• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kelelahan Kerja Pada Penjahit Di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kelelahan Kerja Pada Penjahit Di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN KELELAHAN KERJA PADA PENJAHIT DI PASAR PETISAH KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010

OLEH :

NIM : 041000168 LIDYA MONICA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN KELELAHAN KERJA PADA PENJAHIT DI PASAR PETISAH KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH : NIM. 041000168 LIDYA MONICA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judu l :

GAMBARAN KELELAHAN KERJA PADA PENJAHIT DI PASAR PETISAH KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 041000168 LIDYA MONICA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dra.Lina Tarigan, Apt, MS

NIP. 19590806 198811 2 001 NIP.19590813199103 2 001 Ir. Kalsum, M.kes

Penguji II Penguji III

dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS

NIP. 19571117 198702 1 002 NIP. 19650615 199601 2 001 dr. Halinda Sari Lubis

Medan, 31 Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Kelelahan kerja adalah suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan.

Penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja pada penjahit di pasar petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010. Alat ukur untuk mengetahui kelelahan kerja dengan menggunakan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2). Populasi adalah seluruh penjahit yang ada di pasar petisah lantai dua yang terbagi pada tiga lokasi, yaitu pasar petisah tahap I, pasar petisah tahap II dan pasar pagi 3 di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 yang berjumlah 102 orang. Besar sampel sebanyak 81 orang dengan pemilihan sampel menggunakan teknik proporional stratified random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjahit di pasar petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 mengalami kelelahan kerja terbanyak pada kategori lelah.

Disarankan agar penjahit menggunakan waktu istirahat dengan sebaik-baiknya, melakukan olahraga sewaktu-waktu seperti menggerak-gerakkan badan atau relaksasi otot-otot tubuh dan mengganti kursi dengan kursi yang memiliki sandaran untuk mengurangi nyeri pada otot-otot skeletal.

(5)

ABSTRACT

Occupational fatigue is a group of symptos associated with a decrease in work efficiency, skills, and increased anxiety or boredom.

The research is descriptive research in order to know the description of fatigue on the market tailor petisah in the district of Medan Baru on Medan City 2010. Measuring devices to determine fatigue using a questionaire measure fellings of fatigue (KAUPK2). The population is all that is on the market petisah second floor which is divided in three locations, namely pasar petisah tahp I, pasar petisah tahap II and pasar pagi 3 in the district of Medan Baru on Medan City 2010, amounting to 102 people. A sample size of 81 people with the selection of the sample using stratified random sampling technique proporsionate.

The result showed that the tailor in the market petisah the district of Medan Baru on Medan City 2010 experienced the largest job burnout in the category tired.

It is recommended that tailors use the break with the best, do sports at times like to move their bodies or relaxation of the muscles of the body and replace the seat that has a backrest to reduce pain in skeletal muscles.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Lidya Monica

Tempat/ Tanggal Lahir : Pekanbaru, 2 Desember 1987

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah anggota keluarga : 5 ( lima ) orang

Alamat : Jl. Mesjid Syuhada No. 1 B, Medan

Riwayat Pendidikan :

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan nyanyian syukur bagi Dia, Allah Bapa di Surga, sebab hanya oleh karena kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : ”GAMBARAN KELELAHAN KERJA PADA PENJAHIT DI PASAR PETISAH KECAMATAN MEDAN BARU KOTA MEDAN TAHUN 2010”.

Pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, MS dan Ibu Ir.Kalsum, M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang telah meberikan bimbingan, waktu dan sumbagan pemikiran yang bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. drh. Hiswani, MKes. Selaku Dosen Pembimbing akademik penulis selama mengikuti perkuliahan di FKM USU.

3. dr. Mhd. Makmur Sinaga,MS dan dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi.

4. Seluruh dosen dan staff di Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atas dukungan dan bimbingan yang diberikan kepada Penulis selama mengikuti pendidikan.

5. PD. Pasar Kota Medan Kecamatan Medan Baru yang memberikan pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian ini.

(8)

7. Kepada orangtua tercinta Bapak (K.Pangaribuan) dan Alm Mama ( S.Sihombing ), kakak dan abangku ( Rony, Alex, Yales dan Elisabeth ) juga tante dan tulang yang telah banyak memberikan dukungan secara moril dan materil serta doa dan kasihnya selama penulis menempuh perkuliahan sampai selesai.

8. Para sahabat dan saudara terkasih atas setiap doa dan dukungan yang diberikan.

Akhirnya Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, Desember 2010

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kelelahan Kerja ... 9

2.1.1. Definisi kelelahan Kerja ... 8

2.1.2. Jenis Kelelahan Kerja ... 10

2.1.3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Kerja ... 13

2.1.4. Gejala - gejala Kelelahan Kerja ... 17

2.1.5. Proses terjadinya Kelelahan ... 20

2.1.6. Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan Kerja ... 20

2.1.7. Pengukuran Kelelahan Kerja ... 23

2.2. Penjahit ... 27

2.3. Kerangka Pikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

3.3.1. Populasi ... 30

3.3.2. Sampel ... 31

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4.1. Data Primer ... 32

3.4.2. Data Sekunder ... 32

3.5. Definisi Operasional ... 32

3.6. Aspek Pengukuran ... 33

3.7. P engolahan dan Penyajian Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 35

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

4.2. Penjahit ... 39

(10)

4.3.1. Cara Menjahit ... 40

4.4. Lingkungan Kerja Penjahit ... 41

4.5. Karakteristik Penjahit ... 45

4.5.1. Umur ... 45

4.5.2. Masa Kerja ... 45

4.5.3. Tingkat Pendidikan ... 46

4.5.4. Status Perkawinan ... 46

4.5.5. Jumlah Tanggungan ... 47

4.6. Hasil Pengukuran KAUPK2 ... 48

BAB V PEMBAHASAN ... 54

5.1. Karakteristik Penjahit ... 54

5.2. Kelelahan Kerja ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Umur di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 45

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Masa Kerja di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 45 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Pasar Petisah

Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 46

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Status Perkawinan di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 46 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Jumlah Tanggungan di

Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 47

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Perasaan-Perasaan Kelelahan Kerja pada KAUPK2 di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 48

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Umur Penjahit Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 49

Tabel 4.8 . Distribusi Frekuensi Masa Kerja Penjahit Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 50

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Penjahit Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 51

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Penjahit Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan

Tahun 2010 ... 51

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Jumlah Tanggungan Penjahit Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan

(12)

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Lokasi Kerja Penjahit Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

2010 ... 53 Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah

Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner KAUPK2

Lampiran 2 Surat Permohonan Izin dari Fakultas Kesehatan Masyarakat niversitas Sumatera Utara

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari PD. Pasar Kota Medan

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari PD. Pasar Kota Medan Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Penelitian

(14)

ABSTRAK

Kelelahan kerja adalah suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan.

Penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja pada penjahit di pasar petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010. Alat ukur untuk mengetahui kelelahan kerja dengan menggunakan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2). Populasi adalah seluruh penjahit yang ada di pasar petisah lantai dua yang terbagi pada tiga lokasi, yaitu pasar petisah tahap I, pasar petisah tahap II dan pasar pagi 3 di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 yang berjumlah 102 orang. Besar sampel sebanyak 81 orang dengan pemilihan sampel menggunakan teknik proporional stratified random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjahit di pasar petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 mengalami kelelahan kerja terbanyak pada kategori lelah.

