• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Sulung di Kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Sulung di Kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth,

drg………..

Perkenalkan saya adalah mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Bersama ini saya mohon kesediaan dokter gigi untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul : “Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Sulung Oleh Dokter Gigi Di Kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penanganan kasus trauma gigi sulung oleh dokter gigi di kotamadya Medan.

Di dalam penelitian ini, dokter gigi diharapkan untuk mengisi kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti. Keuntungan menjadi subjek penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai bagaimana penanganan kasus trauma gigi sulung di kotamadya Medan. Namun, penelitian ini membutuhkan waktu dokter gigi untuk membuka rekam medik dalam satu tahun terakhir.

Jika dokter gigi bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan. Perlu diketahui, surat kesediaan tersebut tidak mengikat dan dokter gigi dapat mengundurkan diri pada saat penelitian berlangsung. Demikian, mudah-mudahan keterangan saya diatas dapat dimengerti dan atas kesediaan berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2013

Lisnawati Tampubolon

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ………

Alamat : ……….

No.telp : ……….

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian, risiko, keuntungan dan hak-hak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul : “Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Sulung Oleh Dokter Gigi Di Kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas”, secara sadar dan tanpa paksaan, saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini yang diketahui oleh Lisnawati Tampubolon sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dengan catatan apabila suatu ketika saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan,………..

Yang menyetujui, Dokter Gigi Subjek Penelitian

(3)

No.

KUESIONER DOKTER GIGI

GAMBARAN PENANGANAN KASUS TRAUMA GIGI SULUNG OLEH DOKTER GIGI DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN KOTA, MEDAN

SELAYANG DAN MEDAN AMPLAS TANGGAL PEMERIKSAAN :………

PILIH DAN LINGKARI SERTA TULISKAN JAWABAN UNTUK

PERTANYAAN DIBAWAH INI.

A). Pendidikan terakhir : A. 1. Dokter gigi umum

2. Dokter Gigi Spesialis, sebutkan ...

B). Jenis Praktek Dokter: B.

1. Praktek dokter gigi umum

2. Praktek dokter gigi spesialis, sebutkan ...

C). Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan C.

D). Tamat Dokter Gigi tahun………... D.

E). Berapa lama dokter telah berpraktek : … (tahun)….(bulan) E. 1. <5 tahun 2. 5 – 10 tahun 3. 10- 20 tahun 4. 20 – 30 tahun

F). Daerah praktek dokter : ………. F. 1. Medan Baru 2. Medan Kota

3. Medan Selayang 4. Medan Amplas No. TELEPON/HP : ……….

PERTANYAAN :

1. Apakah dokter pernah mendapatkan kasus trauma gigi sulung? 1. 1. Ya ( lanjutkan ke pertanyaan berikutnya)

2. Tidak ( lanjutkan ke pertanyaan 36)

2. Berapa jumlah rerata pasien trauma pada gigi sulung yang dirawat dalam 2. 1 tahun?

Tuliskan………..

(4)

gigi sulung yang dokter temukan? 1. 2 – 4 tahun

2. >4 – 6 tahun

4. Apakah dokter mempunyai rekam medis khusus untuk kasus trauma ? 4. (lihat lampiran salah satu contoh rekam medis khusus buat trauma)

1. Ya

2. Tidak ( bila Tidak dimana dokter mendokumentasikannya: ... )

5. Dimanakah tempat yang paling sering terjadi kasus trauma pada pasien 5. anda? (Jawaban boleh lebih dari satu)

1. Rumah 2. Sekolah 3. Jalan

4. Arena bermain

5. Lain-lain, tuliskan………..

6. Apakah dokter melakukan perawatan pada kasus trauma gigi sulung tersebut? 6. 1. Ya ( lanjutkan ke pertanyaan berikutnya)

2. Kadang-kadang ( lanjutkan ke pertanyaan berikutnya) 3. Tidak ( lanjutkan ke pertanyaan 35)

KERUSAKAN PADA JARINGAN KERAS GIGI

7. Berapa banyak pasien dengan kasus enamel infraction (yaitu suatu fraktur 7. fraktur yang tidak sempurna/retak pada enamel tanpa kehilangan struktur

gigi dalam arah horizontal maupun vertikal) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter?

1. Pernah dapat sebanyak………… kasus 2. Tidak pernah ( lanjutkan ke no 9)

8. Bila dokter pernah mendapat kasus enamel infraction sejak 1 tahun terkahir, 8. perawatan apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Dihaluskan mahkota gigi yang tajam 3. Ditambal dengan tambalan sementara

4. Ditambal dengan bahan tambalan tetap 5. Perawatan lain, tuliskan………. 6. Dirujuk ke ………

(5)

1. Pernah dapat sebanyak………kasus 2. Tidak pernah( lanjutkan ke no 11)

10.Bila dokter pernah mendapat kasus fraktur enamel (uncomplicated crown 10. fracture) sejak 1 tahun terakhir, perawatan apakah yang telah dokter

lakukan? (Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Dihaluskan mahkota gigi yang tajam 3. Ditambal dengan tambalan sementara

 Restorasi dengan: 4. RK

5. GIC

6. Ditambal dengan bahan restorasi (tuliskan)... 7. Perawatan lain, tuliskan……….

8. Dirujuk ke ………

11. Berapa banyak pasien dengan kasus fraktur enamel-dentin (uncomplicated 11. crown fracture) (yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin tanpa

terlibatnya pulpa) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter? 1.Pernah dapat sebanyak……….kasus

2.Tidak pernah ( lanjut ke no 13)

12.Bila dokter pernah mendapat kasus fraktur enamel-dentin (uncomplicated 12. crown fracture) sejak 1 tahun terkahir, perawatan apakah yang telah dokter

lakukan? (Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Dihaluskan mahkota gigi yang tajam 3. Ditambal dengan tambalan sementara

 Restorasi dengan: 4. RK

5. GIC

6. Ditambal dengan bahan restorasi (tuliskan)……….. 7. Perawatan lain, tuliskan……….

8. Dirujuk ke………..

(6)

fraktur yang melibatkan pulpa dapat disertai atau tidaknya kehilangan enamel dan dentin) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter? 1. Pernah dapat sebanyak…………kasus

2. Tidak pernah ( lanjutkan ke no 15)

14.Bila dokter pernah mendapat kasus complicated crown fracture 14. sejak 1 tahun terakhir, perawatan apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Pulpotomi + restorasi

3. Pulpektomi + restorasi .

4. Pulp capping + restorasi 5. Ekstraksi

6. Perawatan lain, tuliskan………. 7. Dirujuk ke ………

15. Berapa banyak pasien dengan kasus uncomplicated crown-root Fracture 15. (yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter? 1. Pernah dapat sebanyak………kasus

2. Tidak pernah ( lanjutkan ke no. 17)

16.Bila dokter pernah mendapat kasus uncomplicated crown-root fracture 16. sejak 1 tahun terakhir, perawatan apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi 2. Restorasi

3. Perawatan pulpa + restorasi 4. Reposisi dan splinting

5. Pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada

6. Ekstraksi

(7)

8. Dirujuk ke ...

17.Berapa banyak pasien dengan kasus complicated crown-root fracture 17. (yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum dan melibatkan

pulpa) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter? 1. Pernah dapat sebanyak…………kasus

2. Tidak pernah ( lanjutkan ke no 19)

18.Bila dokter pernah mendapat kasus complicated crown-root fracture 18. sejak 1 tahun terakhir, perawatan apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi 2. Restorasi

3. Perawatan pulpa + restorasi 4. Reposisi dan splinting

5. Pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada

6. Ekstraksi

7. Perawatan lain, tuliskan... 8. Dirujuk ke ...

19. Berapa banyak pasien dengan kasus Root Fracture (yaitu fraktur pada 19. akar yang biasanya terjadi pada setengah atau sepertiga apikal dari akar)

sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter?

1. Pernah dapat sebanyak ... kasus 2. Tidak pernah (lanjutkan ke no 21)

20.Bila dokter pernah mendapat kasus Root Fracture sejak 1 tahun terakir, 20. perawatan apakah yang telah dokter lakukan? (Jawaban boleh lebih dari satu)

1. Dibiarkan/observasi 2. Restorasi

(8)

4. Reposisi dan splinting

5. Pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada

6. Ekstraksi

7. Perawatan lain, tuliskan... 8. Dirujuk ke ...

21.Berapa banyak pasien dengan kasus Alveolar Fracture (yaitu fraktur yang 21. mengenai tulang alveolar) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik

dokter?

