• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan Johor"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS REPRESENTASI SOSIAL TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KELURAHAN KEDAI DURIAN

KECAMATAN MEDAN JOHOR SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

DISUSUN OLEH

FONIAH SARAGIH 100902073

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERAUTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Foniah Saragih

NIM : 100902073

ABSTRAK

Analisis Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan johor

Kemiskinan merupakan masalah yang masih fenomenal sampai saat ini yang masih berkelanjutan dan belum terpecahkan. Berbagai kebijakan – kebijakan telah dilakukan pemerintah salah satunya yaitu dengan membuat program pengentasan kemiskinan berupa Program keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan merupakan program yang memberikan bantuan uang tunai bersyarat kepada rumah tangga sangat miskin yang telah ditetapkan sebagai peserta PKH.

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimanakah representasi sosial RTSM terhadap PKH, dan menganalisis hubungannya dengan karakteristik peserta PKH, serta hubungannya dengan perilaku pemenuhan kewajiban yang muncul. Penelitian ini cenderung berbentuk penelitian eksploratif-eksplanatori yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan kualitatif. Populasi dalam penelitan ini berjumlah 26 kepala keluarga dan keseluruhannya akan dijadikan sumber data.Data primer yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows yaitu dengan menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang dan uji Chi Square. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang karakteristik individu responden, tingkat keterlibatan dalam kelompok, dan perilaku pemenuhan kewajiban responden. Tabulasi silang dan uji Chi Square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel karakteristik peserta dengan representasi sosial, dan hubungan antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku peserta PKH.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diketahui tipe – tipe representasi sosial terhadap PKH yaitu PKH untuk biaya pendidikan anak, PKH mempunyai aturan, PKH untuk kebutuhan sehari – hari, PKH membuat senang, PKH kurang memuaskan.Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan reprsentasi sosial terhadap PKH yaitu penghasilan, tanggungan, intensitas pertemuan kelompok, intensitas bertemu pendamping dan interaksi dalam kelompok. Terdapat hubungan nyata antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku pemenuhan kewajiban yaitu perilaku intensitas pertemuan kelompok dan perilaku tingkat kehadiran anak di sekolah.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name: Foniah Saragih NIM: 100902073

ABSTRACT

Analysis of Social Representations of Conditional Cash Transfers (CCT) Implementation in Subdistrict Kedai Durian District of Medan Johor

Poverty is an issue that is still phenomenal to this day is still ongoing and unresolved. Policies - policies the government has done one of them is to create a poverty alleviation Conditional Cash Transfers (CCT). Family Hope Program is a program that provides conditional cash grants to extremely poor households that have been designated as participants PKH.

This study was conducted to explain how social representations of the CCT households, and analyze its relationship with CCT participant characteristics, as well as its relationship with the fulfillment of the obligations arising behavior. This research is likely to form the exploratory-explanatory research that uses a quantitative approach and supported by qualitative. The population in this research was 26 and the whole family heads will be used as the data source. Primary data were obtained through questionnaires were processed using Microsoft Excel 2007 and SPSS for Windows is by using frequency tables, cross tabulation and chi square tests. Frequency table is used to obtain a description of the individual characteristics of the respondents, level of involvement in the group, and the fulfillment of obligations of the respondent's behavior. Cross-tabulation and chi square tests were used to examine the relationship between the variable characteristics of the participants with social representation, and the relationship between social representations of the CCT with CCT participant behavior.

Based on the results of research and analysis of data, it can be seen the type - the type of representation that Conditional Cash Transfers (CCT), Conditional Cash Transfers (CCT) social the cost of education for children, Conditional Cash Transfers (CCT) has rules, CCT for daily needs - day, Conditional Cash Transfers (CCT) make happy, Conditional Cash Transfers (CCT) less satisfactory.There is a real relationship between the characteristics of individuals with social reprsentasi against Conditional Cash Transfers (CCT) ie income, dependents, intensity group meeting, meet a companion and intensity of interaction within the group. There is a real connection between the social representations of the CCT with the behavior of the fulfillment of the behavior of the intensity level group meeting attendance and behavior in school.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas Berkat dan Kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik, walaupun penulis sadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis membuka diri untuk

perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini, yang tentunya mengharapkan koreksi

dan saran dari segenap pembaca sekalian. Adapun judul skripsi ini adalah

“ANALISIS REPRESENTASI SOSIAL TERHADAP PELAKSANAAN

PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KELURAHAN KEDAI DURIAN KECAMATAN MEDAN JOHOR”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan berbahagia ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak

akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian bahkan kasih sayang dari berbagai

pihak yang bersifat moril maupun materil, maka dengan segala kerendahan hati

penulis menghaturkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

(5)

3. Bapak Agus Suriadi, S,Sos M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis yang tidak pernah bosan-bosannya membimbing, memberikan saran,

kritik, bahkan semangat kepada penulis untuk menyusun skripsi ini

dengan sebaik-baiknya dan menjadi pintar. Terimakasih banyak

Bapak.

4. Seluruh staf administrasi seperti Kak Zuraida, Kak Deby, Bang Ria

yang telah setia ada di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam

memberikan informasi dan mempersiapkan segala kebutuhan saya

serta memberikan saya semangat dan motivasi untuk menjadi pintar.

5. Seluruh staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial yang telah membimbing dan mengajar penulis

selama masa perkuliahan.

6. Terkhusus buat kedua orangtua kebanggaan ku Lesman Saragih dan

Siti Nuraini yang telah membimbingku dengan kasih sayang,

menyiapkan makan dan minum ku ketika mengerjakan skripsi ini,

telah banyak mengorbankan fisik dan materi yang tak terhitung

nilainya serta selalu mendoakan ku yang sampai kapanpun tidak akan

pernah bisa aku balas setimpal perbuatan tulus kalian. Banyak hal –

hal sederhana yang kalian lakukan dan itu sudah sungguh sangat

berarti, I love You Full My Greatest Parents.

7. Kepada abang dan kakak ku : Tursini Saragih (+), Juperdi Saragih dan

Gawe, Kak Iun dan Bg Jorasman, Bg Immen dan Gawe, Bg Godi dan

Gawe, Bg Ali dan Gawe, Bg Iel dan Gawe serta keponakan –

(6)

Melfi Sinambela S.Sos, terimakasih buat supportnya dan juga untuk

cucu pertamaku Joan Shalom Earlyn Silalahi. Terimakasih untuk

dukungan kalian Keluarga Saragihku.

8. Buat kesayangan ku Militia Christy (Yohanna, Erlince, Juwita, Pera,

Sintong, Josua). Aku beruntung punya kalian, teman yang bisa

dibanggakan di Kessos 2010 karena kekompakan kita, teman curhat,

teman hura – hura, teman menyebalkan, teman yang pastinya bakal

buat aku rindu sama kalian. Gak bisa aku ungkapan beruntungnya aku

dapat sahabat seperti kalian. Aku harap persahabatan kita bukan hanya

sekedar masa tapi sampai tua nanti jika kita telah hidup masing –

masing, ingatlah MC!!

9. Buat teman seperjuangan selama perkuliahan hingga skripsi, Halason,

Dwi, Desi Hutajulu, Helen, Pram, David, Dimas, Dede, Erwin, Hana,

Desy Ginting, Silva, Intan, Riada, Ester, Grace, Denti, Iin, Fahmi,

KyRez, Jonathan, Anton, Paman, makasih buat perjuangan dan tawa

bersama kita dan ayok segera menyusul teman-temanku.

