• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis On In Koutai Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Morfofonemik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis On In Koutai Bahasa Jepang Ditinjau Dari Segi Morfofonemik"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS ON IN KOUTAI BAHASA JEPANG

DITINJAU DARI SEGI MORFOFONEMIK

KEITAI ON IN RON KARA NIHONGO NO ON IN

KOUTAI NO BUNSEKI

OLEH:

LELITA SARI DAULAY NIM : 070722006

Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang

Ilmu Sastra Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN EKSTENSI SASTRA JEPANG

MEDAN

(2)

SKRIPSI

ANALISIS ON IN KOUTAI BAHASA JEPANG

DITINJAU DARI SEGI MORFOFONEMIK

KEITAI ON IN RON KARA NIHONGO NO ON IN

KOUTAI NO BUNSEKI

OLEH:

LELITA SARI DAULAY NIM : 070722006

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum

NIP. 131763365 NIP. 131422712

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Unversitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana

dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN EKSTENSI SASTRA JEPANG

MEDAN

(3)

Disetujui Oleh Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Jurusan Sastra Jepang Ketua Jurusan,

NIP. 131422712

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D

(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Pada : Jam

Tanggal : Juni 2009 Hari :

Fakultas Sastra

NIP :

Dr. Syaifuddin, MA., Ph.D.

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. (………)

2. (………)

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin.

Puji syukur penulis panjtkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, ridho dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Amin.

Skripsi ini berjudu l “Analisis on in koutai Bahasa Jepang ditinjau dari segi Morfofonemik”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

menyelesaikan Program Studi Sastra Jepang – Sarjana (S1) Ekstensi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini sangat sederhana dan masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun dari uraiannya. Hal ini disebabkan keterbatasan akan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan-masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaannya dimasa-masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, MA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan pada Program Studi Sastra Jepang – Sarjana (S1) Ekstensi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D., selaku Ketua Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku dosen pembimbing II yang telah mengorbankan waktu dan tenaga serta bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

4. Bapak/Ibu Dosen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah bersusah payah memberikan ilmu yang dimiliki kepada penulis selaku mahasiswi Sastra Jepang (S1) Ekstensi selama masa perkuliahan. 5. Kepada Ayah, Bunda, dan kelima adikku yang telah memberikan semangat

dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi Sastra Jepang ini. 6. Kepada rekan-rekan mahasiswa/i tahun 2007 Sastra Jepang (S1) Ekstensi

yang telah membantu dan menjalin silaturahmi serta saling membantu dalam arti yang positif selama ini.

Akhirnya kepada Allah SWT jugalah penulis mengucapkan puji dan syukur, semoga kita semua yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini senantiasa mendapat ridhoNya. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Nusa dan bangsa terutama bagi penulis sendiri dimasa sekarang dan yang akan datang.

Semoga Bapak/Ibu, Saudara/I serta keluarga penulis senantiasa mendapat berkah dan perlindungandari dari Allah SWT. Amin.

Medan, Juni 2009,

(7)

DAFTAR ISI

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ………...….. 9

1 Tinjauan Pustaka ………...…….………...… 9

2 Kerangka Teori ………...………... 10

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 15

1 Tujuan Penelitian ………..…... 15

2 Manfaat Penelitian ……… 15

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………..…... 16

1 Metode Penelitian ……….…..…..… 16

2 Teknik Pengumpulan Data ………... 16

BAB II PROSES MORFOLOGI DAN PROSES MORFOFONEMIK 2.1 Pengertian Morfologi dan Proses Morfologi ………....……. 17

2.2 Jenis – Jenis Proses Morfologi ………... 19

1 Afiksasi ( Setsuji ) ………. 19

2 Reduplikasi ( Juufuku ) ………... 21

3 Komposisi ( Fukugougo / Goseigo ) ……….… 24

(8)

2.4 Jenis – Jenis Proses Mofofonemik ……….…... 29

2.4.1 Pelepasan Fonem ( On in datsuraku ) ... ... 30

2.4.2 Penyingkatan Fonem ( On in shukuyaku ) ... 31

2.4.3 Perubahan Fonem ( On in koutai ) ... 32

1. Perubahan Fonem Vokal ( Bouin Kotai ) ... 32

2. Perubahan Fonem Konsonan ( Shiin Koutai ) ... 32

2.4.4 Pergeseran Fonem ( On in tenkan ) ... 35

2.4.5 Penambahan Fonem ( On in tenka ) ... 35

2.4.6 Peleburan Fonem ( On in yuugou ) ...36

BAB III ANALISIS ON IN KOTAI BAHASA JEPANG DITINJAU DARI SEGI MORFOFONEMIK 3.1 Perubahan Fonem Vokal ( Bouin Kotai ) Bahasa Jepang ………... 38

3.1.1 Afiksasi ( Setsuji ) ……….….… 38

3.1.2 Reduplikasi ( Juufuku ) ………... 46

3.1.3 Komposisi ( Fukugougo / Goseigo ) ……….. 49

3.2 Perubahan Fonem Konsonan ( Shiin Kotai ) Bahasa Jepang ………...… 55

3.2.1 Afiksasi ( Setsuji ) ………...…… 55

3.2.2 Reduplikasi ( Juufuku ) ………....…...…...… 64

3.2.3 Komposisi ( Fukugougo / Goseigo ) ……….. 67

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ………...………..…….. 76

4.2 Saran ………..……… 79 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga terjalin sebuah komunikasi. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer dan konvensional yang digunakan para kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri ( Kridalaksana dalam Abdul Chaer, 2007 : 32 ). Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan hal yag tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Melalui bahasa, manusia dapat mengemukakan atau menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain.

Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang, baik secara lisan maupun secara tulisan, orang tersebut bisa menangkap apa yang yang kita maksud, tiada lain karena dia memahami makna yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Jadi, fungsi suatu bahasa merupakan media untuk menyampaikan ( dentatsu ) suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis. ( Dedi Sutedi, 2003 : 2 )

(10)

dunia internasional, seperti Amerika, Inggris, Jerman, Jepang, dan lain-lain. Tujuannya tiada lain adalah untuk memahami orang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi.

Dewasa ini bahasa Jepang menjadi bahasa asing yang banyak diminati oleh orang Indonesia, baik pelajar, mahasiswa, atau siapa saja yang memang tertarik dengan bahasa Jepang. Dalam kepentingan selanjutnya, bahasa Jepang dipelajari sebagai ilmu bahasa yang digunakan untuk studi di Jepang atau sebagai pengantar bahasa pada perusahaan-perusahaan Jepang yang ada diluar negara Jepang.

Untuk mempermudah dan memperlancar pemahaman dan pengusaan bahasa Jepang, yang merupakan bahasa asing, maka perlu untuk memahami atau minimal mengetahui tentang linguistik bahasa Jepang. Linguistik bahasa Jepang

disebut dengan ‘Nihon go-gaku’, artinya ilmu bahasa Jepang. ( Dedi

Sutedi, 2003 : 2 )

Dalam linguistik bahasa Jepang ( ’Nihon go-gaku’ ), yang

dikaji bisa berupa kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa diperoleh, serta bagaimana sosio-kultural yang mempengaruhi masyarakat pengguna bahasa tersebut. Dalam linguistik bahasa Jepang ( Nihon go-gaku ) akan melahirkan berbagai cabang linguistik, diantaranya adalah Fonetik

( ’onseigaku’ ), fonologi ( ’on-in-ron’ ), morfologi (

’keitairon’ ), sintaksis ( ’tougoron’ ), semantik ( ’imiron’ ),

pragmatik ( ’goyouron’ ), sosio-linguistik ( ’shakai

(11)

- Fonetik ( ’Onseigaku’ ) yaitu : ilmu yang mengkaji tentang

bagaimana bunyi bahasa dihasilkan, bagaimana bunyi tersebut bisa sampai pada telinga seseorang, serta bagaimana orang tersebut memahaminya. - Fonologi ( ’On-inron’ ) yaitu : ilmu yang mengkaji tentang

fonem-fonem dan aksen suatu bahasa.

- Morfologi ( ’Keitairon’ ) yaitu : ilmu yang mengkaji tentang

jenis-jenis dan proses pembentukan kata dalam suatu bahasa.

- Sintaksis ( ’Tougoron’ ) yaitu : ilmu yang mengkaji tentang

struktur kalimat atau kaidah-kaidah yang mengatur suatu kalimat dalam suatu bahasa.

- Semantik ( ’Imiron’ ) yaitu : ilmu yang mengkaji tentang makna

kata, frase, dan klausa dalam suatu kalimat.

- Pragmatik ( ’Goyouron’ ) yaitu : ilmu yang mengkaji makna bahasa

dihubungkan dengan situasi dan kondisi pada saat bahasa tersebut digunakan.

