ANALISIS REPRESENTASI SOSIAL TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KELURAHAN KEDAI DURIAN
KECAMATAN MEDAN JOHOR SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
DISUSUN OLEH
FONIAH SARAGIH 100902073
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERAUTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Foniah Saragih
NIM : 100902073
ABSTRAK
Analisis Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan johor
Kemiskinan merupakan masalah yang masih fenomenal sampai saat ini yang masih berkelanjutan dan belum terpecahkan. Berbagai kebijakan – kebijakan telah dilakukan pemerintah salah satunya yaitu dengan membuat program pengentasan kemiskinan berupa Program keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan merupakan program yang memberikan bantuan uang tunai bersyarat kepada rumah tangga sangat miskin yang telah ditetapkan sebagai peserta PKH.
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimanakah representasi sosial RTSM terhadap PKH, dan menganalisis hubungannya dengan karakteristik peserta PKH, serta hubungannya dengan perilaku pemenuhan kewajiban yang muncul. Penelitian ini cenderung berbentuk penelitian eksploratif-eksplanatori yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan kualitatif. Populasi dalam penelitan ini berjumlah 26 kepala keluarga dan keseluruhannya akan dijadikan sumber data.Data primer yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows yaitu dengan menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang dan uji Chi Square. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang karakteristik individu responden, tingkat keterlibatan dalam kelompok, dan perilaku pemenuhan kewajiban responden. Tabulasi silang dan uji Chi Square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel karakteristik peserta dengan representasi sosial, dan hubungan antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku peserta PKH.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diketahui tipe – tipe representasi sosial terhadap PKH yaitu PKH untuk biaya pendidikan anak, PKH mempunyai aturan, PKH untuk kebutuhan sehari – hari, PKH membuat senang, PKH kurang memuaskan.Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan reprsentasi sosial terhadap PKH yaitu penghasilan, tanggungan, intensitas pertemuan kelompok, intensitas bertemu pendamping dan interaksi dalam kelompok. Terdapat hubungan nyata antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku pemenuhan kewajiban yaitu perilaku intensitas pertemuan kelompok dan perilaku tingkat kehadiran anak di sekolah.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name: Foniah Saragih NIM: 100902073
ABSTRACT
Analysis of Social Representations of Conditional Cash Transfers (CCT) Implementation in Subdistrict Kedai Durian District of Medan Johor
Poverty is an issue that is still phenomenal to this day is still ongoing and unresolved. Policies - policies the government has done one of them is to create a poverty alleviation Conditional Cash Transfers (CCT). Family Hope Program is a program that provides conditional cash grants to extremely poor households that have been designated as participants PKH.
This study was conducted to explain how social representations of the CCT households, and analyze its relationship with CCT participant characteristics, as well as its relationship with the fulfillment of the obligations arising behavior. This research is likely to form the exploratory-explanatory research that uses a quantitative approach and supported by qualitative. The population in this research was 26 and the whole family heads will be used as the data source. Primary data were obtained through questionnaires were processed using Microsoft Excel 2007 and SPSS for Windows is by using frequency tables, cross tabulation and chi square tests. Frequency table is used to obtain a description of the individual characteristics of the respondents, level of involvement in the group, and the fulfillment of obligations of the respondent's behavior. Cross-tabulation and chi square tests were used to examine the relationship between the variable characteristics of the participants with social representation, and the relationship between social representations of the CCT with CCT participant behavior.
Based on the results of research and analysis of data, it can be seen the type - the type of representation that Conditional Cash Transfers (CCT), Conditional Cash Transfers (CCT) social the cost of education for children, Conditional Cash Transfers (CCT) has rules, CCT for daily needs - day, Conditional Cash Transfers (CCT) make happy, Conditional Cash Transfers (CCT) less satisfactory.There is a real relationship between the characteristics of individuals with social reprsentasi against Conditional Cash Transfers (CCT) ie income, dependents, intensity group meeting, meet a companion and intensity of interaction within the group. There is a real connection between the social representations of the CCT with the behavior of the fulfillment of the behavior of the intensity level group meeting attendance and behavior in school.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas Berkat dan Kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik, walaupun penulis sadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis membuka diri untuk
perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini, yang tentunya mengharapkan koreksi
dan saran dari segenap pembaca sekalian. Adapun judul skripsi ini adalah
“ANALISIS REPRESENTASI SOSIAL TERHADAP PELAKSANAAN
PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KELURAHAN KEDAI DURIAN KECAMATAN MEDAN JOHOR”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan berbahagia ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian bahkan kasih sayang dari berbagai
pihak yang bersifat moril maupun materil, maka dengan segala kerendahan hati
penulis menghaturkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
3. Bapak Agus Suriadi, S,Sos M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis yang tidak pernah bosan-bosannya membimbing, memberikan saran,
kritik, bahkan semangat kepada penulis untuk menyusun skripsi ini
dengan sebaik-baiknya dan menjadi pintar. Terimakasih banyak
Bapak.
4. Seluruh staf administrasi seperti Kak Zuraida, Kak Deby, Bang Ria
yang telah setia ada di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam
memberikan informasi dan mempersiapkan segala kebutuhan saya
serta memberikan saya semangat dan motivasi untuk menjadi pintar.
5. Seluruh staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial yang telah membimbing dan mengajar penulis
selama masa perkuliahan.
6. Terkhusus buat kedua orangtua kebanggaan ku Lesman Saragih dan
Siti Nuraini yang telah membimbingku dengan kasih sayang,
menyiapkan makan dan minum ku ketika mengerjakan skripsi ini,
telah banyak mengorbankan fisik dan materi yang tak terhitung
nilainya serta selalu mendoakan ku yang sampai kapanpun tidak akan
pernah bisa aku balas setimpal perbuatan tulus kalian. Banyak hal –
hal sederhana yang kalian lakukan dan itu sudah sungguh sangat
berarti, I love You Full My Greatest Parents.
7. Kepada abang dan kakak ku : Tursini Saragih (+), Juperdi Saragih dan
Gawe, Kak Iun dan Bg Jorasman, Bg Immen dan Gawe, Bg Godi dan
Gawe, Bg Ali dan Gawe, Bg Iel dan Gawe serta keponakan –
Melfi Sinambela S.Sos, terimakasih buat supportnya dan juga untuk
cucu pertamaku Joan Shalom Earlyn Silalahi. Terimakasih untuk
dukungan kalian Keluarga Saragihku.
8. Buat kesayangan ku Militia Christy (Yohanna, Erlince, Juwita, Pera,
Sintong, Josua). Aku beruntung punya kalian, teman yang bisa
dibanggakan di Kessos 2010 karena kekompakan kita, teman curhat,
teman hura – hura, teman menyebalkan, teman yang pastinya bakal
buat aku rindu sama kalian. Gak bisa aku ungkapan beruntungnya aku
dapat sahabat seperti kalian. Aku harap persahabatan kita bukan hanya
sekedar masa tapi sampai tua nanti jika kita telah hidup masing –
masing, ingatlah MC!!