1. Pernah dapat sebanyak ... kasus 2. Tidak pernah ( lanjut ke no 23)

22.Bila dokter pernah mendapat kasus Alveolar Fracture sejak 1 tahun 22. terakhir, perawatan apakah yang telah dilakukan dokter?

(jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi 2. Splinting

3. Reposisi dan splinting 4. Ekstraksi

5. Perawatan pulpa

6. Perawatan lain, tuliskan... 7. Dirujuk ke ...

KERUSAKAN PADA JARINGAN PERIODONTAL

23.Berapa banyak pasien dengan kasus concussion (yaitu trauma yang 23. mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya mobiliti atau tanpa perubahan letak gigi) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter?

(9)

24.Bila dokter pernah mendapat kasus concussion sejak 1 tahun terakhir, 24. perawatan apakah yang telah dokter lakukan? (Jawaban boleh lebih

dari satu)

1. Dibiarkan/observasi 2. Splinting

3. Reposisi + splinting 4. Ekstraksi

5. Perawatan lain, tuliskan………. 6. Dirujuk ke ………

25.Berapa banyak pasien dengan kasus subluxation (yaitu kegoyangan gigi 25. tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan

pendukung gigi) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter? 1. Pernah dapat sebanyak………kasus

2. Tidak pernah ( lanjutkan ke no 27)

26.Bila dokter pernah mendapat kasus subluxation dari 1 tahun terakhir, 26. perawatan apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Splinting

3. Reposisi + splinting 4. Ekstraksi

5. Perawatan lain, tuliskan………. 6. Dirujuk ke ………

27.Berapa banyak pasien dengan kasus luksasi ekstrusi/partial displacement, 27. (yaitu keluarnya sebagian gigi dari soketnya, ektruksi menyebabkan

mahkota gigi elongasi) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter?

1. Pernah dapat sebanyak……….kasus 2. Tidak pernah ( lanjutkan ke no 29)

(10)

28.Bila dokter pernah mendapat kasus luksasi ekstrusi/partial displacement 28. sejak 1 tahun terakhir, perawatan apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu)

1. Dibiarkan/observasi

2. Splinting

3. Reposisi + splinting 4. Ekstraksi

5. Perawatan lain, tuliskan………. 6. Dirujuk ke ………

29.Berapa banyak pasien dengan kasus luksasi lateral (yaitu perubahan letak 29. gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah Labial, palatal, maupun lateral yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket gigi ) sejak 1 tahun terakhir yang datang ke klinik dokter?

1. Pernah dapat sebanyak………….kasus 2. Tidak pernah ( lanjutkan ke no 31)

30. Bila dokter pernah mendapat kasus luksasi lateral sejak 1 tahun terakhir 30. terakhir apakah perawatan yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Splinting

3. Reposisi + splinting 4. Ekstraksi

5. Perawatan lain, tuliskan………. 6. Dirujuk ke ………

(11)

1. Pernah dapat sebanyak……….kasus

2. Tidak pernah ( Jika tidak pernah lanjutkan ke no 33)

32. Bila dokter pernah mendapat kasus luksasi intrusi sejak 1 tahun terakhir, 32. perawatan apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Splinting

3. Reposisi + splinting 4. Ekstraksi

5. Perawatan lain, tuliskan………. 6. Dirujuk ke ………

33. Berapa banyak pasien dengan kasus avulsi (yaitu lepasnya gigi dari 33. soketnya) sejak 1 tahun terakhir yang pernah datang ke klinik dokter?

1. Pernah dapat sebanyak………..kasus

2. Tidak pernah ( Jika tidak pernah lanjutkan ke no 35)

34.Bila dokter pernah mendapat kasus avulsi sejak 1 tahun terakhir, perawatan 34. apakah yang telah dokter lakukan?

(Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Dibiarkan/observasi

2. Reposisi + splinting 3. Pembuatan gigi tiruan

(12)

35.Bila dokter tidak mampu melakukan penanganan kasus trauma gigi sulung, 35. kemana dokter harus merujuk kasus trauma gigi sulung pada anak?

1. Spesialis dokter gigi anak 2. Spesialis konservasi gigi 3. Rumah Sakit

4. Lain-lain, tuliskan………..

36. Apakah menurut dokter, pelajaran trauma pada anak yang dokter terima 36. selama menempuh studi di FKG sudah mencukup dalam menangani kasus trauma selama di praktek?

1. Ya 2. Tidak

(13)

CONTOH SALAH SATU REKAM MEDIK KHUSUS BUAT

TRAUMA

(Tidak perlu diisi)

Dikutip dari : “Dental Traumatology: Essential Diagnosis and Treatment Planning”

Nama : Tanggal lahir :

Jenis Kelamin: Usia:

Pemeriksaan umum: 1. Apakah mempunyai penyakit yang cukup serius?

a. Ya (Jelaskan) :………..

b. Tidak

2. Apakah punya alergi ?

a. Ya (Jelaskan) :………

b. Tidak

3. Apakah pernah mendapat imunisasi tetanus?

a. Ya (Kapan) :………..

b. Tidak

Trauma gigi sebelumnya: a. Pernah b. Tidak Pernah Jika ya,

Kapan: ………. Gigi yang terkena :……….. Perawatan yang didapat dan dari

siapa:

Apakah ada pusing sekarang? a. Ya b.Tidak Apakah ada pendarahan? a. Ya b. Tidak Apakah ada mual / muntah? a. Ya b. Tidak Apakah hilang kesadaran saat trauma? a. Ya b. TIdak Jika Ya, berapa lama?...

Apakah ingat apa yang terjadi sebelumnya dan setelah kejadian? a. Ya b.Tidak

(14)

Temuan Radiografi Dislokasi gigi

Fraktur akar Fraktur tulang Pulp canal Resorpsi akar

Apakah ada gangguan oklusi? a. Ya b. Tidak Jika Ya, pada gigi :……….

Adakah rasa sakit spontan pada gigi? a. Ya b. Tidak Jika Ya, pada gigi:………

Pengobatan di tempat lain? a. Ada b. Tidak ada

Jika Ada, dimana:………

Kondisi umum Gigi

1.Karies a. Buruk b. Sedang c. Baik

2. Status Periodontal a. Buruk b. Sedang c. Baik 3. Hubungan oklusal horizontal a. Underbite b. Overjet c. Normal 4. Hubungan oklusal vertical a. deep b. open c. Normal

Diagnosa : (Check pada kotak kondisi setiap gigi dan tuliskan regionya)

Trauma Regio

Infraksi Enamel

Complicated crown fracture Uncomplicated crown fracture Complicated crown-root fracture Uncomplicated crown-root fracture Fraktur akar

(15)

Rencana Perawatan :

Reposisi (Tanggal) :……….. Fixation ( Tanggal) :………. Terapi pulpa ( Tanggal) :………..

Perawatan terakhir (Tanggal):……….

(16)
(17)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei deskriptif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di praktek dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas.

Waktu penelitian dilakukan mulai awal September sampai dengan akhir November 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter gigi yang melakukan praktik di kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas.

Sampel dalam penelitian ini adalah para dokter gigi yang melakukan praktik di kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas yang bersedia untuk mengisi kuesioner. Penentuan sampel dengan metode randomisasi dan purposive sampling (sampel dengan kondisi tertentu). Jumlah kecamatan di kotamadya Medan ada 21 buah, kemudian diambil secara random 2 kecamatan lingkar dalam didapat kecamatan Medan Baru dan Medan Kota, kemudian 2 kecamatan lingkar luar didapat kecamatan Medan Selayang dan Medan Amplas. Setelah itu, sampel diambil secara purposivedan peneliti mengambil praktik dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas.

(18)

menentukan proporsi dari individu yang mempunyai karakteristik dalam suatu populasi.

Penggunaan rumus dibawah ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala nominal. Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekedar pemberian label.

N = Z 21-α/2.P(1-P)/ d2

= 1,962. 0, 5 . (1-0, 5)/(0,1)2

= 96,04

Dengan ketentuan : N : jumlah sampel

Zα : nilai kepercayaan 0,95%= 1,96 P : proporsi populasi 50%= 0,5 d : presisi (0,1)

Jumlah sampel minimum yang didapat adalah 96,04 atau 97 orang, maka jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah 110 orang. Dokter gigi diambil merata dari setiap kecamatan yaitu 23 dokter gigi dari kecamatan Medan Baru, 23 dokter gigi dari kecamatan Medan Kota, 22 dokter gigi dari kecamatan Medan Selayang dan 22 dokter gigi dari kecamatan Medan Amplas.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel a. Kriteria Inklusi

1. Dokter gigi yang praktik di kecamatan Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang dan Medan Amplas yang ditentukan peneliti dari hasil random.