10. Buat seluruh Kessos 2010, yang tidak bisa kusebutkan namanya satu

persatu, terimakasih buat waktu pertemanannya selama ± 4 tahun ini,

semoga kita tetap menjaga pertemanan ini ke depannya.

11. Terkhusus juga untuk Abdul Tambunan, lelaki smart yang ngebuat

aku meleleh. Tanpamu analisis ku ini gak selesai – selesai,

terimakasih banyak Abdul sudah sangat membantu skripsiku ini,

(7)

12. Buat pemuda – pemudi GKPS Hang Tuah yang membuat aku semakin

bertumbuh dalam iman dan selalu membuat malam minggu ku

berkesan, buat pemuda GKPS Distrik IV, God be with Us.

13. Buat Ucup lelaki yang hampir tiap malam menelpon ku tanpa

kepastian

1. hahahhahaa, minimal aku terhibur sama kerja kita yang OTPan

sampai buat aku lupa ngerjain skripsiku ini hahahaa..

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi penulis

telah semaksimal mungkin berusaha memberikan yang terbaik. Untuk itu dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang benar-benar

membangun, agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang

membutuhkannya. Dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi perlindungan,

kesehatan, dan berkatNya kepada kita semua.

Medan, Juli 2014

Penulis

(8)
(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Maanfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Representasi Sosial ... 13

2.1.1 Defenisi Representasi Sosial ... 13

2.1.2 Fungsi Representasi Sosial ... 14

2.1.3 Proses Pembentukan Representasi Sosial ... 15

2.1.4 Elemen Representasi Sosial ... 15

2.1.5 Hubungan Representasi Sosial dengan Perilaku ... 16

2.1.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi Representasi Sosial ... 18

2.1.7 Metode Pengukuran Representasi Sosial ... 19

2.2. Kemiskinan ... 21

2.3 Kesejahteraan social ... 22

(10)

2.4.3 Tujuan Program Kelurga harapan………...29

2.4.4 Ketentuan Peserta Program Keluarga Harapan...30

2.4.5 Proses Program Keluarga Harapan...31

2.4.6 Hak dan Kewajiban Penerima Program Keluarga Harapan... 32

2.4.7 Hak dan Kewajiban Pemberi Program Keluarga Harapan Dalam Bidang Kesehatan...41

2.4.8 Jaringan Pemberi Layanan Kesehatan...44

2.4.9 Pemberi Layanan Pendidikan...45

2.4.10 Sasaran Penerima Program Keluarga Harapan...47

2.4.11 Besaran Bantuan...48

2.4.12 Keikutsertaan Daerah dalam Program Keluarga Harapan...50

2.4.13 Pemilihan Peserta Program Keluarga Harapan...51

2.4.14 Pembayaran...52

2.4.15 Pengorganisasian...53

2.5 Kerangka Pemikiran...55

2.6. Hipotesis...58

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep...58

2.7.2 Defenisi Operasional ...60

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 67

3.2 Lokasi Penelitian ... 68

3.3 Populasi ... 68

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 68

(11)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum ... 71

4.2 Kependudukan ... 71

4.3 Sarana dan Prasarana ... 74

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Karakteristik Responden ... 77

5.1.1 Usia Peserta PKH ... 79

5.1.2 Tingkat Pendidikan Peserta PKH ... 80

5.1.3 Pekerjaan ... 81

5.1.4 Sumber Nafkah ... 82

5.1.5 Penghasilan Rumah Tangga ... 83

5.1.6 Tanggungan ... 84

5.2 Keterlibatan dalam Kelompok ... 84

5.2.1 Peranan dalam Kelompok... 85

5.2.2 Intensitas Kehadiran pada Pertemuan Kelompok... 87

5.2.3 Intensitas Pertemuan dengan Petugas Pendamping ... 88

5.2.4 Intensitas Interaksi dalam Kelompok ... 88

5.3 Representasi Sosial Terhadap PKH ... 90

5.3.1 PKH untuk Biaya Pendidikan ... 91

5.3.2 PKH mempunyai aturan ... 94

5.3.3 PKH untuk Kebutuhan sehari – hari ... 97

5.3.4 PKH membuat senang ... 100

5.3.5 PKH kurang memuaskan ... 102

5.4 Representasi Sosial terhadap Pendidikan ... 104

5.4.1 Pendidikan untuk Kehidupan yang Lebih Baik ... 104

5.4.2 Pendidikan itu Berat ... 107

5.5 Representasi Sosial terhadap Kemiskinan ... 109

5.5.1 Hidup dengan Kekurangan ... 110

5.5.2 Memiliki Cara Bertahan ... 112

(12)

5.6.1 Karakterisik Peserta PKH yang memiliki hubungan nyata

dengan representasi social terhadap PKH ... 117

5.6.1.1 Penghasilan ... 117

5.6.1.2 Tanggungan ... 119

5.6.1.3 Intensitas Pertemuan Kelompok ... 120

5.6.1.4 Intensitas Bertemu Pendamping ... 121

5.6.1.5 Intensitas Interaksi dalam Kelompok ... 121

5.6.2 Karakteristik Peserta PKH yang tidak memiliki hubungan nyata dengan representasi social terhadap PKH ... 122

5.7 Hubungan Representasi Sosial Peserta PKH dengan Perilaku Pemenuhan Kewajiban ... 123

5.7.1 Mengikuti Pertemuan Kelompok ... 125

5.7.2 Mendaftarkan Anak ke Sekolah ... 126

5.7.3 Tingkat Kehadiran anak di Sekolah ... 126

5.7.4 Penggunaan Dana PKH untuk Pendidikan ... 127

5.7.5 Dukungan Belajr Anak ... 127

5.8 Hubungan Representasi Sosial terhadap PKH dengan Perilaku Penerima Kewajiban PKH ... 128

5.8.1 Perilaku penerima kewajiban pesert PKH yang berhubungan nyata dengan representasi social terhadap PKH ... 129

5.8.1.1Pertemuan Kelompok ... 130

5.8.1.2 Tingkat Kehadiran Anak di Sekolah ... 131

5.8.2 Perilaku Pemenuhan Kewajiban Peserta PKH yang tidak Berhubungan nyata dengan Representasi Sosial terhadap PKH ... 131

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 132

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Protokol Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PKH ... 35

Tabel 2.2 Skenario Bantuan per RTSM per Tahun... 49

Tabel 4.1 Kependudukan ... 71

Tabel 5.1 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Karakteristik

Individu ... 76

Tabel 5.2 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Keterlibatan

Dalam Kelompok ... 83

Tabel 5.3 Jumlah dan Persentase Responden Karakteristik Individu

dan Keterlibatan dalam Kelompok ... 89

Tabel 5.4 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipe

Representasi Sosial terhadap PKH ... 90

Tabel 5.5 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial PKH untuk Biaya Pendidikan Anak berdasarkan Karakteristik

Peserta PKH ... 92

Tabel 5.6 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial PKH Memiliki Aturan berdasarkan Karakterisitik

Peserta PKH ... 93

Tabel 5.7 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial PKH untuk Kebutuhan Sehari-hari ... 97

Tabel 5.8 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial PKH membuat senang ... 99