9. Buat teman seperjuangan selama perkuliahan hingga skripsi, Halason,
Dwi, Desi Hutajulu, Helen, Pram, David, Dimas, Dede, Erwin, Hana,
Desy Ginting, Silva, Intan, Riada, Ester, Grace, Denti, Iin, Fahmi,
KyRez, Jonathan, Anton, Paman, makasih buat perjuangan dan tawa
bersama kita dan ayok segera menyusul teman-temanku.
10. Buat seluruh Kessos 2010, yang tidak bisa kusebutkan namanya satu
persatu, terimakasih buat waktu pertemanannya selama ± 4 tahun ini,
semoga kita tetap menjaga pertemanan ini ke depannya.
11. Terkhusus juga untuk Abdul Tambunan, lelaki smart yang ngebuat
aku meleleh. Tanpamu analisis ku ini gak selesai – selesai,
terimakasih banyak Abdul sudah sangat membantu skripsiku ini,
12. Buat pemuda – pemudi GKPS Hang Tuah yang membuat aku semakin
bertumbuh dalam iman dan selalu membuat malam minggu ku
berkesan, buat pemuda GKPS Distrik IV, God be with Us.
13. Buat Ucup lelaki yang hampir tiap malam menelpon ku tanpa
kepastian
1. hahahhahaa, minimal aku terhibur sama kerja kita yang OTPan
sampai buat aku lupa ngerjain skripsiku ini hahahaa..
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi penulis
telah semaksimal mungkin berusaha memberikan yang terbaik. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang benar-benar
membangun, agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang
membutuhkannya. Dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi perlindungan,
kesehatan, dan berkatNya kepada kita semua.
Medan, Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian ... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10
1.3.2 Maanfaat Penelitian ... 11
1.4 Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Representasi Sosial ... 13
2.1.1 Defenisi Representasi Sosial ... 13
2.1.2 Fungsi Representasi Sosial ... 14
2.1.3 Proses Pembentukan Representasi Sosial ... 15
2.1.4 Elemen Representasi Sosial ... 15
2.1.5 Hubungan Representasi Sosial dengan Perilaku ... 16
2.1.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi Representasi Sosial ... 18
2.1.7 Metode Pengukuran Representasi Sosial ... 19
2.2. Kemiskinan ... 21
2.3 Kesejahteraan social ... 22
2.4.3 Tujuan Program Kelurga harapan………...29
2.4.4 Ketentuan Peserta Program Keluarga Harapan...30
2.4.5 Proses Program Keluarga Harapan...31
2.4.6 Hak dan Kewajiban Penerima Program Keluarga Harapan... 32
2.4.7 Hak dan Kewajiban Pemberi Program Keluarga Harapan Dalam Bidang Kesehatan...41
2.4.8 Jaringan Pemberi Layanan Kesehatan...44
2.4.9 Pemberi Layanan Pendidikan...45
2.4.10 Sasaran Penerima Program Keluarga Harapan...47
2.4.11 Besaran Bantuan...48
2.4.12 Keikutsertaan Daerah dalam Program Keluarga Harapan...50
2.4.13 Pemilihan Peserta Program Keluarga Harapan...51
2.4.14 Pembayaran...52
2.4.15 Pengorganisasian...53
2.5 Kerangka Pemikiran...55
2.6. Hipotesis...58
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep...58
2.7.2 Defenisi Operasional ...60
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 67
3.2 Lokasi Penelitian ... 68
3.3 Populasi ... 68
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 68
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum ... 71
4.2 Kependudukan ... 71
4.3 Sarana dan Prasarana ... 74
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Karakteristik Responden ... 77
5.1.1 Usia Peserta PKH ... 79
5.1.2 Tingkat Pendidikan Peserta PKH ... 80
5.1.3 Pekerjaan ... 81
5.1.4 Sumber Nafkah ... 82
5.1.5 Penghasilan Rumah Tangga ... 83
5.1.6 Tanggungan ... 84
5.2 Keterlibatan dalam Kelompok ... 84
5.2.1 Peranan dalam Kelompok... 85
5.2.2 Intensitas Kehadiran pada Pertemuan Kelompok... 87
5.2.3 Intensitas Pertemuan dengan Petugas Pendamping ... 88
5.2.4 Intensitas Interaksi dalam Kelompok ... 88
5.3 Representasi Sosial Terhadap PKH ... 90
5.3.1 PKH untuk Biaya Pendidikan ... 91
5.3.2 PKH mempunyai aturan ... 94
5.3.3 PKH untuk Kebutuhan sehari – hari ... 97
5.3.4 PKH membuat senang ... 100
5.3.5 PKH kurang memuaskan ... 102
5.4 Representasi Sosial terhadap Pendidikan ... 104
5.4.1 Pendidikan untuk Kehidupan yang Lebih Baik ... 104
5.4.2 Pendidikan itu Berat ... 107
5.5 Representasi Sosial terhadap Kemiskinan ... 109
5.5.1 Hidup dengan Kekurangan ... 110
5.5.2 Memiliki Cara Bertahan ... 112
5.6.1 Karakterisik Peserta PKH yang memiliki hubungan nyata
dengan representasi social terhadap PKH ... 117
5.6.1.1 Penghasilan ... 117
5.6.1.2 Tanggungan ... 119
5.6.1.3 Intensitas Pertemuan Kelompok ... 120
5.6.1.4 Intensitas Bertemu Pendamping ... 121
5.6.1.5 Intensitas Interaksi dalam Kelompok ... 121
5.6.2 Karakteristik Peserta PKH yang tidak memiliki hubungan nyata dengan representasi social terhadap PKH ... 122
5.7 Hubungan Representasi Sosial Peserta PKH dengan Perilaku Pemenuhan Kewajiban ... 123
5.7.1 Mengikuti Pertemuan Kelompok ... 125
5.7.2 Mendaftarkan Anak ke Sekolah ... 126
5.7.3 Tingkat Kehadiran anak di Sekolah ... 126
5.7.4 Penggunaan Dana PKH untuk Pendidikan ... 127
5.7.5 Dukungan Belajr Anak ... 127
5.8 Hubungan Representasi Sosial terhadap PKH dengan Perilaku Penerima Kewajiban PKH ... 128
5.8.1 Perilaku penerima kewajiban pesert PKH yang berhubungan nyata dengan representasi social terhadap PKH ... 129
5.8.1.1Pertemuan Kelompok ... 130
5.8.1.2 Tingkat Kehadiran Anak di Sekolah ... 131
5.8.2 Perilaku Pemenuhan Kewajiban Peserta PKH yang tidak Berhubungan nyata dengan Representasi Sosial terhadap PKH ... 131
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 132
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Protokol Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PKH ... 35
Tabel 2.2 Skenario Bantuan per RTSM per Tahun... 49
Tabel 4.1 Kependudukan ... 71
Tabel 5.1 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Karakteristik
Individu ... 76
Tabel 5.2 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Keterlibatan
Dalam Kelompok ... 83
Tabel 5.3 Jumlah dan Persentase Responden Karakteristik Individu
dan Keterlibatan dalam Kelompok ... 89
Tabel 5.4 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipe
Representasi Sosial terhadap PKH ... 90
Tabel 5.5 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial PKH untuk Biaya Pendidikan Anak berdasarkan Karakteristik
Peserta PKH ... 92
Tabel 5.6 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial PKH Memiliki Aturan berdasarkan Karakterisitik
Peserta PKH ... 93
Tabel 5.7 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial PKH untuk Kebutuhan Sehari-hari ... 97
Tabel 5.8 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial PKH membuat senang ... 99
Tabel 5.9 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial PKH belum memuaskan... 101
Tabel 5.10 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial terhadap Pendidikan ... 103
Tabel 5.11 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial Pendidikan untuk Kehidupan
yang Lebih Baik ... 104
Tabel 5.12 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Tabel 5.13 Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi
Sosial terhadap Kemiskinan... 109
Tabel 5.14 Jumlah dan Persentase Responden pada Tipe Hidup
dengan Kekurangan ... 105
Tabel 5.15 Jumlah dan Persentase Responden pada Tipe
Memiliki Cara Bertahan ... 112
Tabel 5.16 Hubungan antara Karakteristik PKH dengan
Representasi Sosial terhadap PKH ... 114
Tabel 5.17 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan
Perilaku Pemenuhan Kewajiban Sebagai Peserta PKH ... 123
Tabel 5.18 Hubungan Representasi Sosial terhadap Perilaku Pemenuhan
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 78
