• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dominasi Kelas Samurai Terhadap Politik Jepang Pada Zaman Tokugawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dominasi Kelas Samurai Terhadap Politik Jepang Pada Zaman Tokugawa"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

“Proposal Penelitian”

Dominasi Kelas Samurai terhadap Politik Jepang

pada Zaman Tokugawa

D

I

S

U

S

U

N

Oleh:

Dedy Kurniawan

(070906006)

Dosen Pembimbing : Drs. Heri Kusmanto, M.A

Dosen Pembaca : Warjio, M.A

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NAMA : Dedy Kurniawan

NIM : 070906006

Abstrak

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Sosial, dengan judul “Dominasi Kelas Samurai terhadap Politik Jepang pada Zaman Tokugawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi dan bentuk dominasi politik dalam praktek ilmu politik di kehidupan bersosial dan politik di negara Jepang pada rezim tunggal Tokugawa.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode studi analisis pustaka, metode ini dilakukan dengan langkah pengumpulan sumber data utama penelitian berupa buku-buku, studi keilmuan sejarah politik di negara Jepang pada zamanTokugawa.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya bentuk dominasi politik di negara Jepang yang dilakukan oleh kelas samurai dalam bentuk kepemimpinan rezim tunggal seorang shogun. Dalam penelitian ini menunjukkan bentuk dominasi satu kelas tertentu yaitu kelas samurai dengan cara penguasaan struktur-struktur penting dalam lembaga negara baik pusat dan daerah-daerah di luar pusat kepemimpinan dengan cara kepemimpinan tunggal dan terpusat

 

(3)

Abstract

This thesis is submitted in order to qualify holds a Bachelor of Social, titled "Domination of the Samurai Class Politics in the Age of Tokugawa Japan”. This study aims to determine strategies and forms of political domination in the practice of political science and political life in the country to social Japan on single Tokugawa regime.

The research method used was qualitative research methods literature analysis study, this method is done with the step of collecting primary data source in the form of study books, scientific study of political history in Japan on Tokugawa Era.

The results of this study indicate a form of political domination in the country of Japan is carried by the samurai class in the form of a single regime leadership shogun. In this study suggests certain forms of domination of one class by way of the samurai class that mastery of important structures in the central state institutions and areas outside of the central leadership by way of a single and centralized leadership.

(4)

KATA PENGANTAR

Dalam penyusunan Skripsi ini Penulis seperti kebanyakan mahasiswa dalam proses penyelesaian penulisan ilmiah yang mendapati kesulitan dan permasalahannya, hal ini disebabkan oleh keterbatasan wawasan penulis, naik turunnya semangat penulis oleh berbagai sebabnya, juga kurangnya pengalaman serta sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang bisa diperoleh dengan mudah oleh peneliti. sehingga penulis dapat menylesaikan Skripsi ini denga judul “Dominasi Kelas Samurai terhadap Politik Jepang pada Masa Rezim Tokugawa” guna memenuhi syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana dari Departemen Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis telah mendeskripsikan politik dominasi kaum samurai dalam bentuk struktur dan kebudayaan bangsa Jepang. Penulisan ilmiah ini dilakukan dengan cara penelitian pustaka yang bersifat deskriptif dan analitis data tentang dominasi politik oleh rezim Tokugawa di Jepang. Penulis juga mengumpulkan data yang berhubungan sebagai perbandingan analisis dari buku-buku sebagai sumber data primer penelitian dan didukung dari data sekunder yang bisa dipertanggungjawabkan sumbernya. Berdasarkan analisis data-data tersebut, penulis memaparkan bahwa adanya bentuk politik dominasi dalam suatu sistem kekuasaan. Adanya sistem politik otoriter pada masa Tokugawa di Jepang.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT “Maliku Samaa wal Ardh” yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Berkat segala nikmat waktu dan kesempatan yang Engakau berikan, penulis mendapati pelajaran penulisan ilmiah selama di bumi sebelum akhirnya kembali ke langit, di singgasanaMU. Sholawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Karenanya penulis bersaksi Islam dalam syahadat, semoga kita semua umat bumi yang percaya dan terpilih mendapatkan syafaatnya kelak di hari penghitungan, amin.

Terima kasih dalam bentuk cinta juga maaf kepada ibu dan ayah. Terima kasih untuk semua cinta kalian, baik itu dalam doa dan materi yang dengan ikhlas selalu kalian berikan untuk aku, anak kalian. Terima kasih ibu, terima kasih ibu, terima kasih ibu, perempuan hebat dari Tano Bato dengan nama Darwisah, seorang perempuan terkasih dan tercinta setelah pencipta bumi sekalian alam, perempuan yang selalu ada dijantungku. Terima kasih ayah hebat Indonesia, ayah Sugiharto, ayahku yang harusnya tau kalau kamu selalu punya kesan manis dihatiku, anak lelaki pertamamu. Terima kasih kepada adik-adik tersayang saudara sedarahku Rizky Hidayat, Muhammad Ramadhan dan Putri amalia putri satu-satunya ayah, ibu dan kami abang-abangnya. Semoga selalu syukur dan cinta dirumah kita, amin.

Hingga tulisan ilmiah ini selesai banyak beberapa pihak terkait yang menjadi bagian penting penulis baik dalam dukungan sumber data, penulisan, tanda tangan, juga motivasi dari orang terkasih yang mau-maunya terus sabar dalam dukungan materi dan do’a bagi saya penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta dalam membantu penulisan Skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

(6)

Dekan III, Drs. Edward, Msi. Semoga ada harapan perubahan lebih baik FISIP ditahun mendatang lewat Bapak/Ibu selaku pemimpin birokrasi kampus.

2. Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU, Ibu Dra. T. Irmayani, Msi. Terima kasih saya khusus untuk ibu selaku pemimpin jurusan Ilmu Politik FISIP USU, kedisiplinan ibu dalam hidup kiranya dapat saya jadikan pelajaran berharga dalam masyarakat.

3. Bapak Heri Kusmanto M.A sebagai dosen pembimbing dan dosen wali penulis yang benar-benar memberikan keluangan waktunya dalam membimbing saya selaku penulis. Kiranya kata terima kasih masih kurang untuk membalas kebaikan beliau, yang bagi sudut pandang saya beliau adalah seorang ayah hebat Indonesia, Tokoh pendidik yang penuh kasih, salah satu calon penghuni surga, amin.

4. Bapak Warjio Ph.D selaku dosen pembaca yang telah membantu penulis dalam memberi nasehat dan arahan, baik proses dan ide penulisan ilmiah ini.

5. Kepada seluruh dosen-dosen Ilmu Politik yang mendedikasikan hidup sebagai pengajar di FISIP USU.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Departemen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Khususnya Departemen Ilmu Politik.

7. Kepada dua lelaki surga (selaku tim administrasi Indonesia yang katanya selalu buat susah hidup orang lain) dari sudut pandang saya selaku lelaki dan mahasiswa yaitu bg Manan dan bg Rusdi yang memberikan kemudahan administratif dan fasilitas lainnya. Semoga nanti kita ketemu disorga, amin.

(7)

Damanik, bang Ahmad Razali atau sering kami sebut bang Madid Musawaroh, senior HMI (ROTI MANIS) dan Politik bang Rolan Ahmadi gak pakai h dan d, bang Choky, bang Veni, bang Prima, bang Fuad, bang Tata, bang Yoo, bang Akhyar, bang Fandi dan perempuan hebat dihidup kalian, kepada kanda Eko Rusadi senior hebat dan berani, bang ari selaku mantan gober FISIP USU, bang Dontcare dan bang Arifin Sufi, bang Ihsan sosiologi, pakde hendra selaku kabid PA 2007, bg Jean, Bedol, Baday, Riri, Andhin, kak Tika, kak Antie, kak Nia, Ogek Iyank selaku Ketua Umum HMI, Bendum hebat HMI kak Ayis Ndut, bang Regar, Adel, kak Bejo, kak Upe Maulidannur, dan senior-senior lainnya. Terima kasih telah mengajarkan banyak hal selama didunia perkuliahan penulis.

9. Kawan-kawan BATU KRISTAL selaku teman seperjuangan Afdhal Yuni Gustia, Ryan Ganteng, Budi Jagurduk Irwansyah, Ojan Udah Jahat Dikit, Ferdiansyah kelurga shah yang hilang, Edo Kombatan, Firdha Jempol Yuni Gustia, alm. Siti Maryam, buk Miftah Yudistira, Dina Kepok, Ika, bang Boy, Amir, Topit, Tri, Babecabita, Novira, Indra Kocik, Wanda, Nend, Acong, Arif, bulan yang jadi Ketum HMI dari batu kristal Bulan Muary, Wirda, Aink Mah, Rogap, Rini, Abay, dan Ara Auza, terima kasih telah menjadi sahabat dan teman penulis dalam pencarian diri dan tumbuh di rumah HMI Komisariat FISIP USU

10.Terima kasih kepada DENOKE (Rizky, Chandra, Marco, Untung Debata, Rahmat FMN, Afdhal, Ryan Ganteng, Budi Jagurduk, Alim, dan Saya), gerombolan pemuda nakal dan lincah yang terobsesi dengan ibu Nurlela Ketaren, juga Politik angkatan 2007

(8)

12.Angkatan 2009 Gama Kosmik Teguh, kang Meden, Eka Son Goku, Dudung, Afgan, Sandy, Said, Aga, Jhongay, Amri, Lutfan, Dek Kaban Yudith Sri Lestari, Frenky, Joni, Aldo, Aya’ Oco, Asrul, Rambe, Heri, Kiki Cintya dan lainnya terima kasih setiap perjuangan dan diskusi kita bersama

13.Kepada Pengurus HMI FISIP USU dan Pengurus Biro Periode 2013-2014, Angkatan 2010-2011. YAKUSA adinda-adinda revolusioner.