- Sosio-linguistik ( ’Shakai gengogaku’ ) yaitu : salah satu

cabang linguistik yang mengkaji hubungan antara bahasa dengan masyarakat pemakai bahasa tersebut.

Selain cabang-cabang linguistik di atas, ada yang disebut dengan morfofonemik. Morfofonemik adalah gabungan dua cabang linguistik, yaitu

morfologi dan fonologi. Ramlan dalam Hendry Guntur Tarigan ( 1986 : 27 )

(12)

perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain.

Pendapat ini juga sesuai dengan pendapat Kridalaksna ( 2007 : 183 ) yang mengatakan bahwa proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuaan morfem dengan morfem. Atau morfofonemik adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi, yaitu : ketika morfem dengan morfem digabungkan sering menimbulkan perubahan fonem.

Proses morfofonemik dalam Bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuaan realisasi morfem dasar ( morfem ) dengan realisasi afiks ( morfem ), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks ( Kridalaksana, 2007 : 183 ). Jadi, seperti yang tampak dari namanya, morfofonemik adalah gabungan dari dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi atau morfologi dan fonemik.

Dalam bahasa Jepang, morfofonemik disebut dengan

‘igyoutai no koutai’ atau ‘keitai on inron’ ( Koizumi, 1993 : 100 ).

Bidang kajiaan morfofonemik ini meskipun biasanya dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Namun walaupun demikian, kajiaan tentang morfofonemik ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru akan muncul dalam kajiaan morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

Pada proses afiksasi bahasa Indonesia, misalnya perfiks me-, dalam linguistik biasanya disimbolkan dengan {meN-} atau {me(N)- }, akan berubah

(13)

Menurut Koizumi ( 1993 : 95 ) afiksasi bahasa Jepang disebut dengan

’setsuji’ dan terbagi 3, yaitu : prefiks ( ‘settouji’ ), sufiks (

‘setsubiji’ ), dan infiks ( ‘setsuchuuji’ ). Dalam afiksasi bahasa Jepang,

misalnya jika prefiks /o-/ ditambahkan pada kata yang diawali fonem /s/, maka fonem /s/ tersebut akan berubah menjadi fonem /j/. Contohnya, prefiks /o-/ + /-shika/ /ojika/.

Pada proses reduplikasi bahasa Jepang, fonem awal suku kata kedua dari kata dasarnya akan berubah dengan menambahkan nigori pada suku kata kedua tersebut. Misalnya, /kuni-/ + /-kuni/ /kuniguni/. Menurut Koizumi ( 1993 :

108 ), Reduplikasi dalam bahasa Jepang disebut ’juufuku’. Kemudian pada

proses komposisi bahasa Jepang, misalnya /ame-/ + /-kasa/ /amagasa/.

Komposisi bahasa Jepang disebut ‘fukugougo’ ( Koizumi,1993: 94 ).

Jadi, perubahan fonem yang terjadi dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi tersebut akan dijumpai dalam bidang kajian morfofonemik.

Menurut Suzuki ( 1975 : 80 ) bahwa dalam bahasa Jepang, perubahan fonem dalam proses morfofonemik ada 6, yaitu :

1. On in datsuraku ( elipsis / pelesapan fonem )

2. On in shukuyaku ( kontraksi / penyingkatan fonem )

3. On in koutai ( disimilasi / perubahan fonem )

4. On in tenkan ( pergeseran fonem )

5. On in tenka ( penambahan fonem )

6. On in yuugou ( asimilasi / peleburan fonem )

(14)

komposisi seperti contoh diatas cukup menarik untuk diteliti karena fonem yang

berubah itu bisa terjadi pada fonem vokal dan fonem konsonan. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti apakah perubahan fonem tersebut terjadi pada semua fonem vokal dan fonem konsonan. Misalnya, seperti pada contoh komposisi diatas, yaitu :

/ame-/ + /-kasa/ /amagasa/

Apakah setiap fonem vokal /e/ akan berubah menjadi fonem vokal /a/ dan fonem konsonan /k/ akan berubah menjadi fonem konsonan /g/. Kemudian bagaimana dengan perubahan fonem vokal dan konsonan lainnya, apakah perubahan fonem yang terjadi tersebut dapat dipedomani atau dapat dijadikan sebagai acuan atau tidak. Hal ini merupakan hal yang menarik untuk diteliti.

Dalam bahasa Indonesia perubahan fonem yang ada seperti pada bahasa Jepang ini tidak dapat dijadikan pedoman / acuan. Misalnya, pada proses reduplikasi dengan perubahan morfem yang mengalami perubahan vokal,

contohnya : gerak-gerik, dan perubahan konsonan, contohnya : sayur-mayur. Jika misalnya salak adalah kata dasarnya, maka jika sudah mengalami proses reduplikasi, tidak bisa menjadi salak-malak.

Jadi, jika fonem dasarnya /s/, bentuk reduplikasinya ada yang berubah menjadi fonem /m/ dan ada yang tidak. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan fonem yang terjadi pada proses reduplikasi dalam bahasa Indonesia tidak dapat dijadikan pedoman / acuan.

(15)

Dalam bahasa Indonesia, terdapat gejala bahasa yang menjalankan fungsi yang sama, distribusi yang sama, dan makna yang hampir sama, akan tetapi bangunan fonemisnya berbeda. Gejala bahasa yang seperti itu menunjukkan hubungan antara bentuk-bentuk morfem dan fonem, yang menjadi telaah dalam bidang morfofonemik. ( Parera, 1994 : 30 ). Misalnya, prefiks ber- yang berubah menjadi bel-, jika ditambahkan kata dasar ’ajar’. Perubahan tersebut dikarenakan adanya fonem yang berubah pada proses morfologi.

/ber-/ + /ajar/ /be-la-jar/

Dalam bahasa Jepang juga terdapat gejala bahasa yang menunjukkan perubahan fonem dalam proses morfologi, misalnya,perubahan fonem /e/ menjadi fonem /a/ pada kata ame ( hujan ) dan fonem /k/ menjadi fonem /g/ pada kata kasa ( payung ), yang berubah setelah kedua kata tersebut digabungkan, yakni :

/ame-/ + /-kasa/ /amagasa/

Berdasarkan hal tersebut, yaitu apakah fonem vokal /e/ akan selalu berubah menjadi fonem vokal /a/, dan begitu juga dengan fonem konsonan /k/ apakah akan selalu berubah menjadi fonem konsonan /g/ jika digabungkan dengan kata lain dalam proses morfofonemik. Kemudian, bagaimana dengan perubahan fonem vokal dan konsonan lainnya, apakah semua vokal dan konsonan akan mengalami perubahan fonem, dan sebagainya.

Maka oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti perubahan fonem yang terjadi dalam bahasa Jepang, baik pada perubahan vokal maupun konsonan bahasa Jepang. Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini berhubungan dengan dan berpusat pada pengadaan deskripsi perubahan yang

(16)

dan memadai. Perubahan yang terjadi pada fonem vokal maupun konsonan bahasa Jepang, baik itu pada proses afiksasi, reduplikasi maupun komposisi.

Dalam bentuk pertanyaan, permasalahannya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses perubahan fonem vokal ( ‘bouin koutai’ ) bahasa

Jepang ditinjau dari segi morfofonemik ?

2. Bagaimana proses perubahan fonem konsonan ( ’shiin koutai’ )

bahasa Jepang ditinjau dari segi morfofonemik ? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan yang akan dikemukakan. Adapun ruang lingkup pembahasan skripsi ini adalah : proses perubahan fonem dalam bahasa

Jepang ( ’on in kouta’i ), yaitu perubahan pada fonem vokal dan

konsonan pada Nomina Majemuk ( ’Fukugou meishi’ ) saja yang

akan ditinjau dari segi morfofonemisnya.

Untuk menghasilkan pembahasan yang akurat dan maksimal, penulis juga menjelaskan mengenai proses morfologi serta proses morfofonemik bahasa Jepang. Dalam proses morfologi misalnya pada afiksasi, penulis hanya membahas tiga prefiks, yaitu /me-/, /o-/ dan /kaku-/ yang ada pada fonem vokal dan fonem konsonan. Meskipun menurut Timothy ( 1993 : 1 ), prefiks yang biasanya sering dipakai ada 16.

(17)

prefiks /me-/, /o-/ dan /kaku-/ digabungkan dengan morfem yang diawali dengan fonem vokal /i/ dan fonem konsonan /k/, /s/, /t/, dan /h/ ini saja yang mengalami perubahan fonem.

