• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Model Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar IPS (Quasi Experiment di SMP Negeri 178 Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Model Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar IPS (Quasi Experiment di SMP Negeri 178 Jakarta)"

Copied!
287
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh

RIA LINIARTI NIM 1111015000070

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i

Jakarta). Skripsi, Program Studi Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh penggunaan model Quantum Teachingterhadap hasil belajar IPS di SMP Negeri 178 Jakarta, dan untuk mengetahui bagaimana penggunaan Quantum Teaching sebagai model pembelajaran pada siswa di SMP Negeri 178 Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 178 Jakarta.

Metode penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purpossive Sample. Sampel penelitian berjumlah 36 orang untuk kelas eksperimen dan 36 orang untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.

Hasil penelitian ini terdapat pengaruh penggunaan model Quantum Teaching terhadap hasil belajar di SMP Negeri 178 Jakarta. Analisis data menggunakan uji t, dan data hasil perhitungan perbedaan rata-rata postest kedua kelompok diperoleh nilai thitung sebesar 3,50, sedangkan ttabel dengan taraf

signifikansi 5% = 1,66691, maka dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel berarti

hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model Quantum Teaching

(8)

ii

as Learning Model IPS on Students Result (Quasi Experiment in 178 Jakarta Junior High School). Thesis, Program of Geography Study, Department of Social Science Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This research aims to determine the influence is there a learning model Quantum Teaching to the learning outcomes in 178 Jakarta Junior High School, and to know how to use of Quantum Teaching as a model of learning for the students in 178 Jakarta Junior High School. This study was conducted in 178 Jakarta Junior High School.

The research method used was quasi-experimental. Sampling was done by Purpossive Sample technique. The research samples is 36 people for experimental class and 36 people for control class. Retrieval of data used instruments an achievement test multiple choice rofm that has been tested for its validity and reliability.

The result of this research is that there is a influence with the used of Quantum Teaching as Learning Model on Student Result in 178 Jakarta Junior High School. Analysis of the data used the t test, and the data of calculation results average difference in posttest both groups obtained t value of 3,50, while t table with a significance level of 5% = 1,66691, it can be said that t ˃ t table means the alternative hypothesis (Ha) is accepted and the zero hypothesis (Ho) is rejected. This shows that there is a influence of Quantum Teaching As Learning Model on Students Result (Quasi Experiment In 178 Jakarta Junior High School).

(9)

iii

kehadirat Allah SWT dan Rasulullah SAW beserta keluarganya. Saya sebagai penulis berucap syukur telah diberi nikmat iman, Islam dan kesehatan telah menyelesaikan penelitian pendidikan ini dengan baik. Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar IPS (Quasi Experiment di SMP Negeri 178 Jakarta)”, ini merupakan salah satu syarat mencapai Gelar Sarjana pada Konsentrasi Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan penelitian pendidikan ini, penulis menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penelitian pendidikan ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian pendidikan ini. Ucapan terima kasih tesebut penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dede Rosyada, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Thib Raya, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

iv

5. Bapak H. Syaripulloh, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan dukungan dalam administrasi.

6. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Alm. Subandi dan Ibunda Repelina, yang selalu menjadi pelita dalam hidup dan telah melimpahkan segenap kasih sayang yang tak terhingga serta tak henti-hentinya memberikan do’a, perhatian, motivasi dan kasih sayang untuk penulis.

7. Adik penulis Anggie Rizka Safitri yang dengan tulus memberikan do’a dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak/Ibu Dosen yang mengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya yang mengajar di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial beserta staf, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan.

9. Kepala Sekolah SMP Negeri 178 Jakarta, Drs. Susmulyadi, M.Pd, dan staf TU yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian guna penyusunan skripsi ini.

10. Dewan guru SMP Negeri 178 Jakarta khususnya Bapak Surjadi Djaenudin, S.Pd, yang telah memberikan kesempatan untuk bekerja sama melakukan penelitian ini.

11. Siswa-siswi SMP Negeri 178 Jakarta khususnya kelas VII 6 dan VII 3 tahun ajaran 2014/2015 yang telah bersedia membantu serta bekerja sama selama proses penelitian berlangsung.

(11)

v

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tiada untaian kata yang terindah dan berharga kecuali ucapan Alhamdulillahirobbil’alamiin atas rahmat dan ridho-Nya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan adalah semata-mata keterbatasan ilmu yang penulis miliki.

Jakarta, 26 Juni 2015

(12)

vi SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ... 9

A. Deskripsi Teoritik... 9

(13)

vii

c. Kerangka Rancangan Belajar Quantum Teaching ... 14

d. PenerapanQuantum Teachingdalam Pembelajaran ... 15

e. Teknik-teknik Mencatat dalam PembelajaranQuantum Teaching ...17

f. Diskusi Kelompok ... 20

4. Belajar dan Pembelajaran ... 23

a. Pengertian Belajar ... 23

b. Hakikat Proses Belajar Mengajar ... 25

c. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem ... 26

d. Hasil Belajar ... 27

e. Cara Mengukur Hasil Belajar... 28

5. Ilmu Pengetahuan Sosial ... 29

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ... 29

b. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ... 31

c. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Pendidikan IPS ... 31

d. Model Pembelajaran Pendidikan IPS ... 32

e. Tujuan Pembelajaran Pendidikan IPS ... 33

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 34

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Hipotesis Penelitian... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 41

1. Tempat Penelitian... 41

2. Waktu Penelitian ... 41

B. Metode Penelitian... 42

(14)

viii

1. Tes ... 46

2. Non Tes ... 49

a. Observasi... 49

b. Wawancara... 50

F. Kalibrasi Instrumen ... 51

1. Uji Validitas ... 51

2. Uji Reliabilitas ... 52

3. Taraf Kesukaran ... 53

4. Uji Daya Pembeda ... 54

G. Teknik Analisis Data ... 56

1. Uji Normalitas Gain ... 56

2. Uji Parasyarat Analisis Data ... 57

a. Uji Normalitas ... 57

b. Uji Homogenitas... 58

I. Uji Hipotesis... 59

J. Hipotesis Statistik... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 62

A. Latar Belakang Objek Penelitian... 62

1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 178 Jakarta ... 62

2. Visi, Misi, dan Tujuan... 62

a. Visi ... 62

b. Misi ... 63

c. Tujuan ... 63

3. Guru dan Tenaga Kependidikan... 63

B. Analisis Data dan Pembahasan ... 64

(15)

ix

C. Hasil Pembahasan Penelitian ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan... 73

B. Saran... 73

(16)

x

Tabel 3.2 Desain Penelitian... 43

Tabel 3.3 Jumlah Komposisi Laki-laki dan Perempuan... 44

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 47

Tabel 3.5 Kisi-kisi Lembar Observasi Peretmuan 1-5 ... 50

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 53

Tabel 3.7 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 54

Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 55

Tabel 3.9 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal ... 55

Tabel 4.1 Data Rekapitulasi Hasil Uji N-GainPretestdanPosttestKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 64