2. Dokter gigi yang bersedia menjadi subjek penelitian. 3. Kasus trauma gigi sulung

b. Kriteria Eksklusi

1. Dokter gigi yang tidak mengembalikan kuesioner

(19)

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah a. Jenis kelamin dokter gigi b. Tahun tamatan dokter gigi

c. Lama dokter gigi telah berpraktek

d. Klasifikasi trauma gigi sulung menurut WHO e. Penanganan dokter gigi terhadap trauma gigi sulung

3.4.2 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Variabel Hasil Ukur Skala Ukur

Jenis kelamin

Tahun tamat dokter gigi

Lama dokter gigi berpraktek

Laki-laki dan Perempuan

Tahun saat responden sah mendapat gelar dokter gigi.

Jangka waktu dokter gigi dari awal praktek sampai dengan saat dilakukannya survei lapangan yang dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

1. < 5 tahun 2. 5-10 tahun 3. 10-20 tahun 4. 20-30 tahun.

Kuesioner

Kuesioner

Kuesioner

Nominal

Nominal

(20)

Variabel Defenisi Variabel Hasil Ukur Skala Ukur

Trauma gigi sulung menurut klasifikasi WHO pada kedokteran gigi yaitu:

1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa.

2. Kerusakan pada jaringan

periodontal

3. Kerusakan pada tulang

pendukung

4. Kerusakan pada gingival dan mukosa mulut

Perawatan trauma pada gigi sulung sesuai dengan klasifikasi WHO : a. Perawatan trauma gigi sulung pada kerusakan jaringan keras gigi dan pulpa terdiri atas infraksi enamel, fraktur enamel (uncomplicated crown fracture), fracture enamel-dentin (uncomplicated crown fracture), complicated crown fracture, complicated crown-root fracture, uncomplicated crown-root fracture, complicated crown-root fracture, dan fraktur akar.

b. Perawatan trauma pada kerusakan jaringan periodontal terdiri atas konkusi, subluksasi, luksasi ekstrusif, luksasi lateral, luksasi intrusif, dan avulsi

Kuesioner

Kuesioner

Nominal

Nominal

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian (Angket)

(21)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah secara komputerisasi. Pengolahan data secara komputerisasi meliputi:

a) Editing ( Penyuntingan Data)

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dari responden.

b) Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)

Coding dilakukan untuk mengubah data yang telah terkumpul ke dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode. Proses pengkodean dilakukan berdasarkan variabel-variabel didalam penelitan ini yaitu jenis kelamin dokter gigi, tahun tamatan dokter gigi, lama praktik dokter gigi, klasifikasi trauma gigi sulung dan penanganan dokter gigi terhadap trauma.

c) Memasukkan Data (Data entry)

Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

d) Saving

Merupakan proses penyimpanan data sebelum data diolah atau dianalisis. e) Tabulasi

Merupakan proses menyusun data dalam bentuk tabel, selanjutnya diolah menggunakan bantuan komputer.

f) Cleaning

Merupakan kegiatan pengetikan kembali data yang sudah dientry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

3.6.2 Analisis Data

(22)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Karakteristik Responden Dokter Gigi

Karakteristik responden meliputi jenis kelamin dokter gigi, pendidikan terakhir dokter gigi, tahun tamat dokter gigi, jenis praktek dokter gigi, dan lamanya praktek. Responden dokter gigi tersebut dari 6 kecamatan yaitu Medan Baru, Medan Kota, Medan Selayang, Medan Amplas, Medan Helvetia dan Medan Tembung dengan jumlah responden 100 orang dokter gigi, ditambahnya dua kecamatan dalam penelitian ini karena sampel penelitian yang diperoleh kurang.

Berdasarkan jenis kelamin, persentase dokter gigi laki-laki 23% dan perempuan 77%. Berdasarkan strata pendidikan, persentase dokter gigi umum 97% dan dokter gigi spesialis 3%. Berdasarkan tahun tamat dokter gigi, persentase tamat dibawah tahun 2000 sebanyak 55% dan tamat diatas tahun 2000 sebanyak 45%. Berdasarkan jenis praktek diperoleh praktek dokter gigi umum sebanyak 98% dan praktek dokter gigi spesialis sebanyak 2%. Berdasarkan lamanya praktek, persentase dibawah 5 tahun sebanyak 23%, 5-10 tahun sebanyak 24%, 10-20 tahun sebanyak 34% dan 30-40 tahun sebanyak 19% (Tabel 6).

Tabel 6. Karateristik responden dokter gigi

Karakteristik n(%)

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

23(23) 77(77) Strata pendidikan

Dokter gigi umum Dokter gigi spesialis

97(97) 3(3) Tahun tamat

<2000 >2000

55(55) 45(45) Jenis praktek

Praktek dokter gigi umum Praktek dokter gigi spesialis

(23)

Karakteristik n(%) Lamanya praktek

<5 tahun 5 - 10 tahun 10 - 20 tahun 20 - 30 tahun

23(23) 24(24) 34(34) 19(19)

4.2 Gambaran Umum Kasus Trauma Gigi Sulung yang Dirawat oleh Dokter Gigi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang dokter gigi, hanya 51 orang (51%) yang pernah menemukan kasus trauma gigi sulung dan 49 orang (49%) lainnya tidak pernah menemukan kasus trauma gigi sulung selama praktek. Jumlah kasus yang dirawat oleh 51 orang dokter gigi sebanyak 562 kasus dalam 1 tahun. Berdasarkan dari 51 orang dokter gigi (51%) yang pernah menemukan kasus trauma gigi sulung, 38 orang (74,5%) melakukan perawatan, 12 orang (23,5%) kadang-kadang melakukan perawatan dan 1 orang (2%) tidak melakukan perawatan. Dari 51 orang tersebut juga diperoleh bahwa 100% orang tidak ada yang mempunyai rekam medik khusus trauma di praktek.

Kasus trauma gigi sulung yang ditemukan oleh 51 orang dokter gigi pada penelitian ini didapat bahwa kasus trauma paling sering terjadi pada anak usia 2 - 4 tahun dijawab oleh 27 orang dokter gigi yang menjawab (52,9%) dan usia >4 – 6 tahun sebanyak 24 orang (47,1%%) (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi usia anak

Usia anak (tahun) Dokter gigi yang mendapat pasien n(%)

2 – 4 >4 - 6

(24)

Tempat kejadian trauma yang paling sering ditemukan oleh dokter gigi adalah arena bermain sebanyak 32 orang dokter gigi yang menjawab (39,1%) dan rumah sebanyak 22 orang (26,8%). Tempat kejadian trauma paling jarang adalah di jalan sebanyak 12 orang dokter gigi yang menjawab (14,6%) (Tabel 8)

Tabel 8. Tempat kejadian trauma

4.3 Prevalensi Trauma Gigi Sulung

Pada penelitian, kasus trauma yang paling banyak dirawat selama satu tahun oleh dokter gigi adalah fraktur enamel dan fraktur enamel-dentin masing-masing sebanyak 74 kasus (13,2%) dengan jumlah dokter gigi yang menemukan kasus fraktur enamel sebanyak 31 orang dokter gigi (11,5%) dan fraktur enamel-dentin sebanyak 38 orang (10,4%). Kasus trauma yang paling jarang ditemukan adalah luksasi ekstruksi dan luksasi lateral masing-masing sebanyak 17 kasus (3,0%) dengan jumlah dokter gigi yang menemukan kasus luksasi ekstruksi sebanyak 15 orang (5,6%) dan luksasi lateral sebanyak 14 orang (5,2%) (Tabel 9).

Tabel 9. Prevalensi trauma gigi sulung

Jenis trauma Jumlah kasus

n(%)

Jumlah dokter gigi yang menemukan kasus - Uncomplicated crown-root fracture

68(12,1)

Tempat Kejadian Dokter gigi yang mendapat pasien

(25)

Jenis trauma Jumlah kasus n(%)

Jumlah dokter gigi yang menemukan kasus

n(%)

- Complicated crown-root fracture

- Fraktur akar

4.4 Perawatan Trauma Gigi Sulung yang Dilakukan oleh Dokter Gigi Perawatan trauma gigi sulung yang dilakukan oleh dokter gigi terdiri atas dibiarkan/observasi, dihaluskan mahkota gigi yang tajam, penambalan, restorasi, perawatan pulpa, ekstraksi, pembuatan gigi tiruan (space maintainer) dan melakukan rujuk. Perawatan trauma yang dilakukan oleh dokter gigi akan dilihat juga berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dokter gigi dan lamanya praktek.