Demikian juga pada proses reduplikasi, yang akan dibahas oleh penulis hanya perubahan fonem yang terjadi pada fonem konsonan ( ’shiin’ ) saja,

yaitu fonem /k/, /s/, /t/, dan /h/. Karena pada fonem vokal tidak terjadi perubahan fonem dalam proses redupliksi. Ketika morfem yang diawali dengan fonem /k/, /s/, /t/, dan /h/ mengalami proses reduplikasi maka akan mengalami perubahan fonem.

Kemudian pada proses komposisi / pemajemukan, yang akan dibahas oleh

penulis adalah perubahan fonem yang terjadi pada fonem vokal ( ‘bouin’ )

yaitu fonem /a/, /i/, /e/, dan /o/ serta fonem konsonan ( ’shiin’ ) yaitu fonem

/k/, /s/, /t/, dan /h/ saja. Karena hanya pada fonem-fonem tersebut yang mengalami perubahan fonem ketika terjadi penggabungan morfem, yaitu nomina + nomina. Ketika morfem yang diakhiri dengan fonem-fonem tersebut digabungkan dengan morfem lain yang diawali dengan fonem selainnya, misalnya morfem yang diakhiri dengan fonem vokal /e/ digabungkan dengan fonem konsonan /k/, maka fonem /e/ tersebut akan berubah menjadi fonem lain.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

(18)

Ilmu bahasa yang menyelidiki peristiwa-peristiwa mengenai seluk-beluk bentuk kata terhadap fungsi dan arti kata adalah morfologi ( Wirjosoedarmo, 1985 : 92 ). Kemudian, Ramlan dalam Hendry Guntur Tarigan ( 1986 : 4 ) mengatakan bahwa morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik. Jadi, dalam morfologi mencakup tentang kata, bagian – bagian kata, dan kajian kata.

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut dengan ‘keitairon’.

Sutedi ( 2003 : 41 ) mengatakan, Morfologi ( ‘keitairon’ ) merupakan

cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya.

Morfologi atau morfemik adalah telaah morfem. Morfem ( ’keitaiso’ )

adalah satuaan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecahkan lagi kedalam satuan makna yang lebih kecil ( Dedi Sutedi, 2003 : 41 ).

Sedangkan istilah fonologi dalam Bahasa Jepang disebut dengan

‘On in ron’, yaitu merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan pada fungsinya ( Dedi Sutedi, 2003 : 35 ). Fonologi ( ‘on in ron’ ) adalah telaah fonem. Fonem ( ’onso’ ) merupakan

satuan bunyi terkecil yang berfungsi untuk membedakan arti ( Dedi Sutedi, 2003 : 35 ).

Jadi, jika kedua cabang linguistik tersebut, yakni morfologi dan fonologi digabungkan akan menghasilkan cabang linguistik baru yang disebut dengan morfofonemik. Dari pengertian morfologi dan fonologi diatas, maka morfofonemik

(19)

2. Kerangka Teori

Dalam mempelajari bahasa, jika 2 cabang linguistik digabungkan, yaitu morfologi dan fonologi disebut dengan morfofonemik. ( Hendry Guntur Tarigan, 1986 : 27 ) mengatakan, Morfofonemik atau yang biasa disebut dengan morfofonologi adalah ilmu yang menelaah morfofonem ( biasa disingkat

morfonem ). Jadi, morfofonemik adalah peristiwa berubahnya wujud fonemis

dalam suatu proses morfologi, yaitu ketika morfem dengan morfem digabungkan sering menimbulkan perubahan fonem.

Menurut Kridalaksana ( 2007 : 185 ) morfofonemik atau morfofonologi tidak hanya mengacu pada analisis dan klasifikasi berbagai wujud atau realisasi yang menggambarkan morfem. Morfofonemik juga mengacu pada struktur bahasa yang menggambarkan pola fonologis dari morfem. Penambahan, pengurangan, penggantian fonem, atau perubahan tekanan yang menentukan bangun morfem termasuk di dalam struktur bahasa yang menggambarkan pola fonologis.

Menurut Koizumi ( 1993 : 100 ), morfofonemik dalam bahasa Jepang

disebut dengan ‘igyoutai no koutai’ atau ‘keitai on

inron’.

Menurut Suzuki ( 1975 : 80 ) dalam Bahasa Jepang proses morfofonemik dapat kita temukan dalam perubahan fonem, yaitu :

1. On in datsuraku ( elipsis / pelesapan fonem )

2. On in shukuyaku ( kontraksi / penyingkatan fonem )

3. On in koutai ( disimilasi / perubahan fonem )

4. On in tenkan ( pergeseran fonem )

(20)

6. On in yuugou ( asimilasi / peleburan fonem )

Menurut Koizumi ( 1993 : 100 ), ‘on in koutai’ ( perubahan fonem )

terbagi 2, yaitu :

1. Perubahan vokal ( ‘bouin koutai’ )

2. Perubahan konsonan ( ‘shiin koutai’ )

Koizumi ( 1993 : 101 ), menyatakan bahwa proses perubahan vokal (

‘bouin koutai’ ) terjadi pada :

a. Nomina majemuk ( ‘Fukugou meishi’ ), yaitu : ketika dua kata

digabungkan untuk menggabungkan kata majemuk, vokal terakhir dari kata yang pertama berubah.

Contohnya :

/sake-/ + /-ya/ /sakaya/

/ki-/ + /-kage/ /kokage/

/shiro-/ + /-ito / /shiraito/

Jadi, setiap fonem terakhir dari kata pertama yang diakhiri vokal, akan berubah menjadi vokal lain, jika digabungkan dengan kata lain yang akan menjadi kata majemuk, yaitu :

(21)

b. Adjectiva I ( ‘Keiyoushi teki’ ), yaitu : ketika verba mendapat

akhiran /-shii /, lalu menjadi adjektiva, maka vokal terakhir pangkal kata tersebut berubah.

Contohnya :

/konomu-/ + /-shii/ /konomashii/

/akeru-/ + /-shii/ /akashii/

/kuiru-/ + /-shii/ /kuyashii/

Jadi, setiap kata yang mendapat akhiran /-shii/, maka fonem vokal terakhir dari kata tersebut berubah, yaitu :

u a , e a , i a

c. Verba I ( ‘Doushi teki’ ), yaitu : ketika yang mendapat akhiran

/sufiks/ setsubiji ( /-su/ atau /-ru/ ) lalu menjadi verba baru maka vokal terakhir pangkal kata tersebut berubah.

Contohnya :

/tobu-/ + /-su/ /tobasu/

Jadi, jika kata kerja I ( doushi I ) mendapat akhiran / -su/ atau / -ru/, maka fonem vokal terakhir dari kata tersebut berubah, yaitu :

u a

Proses perubahan konsonan ( ‘shiin koutai’ ), baik yang terjadi

pada nomina majemuk ( ‘fukugou meishi’ ), kata sifat I (

‘keiyoushi teki’ ), maupun kata kerja I ( ’doushi teki’ ) akan mengalami

perubahan fonem seperti yang dinyatakan oleh Nomura ( 1992 : 185 ) yaitu : k g, s/ sh z / j, t d, dan h b.

(22)

- k g

Menurut Cahyono ( 1995 : 148 ) proses morfofonemik yang mengalami perubahan fonem terjadi, untuk mempermudah dan memperlancar ucapan.

Perubahan fonem vokal ( ‘bouin koutai’ ) dan perubahan fonem

konsonan ( ’shiin koutai’ ) yang merupakan salah satu kajian dalam

morfofonemik terjadi pada proses pembentukan kata, seperti :

1. Afiksasi ( pengimbuhan / ‘setsuji’ )

2. Reduplikasi ( pengulangan / ’juufuku’ )

3. Komposisi ( pemajemukan / ‘fukugougo’ )

Seperti yang terlihat pada contoh-contoh sebelumnya, misalnya : /sake-/ + /-ya/ /sakaya/. ( lihat hal : 12 )

/hito-/ + /-hito/ /htobito/. ( lihat hal : 13 )

(23)

ditampilkan dalam contoh-contoh dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Dalam skripsi ini penulis akan membahas perubahan fonem vokal dan

konsonan yang terjadi dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi yang

hanya terjadi pada nomina majemuk ( ‘fukugou meishi’ ) saja.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses perubahan fonem vokal ( ‘bouin

koutai’ ) bahasa Jepang ditinjau dari segi morfofonemik.

2. Untuk mengetahui proses perubahan fonem konsonan ( ‘shiin

koutai’ ) bahasa Jepang ditinjau dari segi morfofonemik.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal linguistik, terutama morfofonemik bahasa Jepang yang merupakan gabungan 2 cabang linguistik, yaitu : morfologi dan fonologi.

(24)

1.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Artinya, penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur- penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret : paparan seperti apa adanya. ( Sudaryanto; 1988: 62 )

Selain metode deskriptif, penelitian ini juga menggunakan Metode Kepustakaan ( library research ), yaitu studi kepustakaan atau pengumpulan data

– data dan informasi yang bersumber dari buku – buku kepustakaan yang ada kaitannya dengan perubahan fonem vokal dan konsonan bahasa Jepang.