Tabel 4.2 Rekapitulasi Uji NormalitasPretestKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 65

Tabel 4.3 Rekapitulasi Uji NormalitasPosttestKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66

Tabel 4.4 Hasil Uji HomogenitasPretestKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 67

Tabel 4.5 Hasil Uji HomogenitasPosttestKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 68

(17)
(18)

xii

Lampiran 2 RPP dan Bahan Ajar Kelas Kontrol

Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Tes

Lampiran 4 Uji Coba SoalPretestdanPosttest

Lampiran 5 Kunci Jawaban Uji Coba SoalPretestdanPosttest

Lampiran 6 Validitas

Lampiran 7 Reliabilitas

Lampiran 8 Taraf Kesukaran

Lampiran 9 Uji Daya Pembeda

Lampiran 10 SoalPretestdanPosttest

Lampiran 11 JawabanPretestdanPosttest

Lampiran 12 Rekapitulasi NilaiPretestdanPosttest

Lampiran 13 Perhitungan Mean, Median dan Modus, serta Distribusi Frekuensi untuk Skor HasilPretestSiswa Kelas Eksperimen

Lampiran 14 Perhitungan Mean, Median dan Modus, serta Distribusi Frekuensi untuk Skor HasilPosttestSiswa Kelas Eksperimen

Lampiran 15 Perhitungan Mean, Median dan Modus, serta Distribusi Frekuensi untuk Skor HasilPretestSiswa Kelas Kontrol

(19)

xiii Lampiran 20 Uji Hipotesis

Lampiran 21 Lembar Pra Observasi dan Observasi Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen

Lampiran 22 Lembar Aktivitas Mengajar Kelas Eksperimen

Lampiran 23 Lembar Wawancara

(20)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia hidup di dunia ini memerlukan pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam buku karangan Choirul Mahfud menyebutkan, “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak”.1

Menurut Choirul Mahfud, “Bagi kehidupan umat manusia, pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup dan berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka”.2 Namun kenyataannya, pada abad ke 21 ini dunia pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara-negara lain. Salah satunya kualitas pendidikan yang sangat rendah. Banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam pendidikan di Indonesia, mulai dari fasilitas pendidikan, kualitas pengajar, kurikulum pendidikan, rendahnya kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan.

Fasilitas pendidikan di Indonesia, terutama di daerah pelosok Indonesia sangat tidak memadai. Kurangnya perhatian dari pemerintah daerah dan pusat tentang pendidikan terlihat di sini. Kemudian banyak pengajar-pengajar yang kurang pengalaman dan terlatih. Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Guru-guru PNS secara umum pada masa sekarang telah memiliki kesejahteraan yang memadai, terlebih lagi yang telah lulus sertifikasi. Namun guru–guru swasta yang jumlahnya tak

1

Choirul Mahfud,Pendidikan Multi Kultural,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet V, h. 33.

2

(21)

kalah banyak dengan PNS nasibnya belum banyak berubah. Sebagian yang telah lulus sertifikasi telah mendapat perbaikan penghasilan, namun sisanya masih jauh lebih besar. Meski pemerintah mencanangkan pendidikan gratis, untuk beberapa kalangan pendidikan masih dinilai mahal. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Kalaupun mereka dapat bersekolah, tidak mampu memilih sekolah berkualitas. Kini SD dan SMP negeri gratis namun keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang masih dimungkinkan memungut iuran dari orangtua justru berpotensi membuat pembedaan perlakuan yang dapat masuk hanya yang mampu membayar tinggi. Belum lagi sekolah - sekolah swasta, yang mematok biaya tinggi.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan (PBB) yang diluncurkan di New York, Jum’at (15/11/2013), indeks pembangunan pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2013 adalah 0,603. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-108 dari 187 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,910-1. Kategori medium berada di atas 0,67, sedangkan kategori rendah di bawah 0,67.3

Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat bangsa dan negara.4

Menurut Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, “Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu

3

http://hdr.undp.org/en/content/education-index/, diakses pada 7 Februari 2015, 10:28.

4

(22)

memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapaioleh segenap kegiatan pendidikan”.5

Banyak upaya yang telah ditempuh untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Berbagai upaya yang dilakukan terjadi pada berbagai aspek pendidikan, diantaranya yaitu pengembangan kurikulum yang ditingkatkan sesuai dengan kondisi perkembangan zaman. Proses pembelajaran yang meliputi kegiatan belajar dan mengajar (KBM). Model pembelajaran yang digunakan disesuaikan dan ditingkatkan sesuai dengan tujuan. Pengembangan media pembelajaran yang digunakan atau alat - alat pendukung media pembelajaran untuk dapat membantu meningkatkan prestasi belajar siswa. Fasilitas ruang belajar yang memadai serta kompetensi guru yang semakin ditingkatkan. Pembelajaran yang digunakan juga harus memiliki kesesuaian dengan modelnya serta dapat memajukan siswa dalam memahami pembelajaran.

Menurut John W. Santrock, “Proses belajar atau pembelajaran adalah fokus utama dalam psikologi pendidikan”.6

Akan tetapi masih banyak sekolah yang tidak menerapkan model, metode, dan strategi pembelajaran dengan baik sehingga motivasi belajar siswa menjadi rendah dan berdampak pada hasil belajar siswa tersebut.

Pelajaran IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama merupakan mata pelajaran yang mencakup materi cukup luas. Guru diharuskan menyelesaikan target ketuntasan belajar siswa, sehingga perlu perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model, metode, media atau alat peraga dan strategi belajar yang tepat, guru juga harus mampu memahami karakteristik siswa dan memberikan rangsangan kepada siswa agar bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama.