Diagram 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 79
Diagram 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 80
Diagram 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Sumber Nafkah ... 81
Diagram 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan ... 82
Diagram 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 83
Diagram 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Peranan dalam Kelompok ... 84
Diagram 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pertemuan Kelompok... ... 86
Diagram 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Bertemu Pendamping... ... 87
Diagram 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Interaksi dalam Kelompok ... 87
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses PKH ... 32
UNIVERSITAS SUMATERAUTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Foniah Saragih
NIM : 100902073
ABSTRAK
Analisis Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan johor
Kemiskinan merupakan masalah yang masih fenomenal sampai saat ini yang masih berkelanjutan dan belum terpecahkan. Berbagai kebijakan – kebijakan telah dilakukan pemerintah salah satunya yaitu dengan membuat program pengentasan kemiskinan berupa Program keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan merupakan program yang memberikan bantuan uang tunai bersyarat kepada rumah tangga sangat miskin yang telah ditetapkan sebagai peserta PKH.
Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimanakah representasi sosial RTSM terhadap PKH, dan menganalisis hubungannya dengan karakteristik peserta PKH, serta hubungannya dengan perilaku pemenuhan kewajiban yang muncul. Penelitian ini cenderung berbentuk penelitian eksploratif-eksplanatori yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan kualitatif. Populasi dalam penelitan ini berjumlah 26 kepala keluarga dan keseluruhannya akan dijadikan sumber data.Data primer yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows yaitu dengan menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang dan uji Chi Square. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang karakteristik individu responden, tingkat keterlibatan dalam kelompok, dan perilaku pemenuhan kewajiban responden. Tabulasi silang dan uji Chi Square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel karakteristik peserta dengan representasi sosial, dan hubungan antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku peserta PKH.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diketahui tipe – tipe representasi sosial terhadap PKH yaitu PKH untuk biaya pendidikan anak, PKH mempunyai aturan, PKH untuk kebutuhan sehari – hari, PKH membuat senang, PKH kurang memuaskan.Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan reprsentasi sosial terhadap PKH yaitu penghasilan, tanggungan, intensitas pertemuan kelompok, intensitas bertemu pendamping dan interaksi dalam kelompok. Terdapat hubungan nyata antara representasi sosial terhadap PKH dengan perilaku pemenuhan kewajiban yaitu perilaku intensitas pertemuan kelompok dan perilaku tingkat kehadiran anak di sekolah.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name: Foniah Saragih NIM: 100902073
ABSTRACT
Analysis of Social Representations of Conditional Cash Transfers (CCT) Implementation in Subdistrict Kedai Durian District of Medan Johor
Poverty is an issue that is still phenomenal to this day is still ongoing and unresolved. Policies - policies the government has done one of them is to create a poverty alleviation Conditional Cash Transfers (CCT). Family Hope Program is a program that provides conditional cash grants to extremely poor households that have been designated as participants PKH.
This study was conducted to explain how social representations of the CCT households, and analyze its relationship with CCT participant characteristics, as well as its relationship with the fulfillment of the obligations arising behavior. This research is likely to form the exploratory-explanatory research that uses a quantitative approach and supported by qualitative. The population in this research was 26 and the whole family heads will be used as the data source. Primary data were obtained through questionnaires were processed using Microsoft Excel 2007 and SPSS for Windows is by using frequency tables, cross tabulation and chi square tests. Frequency table is used to obtain a description of the individual characteristics of the respondents, level of involvement in the group, and the fulfillment of obligations of the respondent's behavior. Cross-tabulation and chi square tests were used to examine the relationship between the variable characteristics of the participants with social representation, and the relationship between social representations of the CCT with CCT participant behavior.
Based on the results of research and analysis of data, it can be seen the type - the type of representation that Conditional Cash Transfers (CCT), Conditional Cash Transfers (CCT) social the cost of education for children, Conditional Cash Transfers (CCT) has rules, CCT for daily needs - day, Conditional Cash Transfers (CCT) make happy, Conditional Cash Transfers (CCT) less satisfactory.There is a real relationship between the characteristics of individuals with social reprsentasi against Conditional Cash Transfers (CCT) ie income, dependents, intensity group meeting, meet a companion and intensity of interaction within the group. There is a real connection between the social representations of the CCT with the behavior of the fulfillment of the behavior of the intensity level group meeting attendance and behavior in school.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah
kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat
terselesaikan hingga saat ini bahkan merupakan masalah yang berkelanjutan.
Di daerah Sumatera Utara pada september 2013 jumlah penduduk miskin
sebanyak 1.390.800 orang (10,39%), angka ini bertambah sebanyak 51.600
orang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Maret 2013 yang
berjumlah 1.339.200 orang (10,06%). Selama periode Maret 2013 - September
2013, penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 16.500 orang (dari
685.100 orang pada Maret 2013 menjadi 701.600 orang pada September
2013), sedangkan di daerah perkotaan bertambah 35.100 orang (dari 654.100
orang pada Maret 2013 menjadi 689.200 orang pada September 2013).
Penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2013 sebesar 10,45
persen, naik dibanding Maret 2013 yang sebesar 9,98 persen. Begitu juga
dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 10,13 persen pada
Maret 2013 naik menjadi 10,33 persen pada September 2013. Hal ini sangat
disayangkan karena angka kemisikinan masih termasuk tinggi dan masih jauh
dari harapan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan (BPS SU, Januari
2014). Kota Medan menduduki peringkat pertama yang memiliki penduduk
miskin dengan angka 198,03 ribu jiwa (9,33 persen) yang kemudian disusul
oleh Langkat dengan angka kemiskinan 97,75 ribu jiwa (10,02 persen) pada
Kemiskinan termasuk masalah kesejahteraan sosial yang merupakan masalah
nasional bahkan sampai menjadi masalah dunia. Kemiskinan menjadi salah
satu faktor penyebab terbesar mengapa negara kita Indonesia tidak dapat
sejahtera sampai saat ini. Pemerintah, khususnya Kementerian Sosial memiliki
tugas besar dalam upaya pengentasan kemiskinan ini.