Disarankan agar penjahit menggunakan waktu istirahat dengan sebaik-baiknya, melakukan olahraga sewaktu-waktu seperti menggerak-gerakkan badan atau relaksasi otot-otot tubuh dan mengganti kursi dengan kursi yang memiliki sandaran untuk mengurangi nyeri pada otot-otot skeletal.

(15)

ABSTRACT

Occupational fatigue is a group of symptos associated with a decrease in work efficiency, skills, and increased anxiety or boredom.

The research is descriptive research in order to know the description of fatigue on the market tailor petisah in the district of Medan Baru on Medan City 2010. Measuring devices to determine fatigue using a questionaire measure fellings of fatigue (KAUPK2). The population is all that is on the market petisah second floor which is divided in three locations, namely pasar petisah tahp I, pasar petisah tahap II and pasar pagi 3 in the district of Medan Baru on Medan City 2010, amounting to 102 people. A sample size of 81 people with the selection of the sample using stratified random sampling technique proporsionate.

The result showed that the tailor in the market petisah the district of Medan Baru on Medan City 2010 experienced the largest job burnout in the category tired.

It is recommended that tailors use the break with the best, do sports at times like to move their bodies or relaxation of the muscles of the body and replace the seat that has a backrest to reduce pain in skeletal muscles.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.1

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, antara lain perlu diselenggarakan upaya-upaya pengembangan sumber daya manusia secara menyeluruh, terarah dan terpadu di berbagai bidang di Indonesia terutama di bidang kesehatan kerja. Dalam pelaksanaannya, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.2

(17)

Menurut perkiraan International Labour Organization (ILO), setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara-negara-negara industri.5 Menurut

World Health Organization (WHO), diperkirakan hanya 5-10% pekerja di negara

berkembang dan 20-50% pekerja di negara industri (dengan hanya beberapa pengecualian) mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang memadai.6

Undang-Undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat (2) menyebutkan bahwa tenaga kerja sebagai sumber daya manusia perlu terus dikembangkan, diberikan perlindungan terhadap pengaruh teknologi kerja dan lingkungan kerja. Untuk melindungi keselamatan pekerja/ buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.6

Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/ buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.2

(18)

Sektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered). Di negara-negara sedang berkembang, sekitar 30-70 % populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor informal.7

Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil; kepemilikan oleh individu atau keluarga, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, akses ke lembaga keuangan daerah, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih rendah dibandingkan sektor formal.7

Para pekerja dalam perekonomian informal di Indonesia dilaporkan menderita malnutrisi (salah/ kurang gizi), penyakit-penyakit akibat parasit (misalnya cacingan), asma, alergi kulit, kanker, keracunan bahan kimia, keracunan makanan, gangguan otot dan tulang, gangguan saluran pernafasan, penyakit-penyakit kelenjar getah bening, penyakit darah, dan lain-lain. Sementara itu, risiko bahaya yang mereka hadapi di tempat kerja antara lain meliputi kebisingan, vibrasi, hawa panas, kurangnya pencahayaan, pemasangan kabel listrik tanpa mengindahkan aspek keselamatan, terhirup debu dan terkena bahan-bahan kimia berbahaya, serta ergonomik yang buruk.5

(19)

Faktor manusia yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kerja adalah masalah tidur, kebutuhan biologis, dan kelelahan kerja, bahkan diutarakan bahwa penurunan produktivitas tenaga kerja di lapangan sebagian besar di sebabkan oleh kelelahan kerja.9

Pada dasarnya semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja.10 Salah satu penyebab kecelakaan kerja adalah perbuatan berbahaya (unsafe action) yang terjadi karena keletihan dan kelemahan daya tubuh.11 Kelelahan yang timbul dalam diri manusia merupakan proses terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh manusia. Banyak faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja cepat terjadi yaitu faktor internal seperti : usia, jenis kelamin, kesehatan, pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan lain-lain dan faktor eksternal seperti : suhu, cahaya, ventilasi, kebisingan, sifat pekerjaan, postur kerja.12

Survei di negara maju melaporkan bahwa antara 10-50% masyarakat pekerja mengalami kelelahan kerja. Kelelahan kerja dialami oleh 25% dari seluruh pekerja wanita dan 20% pekerja pria. Dengan prevalensi kelelahan sekitar 20% diantara pasien yang datang membutuhkan pelayanan kesehatan.13

Kelelahan merupakan masalah yang harus mendapat perhatian. Menurut Setyawati (1985) bahwa lebih dari 50% tenaga kerja dibagian dapur suatu hotel bertaraf Internasional di Yogyakarta yang datang ke balai pengobatan menderita kelelahan kerja disamping gejala umum seperti sakit kepala dan vertigo.9

(20)

dalam kegiatannya, penjahit di Pasar Petisah dalam menghasilkan produk masih menggunakan tenaga manusia dan peralatan tradisional (mesin jahit injak) dengan produk yang dihasilkan adalah baju dan celana dengan berbagai model yang sesuai dengan pesanan pelanggan.

Pasar Petisah adalah salah satu pusat perbelanjaan yang ramai dikunjungi setiap harinya di Medan. Pasar Petisah terdiri dari tiga pasar di dalamnya pasar pagi tiga yang merupakan proyek lama, pasar petisah tahap satu berada pada bangunan lama dan pasar petisah tahap dua berada pada bangunan baru. Tempat menjahit pada pasar petisah berada di lantai dua yang terdiri dari 25 kios di Pasar Petisah Tahap Satu, 26 kios di Pasar Petisah Tahap Dua dan 12 kios di Pasar Pagi Tiga. Sistem kerja pada penjahit di Pasar Petisah adalah mengerjakan satuan, artinya mereka melayani perorangan, mulai dari mengukur, membuat pola, memotong, menjahit sampai proses penyempurnaan, seperti membersihkan benang, memasang kancing, menyetrika. Masing- masing kios ada yang memperkerjakan penjahit yang bagiannya khusus menjahit sampai selesai dan ada yang mereka sebut dengan istilah ”main tunggal”, artinya pemilik yang mengerjakan semua proses produksi.