5

Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo,Pengantar Pendidikan: Edisi Revisi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet II, h. 37.

6

(23)

Akan tetapi, pada saat berlangsungnya proses pembelajaran IPS guru masih menerapkan metode pembelajaran yang monoton yaitu ceramah. Dimana guru menerangkan, siswa duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikan guru sehingga ketika siswa diminta untuk bertanya oleh guru banyak yang tidak melakukannya hingga proses belajar mengajar berakhir tanpa ada kesempatan untuk mengembangkan daya kreatifitas yang dimiliki siswa. Dengan kondisi seperti itu proses pembelajaran yang dilakukan cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, dan lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif, minat belajar dan aktifitas siswa dalam pembelajaran IPS masih sangat kurang, sehingga proses dan hasil belajar juga rendah. Proses pembelajaran dan hasil belajar IPS yang rendah merupakan suatu permasalahan yang harus segera diatasi.

Hal serupa juga dialami oleh siswa kelas VII SMP Negeri 178 Jakarta dimana siswa kurang berminat mengikuti pembelajaran. Pada saat guru menerangkan banyak siswa yang mengobrol dengan teman sebangkunya hal ini dikarenakan guru menggunakan metode ceramah. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan siswa yang menyatakan bahwa siswa bosan, mengantuk, kesal, dan banyak yang izin ke kamar kecil padahal mereka ke kantin karena guru hanya ceramah, ceramah dan ceramah. Selain itu pada saat guru selesai menjelaskan materi pelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya seputar materi yang dibahas, namun tidak ada siswa yang bertanya hal ini disebabkan karena siswa merasa malu dan takut salah sehingga mereka memilih diam. Hal berikutnya juga menjadi permasalahan baru di SMP Negeri 178 Jakarta yang mana 98,8% siswa memperoleh nilai IPS dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Terbukti dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 178 Jakarta, dari 5 kelas (VII.3, VII.4, VII.6, VII.7, VII.8) ada sekitar 98,8% siswa yang memperoleh nilai IPS berkisar antara 43 – 60.7

7

(24)

Sementara nilai IPS mencapai standar ketuntasan yakni 71.8 Hal lain juga ditunjukkan dengan hasil wawancara non formal kepada 30 siswa pada hari Kamis, 12 Februari 2015 pukul 09:30 WIB, diperoleh data yang menyatakan bahwa siswa sendiri beranggapan bahwa pelajaran IPS itu membosankan karena mereka mengaku bahwa pelajaran IPS selalu menekankan pada konsep penghapalan dan selalu mendengarkan guru berbicara.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di kelas VII SMP Negeri 178 Jakarta, penulis beranggapan perlu adanya model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu model yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPS adalah modelQuantum Teaching.

Menurut Yatim Riyanto, “Suatu kondisi belajar yang optimal dicapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta pengendalian dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai itu semua Quantum Teaching menunjukkan kepada kita cara untuk menjadi guru yang lebih baik yang menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian pembelajaran yang terarah”.9

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagi pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.

Quantum Teachingadalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansa.10 Model pembelajaran Quantum Teaching merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk membuat suasana kelas menjadi lebih menyenangkan dan bersemangat dalam belajar. Model Quantum Teaching

merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat direkomendasikan untuk

8

Hasil Observasi dan wawancara non formal dengan Bapak Surjadi Djaenudin, S.Pd selaku guru IPS kelas VII.3 - VII.8 SMPN 178 Jakarta pada tanggal 12 Februari 2015.

9

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas,(Jakarta: Kencana, 2009), h. 201.

10

(25)

meningkatkan proses dan hasil belajar IPS. Model pembelajaran ini menempatkan siswa sebagai subyek yang aktif baik secara fisik maupun mental dalam mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial. Model pembelajaran Quantum Teaching

ini sangat menekankan pada percepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan yang sangat tinggi, memusatkan perhatian siswa pada interaksi yang bermakna, menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran dan mengutamakan keberagaman dan kebebasan dalam pembelajaran.

Dalam Quantum Teaching terdapat petunjuk yang spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar. Untuk meningkatkan minat belajar, di dalamnya terdapat kerangka rancangan yang dikenal dengan singkatan TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan).11

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar IPS (Quasi Experiment di SMP Negeri 178 Jakarta)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial guru masih menggunakan metode ceramah sehingga proses pembelajaran di kelas terkesan membosankan.

2. Proses pembelajaran yang membosankan menjadi tidak efektif. 3. Kurangnya perhatian siswa dalam proses pembelajaran.

4. Hasil belajar siswa masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada mata pelajaran IPS.

11

(26)

C. Pembatasan Masalah

Karena luas cakupan masalah yang muncul, maka diperlukan pembatasan masalah. Penelitian ini dibatasi pada:

1. Penerapan model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaranQuantum Teaching.

2. Penelitian hanya mengukur hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 178 Jakarta.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

“Apakah terdapat pengaruh penggunaan model Quantum Teaching

terhadap hasil belajar IPS kelas VII di SMP Negeri 178 Jakarta?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai peneliti melalui penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model Quantum Teaching terhadap hasil belajar IPS kelas VII di SMP Negeri 178 Jakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dilakukan dapat bermanfaat bagi para peseta didik, guru, komponen pendidikan di sekolah, dan peneliti. Manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Teori ini akan membuktikan bagaimana pengaruh penggunaan model

Quantum Teachingterhadap hasil belajar IPS.

b. Riset ini akan mendukung teori – teori belajar yang sudah ada sebagaimana yang ditekankan pada dunia pendidikan dewasa ini.

2. Manfaat Praktis

(27)

sehingga mendapat hasil belajar yang sesuai dengan KKM yang sudah ditentukan.

b. Bagi guru, dapat menjadi salah satu acuan untuk menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS di kelas VII di SMP Negeri 178 Jakarta, sebab guru merupakan pengatur dan pencipta kondisi yang menyenangkan, namun dapat memberikan pemahaman konsep terhadap peserta didik dengan model pembelajaran tepat tidak konvensional namun, bersifat variatif. c. Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan terhadap administrasi pendidikan, sebagai saran bagi kepala sekolah untuk mengambil keputusan dalam pembinaan guru untuk menggunakan model pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran.

d. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, sehingga penelitian ini merupakan wahana untuk mengembangkan ilmu yang dimiliki oleh penulis.

e. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, sehingga dapat mengembangkan penerapan model pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas.