Kemiskinan di Indonesia terjadi karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal,
bisa disebabkan karena kesempatan kerja yang kurang sehingga
menyebabkan masyarakat sulit mencari pekerjaan. Bahkan untuk sekedar
mengentaskan dirinya dari kemiskinan saja tidak terpenuhi, bagaimana jika
seseorang tersebut memiliki keluarga yang harus dibiayai. Disisi lain ada juga
yang mempunyai pekerjaan tetapi upah atau gaji yang diterima tidak cukup
atau memadai, sehingga semuanya serba terbatas. Dengan tidak adanya
pekerjaan tentu angka pengangguran semakin meningkat, masyarakat tidak
akan dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya termasuk kebutuhan
dasarnya, keadaan seperti ini akan membuat angka kemiskinan semakin
meningkat.
Tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pangan, maka akan menimbulkan
masalah-masalah baru yaitu gizi buruk dan kelaparan. Indonesia berada di
peringkat kelima negara dengan kekurangan gizi sedunia. Jumlah balita yang
kekurangan gizi di Indonesia sekitar 900 ribu jiwa. Jumlah tersebut
merupakan 4,5 persen dari jumlah balita Indonesia, yakni 23 juta jiwa. Daerah
yang kekurangan gizi tersebar di seluruh Indonesia, tidak hanya daerah bagian
timur Indonesia (Tempo, 18 Januari 2012). Kondisi ini mengindikasikan
rakyat miskin. Disinilah dibutuhkan usaha keras pemerintah untuk terus
menekan angka kemiskinan dengan melindungi keamanan pangan mereka.
Sumber daya manusia yang masih di bawah standar umum juga
melatarbelakangi masalah kemiskinan ini, masyarakat tidak punya keahlian
atau kemampuan khusus karena tidak berpendidikan ataupun tidak pernah
mengikuti pelatihan tertentu, selain itu pengalaman mereka juga tidak banyak.
Hal itu tentu mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang ada di
Indonesia. Biaya pendidikan yang mahal merupakan salah satu alasannya
kenapa masyarakat tidak sekolah. Pendidikan formal dan non formal disini
sangat diperlukan untuk menjadikan sumber daya manusia yang berdaya guna.
Di dalam pendidikan non formal tentunya masyarakat dapat mengikuti
kegiatan-kegiatan ketrampilan yang dapat menghasilkan uang sehingga
mereka dapat untuk memenuhi kebutuhannya.
Kemiskinan ini tentunya akan menghambat pencapaian target Millenium
Development Goals. Pemerintah juga berpengaruh dalam melatarbelakangi
masalah kemiskinan ini. Pemerintah tidak hanya tinggal diam atau menutup
diri tetapi pemerintah juga memberikan perhatian untuk memakmurkan
rakyatnya. Optimalisasi dan efisiensi program-program yang melindungi
rakyat bawah terus diupayakan agar rakyat sejahtera demi mencapai MDGs
(Milenium Development Goal’s) tahun 2015 yang akan datang. Berbagai
macam program untuk pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan mulai dari
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yang
merupakan program nasional kemiskinan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat miskin secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kapasitas
masyarakat baik secara individu maupun kelompok.
Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang berupaya mempertahankan
tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran sebagai akibat adanya kebijakan
kenaikan harga BBM pada tahun 2008 lalu sehingga dapat membantu
masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah
penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi
dan meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Pemberdayaan masyarakat
melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau dikenal dengan
sebutan Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan bentuk
tanggung jawab perusahaan dalam bentuk keterlibatan dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan
tersebut juga bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
Program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) juga merupakan bentuk
perlindungan yang dipersiapkan guna menghadap kejadian-kejadian yang
tidak dapat diramalkan, sehingga bila terjadi kerugian-kerugian dapat
dibebankan kepada anggota yang mengikuti program asuransi kesejahteraan
sosial yang dikumpulkan dari kontribusi bersama dan merupakan sumber bagi
pembayaran klaim. Begitu juga dengan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dengan skema kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukkan bagi Usaha
Mikro Kecil dan Menengah dan koperasi usahanya layak namun tidak
mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan
Program Beras Untuk Rakyat Miskin (Raskin) merupakan program dari
Kementerian Sosial yang diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan
kepada masyarakat yang masuk kedalam kategori rumah tangga miskin.
Melalui program ini diharapkan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan
pangannya, perlindungan sosial untuk rumah tangga miskin dan dapat menjadi
sejahtera sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan
mutu kehidupan yang lebih baik lagi kedepannya. Kemudian Program
Keluarga Harapan (PKH) yang juga merupakan program penanggulangan
kemiskinan dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia terutama pada kelompok miskin, meningkatkan taraf
pendidikan, meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan
anak di bawah 6 tahun dari Rumah Tangga Sangat Miskin. Sejak tahun 2007
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Bantuan Tunai Bersyarat
(BTB) yang saat ini dikenal dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH).
Program Bantuan Tunai Bersyarat ini telah dilaksanakan di beberapa negara
yang dikenal dengan Conditional Cash Transfers (CCT) dan cukup berhasil
dalam penanggulangan kemiskinan tersebut (Siagian, 2012: 164-205).
Program Keluarga Harapan bukan merupakan lanjutan Program Subsidi
Langsung Tunai (BLT) yang sudah berlangsung selama ini dalam rangka
membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya beli pada saat
pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak. Program
Keluarga Harapan lebih dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem
perlindungan sosial kepada masyarakat miskin dalam rangka mempertahankan
upaya memotong rantai kemiskinan yang terjadi selama ini. Berdasarkan
pengalaman negara – negara lain, program serupa sangat bermanfaat bagi
keluarga miskin terutama dengan kemiskinan kronis.
Program Keluarga Harapan diharapkan RTSM (Rumah Tangga Sangat
Miskin) peserta PKH memiliki akses yang lebih baik untuk memanfaatkan
pelayanan sosial dasar yaitu, kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi termasuk
menghilangkan kesenjangan sosial, ketidakberdayaan dan keterasingan sosial
yang selama ini melekat pada diri warga miskin. Peserta PKH memiliki
berbagai kewajiban yang harus dipenuhi khususnya kewajiban yang terkait
dengan kesehatan dan pendidikan. Kewajiban kesehatan berkaitan dengan
pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemeriksaan kesehatan, pemberian
asupan gizi dan imunisasi anak balita, kewajiban pendidikan berkaitan dengan
menyekolahkan anak ke sekolah dasar dan sekolah menengah pertama
(Pedoman Umum Program Keluarga Harapan, 2011: 3).
Fakta menunjukkan, angka kematian bayi pada kelompok penduduk
berpendapatan terendah pada tahun 2007 ada 56 per 1000 kelahiran hidup,
sedangkan pada kelompok berpendapatan tertinggi tingggal 26 per 1000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar
228 per 100.000 kelahiran hidup dan merupakan angka tertinggi di Asia
Tenggara. Berdasarkan SDKI survey terakhir tahun 2007 angka kematian ibu
Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Pedoman Umum Program
Keluarga Harapan, 2014: 4). Sebagian dari anak – anak keluarga sangat
miskin ada juga yang sama sekali tidak menyentuh bangku sekolah karena
sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus
sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Kondisi ini
menyebabkan kualitas generasi penerus keluarga miskin senantiasa rendah dan
akhirnya terperangkap dalam lingkaran kemiskinan.