Tabel 5.9 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial PKH belum memuaskan... 101

Tabel 5.10 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial terhadap Pendidikan ... 103

Tabel 5.11 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial Pendidikan untuk Kehidupan

yang Lebih Baik ... 104

Tabel 5.12 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

(14)

Tabel 5.13 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi

Sosial terhadap Kemiskinan... 109

Tabel 5.14 Jumlah dan Persentase Responden pada Tipe Hidup

dengan Kekurangan ... 105

Tabel 5.15 Jumlah dan Persentase Responden pada Tipe

Memiliki Cara Bertahan ... 112

Tabel 5.16 Hubungan antara Karakteristik PKH dengan

Representasi Sosial terhadap PKH ... 114

Tabel 5.17 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Perilaku Pemenuhan Kewajiban Sebagai Peserta PKH ... 123

Tabel 5.18 Hubungan Representasi Sosial terhadap Perilaku Pemenuhan

(15)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 78

Diagram 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 79

Diagram 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 80

Diagram 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Nafkah ... 81

Diagram 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan ... 82

Diagram 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 83

Diagram 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Peranan dalam Kelompok ... 84

Diagram 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pertemuan Kelompok... ... 86

Diagram 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Bertemu Pendamping... ... 87

Diagram 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi dalam Kelompok ... 87

(16)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Proses PKH ... 32

(17)

UNIVERSITAS SUMATERAUTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Foniah Saragih

NIM : 100902073

ABSTRAK

Analisis Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan johor

Kemiskinan merupakan masalah yang masih fenomenal sampai saat ini yang masih berkelanjutan dan belum terpecahkan. Berbagai kebijakan – kebijakan telah dilakukan pemerintah salah satunya yaitu dengan membuat program pengentasan kemiskinan berupa Program keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan merupakan program yang memberikan bantuan uang tunai bersyarat kepada rumah tangga sangat miskin yang telah ditetapkan sebagai peserta PKH.

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimanakah representasi sosial RTSM terhadap PKH, dan menganalisis hubungannya dengan karakteristik peserta PKH, serta hubungannya dengan perilaku pemenuhan kewajiban yang muncul. Penelitian ini cenderung berbentuk penelitian eksploratif-eksplanatori yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan kualitatif. Populasi dalam penelitan ini berjumlah 26 kepala keluarga dan keseluruhannya akan dijadikan sumber data.Data primer yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows yaitu dengan menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang dan uji Chi Square. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang karakteristik individu responden, tingkat keterlibatan dalam kelompok, dan perilaku pemenuhan kewajiban responden. Tabulasi silang dan uji Chi Square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel karakteristik peserta dengan representasi sosial, dan hubungan antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku peserta PKH.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diketahui tipe – tipe representasi sosial terhadap PKH yaitu PKH untuk biaya pendidikan anak, PKH mempunyai aturan, PKH untuk kebutuhan sehari – hari, PKH membuat senang, PKH kurang memuaskan.Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan reprsentasi sosial terhadap PKH yaitu penghasilan, tanggungan, intensitas pertemuan kelompok, intensitas bertemu pendamping dan interaksi dalam kelompok. Terdapat hubungan nyata antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku pemenuhan kewajiban yaitu perilaku intensitas pertemuan kelompok dan perilaku tingkat kehadiran anak di sekolah.

(18)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name: Foniah Saragih NIM: 100902073

ABSTRACT

Analysis of Social Representations of Conditional Cash Transfers (CCT) Implementation in Subdistrict Kedai Durian District of Medan Johor

Poverty is an issue that is still phenomenal to this day is still ongoing and unresolved. Policies - policies the government has done one of them is to create a poverty alleviation Conditional Cash Transfers (CCT). Family Hope Program is a program that provides conditional cash grants to extremely poor households that have been designated as participants PKH.

This study was conducted to explain how social representations of the CCT households, and analyze its relationship with CCT participant characteristics, as well as its relationship with the fulfillment of the obligations arising behavior. This research is likely to form the exploratory-explanatory research that uses a quantitative approach and supported by qualitative. The population in this research was 26 and the whole family heads will be used as the data source. Primary data were obtained through questionnaires were processed using Microsoft Excel 2007 and SPSS for Windows is by using frequency tables, cross tabulation and chi square tests. Frequency table is used to obtain a description of the individual characteristics of the respondents, level of involvement in the group, and the fulfillment of obligations of the respondent's behavior. Cross-tabulation and chi square tests were used to examine the relationship between the variable characteristics of the participants with social representation, and the relationship between social representations of the CCT with CCT participant behavior.

Based on the results of research and analysis of data, it can be seen the type - the type of representation that Conditional Cash Transfers (CCT), Conditional Cash Transfers (CCT) social the cost of education for children, Conditional Cash Transfers (CCT) has rules, CCT for daily needs - day, Conditional Cash Transfers (CCT) make happy, Conditional Cash Transfers (CCT) less satisfactory.There is a real relationship between the characteristics of individuals with social reprsentasi against Conditional Cash Transfers (CCT) ie income, dependents, intensity group meeting, meet a companion and intensity of interaction within the group. There is a real connection between the social representations of the CCT with the behavior of the fulfillment of the behavior of the intensity level group meeting attendance and behavior in school.

(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat

terselesaikan hingga saat ini bahkan merupakan masalah yang berkelanjutan.

Di daerah Sumatera Utara pada september 2013 jumlah penduduk miskin

sebanyak 1.390.800 orang (10,39%), angka ini bertambah sebanyak 51.600

orang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Maret 2013 yang

berjumlah 1.339.200 orang (10,06%). Selama periode Maret 2013 - September

2013, penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 16.500 orang (dari

685.100 orang pada Maret 2013 menjadi 701.600 orang pada September

2013), sedangkan di daerah perkotaan bertambah 35.100 orang (dari 654.100

orang pada Maret 2013 menjadi 689.200 orang pada September 2013).

Penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2013 sebesar 10,45

persen, naik dibanding Maret 2013 yang sebesar 9,98 persen. Begitu juga

dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 10,13 persen pada

Maret 2013 naik menjadi 10,33 persen pada September 2013. Hal ini sangat

disayangkan karena angka kemisikinan masih termasuk tinggi dan masih jauh

dari harapan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan (BPS SU, Januari

2014). Kota Medan menduduki peringkat pertama yang memiliki penduduk

miskin dengan angka 198,03 ribu jiwa (9,33 persen) yang kemudian disusul

oleh Langkat dengan angka kemiskinan 97,75 ribu jiwa (10,02 persen) pada

(20)

Kemiskinan termasuk masalah kesejahteraan sosial yang merupakan masalah

nasional bahkan sampai menjadi masalah dunia. Kemiskinan menjadi salah

satu faktor penyebab terbesar mengapa negara kita Indonesia tidak dapat

sejahtera sampai saat ini. Pemerintah, khususnya Kementerian Sosial memiliki

tugas besar dalam upaya pengentasan kemiskinan ini.