14.Terima kasih etek kantin beserta staff yang dikudeta mas koboy beserta staff, semoga kalian bukan bagian dari konspirasi kapitalisme, amin

15.Terima kasih untuk tempat-tempat yang menjadi saksi penulisan skripsi ini bersama yang terkasih yang selalu ada, rumah dek kaban, rumah saya, PSG cafe yang ada Jessennyaa (lelaki macho tangguh bertato peta Medan berambut Cola berkaos playboy revolusi , ule kareng, terakhir di SPN sopo nyono dan rumah penulis.

Kepada musuh-musuhku dalam perang akhir zaman, terima kasih tidak menyerangku selama penulisan ini selesai, sesungguhnya aku juga menyayangi kalian semua musuhku. Kepada Abdullah lainnya yang terlewatkan dalam ingat, terima kasih dan maaf penulis sampaikan. Semoga kita semua dalam rahmat dan hidayah Allah SWT dan mendapat syafaat Muhammad SAW kekasih Allah.

Medan, 13 Januari 2014

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH KHUSUS

Terima kasih khusus teruntuk Veronica Febri Dwi Andini gadis kecil manis yang tak pernah disangka selalu menemani penulis dari awal hingga akhir penulisan ilmiah ini. Yang terbaik dan terindah yang pernah ada. Bunga yang terlahir bagi bumi dan saya pada musimnya di bulan februari. Bunga dari matahari dan cinta alam. Seseorang yang terlahir suci dari rahim anak manusia. Semoga kita berada dijalanNYA, Semoga kita ditunjukkan jalan yang lurus yang benar, amin.

(10)

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Abstract...ii

Kata Pengantar...iii

Ucapan Terima Kasih...iv

Daftar Isi BAB I Pendahuluan I.1 Latar belakang...1

I.2 Rumusan Masalah...7

I.3 Tujuan Penelitian...7

I.4 Kajian Pustaka...8

I.5 Kerangka Teori...9

I.6 Metode Penelitian...12

I.6.1 Jenis Penelitian...13

I.6.2 Teknik Pengumpulan Data...13

I.6.3 Teknik Pengolahan Data...13

I.6.4 Analisis Data...13

I.7 Sistematika Penulisan...14

BAB II Deskripsi Sistem Politik Jepang II.1 Geografi Jepang...15

II.2 Sejarah Kebudayaan Jepang...20

II.3 Sejarah Jepang...23

II.4 Sejarah Politik di Jepang...27

II.5 Bentuk dan Sistem Struktur Sosial...33

II.6 Lahirnya Samurai...36

(11)

III.1 Feodalisme dan Dominasi Kelas Samurai dalam Politik di Jepang...46

III.2 Dominasi Klan Tokugawa sebagai Penguasa Tunggal Pemerintahan Jepang...49

III.3 Ideologi sebagai Senjata Dominasi Rezim Tokugawa...51

III.4 Pembentukan Strata Sosial Era Tokugawa pada Masyarakat Jepang...52

III.5 Dominasi Shogun Tokugawa terhadap Daimyo, Bushi, dan Masyarakat...55

III.6 Proses Pemantapan Dominasi Politik Rezim Tokugawa...57

III.7 Kebijakan Sistem Bushi Baru Tokugawa dalam Dominasi Politik...58

III.8 Peranan Bushido dalam Pengokohan Rezim Tokugawa...63

BAB IV Penutup IV.1 Kesimpulan...65

IV.2 Saran...68 Daftar Pustaka

(12)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

NAMA : Dedy Kurniawan

NIM : 070906006

Abstrak

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Sosial, dengan judul “Dominasi Kelas Samurai terhadap Politik Jepang pada Zaman Tokugawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi dan bentuk dominasi politik dalam praktek ilmu politik di kehidupan bersosial dan politik di negara Jepang pada rezim tunggal Tokugawa.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode studi analisis pustaka, metode ini dilakukan dengan langkah pengumpulan sumber data utama penelitian berupa buku-buku, studi keilmuan sejarah politik di negara Jepang pada zamanTokugawa.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya bentuk dominasi politik di negara Jepang yang dilakukan oleh kelas samurai dalam bentuk kepemimpinan rezim tunggal seorang shogun. Dalam penelitian ini menunjukkan bentuk dominasi satu kelas tertentu yaitu kelas samurai dengan cara penguasaan struktur-struktur penting dalam lembaga negara baik pusat dan daerah-daerah di luar pusat kepemimpinan dengan cara kepemimpinan tunggal dan terpusat

 

(13)

Abstract

This thesis is submitted in order to qualify holds a Bachelor of Social, titled "Domination of the Samurai Class Politics in the Age of Tokugawa Japan”. This study aims to determine strategies and forms of political domination in the practice of political science and political life in the country to social Japan on single Tokugawa regime.

The research method used was qualitative research methods literature analysis study, this method is done with the step of collecting primary data source in the form of study books, scientific study of political history in Japan on Tokugawa Era.

The results of this study indicate a form of political domination in the country of Japan is carried by the samurai class in the form of a single regime leadership shogun. In this study suggests certain forms of domination of one class by way of the samurai class that mastery of important structures in the central state institutions and areas outside of the central leadership by way of a single and centralized leadership.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bangsa Jepang adalah salah satu bangsa tertua di dunia dan yang paling dibanggakan orang-orang Jepang adalah kerajaan atau dinasti-dinastinya yg merupakan satu kesatuan negara yang berlangsung secara terus-menerus dan paling lama di antara bangsa-bangsa di dunia.1 Zaman sejarah Jepang dimulai dari zaman Nara, zaman Heian (794-1192) sampai dengan zaman Meiji (1868-sekarang). Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang yang telah terjadi maka dikenallah sistem pemerintahan di Jepang. Bentuk sistem pemerintahan di Jepang yang dimaksud adalah administrasi pemerintahan, militer, dan penarikan pajak. Dengan peristiwa tersebut dikenal lah gelar-gelar, antara lain: Tenno (Kaisar), Shogun (Jenderal), Daimyo (tuan tanah), perdana menteri dan menteri-menteri. Pada dasarnya, Jepang memiliki banyak zaman sesuai dengan perubahan masa dan kekuasaan. Namun, secara garis besar Jepang dibagi menjadi lima periode yang terdiri dari abad kuno atau disebut dengan ‘Kodai’, abad pertengahan atau disebut dengan ‘Chusei’, abad pra modern atau ‘Kinsei’ yang dimulai dengan zaman Edo (1603-1868), abad modern atau ’Kindai’, dan yang terakhir abad ‘Gendai’ yang terdiri dari zaman Taisho, Showa, dan Heisei.2

Selama 700 tahun sampai akhir abad ke-16 feodalisme di Negara Jepang berkembang secara natural dan semakin berkembang dari satu daerah ke daerah lainnya. Diantara daerah tersebut hanya ada perbedaan rincian dan perbedaan pemakaian istilah saja. Maka untuk itu pemerintahan mengambil kebijakan untuk menciptakan staratifikasi masyarakat secara jelas dan tegas. Selain ditujukan untuk menciptakan hirarki kelas masyarakat, kebijakan juga diambil untuk menertibkan dan menyeragamkan tatanan sosial. Kebijakan ini juga ditujukan sebagai antisipasi terhadap “gekokujo” yang sering terjadi pada zaman feodalisme. Gekokujo adalah penumbangan kekuasaan penguasa yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah.

      

1 Suryohadiprojo, Sayidiman, Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjoangan Hidup (Jakarta: Pustaka  Bradjaguna, 1982), hal. 9 

(15)

Jepang pra-modernisasi, yaitu pada era feodal (1185-1603) pemerintahan Jepang menerapkan sistem pemerintahan yang menempatkan shogun sebagai pemimpin tertinggi yang memiliki kekuasaan penuh, sedangkan kaisar hanya sebagai simbol pimpinan struktur bernegara. Periode ini diawali oleh Minamoto no Yoritomo yang membangun sistem pemerintahan yang dikenal dengan sebutan bakufu atau pemerintahan shogun. Shogun yang pertama dikenal dengan nama Kamakura bakufu di Kamakura pada tahun 1192. Model pemerintahan shogun terdiri dari dua divisi utama yaitu divisi samurai dan divisi pengadilan atau hukum.3

Para shogun diberikan kekuasaan militer oleh kaisar dan mereka juga dibantu oleh para daimyo yang merupakan tuan tanah semenjak abad ke-10 hingga awal abad ke-19. Para daimyo memiliki hak kepemilikan tanah secara turun-temurun dan bahkan tentara untuk melindungi tanah dan pekerjanya. Daimyo pada masa Kamakura disebut Gokenin dan pada periode Muromachi (1336-1573), kelas Gokenin dihapuskan dan diganti dengan kelas daimyo.4

Sistem shogun sebagai dasar pemerintahan pada masa Kamakura berangsur hilang pada akhir periode ini. Kaisar terakhir pada periode ini, Go-Daigo mengembalikan kekuasaan kepada kekaisaran karena menganggap shogun gagal menghadapi serangan tentara Mongol. Dikembalikannya pemerintahan kepada kaisar menimbulkan ketidaksenangan kaum samurai. Pembaharuan yang dilakukan oleh Go-Daigo disebut Kenmu shinsei atau Restorasi Kenmu. Namun upaya Go-daigo untuk menempatkan kaisar sebagai pemimpin utama tampaknya kurang berhasil karena pada tahun 1336 berdirinya Shogun Ashikaga. Gedung pusat pemerintahannya dibangun di Muromachi sehingga pemerintahan ini disebut dengan masa Muromachi. Perebutan kekuasaan oleh Ashikaga menyebabkan terjadinya persaingan lagi antara kaisar dengan shogun sehingga ada dua pusat pemerintahan kekaisaran selama 50 tahun yaitu di utara (Muromachi) yang pro-shogun dan di selatan yang pro-kaisar.5

