berkurangnya ketergantungan remaja
dengan orangtua, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas
luar melalui interaksi sosial yang dilakukannya disekolah, pergaulan dengan
teman sebaya maupun masyarakat luas. Perubahan fisik yang terjadi pada masa
remaja yaitu semakin matangnya organ – organ tubuh termasuk organ reproduksi
dan seksualnya yang menyebabkan munculnya minat seksual dan keinginan
remaja tentang seksual (Santrock, 2008).
Periode remaja merupakan masa yang telah matang dari segi biologis dan
dapat menjalankan fungsi seksualnya. Sesuai dengan kematangannya itu maka
muncul pada diri remaja yaitu dorongan ingin berkenalan dan bergaul dengan
lawan jenis. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian di wujudkan dalam bentuk
berpacaran di antara mereka. Perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan
dalam tingkah laku yang bermacam – macam, mulai dari perasaan tertarik,
berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir,
alat kelamin diatas baju, memegang alat kelamin di bawah baju, dan melakukan
senggama (Sarwono, 2011).
World Heald Organization (WHO) tahun 2010 mengatakan bahwa setiap
tahun terdapat 210 juta remaja yang hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut,
46 juta diantaranya melakukan aborsi yang diakibatkan karena terlalu nafsu birahi
selama pacaran. Akibatnya terdapat 70.000 kematian remaja akibat melakukan
aborsi tidak aman sementara empat juta lainnya mengalami kesakitan dan
kecacatan. Menurut WHO 20 juta kejadian aborsi tidak aman (unsafe abortion) di
dunia 9,5% (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di
negara berkembang. Sekitar 13% dari total remaja yang melakukan aborsi tidak
aman berakhir dengan kematian. Di wilayah Asia Tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai
1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 diantaranya berakhir dengan kematian
(Soetjiningsih, 2011).
Perilaku seksual remaja pranikah pada usia 15 hingga 24 tahun terus
meningkat setiap tahun. Ini terjadi tak lain disebabkan perilaku pacaran. Menurut
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) dibandingkan dengan
SDKI, 2002 dan 2007, terjadi peningkatan hubungan seks pranikah usia 15 – 24
tahun. Survei yang menggunakan data sekunder SDKI 2012 tentang Kesehatan
Reproduksi Remaja ini dilakukan terhadap remaja perempuan dan laki- laki yang
belum menikah. Hasilnya, 8,3% remaja laki – laki dan 1% remaja perempuan
yang melakukan hubungan seks pranikah. Hubungan seksual terbanyak dilakukan
Hampir 80% responden pernah berpegangan tangan, 48,2% remaja laki-laki dan
29,4% remaja perempuan pernah berciuman, serta 29,5% remaja laki-laki dan
6,2% remaja perempuan pernah saling merangsang. Perilaku berpacaran sampai
pada tahap ciuman berpotensi melakukan hubungan seksual. Faktor penyebab
utama yakni perilaku pacaran remaja di samping semakin banyaknya remaja yang
berpacaran. Remaja di bawah 13 tahun sekarang sudah banyak yang berpacaran,
sehingga melakukan hubungan seks sebelum menikah tambah banyak. Akibat
yang paling besar, kehamilan sebelum menikah (Roswita, 2014).
Menurut Soetjiningsih (2010) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah hubungan orangtua remaja,
tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas) dan
eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung
maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya
adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum
menikah banyak diantaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai,
keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003).
Dalam hal ini peran orangtua sangat penting mengarahkan remaja menuju
tingkah laku yang positif dan terutama dalam pendidikan sehingga dapat
mencapai sasaran belajar yang dikehendaki. Disamping itu tingkah laku orangtua
pun menjadi contoh dan menjadi panutan remaja dalam bertingkah laku.
Mendampingi remaja saat ini sangat penting sehingga tercapai cita-cita dan tidak
sangat diperlukan, sehingga terdapat pengertian yang benar tentang berbagai
masalah hubungan seksual (Manuaba, 2010)
Perilaku seksual bebas itu dapat dicegah melalui keluarga, sehendaknya
orangtua lebih memperhatikan anak-anaknya apalagi anak yang baru beranjak
dewasa dan memberi pengertian pada anak tentang apa itu seks dan akibatnya jika
seks itu dilakukan.
Peran orangtua dalam mencegah seks bebas adalah menjelaskan soal nafsu
kepada anak, berbagai pengalaman, pembatasan pergaulan, jelaskan kasus- kasus
kejahatan seks pada anak. Semua langkah diatas sebaiknya jangan dilakukan
secara memaksa, mendikte, menggurui, melainkan santai, seperti selayaknya
mengobrol biasa. Apabila sejak kecil anak sudah terbiasa diajak bersikap terbuka
mengenai seks, sehingga remaja pun akan memandang seks sebagai suatu hal
yang tidak tabu, sehinga akan bersikap terbuka dan tidak merahasiakan sesuatu
pada orangtua saat ada masalah (Niken, 2012).