Banyaknya Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan disebabkan oleh akar
permasalahan yang terjadi baik pada sisi RTSM (demand side) maupun sisi pelayanan (supply side). Pada sisi RTSM, alasan terbesar untuk tidak melanjutkan sekolah adalah karena tidak adanya biaya, bekerja untuk mencari
nafkah, merasa pendidikannya sudah cukup dan alasan lainnya. Begitu juga
dengan kesehatan, RTSM tidak mampu membiayai pemeliharaan atau
perawatan kesehatan bagi anggota keluarga akibat rendahnya tingkat
pendapatan. Permasalahan pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses RTSM terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah belum
tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh RTSM.
Biaya pelayanan yang tidak terjangkau oleh RTSM serta jarak antara tempat
tinggal dan lokasi pelayanan yang relatif jauh merupakan tantangan utama
bagi penyedia pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Dilihat dari sisi kebijakan sosial, Program keluarga harapan (PKH)
merupakan cikal bakal pengembangan sistem perlindungan sosial khususnya
bagi keluarga miskin. Program keluarga harapan (PKH) mewajibkan RTSM
memeriksakan kesehatan ibu hamil dan memberikan imunisasi dan
pemantauan tumbuh kembang anak, termasuk menyekolahkan anak – anak,
pendidikan. Perubahan perilaku tersebut diharapkan juga akan berdampak
pada berkurangnya anak usia sekolah RTSM yang bekerja. Dengan demikian,
hal ini menjadi tantangan utama pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk
meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi keluarga miskin,
dimanapun mereka berada.
Program-program penanggulangan kemiskinan ini pada dasarnya
ditujukan untuk masyarakat miskin, untuk dapat menghasilkan persepsi yang
sama tentang prosedur dan tujuan program yang seharusnya maka pelaksana
program melakukan berbagai sosialisasi tentang program kepada setiap
pemangku kepentingan (stakeholder) dan tentunya juga kepada penerima manfaat program agar tujuan dari program tersebut dapat tercapai. Sosialisasi
yang ditujukan kepada penerima manfaat akan mempengaruhi tanggapan
mereka terhadap program, dan diharapkan tanggapan tersebut akan
berpengaruh positif terhadap keberhasilan program. Diantara proses sosialisasi
tentang program (stimulus) dengan kemunculan tanggapan penerima manfaat
(respon) terdapat sebuah proses yang disebut dengan definisi situasional,
dimana terdapat sebuah proses definisi subjektif yang berada diantara stimulus
dan respon dan selama proses sosialisasi berjalan , secara bertahap individu
akan mempelajari definisi–definisi tersebut.
Proses penafsiran atau pemberian arti–arti disebut juga dengan proses
pemaknaan. Teori makna tersebut telah mengalami perkembangan, dimana
makna tidak hanya dimiliki pada level perorangan, tetapi juga terdapat makna
yang dibagi bersama sesama komunitas ataupun masyarakat, yang disebut
Serge Moscovici (Adriana, 2009: 23). Dengan kata lain, pemaknaan yang
dilakukan oleh penerima manfaat program tersebut dapat dikatakan sebagai
representasi sosial mereka terhadap program bantuan tersebut.
Representasi yang tepat dan sesuai terhadap program akan berpengaruh
dalam perilaku penerima program dan tentu saja akan berpengaruh besar
terhadap kelancaran suatu program nantinya. Berbagai sosialisasi dilakukan
oleh pelaksana PKH kepada peserta PKH untuk memberikan informasi yang
tepat dan sesuai tentang PKH. Representasi terhadap PKH yang terbentuk
pada peserta PKH cenderung akan berpengaruh terhadap perilaku mereka,
khususnya pada pemenuhan kewajiban sebagai peserta PKH. Dengan
demikian, penting untuk mengetahui bagaimana peserta PKH memandang
atau merepresentasikan program bantuan yang diterimanya, sehingga juga
dapat diketahui kecenderungan perilaku pemenuhan kewajibannya sebagai
peserta PKH.
Salah satu kelurahan yang memperoleh dana bantuan serta menjadi lokasi
penelitian pada penelitian ini yaitu Kelurahan Kedai Durian Kecamatan
Medan Johor. Pada kelurahan tersebut, terdapat 26 kepala keluarga penerima
dana PKH dimana ada komponen pendidikan dan kesehatan dan yang menjadi
fokus penelitian ini peserta penerima komponen pendidikan. Berdasarkan latar
belakang permasalahan yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut dalam bentuk skripsi. Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis
Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan
sebelumnya, adapun perumusan masalah yang hendak dikaji pada penelitian
ini ialah:
1. Bagaimanakah representasi sosial peserta PKH terhadap PKH?
2. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik individu dan keterlibatan dalam
kelompok dengan representasi sosial terhadap PKH pada peserta PKH?
3. Bagaimanakah hubungan representasi sosial peserta PKH dengan perilaku
pemenuhan kewajiban sebagai peserta?
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini ialah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi representasi sosial PKH terhadap PKH.
2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keterlibatan dalam
kelompok dengan representasi sosial terhadap PKH pada peserta PKH.
3. Menganalisis hubungan representasi sosial dengan perilaku peserta PKH
dalam memenuhi kewajiban sebagai peserta.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang “Analisis Representasi
Sosial Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam belajar menerapkan dan
menghubungkan teori–teori, khususnya representasi sosial, terhadap keadaan
yang ada di lingkungan sekitar.
2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi,
ataupun sebagai referensi guna meningkatkan pemahaman mengenai
representasi sosial RTSM terhadap PKH maupun tentang representasi sosial
secara umum.
3. Bagi pihak terkait seperti Kemeterian Sosial, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Medan, Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) Kota
Medan dan aparat Kecamatan dan Kelurahan setempat, penelitian ini bisa
menjadi salah satu bahan informasi mengenai keadaan rumah tangga yang
tergolong kepada Rumah Tangga sangat Miskin khususnya penerima PKH.
1.4. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematikan
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan
obyek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik
pengumpulan data serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITAN
Berisikan tipe penelitan, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik
pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB V :ANALISIS DATA
Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
analisisnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Representasi Sosial
2.1.1. Definisi Representasi Sosial
Abric (dalam Deaux dan Philogene, 2001: 83) representasi sosial
merupakan suatu pandangan fungsional yang memungkinkan individu atau
kelompok memberikan makna dan arti terhadap tindakan yang dilakukannya
untuk mengerti suatu realita kehidupan sesuai dengan referensi yang mereka
miliki dan untuk beradaptasi terhadap realitas tersebut. Representasi sosial ini
sebagai cara berpikir rasional yang praktis melalui hubungan sosial dengan
menggunakan gaya dan logikanya sendiri, yang kemudian didistribusikan
kepada anggota suatu kelompok yang sama melalui komunikasi sehari-hari.
Representasi Sosial merupakan sebuah sistem nilai, gagasan dan
perbuatan, yang memiliki fungsi ganda. Fungsi yang dimaksudkan ialah untuk
membangun sebuah tata aturan bagi setiap individu untuk menyesuaikan diri
dan memahami serta menguasai lingkungan fisik ataupun lingkungan
sosialnya (Moscovici, dalam Bergman, 1998: 25). Representasi sosial dapat
mengubah suatu hal yang tidak lazim atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal
yang dapat dikenali. Representasi sosial merupakan hasil dari pemaknaan
individu terhadap nilai, gagasan dan perbuatan, namun disamping itu
representasi sosial juga merupakan penghasil dari berbagai macam nilai,
gagasan dan perbuatan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa representasi sosial adalah pandangan
didistribusikan kepada orang lain disekitarnya melalui komunikasi sehari–hari
baik secara disadari ataupun tidak, secara terus menerus dan akhirnya
representasi sosial tersebut akan cenderung mempengaruhi perilaku mereka.
2.1.2. Fungsi Representasi Sosial
Representasi sosial berperan sebagai sebuah jembatan yang
menghubungkan antara individu dengan dunia sosialnya (Deaux dan
Philogene, 2001: 112). Representasi sosial memiliki dua buah fungsi sekaligus
(Moscovici, dalam Adriana 2009: 30), antara lain:
1. Representasi sosial dapat berfungsi sebagai tata aturan bagi individu untuk
menyesuaikan diri dan memahami (serta menguasai keadaan) pada
lingkungan fisik ataupun lingkungan sosialnya.
2. Selain itu, representasi sosial juga dapat memungkinkan terjadinya
aktivitas berkomunikasi antar anggota komunitas dengan adanya sandi
untuk aktivitas pertukaran sosial mereka, dan sebagai kode untuk menamai
serta mengklasifikasikan dengan jelas berbagai macam aspek pada
lingkungan, kesejarahan individu dan kesejarahan kelompoknya.
Teori representasi sosial terlihat pada pemikiran subjektif seorang individu
yang menciptakan sebuah kenyataan dari kenyataan yang tidak diketahui
sebelumnya. Oleh sebab itu, representasi sosial memiliki fungsi sebagai alat
untuk memberikan arti bagi setiap istilah yang asing atau abstrak bagi mereka
(Bergman, 1998: 33). Terdapat lima fungsi dari representasi sosial (Josh dan
1. Group Coordination. Representasi sosial berfungsi untuk menyelaraskan
(coordinating) aktivitas kelompok dan memudahkan kerjasama antar anggotanya.
2. Rational Argumentation. Representasi sosial juga mungkin mempunyai
sebuah fungsi penting lainnya dalam kehidupan negara yang liberal (kondisi
yang terbuka dan adanya demokrasi) yaitu memudahkan seseorang untuk
mengeluarkan argumentasi/bantahan yang masuk akal bagi nya. Hal ini terkait
dengan konsep ideal Ruang Publik yang digagas oleh Habermas.
3. Symbolic Copying. Representasi sosial juga dapat berfungsi untuk merubah
suatu hal yang tidak dikenal menjadi hal yang dapat dikenal dengan
menggambarkan hal yang baru tersebut kepada sesuatu yang sudah ada pada
pengalaman sebelumnya.
4. Environmental Compensation. Representasi sosial berfungsi untuk menggambarkan atau membandingkan hal yang tabu menjadi hal yang dapat
dengan mudah dikenali oleh masyarakat atau sebuah kelompok dengan
menggunakan perumpamaan yang berasal dari lingkungan yang memiliki
sedikit persamaan dengan hal yang digambarkan tersebut. Fungsi ini
merupakan pelengkap dari proses pembentukan representasi sosial tahap
anchoring yang dikemukakan oleh Moscovici.
5. System Justification. Representasi sosial yang timbul dalam sebuah kelompok merupakan usaha untuk mempengaruhi orang lain agar turut menggunakan
representasi sosial tersebut sehingga tujuan sosial dan politik dapat tercapai.
Sosial Representasi Sosial dapat merubah suatu hal yang tidak lazim
dan atau tidak dikenal menjadi sesuatu hal yang dapat dikenali, melalui dua
proses pembentukan. Proses pembentukan representasi sosial tersebut terjadi
dalam dua tahapan (Deaux dan Philogene, 2001: 135):
1. Anchoring merupakan proses yang mengacu pada proses pengenalan atau pengaitan suatu objek tertentu dalam fikiran individu. Pada proses ini,
informasi yang baru didapat diintegrasikan ke dalam sistem pemikiran dan
sistem makna yang telah dimiliki oleh individu sebelumnya.
2. Objectifications merupakan proses penerjemahan ide–ide yang abstrak dari
suatu objek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau mengaitkan
abstraksi tersebut dengan objek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh
kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode–kode yang
merupakan bagian dari proses kognitif atau afek dari komunikasi serta
pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut.
Representasi sosial mengalami transformasi dan kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya hal tersebut ialah:
a. Keterlibatan tinggi dalam kelompok.
b. Perubahan keadaan eksternal (keadaan fisik, ekonomi, lingkungan sosial yang
berhubungan langsung dengan objek representasi) yang mengganggu grup.
c. Tantangan terhadap nilai tradisional dalam grup yang tidak dapat dihindari.
(Guimelli, 1993: 25)
2.1.4. Elemen Representasi Sosial
Representasi sosial terdiri atas elemen informasi, keyakinan, pendapat,
Elemen pengetahuan ialah segala informasi yang diketahui oleh anggota suatu
komunitas mengenai suatu objek tertentu, pendapat ialah hasil pemikiran
mereka, keyakinan ialah segala sesuatu hal yang dipercayai dan diyakini
(Adriana, 2009: 36), dan sikap ialah kecendrungan respon suka atau tidak
suka, penilaian, pengaruh atau penolakan, serta kepositifan atau kenegatifan
terhadap suatu objek tersebut (Sarwono, 2006: 52). Bagian–bagian tersebut
akan terorganisir, terstruktur dan kemudian menjadi sistem kognisi sosial
seseorang.
Struktur representasi sosial terdiri dari central core dan peripheral
core. Central core tersusun atas sejumlah elemen yang terorganisir yang mengatur seluruh representasi dengan menentukan maknanya, sehingga
seluruh hal yang penting dapat menjadi stabil. Bagian lainnya di sekeliling
struktur tersebut ialah peripheral core yang memiliki sifat konkret dan merupakan elemen yang dapat diakses secara langsung, serta bersifat lebih
fleksibel bila dibandingkan dengan central core (Abric, dalam Deaux dan Philogene, 2001: 150).
2.1.5. Hubungan Representasi Sosial dengan Perilaku
Menurut Campbell (dalam Bergman, 1998: 42), dinyatakan bahwa
representasi sosial , sikap dan nilai dapat dipertimbangkan sebagai
kecenderungan untuk bertingkah laku (behavioural dispositions). Disposisi perilaku ini merupakan suatu kekuatan yang menyalurkan manusia dalam
mempersepsikan, mengkategorisasikan, mengorganisasikan atau memilih,
diperoleh, hampir seluruhnya adalah kecenderungan berperilaku yang
disosialisasikan (antar anggota kelompok).
Pada hasil penelitian Adriana (2009) diketahui bahwa perbedaan
representasi sosial terlihat mempunyai pengaruh terhadap perbedaan perilaku.
Selanjutnya dari hasil penelitian Gunawan (2003) terbukti bahwa reprtesentasi
sosial dapat mempengaruhi perilaku, khususnya performa kerja, sehingga
representasi sosial yang berbeda-beda menyebabkan perilaku kerja yang
muncul juga memiliki perbedaan.
Representasi sosial juga dikembangkan dalam bentuk lain menjadi
representasi professional. Representasi tersebut terbentuk dalam aksi dan
interaksi profesional, yang memberikannya suatu konteks. Representasi
profesional dipengaruhi oleh konteks, yang dalam hal ini bukan hanya situasi
fisik tetapi juga pola interaksi diantara subjek yang berinteraksi. Mengenai
hubungan antara representasi profesional dengan praktek (tindakan/perilaku)
terdapat beberapa tipe hubungan, namun diantaranya ialah representasi tidak
memiliki hubungan dengan perilaku jika adanya pengaruh paksaan dari luar
(Blin, dalam Pandjaitan, 1998: 35).
2.1.6. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Representasi Sosial
Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi pembentukan representasi
sosial. Mulai dari karakteristik individu/kelompok yang bersangkutan hingga
berbagai faktor eksternal lainnya. Menurut Moscovici (dalam Adriana 2009:
37) pada proses objektifikasi, pembentukan representasi sosial dapat
merupakan bagian dari proses kognitif dan afek dari komunikasi dalam
pemilihan dan penataan representasi mental atas objek tersebut.
Elemen central core sebuah representasi sosial dapat saja berubah
sesuai dengan keadaan, namun kaitannya dengan sejarah masa lalu subjek
yang bersangkutan tidak dapat diabaikan. Selanjutnya, keterlibatan tingkat
tinggi dalam grup menjadi dasar dari segalanya pada kondisi transformasi
representasi sosial. Keterlibatan individu dalam kelompok atau lingkungan
profesionalnya juga diyakini oleh sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi representasi profesional (Guimelli, 1993: 42)
Hasil penelitian Gunawan (2003), representasi sosial yang terbentuk
pada suatu kelompok masyarakat dipengaruhi oleh faktor kesejarahan, kondisi
geografis, serta pola dan situasi interaksi yang ada. Adriana (2009)
menambahkan, proses representasi sosial pada individu dalam kelompok
tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor demografi subjek, faktor internal,
faktor eksternal, serta faktor struktural yang mempengaruhi lingkungan
sosialnya seperti kebijakan pemerintah. Dengan demikian faktor–faktor yang
mempengaruhi representasi sosial antara lain berupa faktor internal dalam hal
ini karakteristik individu yang bersangkutan, tingkat keterlibatan individu
dalam kelompok, serta komunikasi sehari–hari dalam kelompok.
2.1.7. Metode Pengukuran Representasi Sosial
Berbagai macam metode dapat digunakan untuk mengungkap
representasi sosial yang ada pada suatu komunitas ataupun masyarakat.
Beberapa ahli psikologi sosial menggunakan metode eksperimen laboratorium
itu, representasi sosial juga dapat diukur dengan menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif (Farr dan Moscovici 1984: 31). Penelitian yang telah
dilakukan oleh Jodelet menggunakan metode yang memanfaatkan data naratif
dan kualitatif, namun dalam waktu bersamaan juga menggunakan metodologi
antropologi dan etnografi (Deaux dan Philogene, 2001: 161).
Selanjutnya, dari beberapa penelitian mengenai representasi sosial
sebelumnya, terlihat cara yang lebih familiar dan yang lebih sering digunakan
ialah dengan metode kualitatif dan asosiasi kata/asosiasi bebas. Metode
kualitatif dapat dilaksanakan dengan beberapa teknik pengumpulan data,
diantaranya yaitu pengamatan langsung, wawancara mendalam (indepth interview) personal maupun kelompok (focus group interview), studi
dokumentasi, serta memperoleh informasi dari informan (Tarigan, 2004: 68;
Gunawan, 2003: 55). Metode lainnya ialah dengan asosiasi kata atau asosiasi
bebas yaitu sebuah sebuah metode pengumpulan kata–kata atau kalimat
pendek, langsung dari subjek penelitian mengenai pemaknaan mereka
terhadap suatu hal (Putra, I.E. dkk, 2009: 66; Adriana, 2009: 74). Metode ini
ditempuh dengan cara memberikan pertanyaan terbuka mengenai pemaknaan
mereka terhadap suatu hal serta apa yang mereka bayangkan dan mereka
simpulkan ketika mendengar tentang suatu hal tersebut. Hasil dari asosiasi
bebas tersebut, juga dapat disajikan kembali dengan alat pengumpulan data
berupa angket atau kuesioner dengan pertanyaan terbuka maupun tertutup
bahkan penggunaan gambar, untuk mendapat hasil yang lebih akurat menurut
Menurut Nunnally (dalam Suryabrata, 1999: 56) mengenai inti/tujuan
penggunaan metode kuantitatif dalam studi psikologi adalah bahwa
pengukuran itu terdiri dari aturan–aturan untuk mengenakan bilangan kepada
objek sedemikian rupa guna menunjukkan kuantitas atribut objek itu.
Selanjutnya penerapan aturan–aturan seperti tersebut, secara langsung
berkenaan dengan pembakuan, yang dimaksudkan agar para ilmuan yang
bekerja secara terpisah menghasilkan yang sama atau sekurang–kurangnya
setara agar diperoleh objektivitas, kuantifikasi, murah dari segi ekonomi, serta
generalisasi ilmiah.
2.2. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara
bahkan dunia. PBB sendiri memiliki agenda khusus sehubungan dengan
penanggulangan masalah kemiskinan. Dalam Millenium Development Goals,
institusi sejagat tersebut memilik target tertentu sehubungan dengan upaya
penyelesaian masalah kemiskinan dimuka bumi ini. Demikian halnya dengan
negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui berbagai kementerian,
dinas maupun badan memiliki berbagai program penanggulangan masalah
kemiskinan. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana
seseorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari
kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan sebagai suatu proses, kemiskinan
merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf
kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia.
Secara umum istilah miskin atau kemiskinan dapat dengan mudah diartikan
sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim. Dalam hal ini konsep kurang
maupun minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi
atau sekelompok orang disatu pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok
orang dilain pihak. Pengertian minim disini besifat relatif,dapat berbeda dengan
rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang
berbeda (Siagian, 2012: 4).
Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok
orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau
sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka
tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher, dalam Siagian, 2012: 5).
Kemiskinan merupakan produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan
modal, dengan sumber daya manusia serta kelembagaan (Pearce, dalam Siagian,
2012: 7).
Ada beberapa jenis-jenis kemiskinan yang akan diuraikan yaitu;
1. Kemiskinan absolut yaitu suatu kondisi, dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga
orang tersebut memiliki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak
atau tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.
2. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang didasari pada komparasi kondisi
tentang kondisi hidup manusia dilakukan karena kondisi taraf hidup
disuatu lingkungan berbeda dengan lingkungan yang lainnya.
3. Kemiskinan massa yaitu kemiskinan yang dialami secara massal penduduk
dalam suatu lingkungan wilayah.
4. Kemiskinan non massa yaitu kemiskinan yang dihadapi oleh segelintir
orang dalam suatu wilayah.
5. Kemiskinan alamiah yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai konsekwensi
dari kondisi alam yang tidak memenuhi dimana seseorang atau
sekelompok orang tersebut bermukim.
6. Kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang disebabkan karena budaya
dimana masyarakat banyak yang tidak menyadari bahwa mereka miskin.
7. Kemiskinan terinvolusi yaitu seseorang yang mengetahui bahwa dia
miskin, namun sekelompok orang tersebut menganggap kemiskinan itu
merupakan hal yang wajar dan bukanlah masalah yang esensial.
8. Kemiskinan struktural yaitu mendeskripsikan bahwa struktur sosial
masyarakat itu berbeda, sehingga menghambat masyarakat untuk
mengembangkan kemampuan hidupnya.
9. Kemiskinan situasional yaitu kondisi kehidupan yang tidak layak yang
disebabkan oleh situasi yang ada, maksud dari kondisi situasi yang ada
adalah bahwa kondisi situasi itu tidak kondusif bagi masyarakat untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
10.Kemiskianan buatan yaitu terjadi karena kelembagaan yang ada
mengakibatkan anggota dalam kelompok tidak menguasai sarana ekonomi
2.3. Kesejahteraan Sosial
Istilah kesejahteraan sosial bukanlah hal baru, baik dalam wacana global
maupun nasional. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) misalnya telah
mengatur masalah ini sebagai salah satu bidang kegiatan masyarakat
internasional.
Di Indonesia, konsep kesejahteraan sosial juga telah lama dikenal. Ia telah ada
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Suharto,2009:1).
Perserikatan Bangsa-Bangsa memberi batasan kesajahteraan sosial sebagai
kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu
individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya
dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan
masyarakat. Defenisi ini menekankan bahwa, kesejahteraan sosial adalah
suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas yang
terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah
maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau
memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan
peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.
Kesejahteraan sosial dalam artian luas mencakup berbagai tindakan yang
dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf
kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi, dan
fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi
kehidupan spiritual (Adi,2003:40).
Kesejahteraan sosial dapat dilihat dalam empat sudut pandang yaitu:
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi, kesejahteraan sosial dapat dilihat
dari rumusan Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang
ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1:
Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu
Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya suatu ilmu yang mencoba mengembangkan
pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu
masyarakat, baik dari level mikro, mezzo, maupun makro.
3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan
Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat dilihat antara
lain dari defenisi yang dikembangkan oleh Friedlander (dalam Adi,2003):
“Kesejahteraan sosial merupakan sisitem yang terorganisir dari berbagai
institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna
membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup
dan kesehatan yang lebih memuaskan.”
Pengertian ini sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial
sebagai suatu sistem pelayanan yang dirancang guna meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yang dikemukakan
tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian
Friedlender juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.
4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan
Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir
ke seluruh penjuru dunia sehingga menjadi gerakan tersendiri yang
bertujuan memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan
sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh
masyarakat dunai, baik secara global maupun parsial. Oleh karena itu,
muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal,
regional maupun internasional yang berusaha menangani isu kesejahteraan
sosial ini.
2.4. Program Keluarga Harapan
2.4.1. Pengertian Program Keluarga Harapan
Program Keluarga Harapan adalah program yang memberikan bantuan tunai
bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang telah
ditetapkan sebagai peserta PKH. Agar memperoleh bantuan, peserta PKH
diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen yang terkait dengan upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan
kesehatan (Pedoman Umum Program Keluarga Harapan, 2011: 11).
Program Keluarga Harapan merupakan salah satu program penanggulangan
kemiskinan yang melibatkan berbagai sektor yang yang di dalamnya
memerlukan kontribusi dan komitmen lembaga/instansi terkait yang meliputi:
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian
penyaluran bantuan bagi peserta PKH (Pedoman Umum Program Keluarga
Harapan, 2011: 10).
2.4.2. Latar Belakang Program Keluarga Harapan
Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus
pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, sejak tahun 2007
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Bantuan Tunai Bersyarat
(BTB) yang saat ini dikenal dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH).
Program Bantuan Tunai Bersyarat ini telah dilaksanakan di beberapa negara
yang dikenal dengan Conditional Cash Transfers (CCT) dan cukup berhasil
dalam penanggulangan kemiskinan tersebut.
Program Keluarga Harapan tidak sama dengan atau bukan lanjutan Program
Subsidi Langsung Tunai (BLT) yang sudah berlangsung selama ini dalam
rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya beli pada saat
pemerintah melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak. Program
Keluarga Harapan lebih dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem
perlindungan sosial kepada masyarakat miskin dalam rangka mempertahankan
dan meningkatkan kesejahteraan sosial penduduk miskin sekaligus sebagai
upaya memotong rantai kemiskinan yang terjadi selama ini. Berdasarkan
pengalaman negara-negara lain, program serupa sangat bermanfaat bagi
keluarga miskin terutama dengan kemiskinan kronis.
Program Keluarga Harapan merupakan bantuan dan perlindungan sosial
yang termasuk dalam kluster pertama. Program ini merupakan bantuan tunai
bersyarat yang berkaitan dengan persyaratan pendidikan dan kesehatan. Program
berkontribusi untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
(Milennium Development Goals atau MDGs). Setidaknya ada 5 komponen MDGs yang didukung melalui PKH, yaitu pengurangan penduduk miskin ekstrim dan
kelaparan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka
kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.
Anggarannya berasal dari APBN dimana kedudukan PKH merupakan
bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH
berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
(TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. PKH merupakan program lintas
Kementrian dan lembaga, karena aktor utamanya adalah Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan,
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen
Komunikasi dan Informatika, dan Badan Pusat Statistik.
Program Keluarga Harapan (PKH) diluncurkan Presiden SBY di
Gorontalo Juli 2007. Pada tahap awal, Program Keluarga Harapan dilaksanakan
di tujuh provinsi melibatkan 500.000 kepada rumah tangga yang sangat miskin
(RTSM). Tujuh provinsi yaitu: Gorontalo, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2007
merupakan tahap awal pengembangan program atau tahap uji coba. Tujuan uji
coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam
pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi
persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat, apabila tahap
uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan
Goals (MDGs). Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan
ditingkatkan hingga mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar
dan ibu hamil/nifas.
Pada tahun 2008, pelaksanaan Program Keluarga Harapan ditambah
lagi menjadi 13 provinsi. Enam tambahan itu adalah: Nanggroe Aceh
Darusalam, Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Nusa
Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan. PKH sudah dilaksanakan di 72
kabupaten di 13 provinsi, dengan penerima 700 ribu RTSM pada tahun 2008.
Program Ke