2. Tekhnik Pengumpulan Data

Karena sumber data pada penelitian ini adalah sumber data tertulis, yaitu bersumber dari buku –buku atau majalah yang topiknya terkait dengan permasalahan dalam skipsi ini, maka tekhnik pengumpulan data yang dilakukan adalah :

1. Membaca seluruh kosakata yang ada dalam buku-buku atau majalah yang terkait dengan skripsi ini dengan cermat dan teliti.

(25)

3. Mendeskripsikan bentuk perubahan fonem vokal dan konsonan yang dijumpai kedalam bentuk data.

4. Menganalisis bentuk perubahan fonem vokal dan konsonan dalam data tersebut.

BAB II

PROSES MORFOLOGI DAN PROSES MORFOFONEMIK

2.1 Pengertian Morfologi dan Proses Morfologi

Hampir semua bahasa-bahasa yang ada di dunia mempunyai proses pembentukan kata sebagai unsur pembentuk kalimat seperti bahasa Indonesia, bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan lain-lain. Bahasa-bahasa ini mempunyai afiks, baik itu berupa awalan, akhiran maupun sisipan sebagai unsur pembentuk kata. Proses pembentukan kata dikaji dalam bidang morfologi.

(26)

Satuan ujaran yang mengandung makna ( leksikal atau gramatikal ) yang turut serta dalam pembentukan kata atau yang rnenjadi bagian dari kata disebut morfem. Berdasarkan potensinya untuk dapat berdiri sendiri dalam suatu tuturan,

rnorfem dibedakan terdiri dari :

1. Morfem terikat, yaitu : morfem yang tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri, sehingga harus selalu hadir dengan rnengikatkan dirinya dengan morfem bebas lewat proses morfologis atau proses pembentukan kata.

2. Morfem bebas, yaitu : morfem yang secara potensial mampu berdiri sendiri sebagai kata dan secara gramatikal menduduki satu fungsi dalam kalimat.

Dalam bahasa Indonesia morfem bebas disebut juga kata dasar. Satuan ujaran seperti buku, kantor, arsip, uji, ajar, kali, pantau, dan liput rnerupakan morfem bebas atau kata dasar; sedang /me-/, /pe-/, /-an/, /ke – an/, /di-/ merupakan morfem terikat.

Sebuah morfem, jika bergabung dengan morfem lain, sering mengalami perubahan. Misalnya, morfem terikat /me-/ dapat berubah menjadi /men-/, /mem-/, /meny-/, /menge-/, dan /menge-/ sesuai dengan lingkungan yang dimasuki.

Proses morfologis adalah proses pembentukan kata dari suatu bentuk dasar menjadi suatu bentuk jadian. Proses ini , meliputi afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi ( pemajemukan ).

(27)

Bentuk dasar adalah bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis, dapat berupa kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan dapat pula berupa kata majemuk

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut dengan ‘keitairon’.

Sutedi ( 2003 : 6 ) mengatakan, Morfologi ( ‘keitairon’ ) adalah ilmu yang

mengkaji tentang jenis-jenis dan proses pembentukan kata dalam suatu bahasa. Proses pembentukan kata disebut juga dengan proses morfologi atau proses morfologis.

Proses morfologis adalah cara pembentukan kata – kata dengan

menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lainnya, atau proses penggabungan morfem-morfem menjadi kata ( Samsuri, 1980 : 190 ). Proses

morfologis dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah gokeisei ‘.

2.2 Jenis- Jenis Proses Morfologi

Menurut Sutedi ( 2003 : 44-46 ), hasil dari proses pembentukan kata ( ‘gokeisei‘ dalam bahasa Jepang sekurang-kurangnya ada 4 macam, yaitu :

(1). Haseigo adalah penggabungan dengan setsuji. (2). Fukugougo / Goseigo adalah kata majemuk.

(3). Karikomi / Shouryaku adalah akronim yang berupa suku kata dari kosakata

aslinya.

(28)

Japan Wikipedia menyatakan goseigo berupa fukugougo, haseigo, dan jougo (

morfemis bahasa Jepang dapat berupa haseigo, fukugougo, jougo, shouryaku / karikomi, dan toujigo.

Dalam skripsi ini, penulis hanya akan membahas tentang proses

morfologis yang berupa afiksasi ( pengimbuhan / ‘setsuji’ ), reduplikasi

( pengulangan / ’juufuku’ ), dan komposisi ( pemajemukan /

‘fukugougo’ ).

1. Afiksasi ( Setsuji )

Menurut Muchtar ( 2006 : 35 ), afiksasi atau pengimbuhan adalah pembentukan kata dengan membubuhkan afiks pada morfem dasar, baik morfem dasar bebas maupun morfem dasar terikat. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata ( Chaer, 2003 : 177 ).

Afiks yang terletak di awal bentuk kata dasar, seperti /ber-/, /di-/, /ke-/, /me-/, dan lain-lain adalah prefiks ( awalan ). Yang disisipkan di dalam sebuah kata dasar, seperfi : /-em/, /er/, dan /el/ adalah infiks ( sisipan ). Yang terletak di akhir kata dasar, seperti : /-i/, /an/, /-kan/, dan lain-lain adalah sufiks ( akhiran ). Gabungan prefiks dan sufiks yang membenluk satu kesatuan dan bergabung dengan kata dasarnya secara serentak seperti : /ke-an/, /pe-an/, /per-an/ dinamakan konfiks.

Afiksasi dalam bahasa Jepang disebut dengan ‘setsuji’. Menurut

Koizumi

( 1993 : 95 ), setsuji terbagi atas 3 jenis, yaitu : prefiks ( ‘settouji’ ), sufiks

(29)

Menurut Makino ( 2003 : 679-684 ), dalam bahasa Jepang ada banyak prefiks dan sufiks dan pada beberapa prefiks terjadi perubahan bunyi ( a sound change occurs with some prefixes ). Jadi, prefiks dalam bahasa Jepang ada yang

mengalami morfofonemik.

Menurut Timothy ( 1993 : 1 ), prefiks yang biasanya sering dipakai antara lain :

(30)

11. ( fuu ) 22. ( ha ) 33. ( zai ) 44.

( ko )

Infiks dalam bahasa Jepang secara umum tidak ada, namun terlihat pada contoh yang menunjukkan infiks /-e-/ ( Koizumi, 1993 : 95 ).

Mi-ru mi-e-ru Ni-ru ni-e-ru

2. Reduplikasi ( Juufuku )

Cahyono ( 1995 : 145-146 ) mengatakan bahwa, reduplikasi adalah pengulangan bentuk satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak. Secara umum, reduplikasi merupakan proses morfemis yang mengulang kata dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi

( Chaer, 2003 : 182 ).

Ada beberapa macam reduplikasi, yaitu :

1. Kata ulang penuh, yaitu yang diperoleh dengan mengulang seluruh bentuk dasar, terbagi tiga, yaitu :

a. Dwilingga, yaitu : kata ulang yang bentuk dasarnya sebuah morfem bebas. Contohnya : ibu-ibu, buku-buku, teman-teman, dan lain-lain.

b. Dwipurwa, yaitu : kata ulang yang bentuk dasarnya kata berimbuhan. Contohnya : ujian-ujian, persoalan-persoalan, dan lain-lain.

(31)

2. Kata ulang berimbuhan, contohnya : berjalan-jalan, tulis-menulis, kekanak-kanakan, dan lain-lain.

3. Kata ulang semu ( bentuk ini sebenarnya merupakan kata dasar, jadi bukan hasil pengulangan atau redplikasi. Contoh : laba-laba, ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu, dan empek-empek.

Reduplikasi dalam bahasa Jepang disebut dengan ‘ juufuku’

( Koizumi, 1993 : 108 ). Menurut Japan Wikipedia, selain disebut dengan juufuku,

reduplikasi dalam bahasa Jepang disebut juga dengan ’jougo’ atau

’choujo’’.

( )

( Jougo to wa, tango matawa

sono ichibuwo nasu keitaiso nado no tan i wo hanpokushite tsukutareta tango

to iu “ Jougo adalah kata yang dibentuk dengan mengulang satuan / unit

morfem yang berupa kata atau satu bagian dari kata tersebut “. )

Koizumi ( 1993 : 108-109 ) menyatakan bahwa reduplikasi dalam bahasa Jepang terbagi 2, yaitu :

1. ( gokan no juufuku : kata ulang dari bentuk dasarnya ), contohnya : hitobito ‘orang-orang’, kamigami ‘ dewa-dewa ‘, kuniguni ‘ negara-negara ‘, dll.

2. ( gokan no juufuku to setsuji : kata ulang yang mengalami proses afiksasi ), contohnya : wakawakashii ‘kemuda-mudaan’.

(32)

1. Gitaigo yaitu bunyi bahasa yang diungkapkan seperti keadaan bendanya atau bunyi bahasa yang timbul dengan melihat keadaan bendanya. Contoh : hyu-hyu ‘bunyi angin’.

2. Giongo yaitu bunyi bahasa atau suara yang menyerupai suara benda atau

hewan. Contoh : wan-wan ‘suara anjing’.

Keduanya merupakan anomatope atau tiruan bunyi/suara. Secara umum, jougo terbagi atas 3, yaitu :

a. ‘kanzen jougo’

Yaitu : Pengulangan sempurna atau pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem atau pengafiksasian. Cotohnya : ieie ‘rumah-rumah’.

b. ‘bubun jougo’

Yaitu : Pengulangan sebagian. Contohnya : susuru ‘menghirup’.

c. ‘onkoutai jougo’

Yaitu : Pengulangan berubah bunyi atau pengulangan yang melibatkan perubahan vokal dan perubahan konsonan. Contohnya : hitobito ‘orang-orang’.

Di dalam wikipedia Jepang ( menyatakan ada banyak jenis jougo, antara lain :

1. ‘jougo meishi.daimeishi’ ( nomina dan pronominal ulang)

Contohnya : ieie ‘ rumah-rumah’

2. ( ) ‘ jougo meishi . daimeishi ( rendaku )’ : nomina dan pronominal ulang dengan perubahan bunyi. Contohnya : hitobito ‘orang-orang’.

(33)

4. ( ) ‘jougo doushi’ ( ‘bubunjougo’ ) : verba ulang ( pengulangan sebagian ). Contohnya : susuru ‘ menghirup’

5. ‘ jougo keiyoushi’ ( adjektiva ulang ). Contohnya : wakawakashii ‘ kemuda-mudaan’

6. ‘ jougo fukushi’ ( adverbia ulang ). Contohnya : tokidoki ‘ kadang-kadang’.

7. ‘ jougo giongo.gitaigo’ ( bunyi tiruan / anomatope ulang ). Contohnya : dokidoki ‘deg-deg’

8. ‘ jougo gairaigo’ ( pengulangan kata asing ). Contohnya : teburuteburu ‘ meja-meja’.

9. ‘ jougo shuujougo’ ( kumpulan kata ulang ). Contohnya : achirakochira ‘ ini itu’

3. Komposisi ( Fukugougo / Goseigo )

Dalam bahasa Indonesia, komposisi dapat berupa kata majemuk. Menurut Chaer ( 2003 : 185 ) komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Contoh : kamar mandi, kereta api, rumah makan, dan lain-lain.

Ada beberapa jenis komposisi ( kata majemuk), yaitu :

1. Kata majemuk setara, yaitu kata majemuk yang masing-masing unsurnya berkedudukan sama / setara. Contohnya : tua muda, besar kecil, ibu bapak, dan lain-lain.

(34)

Dalam bahasa Jepang, komposisi disebut dengan ‘fukugougo’. Koizumi ( 1993 : 94 ) menyatakan bahwa :

( jiyuukei doushi ga musubitsuitamono wo fukugougo to yondeiru : morfem bebas dengan sesamanya / morfem bebas yang berpadu menjadi satu, disebut kata majemuk )

( fukugougo wa jiyuukei no go moshiku wa sono igyoutai to ga sougo ni musubitsuite dekita go : kata majemuk adalah kata yang dapat saling berpadu antara kata yang berupa morfem bebas atau dengan bentuk perubahannya )

Kemudian Nomura ( 1992 : 185 ) juga menambahkan, fukugougo adalah . ( Futatsu ijou no goki ( go ) ketsugoushite dekite iru go : kata yang terdiri dari dua kata atau lebih yang dapat menjadi satu )

Nomura ( 1992 : 185 ) juga membagi fukugougo menjadi 3 pola, yaitu :

1. ‘hosokukankei’ ( hubungan pelengkap )

a) Noun + Adjectiva. Contohnya : irojiro ‘warna putih’ b) Noun + Verba. Contohnya : higure ‘ matahari terbenam ‘

2. ‘shuushokukankei’ ( hubungan penerang )

a) Adjectiva + Verba. Contohnya : hayaoki ‘bangun cepat’

b) Verba + Verba. Contohnya : tachiyomi ‘membaca sambil berdiri ‘ c) Adjectiva + Noun. Contohnya : marugao ‘ wajah bulat ‘

d) Verba + Noun. Contohnya : uchikizu ‘ luka memar ‘ e) Noun + Noun. Contohnya : hondana ‘ rak buku ‘

3. ‘tairitsukankei’ ( hubungan perlawanan )

a) Noun + Noun. Contohnya : ashikoshi ‘ kaki dan pinggang’ b) Verba + Verba. Contohnya : urikai ‘ jual beli ‘

(35)

Fukugougo dapat berupa fukugou doushi dan fukugou meishi. Menurut

Sudjianto ( 2004 : 150 ), fukugou doushi ( verba majemuk ) merupakan verba yang terbentuk dari gabungan 2 buah kata atau lebih, dan gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai 1 kata. Contohnya hanashiau ‘ berunding ‘. Sedangkan fukugou meishi ( nomina majemuk ) merupakan nomina yang terbentuk dari gabungan beberapa kata, lalu gabungan kata itu secara keseluruhan dianggap sebagai 1 kata. Contohnya aozora ‘ langit biru ‘.

Menurut Sutedi ( 2003 : 46 ) fukugougo atau yang disebut juga

gouseigo’ merupakan kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa

morfem isi, yaitu antara lain : 1. Morfem isi + morfem isi

(36)

yang disertai dengan perubahan bunyi ini merupakan bidang kajian dalam morfofonemik.

2.3 Penegrtian Morfofonemik dan Proses Morfofonemik

Ada tiga istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan interaksi antara morfologi dan fonologi. Interaksi antara morfologi dan fonologi tersebut di kalangan para linguis Amerika umumnya disebut morfofonemik. Akan tetapi, para linguis Eropa ( Crystal, 1991 ) lebih menggandrungi istilah morfofonologi atau morfonologi . Dalam skripsi ini digunakan istilah morfofonemik, sejalan dengan judulnya “Analisis On In Koutai Bahasa Jepang ditinjau dari segi Morfofonemik”.

Morfofonemik merupakan kata serapan dari bahasa Inggris morphophonemics atau sering juga disebut morphonemics atau ada juga yang

menamakan morfonologi .

(37)

Pengertian morfofonemik tersebut di atas sejalan dengan pengertian morfofonemik menurut Crystal :1991 dalam yang menyatakan bahwa morfofonemik adalah cabang linguistik mengenai pengkajian dan pengklasifikasian faktor-faktor fonologis yang mempengaruhi kemunculan morfem atau faktor-faktor gramatikal yang berperan dalam pemunculan fonem. Dalam pengertian ini, morfofonemik dianggap sebagai tataran tersendiri struktur linguistik antara gramatika dan fonologi.

Hockett : 1991 dalam mengemukakan definisi yang pada prinsipnya sejalan dengan pengertian morfofonemik yang dikemukakan oleh Crystal. Hockett menganggap setiap frase menyangkut bentuk fonemik morfem sebagai kajian morfofonemik. Oleh sebab itu, Hockett menekankan, morfofonemik merupakan inti kajian bahasa.

Perubahan atau modifikasi adalah kata kunci dalam morfofonemik. Sebagaimana dikemukakan oleh Busenitz dan Busenitz : 1991 dalam

, morfofonemik meliputi perubahan konsonan,

perubahan vokal, dan perubahan pronomina. Perubahan konsonan mencakup asimilasi nasal dan pelesapan konsonan. Perubahan vokal meliputi penyesuaian vokal dan penyisipan vokal.

(38)

Kata morfofonemik menunjukkan adanya hubungan antara morfem dan fonem. Perubahan bentuk sebuah morfem berdasarkan bunyi atau perubahan yang menyangkut hubungan antara morfem dan fonem, disebut perubahan-perubahan morfofonemik. Perubahan – perubahan morfofonemik yang terjadi pada umumnya ditujukan untuk mempermudah dan memperlancar pengucapan.

Dalam bahasa Jepang, morfofonemik disebut dengan

‘igyoutai no koutai’ atau ‘keitai on inron’.

Yanagisawa ( 1998 : 60 ) menyatakan defenisi ‘keitai on

inron’ sebagai berikut :

( Keitairon

no hitotsu. Keitai wo kouseisuru on in wo taishou toshi, keitairon wo hojosuru,

onbin nado no keitai no on teki genshou wo kijutsusuru, taikeikasuru mono :

keitai on inron termasuk dalam morfologi, dan merupakan suatu system yang

menggambarkan peristiwa yang ditinjau dari bunyi pada morfem yang

mengalami perubahan, dan sebagainya, yang termasuk dalam morfologi,

dengan fonem yang menyusun / membentuk stukturnya sebagai objek ).

Menurut Nomura ( 1992 : 185 ), perubahan fonem pada pemajemukan kata dalam bahasa Jepang tersebut disebut juga dengan honongenshou.

( fukugou ni saishite wa sorezore no

goki no kousei onso ni henka ga shoujiru koto ga aru. Kore mo

honongenshou to mo iu : pada pemajemukan, ada yang mengalami perubahan

fonem pada kata dasarnya. Hal tersebut disebut juga honongenshou ).

Nomura ( 1992 : 185 ) juga menyatakan bahwa honengenshou antara lain :

1. ‘ rendaku’ ( perubahan bunyi )

(39)

Contohnya : kusa + hana kusabana

2.4 Jenis- Jenis Proses Morfofonemik

Tipe morfofonemik bahasa Jepang yang terjadi pada morfem menurut Koizumi ( 1993 : 105-106 ), antara lain :

1. ‘ fuka ‘ ( penambahan bunyi ).

Contohnya : penambahan bunyi /er/. ( tsuku ‘lekat’ tsukeru ‘melekatkan ‘ )

2. ‘ sakujo ‘ ( penghilangan bunyi ) Contohnya : penghilangan bunyi /er/.

( sakeru ‘ mengembangkan ‘ saku ‘kembang ‘ ) 3. ‘ chikan ‘ ( pergantian bunyi ).

Contohnya : atsumaru ‘ berkumpul ‘ atsumeru ‘ mengumpulkan ‘. 4. ‘ zero setsuji ‘ ( imbuhan kosong ).

Cobtohnya : ( fuku ‘ bertiup ‘ ) ( fuku ‘ meniup ‘ )

Sedangkan menurut Suzuki ( 1975 : 80 ) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang, perubahan fonem dalam proses morfofonemik ada 6, yaitu :

2.4.1. Pelesapan Fonem ( On in datsuraku )

(40)

Indonesia, contohnya, pelesapan fonem /r/ dari afiks /ber-/ yang apabila digabungkan dengan morfem dasar yang fonem pertamanya berawal dengan fonem /r/ atau mengandung /r/ akan mengalami pelesapan fonem.

/ber-/ + /kerja/ /bekerja/

Dalam bahasa Jepang peristiwa seperti ini disebut dengan ’On in

datsuraku’ ( pelesapan fonem ). Jika dilihat dari huruf kanjinya, maka on in

datsuraku ( pelesapan fonem ) adalah ’on in‘ berarti fonem dan

’datsuraku‘ berarti gugur / rontok / terpelanting keluar ( Matsuura, 1994 : 137

& 768 ).

Contohnya, prefiks /kaku-/ ’setiap’, jika ditambahkan pada dasar kata yang bermula dengan fonem /k/, misalnya /-koku/ ’negara’, maka bentuknya berubah menjadi /kak-/, dengan melesapnya fonem /u/.

/kaku-/ + /-koku/ /kakkoku/

2.4.2. Penyingkatan Fonem ( On in shukuyaku )

(41)

Dalam bahasa Indonesia, contohnya , sering dijumpai pemakaian kata ‘ tak’ atau ‘ndak’ untuk ‘tidak’, ‘tiada’ untuk ‘tidak ada’, ‘gimana’ untuk ‘bagaimana’, ‘tapi’ untuk ‘tetapi’, dan lain-lain. Padahal, penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku oleh tatabahasa baku bahasa Indonesia. Tetapi, karena demi kemudahan dan kehematan, gejala itu terus berlangsung.

Dalam bahasa Inggris, kontraksi ini sudah merupakan pola sehingga ‘bernilai sama’ dengan struktur lengkapnya.

Misalnya:

-Shall+not shan’t

-isnot isn’t

Dalam bahasa Jepang penyingkatan fonem yang seperti ini disebut dengan

On in shukuyaku’. Jika dilihat dari huruf kanjinya, maka on in

shukuyaku ( penyingkatan fonem ) adalah ’on in‘ berarti fonem dan

’shukuyaku‘ berarti memendekkan / menyingkat ( Matsuura, 1994 : 768 &

972 ).

2.4.3. Perubahan Fonem ( On in koutai )

Proses perubahan fonem terjadi apabila pada saat proses penggabungan morfem dasar, fonem terakhir suku kata pertama adalah konsonan digabungkan dengan fonem awal suku kata kedua adalah vokal ( Kridalaksana, 2007 : 194 ). Dalam bahasa Indonesia, contohnya, perubahan dari fonem /r/ dari afiks /ber-/ menjadi fonem /l/ jika digabungkan dengan kata /ajar/.

(42)

Dalam bahasa Jepang proses perubahan fonem ini disebut dengan

‘on in koutai’ ( perubahan fonem ). Jika dilihat dari huruf kanjinya, maka on in

koutai ( perubahan fonem ) adalah ‘on in’ berarti fonem dan ‘koutai’

berarti perubahan / pergantian ( Matsuura, 1994 : 550 & 768 ).

Menurut Koizumi ( 1993 : 100 ), ‘on in koutai’ ( perubahan fonem )

terbagi 2, yaitu :

1) Perubahan vokal ( ‘bouin koutai’ )

2) Perubahan konsonan ( ‘shiin koutai’ )

Koizumi ( 1993 : 101 ), menyatakan bahwa proses perubahan vokal (

‘bouin koutai’ ) terjadi pada :

a. Nomina majemuk ( ‘Fukugou meishi’ ), yaitu : ketika dua kata

digabungkan untuk menggabungkan kata majemuk, vokal terakhir dari kata yang pertama berubah.

Contohnya :

/sake-/ + /-ya/ /sakaya/

/ki-/ + /-kage/ /kokage/

/shiro-/ + /- ito/ /shiraito/

Jadi, setiap fonem terakhir dari kata pertama yang diakhiri vokal, akan berubah menjadi vokal lain, jika digabungkan dengan kata lain yang akan menjadi kata majemuk, yaitu :

(43)

b. Adjectiva I ( ‘Keiyoushi teki’ ), yaitu : ketika verba mendapat

akhiran / -shii /, lalu menjadi adjektiva, maka vokal terakhir pangkal kata tersebut berubah.

Contohnya :

/konomu-/ + /-shii/ /konomashii/

/akeru-/ + /-shii/ /akashii/

/kuiru-/ + /-shii/ /kuyashii/

Jadi, setiap kata yang mendapat akhiran / -shii/, maka fonem vokal terakhir dari kata tersebut berubah, yaitu :

u a, e a , i a

c. Verba I ( ‘Doushi teki’ ), yaitu : ketika yang mendapat akhiran

/sufiks/ setsubiji ( /-su/ atau /-ru/ ) lalu menjadi verba baru maka vokal terakhir pangkal kata tersebut berubah.

Contohnya :

/tobu-/ + /-su/ /tobasu/

Jadi, jika kata kerja I ( doushi I ) mendapat akhiran /-su/ atau /-ru/, maka fonem vokal terakhir dari kata tersebut berubah, yaitu :

u a

Proses perubahan konsonan ( ‘shiin koutai’ ), baik yang terjadi

pada nomina majemuk ( ‘fukugou meishi’ ), kata sifat I (

‘keiyoushi teki’ ), maupun kata kerja I ( ’doushi teki’ ) akan mengalami

perubahan fonem seperti yang dinyatakan oleh Nomura ( 1992 : 185 ) yaitu : k g, s/ sh z / j, t d, dan h b.

(44)

- k g

Menurut Cahyono ( 1995 : 148 ) proses morfofonemik yang mengalami perubahan fonem terjadi, untuk mempermudah dan memperlancar ucapan.

2.4.4. Pergeseran Fonem ( On in tenkan )

Pergeseran posisi fonem terjadi apabila komponen dari morfem dasar dan bagian dari afiks membentuk satu suku kata ( Kridalaksana, 2007 : 192 ). Pergeseran fonem ini dapat terjadi ke depan, belakang, atau dengan pemecahan. Pergeseran ke belakang terjadi pada morfem dasar yang berakhiran pada konsonan yang diikuti oleh sufiks atau komponen akhir konfiks yang diawali vokal, sehingga konsonan tersebut menjadi bagian dari suku kata yang di belakang.

Contohnya :

/ba-kar/ + /ke-an/ /ke-ba-ka-ran/

Dalam bahasa Jepang proses pergeseran fonem ini disebut dengan

‘on in tenkan’ ( pergeseran fonem ). Jika dilihat dari huruf kanjinya, maka on

(45)

‘tenkan’ berarti pergeseran / pengalihan / pertukaran ( Matsuura, 1994 : 768 & 1068 ).