4.4.1 Infraksi Enamel

(26)

tahun sebanyak 4 orang (66,7%), praktek 10 - 20 tahun sebanyak 5 orang (33,3%), dan praktek 20 - 30 tahun sebanyak 4 orang (50%) (Tabel 10).

Tabel 10. Persentase perawatan kasus trauma infraksi enamel yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

Dokter gigi

Jenis perawatan n(%)

Dibiarkan/observasi Dihaluskan mahkota gigi yang tajam

(27)

orang dokter gigi (37,5%), praktek 5 - 10 tahun banyak melakukan perawatan menghaluskan mahkota gigi yang tajam sebanyak 9 orang (47,4%), praktek 10 - 20 tahun dan praktek 20 - 30 tahun juga paling banyak melakukan perawatan dengan menghaluskan mahkota gigi yang tajam yaitu berurut sebanyak 8 orang (36,4%) dan 4 orang (36,4%) (Tabel 11).

Tabel 11. Persentase perawatan kasus trauma fraktur enamel yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

Dokter gigi

(28)

dibawah tahun 2000 lebih banyak melakukan observasi sebanyak 8 orang dokter gigi (33,3%) dan tamat diatas tahun 2000 lebih banyak melakukan penambalan sebanyak 13 orang (43,3%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun lebih banyak memilih untuk melakukan penambalan dengan resin komposit sebanyak 5 orang dokter gigi (55,6%), praktek 5 - 10 tahun lebih banyak melakukan perawatan menghaluskan mahkota gigi yang tajam sebanyak 5 orang (38,5%), praktek 10 - 20 tahun lebih banyak melakukan perawatan penambalan yaitu sebanyak 7 orang (38,9%) dan praktek 20 - 30 tahun lebih banyak melakukan perawatan dibiarkan/observasi sebanyak 5 orang (35,7%) (Tabel 12).

Tabel 12. Persentase perawatan kasus trauma fraktur enamel-dentin yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

(29)

4.4.4 Fraktur Enamel-Dentin Melibatkan Pulpa

Sebanyak 20 orang dokter gigi pernah mendapat kasus fraktur enamel-dentin melibatkan pulpa Secara keseluruhan, dokter gigi banyak melakukan perawatan pulpotomi + restorasi sebanyak 11 orang dokter gigi (44%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki dan perempuan lebih banyak melakukan perawatan pulpotomi + restorasi yaitu laki-laki sebanyak 4 orang dokter gigi (57,1%) dan perempuan 7 orang (38,9%). Berdasarkan tahun tamat, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 banyak memilih melakukan pulpotomi + restorasi dan pulpektomi + restorasi masing-masing sebanyak 6 orang (40%) dan tamat diatas tahun 2000 lebih banyak menggunakan perawatan pulpotomi + restorasi sebanyak 5 orang (50%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun melakukan perawatan pulpotomi + restorasi dan pulpektomi + restorasi masing-masing sebanyak 1 orang dokter gigi (50%), praktek 5 - 10 tahun banyak melakukan pulpotomi + restorasi sebanyak 2 orang (33,3%), praktek 10 - 20 tahun banyak melakukan pulpotomi + restorasi sebanyak 5 orang (55,6%), dan praktek 20 - 30 tahun banyak melakukan pulpotomi + restorasi sebanyak 3 orang (37,5%) (Tabel 13).

Tabel 13. Persentase perawatan kasus trauma fraktur enamel - dentin melibatkan pulpa yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

(30)

4.4.5 Fraktur Enamel, Dentin, Sementum tanpa Melibatkan Pulpa

(31)

Tabel 14. Persentase perawatan kasus trauma fraktur enamel, dentin dan sementum tanpa melibatkan pulpa yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

Dokter gigi

Jenis perawatan n(%)

Dibiarkan/ Observasi

Restorasi Perawatan pulpa + restorasi

4.4.6 Fraktur Enamel, Dentin, Sementum Melibatkan Pulpa

(32)

pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada sebanyak 8 orang (42,1%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun lebih banyak melakukan pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada sebanyak 3 orang dokter gigi (50%), praktek 5 - 10 tahun banyak melakukan restorasi dan pencabutan elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada masing-masing sebanyak 4 orang (40%), praktek 10 - 20 tahun banyak melakukan pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada sebanyak 4 orang (33,4%), dan praktek 20 - 30 tahun banyak melakukan observasi sebanyak 3 orang (33,4%) (Tabel 15).

Tabel 15. Persentase perawatan kasus trauma enamel, dentin dan sementum melibatkan pulpa yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek sisa gigi yang ada

Ekstraksi

(33)

laki-laki lebih banyak melakukan perawatan dibiarkan/observasi dan ekstraksi masing-masing sebanyak 3 orang dokter gigi (37,5%) dan perempuan lebih banyak melakukan ekstraksi sebanyak 8 orang (57,1%). Berdasarkan tahun tamat, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 banyak melakukan ekstraksi sebanyak 6 orang dokter gigi (46,2%) dan diatas tahun 2000 banyak melakukan ekstraksi sebanyak 5 orang (50%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun melakukan perawatan observasi, reposisi dan splinting, ekstraksi + pembuatan gigi tiruan (space maintainer) dan dirujuk masing-masing sebanyak 1 orang dokter gigi (25%), praktek 5 - 10 tahun lebih banyak melakukan ekstraksi sebanyak 4 orang (66,7%), praktek 10 - 20 tahun dan praktek 20 - 30 tahun juga lebih banyak melakukan ekstraksi yaitu 10 - 20 tahun sebanyak 2 orang (50%) dan praktek 20-30 tahun sebanyak 4 orang (50%) (Tabel 16).

Tabel 16. Persentase perawatan kasus trauma fraktur akar yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

(34)

4.4.8 Fraktur Alveolar

Sebanyak 10 orang dokter gigi pernah mendapat kasus trauma fraktur alveolar. Perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi pada kasus trauma fraktur alveolar adalah ekstraksi sebanyak 5 orang dokter gigi (38,5%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki maupun perempuan lebih banyak melakukan perawatan ekstraksi yaitu laki-laki sebanyak 3 orang dokter gigi (33,4%) dan perempuan sebanyak 2 orang (50%). Berdasarkan tahun tamat, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 melakukan perawatan observasi, reposisi dan splinting, dan ekstraksi masing-masing sebanyak 2 orang dokter gigi (28,6%) dan tamat diatas tahun 2000 banyak melakukan perawatan ekstraksi sebanyak 3 orang (50,2%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun melakukan perawatan observasi, ekstraksi dan dirujuk ke spesialis bedah mulut masing-masing sebanyak 1 orang dokter gigi (33,3%), praktek 10 - 20 tahun melakukan ekstraksi sebanyak 3 orang (42,9%), dan praktek 20 - 30 tahun melakukan perawatan observasi, reposisi dan splinting, dan ekstraksi masing-masing sebanyak 1 orang (33,3%) (Tabel 17).

Tabel 17. Persentase perawatan kasus trauma fraktur alveolar yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

(35)

4.4.9 Konkusi

Sebanyak 27 orang dokter gigi pernah mendapat kasus trauma konkusi. Perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi pada kasus trauma konkusi adalah diobservasi sebanyak 27 orang dokter gigi (96,4%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki dan perempuan lebih banyak melakukan perawatan di observasi yaitu laki-laki sebanyak 5 orang dokter gigi (83,3%) dan perempuan sebanyak 22 orang (100%). Berdasarkan tahun tamat, perawatan yang paling banyak dilakukan adalah observasi yaitu dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 sebanyak 12 orang dokter gigi (92,3%) dan tamat diatas tahun 2000 sebanyak 15 orang (100%). Berdasarkan lama praktek, perawatan yang paling banyak dilakukan juga observasi yaitu dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun sebanyak 5 orang dokter gigi (100%), praktek 5 - 10 tahun sebanyak 10 orang (100%), praktek 10 - 20 tahun sebanyak 6 orang (100%) dan praktek 20 - 30 tahun sebanyak 6 orang (85,7%) (Tabel 18).