Kemiskinan di Indonesia terjadi karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal,

bisa disebabkan karena kesempatan kerja yang kurang sehingga

menyebabkan masyarakat sulit mencari pekerjaan. Bahkan untuk sekedar

mengentaskan dirinya dari kemiskinan saja tidak terpenuhi, bagaimana jika

seseorang tersebut memiliki keluarga yang harus dibiayai. Disisi lain ada juga

yang mempunyai pekerjaan tetapi upah atau gaji yang diterima tidak cukup

atau memadai, sehingga semuanya serba terbatas. Dengan tidak adanya

pekerjaan tentu angka pengangguran semakin meningkat, masyarakat tidak

akan dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya termasuk kebutuhan

dasarnya, keadaan seperti ini akan membuat angka kemiskinan semakin

meningkat.

Tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pangan, maka akan menimbulkan

masalah-masalah baru yaitu gizi buruk dan kelaparan. Indonesia berada di

peringkat kelima negara dengan kekurangan gizi sedunia. Jumlah balita yang

kekurangan gizi di Indonesia sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut

merupakan 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Daerah

yang kekurangan gizi tersebar di seluruh Indonesia, tidak hanya daerah bagian

timur Indonesia (Tempo, 18 Januari 2012). Kondisi ini mengindikasikan

(21)

rakyat miskin. Disinilah dibutuhkan usaha keras pemerintah untuk terus

menekan angka kemiskinan dengan melindungi keamanan pangan mereka.

Sumber daya manusia yang masih di bawah standar umum juga

melatarbelakangi masalah kemiskinan ini, masyarakat tidak punya keahlian

atau kemampuan khusus karena tidak berpendidikan ataupun tidak pernah

mengikuti pelatihan tertentu, selain itu pengalaman mereka juga tidak banyak.

Hal itu tentu mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang ada di

Indonesia. Biaya pendidikan yang mahal merupakan salah satu alasannya

kenapa masyarakat tidak sekolah. Pendidikan formal dan non formal disini

sangat diperlukan untuk menjadikan sumber daya manusia yang berdaya guna.

Di dalam pendidikan non formal tentunya masyarakat dapat mengikuti

kegiatan-kegiatan ketrampilan yang dapat menghasilkan uang sehingga

mereka dapat untuk memenuhi kebutuhannya.

Kemiskinan ini tentunya akan menghambat pencapaian target Millenium

Development Goals. Pemerintah juga berpengaruh dalam melatarbelakangi

masalah kemiskinan ini. Pemerintah tidak hanya tinggal diam atau menutup

diri tetapi pemerintah juga memberikan perhatian untuk memakmurkan

rakyatnya. Optimalisasi dan efisiensi program-program yang melindungi

rakyat bawah terus diupayakan agar rakyat sejahtera demi mencapai MDGs

(Milenium Development Goal’s) tahun 2015 yang akan datang. Berbagai

macam program untuk pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan mulai dari

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yang

merupakan program nasional kemiskinan yang berbasis pemberdayaan

(22)

masyarakat miskin secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kapasitas

masyarakat baik secara individu maupun kelompok.

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang berupaya mempertahankan

tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran sebagai akibat adanya kebijakan

kenaikan harga BBM pada tahun 2008 lalu sehingga dapat membantu

masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah

penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi

dan meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Pemberdayaan masyarakat

melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau dikenal dengan

sebutan Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan bentuk

tanggung jawab perusahaan dalam bentuk keterlibatan dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan

tersebut juga bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.

Program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) juga merupakan bentuk

perlindungan yang dipersiapkan guna menghadap kejadian-kejadian yang

tidak dapat diramalkan, sehingga bila terjadi kerugian-kerugian dapat

dibebankan kepada anggota yang mengikuti program asuransi kesejahteraan

sosial yang dikumpulkan dari kontribusi bersama dan merupakan sumber bagi

pembayaran klaim. Begitu juga dengan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)

dengan skema kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukkan bagi Usaha

Mikro Kecil dan Menengah dan koperasi usahanya layak namun tidak

mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan

(23)

Program Beras Untuk Rakyat Miskin (Raskin) merupakan program dari

Kementerian Sosial yang diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan

kepada masyarakat yang masuk kedalam kategori rumah tangga miskin.

Melalui program ini diharapkan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan

pangannya, perlindungan sosial untuk rumah tangga miskin dan dapat menjadi

sejahtera sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan

mutu kehidupan yang lebih baik lagi kedepannya. Kemudian Program

Keluarga Harapan (PKH) yang juga merupakan program penanggulangan

kemiskinan dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas

sumber daya manusia terutama pada kelompok miskin, meningkatkan taraf

pendidikan, meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan

anak di bawah 6 tahun dari Rumah Tangga Sangat Miskin. Sejak tahun 2007

Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Bantuan Tunai Bersyarat

(BTB) yang saat ini dikenal dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH).

Program Bantuan Tunai Bersyarat ini telah dilaksanakan di beberapa negara

yang dikenal dengan Conditional Cash Transfers (CCT) dan cukup berhasil

dalam penanggulangan kemiskinan tersebut (Siagian, 2012: 164-205).

Program Keluarga Harapan bukan merupakan lanjutan Program Subsidi

Langsung Tunai (BLT) yang sudah berlangsung selama ini dalam rangka

membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya beli pada saat

pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak. Program

Keluarga Harapan lebih dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem

perlindungan sosial kepada masyarakat miskin dalam rangka mempertahankan

(24)

upaya memotong rantai kemiskinan yang terjadi selama ini. Berdasarkan

pengalaman negara – negara lain, program serupa sangat bermanfaat bagi

keluarga miskin terutama dengan kemiskinan kronis.

Program Keluarga Harapan diharapkan RTSM (Rumah Tangga Sangat

Miskin) peserta PKH memiliki akses yang lebih baik untuk memanfaatkan

pelayanan sosial dasar yaitu, kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi termasuk

menghilangkan kesenjangan sosial, ketidakberdayaan dan keterasingan sosial

yang selama ini melekat pada diri warga miskin. Peserta PKH memiliki

berbagai kewajiban yang harus dipenuhi khususnya kewajiban yang terkait

dengan kesehatan dan pendidikan. Kewajiban kesehatan berkaitan dengan

pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemeriksaan kesehatan, pemberian

asupan gizi dan imunisasi anak balita, kewajiban pendidikan berkaitan dengan

menyekolahkan anak ke sekolah dasar dan sekolah menengah pertama

(Pedoman Umum Program Keluarga Harapan, 2011: 3).

Fakta menunjukkan, angka kematian bayi pada kelompok penduduk

berpendapatan terendah pada tahun 2007 ada 56 per 1000 kelahiran hidup,

sedangkan pada kelompok berpendapatan tertinggi tingggal 26 per 1000

kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar

228 per 100.000 kelahiran hidup dan merupakan angka tertinggi di Asia

Tenggara. Berdasarkan SDKI survey terakhir tahun 2007 angka kematian ibu

Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Pedoman Umum Program

Keluarga Harapan, 2014: 4). Sebagian dari anak – anak keluarga sangat

miskin ada juga yang sama sekali tidak menyentuh bangku sekolah karena

(25)

sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus

sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Kondisi ini

menyebabkan kualitas generasi penerus keluarga miskin senantiasa rendah dan

akhirnya terperangkap dalam lingkaran kemiskinan.

Banyaknya Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan disebabkan oleh akar

permasalahan yang terjadi baik pada sisi RTSM (demand side) maupun sisi pelayanan (supply side). Pada sisi RTSM, alasan terbesar untuk tidak melanjutkan sekolah adalah karena tidak adanya biaya, bekerja untuk mencari

nafkah, merasa pendidikannya sudah cukup dan alasan lainnya. Begitu juga

dengan kesehatan, RTSM tidak mampu membiayai pemeliharaan atau

perawatan kesehatan bagi anggota keluarga akibat rendahnya tingkat

pendapatan. Permasalahan pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses RTSM terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah belum

tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh RTSM.