Orangtua sebagai pendamping harus dapat menjadi panutan teladan dan
orangtua yang istimewa bagi remaja, agar mereka tidak mudah tergoda untuk
berprilaku seks bebas yang merugikan kehidupannya. Tugas orangtua adalah
memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang benar sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya perilaku seks bebas akan terjadi kehidupan remaja berbudaya
hidup sehat (Dianawati, 2006).
Dalam hal komunikasi orangtua dengan remaja, remaja seringkali merasa
tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan
jalannya sendiri tanpa berani mengungkapkan kepada orangtua. Hal ini
disebabkan karena ketertutupan orangtua terhadap anak terutama masalah seks
yang dianggap tabu untuk dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap
orangtua karena anak merasa takut untuk bertanya (Dhede, 2002).
Orangtua dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi kecil,
kecilnya peranan orangtua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan
seksualitas disebabkan oleh rendahnya pengetahuan orangtua mengenai kesehatan
reproduksi serta masih mengganggap tabu membicarakan tentang kesehatan
reproduksi. Apabila orangtua merasa memiliki pengetahuan yang cukup
mendalam tentang kesehatan reproduksi, remaja lebih yakin dan tidak merasa
canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks
pranikah (Hurlock, 2007).
Penilitian Niken Sulistiani (2012) tentang peran orangtua dalam mencegah
perilaku seks bebas pada remaja di desa Gondang Kecamatan Karangrejo
Kabupaten Magetan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 45% sebanyak 27
responden mempunyai peran baik dalam pencegahan perilaku seks bebas pada
remaja, dan setengahnya lagi 55% sebanyak 34 responden mempunyai peran
buruk dalam pencegahan perilaku seks bebas pada remaja.
Menurut Santrock (2008), mengatakan bahwa masa remaja adalah masa
transisi dalam rentang kehidupan manusia. Bagi remaja membicarakan tentang
seks adalah tabu, sehingga membuat enggan untuk membicarakan hal tersebut
dengan orangtua. Kurangnya informasi tentang seks membuat remaja mencoba
sendiri. Informasi yang salah dan pengetahuan yang kurang tentang seks
mengakibatkan penyimpangan perilaku seks itu sendiri. Hal ini menjadi salah satu
indikator meningkatnya perilaku seks dikalangan remaja saat ini. Banyak remaja
yang melakukan aktivitas seks tanpa informasi yang akurat tentang kesehatan
reproduksi. Kurangnya informasi tentang ini dapat menyebabkan resiko
kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan serta meningkatnya
penyakit menular seksual.
Menurut Sarwono (2011) salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual pranikah yang dilakukan remaja adalah hubungan dalam keluarga
khususnya hubungan orangtua dengan anak. Kurangnya dukungan keluarga
seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap kegiatan anak, kurangnya kasih
sayang orangtua dan komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga dapat menjadi
pemicu munculnya perilaku seksual pranikah pada remaja. Selain itu, orangtua
perlu mengembangkan kepercayaan anak pada orangtua, sehingga remaja lebih
terbuka dan mau bercerita agar orangtua bisa memantau dan mengarahkan
pergaulan anak remajanya serta bisa menjadi teman / sahabat mereka dalam
mengembangkan kepercayaan anak terhadap orangtua.
Berdasarkan wawancara singkat penelitian dengan 5 orangtua pada remaja
yang berperilaku seks pranikah. Terdapat 4 orangtua yang sudah mengetahui
bahwa anak remaja mereka telah melakukan perilaku seks pranikah dan anak
remaja tersebut telah di nikahkan dengan usia yang masih muda. Dan 1 orangtua
tidak mengetahui bahwa anak remaja sudah berperilaku seks pranikah dan juga
pendamping dari keluarga dan panutan dalam kesehatan reproduksi ini membuat
mereka pun enggan membahas akan kesehatan reproduksi mereka. Oleh karena
itu, peran orang tua sangatlah penting buat perkembangan dalam kesehatan
reproduksi remaja saat ini. Kurangnya peran orangtua dalam memberikan
pendidikan seks dengan remaja, dan kurangnya orangtua untuk menjadikan
anaknya sebagai teman dan sahabatnya dapat membuat remaja untuk mencari info
seks sendiri langsung dari teman sebaya. Sehingga remaja seringkali bersikap
tidak tepat terhadap kesehatan reproduksinya.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat diambil
adalah bagaimana peran orangtua pada remaja yang berperilaku seks pranikah
remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2015.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran orangtua pada
remaja yang berperilaku seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui peran orangtua dalam memberikan pendidikan
tentang seks pranikah di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan
2. Untuk mengetahui perilaku orangtua terhadap anak yang telah
berperilaku seks pranikah di Dusun VIII Desa Bandar Klippa
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
3. Untuk mengetahui dukungan yang diberikan orangtua dalam perilaku
seks pranikah remaja di Dusun VIII Desa Bandar Klippa Kecamatan
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Remaja
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi remaja agar
dapat mengantisipasi perilaku seksual yang tidak baik.