(21)

Menjahit merupakan salah satu pekerjaan yang dilakukan dalam posisi duduk yang sifatnya statis, berulang, dan dilakukan dalam kecepatan produksi yang tinggi14 sehingga mengalami sikap kerja yang monoton dan kondisi tempat kerja yang tidak ergonomis seperti ruangan yang kecil dengan tempat duduk tanpa sandaran. Lingkungan kerja yang kurang baik dari segi pencahayaan dan suhu ruangan yang agak panas. Mereka juga mengalami masalah beban psikologis ketika menghadapi pelanggan dengan memesan berbagai macam model pakaian dan terkadang merasa tidak puas dengan hasil jahitan. Penjahit juga mengeluh mengalami nyeri di bagian pinggang, punggung, leher dan perih pada bagian mata yang merupakan gejala-gejala kelelahan kerja. Semua kondisi ini berisiko menimbulkan kelelahan kerja.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja pada penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya bagaimana gambaran kelelahan kerja pada penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(22)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja berdasarkan umur penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

2. Untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja berdasarkan masa kerja penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

3. Untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja berdasarkan tingkat pendidikan penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

4. Untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja berdasarkan status perkawinan penjahit di Pasar Petisah Lama Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

5. Untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja berdasarkan jumlah tanggungan penjahit di Pasar Petisah Lama Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

6. Untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja berdasarkan lokasi kerja pada penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

7. Untuk mengetahui gambaran tingkat kelelahan kerja pada penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Unit Kesehatan Kerja yang ada di Puskesmas.

2. Sebagai sarana memperdalam pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai kelelahan kerja.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja

2.1.1. Definisi Kelelahan Kerja

Kata “kelelahan” diterapkan di berbagai macam kondisi.9 Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala.15

Kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan (McFarland, 1972).16

Kelelahan kerja merupakan kriteria yang kompleks tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis tetapi dominan hubungannya dengan penurunan performans fisik, adanya perasaan kelelahan, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja (Cameron, 1973).16

Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan sebelum stres yang memperlemah fungsi dan performa, fungsi organ saling mempengaruhi yang akhirnya menggangu fungsi kepribadian, umumnya bersamaan dengan menurunnya kesiagaan kerja dan meningkatnya sensasi ketegangan (Dwivedi, 1981).17

Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya penurunan kinerja otot, perasaan lelah dan penurunan kesiagaan ( Grandjean, 1985 ). 17

(24)

biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.18

Konsep kelelahan dewasa ini, sesudah dilakukan percobaan-percobaan yang luas terhadap manusia dan hewan, menyatakan, bahwa keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik, yaitu sistim penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).19

Banyak defenisi tentang kelelahan ini, tetapi secara garis besarnya dapat dikatakan bahwa kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya.20 2.1.2. Jenis kelelahan kerja

Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

2.1.2.1. Berdasarkan proses, meliputi: 1. Kelelahan otot (muscular fatigue)

Kelelahan otot di tunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (external signs). Pada percobaan dengan menggunakan seekor katak, apabila sebagian otot katak tersebut dialiri listrik, ternyata terjadi kontraksi dan berkurangnya kemampuan kerja otot dalam hal melakukan aktivitas pembebanan.15

Dalam beberapa detik kemudian akan terlihat beberapa hal sebagai berikut : 1. Menurunnya ketinggian beban yang mampu di angkat

2. Merendahnya kontraksi dan relaksasi

(25)

Pada dasarnya, hasil yang sama dapat ditemukan pada percobaan yang dilakukan pada otot mamalia. Kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Manusiapun menunjukka reaksi yang sama dengan proses yang terjadi pada hewan percobaan diatas. Irama kontraksi otot akan terjadi setelah melalui suatu periode aktivitas secara terus-menerus.15

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut ‘Kelelahan Otot’ secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti : melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja.15

2. Kelelahan Umum

(26)

2.1.2.2. Berdasarkan waktu terjadi kelelahan, meliputi:

1. Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

2. Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap perpanjangan stress.10 Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Pada keadaan seperti ini, gejalanya tidak hanya stres atau sesaat setelah masa stress, tetapi cepat atau lambat akan sangat mengancam setiap saat.15 2.2.2.3 Berdasarkan penyebab kelelahan, meliputi:

Berdasarkan penyebab kelelahan terbagi dua yaitu kelelahan fisiologis dan kelelahan psikologis. Kelelahan fisiologis disebabkan oleh faktor fisik atau kimia yaitu suhu, penerangan, mikroorganisme, zat kimia, kebisingan, circadian rhythms, dll, sedangkan kelelahan psikologis disebabkan oleh faktor psikososial baik di tempat kerja maupun di rumah atau masyarakat sekeliling.10

Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh, sementara kelelahan psikologis dapat bersifat objektif dan subjektif, yang timbul karena perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya, dapat diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya: kurang minat dalam pekerjaan, monotoni kerja, tanggung jawab, kekhawatiran, konflik-konflik, yang terkumpul dalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah.20

Beberapa jenis kelelahan umum menurut Grandjean (1988) adalah: 1) Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata.

(27)

seluruh organ tubuh.

3) Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual.

4) Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotorik.

5) Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu yang panjang.

6) Kelelahan Siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam serta petukaran periode tidur.21

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja

Grandjean (1991) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/ memepertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.22

(28)

lingkungan yang tidak ergonomis

sakit, dan lain-lain psikologi, tanggung jawab, emosi, dan lain-lain

monotoni intensitas dan durasi kerja fisik/ mental

perasaan lelah

pemulihan/ istirahat Skema

Proses Akumulasi Kelelahan dan Faktor-faktor penyebabnya

Istirahat yang diperlihatkan pada skema sebagai jalan satu-satunya pengosongan dari sebuah tabung. Fenomena dari pengambilan waktu istirahat secara normal jika organismenya tidak terganggu atau jika minimal salah satu dari bagian yang penting dalam tubuh tidak merasa stress. Ini menjelaskan bagian penentu berperan pada saat bekerja sehari-hari adalah seluruh waktu istirahat kerja, mulai dari saat istirahat singkat pada saat bekerja sampai tidur pada malam hari. Analogi dari tabung menggambarkan betapa dibutuhkannya waktu istiarahat untuk kehidupan yang normal dalam mencapai keseimbangan antara total beban kerja yang dipikul oleh individu dan jumlah waktu istirahat yang memungkinkan.23

Menurut Wicken, et al (2004), kelelahan bisa disebabkan oleh sebab fisik ataupun tekanan mental. Salah satu penyebab fatique adalah gangguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan pada circadian

(29)

Menurut ILO (1983), Astrand (1986), Green (1992), Suma’mur (1994), Payne (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal yaitu :

1. Faktor somatis atau fisik, seperti : kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis kelamin, usia.

2. Faktor psikis, seperti : pengetahuan, sikap/ gaya hidup/ pengelolaan stress. Sedangkan faktor-faktor eksternal yaitu :

1. Faktor fisik, seperti : kebisingan, suhu, pencahayaan. 2. Faktor kimia, seperti : zat beracun

3. Faktor biologis, seperti : bakteri jamur 4. Faktor ergonomi

5. Faktor lingkungan kerja, seperti : kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja.25

Faktor individu yang mempengaruhi tingkat kelelahan, yaitu : 1. Umur

Umur dapat mempengaruhi kelelahan pekerja. Semakin tua umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan. Fungsi faal tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang.21

(30)

2. Masa Kerja

Lince (2007) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa semakin lama masa kerja berpengaruh kepada tingkat kelelahan diakibatkan tingkat monotoni kerja yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun.13

3. Tingkat Pendidikan

Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja langsung dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian atau kehidupan individu.17

4. Faktor psikologis juga memainkan peranan besar dalam menimbulkan kelelahan. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan apapun juga, tetapi mereka merasa lelah. Sebabnya ialah adanya tanggung jawab, kecemasan dan konflik. Konflik ini bisa timbul akibat kejadian di lingkungan rumah tangganya.19

(31)

Tingkat kelelahan kerja tergantung pada faktor antara lain oleh jam kerja, periode istirahat, cahaya, suhu dan ventilasi yang berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap mental output dan kelelahan tenaga kerja, kebisingan dan getaran.10

2.1.4. Gejala-gejala Kelelahan Kerja

Berikut ini diberikan suatu daftar yang bisa digunakan sebagai patokan untuk mengetahui telah datangnya gejala-gejala atau perasaan-perasaan dari kelelahan :

1. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran merasa kacau, mengantuk, mata terasa “berat”, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring.

2. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, dan merasa kurang sehat badan.

Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1, menunjukkan pelemahan kegiatan, kelompok 2 menunjukkan pelemahan motivasi dan kelompok 3 menunjukkan kelelahan fisik akibat psikologis.20

2.1.5. Proses Terjadinya Kelelahan

(32)

serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.20

Karbohidrat berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa. Glukosa terdapat dalam darah dapat ditimbun dalam sel yang berupa polimer glukosa atau glikogen. Oleh karena itu dalam suatu kegiatan yang membutuhkan kontraksi otot, sumber energi tubuh dapat diperoleh dari tiga sumber, yakni dari glukosa dalam darah, timbunan glikogen dalam sel hati dan otot rangka, dan simpanan triasilgliserol (lemak) di jaringan adiposa. Kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan

supply energi yang dibutuhkan serta untuk membuang metabolisme, khususnya asam laktat.

Jika asam laktat yang banyak terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya. Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan terjadinya kelelahan.20

Menurut Yassierli dan Iftikar Sutalaksana (2000) “jika yang terjadi adalah kontraksi otot statis, maka kontraksi ini akan mengurangi aliran darah secara kontinu selama kontraksi tersebut sedangkan pada kontraksi dinamis tidak demikian, yang terjadi. Ketika aliran darah menurun, metabolit akan terakumulasi dan supply oksigen otot akan berkurang secara cepat. Mungkin ini akan berpindah metabolisme menjadi anaerobik dan meningkatkan asam laktat yang kemudian mempercepat kelelahan”.26

(33)

pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan mejadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.18

(34)

walaupun mungkin beban kerjanya tidak seberapa, hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat dibandingkan sistem penggerak.18

2.1.6. Langkah-Langkah Mengatasi Kelelahan Kerja

Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar samapi tidur malam hari.20

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya : 1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh

2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsip ekonomi gerakan

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya masa-masa libur dari rekreasi, dan lain-lain

5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan lain-lain. 6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat kerja,

(35)

Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan letih seperti haus, lapar dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat pelindung alami sebagai indikator bahwa keadaan fisik dan psikis seseorang menurun.15

Berikut ini akan diuraikan secara skematis antara faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah seperti pada skema di bawah ini. 18

Skema: Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan

PENYEBAB KELELAHAN 1. Aktivitas kerja fisik

2. Aktivitas kerja mental

3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa

5. Kerja statis

6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis

9. Kebutuhan kalori kurang

10. Waktu kerja-istirahat tidak tepat 11. dan lain-lain

CARA MENGATASI 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomi 4. Sikap kerja alamiah

5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja

9. Kebutuhan kalori seimbang

10. Istirahat setiap 2 jam kerja dengan sedikit kudapan

11. dan lain-lain.

MANAJEMEN PENGENDALIAN

1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris

2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitatif 4. Jaminan masa tua RESIKO

1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Stress akibat kerja 6. Penyakit akibat kerja 7. Cedera

8. Terjadi kecelakaan akibat kerja

(36)

2.1.7. Pengukuran Kelelahan Kerja

Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan sulit untuk diidentifikasikan secara jelas. Mengukur tingkatan kelelahan seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performans kerja yang biasa ditunjukkan dengan output kerja merupakan tolok ukur yang sering dipakai untuk mengevalusi tingkat kelelahan. Selain kuantitas output persatuan waktu, maka pengukuran terhadap kualitas output ataupun jumlah pokok cacat yang dihasilkan dan frekwensi kecelakaan yang menimpa pekerja seringkali juga dipakai sebagai cara untuk mengkorelasikan dengan intensitas kelelahan yang terjadi. Meskipun demikian yang patut untuk diperhatikan adalah bahwa perubahan performans kerja kuantitas ataupun kualitas output kerja ternyata tidaklah semata-mata disebabkan oleh kelelahan saja.22

Sampai saat ini belum ada cara mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :18

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

(37)

2. Uji psiko-motor (psychomotor test)

a) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.

b) Sanders & McCormick (1987) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan individu-individu lainnya.

c) Setyawati (1996) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.

d) Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembang di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

(38)

anatra dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)

Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapt untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :

a) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: perasaan berat di kepala, lelah seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil, ingin berbaring. b) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berpikir, lelah untuk

berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak tekun dalam pekerjaan.

c) 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik: sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Sinclair (1992) menjelaskan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subjektif. Metode tersebut antara lain; ranking methods, rating methods,

questionnaire methods, interviews dan checklist.18

(39)

berkonsentrasi mengerjakan sesuatu, tidak punya perhatian terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang percaya diri, tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan, enggan menatap orang lain, enggan bekeja dengan cekatan, tidak tenang bekerja, lelah seluruh tubuh, lamban, tidak kuat berjalan, lelah sebelum, daya pikir menurun dan cemas terhadap sesuatu.13

Bentuk pengukuran dengan menggunakan metoda diatas seringkali dilakukan sebelum, selama, sesudah melakukan aktivitas suatu pekerjaan dan sumber kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut. Walaupun demikian, hasil dari suatu pengukuran mempunyai signifikasi yang sangat relatif, oleh karena hasilnya akan dibandingkan dengan kondisi tenaga kerja yang sehat, atau setidaknya mereka berada pada kondisi yang tidak stress. Kondisi demikian menyebabkan sampai saat ini tidak ada satupun cara pengukuran kelelahan yang dianggap mutlak benar.15

2.2. Penjahit

Penjahit atau tailor adalah orang yang pekerjaannya menjahit pakaian seperti kemeja, celana, rok, atau jas, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Dalam melakukan pekerjaannya, penjahit dapat mengerjakannya baik dengan tangan maupun dengan mesin jahit.27

(40)

Proses usaha tailor bahan baku (kain) dan model busana ditentukan oleh pemesan. Busana tersebut dibuat sesuai dengan tujuan pemesan. Oleh karena itu bahan harus dapat diatur/diolah sehingga dapat dibuat busana sesuai pesanan. Agar pelaksanaan produksi dapat berjalan lancar perlu adanya langkah–langkah kerja produksi pada usaha tailor : (a) Menggambar model busana yang dipesan

Model busana biasanya sudah dibawa dari pemesan atau langsung memilih model pada buku/majalah yang sudah disediakan. Dalam hal ini penjahit harus memahami model busana dengan jelas, jika tidak jelas maka perlu menanyakan kepada pemesan agar pola yang dibuat tidak keliru dan pakaian yang dihasilkan sesuai keinginan pemesan.