Pemerintahan selanjutnya diteruskan oleh Oda Nobunaga seorang daimyoyang berhasil mengusir Ashikaga Yoshiaki, shogun terakhir Ashikaga bakufu dari Kyoto. Ia akhirnya menguasai Kyoto pada tahun 1568 dan menjatuhkan Muromachi tahun 1573. Oda Nobunaga       

3 Ishii, Ryosuke, Sejarah Institusi Politik Jepang (Jakarta: PT. Gramedia, 1988) hal. 47 

4 Situmorang, Hamzon, Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan Kepada Keshogunan dalam Feodalisme Zaman Edo  (Medan: USU Press, 1995) hal. 43 

(16)

sangat berambisi menyatukan seluruh Jepang. Selain mengalahkan saingannya sesama daimyo, Nobunaga juga berhasil menaklukkan saingan utamanya yang lain, yaitu aliran agama Budha (aliran Ikko) yang sangat militan. Namun, Nobunaga berhasil menghancurkan Kuil Enryakuji yang merupakan pusat kekuasaan Agama Buddha.6

Nobunaga merupakan daimyo yang kuat dan memiliki strategi kepemimpinan yang unik. Masa kepemimpinan Nobunaga beserta para daimyo yang meneruskannya, yaitu Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu merupakan periode menuju penyatuan wilayah Jepang yang tercapai pada tahun 1590. Namun, dari ketiganya, hanya Tokugawa Ieyasu yang berhasil mendapatkan gelar Sei-Taishogun, lalu mendirikan Klan Shogun Tokugawa pada tahun 1603 yang juga terkenal dengan sebutan Zaman Edo.7

Masuknya zaman baru di Jepang yaitu Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut Zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada masa itu bepusat di Kota Edo (Tokyo). Selama periode Edo, Jepang memiliki penguasa kecil. Ada lebih kurang 200 penguasa-penguasa kecil di daerah tersebar negara bagian Jepang dan mereka disebut daimyo. Dari daimyo-daimyo tersebut, klan Tokugawa adalah yang paling kuat dan solid. Mereka memerintah sistem struktur masyarakat dan sistem politik dari tempat yang bernama Edo. Tempat ini berada di sekitar Tokyo. Selama lima belas generasi klan Tokugawa menjadi dominasi kelas samurai dalam politik di negara Jepang.8

Keshogunan Tokugawa merupakan pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Ieyasu Tokugawa yang diangkat sebagai shogun pada tanggal 24 Maret 1603. Setiap pewaris tahta shogun diberi nama keluarga Tokugawa. Ieyasu Tokugawa merupakan shogun pendiri pertama Tokugawa. Masa isolasi selama kurang lebih 250 tahun selama masa pemerintahan shogunat Tokugawa, membawa berbagai akibat pada bangsa Jepang. Salah satunya adalah semakin mantapnya pembentukan kepribadiaan bangsa Jepang. Hal ini menjadi amat penting bila dikemudian hari Jepang harus berhadapan dengan dunia barat yang amat agresif. Karena mantapnya kepribadian Jepang, maka dalam berusaha mengejar       

6 Ibid Hal. 12 

7 http://muruniramuri11.wordpress.com/2011/09/20/sistem‐pemerintahan‐dan‐politik‐di‐jepang/ diakses pada  tanggal 25 Maret 2013 pukul 14.53 WIB 

(17)

ketertinggalannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dari dunia Eropa, Jepang tidak pernah khawatir akan kehilangan kepribadiannya.9

Sistem politik Jepang di Zaman Edo adalah sistem politik feodal yang disebut dengan istilah Bakuhan Taisei yang artinya pemerintah militer atau keshogunan. Dalam sistem Bakuhan Taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut han dan membagi-bagikan tanahnya kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer. Awal mulanya feodalisme di Jepang ditandai dengan adanya pembagian kekuasaan kepada para shogun oleh Tennou sebagai bentuk kekuasaan praktis. Dan ini ditandai dengan adanya kebijakan pembentukan strata kelas sosial yang kaku dan terlalu tegas. Alasan populer pemerintah Jepang menerapkan pembagian kelas masyarakat dari mulai kelas yang paling suci sampai kelas yang paling bawah antara lain:

1. Antisipasi pemberontakan kelas bawah 2. Pemantapan posisi bakufu

3. Pengkerdilan kekuasaan kaisar

Kelas-kelas sosial pada masa Edo juga membuat masyarakat terkotak-kotak. Hal ini secara tidak langsung juga akan menjauhkan masyarakat dari kaisar. Masyarakat yang berada di kelas bawah telah terdoktrin bahwa dirinya tidak pantas menemui kaisar dan kaisar yang berada di kelas paling atas mungkin juga akan merasa tercemar juka menemui rakyatnya. Dalam kondisi masyarakat yang terkotak-kotak seperti itu pula pemerintah dalam hal ini bakufu lebih leluasa melakukan apa saja kepada rakyatnya. Kasus yang terjadi pada saat itu orang-orang dari kelas samurai dapat membunuh seseorang yang kelasnya lebih rendah, walaupun hanya karena alasan yang sederhana dan tidak masuk akal.10

Kekuasaan pemerintah pusat pada masa itu berada di tangan shogun Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Selain itu, dalam teori Russel (1988), pada sistem feodal peran kaisar Edo sebagai wakil dan penyampai titah dewa ke bumi masih diakui, tetapi fungsi politik dan hak kedaulatan sudah tidak dimilikinya lagi. Lembaga politik atau keshogunan ini disebut bakufu.11

       9 Ibid, hal. 41 

10 http://neetatakky.blogspot.com/2011/07/politik‐jepang.html diakses pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 15.45  WIB 

(18)

Pada masa ini berlangsung lebih dari 250 tahun. Ini adalah masa damai di Jepang, dimana para daimyo sudah tidak terjadi serangan antar-daimyo dari daerah bagian Jepang yang terpisah-pisah. Hal inilah yang membedakan kondisi negara Jepang pada masa Tokugawa dengan masa sebelumnya dimana zaman feodal sebelumnya yang sering terjadi perang berkepanjangan di Jepang yang disebut sengoku jidai (masa perang seluruh negeri).

Tokugawa sebelum Zaman Edo merupakan seorang daimyo di daerah Mikawa yang pada tahun 1603 berhasil menjadi shogun. Secara struktural, shogun memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan daimyo dan demi diakui oleh para daimyo lain, khususnya yang menjadi musuh Tokugawa, ia harus mengadopsi suatu moralitas baru dalam pemantapan hubungan penguasa dengan yang dikuasai, yaitu antara para daimyo dengan shogun, di samping terhadap kaisar.

Pemerintah Tokugawa secara tegas membagi masyarakat Jepang menjadi empat kelas yaitu kelas samurai (Bushi), kelas petani (Nomin), kelas pengrajin (Kosakunin), dan terakhir kelas pedagang (Shonin). Tingkatan kelas ini kemudian dikenal dengan Shi No Ko Sho, yang kemudian dilaksanakan secara keras dan kaku. Selain itu, masih ada golongan masyarakat yang tidak digolongkan ke dalam Shinokosho, yaitu orang-orang buangan yang disebut Eta atau

Hinin. Dengan adanya ketentuan mengenai pembagian kelas tersebut maka seseorang tidak dapat pindah ke tingkatan yang lebih tinggi walaupun ia memiliki kemampuan dan bakat. Dalam masa shogunat Tokugawa kekuasaan tertinggi dalam struktur politik ada di tangan shogun, Dominasi kelas samurai menjadi penguasaan militer tertinggi di Jepang.

Pembagian tatanan sosial ini didasarkan pada ajaran Konfusianisme yang mengajarkan pemahaman terhadap hakikat takdir yaitu bahwa manusia harus menerima takdirnya sejak lahir dan tidak dapat menggugat takdir. Pemikiran ini membuat rakyat terpaksa menerima keadaan serta status yang dimilikinya dan tidak dapat memperbaiki statusnya ke tingkat yang lebih tinggi. Diskriminasi kelas pun semakin jelas. Tujuan ditetapkan Shinokosho adalah supaya kelas penguasa tetap pada kedudukannya dan memiliki kekuatan untuk menekan kelas yang berada di bawahnya.

(19)

struktur politik dan administrasi di Jepang. Selama masa isolasi dari dunia internasional selama 250 tahun maka para samurai lebih mendominasi sistem struktur politik dan administrasi di Jepang daripada sebagai pejuang kemiliteran di Jepang. Shogun atau Samurai memperoleh kekuasaan tersebut dari Tenno Heika yang menjadi simbol kekuasaan Jepang dan pendeta tertinggi dalam agama Shinto. Pada masa Tokugawa, pusat kekuasaan politik terpisah dari tempat kediaman Tenno Heika. Tokugawa menempatkan istananya di Edo (yang sekarang bernama Tokyo), sedangkan istana Tenno Heika di Kyoto yang tetap dianggap ibukota Jepang pada waktu itu.

Adanya niat shogun Tokugawa untuk memperkuat kekuasaannya, maka ia harus memperkecil nilai kesucian daimyo pada pandangan anak buahnya dan mengurangi fungsi politik dan kedaulatan yang dikuasai oleh para daimyo di setiap wilayah mereka masing-masing dengan membuat konsep pengabdian diri golongan militer seluruh Jepang dalam Shido (bushido baru) yang berpijak pada pemikiran konfusionis. Tujuan akhir konsep ini adalah mengurangi kesadaran para bushi (golongan militer) akan kesucian tuannya (daimyo) sebagai penguasa wilayah, sekaligus berusaha supaya para bushi berpikiran lebih rasional dalam melakukan pengabdian diri.