b. Bagi Orangtua
Diharapkan dapat mengenal perilaku dan kepribadian remaja sehingga
dapat melakukan edukasi dini dan perhatian lebih kepada anak- anaknya yang
berada pada masa remaja.
c. Bagi Instansi Kesehatan
Diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Kesehatan, dan instansi terkait
untuk perbaikan perencanaan maupun implementasi program kesehatan
reproduksi.
d. Bagi Peneliti Lain
Dapat digunakan sebagai referensi ilmiah dalam melakukan penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran Orang Tua
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Mubarak, 2009).
Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen,
yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam
situasi sosial tertentu (Mubarak, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku
spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran
keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan
masyarakat (Setiadi, 2008).
Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-
masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman
bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
anak – anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu. Sedangkan peran anak dengan perkembangan fisik, mental, sosial
dan spiritual.
Mengasuh dan membesarkan anak remaja membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan yang berbeda dibandingkan membesarkan anak balita. Hal ini
perkembangan secara cepat. Selain perubahan fisik yang tumbuh menjadi besar
dan tinggi, kemampuan – kemampuan lain yang dimiliki remaja mulai
berkembang, seperti berfikir, menganalisis, membandingkan, mengkritik dan
sebagainya. Secara psikis, sikap dan perilakupun berubah. Remaja yang tadinya
pendiam atau tiba –tiba banyak bicara atau sebaliknya. Tingkah lakunya sulit
dimengerti bahkan seringkali membantah atau menganggah atau pendapat yang
diberikan saat itu mereka menjalani tahap pendewasaan.
Pada masa ini, orangtua mempunyai peran yang besar membantu remaja
dalam meningkatkan rasa percaya diri, berani mengemukakan masalah serta mulai
mencoba membuat keputusan dan tidak menuruti teman – temannya. Orangtua
adalah pendidik utama dan pertama bagi anak – anaknya. Oleh karena itu, dalam
mengantarkan anak remajanya ke alam dewasa ada beberapa peran orangtua yang
harus dijalankan orangtua antara lain:
1. Sebagai Pendidik
Orangtua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak remajanya
sebagai bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan – perubahan
yang terjadi. Nilai – nilai agama yang ditanamkan orangtua kepada anaknya
secara dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi
perubahan – perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk
rencana hidup yang mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orangtua perlu
menanamkan kepada remaja arti penting pendidikan dan ilmu pengetahuan
2. Sebagai Panutan
Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orangtua merupakan
model/ panutan dan menjadi tokoh teladan bagi remajanya. Pola tingkah
lakunya, cara berekpresi, cara berbicara orangtua yang pertama dilihat mereka,
yang kemudian akan dijadikan panutan dalam kehidupannya. Orangtua harus
terus selalu memberikan contoh dan keteladanan bagi anak remajanya, baik
perkataan, sikap maupun perbuatan.
3. Sebagai Pendamping
Orangtua wajib mendampingi remaja agar mereka tidak terjerumus dalam
pergaulan yang membawanya kedalam kenakalan remaja dan tindakan yang
merugikan diri sendiri. Namun demikian, pendamping hendaknya dilakukan
dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap curiga dari orangtua justru akan
menciptakan jarak antara anak dan orangtua serta kehilangan kesempatan
untuk melakukan dialog terbuka dengan remaja.
4. Sebagai Konselor
Peran orangtua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi
masa- masa sulit dalam mengambil keputusan. Sebagai konselor, orangtua
dituntut untuk tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus
merangkul remaja bila sedang mengalami masalah dan membantu
menyelesaikan masalah tersebut.
Hubungan yang baik antara orangtua dengan anak remajanya akan sangat
membantu dalam pembinaan mereka. Apabila hubungan antara orangtua
dengan anaknya terjalin dengan baik, maka satu sama lain akan terbuka dan
saling mempercayai. Secara kesulitan yang dihadapi remaja akan dapat
teratasi, sehingga mereka tidak akan mencari teman / orang lain dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Remaja akan merasa aman dan
terlindungi, bila orangtua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang
dapat diajak bicara tentang kesulitan atau masalah mereka. Salah satu cara
yang ideal untuk membina hubungan dengan anak remajanya adalah menjadi
sahabat atau teman.