Biaya pelayanan yang tidak terjangkau oleh RTSM serta jarak antara tempat

tinggal dan lokasi pelayanan yang relatif jauh merupakan tantangan utama

bagi penyedia pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Dilihat dari sisi kebijakan sosial, Program keluarga harapan (PKH)

merupakan cikal bakal pengembangan sistem perlindungan sosial khususnya

bagi keluarga miskin. Program keluarga harapan (PKH) mewajibkan RTSM

memeriksakan kesehatan ibu hamil dan memberikan imunisasi dan

pemantauan tumbuh kembang anak, termasuk menyekolahkan anak – anak,

(26)

pendidikan. Perubahan perilaku tersebut diharapkan juga akan berdampak

pada berkurangnya anak usia sekolah RTSM yang bekerja. Dengan demikian,

hal ini menjadi tantangan utama pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk

meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi keluarga miskin,

dimanapun mereka berada.

Program-program penanggulangan kemiskinan ini pada dasarnya

ditujukan untuk masyarakat miskin, untuk dapat menghasilkan persepsi yang

sama tentang prosedur dan tujuan program yang seharusnya maka pelaksana

program melakukan berbagai sosialisasi tentang program kepada setiap

pemangku kepentingan (stakeholder) dan tentunya juga kepada penerima manfaat program agar tujuan dari program tersebut dapat tercapai. Sosialisasi

yang ditujukan kepada penerima manfaat akan mempengaruhi tanggapan

mereka terhadap program, dan diharapkan tanggapan tersebut akan

berpengaruh positif terhadap keberhasilan program. Diantara proses sosialisasi

tentang program (stimulus) dengan kemunculan tanggapan penerima manfaat

(respon) terdapat sebuah proses yang disebut dengan definisi situasional,

dimana terdapat sebuah proses definisi subjektif yang berada diantara stimulus

dan respon dan selama proses sosialisasi berjalan , secara bertahap individu

akan mempelajari definisi–definisi tersebut.

Proses penafsiran atau pemberian arti–arti disebut juga dengan proses

pemaknaan. Teori makna tersebut telah mengalami perkembangan, dimana

makna tidak hanya dimiliki pada level perorangan, tetapi juga terdapat makna

yang dibagi bersama sesama komunitas ataupun masyarakat, yang disebut

(27)

Serge Moscovici (Adriana, 2009: 23). Dengan kata lain, pemaknaan yang

dilakukan oleh penerima manfaat program tersebut dapat dikatakan sebagai

representasi sosial mereka terhadap program bantuan tersebut.

Representasi yang tepat dan sesuai terhadap program akan berpengaruh

dalam perilaku penerima program dan tentu saja akan berpengaruh besar

terhadap kelancaran suatu program nantinya. Berbagai sosialisasi dilakukan

oleh pelaksana PKH kepada peserta PKH untuk memberikan informasi yang

tepat dan sesuai tentang PKH. Representasi terhadap PKH yang terbentuk

pada peserta PKH cenderung akan berpengaruh terhadap perilaku mereka,

khususnya pada pemenuhan kewajiban sebagai peserta PKH. Dengan

demikian, penting untuk mengetahui bagaimana peserta PKH memandang

atau merepresentasikan program bantuan yang diterimanya, sehingga juga

dapat diketahui kecenderungan perilaku pemenuhan kewajibannya sebagai

peserta PKH.

Salah satu kelurahan yang memperoleh dana bantuan serta menjadi lokasi

penelitian pada penelitian ini yaitu Kelurahan Kedai Durian Kecamatan

Medan Johor. Pada kelurahan tersebut, terdapat 26 kepala keluarga penerima

dana PKH dimana ada komponen pendidikan dan kesehatan dan yang menjadi

fokus penelitian ini peserta penerima komponen pendidikan. Berdasarkan latar

belakang permasalahan yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk mengkaji

lebih lanjut dalam bentuk skripsi. Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis

Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di

(28)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan

sebelumnya, adapun perumusan masalah yang hendak dikaji pada penelitian

ini ialah:

1. Bagaimanakah representasi sosial peserta PKH terhadap PKH?

2. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik individu dan keterlibatan dalam

kelompok dengan representasi sosial terhadap PKH pada peserta PKH?

3. Bagaimanakah hubungan representasi sosial peserta PKH dengan perilaku

pemenuhan kewajiban sebagai peserta?

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini ialah

sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi representasi sosial PKH terhadap PKH.

2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keterlibatan dalam

kelompok dengan representasi sosial terhadap PKH pada peserta PKH.

3. Menganalisis hubungan representasi sosial dengan perilaku peserta PKH

dalam memenuhi kewajiban sebagai peserta.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang “Analisis Representasi

Sosial Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai

(29)

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam belajar menerapkan dan

menghubungkan teori–teori, khususnya representasi sosial, terhadap keadaan

yang ada di lingkungan sekitar.

2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi,

ataupun sebagai referensi guna meningkatkan pemahaman mengenai

representasi sosial RTSM terhadap PKH maupun tentang representasi sosial

secara umum.

3. Bagi pihak terkait seperti Kemeterian Sosial, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kota Medan, Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) Kota

Medan dan aparat Kecamatan dan Kelurahan setempat, penelitian ini bisa

menjadi salah satu bahan informasi mengenai keadaan rumah tangga yang

tergolong kepada Rumah Tangga sangat Miskin khususnya penerima PKH.

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematikan

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan

obyek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan

(30)

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik

pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITAN

Berisikan tipe penelitan, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik

pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB V :ANALISIS DATA

Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta

analisisnya.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Representasi Sosial

2.1.1. Definisi Representasi Sosial

Abric (dalam Deaux dan Philogene, 2001: 83) representasi sosial

merupakan suatu pandangan fungsional yang memungkinkan individu atau

kelompok memberikan makna dan arti terhadap tindakan yang dilakukannya

untuk mengerti suatu realita kehidupan sesuai dengan referensi yang mereka

miliki dan untuk beradaptasi terhadap realitas tersebut. Representasi sosial ini

sebagai cara berpikir rasional yang praktis melalui hubungan sosial dengan

menggunakan gaya dan logikanya sendiri, yang kemudian didistribusikan

kepada anggota suatu kelompok yang sama melalui komunikasi sehari-hari.

Representasi Sosial merupakan sebuah sistem nilai, gagasan dan

perbuatan, yang memiliki fungsi ganda. Fungsi yang dimaksudkan ialah untuk

membangun sebuah tata aturan bagi setiap individu untuk menyesuaikan diri

dan memahami serta menguasai lingkungan fisik ataupun lingkungan

sosialnya (Moscovici, dalam Bergman, 1998: 25). Representasi sosial dapat

mengubah suatu hal yang tidak lazim atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal

yang dapat dikenali. Representasi sosial merupakan hasil dari pemaknaan

individu terhadap nilai, gagasan dan perbuatan, namun disamping itu

representasi sosial juga merupakan penghasil dari berbagai macam nilai,

gagasan dan perbuatan tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa representasi sosial adalah pandangan

(32)

didistribusikan kepada orang lain disekitarnya melalui komunikasi sehari–hari

baik secara disadari ataupun tidak, secara terus menerus dan akhirnya

representasi sosial tersebut akan cenderung mempengaruhi perilaku mereka.