(b) Mengambil ukuran badan

Pola yang digunakan pada usaha tailor adalah pola konstruksi yaitu pola yang dibuat berdasarkan ukuran pemesan. Untuk itu perlu diambil ukuran badan pemesan. Pengambilan ukuran dengan tepat dan teliti agar menghasilkan pakaian yang pas jika dipakai. Langkah pengambilan ukuran yaitu melepas ikat pinggang dan mengeluarkan blus, kemudian baru mengambil ukuran yang dikehendaki. Dalam tailor ukuran yang diambil adalah ukuran yang pokok seperti lingkar badan, lingkar pinggang, lingkar panggul, lebar muka dan punggung, panjang muka dan punggung serta panjang blus dan celana.

(c) Membuat pola

(41)

(d) Menggunting kain

Sewaktu menggunting kain pola diatur dengan tepat yaitu memperhatikan panjang dan lebar kain, arah serat lalu menggunting dengan hati–hati agar menghasilkan guntingan yang rapi dan lurus sehingga pakaian yang dihasilkan baik.

(e) Menjahit

Menurut Cony. S (1985) menjahit adalah menggabungkan dua helai kain atau lebih dengan benang sehingga menghasilkan sisa atau kampuh. Agar menghasilkan jahitan yang rapi, kuat dan bermutu perlu memperhatikan sistem menjahit yang tepat.

Sistem menjahit tailoring menggunakan ukuran perseorangan, membuat pola dasar, mengubah pola sesuai model, banyak pekerjaan dilakukan dengan tangan. Pada usaha tailor sistem menjahit yang sering digunakan adalah sistem perseorangan dan sistem tailoring. Sistem perseorangan untuk menjahit blus, rok, kemeja. Sedangkan sistem tailoring untuk penyelesaian jas. Sistem kerja tailor adalah perstel/perpotong oleh satu orang artinya setelah kain dipotong diserahkan bagian penjahitan dan dikerjakan sampai pakaian itu jadi. (f) Penyempurnaan (finishing)

Pada bagian penyempurnaan melakukan pekerjaan membersihkan benang, memasang kancing, menyetrika dan mengepres.29

2.3. Kerangka Pikir

Kelelahan Kerja : 1. Kurang Lelah 2. Lelah

3. Sangat Lelah Penjahit

1. Umur 2. Masa Kerja

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, penelitian diarahkan untuk menguraikan suatu keadaan dalam suatu komunitas yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kelelahan kerja pada penjahit di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan dengan alasan :

1. Ditemukan keluhan-keluhan kesehatan sebagai gejala timbulnya kelelahan kerja pada penjahit.

2. Belum pernah dilakukan penelitian sejenis di tempat tersebut. 3. Adanya izin dari pihak Direksi PD Pasar Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada Desember 2009 – Maret 2010 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penjahit yang bekerja di pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan, yaitu sebagai berikut :

(43)

3. Pasar Pagi 3 : 7 orang Total populasi berjumlah 102 orang. 3.3.2. Sampel

Besar sampel di tetapkan menggunakan rumus, sebagai berikut : 30 n = N

1+N(d)2 n = 102

1+102 (0,05)2 n = 102 1,255 n = 81,3 = 81

Keterangan : N = Besar populasi n = Jumlah Sampel

d = Galat Pendugaan (0,05)

Berdasarkan perhitungan rumus diatas maka diketahui jumlah sampel adalah 81 orang dari total populasi sejumlah 102 orang. Kondisi sampel yang heterogen, maka teknik pengambilan sampel dilakukan secara proporsionate stratified random sampling 31, yaitu sampel diambil berdasarkan masing-masing lokasi tersebut.

Rumus : n = (populasi kelas ÷ jumlah populasi keseluruhan) x besar sampel

(44)

Pasar Petisah Tahap II = 34 x 81 = 27 orang 102

Pasar Pagi 3 = 7 x 81= 5,55 = 6 orang 102

Dari perhitungan diatas diperoleh sampel sebanyak 81 orang dengan perincian untuk lokasi pasar petisah tahap I = 48 orang, tahap II = 27 orang dan pasar pagi 3 = 6 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan observasi langsung dan Kuesioner Alat Ukur Kelelahan Kerja (KAUPK2).

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak Direksi PD Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan, yaitu data-data mengenai profil atau gambaran umum Pasar Petisah. 3.5. Definisi Operasional

Definisi Operasional dalam penelitian ini adalah :

1) Penjahit adalah perempuan yang pekerjaannya menjahit pakaian seperti baju, celana, rok dengan menggunakan mesin jahit goyang di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan.

(45)

3) Masa Kerja adalah Masa kerja adalah rentang waktu sejak responden menjadi penjahit sampai saat penelitian ini dilakukan.

4) Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah diselesaikan oleh responden.

5) Status perkawinan adalah status responden yang terdiri dari kawin dan tidak kawin

6) Tanggungan adalah jumlah anggota keluarga yang kebutuhannya ditanggung oleh responden

7) Lokasi Kerja adalah tempat penjahit bekerja di pasar petisah yang berada pada pasar petisah tahap I, tahap II dan pasar pagi 3.

8) Kelelahan kerja adalah suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan.

3.6. Aspek Pengukuran

Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)

KAUPK2 digunakan untuk mengukur tingkat perasaan lelah yang merupakan gejala subjektif yang dialami oleh penjahit. Pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti dengan tanya jawab langsung kepada responden pada waktu sebelum dan sesudah kerja. Setiap jawaban diberi skor dengan ketentuan :

(46)

Berdasarkan jumlah skor dari kuesioner menggunakan skala interval dengan tiga skala pengukuran Pratomo (1986) tingkat perasaan kelelahan kerja dikategorikan sebagai berikut :

1. Kurang lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar < 20 ( 40 % dari total skor) 2. Lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar antara 20 - 35 (40%-75% dari total skor) 3. Sangat lelah bila jumlah skor KAUPK2 berkisar antara > 35 (75% dari total skor)

3.7. Pengolahan dan Penyajian Data

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pada awalnya kondisi pasar belum terorganisir secara baik dan belum terpelihara, barulah setelah beberapa tahun Kotamadya Medan mulai terfikir perlu ada pendiri pasar. Pasar yang pertama dibangun oleh Gemente Medan adalah pasar Bundar Petisah pada tahun 1919 dan telah dibongkar tahun 1973 yang dipindahkan ke proyek Pusat Pasar, sedangkan pasar lainnya adalah pasar swasta seperti miliknya Tjong A Fe Bernama Pasar Ikan di Jalan Ahmad Yani (jalan perniagaan) yang kemudian dipindahkan ke jalan Cirebon yang di bangun pasar yang lebih baik. Berdasarkan hasil sidang Gemente pada tanggal 29 April 1929 dibangun pasar diatas sebidang tanah datar yang tadinya lapangan lomba kuda. Pembangunan tersebut terdiri dari 4 (empat) buah loods besar masing-masing ukuran 36 x 15 meter dan dikelilingi 183 toko permanen yang dimulai tanggal 31 Desember 1932 dengan biaya sebesar Rp 1.567.208, sesuai dengan keputusan DPRD tahun 1957 dibangun beberapa kios diantara loods dan kemudian dibongkar dalam rangka pembangunan pasar Mercu Buana, yang menggantikan loods yang terbakar tanggal 27 November 1971. Pada tahun 1986 kepadatan pedagang di pudat padar kota Medan tidak tertampung lagi, penertiban yang dilakukan tidak membawa hasil yang diharapkan, maka dengan berbagai pertimbangan dibangun pasar komplek C yang terbakar pada tanggal 17 Maret 1973.

(48)

konsumen atau antara penjual dan pembeli. Sebelum Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan terbentuk penanganan pasar-pasar yang berada di kotamadya Medan ditangani oleh Dinas Pasar Kotamadya Tingkat II Medan.

(49)

Pasar Kota Medan mengadakan pekerjaan yang saling menguntungkan/ mitra kerja yang ada sebagai berikut:

1. Developer 2. Rekanan 3. PT.PLN 4. PT.TELKOM 5. PDAM Tirtnadi 6. Aparat Keamanan 7. Instansi Pemerintahan 8. Organisasi Masyarakat

Adapun tujuan didirkannya PD.Pasar Kodati Medan adalah :

1. Mewujudkan dan meningkatkan pelayanan umum kepada masyarakat di bidang saran pasar.

2. Meningkatkan pendapatan asli Daerah.

Adapun tugas PD. Pasar adalah :

1. Mengelola pasar-pasar di Kotamadya sebagai sumber pendapatan daerah.

(50)

3. Melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan oleh Kepala Daerah sesuai dengan bidang tugasnya.

4. Melaksanakan tugas pengutipan retribusi pasar.

Salah satu pasar yang dikelola PD Pasar Kota Medan adalah Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru. Pada awalnya pasar petisah masih berupa pasar tradisional dan basement lalu mulai di bangun secara permanen pada tahun-tahun yang berbeda, yaitu di mulai pada tahun 1991 Pasar Pagi Tiga mulai beroperasi dan tahun 1996 Pasar Petisah Medan mulai diresmikan dengan mulai beroperasinya pembangunan tahap I lantai 1 dan 2. Kemudian pada tahun 2004 mulai beroperasi pembangunan tahap II lantai 1 dan 2. Ditinjau dari sudut demografi, pasar tersebut terletak di Kelurahan Petisah, Kecamatan Medan Baru.

Batas-batas wilayah pasar tersebut :

a. Timur : berbatasan dengan jalan Razak Baru III Medan b. Barat : berbatasan dengan jalan Dharma Wanita Medan c. Utara : berbatasan dengan jalan Rotan Medan

d. Selatan : berbatasan dengan jalan Kota Baru Medan

Lokasi penelitian berada di pasar petisah tahap I, II, dan pasar pagi tiga yang semuanya berada pada lantai dua. Jumlah kios pada pasar petisah tahap I ada 25, pasar petisah II ada 26 dan 12 kios di pasar pagi tiga.

(51)

masih berupa semen yang sudah mulai banyak yang retak, lokasinya dikelilingi tembok pembatas dengan pasar petisah I dan II, mempunyai tiga pintu masuk dari sebelah kiri, kanan dan depan. Fasilitas yang disediakan kurang memadai, seperti tidak adanya lampu pada setiap koridor bangunan untuk menerangi ruangan secara keseluruhan, bangunan kios yang terbuat dari kayu. Apabila pengunjung atau pelanggan datang untuk menjahit ke petisah, mereka kurang tertarik karena kondisi bangunannya walaupun umumnya tarif yang diberikan lebih murah dari pasar petisah I dan II. Pada umumnya penjahitnya lebih banyak yang berusia diatas 40 tahun.

Pasar Petisah Tahap I mempunyai struktur bangunan yang lama juga karena hanya selisih lima tahun dibangun dari pasar pagi 3, tetapi kondisinya masih lebih baik dan ada kesan modernnya. Pada areal ini, jumlah kios hampir sama banyaknya dengan pasar petisah tahap II hanya yang membedakan jumlah penjahitnya lebih banyak, satu kios yang luasnya 3x3 m2 tidak mencukupi sehingga pemilik banyak yang menyewa sampai dua kios atau ada juga yang sampai keluar ke koridor karena sempit membuat areal ini padat dan cukup sesak. Fasilitas lampu dan kipas ada dipasang di sekitar koridor, tetapi hampir semuanya rusak, lantainya sudah memakai ubin. Pada umumnya penjahitnya yang bekerja disini adalah penjahit lama yang sebelumnya berada di pasar pagi 3. Bangunan kios penjahit bercampur dengan tempat penjual makanan berat, pakaian jadi dan penjual VCD lagu-lagu.

(52)

4.2. Penjahit

Usaha jahit ini merupakan salah satu sektor informal di pasar petisah yang mempunyai waktu kerja tidak terikat. Penjahit bekerja sesuai banyaknya borongan yang diberikan pemilik usaha jahit. Pada umumnya penjahit bekerja 9-10 jam sehari, yaitu dimulai dari pukul 08.00-18.00 sesuai dengan buka dan tutupnya pasar petisah dan borongan yang diterima apabila jumlah pesanan banyak atau lebih dari biasanya, maka penjahit bisa bekerja sampai malam hari, terkhusus menjelang hari besar bisa sampai subuh atau pekerjaan dilanjutkan dirumah.

Waktu istirahat secara khusus tidak ada diberikan, hanya sebagian penjahit biasanya memakai sekitar satu jam dari pukul 13.00-14.00 untuk makan siang sambil bercerita dan ada juga yang karena mengejar target pesanan dan setoran sering mengabaikan waktu untuk beristirahat sambil makan siang. Kondisi tempat kerja yang ada juga sangat sederhana, kios yang berupa ruangan berukuran 3x3 m2 hanya berisi peralatan kerja berupa meja dan mesin jahit yang disusun sangat berdekatan. Penjahit mendapatkan upah sesuai dengan banyaknya borongan yang dikerjakan dalam satu bulan, mereka umumnya menerima orderan 3-5 potong pakaian per hari dan menjelang hari besar biasanya menerima pesanan dalam bentuk paket baju seragam keluarga atau dari kelompok-kelompok. Pendapatan yang diterima umumnya berkisar Rp 800.000 per bulan, apabila hari besar bisa lebih meningkat dari biasanya karena jumlah orderan yang diterima lebih banyak.

4.3. Proses Menjahit Pakaian

(53)

sampai proses penyempurnaan, seperti membersihkan benang, memasang kancing, dan menyetrika.

4.3.1. Cara Menjahit :

1. Mengambil ukuran besar badan

Contoh bila menjahit baju, maka yang di ukur : a. Bahu

b. Leher (lebarnya) c. Tangan (besarnya) d. Panjang tangan e. Pinggang f. Pinggul g. Panjang baju

2. Pembuatan pola

3. Meletakkan pola ke bahan 4. Menggunting Bahan

5. Merader dengan kertas karbon untuk menandai pola pada bahan 6. Bahan kain dijahit sesuai dengan ukuran pola

(54)

4.4. Lingkungan Kerja Penjahit a. Pasar Petisah Tahap I

1. Faktor Fisik

a. Kebersihan / Hygiene

Kebersihan lingkungan tempat kerja masih kurang baik, hal ini dilihat dari banyaknya potongan sisa kain dan benang yang terbuang sembarangan dikarenakan ruang kerja yang sempit dan jarang pemilik usaha menyediakan tempat sampah di kiosnya.

b. Ventilasi dan Suhu

Tidak terdapat ventilasi untuk setiap kios, hanya terdapat pintu bagian depan kios yang dibuka lebar. Secara keseluruhan areal kios-kios penjahit bergabung dengan kios-kios penjual makanan ringan dan berat, sehingga dapat dilihat perputaran sirkulasi udara menjadi kurang bersih karena semua aroma atau bau dari makana, aliran limbah cucian piring dan juga sampah sisa-sisa makanan berkumpul didalamnya serta suhu pun terasa panas.

c. Penerangan

Penerangan di ruang kerja masih kurang baik, sebagian kios masih menggunakan lampu dengan cahaya yang sudah remang dan ditambah lagi tidak ada lampu di koridor bangunan pasar serta seringnya terjadi pedaman listrik. 3. Faktor Ergonomis

(55)

4. Faktor Psikologis

Sebagian penjahit ada yang mengalami keterpaksaan bekerja sebagai penjahit upahan demi mencukupi kebutuhan keluarga, cukup sulit mencari pekerjaan tetap untuk tingkat pedidikan mereka. Kendala-kendala yang mereka hadapi seperti seringnya mati lampu menyebabkan mereka harus menyelesaikan pekerjaan dirumah pemilik karena sudah dikejar waktu, dan terkadang ada juga pesanan pakaian yang sudah jadi tetapi tidak diambil atau lama penyicilannya sehingga mempengaruhi pendapatan mereka, tekanan ini paling dirasakan bagi mereka yang sudah berkeluarga. Orderan yang menumpuk juga membuat penjahit kewalahan menyiasatinya agar cepat selesai karena kadang setiap usaha hanya memiliki dua atau tiga penjahit upahan, tetapi ada juga beberapa yang mengalami hal sebaliknya yaitu sepi pelanggan sehingga membuat tekanan. Mereka juga terkadang mengalami kejemuan karena mengerjakan pekerjaan yang hampir sama berulang-ulang dalam keadaan duduk.

b. Pasar Petisah Tahap II

1. Faktor Fisik

a. Kebersihan / Hygiene

(56)

b. Ventilasi dan Suhu

Kondisinya sama dengan pasar petisah tahap I, hanya mereka menanggulanginya dengan memasang kipas angin agar ruangan tidak terlalu pengab, tetapi karena seringnya pedaman listrik, kondisi makin terasa mengganggu.

c. Penerangan

Penerangan di ruang kerja sudah cukup baik, hal ini terlihat dari pemakaian lampu neon lebih dari satu pada semua kios ditambah dengan lampu pada setiap koridor/ lorong yang berfungsi dengan baik.

3. Faktor Ergonomis

Faktor ergonomis yang dirasakan sama dengan pasar petisah tahap I 4. Faktor Psikologis

Mereka umumnya lebih merasakan stress apabila sudah dikejar target pesanan dan jumlah penjahit sedikit, terkadang mereka sampai lembur di pasar petisah. Mereka yang berkeluarga juga merasa adanya tekanan jika mengalami konflik rumah tangga.

c. Pasar pagi tiga

1. Faktor Fisik

a. Kebersihan / Hygiene

Kebersihan lingkungan tempat kerja masih kurang baik, sama halnya dengan pasar petisah tahap I.

b. Ventilasi dan Suhu

(57)

c. Penerangan

Penerangan di ruang kerja masih kurang baik, mereka masih menggunakan lampu yang sudah remang dan malah ada yang tidak menggunakan lampu hanya mengandalkan cahaya dari luar.

3. Faktor Ergonomis

Faktor ergonomis antara lain tempat duduk berupa kursi plastik tanpa sandaran sehingga membuat posisi tubuh membungkuk dalam posisi duduk yang cukup lama setiap harinya.

4. Faktor Psikologis

Mereka merasakan stress karena kurangnya pelanggan bahkan kadang sepi, ditambah juga kondisi tempat yang tidak nyaman.

[image:57.612.117.423.469.605.2]

4.5. Karakteristik Penjahit 4.5.1. Umur

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Umur di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.1. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar umur penjahit berada pada kelompok umur 25-30 tahun yaitu berjumlah 33 orang (40,74%) dan frekuensi terendah berada pada kelompok umur 49-54 tahun yaitu berjumlah 3 orang (3,7%).

Umur (tahun)

Frekuensi (orang)

%

19 – 24 26 32,1

25 – 30 33 40,74

31 – 36 7 8,64

37 – 42 8 9,88

43 – 48 4 4,94

49 – 54 3 3,7

(58)
[image:58.612.120.422.139.261.2]

4.5.2. Masa Kerja

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Masa Kerja di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.2. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar masa kerja penjahit berada pada kelompok masa kerja 1-3 tahun yaitu berjumlah 55 orang (67,9%) dan frekuensi terendah berada pada kelompok masa kerja 7-9 tahun yaitu berjumlah 1 orang (1,24%).

4.5.3. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Tingkat Pendidkan di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.3. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar tingkat pendidikan penjahit berada pada kelompok tingkat pendidikan SMA yaitu berjumlah 66 orang ( 81,48% ) dan frekuensi terendah berada pada kelompok tingkat pendidikan D3 yaitu berjumlah 1 orang (1,23% ).

Masa Kerja (tahun)

Frekuensi (orang)

%

1 – 3 55 67,9

4 – 6 11 13,58

7 – 9 1 1,24

10 – 12 9 11,11

13 – 15 5 6,17

Jumlah 81 100

Pendidikan Terakhir

Frekuensi (orang)

%

SD 2 2,48

SMP 10 12,34

SMA 66 81,48

D3 1 1,24

S1 2 2,48

[image:58.612.122.418.474.590.2]
(59)

4.5.4. Status Perkawinan

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Status Perkawinan di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.4. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar status perkawinan penjahit berada pada status tidak kawin yaitu berjumlah 49 orang (60,5%) dan frekuensi terendah berada pada status kawin yaitu berjumlah 32 orang (39,5%).

[image:59.612.124.421.420.535.2]

4.5.5. Jumlah Tanggungan

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Jumlah Tanggungan di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.5. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar jumlah tanggungan penjahit berada pada jumlah tanggungan 4-6 anggota keluarga yaitu berjumlah 52 orang ( 64,2 %) dan frekuensi terendah berada pada jumlah tanggungan < 1 anggota keluarga yaitu berjumlah 15 orang ( 18,5 %).