Untuk mengatur daimyo, Tokugawa Ieyasu menetapkan peraturan yang harus dipatuhi oleh para daimyo yang disebut Bukeshohatto. Salah satunya adalah para daimyo dilarang memperkuat pasukannya atau mendirikan benteng tanpa sepengetahuan pemerintah pusat (Bakufu). Keshogunan Tokugawa (1603-1868) atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun-temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa.12 Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut Zaman Edo karena ibukota terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo hingga Restorasi Meiji.

Dominasi kelas samurai dari keluarga klan Tokugawa sepanjang lima belas generasi adalah bukti konkrit dari penguasaan sistem struktur politik dan sistem masyarakat pada era feodalisme di Jepang. Pemerintahan keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai Zaman Edo atau Zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai       

(20)

dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu.

Berdasarkan kajian sejarah sistem masyarakat dan budaya masyarakat Jepang dalam bidang pemikiran ilmu politik penulis menganalisis bahwa kajian tentang adanya dominasi kelas samurai yang mempengaruhi sistem struktur elit politik atau sistem tata negara di Jepang yang patut dijadikan perbandingan sistem politik dengan negara-negara lain, khususnya Negara Indonesia dan alasan penulis memilih judul pada zaman Tokugawa dikarenakan pada zaman itu terdapat adanya dominasi oleh satu klan yang dilakukan oleh klan Tokugawa kurang lebih selama 15 generasi (1603-1868). Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis dan memaparkan secara rinci dan terbuka tentang bagaimana terjadinya dominasi kelas samurai dan pengaruhnya terhadap sistem tata negara dan sistem elit politik di negara Jepang. Ketertarikan penulis khususnya adalah metodologis bagaimana terjadinya peralihan sistem kekuasaan kekaisaran menjadi ke tangan dominasi klan samurai, yang khususnya terjadi pada zaman feodalisme klan shogunat Tokugawa.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana dominasi kelas samurai terhadap politik Jepang pada Zaman Tokugawa”.

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mendeskripsikan sejarah sistem politik Jepang zaman feodalisme hingga lahirnya sistem keshogunan (samurai).

b. Mengkaji perubahan sistem kebijakan-kebijakan elit struktural kelembagaaan yang terjadi pada zaman Tokugawa

(21)

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1. Manfaat Akademis

Secara akademis, penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain:

a. Menambah khazanah keilmuan civitas akademik FISIP USU secara umum dan secara khusus untuk departemen Ilmu Politik secara khusus.

b. Menemukan teori-teori struktur pemerintahan yang dipakai Jepang sebelum era keshogunan dan pasca keshogunan.

I.4.2. Manfaat Praktis

a. Secara praktis, penelitian pustaka ini bermanfaat dalam praktek keilmuan politik secara universal dan secara khusus untuk perbandingan sistem politik di Indonesia.

b. Sebagai khazanah perbandingan praktek politik akademisi yang melakukan kegiatan politik, khususnya akademisi di Indonesia.

I.5 Kajian Pustaka

Dalam memulai analisis deskriptif penulisan tentang dominasi kelas samurai, khususnya zaman era rezim Tokugawa agar tidak terjadi pengulangan riset penelitian yang berujung pada keadaan tumpang tindih hasil riset pengumpulan data, maka penulis siharuskan menyertakan sebuah kajian pustaka. Dalam kajian pustaka ini penulis melakukan penghimpunan kembali hasil-hasil penelitian yang sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, baik itu barkaitan tentang sejarah politik Jepang, sejarah samurai, dan dominasi kelas Samurai di dalam sistem politik negara Jepang.

(22)

yang menjadi fokus perhatian oleh penulis adalah sejarah panjang sistem feodalisme jepang sampai sedikit era Jepang modern yang dikenal dengan Restorasi Meiji dan juga fokus pembahasan sistem politik negara jepang yang bersifat monarki konstitusional.

Studi budaya yang menjadi ciri khas bangsa Jepang banyak dilakukan analisis deskriptif oleh penulis dari buku Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam Perjuangan Hidup karya Sayidman Suryohadiprojo. Dimana dalam buku ini penulisis banyak mengambil referensi gambaran kondisi perkembangan Negara dan karakteristik bangsa Jepang yang juga menjadi alasan bagaimana penulis menganalisis lahirnya gerakan samurai dan sistem keshogunan yang akhirnya menjadi dominasi di negara Jepang. Selanjutnya, juga ada buku penting yang menjadi referensi utama penulis dalam daftar pustaka yaitu buku Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan kepada Keshogunan dalam Feodalisme zaman Edo(1603-1868) karya Hamzon Situmorang yang banyak mengupas secara mendalam permasalahan perubahan-perubahan sistem kebijakan yang dilakukan oleh Shogunat Tokugawa dalam melakukan dominasi kelas politik di negara Jepang dan mempertahankan kekuasaan penuh di tangan klan Tokugawa.

Karya-karya dalama bentuk tulisan ilmiah mengenai Zaman Edo atau zaman klan Tokugawa dan sistem politik Jepang juga telah banyak diuraikan peneliti-peneliti lain diantara Hamzon Situmorang, Robert N. Bellah, Eiichiro Ishida. Secara umum dan general tulisan-tulisan mereka banyak membahas sejarah institusi kelembagaan politik, era rezim kelas samurai, dominasi kelas politik di negara Jepang.

I.6 Kerangka Teori

(23)

kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.13

Teori elit pertama kali muncul dengan adanya pengacuan terhadap teori elit klasik, yang memunculkan beberapa nama tokoh besar, yaitu Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, dan Robert Michels. Menurut Gaetano Mosca Dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk. Yang pertama, kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Kelas penguasa jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, menopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, Sedangkan kelas yang kedua jumlahnya lebih besar dan dikendalikan oleh kelas penguasa.

Dalam kajian ini, penyusun menggunakan kerangka teori elit klasik dengan cara pandang kekuasaan, kelembagaan dan fungsional. Yang pertama adalah “teori kelas politik” dari Gaetano Mosca, menurut Gaetano Mosca (1858-1941), dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk yaitu satu kelas yang menguasai yang disebut elit dan satu yang dikuasai yaitu masyarakat. Kelas pertama atau elit yang jumlahnya selalu minoritas, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu. Sedangkan kelas kedua, yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas elit itu.14

Teori kedua yang penulis pakai dalam penyusunan kerangka teori adalah teori elit pemerintah/penguasa dari Vilfredo Pareto. Menurut Pareto dalam pandangannya terhadap elit politik dan kekuasaan, elit politik sebagai kekecewaan terhadap apa yang sedang berjalan pada waktu itu yaitu aristokrat. Vilfedro Pareto beranggapan bahwa sifat dari penguasa atau elit politik otoriter dan mengintervensi. Menurut Pareto, setiap masyarakat diperintah oleh sebuah elit yang komposisinya selalu berubah. Selanjutnya Pareto membagi elit dalam dua kelompok, yaitu kelompok elit yang memerintah dan kelompok elit yang tidak memerintah. Kedua kelompok elit itu senantiasa berebut kesempatanuntuk mendapatkan porsi kekuasaan sehingga terjadi polarisasi

      

13 Miriam Budiarjo, Dasar‐Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1999) Hal. 38 

(24)

elit dan melahirkan sirkulasi antara elit lama dengan elit baru. Setiap elit yang memerintah hanya dapat bertahan apabila secara kontinuitas memperoleh dukungan dari masyarakat.15

Dan teori yang ketiga adalah teori Iron Law of oligarkhy dari Robert Michels tentang hukum besi oligarki yang dinyatakannya sebagai satu dari banyak hukum yang besi dalam sejarah, dimana sebagian masyarakat demokrasi modern, dan dalam masyarakat itu sendiri, serta partai-partai yang sudah demikian berkembang tidak dapat lagi melepaskan diri darinya. Untuk teori yang ketiga ini penulis memakai teori oligarki milik Robert Michels guna menganalisis bagaimana terjadinya perubahan-perubahan sistem kebijakan dan juga bagaimana terjadinya perubahan hirarki-hirarki kelas sosial dalam sudut pandang politik yang dilakukan oleh pemimpin Jepang pada saat era feodalisme yang terjadi oleh kepemimpinan klan Tokugawa. Hukum Besi Oligarki adalah kondisi partai dikuasai oleh golongan atau segelintir orang yang memiliki keinginan khusus untuk menguasai rakyat. Golongan ini bisa terdapat dari luar partai, misalnya kaum konglomerat yang menyuguhkan investasi terhadap kader partai sebagai calon pilihan rakyat yang “katanya” demokratis itu. Tidak bisa dipungkiri bahwa bantuan materiil sangat dibutuhkan kader partai untuk memenangkan partainya, agar partainya terpilih untuk menduduki kursi kuasa, kemudian dapat pujian di hati rakyat dan akhirnya menginginkan partai terus hidup dihati rakyatnya.16

Dari semua penjelasan diatas, maka mudah dimengerti mengapa kebijakan publik dilihat dari sudut pandang teori elit dianggap selalu mengalir dari atas ke bawah (top-down), yakni dari elit ke massa/rakyat kebijakan publik itu dengan demikian tidak akan pernah muncul dari bawah

(bottom-up) atau berasal dari tuntutan-tuntutan rakyat. Ditilik dari lensa konseptual model elit ini, maka jelas partisipasi rakyat atau keterlibatan publik (publik involvement) dalam proses perumusan kebijakan dan proses implementasi kebijakan publik diabaikan.17

Jadi, dengan ini penulis merumuskan elit politik merupakan kelompok kecil dari warga negara yang berkuasa dalam sistem politik. Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas untuk mendominasikan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional, para elit politik atau elit penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Penentuan kebijakan       

15 Agus Setiyanto, Elite Pribumi (Bengkulu: Balai Pustaka, 2001)  Hal. 73 

(25)

sangat ditentukan oleh kelompok elit politik. Maka dalam hal kerangka teori, penyusun juga memakai teori struktur fungsionalis dalam menguraikan studi deskriptif tentang sejarah sistem politik di zaman feodalisme yang terjadi pada masa klan Tokugawa yg menjadi akhir dari sistem politik klasik hingga akhirnya akan berubah menjadi Jepang era modern.