2.1.2. Fungsi Representasi Sosial

Representasi sosial berperan sebagai sebuah jembatan yang

menghubungkan antara individu dengan dunia sosialnya (Deaux dan

Philogene, 2001: 112). Representasi sosial memiliki dua buah fungsi sekaligus

(Moscovici, dalam Adriana 2009: 30), antara lain:

1. Representasi sosial dapat berfungsi sebagai tata aturan bagi individu untuk

menyesuaikan diri dan memahami (serta menguasai keadaan) pada

lingkungan fisik ataupun lingkungan sosialnya.

2. Selain itu, representasi sosial juga dapat memungkinkan terjadinya

aktivitas berkomunikasi antar anggota komunitas dengan adanya sandi

untuk aktivitas pertukaran sosial mereka, dan sebagai kode untuk menamai

serta mengklasifikasikan dengan jelas berbagai macam aspek pada

lingkungan, kesejarahan individu dan kesejarahan kelompoknya.

Teori representasi sosial terlihat pada pemikiran subjektif seorang individu

yang menciptakan sebuah kenyataan dari kenyataan yang tidak diketahui

sebelumnya. Oleh sebab itu, representasi sosial memiliki fungsi sebagai alat

untuk memberikan arti bagi setiap istilah yang asing atau abstrak bagi mereka

(Bergman, 1998: 33). Terdapat lima fungsi dari representasi sosial (Josh dan

(33)

1. Group Coordination. Representasi sosial berfungsi untuk menyelaraskan

(coordinating) aktivitas kelompok dan memudahkan kerjasama antar anggotanya.

2. Rational Argumentation. Representasi sosial juga mungkin mempunyai

sebuah fungsi penting lainnya dalam kehidupan negara yang liberal (kondisi

yang terbuka dan adanya demokrasi) yaitu memudahkan seseorang untuk

mengeluarkan argumentasi/bantahan yang masuk akal bagi nya. Hal ini terkait

dengan konsep ideal Ruang Publik yang digagas oleh Habermas.

3. Symbolic Copying. Representasi sosial juga dapat berfungsi untuk merubah

suatu hal yang tidak dikenal menjadi hal yang dapat dikenal dengan

menggambarkan hal yang baru tersebut kepada sesuatu yang sudah ada pada

pengalaman sebelumnya.

4. Environmental Compensation. Representasi sosial berfungsi untuk menggambarkan atau membandingkan hal yang tabu menjadi hal yang dapat

dengan mudah dikenali oleh masyarakat atau sebuah kelompok dengan

menggunakan perumpamaan yang berasal dari lingkungan yang memiliki

sedikit persamaan dengan hal yang digambarkan tersebut. Fungsi ini

merupakan pelengkap dari proses pembentukan representasi sosial tahap

anchoring yang dikemukakan oleh Moscovici.

5. System Justification. Representasi sosial yang timbul dalam sebuah kelompok merupakan usaha untuk mempengaruhi orang lain agar turut menggunakan

representasi sosial tersebut sehingga tujuan sosial dan politik dapat tercapai.

(34)

Sosial Representasi Sosial dapat merubah suatu hal yang tidak lazim

dan atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal yang dapat dikenali, melalui dua

proses pembentukan. Proses pembentukan representasi sosial tersebut terjadi

dalam dua tahapan (Deaux dan Philogene, 2001: 135):

1. Anchoring merupakan proses yang mengacu pada proses pengenalan atau pengaitan suatu objek tertentu dalam fikiran individu. Pada proses ini,

informasi yang baru didapat diintegrasikan ke dalam sistem pemikiran dan

sistem makna yang telah dimiliki oleh individu sebelumnya.

2. Objectifications merupakan proses penerjemahan ide–ide yang abstrak dari

suatu objek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau mengaitkan

abstraksi tersebut dengan objek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh

kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode–kode yang

merupakan bagian dari proses kognitif atau afek dari komunikasi serta

pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut.

Representasi sosial mengalami transformasi dan kondisi yang dapat

menyebabkan terjadinya hal tersebut ialah:

a. Keterlibatan tinggi dalam kelompok.

b. Perubahan keadaan eksternal (keadaan fisik, ekonomi, lingkungan sosial yang

berhubungan langsung dengan objek representasi) yang mengganggu grup.

c. Tantangan terhadap nilai tradisional dalam grup yang tidak dapat dihindari.

(Guimelli, 1993: 25)

2.1.4. Elemen Representasi Sosial

Representasi sosial terdiri atas elemen informasi, keyakinan, pendapat,

(35)

Elemen pengetahuan ialah segala informasi yang diketahui oleh anggota suatu

komunitas mengenai suatu objek tertentu, pendapat ialah hasil pemikiran

mereka, keyakinan ialah segala sesuatu hal yang dipercayai dan diyakini

(Adriana, 2009: 36), dan sikap ialah kecendrungan respon suka atau tidak

suka, penilaian, pengaruh atau penolakan, serta kepositifan atau kenegatifan

terhadap suatu objek tersebut (Sarwono, 2006: 52). Bagian–bagian tersebut

akan terorganisir, terstruktur dan kemudian menjadi sistem kognisi sosial

seseorang.

Struktur representasi sosial terdiri dari central core dan peripheral

core. Central core tersusun atas sejumlah elemen yang terorganisir yang mengatur seluruh representasi dengan menentukan maknanya, sehingga

seluruh hal yang penting dapat menjadi stabil. Bagian lainnya di sekeliling

struktur tersebut ialah peripheral core yang memiliki sifat konkret dan merupakan elemen yang dapat diakses secara langsung, serta bersifat lebih

fleksibel bila dibandingkan dengan central core (Abric, dalam Deaux dan Philogene, 2001: 150).

2.1.5. Hubungan Representasi Sosial dengan Perilaku

Menurut Campbell (dalam Bergman, 1998: 42), dinyatakan bahwa

representasi sosial , sikap dan nilai dapat dipertimbangkan sebagai

kecenderungan untuk bertingkah laku (behavioural dispositions). Disposisi perilaku ini merupakan suatu kekuatan yang menyalurkan manusia dalam

mempersepsikan, mengkategorisasikan, mengorganisasikan atau memilih,

(36)

diperoleh, hampir seluruhnya adalah kecenderungan berperilaku yang

disosialisasikan (antar anggota kelompok).

Pada hasil penelitian Adriana (2009) diketahui bahwa perbedaan

representasi sosial terlihat mempunyai pengaruh terhadap perbedaan perilaku.

Selanjutnya dari hasil penelitian Gunawan (2003) terbukti bahwa reprtesentasi

sosial dapat mempengaruhi perilaku, khususnya performa kerja, sehingga

representasi sosial yang berbeda-beda menyebabkan perilaku kerja yang

muncul juga memiliki perbedaan.