Tabel 18. Persentase perawatan kasus trauma konkusi yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

(36)

4.4.10 Subluksasi

Sebanyak 21 orang dokter gigi pernah mendapat kasus trauma subluksasi. Secara keseluruhan, perawatan kasus trauma subluksasi yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi adalah reposisi dan splinting sebanyak 15 orang dokter gigi (45,4%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki dan perempuan lebih banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting yaitu laki-laki sebanyak 6 orang dokter gigi (46,1%) dan perempuan sebanyak 9 orang (45,0%). Berdasarkan tahun tamat, perawatan yang paling banyak dilakukan adalah reposisi dan splinting yaitu dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 sebanyak 6 orang dokter gigi (42,9%) dan diatas tahun 2000 sebanyak 9 orang (47,4%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun melakukan perawatan splinting sebanyak 2 orang dokter gigi (50%), praktek 5 - 10 tahun melakukan reposisi dan splinting sebanyak 4 orang (44,4%), praktek 10 -20 tahun juga banyak melakukan reposisi dan splinting sebanyak 8 orang (61,5%), dan praktek 20 - 30 tahun melakukan perawatan observasi, splinting, dan reposisi dan splinting masing-masing sebanyak 2 orang (28,6%) (Tabel 19).

Tabel 19. Persentase perawatan kasus trauma subluksasi yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

(37)

4.4.11 Luksasi Ekstruksi

Sebanyak 15 orang dokter gigi yang pernah mendapat kasus trauma luksasi ekstruksi. Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus luksasi ekstruksi adalah reposisi dan splinting sebanyak 10 orang dokter gigi (47,6%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki dan perempuan lebih banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting yaitu laki-laki sebanyak 3 orang dokter gigi (60%) dan perempuan sebanyak 7 orang (43,7%). Berdasarkan tahun tamat, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 dan diatas tahun 2000 banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting yaitu dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 sebanyak 5 orang dokter gigi (47,1%) dan diatas tahun 2000 sebanyak 5 orang (55,6%) Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang tamat dibawah 5 tahun melakukan perawatan splinting sebanyak 1 orang dokter gigi (100%), praktek 5 - 10 tahun melakukan perawatan dibiarkan/observasi, splinting, dan reposisi dan splinting masing-masing sebanyak 1 orang (33,3%), praktek 10 - 20 tahun dan praktek 20 - 30 tahun melakukan perawatan reposisi + splinting sebanyak 5 orang (55,6%) dan sebanyak 4 orang (50%) (Tabel 20).

Tabel 20. Persentase perawatan kasus trauma luksasi ekstrusi yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

Dokter gigi

(38)

4.4.12 Luksasi Lateral

Sebanyak 14 orang dokter gigi pernah mendapat kasus luksasi lateral. Untuk kasus luksasi lateral, dokter gigi lebih banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting sebanyak 9 orang dokter gigi (56,3%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki lebih banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting sebanyak 5 orang dokter gigi (83,3%) dan perempuan melakukan observasi dan reposisi + splinting masing-masing sebanyak 4 orang (40%). Berdasarkan tahun tamat, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 melakukan perawatan observasi dan reposisi + splinting sebanyak 4 orang dokter gigi (40%) dan tamat diatas tahun 2000 lebih banyak melakukan reposisi + splinting sebanyak 5 orang (83,3%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang praktek dibawah 5 tahun melakukan perawatan observasi dan splinting masing-masing sebanyak 1 orang (50%), praktek 5 - 10 tahun, praktek 10 - 20 tahun dan praktek 20 - 30 banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting yaitu berurut sebanyak 2 orang (66,7%), 4 orang (80%), dan 3 orang (50%) (Tabel 21).

Tabel 21. Persentase perawatan kasus trauma luksasi lateral yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

Dokter gigi

Jenis perawatan n(%)

(39)

4.4.13 Luksasi Intrusi

Sebanyak 15 dokter gigi yang pernah mendapat kasus luksasi intrusi. Dalam menangani kasus luksasi intrusi, dokter gigi lebih banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting sebanyak 10 orang dokter gigi (58,8%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki dan perempuan lebih banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting yaitu laki-laki sebanyak 4 orang dokter gigi (80%) dan perempuan sebanyak 6 orang (50,0%). Berdasarkan tahun tamat, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 dan diatas tahun 2000 melakukan perawatan reposisi dan splinting yaitu berurut sebanyak 5 orang dokter gigi (55,6%) dan 5 orang (62,5%). Berdasarkan lama praktek, dokter gigi yang praktek dibawah 5 tahun melakukan perawatan observasi, dan reposisi dan splinting masing-masing sebanyak 1 orang dokter gigi (50%), praktek 5 - 10 tahun melakukan perawatan ekstraksi sebanyak 3 orang (60%), praktek 10 - 20 tahun banyak melakukan perawatan reposisi dan splinting sebanyak 5 orang (71,4%), dan praktek 20 - 30 tahun juga melakukan perawatan reposisi dan splinting sebanyak 2 orang (66,7%) (Tabel 22).

Tabel 22. Persentase perawatan kasus luksasi intrusi yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

Dokter gigi

Jenis perawatan n(%)

(40)

4.4.14 Avulsi

Sebanyak 16 orang dokter gigi yang pernah mendapat kasus avulsi. Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi adalah melakukan perawatan observasi sebanyak 15 orang dokter gigi (83,3%), pembuatan gigi tiruan sebanyak 2 orang (11,1%) dan paling sedikit melakukan reposisi dan splinting sebanyak 1 orang (5,6%). Berdasarkan jenis kelamin, dokter gigi laki-laki dan perempuan lebih banyak melakukan perawatan hanya di observasi yaitu laki-laki sebanyak 6 orang dokter gigi (85,7%) dan perempuan sebanyak 9 orang (81,8%). Berdasarkan tahun tamat, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 dan diatas tahun 2000 paling banyak melakukan perawatan observasi yaitu dibawah tahun 2000 sebanyak 8 orang dokter gigi (80%) dan diatas tahun 2000 sebanyak 7 orang (87,5%). Berdasarkan lama praktek, perawatan yang paling banyak dilakukan juga observasi yaitu dokter gigi yang berpraktek di bawah 5 tahun sebanyak 4 orang dokter gigi (80%), praktek 10 - 20 tahun sebanyak 6 orang (75%), dan praktek 20 - 30 tahun sebanyak 5 orang (100%) (Tabel 23).

Tabel 23. Persentase perawatan kasus trauma avulsi yang dilakukan oleh dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek

Dokter gigi

Jenis perawatan n(%)

(41)
(42)

BAB 5 PEMBAHASAN

Awalnya penelitian ini akan dilakukan pada empat kecamatan, namun karena terbatasnya jumlah dokter gigi pada kecamatan Medan Amplas dan banyak dokter gigi yang menolak menjadi sampel penelitian sehingga peneliti menambah kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Disamping itu diperoleh jumlah kasus trauma yang didapat dokter gigi selama setahun berbeda dengan jumlah kasus per jenis trauma pada penelitian ini, hal ini disebabkan kemungkinan pengisian kuesioner sebagian besar berdasarkan ingatan dokter gigi dan hanya tiga orang dokter gigi yang mengijinkan peneliti melihat rekam medik.

Penelitian ini mendapatkan bahwa dari 51 orang dokter gigi menemukan 562 orang anak dengan kasus trauma gigi sulung selama satu tahun. Jumlah anak yang menderita kasus trauma gigi sulung sebanyak 562 orang dengan usia berkisar 2 – 6 tahun (Tabel 9). Laporan beberapa peneliti mengenai prevalensi trauma gigi anak prasekolah di beberapa negara berkisar dari 9,4% sampai 36,8% dengan usia dari 0 bulan sampai 5 tahun.9,10 Hasil penelitian diperoleh usia anak yang paling banyak mengalami trauma gigi sulung adalah pada usia 2 sampai 4 tahun sebanyak 52,9% dokter gigi yang mendapatkan kasus dan usia diatas 4 sampai 6 tahun sebanyak 47,1% (Tabel 7). Tempat kejadian trauma paling sering pada penelitian ini adalah arena bermain sebanyak 39,1% dokter gigi yang menjawab dan rumah sebanyak 26,8% (Tabel 8). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hasan et al di Kuwait, usia anak yang paling banyak mengalami trauma gigi sulung adalah pada usia 3 sampai 4 tahun sebesar 35,7% dengan tempat kejadian trauma paling sering berada di rumah sebesar 88%.18

(43)

subluksasi ditemukan sebanyak 5,5% sedangkan kasus luksasi ekstruksi sebanyak 3,0%, luksasi lateral sebanyak 3,0% dan luksasi intrusi sebanyak 3,2%. Hal ini sesuai dengan penelitian Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) melaporkan bahwa kasus trauma terbesar pada jaringan keras gigi adalah fraktur mahkota sebanyak 8% kasus dan kasus trauma terbesar pada jaringan periodontal adalah jenis trauma subluksasi sebanyak 44% kasus dan jenis trauma yang paling jarang ditemukan adalah uncomplicated crown-root sebanyak 1 kasus trauma (0,7%), sementara kasus complicated crown-root dan fraktur akar tidak ditemukan.3

Penanganan dini trauma gigi sulung sangat berpengaruh pada vitalitas dan proses penyembuhan gigi dan jaringan sekitarnya serta perkembangan benih gigi permanen nantinya. Perawatan yang dilakukan harus berdasarkan pada diagnosis yang tepat. Menurut WHO, tidak ada perawatan khusus untuk kasus infraksi enamel, tujuan perawatan hanya untuk menjaga keutuhan struktural dan vitalitas pulpa.2,12-17 Sebanyak 48,4% dokter gigi melakukan perawatan dibiarkan/observasi dan sebanyak 19,4% melakukan perawatan dengan tambalan tetap. Hasil penelitian ini diperoleh perawatan yang kurang sesuai dilakukan dokter gigi terhadap kasus infraksi enamel yaitu sebanyak 22,6% dokter gigi melakukan perawatan menghaluskan mahkota gigi yang tajam dan tambalan sementara sebanyak 9,7% (Tabel 10).