I.7 Metodologi Penelitian

I.7.1 Metode Penelitian

Dalam penulisan kegiatan ilmiah yang lebih terukur dan sistematis maka diperlukan suatu metode yang sesuai dengan objek kajian yang akan disampaikan. Hal ini dikarenakan metode adalah suatu cara yang bertujuan sebagai alat dalam langkah sistematika penulisan ilmiah agar didapatkan hasil yang bermanfaat dan mudah untuk dimengerti. Adapun metode penelitian yang penulis pakai penyusunan adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode yg untuk mendeskripsikan suatu gejala dan peristiwa yang terjadi dan adanya bukti-bukti yang bisa dijadikan sumber-sumber penulisan, baik itu yang disampaikan pelaku sejarah, seorang tokoh, studi pustaka buku-buku terkait dan tulisan-tulisan ilmiah yang pernah ditulis oleh penulis-penulis sebelum saya. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang.18

Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. Dalam pendidikan, penelitian deskriptif lebih berfungsi untuk pemecahan praktis dari pada pengembangan ilmu pengetahuan. Peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatiannya, kemudian menggambarkan atau melukiskannya sebagaimana adanya, sehingga pemanfaatan temuan penelitian ini berlaku pada saat itu pula yang belum tentu relevan bila digunakan untuk waktu yang akan datang. Karena itu tidak selalu menuntut adanya hipotesis, tidak menuntut adanya perlakuan atau manipulasi variabel karena gejala dan peristiwanya telah ada dan peneliti tinggal mendeskripsikannya. Variabel yang diteiliti bisa tunggal, atau lebih dari satu variabel, bahkan dapat juga mendeskripsikan hubungan beberapa variabel.

      

(26)

I.7.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research), yakni bahan perpustakaan dijadikan bahan utama.

I.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Adapun penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan, maka metode yang digunakan dalam pencarian data adalah didasarkan pada studi kepustakaan, yaitu dengan menyelami karya ilmiah yang mengupas tentang dominasi kelas samurai di Jepang, khususnya pada masa Tokugawa atau sering juga disebut dengan Zaman Edo. Sumber data primernya adalah berbagai tulisan, baik berupa website serta buku-buku yang mendukung pendalaman dan ketajaman analisis.

I.7.4 Teknik Pengolahan Data

a. Mengumpulkan data-data dan mengamatinya terutama dari aspek kelengkapan dan validitasnya serta relevansinya dengan tema bahasan.

b. Mengklasifikasikan dan mensistematiskan data-data kemudian diformulasikan desuai dengan pokok permasalahan yang ada.

c. Melakukan analisis lanjutan terhadap data-data yang telah diklasifikasikan dan disistematiskan dengan menggunakan dalil-dalil, kaidah-kaidah, teori-teori, dan konsep-konsep pendekatan yang sesuai sehingga memperoleh kesimpulan yang benar.

I.7.5 Teknik Analisis Data

Analisis data disebut juga pengolahan data dan penfsiran data. Analisis data ialah serangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokkan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Tahap analisis data yang penulis lakukan dalam penelitian ini mulai dari pengumpulan data, dengan menggunakan multi sumber bukti sesuai dengan prinsip trianggulasi yaitu suatu langkah analisis untuk menguji

validitas data yang dilakukan saat pengumpulan data. Terkait dengan pengolahan proses data, yaitu yang secara umum bersifat deskriptif analisis, penulis akan menggunakan dua pola, yaitu: a. Metode Induktif, yaitu metode yang berusaha mempelajari detail-detail bahasan yang

(27)

b. Metode deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum kesuatu pernyataan yang bersifat khusus. Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum.19

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk lebih terarah dan mempermudah dalam pembahasan skripsi ini, maka penyusun akan mensistematiskan pembahasan sebagai berikut:

BAB I, akan diuraikan tentang latar belakang masalah, pokok-pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, analisa kepustakaan, kerangka teori, metode penelitan, sistematika pembahasan guna mengarahkan pembaca pada inti penelitian ini.

BAB II, memaparkan sejarah sistem politik Jepang, lahirnya samurai, dominasi kelas samurai terhadap politik Jepang, dominasi klan Tokugawa sebagai penguasa tunggal pemerintahan Jepang.

BAB III, akan memaparkan dominasi kelas samurai pada masa Tokugawa secara komprehensif dan pengaruhnya pada sistem struktur politik Jepang.

BAB IV, berisi kesimpulan dan saran-saran serta penutup.

      

(28)

BAB II

DESKRIPSI SISTEM POLITIK JEPANG

II.1 Geografi Jepang

Kehidupan bangsa Jepang sangat dipengaruhi oleh latar belakang geografi, budaya maupun pengalaman sejarah di masa yang lampau. Sejarah dan tradisi ini bahkan telah menjadi pendorong terbentuknya jati diri bangsa Jepang dengan cara yang mungkin tidak dikenal oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Dibandingkan dengan negara-negara lain, Jepang memang merupakan salah satu negara yang relatif kecil jika dilihat dari segi geografisnya. Meskipun demikian, dalam sejarahnya yang panjang Jepang telah dapat menunjukkan kemampuannya dalam membaur dan menyesuaikan gagasan-gagasan baru ke dalam lingkungan kebudayaan mereka yang khas.

Kepulauan Jepang tersebut terletak di sebelah utara belahan bumi yang membujur dari selatan, yaitu mulai dari daerah Kepulauan Okinawa yang berbatasan dengan Taiwan dan di sebelah utara berbatasan dengan Kepulauan Rusia kemudian di sebelah barat adalah Lautan China dan di sebelah timurnya adalah Lautan Pasifik. Jepang mengenal 4 musim, yaitu musim panas (natsu) juni, juli, agustus, dan musim gugur (aki) bulan september, oktober dan november. Musim dingin (fuyu) bulan desember, januari, februari, kemudian musim semi (haru) bulan maret, april dan bulan mei.20

Berdasarkan catatan statistik, jumlah penduduk Jepang pada tahun 1989 sekitar 124.090.000 orang dengan kepadatan penduduk rata-rata 324 per kilometer. Sebagian besar penduduk Jepang senang tinggal di kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka Nagoya, dan lain-lainnya. Keadaan ini mengakibatkan kota-kota besar seperti Tokyo kelihatan sangat padat oleh perumahan serta semakin tingginya harga tanah dan lain sebagainya. Masalah perumahan, khususnya di kota besar memang menjadi masalah yang sangat sulit dipecahkan. Hal ini dikarenakan wilayah Jepang yang tidak begitu luas dan tanah yang disediakan untuk pemukiman hanya 29% dari seluruh luas tanah di negara ini. Untuk memecahkan masalah ini, pemerintah

      

(29)

berusaha untuk membuat rumah bertingkat agar tanah yang sempit serta mahal itu dapat digunakan untuk pemukiman semaksimal mungkin.21

Negara Jepang merupakan negara kepulauan dengan empat pulau utama: Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu, di samping gugusan pulau dan ribuan pulau kecil lainnya berjumlah 3.922 pulau. Kepulauan ini terletak di sebelah Timur Benua Asia, membentang dari titik paling utara LU 45 derajat 33’ 20” yakni dari Kepulauan Iturup yang menurut pemerintahan Jepang dewasa ini masih dikuasai oleh Uni Soviet, titik paling selatan yakni Pulau Okino Torishima (di Kepulauan Parace Vela) pada LU 20 derajat 25’ 0”, titik paling timur di daerah selatan Pulau Marcus BT 153 derajat 597 4”, titik paling barat adalah Pulau Yonakuni di kepulauan Okinawa pada BT 122 derajat 56’ 3”.22

Luas wilayah Jepang secara keseluruhan adalah 377.815 km2, kurang lebih sama dengan 1/25 dari luas wilayah Amerika Serikat, 1/5 dari luas wilayah Indonesia atau 1/26 wilayah Cina. Keempat luas wilayah tersebut mempunyai luas sebagai berikut: Hokkaido 83.519 km2, Honshu 231.072 km2, Shikoku 18.806 km2, dan Kyushu 42.149 km2. Luas pulau-pulau kecil yang lain adalah 5.186 km2. Keempat pulau utama tersebut dewasa ini dapat dilewati melalui jalan darat. Terowongan Seikan diresmikan pemakaiannya pada awal tahun 1988 merupakan terowongan kereta api yang menghubungkan Pulau Hanshu dengan Pulau Hokkaido kemudian jembatan Seto yang juga diresmikan pada awal 1988 menghubungkan Pulau Hanshu dengan Pulau Shikoku. Jembatan Seto adalah sebuah jembatan ganda yang di bagian atas dapat dilewati oleh kendaraan bermotor, sedangkan daerah bawah dapat dilewati oleh kereta api. Sementara itu, antara Pulau Hanshu dengan Pulau Kyushu sudah lama dihubungkan dengan kereta api bawah tanah melalui terowongan Kanmon dan dengan kendaraan bermotor melalui jembatan Kanmon.23