Representasi sosial juga dikembangkan dalam bentuk lain menjadi

representasi professional. Representasi tersebut terbentuk dalam aksi dan

interaksi profesional, yang memberikannya suatu konteks. Representasi

profesional dipengaruhi oleh konteks, yang dalam hal ini bukan hanya situasi

fisik tetapi juga pola interaksi diantara subjek yang berinteraksi. Mengenai

hubungan antara representasi profesional dengan praktek (tindakan/perilaku)

terdapat beberapa tipe hubungan, namun diantaranya ialah representasi tidak

memiliki hubungan dengan perilaku jika adanya pengaruh paksaan dari luar

(Blin, dalam Pandjaitan, 1998: 35).

2.1.6. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Representasi Sosial

Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi pembentukan representasi

sosial. Mulai dari karakteristik individu/kelompok yang bersangkutan hingga

berbagai faktor eksternal lainnya. Menurut Moscovici (dalam Adriana 2009:

37) pada proses objektifikasi, pembentukan representasi sosial dapat

(37)

merupakan bagian dari proses kognitif dan afek dari komunikasi dalam

pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut.

Elemen central core sebuah representasi sosial dapat saja berubah

sesuai dengan keadaan, namun kaitannya dengan sejarah masa lalu subjek

yang bersangkutan tidak dapat diabaikan. Selanjutnya, keterlibatan tingkat

tinggi dalam grup menjadi dasar dari segalanya pada kondisi transformasi

representasi sosial. Keterlibatan individu dalam kelompok atau lingkungan

profesionalnya juga diyakini oleh sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi representasi profesional (Guimelli, 1993: 42)

Hasil penelitian Gunawan (2003), representasi sosial yang terbentuk

pada suatu kelompok masyarakat dipengaruhi oleh faktor kesejarahan, kondisi

geografis, serta pola dan situasi interaksi yang ada. Adriana (2009)

menambahkan, proses representasi sosial pada individu dalam kelompok

tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor demografi subjek, faktor internal,

faktor eksternal, serta faktor struktural yang mempengaruhi lingkungan

sosialnya seperti kebijakan pemerintah. Dengan demikian faktor–faktor yang

mempengaruhi representasi sosial antara lain berupa faktor internal dalam hal

ini karakteristik individu yang bersangkutan, tingkat keterlibatan individu

dalam kelompok, serta komunikasi sehari–hari dalam kelompok.

2.1.7. Metode Pengukuran Representasi Sosial

Berbagai macam metode dapat digunakan untuk mengungkap

representasi sosial yang ada pada suatu komunitas ataupun masyarakat.

Beberapa ahli psikologi sosial menggunakan metode eksperimen laboratorium

(38)

itu, representasi sosial juga dapat diukur dengan menggunakan metode

kualitatif dan kuantitatif (Farr dan Moscovici 1984: 31). Penelitian yang telah

dilakukan oleh Jodelet menggunakan metode yang memanfaatkan data naratif

dan kualitatif, namun dalam waktu bersamaan juga menggunakan metodologi

antropologi dan etnografi (Deaux dan Philogene, 2001: 161).

Selanjutnya, dari beberapa penelitian mengenai representasi sosial

sebelumnya, terlihat cara yang lebih familiar dan yang lebih sering digunakan

ialah dengan metode kualitatif dan asosiasi kata/asosiasi bebas. Metode

kualitatif dapat dilaksanakan dengan beberapa teknik pengumpulan data,

diantaranya yaitu pengamatan langsung, wawancara mendalam (indepth interview) personal maupun kelompok (focus group interview), studi

dokumentasi, serta memperoleh informasi dari informan (Tarigan, 2004: 68;

Gunawan, 2003: 55). Metode lainnya ialah dengan asosiasi kata atau asosiasi

bebas yaitu sebuah sebuah metode pengumpulan kata–kata atau kalimat

pendek, langsung dari subjek penelitian mengenai pemaknaan mereka

terhadap suatu hal (Putra, I.E. dkk, 2009: 66; Adriana, 2009: 74). Metode ini

ditempuh dengan cara memberikan pertanyaan terbuka mengenai pemaknaan

mereka terhadap suatu hal serta apa yang mereka bayangkan dan mereka

simpulkan ketika mendengar tentang suatu hal tersebut. Hasil dari asosiasi

bebas tersebut, juga dapat disajikan kembali dengan alat pengumpulan data

berupa angket atau kuesioner dengan pertanyaan terbuka maupun tertutup

bahkan penggunaan gambar, untuk mendapat hasil yang lebih akurat menurut

(39)

Menurut Nunnally (dalam Suryabrata, 1999: 56) mengenai inti/tujuan

penggunaan metode kuantitatif dalam studi psikologi adalah bahwa

pengukuran itu terdiri dari aturan–aturan untuk mengenakan bilangan kepada

objek sedemikian rupa guna menunjukkan kuantitas atribut objek itu.

Selanjutnya penerapan aturan–aturan seperti tersebut, secara langsung

berkenaan dengan pembakuan, yang dimaksudkan agar para ilmuan yang

bekerja secara terpisah menghasilkan yang sama atau sekurang–kurangnya

setara agar diperoleh objektivitas, kuantifikasi, murah dari segi ekonomi, serta

generalisasi ilmiah.

2.2. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara

bahkan dunia. PBB sendiri memiliki agenda khusus sehubungan dengan

penanggulangan masalah kemiskinan. Dalam Millenium Development Goals,

institusi sejagat tersebut memilik target tertentu sehubungan dengan upaya

penyelesaian masalah kemiskinan dimuka bumi ini. Demikian halnya dengan

negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui berbagai kementerian,

dinas maupun badan memiliki berbagai program penanggulangan masalah

kemiskinan. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana

seseorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari

kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan sebagai suatu proses, kemiskinan

merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau

(40)

mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf

kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai

manusia.

Secara umum istilah miskin atau kemiskinan dapat dengan mudah diartikan

sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim. Dalam hal ini konsep kurang

maupun minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi

atau sekelompok orang disatu pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok

orang dilain pihak. Pengertian minim disini besifat relatif,dapat berbeda dengan

rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang

berbeda (Siagian, 2012: 4).

Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok

orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau

sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka

tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher, dalam Siagian, 2012: 5).

Kemiskinan merupakan produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan

modal, dengan sumber daya manusia serta kelembagaan (Pearce, dalam Siagian,

2012: 7).

Ada beberapa jenis-jenis kemiskinan yang akan diuraikan yaitu;

1. Kemiskinan absolut yaitu suatu kondisi, dimana seseorang atau

sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga

orang tersebut memiliki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak

atau tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.

2. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang didasari pada komparasi kondisi

(41)

tentang kondisi hidup manusia dilakukan karena kondisi taraf hidup

disuatu lingkungan berbeda dengan lingkungan yang lainnya.

3. Kemiskinan massa yaitu kemiskinan yang dialami secara massal penduduk

dalam suatu lingkungan wilayah.

4. Kemiskinan non massa yaitu kemiskinan yang dihadapi oleh segelintir

orang dalam suatu wilayah.

5. Kemiskinan alamiah yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai konsekwensi

dari kondisi alam yang tidak memenuhi dimana seseorang atau

sekelompok orang tersebut bermukim.

6. Kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang disebabkan karena budaya

dimana masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa mereka miskin.

7. Kemiskinan terinvolusi yaitu seseorang yang mengetahui bahwa dia

miskin, namun sekelompok orang tersebut menganggap kemiskinan itu

merupakan hal yang wajar dan bukanlah masalah yang esensial.