6. Sebagai Teman/ Sahabat
Dengan peran orangtua sebagai teman/ sahabat remaja akan lebih terbuka
dalam menyampaikan permasalahan yang dihadapinya. Sebagai orangtua
hendaknya mampu berperan seperti pohon yang kuat dan rindang, akarnya
menghujam keatas kedalam tanah sehingga bisa memberikan makanan pada
dahan dan daun dan sang pohon dapat menghasilkan buah yang segar, tidak
busuk dan berulat (BKKBN, 2012).
2.2 Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescence”
yang berarti perkembangan menjadi dewasa (Monks, 2006). Piaget (dalam
Hurlock, 2007) mengemukakan bahwa istilah adolenscence mempunyai arti lebih
(2008), mengatakan bahwa masa remaja sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif
dan sosial.
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan
fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa
puberitas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa
(Widyastuti, 2009).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja
adalah periode perkembangan dari kanak- kanak ke dewasa awal yang mencakup
perubahan fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang berlangsung antara
usia 12 atau 13 tahun hingga 18 atau 21 tahun.
2.2.2 Tahapan Perkembangan Remaja
Batas usia yang ditetapkan para ahli untuk masa remaja berbeda- beda.
Menurut Hurlock (2007), usia remaja dibagi dua bagian, yaitu awal masa remaja
yang berlangsung dari usia 13 sampai 17 tahun, dan masa akhir remaja yang
bermula dari usia 17 tahun sampai 18 tahun. Monks (2006), mengatakan bahwa
batasan usia remaja antara 12 tahun hingga 21 tahun, yang terbagi menjadi tiga
fase yaitu remaja awal (usia 12 sampai 15 tahun), remaja tengah (usia 15 sampai
18 tahun), dan remaja akhir (usia 18 sampai 21 tahun).
Menurut Widyastuti (2009) masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan
yaitu:
2. Masa remaja menengah (usia 13-15 tahun)
3. Masa remaja akhir (usia 15-19 tahun)
Menurut Agustiani (2006) bahwa masa remaja dibagi menjadi tiga bagian
yaitu:
1. Masa remaja awal (12- 15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak
tergantung pada orangtua.
Masa remaja awal (12 – 15 tahun) dengan ciri khas antara lain:
a. Lebih dekat dengan teman sebaya
b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak
2. Masa remaja pertengahan (16- 18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kematangan berpikir yang baru.
Teman sebaya memiliki perang yang penting. Dimasa ini remaja juga
mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar membuat keputusan
sendiri dan selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi
individu.
Masa remaja tengah (16 – 18 tahun) dengan ciri khas antara lain:
a. Mencari identitas diri
b. Timbulnya keinginan untuk kencan
c. Mempunyai rasa cita yang mendalam
e. Berkhayal tentang aktivitas seks.
3. Masa remaja akhir (19 – 21 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran –peran orang
dewasa. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam
kelompok teman sebaya dan diterima orang dewasa.
Masa remaja akhir (19 – 21 tahun) dengan ciri khas antara lain:
a. Pengungkapan identitas diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
c. Mempunyai citra jasmani dirinya
d. Dapat mewujudkan rasa cinta
e. Mampu berfikir abstrak
2.2.3 Ciri khas Remaja
1. Hubungan dengan teman sebaya
Menurut Santrock (2008 dalam Mutiarach, 2012), teman sebaya adalah
anak – anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama.
Anak – anak remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan
setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Ada beberapa strategi yang
tepat untuk mencari teman sebaya menurut Santrock (2008 dalam Mutiarach
2012), yaitu:
a. Menciptakan interaksi sosial yang baik dari menanyakan nama, usia, dan
aktivitas favorit.
b. Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian
d. Menghargai diri sendiri dan orang lain
e. Menyediakan dukungan sosial seperti memberi pertolongan, nasihat, duduk
berdekatan, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama
lain dengan memberikan pujian
2. Hubungan dengan orangtua penuh konflik
Hubungan dengan orangtua penuh dengan konflik ketika memasuki masa
remaja awal. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
perubahan biologis puberitas, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian
dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orangtua, dan harapan-harapan yang
dilanggar oleh pihak orangtua dan remaja (Potter dan Perry, 2005)
3. Keingintahuan tentang seks yang tinggi
Seksualitas mengalami perubahan sejalan dengan individu yang terus
tumbuh dan berkembang (Potter dan Perry, 2005). Setiap tahap perkembangan
memberikan perubahan pada fungsi dan peran seksual dalam hubungan. Masa
remaja merupakan masa dimana individu mengalami orientasi seksual primer
mereka lebih banyak keputusan dan memerlukan informasi yang akurat mengenai
topik – topik seperti perubahan tubuh, aktivitas seksual, respons emosional
terhadap hubungan intim seksual, PMS, Kontrasepsi, dan kehamilan.
Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku ataupun
teman sebaya. Bahkan informasi seperti inipun, remaja mungkin tidak
menginteraksikan pengetahuan ini kedalam gaya hidupnya. Mereka mempunyai
orientasi saat ini dan rasa tidak rentan. Karakteristik ini dapat menyebabkan
dan karenanya tindakan kewaspadaan tidak diperlukan. Penyuluhan kesehatan
harus diberikan dalam konteks perkembangan ini (Potter dan Perry, 2005).
4. Mudah Stress
Stress adalah segala situasi dimana tuntunan non- spesifik mengharuskan
seorang individu untuk berespons atau melakukan tindakan. Stress dapat
menyebabkan perasaan negatif. Umumnya, seorang dapat mengadaptasi Stress
jangka panjang maupun jangka pendek sampai Stress tersebut berlalu, namun jika
adaptasi itu gagal dilakukan, Stress dapat memicu berbagai penyakit.
Remaja juga sangat rentan dengan Stress, sebab dimasa ini seseorang akan
memiliki keinginan serta kegiatan yang sangat banyak, namun apabila keinginan
dan kegiatan itu tidak berjalan atau tidak terwujudkan sebagaimana mestinya,
remaja cenderung menjadikan hal tersebut sebagai bahan pikiran mereka sehingga
remaja mudah mengalami Stress. Untuk mengobati Stress mereka dengan
berkumpul atau bersenang – senang dengan teman sebaya (Potter dan Perry,
2005).
2.2.4 Perkembangan Fisik
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam
perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri- ciri seks
primer dan ciri- ciri sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai
kedua hal tersebut:
1. Ciri – ciri seks primer
Dalam modul kesehatan reproduksi remaja disebutkan bahwa ciri – ciri seks
a. Remaja laki – laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah
mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki
laki usia 10 – 15 tahun.
b. Remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi
adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan
berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung
darah.
2. Ciri – ciri seks sekunder
a. Remaja laki – laki
1. Bahu melebar, pinggul menyempit
2. Pertumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan dan
kaki
3. Kulit menjadi lebih kasar dan tebal
4. Produksi keringat menjadi lebih banyak
b. Remaja perempuan
1. Pinggul lebar, bulat dan membesar, putting susu membesar dan
menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih
besar dan lebih bulat.
2. Kulit menjadi lebih kasar, labih tebal, agak pucat, lubang pori-pori
bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih
aktif lagi.
c. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan
d. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu (Sarwono, 2011).
2.3 Perilaku Seks Remaja
2.3.1 Pengertian Perilaku seks Remaja
Perilaku seksual menurut Sumiarti (2009) adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
Sarwono (2011) mengungkapkan perilaku seksual adalah segala
tingkahlaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun
sesama jenis. Bentuk – bentuk tingkah laku berkencan, bercumbu dan
bersenggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik jenis maupun lawan jenis,
orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak
memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang
bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang
dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang
sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam
tahap – tahap perilaku seksual yang paling ringan hingga tahap yang paling berat,
yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut
agama. Sementara itu, akibat psikososial yang timbul karena perilaku seksual
antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba
– tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Biasanya
Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan,
resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi, hal tersebut
disebabkan karena rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan
adanya murid yang hamil di luar nikah. Masalah ekonomi dalam hal ini juga akan
membuat permasalahan menjadi semakin rumit dan kompleks (christina, 2009).
2.3.2 Fase Perkembangan Perilaku Seksual Remaja
Menurut Soetjiningsih (2009) fase perkembangan perilaku seksual remaja
ada 3 yaitu:
1. Remaja awal merupakan tahap awal/ permulaan
Remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai
matang dan berkembang. Pada masa ini remaja sudah mulai melakukan onani
karena telah sering kalli terangsang secara seksual akibat pematangan yang
dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya
kadar tertosteron pada laki-laki dan estrogen pada perempuan. Tidak jarang dari
mereka yang memilih untuk melakukan aktivitas non fisik untuk melakukan
fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya yaitu
dengan bentuk hubungan telepon, surat menyurat atau menggunakan sarana
komputer.
2. Remaja menengah
Pada masa ini remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh,
yakni adanya mimpi basah dan adanya menstruasi. Pada masa ini gairah seksual
remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan
3. Remaja akhir
Pada masa ini, remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh,
sudah seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang
sudah jelas dan mereka sudah mula mengembangkannya dalam bentuk pacaran.