(28)

9 A. Deskipsi Teoritik

1. Model Pembelajaran

Menurut Trianto, “Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas”.1

Joyce dan Weil dalam buku karangan Rusman menjelaskan, “Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan–bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain”.2

Menurut Arends dalam buku karangan Trianto menjelaskan, “Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”.3

Menurut Trianto, “Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran”.4

Menurut Rusman, “Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan artinya, para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya”.5

1

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) Cet. II, h. 51. 2

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme Guru, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011) Cet. III, h. 133.

3

Trianto, Loc. cit. 4

(29)

Pada Akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem syaraf banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan, materi ajar siswa, di samping itu banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan siswa.

2. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Terpadu

Menurut Joni, “Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara hoilistik, bermakna, dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema/ peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata pelajaran secara serempak”.6

Senada dengan pendapat di atas, menurut Hadisubroto, “Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara sepontan ataupun direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran akan lebih bermakna”.7

Pembelajaran terpadu dapat dikemas dengan tema atau topik tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal oleh peserta didik. Dalam pembelajaran terpadu suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang kajian. Dengan demikian, melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali

5

Rusman.Loc. Cit.

6

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) Cet. II, h. 56. 7

(30)

dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya akan lebih efisien dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Dengan kata lain, model pembelajaran adalah bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.

3. Model PembelajaranQuantum Teaching a. DefinisiQuantum Teaching

Quantum adalah Interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.8 Menurut Yatim Riyanto, “Kata Quantum memiliki arti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”.9

Menurut Bobbi DePorter, “Quantum Teaching dengan demikian adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi–interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi–interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.Quantum Teachingadalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansa”.10

Quantum Teaching dimulai di SuperCamp, sebuah program percepatan Quantum Learning yang ditawarkan Learning Forum, yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan ketrampilan akademis dan ketrampilan pribadi.11

Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi SuperCamp. Quantum Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar.

8

Bobbi DePorter, dkk.,Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Bandung: Mizan Media Utama, 2000), h. 5.

9

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 202.

10

Bobbi DePorter,Op. Cit.,h. 3.

11

(31)

Menurut Yatim Riyanto, “Model Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni, yang terdiri dari dua unsur, yaitu: konteks dan isi (contect and content)”.12

Dapat disimpulkan model pembelajaran Quantum Teaching yaitu model pembelajaran yang mengubah suasana kelas menjadi meriah dan tidak monoton, dimana selain guru yang menjelaskan materi yang diajarkan akan tetapi siswa berperan penting atau aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

b. Asas Utama dan PrinsipPrinsipQuantum Teaching

Menurut Bobbi DePorter dalam buku karangan Yatim Riyanto mengemukakan, “Quantum Teaching bersAndar pada konsep ini “Bawalah Dunia Mereka ke dunia Kita”. Artinya: mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama untuk mendapatkan hal mengajar”.13 Inilah Asas Utama, alasan dasar dibalik strategi, model, dan keyakinan Quantum Teaching. Beginilah maksudnya.

Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia

Mereka Jadi, masuki dahulu dunia mereka karena tindakan ini akan memberi izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.

Menurut Bobbi DePorter, “Dengan mengaitkan apa yang diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. Setelah kaitah itu terbentuk, akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru”.14

12

Yatim Riyanto,Op. Cit.,h. 204. 13

Ibid.,h. 202 14

(32)

Quantum Teaching memiliki lima prinsip, atau kebenaran tetap.15 Prinsip-prinsip ini adalah sebagai struktur Chord dasar dari simfoni belajar Anda. Prinsip–prinsip ini adalah:16

1) Segalanya Berbicara

Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh Anda, dari kertas yang Anda bagikan hingga rancangan pelajaran semuanya mengirim pesan tentang belajar.

2) Segalanya Bertujuan

Semua yang terjadi dalam pengubahan, semuanya mempunyai tujuan.

3) Pengalaman Sebelum Pemberian Nama

Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.

4) Akui Setia Usaha

Pada saat siswa mengambil langkah mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.

5) Jika Layak Dipelajari Maka Layak Pula Dirayakan

Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asposiasi emosi positif dalam belajar.

15

Ibid.,h. 7.

16

(33)

Kelima prinsip di atas merupakan prinsip yang sedapat mungkin diterapkan oleh pendidik dalam hal ini adalah guru agar dapat tercipta suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa.

c. Kerangka Rancangan BelajarQuantum Teaching

Adapun kerangka rancangan dan penerapan belajar dengan menggunakan model Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR adalah sebagai berikut:17

1) Tumbuhkan

Tumbuhkan minat dengan memuaskan “apakah Manfaatnya BagiKu” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar.

2) Alami

Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.

3) Namai

Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi; sebuah “masukan”.

4) Demonstrasikan

Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”.

17

(34)

5) Ulangi

Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”.

6) Rayakan

Ingat jika layak dipelajari maka layak pula untuk dirayakan. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.

Dengan adanya tuntutan penerapan dari kerangka TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demostrasikan, ulangi dan rayakan) di atas adalah sebagai suatu alat ataupun cara yang diharap dapat membantu guru untuk memikat minat belajar peserta didik terhadap pembelajaran dengan pendekatan TANDUR untuk meningkatkan aktifitas dan motivasi belajar peserta didik di SMP Negeri 178 Jakarta kelas VII khususnya pada mata pelajaran IPS dengan baik.

d. PenerapanQuantum Teachingdalam Pembelajaran

Adapun penerapan pembelajaran Quantum Teaching yaitu menggunakan enam langkah yang dikenal dengan istilah TANDUR. Keenam langkah tersebut yaitu:

(35)

kehidupan sehari-hari tentang materi yang akan diajari, sampaikan tujuanpembelajaran yang ingin dicapai pada setiap awal pelajaran, dan usahakan untuk mengaitkan apa yang diajarkan dengan apa yang telah diketahui siswa dengan pelajaran lain dan dapat menyertakan pertanyaan, video, gambar, dan sebagainya.

2) Alami, Berikut pengalaman yang akan kita ajarkan. Tumbuhkan “kebutuhan untuk mengetahui”. Karena otak manusia berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakkan rasa ingin tau. Proses belajar mengajar yang paling baik adalah ketika peserta didik telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama dari apa yang mereka pelajari. Guru mengajak siswa masuk ke dalam materi yang akan diajarkan dengan cara memberikan permainan yang ada hubungannya dengan materi yang akan diajarkan dan siswa akan mendapatkan pengalaman dari permainan tersebut. Dapat pula pada saat pembelajaran berlangsung guru dapat memberikan contoh yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

3) Namai, maksudnya memberikan “data” tepat saat minat memuncak dan mengenalkan konsep-konsep pokok pada materi pelajaran. Penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas, mengurutkan dan mendefinisikan. Untuk menumbuhkan hal tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan susunan gambar, poster, warna, jembatan keledai, penamaan kelompok sesuai dengan materi pembelajaran, atau istilah-istilah menarik yang dapat memuaskan otak.

(36)

mendemonstrasikan cara mengerjakan sesuatu. Pada saat demonstrasi ini guru dapat menghidupkan musik yang dapat menenangkan atau dapat membangkitkan semangat peserta didik.

5) Ulangi, pengulangan dapat memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik. Rekatkan gambaran keseluruhannya. Ini dapat dilakukan melalui pertanyaan

posttestatau penugasan ataupun bisa membuat ikhtisar hasil belajar.

6) Rayakan, perayaan menambahkan belajar dengan asosiasi yang positif, membuat peserta didik lebih percaya diri, memberikan umpan balik tentang kemajuan belajarnya, serta membangun keinginan untuk sukses yang lebih besar. Tidak ada usaha yang selalu tepat dan sempurna, namun jika perayaan dapat memberikan manfaat yang jauh lebih baik, rayakanlah sering-sering. Beberapa bentuk perayaan menyenangkan yang bisa digunakan antara lain dengan tepuk tangan, kejutan, jentikan jari, pujian dan sebagainya.

e. Teknik-teknik Mencatat dalam PembelajaranQuantum Teaching Teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Quantum Teachingdiantaranya adalah:

1) Catatan:TS

Catatan:TS mudah dipelajari dan sangat efektif. “catata:TS adalah singkatan dari catatan: tulis dan susun. Di dalam teknik mencatat catatan:TS, siswa mencatat baik fakta dari pelajaran maupun asosisi, pikiran, dan perasaan yang mengantarkan mereka ke perjalanan mental mereka”.18 Tulis susun ini sangat berguna untuk melakukan pencatatan,dan untuk mengingat kembali materi yang dipelajari. Jadi, apabila ingin mengingat kembali seluruh materi yang telah dipelajari

18

(37)

maka hanya perlu melihat catatan tulis susun yang telah dibuat. Tulis susun memudahkan siswa untuk mencatat pemikiran dan kesimpulan.

2) Peta Pikiran (Mind Mapping)

Peta pikiran merupakan simplifikasi kerja otak yang dituangkan dalam bentuk gambar dua dimensi berupa ide atau konsep yang saling terhubung. Mind mapping dikembangkan oleh Tony Buzan, untuk melejitkan potensi otak kiri maupun otak kanan. Mind mapping dapat disisipkan gambar atau dibentuk warna warni yang dapat menimbulkan efek amat sangat pada otak. Mind mapping ini lebih cenderunbg kepada modalitas siswa visual dan auditorio.

Mind mapping dapat menghubungkan ide baru dan unik dengan ide yang sudah ada, sehingga menimbulkan adanya tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. Dengan penggunaan warna dan simbol-simbol yang menarik akan menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar.

(38)

3) Akrostik

Akrostik merupakan metode mengoptimalkan memori dengan cara membuat akronim dari suatu materi yang harus diingat atau dihafal. Pembuatan akronim ini diusahakan akrab atau familiar dengan kehidupan siswa. Maksudnya teknik akrostik adalah teknik menghafal dengan mengambil huruf depan dari materi yang ingin diingat dan kemudian digabungkan hingga menjadi singkatan atau kata/kalimat lucu.

Adapun kelebihan dari modelQuantum Teaching yaitu:19

a) Selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa;

b) Menumbuhkan dan menimbulkan antusiasme siswa;

c) Adanya kerjasama;

d) Menawarkan ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak dipahami siswa;

e) Menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri;

f) Belajar terasa menyenangkan;

g) Ketenangan psikologi;

h) Motivasi dari dalam;

i) Adanya kebebasan dalam berekspresi;

j) Menumbuhkan idialisme, gairah dan cinta mengajar oleh guru.

19

(39)

Menurut Afif Rifai, dkk kelemahan dari model Quantum Teaching

adalah:20

a) Pembelajaran menggunakan model pembelajaranQuantum Teaching

memerlukan konsentrasi yang tinggi karena banyak yang harus dipersiapkan oleh guru dalam menyajikan kegiatan pembelajaran yang meriah dan menyenangkan,

b) Diperlukan biaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching yang meriah dan menyenangkan.

a. Diskusi Kelompok

Diskusi ialah suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar-menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah.21Menurut Suryosubroto dalam buku karangan Trianto mengemukakan, “diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah”.22

Menurut Kasmadi dalam buku karangan Tukiran Taniredja, dkk mengemukakan, “Diskusi yang baik bukan semata timbul dari peran guru.

20

Afif Rifai, Suhartono, dan Ngatman, Penerapan Pendekatan Quantum Teaching Dalam Pembelajaran IPA Di Kelas V SDN 2 Jogomertan ,2012, (http://jurnal.fkip.uns.ac.id/).

21

J.J. Hasibuan, dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), h. 20.

22

(40)

Akan tetapi lebih tepat apabila timbul dari murid setelah memahami masalah dan situasi yang dihadapinya”.23

Langkah-langkah mengelola kelompok diskusi di dalam kelas antara lain:

a. Pembentukan kelompok. Pembentukan kelompok sebaiknya diserahkan kepada mahasiswa atau siswa untuk memilih teman merka dalam kelompok. Banyaknya anggota dalam satu kelompok memang tidak ada aturan yang pasti. Tetapi jika terlalu sedikit kemungkinan masukan-masukan pemikiran juga kurang. Oleh karena itu, sebaiknya satu kelompok terdiri antara 5 orang sampai 7 orang.

b. Tempat. Idealnya ada ruang-ruang kecil yang cukup hanya menampung sejumlah anggota kelompok 5-7 orang, sehingga masing-masing kelompok dengan leluasa bekerja sama atau diskusi bersama tanpa gangguan dari kelompok lain.

c. Pelaksanaan diskusi kelompok. Sebelum mereka menuju tempat-tempat untuk diskusi kelompok, dosen atau guru menjelaskan dahulu permasalahan yang perlu didiskusikan atau dapat mengganti dengan memberikan lembar diskusi kelompok atau lembar kerja kelompok. Mahasiswa atau siswa juga harus diberi tahu, agar mereka memilih ketua kelompok dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk diskusi kelompok, dan setelah diskusi kelompok, masing masing kembali ke kelas atau ke tempat duduk semula, untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka secara bergantian. Sedangkan kelompok yang belum atau sudah menyajikan hasil diskusi kelompok mereka berperan sebagai audien yang bertugas untuk memberikan sanggahan, pertanyaaan, atau mungkin saran atau masukan kepada kelompok penyaji. Kelompok penyaji diberikan waktu secukupnya untuk menyajikan hasil diskusi kelompok mereka, misalnya paling lama 7 menit. Dalam hal ini dosen atau guru

23

(41)

dapat bertindak sebagai moderator. Apabila penyajian telah selesai, seluruh mahasiswa atau siswa dengan bimbingan dosen atau guru untuk merumuskan kesimpulan.

Adapun kegunaan diskusi dalah sebagai berikut:24

a. Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya.

c. Mendapat balikan dari siswa, apakah tujuan telah tercapai.

d. Membantu siswa belajar berpikir kritis.

e. Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya (orang lain).

f. Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang “dilihat”, baik dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah.

g. Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.

Adapun kelemahan metode diskusi adalah sebagai berikut:25

a) Suatu diskusi dapat diramalkan sebelumnya mengenai bagaimana hasilnya sebab tergantung kepada kepemimpinan dan partisipasi anggota-anggotanya.

b) Suatu diskusi memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari sebelumnya.

c) Jalannya diskusi dapat dikuasai (didominasi) oleh beberapa siswa yang “menonjol”.

24

Ibid.,h. 22-23. 25

(42)

d) Tidak semua topik dapat dijadikan pokok diskusi, tetapi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan.

e) Diskusi yang mendalam memerlukan waktu yang banyak.

f) Apabila suasana diskusi hangat dan siswa sudah berani mengemukakan buah pikiran mereka, maka biasanya sulit untuk membatasi pokok masalah.

g) Jumlah siswa yang terlalu besar di dalam kelas akan memengaruhi kesempatan setiap siswa untuk mengemukakan pendapatnya.

Dapat disimpulkan diskusi kelompok adalah proses belajar mengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran dimana peserta didik belajar bekerjasama memberikan argumentasi, tukar menukar pendapat dan ide dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.

4. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat vital dan secara terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup.26 Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Belajar dianggap properti sekolah. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. Sebagian masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Menurut Reber dalam buku karangan Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa menganggap, “belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan (the process of acquiring knowledge)”.27

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku,

26

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) Cet. I, h.16.

27

(43)

baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap bahkan meliputi nsegenap aspek pribadi.28

Menurut Lozanov dalam buku karangan Bobbi DePorter berpendapat, “Segala sesuatunya berarti setiap kata, pikiran tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana anda mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung”.29

Banyak definisi para ahli tentang belajar, di antaranya adalah sebagai berikut:30

a. Skinner, mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

b. Hilgrad dan Bower mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan saat seorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).

c. M. Sobry Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Kaki seseorang patah karena terkena benda yang berat yang terjatuh dari atas loteng, ini tidak bisa disebut perubahan hasil dari belajar. Jadi, perubahan yang bagaimana yang dapat disebut belajar? Perubahan yang

28

Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya,Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 1993) Cet. I, h.17.

29

Bobbi DePorter, dkk.,Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Bandung: Mizan Media Utama, 2000), h. 3.

30

(44)

dimaksud di sini adalah perubahan yang terjadi secara sadar (disengaja) dan tertuju untuk memperoleh susuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

d. C.T Morgan merumuskan belajar sebagian suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.

e. Thursan Hakim mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampian, daya fikir, dan lain-lain kemampuannya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa belajar adalah seseorang yang telah melakukan aktivitas tertentu dan mengalami perubahan. Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik.

b. Hakikat Proses Belajar Mengajar

Menurut Bobbi DePorter, “Proses Belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks”.31

Menurut Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, “Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subyek pembelajaran

31

(45)

merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru.32

Kegiatan mengajar bagi seorang guru membutuhkan hadirnya sejumlah anak didik. Hal ini berbeda dengan belajar yang tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktivitas yang dilakukan oleh seseorang diluar dari keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan orang lain. Apalagi aktivitas belajar itu berkenaan dengan kegiatan membaca buku tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang disepakati dan dilakukan guru murid untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

c. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem

Belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung antara satu dan lainnya untuk mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem, belajar mengajar meliputi sejumlah komponen antara lain: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi.

Menurut Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, “Secara khusus dalam proses belajar mengajar, guru berperan sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami segenap aspek pribadi anak didik seperti: (a) kecerdasan dan bakat khusus, (b) prestasi sejak permulaan sekolah, (c) perkembangan jasmani dan kesehatannya, (d) kecenderungan emosi dan karakternya, (e) sikap dan minat belajar, (f) cita-cita, (g) kebiasaan belajar dan bekerja, (h) hobi dan penggunaan waktu senggang, (i) hubungan sosial di sekolah dan di rumah, (j) latar belakang keluarga, (k) lingkungan

32

(46)

tempat tinggal, dan (l) sifat-sifat khusus dan kesulitan anak didik”.33

d. Hasil Belajar

Menurut Suprijono dalam buku karangan Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa mengemukakan, “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.”34 Menurut Gagne dalam buku karangan Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa mengemukakan hasil belajar berupa hal-hal berikut:35

1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak Sikap berupa memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan.

2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuwan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

33 Ibid. 34

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) Cet. I, h. 22.

35

(47)

4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

e. Cara Mengukur Hasil Belajar

Untuk mengukur hasil belajar siswa, guru biasanya melakukan evaluasi dengan menggunakan beberapa tes seperti tes diagnostik, tes sumatif, dan tes formatif.36 Dengan menggunakan tes tersebut, maka akan diketahui tingkat pemahaman dalam kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan penilaian atau evaluai dapat dilakukan secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar maupun secara tidak langsung melalui bukti hasil belajar siswa.

Pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik dapat dibagi menjadi 2 macam penilaian yaitu penilaian berbasis kelas dan penilaian kompetensi. Penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran, sedangkan penilaian kompetensi merupakan penilaian formatif dan sumatif terhadap ketuntasan pencapaian hasil peserta didik setelah menyelesaikan satu unit kompetensi. Hasil penilaian kompetensi inilah yang dijadikan sebagai indikator hasil belajar siswa. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS. Hasil IPS merupakan tingkat penguasaan kompetensi siswa baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotorik dalam mata pelajaran IPS yang ditunjukkan dengan nilai tesatau angka nilai yang diberikan oleh guru. Hasil belajar IPS juga dapat diartikan sebagai suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa

36

(48)

dalam mempelajari mata pelajaran IPS yang diperoleh dari hasil tes yang dinyatakan dalam bentuk skor atau angka.

5. Ilmu Pengetahuan Sosial

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik, Hukum, dan Budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial (Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik, Hukum dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik, Antropologi, Filsafat, dan Psikologi Sosial.37

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “Social Studies” dalam kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara Barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Nama IPS yang lebih dikenal social studies di negara lain itu merupakan istilah hasil kesepakatan dari para ahli atau pakar kita di Indonesia.38

Namun, pengertian IPS di tingkat persekolahan itu sendiri mempunyai perbedaan makna khususnya antara IPS untuk Sekolah Dasar (SD) dengan IPS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan IPS untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengertian IPS di persekolahan tersebut ada yang berarti program pengajaran, ada yang berarti mata pelajaran atau disiplin ilmu. Perbedaan ini dapat pula diidentifikasi dari perbedaan pendekatan yang diterapkan pada masing-masing jenjang persekolahan tersebut.39

Welton dan Mallan memandang studi sosial sebagai mata pelajaran gabungan terutama dari:401) Disiplin ilmu-ilmu sosial, 2) Temuan-temuan

37

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) Cet. II, h. 171.

38

Sapriya, dkk.,Konsep Dasar IPS, (Bandung: UPI Press, 2006), h.3. 39

Ibid.,h. 3.

40

(49)

atau pengetahuan yang berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial, dan 3) Proses-proses yang dilakukan oleh ilmuwan sosial dalam menghasilkan temuan atau pengetahuan itu.

Salah satu karakteristik dari definisi social studies adalah bersifat dinamis, artinya selalu berubah sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat. Di Amerika Serikat misalnya, the National Council for the Social Studies (NCSS), organisasi para ahli pendidikan studi sosial yang cukup handal sebelum tahun 1978 merumuskan social studies sebagai program yang dibangun oleh sejumlah disiplin ilmu sosial, yakni “Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, Kewarganegaraan, Geografi, dan semua modifikasi atau kombinasi mata pelajaran-mata pelajaran terutama yang memiliki materi dan tujuan yang berhubungan dengan masalah-masalah kemasyarakatan.41

Berbeda dengan IPS atau social studies, istilah ilmu-ilmu sosial adalah terjemahan dari social studies. Disamping ilmu-ilmu sosial terdapat pula ilmu-ilmu alam (science) dan humanitis/humaniora. Ilmu-ilmu alam mempunyai tiga bagian disiplin ilmu utama yang meliputi Biologi, Fisika, dan Kimia. Sementara humanitis terdiri antara lain, Sejarah dan Sastra. Semua bidang keilmuwan dan humanitis ini berakar pada suatu bidang yang disebut Filsafat. Setiap disiplin ilmu mempunyai filsafatnya masing-masing yang pada akhirnya semua disiplin itu berhulu pada ajaran Agama.42

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian dan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian Ilmu Pengetahuan Sosial dapat diartikan dengan “penelaahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

41 Ibid. 42

(50)

b. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Menurut Hamid Hasan dalam buku karangan Trianto mengemukakan, “Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 merupakan fungsi dari berbagai disiplin ilmu”43, Matoella dalam karangan Trianto mengatakan, “pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikannya pada aspek kependidikannya.44

Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada mahasiswa. Karakteristik mata pelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik, Hukum, dan Budaya. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melaui pendekatan interdisipliner.45

c. Hakikat dan Tujuan Pendidikan IPS

Dasar konseptual tentang hakikat dan tujuan pendidikan IPS, perlu dirumuskan secara jelas untuk memberikan arah konseptual bagi pengembangannya menurut Strong dalam karangan Mohammad Ali, dkk menganggap, “analisis filosofis sangat penting dalam mengembangkan dasar pemikiran konseptual pendidikan IPS. Rumusan konseptual yang paling tepat bagi kondisi dan kepentingan pendidikan di Indonesia, mesti diangkat, mesti diangkat dari realitas kondisi sosial budaya sebagai landasan pengembangan bidang studi ini. Dasar konseptual rumusan

43

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010) Cet. II, h. 172. 44

Ibid. 45

(51)

pengertian pendidikan IPS, perlu dikembangkan agar dapat memberikan kejelasan bagi arah pengembangannya. Oleh karena itu tidak perlu dirumuskan dalam rumusan yang “kaku”, dan lebih menekankan keseragaman”.46

Merumuskan dasar konseptual pendidikan IPS di negara kita, dihadapkan pada beberapa kesulitan, antara lain IPS itu sendiri diangkat meliputi berbagai mata pelajaran dan disajikan diberbagai jenjang pendidikan yang memiliki “model” dan “tradisi” yang berbeda sesuai dengan tujuan dari setiap jenjang dan jenis pendidikan tersebut. Menurut Nu’man Somantridalam buku karangan Mohammad Ali, dkk menyatakan, “Implikasinya sulit ditemukan rumusan, apalagi yang menuntut keseragaman, sehinga untuk merumuskan gagasan konseptual teoritik, “terpaksa” menggunakan referensi asing, seperti sering dilakukan para pakar pendidikan, khususnya Pendidikan IPS”.47

Menurut Gross and Zenely, Allen, Best dalam karangan Mohammad Ali, dkk menyatakan, “beberapa istilah asing yang digunakan bagi pendidikan IPS antara lainCivics,Civics Education”.48

d. Model Pembelajaran Pendidikan IPS

“Model”, dalam bahasan ini, diartikan sebagai kerangka konseptual yang dikembangkan dan digunakan sebagai pedoman sistematik dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan IPS sesuai dengan tujuan dan kepentingannya. Ada sejumlah model yang dikembangkan, menurut Gross, dkk dalam buku karangan Mohammad Ali, dkk mengemukakan, “ada lima model: 1) The discplinary model, 2) The multydisciplinary model, 3) Citizenship education, 4) The problem inquiry model, 5) The humanistic model/personal model”.49

Sedangkan menurut Bart Bart and Shermish dalam buku karangan Mohammad Ali, dkk mengemukakan, “ada tiga model yaitu: 1) Social

46

Mohammad Ali, dkk., Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2009), h. 271.

(52)

studies as social sciences, 2) Social studies as citizenship education, dan 3) Social studies as reflective inquiry”.50

Di Indonesia terdapat beberapa model, misalnya pendidikan IPS yang menggunakan model pendekatan “integreted” dikembangkan pada tingkat SD, sedangkan “correlated” dikembangkan pada SMP, dan “separted” terpisah sebagai mata pelajaran ilmu-ilmu sosial sekarang ini dikembangkan di tingkat SMA.51

Dilihat dari aspek pendekatan dalam kaitannya dengan tradisi pendidikan guru IPS, tampak yang besar pengaruhnya dalam pengembangan kurikulum adalah model yang menekankan pada pendidikan IPS sebagai mata pelajaran ilmu sosial yang disajikan secara terpisah namun tetap ada keterkaitan satu sama lainnya.

e. Tujuan Pembelajaran Pendidikan IPS

Tujuan pendidikan IPS secara teoritik tidak hanya terdapat dalam kurikulum secara eksplisit, namun tumbuh dalam berbagai konsepsi pemikiran yang dikembangkan para pakar. Beberapa definisi yang coba diangkat, selalu memuat konsep tentang tujuannya. Tradisi dimana pendidikan IPS ini dikembangkan mewarnai rumusan tujuan, sehingga tampak rumusan ini sangat kontekstual dengan sosial budaya pendidikan sebagai latarnya.52

Para ahli sering merumuskan tujuan pendidikan IPS dengan mengaitkannya dengan mempersiapkan para pelajar menjadi warga negara baik. Ini merupakan pengaruh dari model pendidikan IPS sebagai “citizenship education”.53

50

Ibid. 51

Ibid.,h. 275.

52

Mohammad Ali, dkk.,Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2009), h. 275.

53

(53)

Tujuan lain yang mencerminkan pendekatan rasionalitas dalam pendidikan IPS antara lain mengembangkan kemampuan menggunakan penalaran dalam pengambilan keputusan setiap persoalan yang di hadapinya. Di Indonesia terdapat dua tujuan dilihat dari kepentingan peserta didik yang keduanya tampak dalam kurikulum SMA, yaitu memberikan bekal bagi peserta didik untuk melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi dan membekali wawasan sosial budaya untuk mempertajam pemikiran dan apresiasi nilai dalam menjalani kehidupan di masyarakat.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti yang memiliki keterkauitan tentang model Quantum Teaching

diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rindi Andika Program Studi Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Efektivitas Quantum Teaching Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, (Quasi Eksperimen SDN Pondok Benda VI) dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh peningkatan hasil belajar menggunakan model pembelajaran Quantum Teachingdengan catatan TS terhadap hasil belajar PAI. Hal ini terlihat pada perhitungan uji “t”,diperoleh harga t hitung > t tabel (7.57> 2,00) pada derajat kebebasan (dk) = 70 dengan tarif signifikansi 5%.54

2. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Wijayanti, Program Studi Pendidikan IPS dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Terpadu”, (Quasi Experiment di MTs Negeri 19 Pondok Labu Jakarta Selatan) dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPS Terpadu dalam pembelajaran kelompok siswa eksperimen yang

54

(54)

menggunakan model Quantum Teaching lebih tinggi dari pada kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran Jigsaw. Di dalam pengajuan analisis data menggunakan uji t, diperoleh uji thitung sebesar 2,65 dan ttabel sesebesar 2,021 dengan taraf signifikan 0,05 (5%), sehingga terbukti bahwa thitung > ttabel (2,65 > 2,021) dan berpengaruh terhadap hasil belajar yang menggunakam Quantum Teaching.55

3. Penelitian yang dilakukan oleh Listia Winarni, Program Studi Pendidikan IPS dalam skripsi yang berjudul “Peningkatan Motivasi Belajar IPS Melalui Penerapan Model PembelajaranQuantum Teaching

Di Kelas IV”, (Studi Kasus di MI Safinatul Husna Kali Deres Jakarta Barat) dapat disimpulkan bahwa siklus pertama sampai siklus kedua menunjukkan adanya peningkatan pada motivasi belajar IPS siswa dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching. Hal ini nterlihat pada jumlah siswa yang memiliki motivasi belajar berkriteria sangat baik mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Peningkatan motivasi belajar berkriteria sangat baik mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Peningkatan motivasi belajar yang baik pada setiap siklus merupakan hasil dari upaya guru dalam membuat proses pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Berikut adalah peningkatan motivasi belajar siswa dari mulai pra siklus sampai sklus II:

55

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 3.1Waktu Penelitian
Tabel 3.2Desain Penelitian
Tabel 3.3Jumlah Komposisi Laki-laki dan Perempuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika seorang ibu ingin menyusui, maka hendaknya penggunaan pil ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui) dan disarankan menggunakan cara

Variabel gaya kepemimpinan secara tidak langsung mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja sebesar 0,086. Kata kunci:

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata gain yang dinormalisasi <g> kemampuan memahami pada kelas eksperimen sebesar 0,70 dengan kategori tinggi sedangkan

campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat suatu website yang diberi nama Website Company Profile PT Adimitra Wilangtama Menggunakan Macromedia Dreamweaver dan Flash MX,

Puji dan syukur Penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, penyertaan, dan kasih karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi

Pertama-tama puji dan syukur Penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat – Nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Identifikasi

non basis yang menggantikan sel basis, dimana total biaya transportasi solusi baru lebih kecil dari total biaya sebelumnya.  Kriteria pemilihan ialah mencari sel