(44)

dipertanyakan apakah sesuai indikasi atau tidak, karena melakukan perawatan devitalisasi pada fraktur enamel adalah kurang tepat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait melaporkan bahwa jenis pengobatan yang dilakukan pada trauma fraktur enamel adalah dibiarkan sebanyak 14(70,0%) dan restorasi sebanyak 6(30,0%).18 Sedangkan penelitian di Universitas Ankara Negara Turki mengatakan bahwa perawatan pada fraktur enamel hanya dilakukan aplikasi fluor.6

Perawatan trauma fraktur enamel-dentin menurut WHO adalah melakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer dan untuk fraktur yang besar dapat menggunakan kompomer. Perawatan yang dilakukan dokter gigi pada penelitian ini sudah hampir sesuai dengan perawatan menurut WHO dimana perawatan yang paling banyak dilakukan untuk perawatan trauma fraktur enamel-dentin adalah penambalan sebanyak 37,1% diantaranya menggunakan bahan resin komposit sebanyak 85% dan menggunakan bahan GIC sebanyak 15% sedangkan perawatan yang paling sedikit dilakukan oleh dokter gigi adalah tambalan sementara sebanyak 9,3% (Tabel 12). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait melaporkan jenis perawatan yang dilakukan pada trauma fraktur enamel-dentin adalah dibiarkan/observasi sebesar 6(33,3%) dan restorasi sebesar 10(55,6%).18 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada trauma fraktur enamel-dentin adalah pulp capping dan restorasi.6

(45)

terdapat 8,0% dokter gigi tidak melakukan perawatan (observasi) pada kasus trauma yang melibatkan pulpa, hal ini perlu dipertanyakan apakah dokter gigi tersebut menganggap bahwa gigi sebentar lagi akan ganti, atau karena alasan tidak ada keluhan pasien, tentu hal ini sangat disayangkan karena trauma yang menyebabkan pulpa nekrosis dapat menjadi sumber infeksi. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada trauma fraktur enamel-dentin adalah perawatan saluran akar dan ekstraksi.6

Perawatan trauma fraktur enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan pulpa menurut WHO adalah restorasi setelah dilakukan perawatan pulpa dan jika tidak dapat direstorasi lagi maka dilakukan ekstraksi.2,12-17 Hasil dari penelitian ini adalah perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi adalah restorasi sebanyak 30,8%, dan paling sedikit melakukan restorasi + perawatan pulpa dan ekstraksi masing-masing sebanyak 7,7%. Persentase perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi yang berpraktek selama 20 – 30 tahun pada kasus trauma fraktur enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan pulpa hampir sama banyaknya, hal ini menunjukkan pengetahuan dokter gigi tersebut sama atau mungkin dokter gigi tersebut tidak mengerti diagnosis kasus trauma fraktur enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan pulpa yang sebenarnya. Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait menunjukan jenis pengobatan yang dilakukan pada trauma mahkota adalah ekstraksi sebanyak 90% dan restorasi sebanyak 10%.18 Namun perawatan restorasi untuk fraktur mahkota tanpa melibatkan pulpa pada penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait sebesar 10% hampir sama persentasinya dengan hasil pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yaitu dokter gigi laki-laki sebanyak 1(9,1%) dan dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun sebanyak 20% yang melakukan perawatan restorasi (Tabel 14).

(46)

dengan perawatan sebenarnya menurut WHO dimana perawatan yang paling banyak dilakukan adalah pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada sebanyak 32,4% dan pada penelitian hanya sedikit melakukan perawatan pulpa + restorasi sebanyak 2,7% dan yang melakukan ekstraksi sebanyak 8,1%. (Tabel 15). Berdasarkan kategori jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek, perawatan paling banyak dilakukan adalah pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada yaitu laki-laki sebanyak 33,3%, perempuan sebanyak 32%, dokter gigi tamat diatas tahun 2000 sebanyak 42,1%, dokter gigi yang praktek dibawah 5 tahun sebanyak 50%, praktek selama 5 – 10 tahun sebanyak 40% dan praktek selama 10 – 20 tahun sebanyak 33,4%. Namun, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000 sebanyak 27,8% dan berpraktek selama 20 – 30 tahun sebanyak 33,4% lebih banyak melakukan perawatan dibiarkan/observasi dibandingkan dengan perawatan pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada. Hal ini sangat disayangkan, sebanyak 24,3% dokter gigi tidak melakukan perawatan (observasi) karena pulpa yang sudah nekrosis akan menjadi sumber infeksi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait menunjukan jenis pengobatan yang dilakukan pada trauma mahkota adalah ekstraksi sebanyak 90% dan restorasi sebanyak 10%.

(47)

hasil penelitian di Universitas Ankara Negara Turki yang menunjukan bahwa pada kasus fraktur akar diwajibkan melakukan pencabutan.6

Perawatan fraktur alveolar menurut WHO adalah ekstraksi pada gigi fraktur.2,12-17 Pada penelitian ini, perawatan yang dilakukan dokter gigi sesuai dengan perawatan menurut WHO yaitu paling banyak melakukan ekstraksi sebanyak 38,5%. Dari semua dokter gigi, baik berdasarkan kategori jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek melakukan perawatan paling banyak adalah ekstraksi dan paling sedikit melakukan perawatan splinting dan ekstraksi hanya mahkota. Pada penelitian juga dapat dilihat dokter gigi yang berpraktek 5 - 10 tahun tidak ada yang menemukan kasus trauma fraktur alveolar (Tabel 17).

Perawatan trauma konkusi menurut WHO adalah hanya diobservasi.2,12-17 Pada penelitian ini, perawatan trauma konkusi adalah dibiarkan/obervasi sebanyak 96,4% dan splinting sebanyak 3,6%. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa diantara dokter gigi perempuan, dokter gigi tamat diatas tahun 2000, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun, 5 – 10 tahun dan 10- 20 tahun menunjukkan 100% melakukan perawatan hanya diobservasi. Hal ini sangat sesuai dengan perawatan yang direkomendasikan WHO. Sementara, perawatan splinting tersebut dilakukan oleh satu orang dokter gigi laki-laki, tahun tamat dibawah tahun 2000 dan lama praktek dari 20 - 30 tahun (Tabel 18).

(48)

dan removable orthodonti (Tabel 19). Laporan penanganan kasus subluksasi gigi anterior rahang atas di Rumah Sakit Anak Montreal, Kanada menunjukan bahwa perawatan yang dilakukan pada trauma subluksasi adalah dibiarkan sebesar 80,2%, ekstraksi 9,2%, splinting 7,7%, reposisi 1% dan reposisi dan splinting 1,9%.21 Perawatan yang dilakukan pada kasus subluksasi menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki adalah hanya di observasi saja.6

Perawatan trauma luksasi ekstrusi menurut WHO adalah reposisi jika ekstrusi tidak parah (<3mm) dan ekstraksi pada kasus ekstrusi parah.2,12-17 Pada penelitian ini, perawatan yang paling banyak dilakukan adalah reposisi + splinting sebanyak 47,6% dan ada 1 orang dokter gigi yang merujuk ke klinik IKGA FKG USU. Berdasarkan kategori jenis kelamin, tahun tamat, dan lama praktek, perawatan yang paling banyak dilakukan adalah reposisi + splinting yaitu dokter gigi laki-laki sebanyak 60%, dokter gigi perempuan sebanyak 43,7%, dokter gigi tamat dibawah tahun 2000 sebanyak 41,7%, dokter gigi tamat diatas tahun 2000 sebanyak 55,6% dan dokter gigi yang berpraktek dari 10 - 20 tahun sebanyak 55,6% (Tabel 20). Menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara di Turki bahwa untuk kasus luksasi ekstrusi tidak dilakukan perawatan, hanya diobservasi.6 Pada penelitian ini yang melakukan perawatan hanya diobservasi hanya sebanyak 23,9%.