2.3.3 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja
Kematangan pada remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan
keingintahuan remaja tentang seksual. Perkembangan minat seksual ini
menyebabkan masa remaja disebut juga dengan “masa keaktifan seksual” yang
tinggi, yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenis menjadi
bahan pembicaraan yang menarik dan penuh dengan rasa ingin tahu tentang
masalah seksual.
Menurut Hurlock (2007), semua tugas perkembangan pada masa remaja
dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku kekanak-kanakan dan
mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas
perkembangan masa remaja adalah:
1. Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria
maupun wanita.
2. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
3. Mencapai peran sosial pria dan wanita
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
5. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kematangan pada
remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang
seksual. Pada masa-masa seperti inilah remaja mulai menunjukkan
perilaku-perilaku seksual dalam upaya memenuhi dorongan seksualnya. Perilaku seksual
merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis dan
memperoleh teman baru kemudian dimunculkan dalam bentuk pacaran. Aktivitas
seksual dianggap hal lazim dilakukan remaja yang berpacaran sebagai ekspresi
rasa cinta dan kasih sayang.
2.3.4 Permasalahan dalam masa remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.
Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak – kanak ke
masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, psikologik dan sosial. Ada dua
aspek pokok dalam perubahan remaja yaitu (Hurlock, 2007):
1. Perubahan fisik atau biologis
Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya
disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan
fisik dan kematangan seksual sebagai hasil dari perubahan hormonal. Antara
remaja perempuan dengan laki-laki kematangan seksual terjadi dalam usia yang
agak berbeda.
2. Perubahan psikologis
Masa peralihan ini seringkali menghadapkan remaja tersebut pada situasi
yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak dan dilain pihak ia
itu sering menyebabkan banyak perilaku remaja yang aneh atau canggung dan
kalau tidak dikontrol bisa mengakibatkan kenakalan remaja.
2.3.5 Faktor penyebab seks bebas bagi remaja
Menurut Widyastuti (2009) bahwa faktor – faktor yang mempunyai
perilaku seksual remaja antara lain:
1. Pengalaman Seksual
Makin banyak pengalaman mendengar, melihat, dan mengalami hubungan
seksual, maka makin kuat stimulusi yang dapat mendorong munculnya perilaku
seksual. Misalnya, media massa (film, internet, gambar atau majalah porno),
obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seks, melihat orang – orang
yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan seksual.
2. Faktor kepribadian
Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat
keputusan dan nilai- nilai yang dimiliki.
3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan
Orang – orang yang memilki penghayatan yang kuat tentang nilai-nilai
keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku
seksual selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari
perilaku yang produktif. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi
kontrol, penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi. Remaja rentan
dalam melakukan perilaku seks yang menyimpang salah satunya faktor
adanya sikap mereka menabukan pembicaraan seks pada anak-anaknya, sikap
yang cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seks.
4. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Remaja ini memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara
yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual sehat dan
bertanggung jawab.
Menurut Mutiarach (2012), faktor penyebab seks bebas antara lain:
1. Akibat atau pengaruh mengkonsumsi berbagai tontonan.
Tontonan berkolerasi secara positif dan signifikan dalam bentuk perilaku
mereka, terutama tayangan film dan sinetron, baik film yang ditonton di layar
kaca maupun film yang dilayar lebar serta tampilan-tampilan porno yang banyak
dijajak di media sosial. Faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun
pergaulannya.
2. Tekanan yang datang dari teman pergaulan
Lingkungan pergaulan yang dimasuki oleh seorang remaja dapat juga
berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks,
bagi remaja tersebut dari teman-temannya dirasakan lebih kuat dari pada yang
didapat dari pacarnya sendiri.
3. Tekanan dari pacar
Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seorang harus
rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang
juga merupakan sikap memberontak terhadap orangtuanya. Remaja lebih
membutuhkan suatu hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri selayaknya
orang dewasa.
4. Rasa penasaran
Pada masa remaja ini keingintahuannya begitu besar terhadap seks, apalagi
jika teman-temannya mengatakan bahwa nikmat, ditambah lagi adanya informasi
yang tidak terbatas maksudnya, maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong
mereka untuk lebih melakukan macam percobaan.
5. Penampilan diri
Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur
berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi
yang dapat dibanggakan dalam dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan
merasa putus asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskannya dalam
pergaulan bebas.
6. Peran orangtua
Orangtua dalam hal ini sangat berperan penting dalam mencegah seks
bebas, namun juga jika peranan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik
oleh orangtua maka anak atau remaja dapat terjerumus ke dalam dunia seks bebas.
Kurangnya panutan yang diberikan orangtua kepada anak akibat selalu sibuk
dengan pekerjaannya, kurangnya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak,
2.3.6 Dampak perilaku seksual remaja 1. Kehamilan tidak diinginkan
Banyak remaja putri yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan
harus terus melanjutkan kehamilannya. Konsekuensi dari keputusan yang mereka
ambil adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang relatif muda.
Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor resiko
kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu.
2. Penyakit menular seksual (PMS)/HIV- AIDS
Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks
menyebabkan remaja semakin rentang untuk tertular PMS/HIV, seperti Sifilis,
Gonore, Herpes, Klamidia dan AIDS. Dari data yang ada menunjukan bahwa usia
penderita HIV/AIDS paling banyak menyerang korban berusia antara 17 hingga
29 tahun (Notoatmodjo,2007).
3. Aborsi (Abortus)
Dengan status mereka yang belum menikah, maka besar kemungkinan
kehamilan tersebut tidak di kehendaki dan aborsi merupakan salah satu alternatif
yang kerap diambil oleh remaja. Setiap tahun terdapat sekitar 2,6 juta kasus aborsi
di Indonesia, yang berarti setiap jam terjadi sekitar 300 tindakan pengguguran
janin dengan resiko kematian ibu. Menurut Deputi Bidang Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Siswanto Agus Wilopo, sedikitnya 700 ribu di antaranya
dilakukan oleh remaja (perempuan) berusia di bawah 20 tahun. Sebanyak 11,31%
dari semua kasus aborsi dilakukan karena kehamilan yang tidak di inginkan
4. Pernikahan Usia Muda (Pernikahan Dini)
Menurut Kumalasari (2012) pernikahan dini adalah pernikahan yang
dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan remaja. Banyaknya resiko
kehamilan yang terjadi jika usia pernikahan dibawah umur 19 tahun. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang
dilakukan bila pria kurang 21 tahun dan perempuan kurang 19 tahun.
Adapun alasan pernikahan usia muda antara lain:
1. Faktor sosial budaya dimana mereka masih menganggap anak perempuan
yang terlambat menikah merupakan aib bagi keluarga
2. Desakan ekonomi, dimana terjadi karena keadaan keluarga yang hidup digaris
kemiskinan sehingga anak perempuan dikawinkan dengan orang yang
dianggap mampu.
3. Tingkat pendidikan yang rendah mendorong cepatnya pernikahan usia muda.
4. Media massa yang gencar mengekspos seks menyebabkan remaja modern kian
permisif terhadap seks.
5. Agama yang memiliki sudut pandang tidak ada larangan bahkan dianggap
lebih baik dari pada melakukan perzinaan.
6. Pandangan dan kepercayaan dimana kedewasaan dinilai dari status
pernikahan, status janda dianggap lebih baik dari pada perawan tua
(setiyaningrum dan Azis, 2014).
2.3.7 Bentuk – bentuk perilaku seksual pranikah
Bentuk- bentuk perilaku seksual bisa bermacam – macam, mulai dari
(Sarwono, 2011). Sedangkan DeLamenter dan Mac Corquodale (dalam Santrock,
2008), mengemukakan ada beberapa bentuk perilaku seksual yang biasa muncul,
yaitu:
1. Lip kissing yaitu bentuk tingkah laku seksual yang terjadi dalam bentuk
ciuman bibir antara dua orang.
2. Necking yaitu berciuman sampai ke daerah dada. Berciuman di sekitar leher
ke bawah.
3. Deep kissing yaitu berciuman bibir dengan menggunakan lidah.
4. Meraba payudara
5. Petting yaitu bentuk berhubungan seksual dengan melibatkan kontak badan
antara dua orang dengan masih menggunakan celana dalam (alat kelamin tidak
bersentuhan secara langsung).
6. Oral sex yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan menggunakan organ
oral (mulut dan lidah) dengan alat kelamin pasangannya.
7. Sexual intercourse yaitu hubungan kelamin yang dilakukan antara laki-laki
dan perempuan, dimana penis pria dimasukkan ke dalam vagina wanita hingga
terjadi orgasme/ ejakulasi.
Menurut Soetjingsih (2010) beberapa aktifitas seksual yang sering
dijumpai pada remaja yaitu:
1. Masturbasi atau onani
Masturbasi merupakan suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap
alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan
2. Percumbuan, seks oral dan seks anal
Tipe ini saat sekarang banyak dilakukan oleh remaja untuk menghindari
terjadinya kehamilan. Tipe hubungan seksual model ini merupakan alternatif
aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
3. Hubungan seksual
Ada dua perasaan yang saling bertentangan saat remaja pertama kali
melakukan hubungan seksual. Pertama muncul perasaan nikmat, menyenangkan,
indah, intim, dan puas. Pada sisi lain muncul perasaan cemas, tidak nyaman,
khawatir, kecewa dan perasaan bersalah. Dari hasil penelitian tampak bahwa
remaja laki-laki yang paling terbuka untuk menceritakan pengalaman hubungan
seksualnya dibandingkan dengan remaja perempuan.
Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja sangat
merugikan remaja termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami
perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosional, sosial dan seksual.
Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat
istiadat, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Pemahaman
yang besar tentang seksualitas manusia sangat diperlukan khususnya untuk pria
remaja demi perilaku seksualnya dimasa dewasa sampai mereka menikah dan
memiliki anak.
Dari uraian perilaku seksual pada remaja dapat dilihat dalam perilaku,
berciuman di kening, dan pipi, lip kissing, necking, petting, meraba payudara, oral
2.3.8 Bahaya Kehamilan pada Remaja 1. Hancurnya masa depan remaja tersebut.
2. Remaja wanita yang terlanjur hamil mengalami kesulitan selama kehamilan
karena jiwa dan fisiknya belum siap.
3. Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian
(umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
4. Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
5. Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non
medis (dukun, tenaga tradisional) sering mengalami kematian tragis.
6. Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang,
kecuali indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia
meneruskan kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta,
pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum.
7. Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan
kejiwaan saat ia dewasa (James, 2011).
2.3.9 Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah
Faktor yang memengaruhi remaja melakukan hubungan seksual pranikah
menurut Dianawati (2006) adalah:
1. Adanya dorongan biologis
Dorongan biologis untuk melakukan hubungan merupakan insting alamiah
2. Ketidak mampuan mengendalikan dorongan biologis
Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai – nilai
moral dan keimanan seseorang
3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang
kesehatan tentang reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena
masyarakat tempat remaja tumbuh memberi gambaran sempit tentang
kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual.
4. Suka sama suka
Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah. Faktor
kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah sangat penting ada
kesempatan baik ruang untuk dipertimbangkan karena bila tidak maupun
waktu, maka hubungan seks pranikah tidak akan terjadi.
Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan hubungan seksual
didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Kesibukan orangtua yang menyebabkan kurangnya perhatian pada remaja.
b. Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan.
c. Pergeseran nilai-nilai moral dan etika dimasyarakat dapat membuka
peluang yang mendukung hubungan seksual pranikah pada remaja.
d. Kemiskinan. Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi remaja
khususnya wanita untuk melakukan hubungan seks pranikah karena
Soetjiningsih (2010) mengatakan bahwa hubungan seksual yang pertama
dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a. Waktu / saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami
tentang apa yang akan dialaminya.
b. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar
c. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk
melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga
hubungan akan makin mendalam.
d. Hubungan antar mereka makin romantis
e. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk
memasuki masa remaja yang baik
f. Kurangnya kontrol dari orangtua. Orangtua terlalu sibuk sehingga perhatian
terhadap anak kurang baik.
g. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan
mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan
adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaiknya yang ekonomi
lemah tetapi banyak kebutuhan atau tuntunan, mereka mencari kesempatan
untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.
h. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain
sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat tempat
sepi.
i. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang – kadang saling ingin
misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu seorang
perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.
j. Penggunaan obat – obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan penggunaan
obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat.
k. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya yang boleh dan
mana tidak boleh.
l. Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual sebab sudah
merasa matang secara fisik
m. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya
n. Penerimaan aktifitas seksual pacarnya
o. Sekedar menunjukkan kegagalan dan kemampuan fisiknya.
p. Terjadinya peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan kadar
hormon reproduksi atau seksual.
2.4 Peran orangtua dalam perilaku seks bebas pada remaja
Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada
umumnya dapat dipengaruhi orangtua. Bilamana orangtua mampu memberikan
pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya
cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang
diberikan orangtuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang
terbaik adalah yang diberikan oleh orangtua itu sendiri, dan dapat pula
diwujudkan melalui cara hidup orangtua dalam keluarga sebagai suami-istri yang
Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orangtua
kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak
memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak
mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Informasi seks yang tidak sehat
atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja
terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide
yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Dalam hal
ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat
memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah (Freud,
2010).
Ketidak tahuan orangtua maupun sikap yang masih menabukan
pembicaraan seks dengan anak cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya
pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orangtua
sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas. Dalam
berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/ remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/ disharmonis
keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi
berkepribadian anti sosial dan berprilaku menyimpang lebih besar dibandingkan
dengan anak/ remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat / harmonis (sakinah).
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk pelampiasan kekesalan dan ketidak
puasan remaja terhadap orangtua dan orang dewasa yang dianggap terlalu banyak