8. Kemiskinan struktural yaitu mendeskripsikan bahwa struktur sosial

masyarakat itu berbeda, sehingga menghambat masyarakat untuk

mengembangkan kemampuan hidupnya.

9. Kemiskinan situasional yaitu kondisi kehidupan yang tidak layak yang

disebabkan oleh situasi yang ada, maksud dari kondisi situasi yang ada

adalah bahwa kondisi situasi itu tidak kondusif bagi masyarakat untuk

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

10.Kemiskianan buatan yaitu terjadi karena kelembagaan yang ada

mengakibatkan anggota dalam kelompok tidak menguasai sarana ekonomi

(42)

2.3. Kesejahteraan Sosial

Istilah kesejahteraan sosial bukanlah hal baru, baik dalam wacana global

maupun nasional. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) misalnya telah

mengatur masalah ini sebagai salah satu bidang kegiatan masyarakat

internasional.

Di Indonesia, konsep kesejahteraan sosial juga telah lama dikenal. Ia telah ada

dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Suharto,2009:1).

Perserikatan Bangsa-Bangsa memberi batasan kesajahteraan sosial sebagai

kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu

individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya

dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan

masyarakat. Defenisi ini menekankan bahwa, kesejahteraan sosial adalah

suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas yang

terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah

maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau

memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan

peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.

Kesejahteraan sosial dalam artian luas mencakup berbagai tindakan yang

dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf

kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi, dan

fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi

kehidupan spiritual (Adi,2003:40).

Kesejahteraan sosial dapat dilihat dalam empat sudut pandang yaitu:

(43)

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi, kesejahteraan sosial dapat dilihat

dari rumusan Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang

ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1:

Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu

Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya suatu ilmu yang mencoba mengembangkan

pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu

masyarakat, baik dari level mikro, mezzo, maupun makro.

3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan

Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat dilihat antara

lain dari defenisi yang dikembangkan oleh Friedlander (dalam Adi,2003):

“Kesejahteraan sosial merupakan sisitem yang terorganisir dari berbagai

institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna

membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup

dan kesehatan yang lebih memuaskan.”

Pengertian ini sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial

sebagai suatu sistem pelayanan yang dirancang guna meningkatkan taraf

hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yang dikemukakan

(44)

tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian

Friedlender juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan

Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir

ke seluruh penjuru dunia sehingga menjadi gerakan tersendiri yang

bertujuan memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan

sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh

masyarakat dunai, baik secara global maupun parsial. Oleh karena itu,

muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal,

regional maupun internasional yang berusaha menangani isu kesejahteraan

sosial ini.

2.4. Program Keluarga Harapan

2.4.1. Pengertian Program Keluarga Harapan

Program Keluarga Harapan adalah program yang memberikan bantuan tunai

bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang telah

ditetapkan sebagai peserta PKH. Agar memperoleh bantuan, peserta PKH

diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen yang terkait dengan upaya

peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan

kesehatan (Pedoman Umum Program Keluarga Harapan, 2011: 11).

Program Keluarga Harapan merupakan salah satu program penanggulangan

kemiskinan yang melibatkan berbagai sektor yang yang di dalamnya

memerlukan kontribusi dan komitmen lembaga/instansi terkait yang meliputi:

Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian

(45)

penyaluran bantuan bagi peserta PKH (Pedoman Umum Program Keluarga

Harapan, 2011: 10).

2.4.2. Latar Belakang Program Keluarga Harapan

Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus

pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, sejak tahun 2007

Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Bantuan Tunai Bersyarat

(BTB) yang saat ini dikenal dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH).

Program Bantuan Tunai Bersyarat ini telah dilaksanakan di beberapa negara

yang dikenal dengan Conditional Cash Transfers (CCT) dan cukup berhasil

dalam penanggulangan kemiskinan tersebut.

Program Keluarga Harapan tidak sama dengan atau bukan lanjutan Program

Subsidi Langsung Tunai (BLT) yang sudah berlangsung selama ini dalam

rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya beli pada saat

pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak. Program

Keluarga Harapan lebih dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem

perlindungan sosial kepada masyarakat miskin dalam rangka mempertahankan

dan meningkatkan kesejahteraan sosial penduduk miskin sekaligus sebagai

upaya memotong rantai kemiskinan yang terjadi selama ini. Berdasarkan

pengalaman negara-negara lain, program serupa sangat bermanfaat bagi

keluarga miskin terutama dengan kemiskinan kronis.

Program Keluarga Harapan merupakan bantuan dan perlindungan sosial

yang termasuk dalam kluster pertama. Program ini merupakan bantuan tunai

bersyarat yang berkaitan dengan persyaratan pendidikan dan kesehatan. Program

(46)

berkontribusi untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

(Milennium Development Goals atau MDGs). Setidaknya ada 5 komponen MDGs yang didukung melalui PKH, yaitu pengurangan penduduk miskin ekstrim dan

kelaparan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka

kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.

Anggarannya berasal dari APBN dimana kedudukan PKH merupakan

bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH

berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

(TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. PKH merupakan program lintas

Kementrian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan,

Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen

Komunikasi dan Informatika, dan Badan Pusat Statistik.

Program Keluarga Harapan (PKH) diluncurkan Presiden SBY di

Gorontalo Juli 2007. Pada tahap awal, Program Keluarga Harapan dilaksanakan

di tujuh provinsi melibatkan 500.000 kepada rumah tangga yang sangat miskin

(RTSM). Tujuh provinsi yaitu: Gorontalo, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2007

merupakan tahap awal pengembangan program atau tahap uji coba. Tujuan uji

coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam

pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi

persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat, apabila tahap

uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan

(47)

Goals (MDGs). Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan

ditingkatkan hingga mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar

dan ibu hamil/nifas.

Pada tahun 2008, pelaksanaan Program Keluarga Harapan ditambah

lagi menjadi 13 provinsi. Enam tambahan itu adalah: Nanggroe Aceh

Darusalam, Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Nusa

Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan. PKH sudah dilaksanakan di 72

kabupaten di 13 provinsi, dengan penerima 700 ribu RTSM pada tahun 2008.

Program Ke

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 4.1
Tabel 5.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi Responden Berdasarkan Perubahan Nyata yang Dirasakan dalam Bidang Kesehatan. Program keluarga harapan telah membuka pemikiran

Dalam hal ini, keseluruhan masyarakat penerima Program Keluarga Harapan di Kecamatan Medan Baru menggunakan dana PKH yang mereka terima untuk tujuan sebenarnya yaitu sebagai

Hasil wawancara dengan para informan menyatakan bahwa tujuan PKH sudah 75% tepat sasaran, adapun sasaran peserta PKH ditujukan kepada Rumah Tangga Sangat Miskin

Program Keluarga Harapan sebagai bantuan tunai bersyarat akan membantu ibu-ibu untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anak dalam hal kesehatan dan pendidikan, utamanya

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisis dapat disimpulkan Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan

1 2 3 4 Memberikan pelayanan pendidikan bagi anak peserta PKH (SD, SMP sederajat dan kesetaraan) Bersama Pendamping PKH memotivasi peserta PKH agar anak- anaknya memenuhi

Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi peserta PKH telah dilaksanakan hal itu terjadi karena mereka yang mendapat bantuan PKH

Dari kenyatan yang terjadi di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil tema penelitian “Perlindungan Sosial Melalui Program Keluarga Harapan PKH di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa