• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan evaluasi genetik kuda pacu Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dan evaluasi genetik kuda pacu Indonesia"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN EVALUASI GENETIK

KUDA PACU INDONESIA

DIAN BERLIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Pernyataan Mengenai Tesis Dan

Sumber Informasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis dan Evaluasi Genetik Kuda Pacu Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2007

(3)

ABSTRAK

DIAN BERLIANA. Analisis dan Evaluasi Genetik Kuda Pacu Indonesia. Dibimbing oleh MULADNO dan RUDY PRIYANTO

Kuda Pacu Indonesia adalah kuda Indonesia hasil grading up dari kuda betina lokal Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga (G3) dan generasi keempat (G4) dan memiliki sertifikat kuda pacu Indonesia serta terdaftar pada biro registrasi kuda yang ditetapkan pemerintah. Penelitian analisis genetik telah dilakukan di daerah Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Pamulang (Jakarta Selatan). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kuda lokal Indonesia pada level molekuler dan mengevaluasi performance KPI. Delapan belas sampel darah diekstraksi untuk memperoleh DNA total. Fragmen DNA diampifikasi dengan teknik PCR pada daerah 12SrRNA dan diperoleh pita (band) sepanjang 450-500 bp. Sekuensing menggunakan mesin ABI 3130 Genetic Analyzer menghasilkan panjang urutan nukleotida sebesar 321 bp. Hasil multiple aligment dari 18 sampel menunjukan adanya 9 kelompok haplotipe yang mempunyai dua basa yang spesifik yaitu thymin dan adenin. Jarak genetik antara kuda indonesia berkisar antara 0.003-0.0187 dengan rata–rata keragaman nukleotida sebesar 0.0091. Model persamaan regresi yang diperoleh untuk jarak pendek adalah kecepatan (m/mnt) = -870.408 + 13.931 Lebar Dada – 26.952 Panjang Bahu + 26.188 Tinggi Punggung dengan nilai R2 sebesar 99.7%. Model persamaan regresi yang diperoleh untuk jarak jauh adalah kecepatan (m/mnt) = 15019 + 100.358 Tinggi Badan – 104.866 Panjang Badan – 13394 TB/PB dengan nilai R2 sebesar 53.9%.

(4)

ABSTRAK

DIAN BERLIANA. Analysis and Evaluation Genetic of Indonesian Ridding Horse. Under the direction of MULADNO and RUDY PRIYANTO

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(6)

ANALISIS DAN EVALUASI GENETIK

KUDA PACU INDONESIA

DIAN BERLIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Analisis dan Evaluasi Genetik Kuda Pacu Indonesia Nama : Dian Berliana

NIM : D051030131

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Muladno, MSA Dr.Ir. Rudy Priyanto

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ternak

Dr.Ir. Nahrowi, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Analisis dan evaluasi genetik kuda pacu Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muladno, MSA dan Dr. Ir. Rudy Priyanto selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan bimbingan mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan penyelesaian penulisan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pengurus Pusat PORDASI di Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Pengurus Pusat Biro Registrasi Kuda di Jakarta atas segala bantuannya selama pengambilan data sekunder dan sampel darah kuda pacu Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Genetika Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor dan Kepala Laboratorium Bioteknologi PUSPITEK Serpong, Tangerang yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di laboratorium kedua instansi tersebut dan atas segala saran dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan penelitian.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ayahanda H. Azwar dan Ibunda Hj. Ermayati serta Suamiku tercinta Kapten Marinir Moh. Maftukin yang selalu memberikan segala kasih sayang, dukungan moril maupun materiil serta doa restu dan nasehatnya agar penulis selalu tabah dan tawakal dalam menghadapi kesulitan dan senantiasa selalu bekerja keras. Kepada kakakku Haris Alfarobi dan Aulia Arselan serta adikku Farli Salim dan Moh. Alkadri penulis ucapkan terima kasih atas dorongan semangatnya untuk menyelesaikan studi.

(9)

Akhir kata, jika pembaca merasa tesis ini masih banyak kekurangan maka penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun agar dapat dicapai hasil penulisan yang lebih baik pada masa yang akan datang.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, April 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 17 Mei 1978 dari pasangan H.Azwar dan Hj.Ermayati. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Kuda ... 3

Penyebaran Kuda di Dunia ... 4

Jenis Kuda Terbaik di Dunia ... 5

Penyebaran dan Perkembangan Kuda di Indonesia ... 6

Jenis Kuda di Indonesia ... 8

Kuda Pacu Indonesia ... 9

Ukuran Tubuh Kuda Pacu Indonesia ... 10

Permasalahan Kuda Pacu Indonesia ... 11

Deoxyribonucleic Acid (DNA) ... 12

Daerah 12SrRNA ... 13

Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 13

Pembacaan Urutan DNA (DNA Sequencing) ... 14

Filogenetik ... 15

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Materi Penelitian ... 17

Metode Penelitian ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi DNA ... 24

Amplifikasi fragmen DNA dengan teknik PCR pada daerah 12SrRNA ... 25 Keragaman Kuda Lokal ndonesia ... 26

Filogenetik Kuda Lokal Indonesia ... 31

Jarak Genetik Kuda Lokal Indonesia ... 32

Ukuran Tubuh Kuda Pacu Indonesia ... 34

Strategi Pengembangan Kuda Pacu Indonesia ... 38

SIMPULAN DAN SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik kuda lokal Indonesia ... 8

2 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia ... 11

3 Kelompok haplotipe kuda lokal Indonesia ... 29

4 Keragaman nukleotida kuda lokal Indonesia ... 30

5 Nilai jarak genetik kuda lokal Indonesia ... 33 6 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh

pada jarak pendek ... 35

7 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh pada jarak jauh ...

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Pengukuran kuda ... 21 2 Contoh visualisasi DNA total kuda lokal Indonesia hasil ekstraksi

yang telah dielektroforesis pada gel agarose 1 % ... 24

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Contoh kromatogram hasil analisis sekuensing kuda lokal Indonesia 42 2 Hasil multiple alignment dari 19 ekor kuda lokal Indonesia ... 43 3 Hasil analisis rancangan acak lengkap pada jarak pacuan kuda ... 46 4 Hasil analisis korelasi antara ukuran tubuh dengan kecepatan pacu

pada jarak pendek dan jarak jauh ……….. 47

5 Hasil analisis regresi antara ukuran tubuh dengan kecepatan pada jarak pendek dan jarak jauh ...

(15)

Pendahuluan

Latar Belakang

Pembentukan Kuda Pacu Indonesia (KPI) dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen dan memperoleh standar kuda pacu yang seragam mengacu pada standarisasi Dewan Standarisasi Nasional yang telah dilakukan sejak tahun 1975. Berdasarkan hasil keputusan loka-karya di dalam Munas III PORDASI tahun 1975, arah pembentukan Kuda Pacu Indonesia dilakukan dengan menyilangkan kuda betina lokal dengan kuda jantan Thoroughbred. Pemilihan kuda Thoroughbred sebagai pejantan dilakukan karena bangsa Thoroughbred merupakan bangsa kuda pacu yang mempunyai kemampuan tinggi dalam kecepatan lari. Adapun kuda lokal yang dipilih adalah kuda Sandel yang memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, kaki yang cukup kuat, intelegensia yang tinggi dan kecepatan lari yang baik.

Saat ini persilangan antara kuda lokal dengan kuda Thoroughbred dilakukan/dibatasi sampai terbentuknya keturunan ketiga (G3) dan keturunan keempat (G4), setelah itu dilakukan perkawinan antar sesamanya yaitu antara G3 dengan G3, G3 dengan G4, dan G4 dengan G4 sehingga kuda pacu Indonesia mempunyai komposisi darah sebagai berikut :

− 87.5 % darah kuda Thoroughbred dan 12.5 % darah kuda lokal untuk G3

− 93.75 % darah kuda Thoroughbred dan 6.25 % darah kuda lokal untuk G4

− 90.625 % darah kuda Thoroughbred dan 9.375 % darah kuda lokal untuk (G3 x G4) (Pordasi 2000)

(16)

ada saat ini apakah benar-benar berasal dari tetua yang ada. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan penelusuran tentang pola pengembangan dan pembibitan kuda pacu Indonesia. Dengan kemajuan teknologi rekayasa genetika maka penelusuran pola pengembangan dan pembibitan ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis DNA serta melakukan kajian secara menyeluruh baik pada level fenotipe maupun genotipe.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menemukan dan menentukan strategi yang tepat dalam mempertahankan dan meningkatkan mutu genetik Kuda Pacu Indonesia melalui tahapan :

1. Melakukan analisis keragaman genetik kuda lokal Indonesia pada level molekuler

2. Evaluasi terhadap performance Kuda Pacu Indonesia mulai dari generasi kesatu sampai generasi keempat

Manfaat Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal-usul Kuda

Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat diseluruh dunia berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus atau Dawn horse yang telah mengalami proses evolusi sekitar 60 juta tahun yang lalu. Tahun 1867 kerangka lengkap dari fosil Eohippus telah ditemukan dibentukan tebing Eocene dan pada tahun 1931 kerangkanya disusun kembali di Big Horn Basin, Wyoming USA oleh palaeontologi dari Institut Teknologi California.

(18)

zaman es. Menurut bahasa latin caballus berasal dari kata fons caballinus yang diambil dari cerita dongeng tentang Pegasus (Edward 1994).

Penyebaran Kuda di Dunia

Penyebaran kuda dimulai dari Amerika Utara ke arah Amerika Selatan, Asia, Eropa dan Afrika yang terjadi sekitar 1 juta tahun yang lalu pada akhir zaman es (9000 SM). Sekitar abad ke-16 penjelajah Spanyol mendarat di Mexico dengan membawa 16 ekor kuda dan selanjutnya kuda-kuda ini berkembang dan menyebar di wilayah Amerika (Edward 1994). Dari penyebaran ini maka tetua kuda berasal dari tiga tipe primitif kuda yaitu : (a) Forest Horse (Equus cabalus silvaticus) adalah kuda dengan tinggi 1.52 m dan berat sekitar 545 kg. Warna bulu biasanya merah atau hitam dengan rambut yang kasar, ekor dan bulu tengkuk yang lebat, mempunyai tapak kaki yang lebar yang cocok untuk daerah berawa, (b) Asiatic Wild Horse (Equus cabalus przewalskii przewalskii) adalah kuda liar yang ditemukan di Asia Tengah oleh peneliti Rusia bernama Nikolai Mikhailovitch Przewalski pada tahun 1879. Kuda ini memiliki tinggi sekitar 1.32 m. Keempat kaki, ekor, rambut tengkuk berwarna hitam dan daerah bawah perut berwarna cream. Kuda ini berbeda dengan keturunan domestik lainnya karena jumlah kromosomnya 66 sedangkan kuda domestik jumlah kromosomnya 64, (c) Kuda Tarpan (Equus cabalus gmelini) adalah kuda liar yang menyebar ke Eropa Timur sampai stepa ukraina. Kuda ini memiliki tinggi sekitar 1.32 m (Edward 1994).

(19)

Jenis Kuda Terbaik di Dunia

Kuda Arab merupakan sumber atau cikal bakal semua bangsa kuda di dunia karena kemurnian genetiknya sangat potensial untuk dikembangkan sehingga kuda Arab mempunyai karakter dan peranan yang sangat penting dalam upgrading (Edward 1994). Perkembangan kuda Arab dimulai pada abad ke 7 di wilayah Arabia dan pada abad 18 sampai 19 di wilayah Inggris, Rusia, Skandinavia, dan Amerika. Di Amerika kuda Arab mulai dikembangkan di Vermont tahun 1793 yang menghasilkan keturunan kuda Arab dengan tinggi 154 – 167 cm. Keturunan kuda Arab juga dikembangkan di Inggris yang disebut Barb atau Turk dengan cara menyilangkan pejantan kuda Arab dengan kuda lokal Inggris untuk memperoleh kuda pacu yang baik seperti keturunan kuda Arab yang dimiliki ratu Victoria yang bernama Zozeb yang selalu memenangkan pacuan selama 8 tahun (Soehardjono 1990).

Kuda Arab adalah kuda yang memiliki bentuk yang indah, stamina yang kuat, kesehatan dan intelegensia yang baik dibandingkan dengan kuda yang lain. Selain itu ciri-ciri khusus yang dimiliki kuda Arab adalah tinggi badan 156 - 165 cm, bulu tengkuk dan ekor terlihat bagus dan lembut, bentuk kepala indah, mata bersinar, bentuk kepala lonjong dengan moncong yang kecil dan lubang hidung lebar, kaki bagian depan panjang dan ramping dengan perototan yang kuat, badannya kompak dengan punggung yang pendek, ramping dan cekung, mempunyai ekor yang tidak tertarik saat bergerak karena bentuknya melengkung dan meninggi, kaki bagian belakang mempunyai konformasi yang lemah, mempunyai 17 tulang rusuk, 5 lumbar vertebra dan 16 tulang ekor (Edward 1994).

(20)

dicapai oleh proses pemuliaan yang selektif sehingga menghasilkan kuda yang memiliki ukuran, pergerakan, konformasi, kecepatan, keberanian dan stamina yang baik (Edward 1994).

Ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh kuda Thoroughbred adalah tinggi 176 – 178 cm, bentuk kepala dan rahang bagus, perpaduan antara kepala dan leher terlihat bagus dan simetris dengan pundaknya, proporsi badan panjang, kaki bagian belakang panjang dan anggun dengan persendian yang baik sehingga memberikan daya dorong yang maksimum, kaki bagian depan bagus dan panjang dengan otot yang besar serta persendian yang rata, tulang dibawah lutut berukuran dibawah 20 cm, mempunyai bahu yang panjang dan membentuk slope yang tidak terlalu menonjol sehingga menghasilkan langkah yang panjang dan rendah (Edward 1994).

Penyebaran dan Perkembangan Kuda Di Indonesia

Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan Hindu dan Budha pada abad ke-7 Masehi. Kerajaan-kerajaan ini memiliki armada maritim yang kuat sehingga mempercepat usaha pengembangbiakan dan penyebaran kuda keseluruh wilayah Indonesia mulai dari pulau Jawa sampai Sulawesi bahkan sampai ke pulau-pulau kecil lainnya (Soehardjono 1990). Kuda yang terdapat di wilayah Asia Tenggara khususnya Indonesia termasuk jenis kuda pony yang merupakan keturunan kuda Mongolia (keturunan kuda Przewalski) yang menyebar dari wilayah bagian Timur dan Selatan dari pegunungan India dan Tibet sampai ke Indonesia melewati Thailand dan Cina. Kuda pony pada umumnya memiliki tinggi badan antara 1.13 – 1.33 m dengan bentuk badan yang kurang serasi karena kaki bagian depan lebih berkembang dibandingkan kaki bagian belakang (Edward 1994).

(21)

Keturunan kuda yang dihasilkan di Sumatera Barat dinamakan kuda Sandel Arab Sumatera Barat (SA), di daerah Jawa dinamakan kuda Priangan dan di daerah Sulawesi Utara dinamakan kuda Minahasa (Soehardjono 1990).

(22)

Jenis Kuda di Indonesia

Kuda Sumba 1.27 - Bentuk kepala terlihat lebih besar dibandingkan ukuran badannya dengan leher yang pendek - Sifatnya jinak dan cerdas

- Konformasi badan kurang sempurna - Bagian punggung kuat

Kuda Timor 1.22 - Bentuk badan lurus dan leher pendek

- Bagian punggung lurus dengan bahu dan ekor yang

Kuda Batak 1.32 - Bentuk kepala bagus dengan bagian muka yang

lurus, leher pendek dan lemah

Kuda Jawa 1.27 - Memiliki stamina yang baik dan tahan terhadap panas

Kuda Padang 1.27 - Kuku kaki keras dan bentuknya bagus

(23)

Kuda Pacu Indonesia

Kuda Pacu Indonesia merupakan kuda Indonesia hasil grading up dari kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga (G3) dan generasi keempat (G4) atau hasil perkawinan diantaranya (inter-semating) yang memiliki sertifikat kuda pacu Indonesia dan terdaftar pada biro registrasi kuda yang ditetapkan pemerintah atau kuda Indonesia yang mempunyai garis keturunan induk kuda Indonesia dan garis keturunan pejantan/pemacek Thoroughbred impor yang sudah diregistrasi pada pusat registrasi kuda yang ditetapkan oleh pemerintah (Pordasi 2000).

Pemilihan kuda Thoroughbred sebagai pejantan karena kuda Thoroughbred memiliki karakteristik yang menonjol seperti kecepatan lari, daya tahan dan kecerdasan yang baik. Menurut Bowling dan Ruvinsky (2000), kuda Thoroughbred merupakan kuda yang sangat baik dalam melompat, balapan, dressage dan kuda ini telah digunakan untuk diseleksi sebagai bred khusus dalam kecepatan lari. Kuda lokal adalah kuda asli yang terdapat dibagian timur Indonesia dengan ciri-ciri; memiliki daya tahan terhadap iklim tropis, intelegensia yang cukup tinggi, kaki yang cukup kuat dan terkenal sebagai kuda yang cepat larinya.