Status Perkawinan

Frekuensi (orang)

%

Kawin 32 39,5

Tidak Kawin 49 60,5

Jumlah 81 100

Jumlah Tanggungan

Frekuensi (orang)

%

< 1 15 18,5

1 – 3 7 8,6

4 – 6 52 64,2

7 – 9 3 3,8

10 – 12 4 4,9

(60)

4.5.6. Jumlah Tanggungan Anak

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Jumlah Tanggungan Anak di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.6. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar jumlah

tanggungan anak penjahit berada pada jumlah tanggungan ≤ 2 anak yaitu berjumlah 74

orang (91,3 %) dan frekuensi terendah berada pada jumlah tanggungan > 2 anak yaitu berjumlah 7 orang (8,7 %).

Jumlah Tanggungan

anak

Frekuensi (orang)

%

≤ 2 74 91,3

> 2 7 8,7

(61)

4.6. Hasil Pengukuran KAUPK2

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Perasaan-Perasaan Kelelahan Kerja pada KAUPK2 di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan 2010

No. Pengukuran KAUPK2

Sering % Jarang % Tidak Pernah

% 1. Sukar berpikir 19 23,46 43 53,08 19 23,46 2. Lelah berbicara 18 22,22 39 48,15 24 29,63 3. Gugup menghadapi

sesuatu

15 18,52 45 55,55 21 25,93

4. Tidak pernah berkonsentrasi

9 11,11 56 69,14 16 19,75

5. Tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu

16 19,75 35 43,21 30 37,04

6. Cenderung lupa terhadap sesuatu

19 23,46 40 49,38 22 27,16

7. Kurang percaya diri terhadap sesuatu

19 23,46 41 50,61 21 25,93

8. Tidak tekun dalam melaksanakan pekerjaan

10 12,34 37 45,68 34 41,98

9. Enggan menatap mata orang lain

5 6,17 35 43,21 41 50,62

10. Enggan berbicara dengan cekatan

4 4,94 42 51,85 35 43,21

11. Tidak tenang dalam bekerja

17 20,99 37 45,68 27 33,33

12. Lelah seluruh tubuh 34 41,98 40 49,38 7 8,64 13. Bertindak lamban 13 16,05 45 55,55 23 28,40 14. Tidak kuat lagi

berjalan

8 9,88 17 20,99 56 69,13

15. Sebelum bekerja sudah lelah

9 11,11 44 54,32 28 34,57

16. Daya pikir menurun 7 8,64 42 51,85 32 39,51 17. Cemas tehadap

sesuatu hal

(62)
[image:62.612.108.504.242.412.2]

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa frekuensi perasaan kelelahan penjahit terbanyak sering merasakan lelah seluruh tubuh, yaitu 34 orang ( 41,98% ), jarang merasakan tidak pernah berkonsentrasi, yaitu 56 orang ( 69,14% ), dan tidak pernah merasakan tidak kuat lagi berjalan, yaitu 56 orang ( 69,14 % ).

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Umur Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Umur (tahun)

Perasaan Kelelahan

Kurang Lelah Lelah Sangat Lelah Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

19 - 24 1 33,33 17 34 8 28,57

25 - 30 1 33,33 22 44 10 35,71

31 - 36 - - 5 10 2 7,14

37 - 42 1 33,34 2 4 5 17,86

43 - 48 - - 3 6 1 3,58

49 - 54 - - 1 2 2 7,14

Jumlah 3 100 50 100 28 100

(63)
[image:63.612.121.492.120.266.2]

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.8. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar kategori kurang lelah berada pada kelompok masa kerja 1-3 tahun yaitu berjumlah 2 orang (66,67%), frekuensi terbesar kategori lelah berada pada kelompok umur 1-3 tahun yaitu berjumlah 35 orang (70%), dan untuk kategori sangat lelah, frekuensi terbesar berada pada kelompok umur 1-3 tahun yaitu berjumlah 18 orang (64,28%).

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Masa Kerja ( tahun )

Perasaan Kelelahan

Kurang Lelah Lelah Sangat Lelah Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

1 – 3 2 66,67 35 70 18 64,28

4 – 6 - - 8 16 3 10,71

7 – 9 - - 1 2 - -

10 – 12 - - 5 10 4 14,3

13 – 15 1 33,33 1 2 3 10,71

Jumlah 3 100 50 100 28 100

Tingkat Pendidikan

Perasaan Kelelahan

Kurang Lelah Lelah Sangat Lelah

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

SD - - - - 2 7,14

SMP - - 5 10 5 17,86

SMA 3 100 42 84 21 75

D3 - - 1 2 - -

S1 - - 2 4 - -

[image:63.612.102.542.461.611.2]
(64)
[image:64.612.102.516.247.367.2]

Berdasarkan tabel 4.9. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar kategori kurang lelah berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu berjumlah 3 orang (100%), frekuensi terbesar kategori lelah berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu berjumlah 42 orang (84%), dan untuk kategori sangat lelah, frekuensi terbesar berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu berjumlah 21 orang (75%).

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Status Perkawinan

Perasaan Kelelahan

Kurang Lelah Lelah Sangat Lelah Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

Kawin 1 33,33 18 36 14 50

Tidak Kawin

2 66,67 32 64 14 50

Jumlah 3 100 50 100 28 100

Berdasarkan tabel 4.10. di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar kategori kurang lelah berada pada staus tidak kawin yaitu berjumlah 2 orang (66,67%), frekuensi terbesar kategori lelah berada pada status tidak kawin yaitu berjumlah 32 orang (64%), dan untuk kategori sangat lelah, frekuensi terbesar berada pada tidak kawin yaitu berjumlah 14 orang (50%).

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Jumlah Tanggungan Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010

Jumlah Tanggungan

Perasaan Kelelahan

Kurang Lelah Lelah Sangat Lelah Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

< 1 3 100 12 24 - -

1-3 - - 7 14 - -

4-6 - - 31 62 21 75

7-9 - - - - 3 10,7

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Umur di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Masa Kerja di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Penjahit Berdasarkan Kelompok Jumlah Tanggungan di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Umur Berdasarkan Perasaan Lelah di Pasar Petisah Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2010 Umur Perasaan Kelelahan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan pola konsumsi bayi berusia 6-24 bulan berdasarkan kategori tingkat susunan makanan mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak

Segala puji, hormat dan nyanyian syukur bagi Dia, Allah Bapa di Surga, sebab hanya oleh karena kasih karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : ”GAMBARAN

PENGARUH SIKAP IBU MENYUSUI TENTANG KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PEMBERIAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG BULAN KECAMATAN MEDAN BARU TAHUN 2010 KOTA MEDAN

Konsumsi zat besi dan seng pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang dikarenakan anak sekolah

pasangan usia subur dalam mengontrol informasi yang diperoleh anak berada. pada kategori kurang, yaitu sebanyak 39

Status gizi pada anak usia sekolah dapat dinilai dengan indeks antropometri IMT/U yaitu proporsi tubuh antara berat badan menurut umur yang seharusnya.. Hasil RISKESDAS

Konsumsi zat besi dan seng pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang dikarenakan anak sekolah

Waktu yang Cukup dalam Bekerja Ada 12 terapis 44,4% kadang- kadang merasakan memiliki beban kerja yang banyak yang mungkin tidak dapat selesai sesuai dengan jam kerja biasa,