(49)

melakukan perawatan dibiarkan/observasi dan hanya splinting masing-masing sebanyak 50% (Tabel 21). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus luksasi lateral pada umumnya adalah observasi, ekstraksi, dan perawatan saluran akar.6 Hasil penelitian di Universitas Ankara Negara Turki tersebut hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan di klinik bayi di Universitas Londrina yang menunjukkan bahwa perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus luksasi adalah observasi, pemasangan protesa, ekstraksi, reposisi dan splinting.20

Perawatan trauma luksasi intrusi menurut WHO adalah dibiarkan/observasi dan ekstraksi.2,12-17 Pada penelitian ini, perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus luksasi intrusi adalah reposisi + splinting sebanyak 58,8%, ekstraksi sebanyak 23,5% dan dibiarkan/observasi sebanyak 17,6%. Pada penelitian ini semua dokter gigi paling banyak melakukan perawatan dengan reposisi + splinting baik pada dokter gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek kecuali dokter gigi yang berpraktek selama 5 - 10 tahun paling banyak melakukan perawatan ekstraksi sebesar 60% (Tabel 22). Menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus luksasi intrusi pada umumnya adalah observasi, ekstraksi, dan perawatan saluran akar.6 Hasil penelitian di Universitas Ankara Negara Turki tersebut hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan di klinik bayi di Universitas Londrina yang menunjukkan bahwa perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus luksasi adalah observasi, pemasangan protesa, ekstraksi, reposisi dan splinting.20 Hasil dari penelitian ini sesuai dengan perawatan menurut WHO, penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki dan penelitian di klinik bayi Universitas Londrina.

(50)

dokter gigi yang berpraktek selama 20 - 30 tahun, menunjukkan 100% melakukan perawatan dibiarkan/observasi (Tabel 23). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait, jenis perawatan yang dilakukan pada kasus avulsi adalah dibiarkan/observasi sebanyak 2(66,7%) dan pemberian antibiotik sebanyak 1(33,3%).18 Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan di program-program kedokteran di India melaporkan bahwa pada kasus avulsi sebanyak 57% dokter gigi melakukan perawatan dengan mencuci mulut anak dan menyarankan mengambil gigi dengan kain basah, sebanyak 5,5% dokter gigi menempatkan kembali gigi kedalam soket sebelum dirujuk dan sebanyak 36,5% dokter gigi langsung merujuk ke dokter gigi spesialis.21 Hasil penelitian ini satu orang dokter gigi melakukan hanya splinting, sesuai dengan penelitian di India, hanya perlu diperhatikan usia pasien yang dilakukan replantasi splinting tersebut, apabila sudah mendekati waktu erupsi gigi permanen anak, hal ini merupakan kontraindikasi.

(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis. Trauma gigi merupakan masalah yang cukup serius di kalangan masyarakat khususnya anak-anak, sehingga menjadi pelajaran yang cukup penting dan menarik bagi dokter gigi dan pelayan kesehatan lainnya. Perawatan kasus trauma gigi sulung oleh dokter gigi dibagi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa

1. Jumlah kasus trauma gigi sulung yang ditemukan oleh 51 orang dokter gigi di Kota Medan dalam 1 tahun yaitu sebanyak 562 kasus.

2. Usia anak-anak yang paling sering terjadi trauma adalah pada usia 2 – 4 tahun sebanyak 52,9% dengan tempat kejadian paling sering adalah tempat bermain sebanyak 39,1%.

3. Jenis trauma gigi sulung yang paling sering ditemukan adalah trauma fraktur enamel dan enamel dentin masing-masing sebanyak 74 dokter gigi yang mendapatkan (13,2%) dan paling jarang fraktur alveolar sebanyak 25 dokter gigi (4,4%).

4. Kasus infraksi enamel, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi masih kurang sesuai dengan perawatan yang sebenarnya dimana sebanyak 48,4% dokter gigi melakukan observasi dan 19,4% melakukan tambalan tetap.

(52)

6. Kasus fraktur enamel-dentin, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi belum sesuai dimana dokter gigi yang melakukan perawatan dengan penambalan hanya sebanyak 37,1%.

7. Kasus fraktur enamel-dentin melibatkan pulpa, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi hampir sesuai dimana yang melakukan pulpotomi + restorasi sebanyak 44% dan ekstraksi sebanyak 12%.

8. Kasus fraktur enamel, dentin, dan sementum tanpa melibatkan pulpa perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi hampir sesuai atau dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah restorasi sebanyak 30,8%, pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada sebanyak 26,9% dan ekstraksi sebanyak 7,7%.

9. Kasus fraktur enamel, dentin, sementum melibatkan pulpa perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi sudah hampir sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah restorasi sebanyak 24,3%, pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada sebanyak 32,4% dan ekstraksi sebanyak 8,1%.

10.Kasus fraktur akar, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi sudah hampir sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah ekstraksi sebanyak 50,1%.

11.Kasus fraktur alveolar, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi kurang sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah ekstraksi sebanyak 38,5% dan ekstraksi hanya mahkota sebanyak 7,7%.

12. Kasus konkusi, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi sudah sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah dibiarkan/observasi sebanyak 96,4%.

(53)

14. Kasus luksasi ekstruksi, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi sudah sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah reposisi + splinting sebanyak 47,6%, splinting sebanyak 14,3% dan ekstraksi sebanyak 9,5%.

15. Kasus luksasi lateral, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi sudah hampir sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah reposisi + splinting sebanyak 56,3%.

16. Kasus luksasi intrusi, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi kurang sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi diantaranya adalah observasi sebanyak 17,6% dan reposisi + splinting sebanyak 58,8%.

17. Kasus avulsi, perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi sudah hampir sesuai dimana perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi adalah dibiarkan/observasi sebanyak 83,3%.

6.2 Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang prevalensi trauma gigi sulung di Kotamadya Medan.

(54)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma, Prevalensi dan Etiologinya

Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka baik fisik maupun psikis yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.2,8 Trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis.8 Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.2

Trauma gigi adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkembang dan menantang bagi para dokter gigi dan masih sangat terabaikan. Sangat jarang dilakukan penelitian terhadap prevalensi trauma gigi. Data statistik di Amerika Serikat yang dilakukan oleh O’Brien menunjukkan bahwa sepertiga dari semua anak prasekolah menderita trauma gigi yang melibatkan gigi sulung. Laporan beberapa peneliti mengenai prevalensi trauma gigi anak prasekolah di beberapa negara berkisar dari 9,4% sampai 36,8% (Tabel 1).9,10

Tabel 1. Prevalensi trauma gigi anak prasekolah dari beberapa penelitian9,10

Negara (tahun) Jumlah

Sampel (n) Usia

Prevalensi (%) Israel, Zadik (1976)

(55)

Negara (tahun) Sampel (n) Jumlah Usia Prevalensi (%) Nigerian, Otuyemi (1994)

Brazil, Mestrinho et al (1998) Belgium, Charvalo et al ( 1998)

Afrika selatan, Hargreaves et al (1999) Brazil, Cunha et al (2001)

Brazil, Kramer et al (2003)

Brazil, Granville-Garcia et al (2006) Brazil, Oliveira et al (2007)

1401

Penelitian yang dilakukan oleh Carvalho dkk (cit Avsar dan Topaloglu) menunjukkan bahwa 98% kasus trauma gigi sulung mengenai rahang atas dan paling sering pada gigi insisivus sentralis. Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) melaporkan bahwa kasus trauma terbesar adalah fraktur mahkota. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa jenis trauma subluksasi lebih sering dari luksasi.3

Trauma gigi sulung lebih sering terjadi pada jaringan periodontal dibandingkan pada jaringan keras gigi. Penelitian Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu) pada anak usia 0 – 3 tahun menunjukkan bahwa konkusi adalah trauma yang paling sering, namun jarang dilaporkan karena penderita trauma masih kecil, perdarahan hanya sedikit atau bahkan tidak ada dan keengganan orangtua membawa anak ke dokter gigi pada trauma yang kelihatannya tidak parah ( Tabel 2).3