Adanya perbedaan temperatur antara musim panas dan musim dingin sangat berbeda mengakibatkan kebutuhan hidup berbeda, seperti perbedaan jenis pakaian dan makanan masyarakatnya pada masing-masing musim tersebut kemudian temperatur rata-rata setiap musim pada masing-masing daerah selatan dan daerah utara juga sangat berbeda. Oleh karena itu, tantangan alam di selatan Jepang berbeda dengan tantangan alam di daerah utara. Kemudian       

21 Usmar, Salam, Politik dan Pemerintahan Jepang, (Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada: 1992) hal. 5  22 Ibid hal. 1 

(30)

sumber daya alam di daerah selatan juga berbeda dengan sumber daya alam di utara. Namun demikian, Jepang pada masa sekarang dikenal sebagai bangsa yang homogen di bidang bahasa dan kebudayaannya artinya bahwa cara hidup masyarakat di utara tidak begitu berbeda dengan masyarakat di selatan contohnya dalam bidang bahasa, walaupun didapati berbagai dialek yang berbeda namun pada dasarnya orang-orang di selatan mengerti bahasa orang-orang utara. Demikian juga makanan, pada umumnya makanan dari daerah yang satu tidak begitu berbeda dengan daerah yang lainnya. Kehomogenan Jepang ini dapat kita lihat dari sejarah penyatuan pemerintahannya yang sudah mempunyai sejarah yang panjang.24

Jepang terdiri dari 47 prefektur dan apabila dibandingkan luas setiap prefektur dengan hutan dan danau, dapat diperoleh angka perbandingan sebagai berikut:25

Area (km)

Area tanpa Hutan dan Danau

Total 377.815 119.474 31,6 3.260

Hokkaido 83.519 21.928 26,3 218

(31)

Toyama 4.252 1.839 43,3 35

Ishikawa 4.197 1.389 33,1 41

Fukui 4.192 1.036 24,7 35

Yamanashi 4.463 918 20,6 64

Nagano 13.585 3.281 24,2 121

Gifu 10.596 2.038 19,2 100

Shizuoka 7.773 2.688 34,6 75

Aichi 5.138 2.874 55,9 88 Mie 5.778 1.962 34,0 69 Shiga 4.016 1.287 32,0 50 Kyoto 4.613 1.137 24,6 44 Osaka 1.868 1.274 68,2 44

Hyogo 8.381 2.647 31,6 91

Nara 3.692 826 22,4 47

Makayama 4.725 1.097 23,2 50

Tottori 3.494 889 25,4 39

Shimana 6.628 1.244 18,8 59

Okayama 7.090 2.177 30,7 78

Hiroshima 8.467 2.240 26,3 86

Yamaguchi 6.106 1.725 28,3 56

Tokushima 4.143 1.014 24,5 50

Kagawa 1.882 985 52,3 43

Ehime 5.672 1.631 86,7 70 Kochi 7.107 1.171 16,5 53

Fukuoka 4.961 2.690 54,2 97

Saga 2.433 1.364 56,1 49

Nagasaki 4.112 1.693 41,2 79

Kumamoto 7.608 2.692 36,3 98

Oika 6.338 1.776 28,0 58

(32)

Kagoshima 9.166 3.265 35,6 96

Okinawa 2.255 1.052 46,7 53

Kalau melihat keadaan topografi negara ini, maka lebih dari 70% wilayah Jepang merupakan daerah pegunungan. Hal demikian terjadi karena daerah ini merupakan bagian dari rangkaian gunung berapi Sirkun Pasifik yang terbentang dari Asia Tengggara melewati Jepang terus ke Kepulauan Aleutia dan Alaska Amerika Serikat. Keadaan ini membuat hampir seluruh wilayah Jepang tertutup oleh gunung-gunung. Di antara gunung-gunung terdapat kota-kota dan di sini terdapat lebih dari 532 gunung, beberapa diantaranya mempunyai ketinggian 2000 meter seperti gunung Fuji, gunung berapi yang tidak aktif lagi yang mempunyai ketinggian 3776 meter (12.830 kaki). Walaupun hampir secara keseluruhan dataran Jepang merupakan gunung-gunung, namun keadaaan tersebut tidak menjadi penghalang bagi pemerintah Jepang untuk membangun pengembangan sarana lalu lintas di darat. Jalan utama atau jalur kereta api yang menghubungkan kota-kota besar dibuat melalui terowongan-terowongan yang khusus dibangun untuk mempermudah jalur lalu lintas sehingga di Jepang banyak sekali terdapat terowongan-terowongan yang panjang apabila kita bepergian dengan kendaraan bermotor atau kereta api.26

Menurut catatan, pada tahun 1986 terdapat 67 gunung berapi yang masih aktif. Oleh bangsa Jepang, daerah-daerah itu dikelola sebagai tempat rekreasi sedangkan untuk mata air panas dibuatkan Onsen yang dikunjungi oleh banyak wisatawan dari luar negeri maupun domestik karena tempat tersebut dapat digunakan sebagai tempat untuk bersantai, konferensi, dan ini sangat menguntungkan bagian pengembangan kepariwisataan. Banyak gunung membuat wilayah Jepang hanya dapat ditanami 15% saja dari seluruh wilayah. Namun, musim cocok tanam yang relatif panjang dengan keterampilan para petani yang cukup tinggi serta didukung oleh teknologi yang serba modern membuat tanah yang sedikit serta kurang subur dapat memberikan hasil pertanian yang cukup baik.27

       26 Ibid hal. 4 

(33)

II.2 Sejarah Kebudayaan Jepang

Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya. Jika ditanya apa contoh kebudayaan Jepang, maka mungkin akan dijawab adalah Chanoyu, Ikebana, masakan Sukiyaki atau pakaian Kimono. Tetapi kalau ditanya apa contoh budaya Jepang maka akan dijawab dengan budaya rasa malu, budaya kelompok atau budaya nenkoujoretsu (senioritas) dan sebagainya. Oleh karena itu, dari contoh-contoh di atas orang menunjukkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang konkrit, sedangkan budaya adalah sesuatu yang Semiotik, tidak kentara atau bersifat laten.28

Ienaga Saburo (1990:1) membedakan pengertian kebudayan (bunka) dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Dijelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan alamiah, misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat ikan tersebut dibakar, atau di pepes atau dibuat sashimi maka ikan bakar atau ikan pepes atau ikan shashimi tersebut adalah kebudayaan. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit, menurut Ienaga adalah terdiri dari, ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu, di sini Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan pengertian budaya dalam pengertian yang diuraikan di atas, yaitu kebudayaan dalam arti sempit menurut Ienaga Saburo adalah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat Semiotik.29

Hubungan dari kebudayaan yang bersifat semiotik (abstrak) atau yang bersifat ideologi dengan kebudayaan yang bersifat konkrit adalah berada dalam satu lapisan struktur. Kebudayaan dalam arti konkrit berada dalam struktur luar dan budaya (yang bersifat semiotik) berada dalam struktur dalam. Oleh karena itu, apabila dua buah kebudayaan berinteraksi, maka struktur luar adalah yang paling duluan dapat diterima oleh kebudayaan lain, sedangkan struktur dalam budaya tersebut adalah sesuatu yang paling sulit dapat diterima oleh kebudayaan lain. Sebagai contoh, apabila orang Indonesia berinteraksi dengan orang Jepang, maka yang pertama-tama dapat dimengerti atau yang menarik bagi orang Indonesia adalah sesuatu yang bersifat konkrit.

      

28 http://monicanippon.blogspot.com/2011/05/japan‐historial.html diakses pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul  15.44 WIB 

(34)

Misalnya, hasil Industri, ekonomi dan sebagainya. Sementara yang bersifat ideologis akan sangat sulit dapat dimengerti apalagi untuk diterima.

Apabila kebudayaan adalah segala sesuatu yang sudah dijamah manusia untuk memenuhi kehidupannya, maka kajian kebudayaan adalah sesuatu yang sangat kompleks misalnya kalau kita hendak mengkaji kebudayaan ikebana (merangkai bunga) maka kita tidak cukup hanya mengkaji objek bunga saja karena itu hanya berupa teknik merangkai bunga saja, tetapi kita harus mengkaji kehidupan masyarakat penghasil ikebana tersebut. Selain itu, kita juga harus mengkaji hal-hal yang semiotik dari masyarakat tersebut supaya kita dapat mengerti ikebana dalam kehidupan dan sejarah orang Jepang karena ikebana itu muncul dari dalam sejarah sistem pendidikan dan juga dalam sistem religi masyarakat Jepang. Ikebana dihasilkan dalam kebudayaan Jepang karena sesuai dengan kebudayaan semiotik kemudian tumbuh dalam proses pendidikan masyarakat Jepang. Oleh karena itu, dalam mempelajari kebudayaan ada tiga hal yang menjadi pusat perhatian kita, yaitu masyarakat penghasil kebudayaan tersebut (sejarah lahirnya kebudayaan tersebut), objek kebudayaan itu sendiri, dan masyarakat pengguna kebudayaan atau fungsi kebudayaan tersebut dalam masyarakat pengguna. Namun, kebudayaan tersebut dapat juga diterima di negeri asing. Seperti contohnya karate, judo, ikebana sering kita jumpai juga dipergunakan oleh masyarakat di luar masyarakat Jepang. Namun terkadang sudah melalui proses adaptasi budaya sehingga sering ada pengurangan atau penambahan maknanya.