Pembentukan kuda pacu harus memenuhi standar kuda pacu Indonesia yang sesuai dengan SK Dirjenak no:105/TN.220/Kpts/DJP/Deptan/95, tgl 24/02/95 dengan syarat-syarat sebagai berikut (1) standar komposisi darah, (2) standar fisik atau performance seperti tinggi gumba, lebar dada, panjang badan dan kecepatan lari, (3) standar warna bulu, (4) standar mutu atau siklus mutu seperti mutu istal, mutu pejantan atau induk, mutu pemeliharaan, mutu reproduksi, mutu pemuliabiakan (seleksi), mutu hasil keturunan dan evaluasi mutu hasil, (5) sebagai bibit kuda pacu Indonesia harus mempunyai sertifikat lahir, sertifikat pacu dan kecepatan lari, sertifikat pemacek (untuk pejantan) (Pordasi 2000).

(24)

pada umur 6 tahun minimal 150 cm dan maksimal 170 cm, berat badan pada umur 6 tahun minimal 350 kg. Warna bulu pada kuda pacu Indonesia menurut peraturan No.011/DPP/75 Pordasi Pusat adalah hitam (black), hitam coklat (brown black), coklat (brown), Jeragam (by brown), coklat muda keemasan, kelabu (grey), bopong (creamy), dan putih (Pordasi 2000).

Ukuran Tubuh Kuda Pacu Indonesia

Ukuran tubuh kuda dapat digunakan untuk menentukan tipe kuda dan memperkirakan kecepatan pacu kuda tersebut. Perbedaan ukuran tubuh yang sangat terlihat pada tiap generasi adalah tinggi badan, tinggi punggung, lebar dada dan panjang badan. Keempat ukuran tubuh ini sangat memegang peranan dalam kecepatan pacu dan kemampuan loncat (jumping).

Tinggi badan memegang peranan yang penting dalam pengklasifikasian kelas pacuan kuda dimana tiap kelas memiliki standar tinggi seperti (1) Kelas A, 158-162 cm, (2) Kelas B, 153-157.9 cm, (3) Kelas C, 148-152.9 cm, (4) Kelas D, 143-147.9 cm, (5) Kelas E, ≤142 cm (PORDASI 2003). Lingkar dada mempunyai peranan yang penting dalam pernafasan karena berhubungan langsung dengan sirkulasi oksigen dalam tubuh pada saat lari. Kuda yang memiliki lingkar dada yang besar cenderung mempunyai organ pernafasan yang sempurna. Panjang badan memegang peranan yang penting dalam menentukan kecepatan pacu. Kuda dengan panjang badan yang relatif pendek akan memiliki pergerakan badan yang lebih cepat dan sangat membantu dalam kesinambungan gerak (Gay 1964).

Hubungan antara konformasi dan karakteristik kecepatan lari pada anak kuda umur 6-8 bulan adalah peningkatan kecepatan yang dihasilkan anak kuda disebabkan oleh panjang langkah. Anak kuda yang larinya cepat diketahui memiliki kaki lebih berat dan frekuensi langkah yang lebih dan hal ini terdapat pada kuda yang relatif lebih tinggi (Bowling dan Ruvinsky 2000).

(25)

Tabel 2 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia

Kelas Kuda Pacu Tinggi Badan (cm) Kecepatan Lari (mnt/m) Kuda Pacu lokal 115 – 130 1.5 menit/1000m Kuda Pacu G1 130 – 140 1 menit/1000m Kuda Pacu G2 140 – 150 0.8 menit/1000m Kuda Pacu G3 150 – 160 0.7 menit/1000m Kuda Pacu G4 160 – 165 0.6 menit/1000m

Thoroughbred Diatas 170 0.5 menit/1000m

Permasalahan Kuda Pacu Indonesia

Perkembangan perkudaan Indonesia mulai dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2003 mengikuti arah persilangan terhadap darah Thoroughbred dengan sistem persilangan grading-up sesuai dengan keputusan hasil loka-karya Munas III Pordasi tahun 1975. Grading-up adalah usaha persilangan untuk membentuk bangsa baru yang memanifestasikan karakter tertentu dengan cara menyilangkan betina lokal (sandel) dengan pejantan Thoroughbred, yang hingga detik ini telah hadir sampai generasi keempat (G4). Komposisi darah kuda pacu Indonesia hasil grading-up adalah 87.5 % darah kuda Thoroughbred dan 12.5 % darah kuda lokal untuk G3, 93.75 % darah kuda Thoroughbred dan 6.25 % darah kuda lokal untuk G4, 90.625 % darah kuda Thoroughbred dan 9.375 % darah kuda lokal untuk (G3 x G4) (Pordasi 2000).

Pengulangan grading-up kearah generasi yang lebih tinggi setelah G4 akan memberikan hasil yang tidak efisien karena :

- Peningkatan kemurnian darah yang dicapai pada kurun waktu tertentu akan diikuti dengan peningkatan kemurnian darah yang sangat kecil (tidak pernah mencapai 100 %) dan umumnya kuda tersebut dinamakan kuda Griffin yang cenderung tidak akan membawa keuntungan atau merugi.

- Apabila sifat-sifat dari pejantan Thoroughbred ada yang tidak dikehendaki maka dengan kemurnian darah yang lebih dari 93.75 % akan muncul pada generasi hasil grading-up.

(26)

Deoxyribonucleic Acid (DNA)

DNA adalah materi genetik atau penyimpan utama dari informasi genetik. Informasi genetik ini disalin dan dipindahkan ke molekul RNA, sekuen nukleotid yang mengandung kode untuk sekuen asam amino yang khas. Protein kemudian disintesis dalam suatu proses translasi dari RNA. Pada organisme tinggi seperti manusia, ternak dan tumbuhan DNA biasanya terdapat di dalam inti sel dan beberapa organ lain di dalam sel seperti mitokondria dan kloroplast.

Molekul DNA adalah dua rangkaian nukleotida yang tersusun secara linier dan saling berikatan membentuk susunan berpilin (double helix). Satu rangkaian nukleotida merupakan susunan dari banyak nukleotida yang diikat satu sama lain oleh ikatan phosphodiester sedangkan kedua rangkaian nukleotida tersebut direkatkan oleh ikatan hidrogen (Nicholas 1993).

Setiap nukleotida disusun oleh tiga komponen, yaitu molekul gula pentosa, gugus fosfat, dan basa nitrogen. Dua komponen pertama terdapat di semua nukleotida dengan susunan dan bentuk yang identik sedangkan komponen ketiga (basa nitrogen) mempunyai susunan dan bentuk yang berbeda di dalam satu nukleotida dengan nukleotida lainnya. Basa nitrogen menempel pada posisi karbon 1’ dari pentosa sedangkan gugus phosphat pada posisi karbon 3’ atau karbon 5’ dari pentosa. Serangkaian nukleotida dapat terbentuk dengan mengikatkan gugus hidroksi (OH) pada karbon 3’ dari satu pentosa dan gugus phosphat pada karbon 5’ dari pentosa sebelahnya, yang susunan memanjangnya menjadi pentosa-phosphat-pentosa-phosphat-pentosa dan seterusnya. Karena struktur molekulnya, pentosa urutan terdepan berujung 5’ sedangkan pentosa urutan terbelakang berujung 3’ (Muladno 2002).

(27)

satu nukleotida selalu berikatan dengan basa T dari nukleotida lainnya dan basa G selalu berpasangan dengan basa C. Pasangan A dan T terbentuk dengan dua ikatan hidrogen sedangkan pasangan G dan C terbentuk dengan tiga ikatan hidrogen sehingga pasangan G dan C lebih stabil daripada pasangan A dan T. Rangkaian DNA heliks ganda selalu berpasangan secara spesifik, maka satu rangkaian DNA tunggal merupakan komplemen dari rangkaian tunggal DNA pasangannya. Sebagai contoh, rangkaian DNA tunggal 5’-AAACGTCGTACCTGT-3’ berkomplemen dengan rangkaian DNA tunggal 3’-TTTGCAGCATGGACA-5’. Penulisan susunan molekul DNA diawali terlebih dahulu dengan angka 5’ yang menempel pada basa yang menunjukan bahwa basa tersebut berada pada urutan terdepan. Penulisan angka 3’ pada basa terakhir menunjukan bahwa basa tersebut berada pada urutan terakhir (Muladno 2002; Nicholas 1993).

Daerah 12SrRNA

Daerah 12SrRNA merupakan salah satu jenis gen RNA ribosomal pada mtDNA yang telah dipergunakan secara luas sebagai penanda genetik dalam analisis filogenetik. Daerah 12SrRNA merupakan daerah pengkode sehingga memiliki laju evolusi yang lebih lambat dibandingkan daerah kontrol dan bersifat stabil secara evolusioner. Kekhususan sifat yang dimiliki oleh daerah 12SrRNA memungkinkannya untuk dipergunakan secara luas dalam studi filogenetik antar spesies hingga antar famili (Minelli 1993).

Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR adalah suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada bagian tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan ensim dan dua macam fragmen oligonukleotida (primer) dalam suatu thermocycler. Dalam reaksi PCR dibutuhkan beberapa komponen penting seperti sepasang primer (forward dan reverse), ensim DNA polymerase, larutan penyangga (buffer), deoxyribonucleoside triphosphat (dNTP), MgCl2, H2O dan DNA template serta

mesin thermal cycler (Palumbi 1996).

(28)

antara 50oC – 60oC primer forward yang urutan nukleotidanya berkomplemen dengan salah satu untai tunggal akan menempel pada posisi komplemennya dan primer reverse akan menempel pada untai tunggal lainnya. Proses ini disebut annealling. Setalah kedua primer tersebut menempel pada posisinya masing-masing maka pada suhu 72oC terjadi proses extension dimana ensin polymerase mulai mensintesis molekul DNA baru sehingga satu molekul DNA ganda akan berlipat jumlahnya menjadi dua molekul DNA. Selanjutnya proses denaturasi, annealling dan extension diulang kembali hingga 25-30 siklus (Muladno 2002; Nicholas 1993).

Pembacaan Urutan DNA (DNA Sequencing)

Pembacaan urutan DNA (sekuensing DNA) merupakan proses pembacaan urutan nukleotida dari suatu fragmen DNA tertentu dengan menggunakan proses elektroforesis. Ada dua metode sekuensing yang sering digunakan, yaitu metode Maxam-Gilbert dan metode Sanger. Metode Maxam-Gilbert dilakukan dengan cara mendegradasi fragmen DNA secara kimiawi sedangkan metode Sanger dilakukan dengan cara mensintesis molekul DNA dan memberhentikan sintesis tersebut pada basa tertentu. Pada dasarnya tiap metode meliputi pembuatan serangkaian benang tunggal berlabel yang panjangnya bervariasi, dimulai dari salah satu ujung fragmen yang sedang disekuens. Elektroforesis dari benang-benang tersebut dalam gel polyacrylamida memisahkan benang-benang-benang-benang itu berdasarkan ukurannya, yang menghasilkan tangga pita (ladder) berlabel dengan tiap pita mewakili tersekuensnya satu basa. Ukuran fragmen yang dapat disekuens pada metode Maxam-Gilbert berkisar 250 basa dan 1000 basa pada metode Sanger.

(29)

dengan nukleotida G (jika dNTP dicampur dengan ddGTP), dan berakhir dengan nukleotida T (jika dNTP dicampur dengan ddTTP). Untuk mendeskripsikan hasil elektroforesis dari metode ini adalah dengan menggunakan label yang berbeda (deoxynucleotides yang mengandung radioaktif atau label fluorescent pada primer, dNTP atau ddNTP) atau dengan pendekatan staining (silver staining) (Nicholas 1993).

Filogenetik

Tujuan utama mempelajari filogenetik adalah (1) merekonstruksi hubungan kekerabatan yang tepat antar organiame dan (2) memperkirakan waktu divergensi antar organisme sejak mereka masih berbagi leluhur yang sama (Li dan Graur 1991). Pohon filogenetik merupakan grafik yang digunakan untuk menggambarkan hubungan kekerabatan antar taksa yang terdiri dari sejumlah nodus dan cabang (branches) dengan hanya satu cabang yang menghubungkan dua nodus paling berdekatan. Setiap nodus mewakili unit-unit taksonomi dan setiap cabang mewakili hubungan antar unit yang menggambarkan hubungan keturunan dengan leluhur. Pola percabangan yang terbentuk dari suatu pohon filogenetik disebut topologi. Nodus-nodus yang terdapat dalam dalam suatu pohon filogenetik dapat dibedakan ke dalam dua jenis yaitu (1) nodus internal, mempresentasikan unit-unit leluhur atau nenek moyang, (2) nodus eksternal, mempresentasikan unit-unit taksonomi yang sedang dibandingkan satu sama lain dan dikenal dengan istilah operational taxonomy unit (OTU) (Li dan Graur 1991). Dalam rekonstruksi pohon filogenetik terdapat beberapa metode yang sering digunakan antara lain metode neighbor-joining, metode maximumparsimony dan metode maximum likelihood. Dari ketiga metode tersebut, metode neighbor-joining merupakan metode yang paling sering digunakan karena memiliki waktu tercepat dalam proses analisis.

(30)

pada metode neighbor-joining adalah konsep pasangan tetangga (neighbors) yang didefinisikan sebagai dua buah OTU yang saling dihubungkan oleh suatu nodus pada sebuah pohon. Penentuan pasangan tetangga dilakukan melalui serangkaian penghitungan algoritmik yang melibatkan sebuah pohon berbentuk bintang sebagai pohon inisial dan juga melibatkan penyusunan sejumlah matriks jarak evolutioner secara berulang (Nei dan Kumar 2000).

Pohon filogenetik yang telah direkonstruksi perlu dilakukan pengujian statistik untuk meningkatkan nilai kepercayaan. Beberapa jenis uji statistik yang telah diformulasikan untuk memperkirakan tingkat kekeliruan acak yang terkandung dalam data molekuler antara lain : uji permutasi dan uji nonparametric resampling (metode bootstrap dan metode jackknife). Metode bootstrap adalah metode pengacakan ulang karakter-karakter menjadi set data baru dengan jumlah karakter yang sama seperti set data awal dan selanjutnya dilakukan rekonstruksi pohon filogenetik baru. Pembentukan set data baru dan rekonstruksi filogenetik dilakukan secara berulang dalam beberapa replikasi misalnya 1000 kali (Swofford et al. 1996). Penggunaan metode bootstrap dalam menentukan tingkat kepercayaan pohon berdasarkan kenyataan bahwa distribusi karakter dalam data sangat dipengaruhi oleh efek acak sehingga semakin besar nilai bootstrap yang digunakan maka semakin tinggi tingkat kepercayaan topologi pohon hasil rekonstruksi tersebut (Nei dan Kumar 2000).

(31)

Materi Dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2005 sampai dengan bulan April 2006. Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap yang meliputi :

1. Penelitian dilapangan yaitu pengambilan data ukuran tubuh kuda yang dilaksanakan di arena pacuan Kuda Pulomas Jakarta dan pengambilan sampel darah kuda lokal yang dilaksanakan di Jakarta Selatan, Sumatra Barat, Jawa Barat dan Yogyakarta.

2. Penelitian Laboratorium, dilaksanakan dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan April 2006 di Laboratorium Genetika Bidang Zoologi-Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong, Bogor

3. Analisis Sekuensing, dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi di kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang.

Materi Penelitian Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran tubuh Kuda Pacu Indonesia, yang diperoleh dari Pacuan Kuda Pulomas, Jakarta. Sampel DNA genom kuda yang diperoleh dari sampel darah 36 ekor kuda lokal yang berada di Jakarta Selatan, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah larutan penyangga pelisis A (lysis buffer), larutan penyangga pencuci B (rinse buffer), larutan penyangga digesti C (digestion buffer), proteinase-K (10 mg/ml), RNAse (10 mg/ml), phenol, phenol chloroform, ethanol 100%, ethanol 70%, buffer TE, 1xbuffer TAE, ethidium bromide (10 mg/ml), agarose 2%, loading dye, marker 100 pb ladder, taq polymerase, H2O, PCR buffer+MgCl2, purified BSA 100x, dNTP 2.5 mM, primer 12SrRNA, air milliQ.

(32)

(hand glove), shaking water bath, autoclave, rotary mixer, aspirator, gunting, mesin thermo cycler, horizontal agarose gel electrophoresis apparatus (MUPID), well forming combs, power supply, microwave, camera polaroid, alat timbang (balance), plastic cling wrap dan UV transilluminator.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel Darah

Darah kuda diambil melalui vena jugularis pada bagian leher yang telah diolesi alkohol 70% menggunakan suntikan dengan ukuran 5 ml. Setiap sampel darah yang telah diambil ditempatkan pada tabung yang telah diberi larutan EDTA sebanyak 1 ml kemudian digoyang secara perlahan hingga larutan homogen. Setiap tabung diberi label identifikasi (berisi nomor sampel dan lokasi pengambilan) dan selanjutnya disimpan di dalam lemari es (freezer) dalam keadaan beku sampai proses ekstraksi DNA dilakukan.

Ekstraksi dan Purifikasi DNA

Ekstraksi dan purifikasi DNA dilakukan dengan cara sampel darah ditempatkan pada 1.5 ml tabung ependorf. Apabila sampel darah yang digunakan menggumpal maka sampel tersebut harus dihaluskan terlebih dahulu dengan mortar kemudian diuapkan atau hilangkan sisa-sisa ethanolnya. Selanjutnya tambahkan larutan penyangga pelisis A (lysis buffer) dengan volume yang sama dan kocok secara manual sampai larut. Sentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm selama 1 menit pada temperatur kamar. Supernatan dibuang sedangkan endapannya (erythrosit dan leukosit) ditambahkan larutan penyangga pencuci B (rinse buffer) dengan volume yang sama (200 μl), goyang-goyang dengan tangan dan divortex sampai endapan larut. Tambahkan larutan penyangga digesti C (digestion buffer) sebanyak 500 μl, 15 μl Proteinase K (10 mg/ml), dan 5 μl RNAase (10 mg/ml). Goyang dengan menggunakan tangan dan vortex sebentar. Inkubasikan dengan menggunakan shaking water bath pada temperatur 55OC selama kurag lebih 16 jam (over night).

(33)

Ambil larutan bagian atas/supernatan (warna seperti putih telur) kemudian pindahkan ke tabung ependorf baru kemudian tambahkan phenol-chloroform (1:1) dengan volume yang sama, vortex atau menggunakan rotary mixer perlahan-lahan selama 30 menit. Sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit. Ambil bagian atas (supernatan berwarna putih) dan pindahkan ke tabung ependorf baru . Tambahkan ethanol 100 % sebanyak 2 kali volume sampel, digoyang dengan tangan selama 10 menit sehingga terbentuk material putih kemudian simpan di dalam freezer selama 5 menit dan sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit. Setelah disentrifugasi ethanol dibuang dan diganti dengan 70 % ethanol (600 μl) kemudian sentrifugasi pada 13000 rpm selama 2 menit. Ethanol 70 % dibuang secara hati-hati menggunakan pipetor agar pelet DNA tersebut tidak ikut terbuang bersama ethanol. Material/pelet dikeringkan dengan bantuan aspirator. Keluarkan larutan D dari tempat penyimpanannya (-20oC). Tambahkan larutan D sebanyak 100 μl. Sentrifugasi sebentar dan inkubasi dalam shaking water bath pada temperatur 37oC selama 15 menit. Simpan sampel DNA pada temperatur 4oC (Sulandari 2003).

Elektroforesis

Elektroforesis adalah proses migrasi dari fragmen DNA di dalam gel yang direndam dalam larutan penyangga dimana fragmen DNA yang mempunyai berat molekul lebih kecil akan berjalan lebih cepat daripada fragmen DNA yang mempuyai molekul lebih berat. Perjalanan molekul DNA di dalam gel mengikuti arus listrik dari kutub negatif ke kutub positif.

Proses elektroforesis menggunakan gel agarose dengan visualisasi menggunakan ethidium bromide dilakukan dengan cara meletakan gel agarose di dalam tank elektroforesis (MUPID) dan tuangkan larutan 1xbuffer TAE ke dalam tank tersebut hingga sekitar 1 mm di atas permukaan gel. Selanjutnya ambil

(34)

gel pada UV transilluminator sehingga pita/band molekul DNA kelihatan terang dan dokumentasikan dengan menggunakan kamera polaroid (Sulandari 2003). Polymerase Chain Reaction

PCR dilakukan dengan cara menentukan jumlah sampel untuk analisis PCR. Menyiapkan tabung PCR 0.2 ml atau 0.5 ml yang telah disteril (tergantung jenis mesin Thermal cycler yang digunakan) dan jumlah tabung yang disiapkan sesuai dengan jumlah sampel kemudian memberi label/nama pada setiap tabung PCR setelah itu tambahkan sampel/template DNA ke dalam setiap tabung PCR.

Membuat coctail atau master mix yang mengandung buffer 1x, Taq polymerase 1.25 Unit/μl, dNTP 0.2 mM, air milliQ dan primer L1091 (5’-AAAAAGCTTCAAACTGGGATTAGATACCCCACTAT-3’) 12.5 pmol

dan H1478 (5’-TGACTGCAGAGGGTGACGGGGCGGTGTGT-3’) 12.5 pmol (Kocher et al. 1989) dengan menggunakan tabung ependorf 0.5 ml atau 1.5 ml (sesuai dengan volume coctail). Komponen PCR yang telah disebutkan diatas dicampur dengan konsentrasi tertentu. Bila jumlah sampel DNA yang dimasukkan adalah 3 μl, maka sebanyak 47 μl dari coctail dimasukkan ke masing-masing tabung yang telah berisi sampel DNA. Usahakan jangan sampai timbul gelembung udara. Kemudian masukkan tabung ke Thermal cycler machine dan jalankan mesin tersebut (tekan Start) sesuai program yang diinginkan (Sulandari 2003).

Sekuensing DNA

Sekuensing dilakukan melalui tahapan PCR yang dimulai dengan membuat

campuran di dalam tabung PCR 0.2 ml dengan komposisi air steril 3 μl, primer 2

μl, bigdye V3.1 4 μl, dan template 1 μl setelah semua larutan tercampur

kemudian disentrifugasi. Selanjutnya sampel dimasukan ke dalam mesin thermal cycler sebanyak 25 siklus dengan proses reaksi PCR sebagai berikut :

- Denaturasi : 96oC selama 2 menit

- Anneling : 96oC selama 10 detik

- Elongasi : 55oC selama 5 detik

- Post elongasi : 60oC selama 4 menit

(35)

dengan cara menghidupkan mesin ABI 3130 (sampai lampu hijau menyala) kemudian klik run data collection (sampai semua kotak hijau), klik protocol manager {klik new, isi nama, type (reguler), run mode (Ultraseq 36_POP_1/Rapidseq 36_POP_1), dye set (Z-BigDye V3.1), klik OK}, klik plate manager (klik new, isi plate dialog, klik ok, isi plate record SEQ ANALYSIS PLATE EDITOR), klik run scheduler (klik FIND ALI, pilih plate nama dari daftar, klik posisi plate untuk link) selanjutnya pada start dialog box klik tanda panah warna hijau dan klik ok.

Pengukuran Ukuran Tubuh Kuda

Pengukuran ukuran tubuh dilakukan dengan cara mengukur bagian-bagian tubuh seperti tinggi badan, panjang badan, lebar dada dan tinggi punggung dengan menggunakan pita ukur, tongkat ukur dan kaliper. Pada saat melakukan pengukuran tubuh kuda, terlebih dahulu kuda ditempatkan di tempat yang datar dengan posisi kedua kaki depan tegak lurus seperti yang terlihat pada gambar 1 dibawah ini.

Keterangan :

A : Tinggi Badan

B : Panjang Badan

C : Lebar Dada

D : Tinggi Punggung

E : Panjang Bahu

Tinggi badan diukur dari titik tertinggi processus spinalis dari vertebra thoracica tegak lurus ke lantai dengan menggunakan tongkat ukur. Panjang badan diukur mulai dari bagian point of shoulder sampai dengan point of buttock atau jarak dari titik cranial pada shoulder joint sampai titik caudal pada pin bone. Lebar dada diukur dengan menggunakan kaliper dari bagian dada (breast) sebelah

B A D

C

(36)

kiri dengan sebelah kanan atau jarak upper arm/pars cranialis pada tuberculum majus humeri sebelah kanan dan kiri. Tinggi punggung diukur dengan menggunakan tongkat ukur mulai dari bagian back /deepest point pada punggung tegak lurus sampai ke lantai. Panjang bahu diukur mulai dari bagian withers sampai shoulder joint (tuberculum majus humeri) dengan menggunakan kaliper (Zechner et al. 2001).

Analisis Data

Hasil sekuensing diolah dengan menggunakan program Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 3.1) untuk menganalisis pohon kekerabatan (phylogeny tree) dengan metode neighbor joining dengan nilai bootstrap sebesar 1000 untuk menentukan tingkat kepercayaan pada pohon kekerabatan tersebut (Nei dan Kumar 2000) dan untuk menganalisis jarak genetik (genetics distance) dengan persamaan sebagai berikut : rata/keragaman genetik (h). Dugaan unbiased dari h adalah :

ĥ =

xi : frekuensi populasi dari alel ke i pada lokus tertentu

(37)

melakukan analisis statistik. Data yang diperoleh dianalisis dengan prosedur correlation untuk menghitung koefisien korelasi Pearson antara dua variabel dan signifikansi dari korelasi tersebut dengan persamaan sebagai berikut :

r = Σ xy

√(Σx2)( Σy2)

Keterangan :

r : koefisien korelasi

Σxy : perkalian x dengan y

Σx2 : simpangan setiap x dari rerata x

Σy2 : simpangan setiap y dari terata y

Analisis regresi yang digunakan adalah regresi berganda untuk mengidentifikasi hubungan dan model matematika antara kecepatan pacu/peubah tak bebas (Y) dengan beberapa ukuran tubuh/peubah bebas (X). Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dituliskan dalam model matematik sebagai berikut :

Yij = a + bxi + cxj (Mattjik 2002)

Keterangan :

Yij : kecepatan pacu

a : konstanta

b : koefisien regresi ukuran tubuh i xi : ukuran tubuh i

(38)

Hasil Dan Pembahasan

Ekstraksi DNA

Sebanyak 18 dari 36 sampel darah kuda lokal Indonesia yang dikumpulkan dari Jakarta Selatan, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Yogyakarta di ekstraksi dan diukur konsentrasi serta kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil kemurnian DNA yang diperoleh cukup tinggi yaitu berkisar antara 1.6126 sampai 1.7867 yang dilihat dari ratio OD260/OD280 dengan konsentrasi DNA yang

diperoleh sebesar 146 μg/ml sampai dengan 635.625 μg/ml.

Selain menggunakan spektrofotometer pengukuran kuantitas DNA hasil ekstraksi dapat juga dilakukan dengan cara elektroforesis pada gel agarose (Sambrook et al, 1989). Pada penelitian ini semua sampel hasil ekstraksi DNA dielektroforesis pada gel agarose 1%. Hasil elektroforesis yang diperoleh akan divisualisasikan seperti contoh yang terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DNA INTI

DNA Mitokondria

Gambar 2. Contoh visualisasi DNA total kuda lokal Indonesia hasil ekstraksi yang telah dielektroforesis pada gel agarose 1%.

(39)

Amplifikasi Fragmen DNA Dengan Teknik PCR Pada Daerah 12SrRNA

Berdasarkan hasil elektroforesis menggunakan gel agarose 2% dan melalui teknik PCR dengan menggunakan primer L1091 (5’-AAAAAGCTTCAAACTGGGATTAGATACCCCACTAT-3’) dan H1478

(5’-TGACTGCAGAGGGTGACGGGGCGGTGTGT-3’) (Kocher et al. 1989) pada daerah 12SrRNA terdapat 18 sampel yang dapat teramplifikasi. Daerah yang teramplifikasi merupakan daerah ribosomal dari DNA mitokondria dengan panjang pita-pita (band) yang terbentuk sekitar 450 - 500 bp (Gambar 3). Sampel-sampel yang teramplifikasi berasal dari empat daerah yang berbeda yaitu Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Pamulang (Jakarta Selatan). Sampel yang berasal dari Sumatera Barat adalah kuda Sumatera Barat 1, 2, 3, 4 dan kuda Sandel Arab 4, 5. Sampel yang berasal dari Jawa Tengah adalah kuda Jawa 1, 2 dan kuda Sandel Arab 1, 2, 3. Sampel yang berasal dari Jawa Barat adalah kuda Priangan 1, 2. Sampel yang berasal dari Pamulang (Jakarta Selatan) adalah kuda Sumba Barat, kuda Sumba Timur, kuda Sumbawa 1,2 dan kuda Throughbred.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

450-500 bp Keterangan :

Sampel kuda Sumatera Barat : 1 – 6 Sampel kuda Jawa Tengah : 7 – 11 Sampel kuda Jawa Barat : 12 – 13

Sampel kuda Pamulang : 14 – 18

(40)

Keragaman Kuda Lokal Indonesia Indonesia dengan hasil analisis sekuensing kuda (Equus caballus) yang terdapat di gen bank (Gen Bank ID ECUO2581) pada daerah kontrol (12SrRNA) yang sama. Dari hasil multiple alignment tersebut diperoleh 9 kelompok haplotipe yang dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.

50

1. Equus caballus GGCGGTGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGCC TGTTCCATAA TCGATAAACC

2. Kuda Sandel Arab 1 --- --- --- --- ---

1. Equus caballus CCGATAAACC CCACCATCCC TTGCTAATTC AGCCTATATA CCGCCATCTT

2. Kuda No.2 – 19

150

1. Equus caballus CAGCAAACCC TAAACAAGGT ACCGAAGTAA GCACAAACAT CCAACATAAA

2. Kuda Sandel Arab 1 --- --- --- ---T--

---3. Kuda Sandel Arab 2 --- --- --- ---T-- --- 4. Kuda Sandel Arab 3 --- --- --- ---T-- ---

5. Kuda Sandel Arab 4 --- --- ---A--- ---T-- ---

(41)

7. Kuda Jawa 1 --- --- --- ---T-- ---

1. Equus caballus AACGTTAGGT CAAGGTGTAG CCCATGGGAT GGAGAGAAAT GGGCTACATT

2. Kuda Sandel Arab 1

---1. Equus caballus TTCTACCCTA AGAACAAGAA CTTTAACCCG GACGAAAGTC TCCATGAAAC

(42)

8. Kuda Jawa 2 ---A- --- --- --- ---

Gambar 4 Hasil multiple alignment dari kuda lokal Indonesia

(43)

7 G Priangan 1 138 34 259

102

8 H Priangan 2 138 259 102

9 I Throughbred 138 37

259

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap kuda yang telah dikelompokan berdasarkan haplotipenya memiliki kespesifikan basa tertentu. Perbedaan jenis basa dan urutan nukleotida antara satu kuda dengan kuda yang lainnya tidak terlalu jauh berbeda. Jenis basa dan urutan nukleotida antara kuda lokal Indonesia dengan kuda Thoroughbred memiliki kesamaan, hal ini dapat disebabkan adanya kemungkinan kedua kuda tersebut berasal dari nenek moyang yang sama. Setiap kelompok haplotipe kuda Indonesia memiliki dua jenis basa yang sama yaitu basa thymin pada urutan nukleotida ke 138 dan basa adenin pada urutan nukleotida ke 259. Kedua jenis basa ini menunjukan satu ciri khusus yang dimiliki oleh kuda Indonesia yang mungkin dapat digunakan sebagai acuan untuk penanda genetik atau pembanding dengan kuda lain.

Parameter lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan keragaman genetik adalah keragaman nukleotida. Keuntungan menggunakan keragaman nukleotida dalam analisis DNA adalah tidak tergantung pada besarnya sampel dan panjang DNA. Menurut Nei (1987) besarnya perbedaan nukleotida pada DNA mitokondria bervariasi antara 0.002 sampai dengan 0.019. Dari 321 pb fragmen 12SrRNA yang dianalisis (lihat tabel 2) diperoleh keragaman nukleotida yang tertinggi pada kuda Sandel Arab 4 yaitu 0.0187 dan yang terendah pada kuda Sumatera Barat 2, Sumatera Barat 4, Sandel Arab 3, Sandel Arab 1, Sumbawa 1, Sumba Barat, Sumba Timur, Jawa 2 dan Sumbawa 2 yaitu 0.0062. Nilai rata-rata keragaman nukleotida kuda Indonesia secara keseluruhan adalah 0.0124 seperti yang terlihat pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4 Keragaman nukleotida kuda lokal Indonesia

No Nama Kuda Keragaman Nukleotida

1 Sandel Arab 4 0.0187

2 Sandel Arab 2 0.0156

3 Jawa 1 0.0125

4 Sumatera Barat 1 0.0125

5 Sandel Arab 5 0.0093

6 Sumatera Barat 2 0.0062

(44)

8 Sumatera Barat 4 0.0062

9 Sandel Arab 3 0.0062

10 Sandel Arab 1 0.0062

11 Sumbawa 1 0.0062

12 Priangan 2 0.0093

13 Priangan 1 0.0125

14 Sumba Barat 0.0062

15 Sumba Timur 0.0062

16 Jawa 2 0.0062

17 Sumbawa 2 0.0062

18 Throughbred 0.0093

Filogenetik Kuda Lokal Indonesia

(45)

Kuda Priang an 2 pengkode sehingga memiliki laju evolusi yang lebih lambat dan bersifat stabil secara evolusioner (Minelli 1993 dan Wang 2000).

(46)

Afrika Utara, Iran, Irak, negara Asia dan wilayah daratan Eropa (Soehardjono 1990).

Hubungan kekerabatan kuda Priangan 2 dan kuda Priangan 1 memiliki tingkat kepercayaan mencapai 67 %, hal ini dapat disebabkan karena kedua kuda tersebut berasal dari tetua dan topografi yang sama. Kuda Throughbred mempunyai hubungan kekerabatan dengan kuda Sumatera Barat 2 dengan tingkat kepercayaan 29 %. Kuda Throughbred merupakan hasil persilangan dari kuda Arab, kuda Turk, kuda Barb dan kuda Galloway yang merupakan kuda-kuda terbaik dunia. Kuda Sumatera Barat merupakan persilangan dari kuda Arab dan kuda pony yang juga dimana kuda Arab juga merupakan tetua dari kuda Throughberd.

Hasil analisis filogenetik yang diperoleh secara keseluruhan memiliki nilai cluster yang rendah dan tidak konsisten karena jumlah sampel yang sedikit, penanda molekuler yang digunakan kurang bervariasi dan nilai homologi yang tinggi sehingga model pohon filogenetik yang dihasilkan tidak akurat dan dapat berubah-ubah atau tidak tetap.

Jarak Genetik Kuda Lokal Indonesia

(47)

Tabel 5 Nilai jarak genetik kuda lokal Indonesia

12 Sumba Timur 0.000 0.003 0.009 0.013 0.003 0.000 0.000 0.006 0.000 0.000 0.000

13 Jawa 1 0.006 0.003 0.009 0.006 0.009 0.006 0.006 0.013 0.006 0.006 0.006 0.006

14 Equus caballus 0.016 0.013 0.013 0.009 0.019 0.016 0.016 0.022 0.016 0.016 0.016 0.016 0.009

15 Sumba Barat 1 0.069 0.072 0.069 0.072 0.072 0.069 0.069 0.075 0.069 0.069 0.069 0.069 0.068 0.075

16 Jawa 2 0.000 0.003 0.009 0.013 0.003 0.000 0.000 0.006 0.000 0.000 0.000 0.000 0.006 0.016 0.069

17 Throughbred 0.003 0.006 0.013 0.009 0.006 0.003 0.003 0.009 0.003 0.003 0.003 0.003 0.003 0.013 0.065 0.003

18 Sumatera Barat 3 0.003 0.006 0.006 0.016 0.006 0.003 0.003 0.009 0.003 0.003 0.003 0.003 0.009 0.019 0.065 0.003 0.006

19 Sandel Arab 1 0.000 0.003 0.009 0.013 0.003 0.000 0.000 0.006 0.000 0.000 0.000 0.000 0.006 0.016 0.069 0.000 0.003 0.003

20 Sumatera Barat 1 0.006 0.003 0.009 0.006 0.009 0.006 0.006 0.013 0.006 0.006 0.006 0.006 0.000 0.009 0.068 0.006 0.003 0.009 0.006

(48)

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui peubah yang paling sesuai untuk menggambarkan hubungan antara ukuran tubuh dengan kecepatan pacu. Analisis regresi dengan persentase koefisien determinasi (R2) yang mendekati 100% dapat diambil sebagai model untuk persamaan regresi. Model persamaan regresi digunakan untuk mengetahui atau meramalkan sejauh mana variabel (ukuran tubuh) berpengaruh terhadap variabel lain (kecepatan) sehingga perkiraan nilai kecepatan pacu dapat diduga dari beberapa ukuran tubuh.

Analisis persamaan regresi antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh pada jarak pendek (600 – 800 m) dilakukan dengan mengkombinasikan variabel ukuran tubuh seperti tinggi badan, panjang badan, lebar dada, panjang bahu dan tinggi punggung ke dalam lima kombinasi. Hasil analisis menunjukan

bahwa kombinasi dari tiga variabel ukuran tubuh seperti lebar dada, panjang bahu dan tinggi punggung memberikan hasil yang nyata (p<0.05) dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 99.7% seperti yang terlihat pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh pada jarak pendek

Jarak Pacuan Persamaan Regresi R2(%)

Jarak Pendek

(600-800m)

Kec (m/mnt) = -870.408 + 13.931 Lebar Dada* – 26.952

Panjang Bahu* + 26.188 Tinggi Punggung*

99.7%

Keterangan : tn : tidak nyata (p>0.05), * : nyata (p<0.05 atau p<0.01)

(49)

sehingga model regresi yang diperoleh belum sepenuhnya dapat digunakan dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang benar-benar akurat.

Persamaan regresi antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh pada jarak jauh (1200 – 1600 m) dilakukan dengan mengkombinasikan lima variabel ukuran tubuh berserta ratio dari keduanya. Hasil persamaan regresi yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh pada jarak jauh

Jarak Pacuan Persamaan Regresi R2(%)

Jarak Jauh

(1200-1800m)

Kec (m/mnt) = 15019 + 100.358 Tinggi Badan* – 104.866

Panjang Badan* – 13394 TB/PB*

53.9%

Keterangan : tn : tidak nyata (p>0.05), * : nyata (p<0.05 atau p<0.01)

Pada pacuan kuda untuk jarak jauh diperoleh satu model persamaan regresi yang terbaik dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 53.9%. Model persamaan regresi ini dipengaruhi oleh dua variabel ukuran tubuh yaitu tinggi badan, panjang badan dan ratio dari keduanya. Tinggi badan dan panjang badan serta ratio dari keduanya memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05 atau p<0.01) pada kecepatan pacu untuk jarak jauh. Variabel ukuran tubuh yang mempengaruhi kecepatan pada jarak jauh sangat berbeda dengan variabel ukuran tubuh pada jarak pendek. Kuda pacu yang memiliki tinggi badan yang baik akan mempunyai kaki yang lebih panjang dengan struktur tulang dan perototan yang proporsional sehingga akan mempengaruhi keseimbangan dan kekuatan pada saat berlari. Panjang badan yang baik akan mempengaruhi pemindahan beban tubuh dan beban penunggang ke masing-masing bagian kaki depan dan kaki belakang.

(50)
(51)

Strategi Pengembangan Kuda Pacu Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian analisis genetik diatas, beberapa hal penting yang harus dicatat dalam strategi pengembangan kuda pacu Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Pembentukan kuda pacu Indonesia (KPI) dengan mengawinkan kuda lokal secara grading up denga kuda Thoroughbred adalah sangat tepat.

2. Pemilihan (seleksi) kuda lokal sebagai calon induk yang akan di grading up dilakukan tidak per sub populasi tetapi secara massal (seluruh populasi yang ada).

3. Pencatatan identitas kuda lokal dan berbagai sifat/karakter genetik dan fenotipiknya harus dilakukan pada kuda yang berpotensi jadi calon induk yang akan di grading up.

4. Perlu dicari marker/penanda genetik yang dapat menentukan kespesifikan kuda lokal Indonesia dalam upaya mengetahui potensi genetik kuda lokal dibandingkan kuda eksotik lainnya.

5. Peningkatan mutu genetik kuda lokal pada setiap daerah pengembangan harus tetap dilakukan melalui perbaikan genetik dan manajemen pemeliharaan.

6. Ukuran tubuh seperti tinggi badan, panjang badan dan tinggi punggung merupakan parameter kuantitatif yang sangat penting untuk dievaluasi secara terus menerus berkaitan dengan upaya perbaikan performance kuda pacu Indonesia.

(52)

Simpulan dan Saran

Simpulan

Fragmen 12SrRNA merupakan penanda genetik yang dapat digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kuda Indonesia. Basa thymin dan adenin yang terdapat pada urutan nukleotida ke 138 dan 259 dapat dijadikan sebagai acuan untuk membandingkan kuda Indonesia dengan kuda lain. Kedekatan kekerabatan antara kuda Indonesia dengan kuda dari gen bank dan kuda Throughbred disebabkan karena kuda-kuda tersebut berasal dari tetua yang sama yaitu kuda Arab.

Kecepatan kuda pacu pada jarak pendek dan jarak jauh dapat diduga dengan memperhatikan parameter ukuran tubuh seperti panjang badan, tinggi badan, panjang bahu dan tinggi punggung sehingga dapat diperoleh model persamaan regresi yang tepat. Selain faktor ukuran tubuh, kecepatan pacu juga sangat dipengaruhi oleh stamina, kekuatan dan ketahanan tubuh, jenis kelamin, umur, berat badan, jarak yang ditempuh dan kondisi tempat pacuan.

Saran

Untuk menganalisis dan mengevaluasi kuda Indonesia sebaiknya teknik-teknik molekuler dan penanda genetik seperti mikrosatelit, minisatelit, RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), RFLP (Restriction Fragment Length Polymophism), SNP (Single Nucleotide Polymorphism), SSCP (Single Strand Conformational Polymorphisms) dan lain-lain lebih banyak digunakan sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Bowling AT, Ruvinsky A. 2000. The Genetic of The Horse. New York: CABI Publishing.

Bowling AT. 2001. Historical development and application of molecular genetic test for horse identification and parentage control. J Livestock Prod Sci 72: 111- 116.

Canon J et al. 2000. The genetic structure of spanish celtic horse breeds inferred from microsatellite data. J Anim Genetic 31: 39-48.

Ciampolini R et al. 1995. Individual multilocus genotypes using mikrosatelit polymorphisms to permit the analysis of genetic variability within and between Italian beef cattle breeds. J Anim Sci 73: 3259-3268.

Edward EH. 1994. The Encyclopedia of Horse. London. Dorling Kindersley limited

Epplen JT. 1988. On simple repeated GAT/CA sequences in animal genomes a critical reappraisal. Journal of Heridity 79: 409-47.

Gay CW. 1964. Productive Horse Husbandry. Philladelphia and London. JP. Lippincott Company.

Hillis DM et al. 1996. Molecular Systematics. Sunderland: Sinauer Associates Inc.

Hill EW et al. 2002. History and integrity of thoroughbred dam lines revealed in equine mtDNA variation. J Anim Genetic 33: 287-294.

[PP PORDASI] Komisi Peternakan dan Kesehatan Veteriner. 2000. Kumpulan Dokumen Pordasi. Jakarta: PP PORDASI.

Li W, Graur D. 1991. Fundamental of Molecular Evaluation. Sunderland: Sinauer Associates Inc.

Lynn D. 2005. Introduction to Bioinformatics. Nairobi: University College Dublin.

Kocher TD et al. 1989. Dynamics of mitochondrial DNA evolution in animals: amplification and sequencing with conserved primers. Proc Natl Acad Sci USA 86:6196-6200.

(54)

Minelli A. 1993. Biological systematics. London: Chapman and Hall.

Mirol PM, Garcia PP, Vega-Pla JL, Dulout FN. 2002. Phylogenetic relationships of argentinean creole horses and other south american and spanish breeds inferred from mitochondrial DNA sequences. J Anim Genetic 33: 356-363.

Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation.

Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York: Columbia University Press.

Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York: Oxford University Press.

Nicholas FW. 1993. Veterinary Genetics. New York. Oxford University Press.

Palumbi SR. 1996. The polymerase chain reaction. Di dalam: Hillis DM et al. Molecular Systematics. Sunderland: Sinauer Associates Inc.

[PP PORDASI] Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia. 2003. Peraturan Pacuan dan Petunjuk Pelaksanaan Kejuaraan Nasional Pacuan Kuda. Jakarta: PP. PORDASI.

Sambrook J, Fritch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning. Volume ke-1-3, A Laboratory Manual. Cold Spring Harbor: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Soeharjono O. 1990. Kuda. Jakarta: Yayasan Pamulang Equstrian Centre.

Sulandari S, Arifin Zein MS. 2003. Panduan Praktis Laboratorium DNA. Bogor: Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia.

Springer MS, Kirsch JAW. 1993. A molecular perspective on the phylogeny of placental mammals based on mitochondrial 12SrDNA sequences. J Mamm Evol1:149-166. http//www3.ncbi.nlm.nih.gov/Genbank/html [27 Juni 2006].

Swofford DL, Olsen GJ, Waddel PJ, Hills DM. 1996. Phylogenetics inference. Di dalam: Hillis DM et al. Molecular Systematics. Sunderland: Sinauer Associates Inc.

Wang H et al. 2000. Universal primers for amplification of the complete mitochondrial 12SrRNA gene in vertebrates. Zoological Studies 39:61-66.

(55)
(56)
(57)
(58)

>F12SrRNA(1)

AAAAGCGATTCCCCTGCTACGAGGAGGCCTGGATCCATAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTT

GCTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAA

CATAAAAACGTTAGGTCAAGGGGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACA

AGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCATGAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAAT

AGAGAGCTTAATTGAATCAGGCCATGAAGCGCGC

>F12SrRNA(17)

GGCGGGGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGCCTGTTCCGTAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTTG

CTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAAC

ATAAAAACGTTAGGTCAAGGGGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACA

AGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCATGAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAAT

AGAGAGCTTAATTGAATCAGGCCATGAAGCGCGC

>F12SrRNA(10)

GGCGGGGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGCCTGTTCCATAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTTG

CTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAAC

ATAAAAACGTTAGGTCAAGGGGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACA

AGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCATGAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAAT

AGAGAGCTTAATTGAATCAGGCCATGAAGCGCGC

>F12SrRNA(24)

GGCGGGGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGCCGGTTCCGTAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTT

GCTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAA

CATAAAAACGTTAGGTCAAGGGGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACA

AGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCATGAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAAT

AGAGAGCTTAATTGAATCAGGCCATGAAGCGCGC

>F12SrRNA(13)

GGCGGGGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGCCTGTTCCGTAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTTG

CTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAAC

ATAAAAACGTTAGGTCAAGGGGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACA

AGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCATGAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAAT

AGAGAGCTTAATTGAATCAGGCCATGAAGCGCGC

>F12SrRNA(22)

GGCGGGGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGCCTGTTCCATAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTTG

CTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAAC

ATAAAAACGTTAGGTCAAGGTGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACAA

GAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCATGAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAATA

(59)

Lampiran 3 Hasil analisis rancangan acak lengkap pada jarak pacuan kuda

Rancangan Acak Lengkap One-way ANOVA:

Jarak versus Kecepatan

Source DF SS MS F P C10 6 1670329 278388 27.14 0.000 Error 21 215439 10259

Total 27 1885769

S = 101.3 R-Sq = 88.58% R-Sq(adj) = 85.31%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+--- 1 4 1600.3 24.6 (---*---) 2 2 1600.6 45.3 (---*---) 3 3 968.2 25.8 (----*----)

4 8 976.9 65.2 (--*--) 5 2 1061.2 6.1 (---*---) 6 2 1068.8 11.5 (---*---) 7 7 1036.7 173.4 (--*---)

---+---+---+---+--- 1000 1250 1500 1750

(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 132231.96540 44077.32180 6.258 0.0052 Error 16 112685.63679 7042.85230

C Total 19 244917.60219

Root MSE 83.92170 R-square 0.5399 Dep Mean 1012.37293 Adj R-sq 0.4536 C.V. 8.28960

Parameter Estimates Parameter Standard T for H0:

Gambar

Tabel 1  Karakteristik kuda lokal Indonesia
Tabel 2 Standar fisik dan kecepatan kuda pacu Indonesia
Gambar 2.   Contoh visualisasi  DNA  total   kuda  lokal  Indonesia hasil ekstraksi
Gambar 3  Hasil amplifikasi fragmen 12SrRNA dengan teknik PCR
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini yaitu (1) Mengetahui bagaimana bentuk program kegiatan Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri di Kelurahan Sekaran (2) Mengetahui bagaimana

Skripsi (Tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Perilaku Agresi.. pada Siswa di SMK Muhammadiyah 1 Malang. Jurnal

Hasil analisisnya dalam jangka panjang hanya transaksi menggunakan kartu debet/kartu Atm yang memiliki pengaruh positif terhadap Permintaan Uang M1, sedangkan dalam jangka

diverifikasi oleh LSP ... Asesmen Estimator Biaya lalan direncanakan dan disusun dengan cara yang menjamin bahwa verifikasi persyaratan skema sertifikasi telah.

Tipe tanah organosol yang merupakan tanah asli pada kawasan perencanaan memiliki persediaan air tanah dalam, rata-rata curah hujan pertahun 2500 mm/tahun, batuan induk

Pertumbuhan vegetatif tomat Cherry di dalam rumah tanaman dengan perlakuan penambahan cahaya High Intensity Discharge (HID) dan LED lebih baik dari pertumbuhan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:(1)variabel jiwa kewirausahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap minat mahasiswa berwirausaha(r hitung =0,404;sig.=0,000&lt;

Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan adanya hubungan status sosial-ekonomi dengan kejadian karies gigi pada anak 12-14 tahun yaitu anak yang berasal dari keluarga