2.4.5. Penambahan Fonem ( On in tenka )

Dalam bahasa Indonesia, proses penambahan fonem adalah proses morfofonemik yang paling banyak dijumpai / terjadi ( Kridalaksana, 2007 : 184 ). Proses penambahan fonem terjadi bila dalam penggabungan morfem dasar atau afiks muncul fonem baru ( Kridalaksana, 2007 : 184 ). Dalam bahasa Indonesia, contohnya, penambahan fonem / / pada morfem dasar /cat/ yang digabungkan dengan prefiks /m /.

/m / + /cat/ /m cat/

Dalam bahasa Jepang peristiwa seperti ini disebut dengan ’On in

tenka’ ( penambahan fonem ). Jika dilihat dari huruf kanjinya, maka on in

datsuraku ( penambahan fonem ) adalah ’on in‘ berarti fonem dan

’tenka’ berarti pembubuhan / penambahan ( Matsuura, 1994 : 768 & 1068 ).

Contohnya, prefiks /o-/ ditambahkan pada dasar kata yang bermula dengan fonem /i/, misalnya /-inu/ ’anjing’, maka akan muncul / fonem /su/, setelah prefiks /o-/, sehingga menjadi /osu-/.

/o-/ + /-inu/ /osuinu/

2.4.6. Peleburan Fonem ( On in yuugou )

(46)

dengan fonem /p/ yang jika digabungkan prefiks /m -/ akan melebur menjadi fonem /m/.

/m / + /pilih/ /m milih/

Dalam bahasa Jepang peristiwa seperti ini disebut dengan ’On in

yuugou’ ( peleburan fonem ). Jika dilihat dari huruf kanjinya, maka on in yuugou

( peleburan fonem ) adalah ’on in‘ berarti fonem dan ‘yuugou’ berarti

peleburan / peluluhan ( Matsuura, 1994 : 768 & 1196 ).

Contohnya, pada proses pemajemukan / komposisi yaitu nomina + nomina nomina. fonem awal dari kata kedua yang diawali fonem /k/ akan berubah menjadi fonem /g/ setelah digabungkan dengan fonem akhir dari kata pertama.

/ue/ + /ki/ /uwagi/

Dalam skripsi ini yang akan dibahas oleh penulis yaitu perubahan fonem, baik fonem vokal maupun fonem konsonan yang terjadi dalam proses morfologi ( afiksasi, reduplikasi, dan komposisi ) yang hanya terjadi pada nomina majemuk saja.

Nomina atau kata benda adalah kelas kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Kata benda dapat dibagi menjadi dua: kata benda konkret untuk benda yang dapat dikenal dengan panca indera (misalnya buku), serta kata benda abstrak untuk benda yang menyatakan hal yang hanya dapat dikenal denga

(47)

atau orang). Nomina adalah lawan dari verba. Jika verba adalah kalimat yang berpredikat "Kata Kerja" maka kalimat nomina adalah kalimat berpredikat kata benda.

Dalam bahasa Jepang, nomina disebut dengan ‘meishi’. Semantara

itu, nomina majemuk disebut dengan ‘Fukugou meishi’. Jadi yang akan

dibahas oleh penulis dalam skripsi ini adalah nomina + nomina atau gabungan lebih dari satu kata benda. Jika kata benda + kata benda digabungkan, bagaimana perubahan fonem vokal dan konsonan yang terjadi dalam proses morfologi ( afiksasi, reduplikasi, dan komposisi ). Hal ini membuat penulis tertarik untuk membahasnya lebih dalam.

BAB III

ANALISIS ON IN KOUTAI BAHASA JEPANG DITINJAU DARI SEGI

MORFOFONEMIK

3.1 Perubahan Fonem Vokal ( Bouin Kotai ) Bahasa Jepang

Perubahan fonem vokal ( ‘bouin koutai’ ) pada proses morfologi

( pembentukan kata ) antara lain :

3.1.1 Afiksasi ( pengimbuhan / ‘setsuji’ )

a. Prefiks ( awalan / ‘settouji’ )

1. Prefiks /me-/

(48)

Contoh :

- /me-/ + /-azarahi/ meazarahi

Meazarahi terdiri dari prefiks /me-/ + /-azarahi/. Dari contoh ini terlihat

bahwa hasil penggabungan prefiks /me-/ dengan nomina yang diawali vokal /a/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /a/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /a/.

Analisis :

b) Fonem vokal /u/ /u / Contoh :

- /me-/ + /-uma/ meuma

Meuma terdiri dari prefiks /me-/ + /-uma/. Dari contoh ini terlihat bahwa

hasil penggabungan prefiks /me-/ dengan nomina yang diawali vokal /u/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /u/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /u/.

Analisis :

c) Fonem vokal /e/ /e / Contoh :

- /me-/ + /-ebi/ meebi

Meebi terdiri dari prefiks /me-/ + /-ebi/. Dari contoh ini terlihat bahwa

(49)

mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /e/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /e/.

d) Fonem vokal /o/ /o/ Contoh :

- /me-/ + /-obake/ meobake

Meo terdiri dari prefiks /me-/ + /-o/. Dari contoh ini terlihat bahwa hasil

penggabungan prefiks /me-/ dengan nomina yang diawali vokal /o/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /o/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /o/.

Analisis :

e) Fonem vokal /i/ /i/ Contoh :

- /me-/ + /-inu/ mesuinu

Mesuinu terdiri dari prefiks /me-/ + /-inu/. Dari contoh ini terlihat bahwa

hasil penggabungan prefiks /me-/ dengan nomina yang diawali vokal /i/, tidak mengalami perubahan fonem, melainkan penambahan fonem /su/. Karena dalam skripsi ini penulis hanya membahas perubahan fonem maka penambahan fonem /su/ tidak dibahas lebih lanjut. Dengan kata lain fonem /i/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /i/, hanya mengalami panambahan fonem /su/.

Analisis :

Untuk lebih jelasnya, penulis sajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

(50)

/me-/

Jika prefiks /me-/ digabungkan dengan nomina yang diawali dengan fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/, maka vokal /a/ /a/, /i/ /i/, /u/ /u/, /e/

/e/, dan /o/ /o/. Dengan kata lain pada prefiks yang digabungkan dengan

fonem vokal, bentuknya tetap atau tidak mengalami perubahan bentuk. 2. Prefiks /o-/

a) Fonem vokal /a/ /a/ Contoh :

- /o-/ + /-azarahi/ oazarahi

Oazarahi terdiri dari prefiks /o-/ + /-azarahi/. Dari contoh ini terlihat

bahwa hasil penggabungan prefiks /o-/ dengan nomina yang diawali vokal /a/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /a/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /a/.

Analisis :

b) Fonem vokal /u/ /u / Contoh :

- /o-/ + /-uma/ ouma

(51)

Ouma terdiri dari prefiks /o-/ + /-uma/. Dari contoh ini terlihat bahwa

hasil penggabungan prefiks /o-/ dengan nomina yang diawali vokal /u/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /u/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /u/.

c) Fonem vokal /e/ /e / Contoh :

- /o-/ + /-ebi/ oebi

Oebi terdiri dari prefiks /o-/ + /-ebi/. Dari contoh ini terlihat bahwa hasil

penggabungan prefiks /o-/ dengan nomina yang diawali vokal /e/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /e/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /e/.

Analisis :

d) Fonem vokal /o/ /o/ Contoh :

- /o-/ + /-obake/ oobake

Oobake terdiri dari prefiks /o-/ + /-obake/. Dari contoh ini terlihat bahwa

hasil penggabungan prefiks /o-/ dengan nomina yang diawali vokal /o/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /o/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /o/.

(52)

e) Fonem vokal /i/ /i/ Contoh :

- /o-/ + /-inu/ mesuinu

Osuinu terdiri dari prefiks /o-/ + /-inu/. Dari contoh ini terlihat bahwa

hasil penggabungan prefiks /o-/ dengan nomina yang diawali vokal /i/, tidak mengalami perubahan fonem, melainkan penambahan fonem /su/. Karena dalam skripsi ini penulis hanya membahas perubahan fonem maka penambahan fonem /su/ tidak dibahas lebih lanjut. Dengan kata lain fonem /i/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /i/, hanya mengalami panambahan fonem /su/.

Analisis :

Untuk lebih jelasnya, penulis sajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

Prefiks Fonem Bentuk dasar Hasil

/o-/

/a/ /a/ Azarahi ‘anjing laut’ Oazarahi ‘anjing laut jantan’

/u/ /u/ Uma ‘kuda’ Ouma ‘kuda jantan’

/e/ /e/ Ebi ‘udang’ Oebi’udang jantan’

/o/ /o/ Obake ‘hantu’ Oobake ‘hantu laki-laki’

/i/ /i/ Inu ‘anjing’ Osuinu ‘anjing jantan’

(53)

Prefiks /me-/ dan /o-/ digunakan untuk menyatakan jenis kelamin. Perfiks /me-/ untuk menyatakan jenis kelamin betina /wanita dan prefiks /o-/ untuk jenis kelamin jantan / laki-laki. Prefiks /me-/ dan /o-/ yang digabungkan dengan nomina yang diawali dengan vokal /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/, tidak mengalami perubahan fonem, melainkan penambahan / pemunculan fonem /su/ hanya pada penggabungan nomina dengan fonem vokal /i/ saja.

b. Infiks ( sisipan / ‘setsuchuuji’ )

Infiks dalam bahasa Jepang secara umum tidak ada, namun terlihat pada contoh yang menunjukkan infiks /-e-/ ( Koizumi, 1993 : 95 ).

Mi-ru mi-e-ru Ni-ru ni-e-ru

Karena dalam skripsi ini penulis hanya membahas tentang perubahan vokal dan konsonan yang terjadi pada nomina saja, maka perubahan yang terjadi pada infiks diatas tidak dibahas lebih lanjut, karena perubahan tersebut adalah perubahan yang terjadi pada verba.

c. Sufiks ( akhiran / ‘setsubiji’ )

1) Fonem vokal /a/ /a/ Contoh :

- /kaisha-/ + /-in/ kaishain

(54)

Kaishain terdiri dari nomina kaisha + sufiks /-in/. Dari contoh ini terlihat

bahwa hasil penggabungan nomina yang diakhiri vokal /a/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /a/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /a/. Sufiks /-in/ mengandung arti ’anggota’.

2) Fonem vokal /i/ /i/ Contoh :

- /keizai-/ + /-teki/ Keizaiteki

Keizaiteki terdiri dari nomina keizai + sufiks /-teki/. Dari contoh ini terlihat

bahwa hasil penggabungan nomina yang diakhiri vokal /i/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /u/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /i/. Sufiks /-teki/ digunakan untuk mengubah nomina menjadi Adverbia, yang bisa diartikan ’-is, -tik,dll’.

Analisis :

3) Fonem vokal /u/ /u / Contoh :

- /tenisu-/ + /-bu/ tenisubu

Tenisubu terdiri dari nomina tenisu + sufiks /-bu/. Dari contoh ini terlihat

bahwa hasil penggabungan nomina yang diaakhiri vokal /u/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /u/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /u/. Sufiks /-bu/ akan memberi arti ’kelompok’ atau ’komunitas’.

(55)

4) Fonem vokal /o/ /o/ Contoh :

- /Hojo-/ + /-kin/ hojokin

Hojokin terdiri dari nomina hojo + sufiks /-kin/. Dari contoh ini terlihat

bahwa hasil penggabungan nomina yang diakhiri vokal /o/, tidak mengalami perubahan fonem, dengan kata lain fonem /o/ tidak berubah menjadi fonem lain atau tetap fonem vokal /o/. Sufiks /-kin/ mengandung arti ’uang’ atau ’dana’.

Analisis :

Untuk lebih jelasnya, penulis sajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

Fonem Sufiks Bentuk dasar Hasil

/a/ /-in/ Kaisha ‘perusahaan’ Kaishain ‘karyawan’

/i/ /-teki/ Keizai ‘ekonomi’ Keizaiteki ‘ekonomis’

/u/ /-bu/ Tenisu ‘tenis’ Tenisubu ‘grup tennis’

/o/ /-kin/ Hojo ‘bantuan’ Hojokin ‘dana bantuan’

Jika sufiks digabungkan dengan nomina yang diakhiri dengan fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/, maka bentuknya tetap atau tidak mengalami perubahan fonem.

3.1.2 Reduplikasi ( pengulangan / ’juufuku’ )

(56)

- /asa-/ + /-asa/ asaasa

Asaasa terdiri dari nomina asa + asa. Dari contoh ini terlihat bahwa

nomina yang mengalalmi proses reduplikasi yang diawali dengan fonem vokal /a/, tidak mengalami perubahan fonem.

Analisis :

b) Fonem vokal /i/ /i/ Contoh :

- /ie-/ + /-ie/ ieie

Ieie terdiri dari nomina ie + ie. Dari contoh ini terlihat bahwa nomina

yang mengalalmi proses reduplikasi yang diawali dengan fonem vokal /i/, tidak mengalami perubahan fonem.

Analisis :

c) Fonem vokal /u/ /u / Contoh :

- /uta-/ + /-uta/ utauta

Utauta terdiri dari nomina uta + uta. Dari contoh ini terlihat bahwa

nomina yang mengalalmi proses reduplikasi yang diawali dengan fonem vokal /u/, tidak mengalami perubahan fonem.

Analisis :

(57)

Contoh :

- /eki-/ + /-eki/ ekieki

Ekieki terdiri dari nomina eki + eki. Dari contoh ini terlihat bahwa nomina

yang mengalalmi proses reduplikasi yang diawali dengan fonem vokal /e/, tidak mengalami perubahan fonem

Analisis :

e) Fonem vokal /o/ /o/ Contoh :

- /Okite-/ + /-okite/ okiteokite

Okiteokite terdiri dari nomina okite + okite. Dari contoh ini terlihat bahwa

nomina yang mengalalmi proses reduplikasi yang diawali dengan fonem vokal /o/, tidak mengalami perubahan fonem.

Analisis :

Untuk lebih jelasnya, penulis sajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

Fonem Awal Bentuk Dasar Hasil

/a/ Asa’jerami’ Asa asa’jerami-jerami’

/i/ Ie ‘rumah’ Ie ie ‘rumah-rumah’

/u/ Uta’lagu’ Uta uta’lagu-lagu’

/e/ Eki’stasiun’ Eki eki’stasiun-stasiun’

/o/ Okite ‘aturan’ Okite okite ‘aturan-aturan’

(58)

3.1.3 Komposisi ( pemajemukan / ‘fukugougo’ )

Perubahan fonem vokal pada komposisi yang akan dibahas adalah : - meishi + meishi ( Nomiuna + Nomina )

a) Fonem vokal /a/ /a/ Contoh :

- /ito/ + /ame/ itosame

Itosame terdiri dari dua morfem yang merupakan nomina majemuk, yaitu

ito + ame. Dari penggabungan kedua morfem tersebut tidak mengalami perubahan

fonem melainkan pemunculan fonem /s/, yaitu fonem vokal /a/ menjadi fonem /s/ pada awal kata /ame/ /same/.

Analisis :

Untuk lebih jelas penulis sajikan dalam bentuk tabel seperti dibawah ini : Dasar I Dasar II Penambahan fonem Hasil

Ito ’benang’ Ame ’hujan’ /a/ /s/ Itosame ’gerimis’

Jika fonem awal dari morfem dasar II diawali dengan fonem vokal /a/, maka akan terjadi pemunculan /penambahan fonem /s/, yaitu : /ame/ /same/.

(59)

Contohnya :

- /ki/ + /kuchi/ koguchi

Koguchi terdiri dari dua morfem yang merupakan nomina mejemuk, yaitu :

/ki/ + /kuchi/. Dari penggabungan kedua morfem tersebut fonem /i/ dari kata /ki/ berubah menjadi fonem /o/ sehingga menjadi /ki/ /ko/. Perubahan fonem vokal /i/ ini menga lami proses morfofonemik, yaitu : fonem /i/ /o/.

Analisis :

- /ki/ + /tama/ kodama

Kodama terdiri dari dua morfem yang merupakan nomina mejemuk, yaitu :

/ki/ + /tama/. Dari penggabungan kedua morfem tersebut fonem /i/ dari kata /ki/ berubah menjadi fonem /o/ sehingga menjadi /ki/ /ko/. Perubahan fonem vokal /i/ ini menga lami proses morfofonemik, yaitu : fonem /i/ /o/.

Analisis :

- /tsuki/ + /yo/ tsukuyo

Tsukuyo terdiri dari dua morfem yang merupakan nomina mejemuk, yaitu :

/tsuki/ + /yo/. Dari penggabungan kedua morfem tersebut fonem /i/ dari kata /tsuki/ berubah menjadi fonem /u/ sehingga menjadi /tsuki/ /tsuku/. Perubahan fonem vokal /i/ ini mengalami proses morfofonemik, yaitu : fonem /i/ /u/.

Referensi

Dokumen terkait

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang, baru akan berjalan lancar jika

Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita Nihongo No

Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang, baru akan berjalan lancar jika

Berdasarkan contoh kalimat diatas, secara umum verba shikaru dan okoru tersebut bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan arti “marah”, tetapi dalam