Sebagian besar penduduk Jepang bekerja pada bidang yang berhubungan dengan bidang industri serta pertanian. Tingkat pengangguran relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, yakni dengan rasio 2,7%.30

WorkForce By Industry (Unit 10.000 persons)

Mals Total

Total 3.626 6.020

Employed 3.526 5.853

Totaly Unemployed 99 167

Ratio of Tataly Unemployed (%) 2,7 2,8

Not in Labor Force 1.007 3.513

(35)

Population 13 years old & over 4.662 9.387 Source: Management and Coodination Agency

EMPLOYED PERSONS BY INDUSTRY (Unit 10.000 persons)

1984 1985 1986

All industry 5.766 5.807 5.853

Agricultural &Forestry 468 464 450

Fisheries 44 45 45

Mining 8 9 8

Construction 527 530 534

Manufacturing 1.438 1.453 1.444

Electricity, Gas, Heat, & Water Supply and Transport & Communication

376 376 384

Wholesale & Retail Trade and Eating and Drinking Place 1.319 1.318 1.339

Finance, Insurance, dan Real Estate 216 217 225

Service 1.154 1.174 1.205

Government (not elsewhere Classifield) 195 199 197 Source: Statistics Bureau, Management and Coordination Agency. Monthly Report and the Labour Force Survey

Menurut latar belakang asal usul penduduk yang menempati kepulauan ini, maka bangsa Jepang adalah keturunan dari ras Yamato yang sangat dominan sejak berdirinya Jepang sampai saat ini. Oleh karena itu, bangsa Jepang disebut bangsa yang sangat homogen. Namun, kalau dilihat secara saksama, di negeri ini juga terdapat kelompok minoritas yaitu penduduk keturunan ras Ainu, suku bangsa yang terdapat di daerah utata Jepang yang jumlahnya semakin berkurang. Di samping itu, di negeri juga dapat dijumpai keturunan Bangsa Korea ataupun Bangsa Cina yang menjadi penduduk tetap.

(36)

di Jepang sebanyak 25.000 orang, 85%, mahasisiwa yang belajar berasal dari Benua Asia. Pada awal abad 21 nanti, pemerintah Jepang akan berusaha agar mahasisiwa asing yang belajar di negeri ini berjumlah 100.000 orang, dengan perincian 10.000 orang akan dibiayai oleh pemerintah Jepang dan sisanya dengan biaya sendiri. Tentu jumlah ini tidak begitu besar jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dimana jumlah mahasiswa asing yang belajar di sana dewasa ini mencapai 400.000 orang.31

II.3 Sejarah Jepang

Kata “sejarah” adalah menunjukan perkembangan sesuatu dalam proses waktu. Oleh karena itu, segala sesuatu yang di sekitar kita dapat kita ambil sejarahnya walapun dalam waktu yang relatif pendek. Oleh karena itu, sejarah adalah sebuah metode. Sejarah Jepang adalah berarti Jepang dalam dalam proses waktu perkembangan. Jepang berasal dari kata Jepun atau Jipun atau Yapan atau Japon bacaan dari huruf kanji yaitu Nihon atau Nippon. Nippon adalah sebutan dari orang Kajin atau China. Jepang berada di sebelah timur Cina atau asal munculnya matahari. Ketika itu orang Jepang disebut dengan orang “wa” atau wajin.32

Naskah tua yang menyebut orang “wa” adalah gishiwajiden/hikayah orang wa. Di dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa ada sebuah kerajaan di sebelah timur Cina dimana rajanya sangat dihormati oleh rakyatnya. Namun di Jepang sendiri, naskah paling tua yang ditulis oleh orang Jepang sendiri adalah Kojiki dan Nihonshok. Kedua naskah ini ditulis pada tahun 712 dan 720. Di dalam kedua naskah ini sudah terdapat pemakaian nama Nihon atau Nipon.33

Zaman prasejarah di Jepang dibagi atas 2 zaman, yaitu Zaman Jomon dan Zaman Yayoi. Sebelum tahun 1945, belum ditemukan zaman prasejarah Jomon dan Zaman Yayoi di Jepang karena sebelum tahun 1945 sejarah Jepang dimulai dari mitos yang tertulis dalam naskah Kojiki (712) dan Nihon Shoki (720) sehingga dalam perjalanan sejarah Jepang pernah mengalami dua buah visi kesejarahan yaitu visi kesejarahan yang bersifat religus dan visi kesejarahan dari ilmu pengetahuan. Sebelum tahun 1945, sejarah Jepang dipelajari bermula dari zaman dewa matahari turun ke Izumonokuni yaitu negeri Jepang sekarang. Setelah Perang Dunia ke-2 berahir, Jepang bukan lagi sebuah negara yang dipimpin oleh kaisar. Oleh karena itu, ilmuan Jepang sudah bebas menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan Eropa dalam hal membahas kesejarahan mereka.       

31 Ibid hal. 7 

(37)

Setelah perang dunia kedua berahir zaman sejarah Jepang menjadi lebih panjang, yaitu bukan dimulai dari abad 8, tetapi dimulai dari abad ke 4 dan kemudian zaman prasejarah dilanjutkan dengan penelitian arkeologi sehingga ditemukan zaman prasejarah Jomon dan Yayoi.34

1. Zaman Jomon

Zaman primitif di Jepang tidak jelas diketahui berjalan berapa lama, tetapi dihipotesakan bahwa Zaman Jomon adalah zaman primitif awal dimana masyarakatnya menggunakan peralatan yang disebut dengan Jomon. Peralatan Jomon adalah suatu jenis peralatan yang biasanya dipergunakan masyarakat sebagai tempat air atau tempat barang-barang lainnya yang terbuat dari tanah liat. Peralatan ini biasanya dibawa di punggung oleh masyarakat tersebut. Akhir-akhir ini peralatan Jomon banyak ditemukan dan dikoleksi di museum sebagai benda-benda bersejarah di Jepang. Pada zaman Jomon ini orang-orang diperkirakan tinggal di dataran tinggi. Rumahnya didirikan dengan cara menggali tanah dan di tengah-tengahnya dibuat tiang penyangga atap terbuat dari rerumputan yang disebut tate ana shiki jukyo.35

Mereka diduga tinggal dalam kelompok kecil dengan kehidupan berburu. Masyarakat Jomon diduga tidak mempunyai pemerintahan dan tidak mengenal kelas-kelas masyarakat. Pertanian belum begitu dikenal sehingga masyarakat hidup dari hasil berburu dan menangkap ikan. Oleh karena itu, belum dikenal sistem penyimpanan dari sebagian hasil kerja mereka sehingga belum ada perbedaan orang kaya dan orang miskin atau orang berkuasa dan yang dikuasai. Oleh karena itu, orang-orang pada masa ini adalah orang-orang bebas. Diduga ikatan keluarga mereka juga hanya terdiri dari ibu dan anak-anaknya, sedangkan para pria masih merupakan orang-orang bebas dari keluarga.36

2. Zaman Yayoi

Pada abad ke-3M, diduga ada lompatan budaya di Jepang yaitu karena masuknya teknologi pertanian dari tairiku (daratan Cina). Pada masa tersebut sudah dikenal peralatan dari logam seperti arit dan alat-alat pertanian lainnya. Oleh karena itu, pengaruh kebudayaan Cina ini diduga sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang waktu itu sehingga zamannya disebut dengan Zaman Yayoi.37

(38)

Kebudayaan pertanian ini dapat dipastikan dari bukti-bukti peninggalan benda-benda purbakala yang terbuat dari tanah liat dimana pada sisi luar benda-benda tersebut ada didapat lukisan tentang kehidupan pertanian pada abad ke-3 sesudah masehi. Pada Zaman Yayoi, masyarakat sudah tinggal di dataran rendah karena mereka sudah mengolah sawah. Oleh karena itu, ditemukan bekas rumah takayukashiki (rumah panggung). Rumah panggung dibuat sesuai dengan kebutuhan hidup untuk menyimpan padi dalam waktu yang cukup lama. Zaman ini disebut Zaman Yayoi karena peninggalan-peninggalan benda-benda purbakala ini pertama sekali ditemukan di Yayoicho (Tokyo sekarang). Situs sejarah tersebut dinamai Yayoishikidoki.38

Masuknya kebudayaan Cina pada abad ke-3 di daerah Kan peradaban sudah sangat maju. Ketika bangsa Kan datang ke Jepang, mereka membawa masuk kebudayaan logam. Masyarakat Kan membawa kebudayaan pertanian ke Jepang. Bangsa pendatang tersebut datang dengan jumlah yang sangat besar sehingga cukup mendominasi masyarakat yang sudah ada di Jepang waktu itu. Karena itu, Zaman Yayoi ditandai dengan lahirnya masyarakat petani. Pada Zaman Jomon sudah dikenal pembuatan alat dari batu seperti alat berburu binatang dan juga alat-alat dari tanah liat, tetapi kebudayaan tanah liat pada Zaman Yayoi bukan merupakan suatu fase perkembangan dari Zaman Jomon. Pada Zaman Yayoi pembuatan alat dari tanah liat (keramik) sudah sangat halus karena teknologinya dibawa dari luar negeri yaitu Tairiku atau Daratan Cina. Sehubungan dengan dikenalnya teknologi pertanian maka pada Zaman Yayoi sudah dikenal peralatan pertanian dari logam seperti arit, cangkul dan sebagainya sehingga nenek moyang bangsa Jepang sekarang ini merupakan perpaduan antara pendatang dari Tairiku dan orang-orang yang sudah duluan tinggal di Jepang.39

Dengan dikenalnya kebudayaan pertanian mengakibatkan terjadinya perubahan pola kehidupan masyarakatnya. Pada masyarakat berburu seperti pada Zaman Jomon, masyarakat tidak dapat hidup berkelompok terlalu besar karena akan mengalami kesulitan memenuhi nafkah karena apabila masyarakat tinggal dalam suatu tempat dengan jumlah yang banyak maka dikuatirkan binatang buruan akan segera habis. Hal ini berbeda pada masyarakat pertanian, dalam masyarakat pertanian justru dibutuhkan jumlah orang banyak untuk memenuhi tenaga kerja. Hasil pertanian seperti padi dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.40

(39)

Dengan adanya pertanian yang menjamin pendapatan tetap sehingga memungkinkan masyarakat untuk tinggal bersama dalam skala yang relatif lebih besar dari pada masyarakat berburu dan hal ini mengakibatkan semakin berkembangnya strata sosial dalam masyarakat tersebut. Perkembangan ini melahirkan adanya orang kaya dan orang miskin, orang berkuasa dan orang tidak berkuasa sehingga melahirkan adanya status tuan atau raja dan di pihak lain melahirkan status pekerja atau budak. Sedangkan status-status seperti di atas tidak dikenal dalam masyarakat berburu.41

Pada zaman Yayoi sudah ditemukan adanya pemerintah pusat di Jepang yang dipimpin oleh seorang ratu yang bernama (Himiko). Saat itu diduga ada 30 kerajaan kecil di Jepang yang di bawah pemerintahan pusat Himiko yang berpusat di Yamataikoku. Data mengenai pemerintah pusat yang dipimpin Ratu Himiko ini ada tertulis dalam (legenda tentang orang wa) yang ditulis oleh orang China pada abad ke-3 (Tahun 233-297).42

Pada perkiraan abad ke-4 di daerah Yamato atau daerah Nara sekarang muncul penguasa besar, kira-kira abad ke-5 sudah menguasai hampir seluruh Jepang. Pada abad ke-6 mendirikan pemerintahan yang disebut Yamato Chotei, rajanya disebut dengan Tenno. Kuburan para penguasa abad ke-4 hingga abad ke-6 ini sering ditemui berupa kuburan besar yang disebut dengan kofun. Kofun adalah kuburan tua yang sangat besar yang hingga kini dapat ditemui di berbagai daerah. Dalam pembuatan kuburan ini dapat dipastikan membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Dari dalam kuburan tersebut banyak ditemukan peninggalan-peninggalan purbakala seperti patung yang terbuat dari tanah liat yang berupa bentuk manusia, binatang, rumah, dan kapal yang disebut dengan haniwa. Hal ini dapat menunjukkan bukti bahwa pada ketika itu sudah ada penguasa besar dan pengauasa-penguasa daerah yang dihormati rakyatnya. Hal ini juga menunjukkan sudah adanya stratifikasi sosial yang jelas pada masyarakat Zaman Yayoi.43

Pada abad 5-6 kerajaan Yamato Chotei sudah membuka hubugan dengan Kudara (Korea) dan dengan pemerintah di Daratan Cina sehingga saat itu masuk teknologi perkayuan dan pengolahan benang sutra. Pada saat itu juga masuk agama Buddha dan Kong Hu Chu dan ilmu pengetahuan lainnya yang menjadi dasar ilmu pengetahuan bagi Jepang. Pada akhir abad ke-6 agama Buddha didukung oleh Shotokutaishi yang berasal dari keluarga Shoga yang menjalankan       

(40)

pemerintahan penganti Kaisar. Pada akhir abad ke-6 didirikan kuil Horyujidi Kyoto, yaitu kuil kayu tertua yang sampai sekarang pun masih dapat dijumpai di Kyoto.44

Setelah Shotokutaishi meninggal penguasa digantikan anaknya Nakatomi no Kamatari yang kemudian membuat reformasi Taika, dimana pemerintahan meniru sistem Cina yang berpusat pada kerajaan dengan membuat undang-undang taihounoritsuryou. Dalam taihounoritsuryou ditetapkan pemikiran kochikomin yaitu bahwa tanah dan warga adalah di bawah kekuasaan pemerintah pusat dan para keluarga bangsawan menjadi pegawai pemerintah pusat yang bertugas di daerah maupun di pusat.

II.4. Sejarah Politik di Jepang

Dasar sejarah politik di Jepang dimulai dari pembentukan negara kesatuan yang berasal dari kerajaan-kerajaan kecil yang bersifat kedaerahan. Kerajaan Yamato adalah pemimpin pertama dalam usaha penyatuan itu dan kan-yamato-iwarehiko-no-mikoto menjadi kaisar pertama Jepang dengan sebutan Kaisar Jimmu yang menuntut tradisi terjadi pada tahun 660 sebelum masehi. Selanjutnya pemerintahan tertinggi dipimpin oleh seorang kaisar secara turun-temurun dan memimpin negara kesatuan dari pusat kekaisaran yang berada di provinsi Yamato. Pada awal Jepang sebagai negara kesatuan, lahirlah sistem politik pemerintahan pada masa kepemimpinan kaisar Sujin, kaisar ke-10. Selain itu, pada masa kaisar ke-15, Ojin, telah diadakan hubungan bilateral dengan Korea sehingga banyak warga negara Korea yang menjadi warga Jepang. Banyaknya hubungan dengan negara lain memberikan pengaruh unsur-unsur dalam budaya, baik pada huruf dan tulisan yang menggunakan huruf Cina maupun pengetahuan tentang Kong Hu Chu.

Zaman sejarah Jepang dimulai dari zaman Nara, zaman Heian (794-1192) sampai dengan zaman Meiji (1868-sekarang). Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang yang telah terjadi maka dikenallah sistem pemerintahan di Jepang. Bentuk sistem pemerintahan di Jepang yang dimaksud adalah administrasi pemerintahan, militer, dan kebijkan penarikan pajak. Dengan peristiwa tersebut dikenallah gelar-gelar, antara lain; Tenno (Kaisar), Shogun (Jenderal), Daimyo (tuan tanah), perdana menteri dan menteri-menteri.

(41)

1. Zaman Shotoku Taishi

Dalam perkembangannya, pembaruan dalam bidang politik yang diusahakan terjadi pada Zaman Shotoku Taishi. Sistem politik yang lahir pada zaman ini ditandai dengan adanya sistem pangkat resmi atau pada zaman sekarang dikenal dengan sebutan klasifikasi struktural dan mulai melaksanakan Undang-Undang Dasar. Adanya sistem pangkat resmi dengan memberikan topi warna yang berbeda-beda pada setiap pemangku jabatan tertentu menjadikan kelas dan jabatan seseorang menjadi jelas dalam hirarkinya yang resmi dalam hubungan sosial. Tujuan dari ini adalah agar terwujudnya kedaulatan kaisar dan pemerintahan dan sekaligus menciptakan anggota-anggota pemerintahan yang kompeten di bidangnya dengan persaingan terbuka (bukan karena garis kelahiran atau kerturunan). Sementara proses aplikatif dalam undang-undang dasar yang terdiri dari 17 pasal yang mengatur dasar-dasar sehubungan dengan pemeliharaan negara dan moralitas, penghargaan akan keselarasan, pelajaran Agama Buddha, dan ketaatan pada kaisar. Shotoku Taishi yang sebagai putra mahkota menjadi penyebar Agama Buddha dan menjadikannya cara untuk memperhalus pandangan nasional guna menaikkan derajat kebudayaan bangsa. Mimpi besar pada zaman Shotoku belum semuanya terwujud semasa hidupnya hingga masuknya Jepang baru yang disebut zaman Taika.45

2. Zaman Taika

Reformasi Taika pada tahun 645, dimana satu kelompok inovator merebut kekuasaan untuk lebih mendorong penggunaan pengetahuan dan teknologi Cina. Gerakan ini mendorong Jepang dari suatu daerah terbelakang menjadi wilayah yang maju menurut model Cina. Yang menonjol adalah terbentuknya pemerintahan terpusat (centralized government) serta birokrasi atau sistem kepegawaian yang bersangkutan dengan itu.46

Pada masa dua puluh tahun pasca wafatnya Shotoku Taishi terjadilah “Pembaharuan Taika” yang dipelopori oleh dua orang bangsawan yang bernama Naka-no-Oe dan Fujiwara. Wujud dari pembaharuan Taika yang telah mereka lakukan adalah menjatuhkan kekuasaan yang dimiliki oleh para tuan tanah yang kekayaannya melebihi dari kekuasaan keluarga istana. Tindakan ini dapat dilihat dari adanya sistem pengambilalihan semua tanah yang dimiliki oleh pribadi untuk diserahkan pada negara. Selain itu, kebijakan yang diambil adalah adanya pembentukan provinsi dan membaginya menjadi 3 bagian, yaitu Kuni, Kori, dan Sato. Kuni       

45 Taro Sakamoto, Jepang Dulu dan Sekarang (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982), Hal. 9 

Referensi

Dokumen terkait

The mixture was shaken for 2 h and then the filtrate was separated by filtering using 0.45 µm paper and followed by analysis for the remaining [AuCl 4 ] – content with AAS..

Santri sebagai sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam lembaga pesantren. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi pesantren dibuat berdasarkan berbagai

Pendapat tersebut berdasarkan; (1) Slametan merupakan ritual yang bertujuan mencari berkah Tuhan, dengan diwujudkan sebagai makanan yang diyakini berasal dari Arab (2)

Kyriacou, “The Asymptomatic, Carotid, Stenosis and Risk of Stroke (ACSRS) study, ” Int. Barsotti, “Ultrasound morphology classification of the arterial wall and cardiovascular

efek obat antifertilitas dengan menggunakan obat Andalan ®, Microgynon ® ,.. dan Na CMC pada kontrasepsi hewan coba mencit

penyebaran, akses dan pengunaan, dan dilanjutkan dengan penciptaan kembali pengetahuan, dan seterusnya), (b) Menjadi mitra bagi pengguna, (c) Melayani individu atau kelompok sebagai

Pembahasan untuk menentukan estimator parameter titik distribusi Rayleigh pada data daya tahan hidup tersensor tipe II dengan metode Bayes dapat dikembangkan lebih lanjut

ABSTRAK : Sumba Timur merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi pariwisata yang besar. Namun potensi pariwisata ini tidak dapat diketahui oleh wisatawan, dikarenakan