Tabel 2. Distribusi jenis trauma gigi sulung dari penelitian Cunha et al (cit Avsar dan Topaloglu)3 Trauma pada jaringan keras

(56)

Jenis Trauma

Trauma pada jaringan periodontal Konkusi

Trauma pada gigi dapat terjadi pada saat melakukan kegiatan sehari-hari serta kegiatan dan peristiwa lainnya seperti saat berolahraga, pertengkaran dan kecelakaan lalu lintas.4 Etiologi trauma gigi sulung yang paling sering adalah jatuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Ondokis Mayis Fakultas Kedokteran Gigi (cit Avsar dan Topaloglu) pada anak usia 0 – 3 tahun di dapat puncak prevalensi trauma ditemukan pada anak berusia 2 - 3 tahun. Etiologi trauma paling umum disebabkan oleh jatuh dan kecelakaan saat bermain (Tabel 3).3

Tabel 3. Distribusi etiologi trauma gigi sulung berdasarkan usia anak3

(57)

2.2 Klasifikasi Trauma

Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat trauma gigi anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology.2,5

Trauma pada gigi telah diklasifikasikan oleh berbagai faktor seperti etiologi, anatomi, patologi dan pertimbangan perawatan. Beberapa klasifikasi dari peneliti pada trauma gigi dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4. Klasifikasi trauma gigi dari beberapa peneliti5

Tahun Peneliti

Braurer mengklasifikasikan fraktur pada gigi anterior Adams membagi trauma pada gigi sulung menjadi 6 kelas

Hogeborn mengklasifikasikan fraktur pada gigi insisivus sesuai dengan tingkat keretakannya

Sweet mengklasifikasikan gigi anterior

Rabonowitch mengklasifikasikan trauma gigi sulung

Ellis mengklasifikasi fraktur pada gigi anterior ke dalam 6 kelompok : (1) fraktur enamel; (2) fraktur dentin; (3) fraktur mahkota di sertai pulpa; (4) fraktur akar; (5) luksasi gigi; (6) intrusi gigi

Bennet mengklasifikasikan pada gigi anterior

Garcia-Godoy mengklasifikasikan untuk trauma pada gigi sulung dan gigi permanen

Ellis dan Davey modifikasi Ellis mengklasifikasikan fraktur pada gigi anterior

Hargreaves and Craig memodifikasi dari klasifikasi Ellis dan Davey Silvestri dan Singh mengklasifikasikan fraktur pada gigi posterior

WHO mengklasifikasikan bagian mulut yang luka dengan pemakaian nomor kode baik pada gigi sulung maupun pada gigi permanen

Andreasen memodifikasi dari WHO mengklasifikasikan dengan menyertakan istilah yang tidak tepat Uncomplicated / Complicated crown-root fracture dan konkusi, subluksasi

(58)

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology dengan pemberian kode diterapkan baik gigi sulung dan gigi permanen. Klasifikasi klinis trauma gigi menurut WHO pada kedokteran gigi dan stomatologi dibagi menjadi empat kategori yaitu kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan pada jaringan tulang pendukung serta kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut.2,11

Adapun pembagian trauma menurut WHO yaitu :

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa (Gambar 1)2,11

a. Infraksi enamel adalah suatu fraktur yang tidak sempurna pada enamel (retak) dan tanpa adanya kehilangan struktur dari gigi (N 502.50).

b. Fraktur enamel (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan kehilangan bagian gigi hanya pada bagian enamel (N 502.50).

Tahun Peneliti

Heithersay dan Morile memberikan klasifikasi dari fraktur subgingiva dalam hubungannya dengan berbagai bidang horizontal dari periodonsium Pulver mengkombinasikan dari klasifikasi Ellis dan Davey, Andreasen , Hargreaves dan Craig serta McDonald dan Avery dan mengklasifikasikan pada gigi yang mengalami trauma

Leubke mengklasifikasikan berdasarkan pembagian fragmen dari fraktur akar yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe: Complete Fracture dan Uncomplete Fracture atau fracture supraosseus dan fracture intraosseus Ulfhon mengklasifikasikan fraktur mahkota kedalam tiga kelas yang sederhana

Dean dkk mengklasifikasikan gigi yang fraktur berdasarkan orientasi terhadap bidang fraktur terhadap panjang gigi

Application of International Classification of Disease to Dentistry and Stomalogy (WHO) mengklasifikasikan trauma gigi dan pemberian kode Feiglin mengklasifikasikan arah fraktur akar menjadi tiga area

Klasifikasi cedera dentofasial di adopsi dari International Association of Dental Traumatology (IADT)

Spinas dan Altana mengklasifikasikan fraktur mahkota pada gigi

(59)

c. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) adalah suatu fraktur dengan kehilangan bagian gigi hanya pada enamel dan dentin tetapi tidak sampai ke pulpa (N 502.51).

d. Complicated crown fracture adalah fraktur yang mengenai enamel dan dentin hingga mencapai ke pulpa (N 502.52).

e. Uncomplicated crown-root fracture adalah suatu fraktur pada mahkota enamel, dentin dan sementum tetapi tidak mengenai pulpa (N 502.54).

f. Complicated crown-root fracture adalah suatu fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum hingga mencapai pulpa (N 502.54).

g. Fraktur akar adalah fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa (N 502.53).

Gambar 1. A. Crown infraction dan uncomplicated fracture tanpa melibatkan dentin

B. Uncomplicated crown fracture, C. Complicated crown fracture, D. Uncomplicated crown-root fracture, E. Complicated crown-root fracture, F. Fraktur akar11

II. Kerusakan pada jaringan periodontal (Gambar 2) 2,11

a. Konkusi adalah sebuah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya tanpa adanya kehilangan yang tidak normal tetapi ada reaksi saat di perkusi (N 503.20).

b. Subluksasi adalah trauma pada gigi dan struktur pendukungnya dengan abnormal tetapi tanpa adanya malposisi dari gigi (N 503.20).

(60)

d. Luksasi lateral adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya benturan atau trauma alveolar pada soket (N 503.20).

e. Luksasi intrusi adalah pergeseran gigi keluar dari porosnya, hal ini ditandai adanya dislokasi benturan atau trauma soket alveolar (N 503.21).

f. Avulsi (exartikulasi) adalah pergeseran atau perpindahan yang sempurna dimana gigi keluar dari soketnya (N 503.22).

Gambar 2. A. Konkusi, B. Subluksasi, C. Luksasi Ekstrusif, D. Luksasi Lateral, E. Luksasi Intrusif, F. Avulsi11

III. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung (Gambar 3)2,11

a. Communition of the maxillary alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi dari soket alveolar pada rahang atas. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral (N 502.40).

b. Communition of the mandibular alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi dari soket alveolar pada rahang bawah. Hal ini dapat juga dilihat pada intrusif dan luksasi lateral (N 502.60).

c. Fraktur dinding soket alveolar maksila adalah fraktur tulang alveolar pada rahang atas yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket (N 502.40).

Gambar

Tabel 7. Distribusi usia anak
Tabel 8. Tempat kejadian trauma
Tabel 10. Persentase   perawatan  kasus  trauma  infraksi  enamel  yang  dilakukan   oleh     dokter gigi berdasarkan jenis  kelamin, tahun tamat dan lama praktek
Tabel 11. Persentase perawatan   kasus   trauma  fraktur  enamel  yang  dilakukan  oleh    dokter  gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi trauma gigi sulung anterior berdasarkan jenis kelamin, usia kejadian dan elemen gigi pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK

4.6 Hasil Analisis Statistik Tingkat Pendidikan Orangtua dengan Sikap Orangtua Tentang Penanganan Darurat Trauma Avulsi Gigi Permanen Anak

dengan sikap (p=0,036) orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi. permanen anak di Kecamatan Medan Amplas dan

dengan sikap orangtua tentang penanganan darurat trauma avulsi gigi permanen anak. di Kecamatan Medan Baru dan

1,3,5 Gigi harus segera disimpan dalam suatu media yang sesuai hingga anak bisa di bawa ke dokter gigi apabila dalam jangka waktu tersebut gigi tidak dapat dikembalikan

4.3 Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak SMP di Kecamatan Medan Baru dan Medan Johor

9 Kategori pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia dan lama praktek (n=150)

Kekerasan fisik merupakan penyebab yang sangat tragis dari trauma mulut pada anak. Dilaporkan bahwa kekerasan fisik terjadi sekitar 0,6% anak dan 10% diantaranya merupakan trauma