• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODE INQUIRY BERDASARKAN TEKS CERITA FIKSI PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODE INQUIRY BERDASARKAN TEKS CERITA FIKSI PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODEINQUIRYBERDASARKAN TEKS

CERITA FIKSI PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT

Oleh

DEVI YULITA ARYANI

Pembelajaran bercerita pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat masih tergolong rendah. Rendahnya nilai keterampilan bercerita disebabkan, siswa pasif dalam pembelajaran, siswa merasa malu bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas. Metode yang digunakan guru kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita melalui metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif melalui penelitian tindakan kelas. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar pengamatan kinerja guru, lembar pengamatan aktivitas siswa dan lembar penilaian keterampilan bercerita. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.

(2)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODEINQUIRYBERDASARKAN TEKS

CERITA FIKSI PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT

Oleh

DEVI YULITA ARYANI

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODEINQUIRYBERDASARKAN TEKS

CERITA FIKSI PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT

(Skripsi)

Oleh

DEVI YULITA ARYANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

2.2 Pengertian Aktivitas Belajar ... 9

2.3 Pengertian Keterampilan Bercerita... 10

2.4 Tujuan Bercerita ... 11

2.5 Manfaat Bercerita ... 12

2.6 Jenis-Jenis Cerita ... 13

2.7 Model-Model Bercerita ... 17

2.8 Keterampilan Bercerita di SD... 19

2.9 MetodeInquiry ... 21

2.9.1 Pengertian MetodeInquiry... 21

2.9.2 Langkah-langkah MetodeInquiry... 22

2.9.3 Kelebihan dan Kekurangan MetodeInquiry ... 23

(5)

vi

2.10 Hipotesis Tindakan ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Setting Penelitian ... 27

3.2.1 Subjek Penelitian ... 27

3.2.2 Lokasi Penelitian ... 27

3.2.3 Waktu Penelitian ... 28

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.3.1 Teknik Tes ... 27

3.3.2 Teknik Nontes ... 27

3.4 Alat Pengumpulan Data ... 28

3.4.1 Lembar Observasi... 28

3.4.2 Tes ... 28

3.5 Teknik Analisis Data ... 29

3.5.1 Analisis Kualitatif ... 29

3.5.2 Analisis Kuantitatif ... 30

3.6 Indikator Keberhasilan Pembelajaran ... 31

3.7 Prosedur Penelitian... 31

3.8 Urutan Tindakan Penelitian... 33

BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 43

4.1.1 Profil SD Negeri 1 Metro Barat... 43

4.1.2 Deskripsi Awal ... 44

4.1.2.1 Refleksi Awal... 44

4.1.2.2 Persiapan Pembelajaran ... 45

4.1.3 Kegiatan Pembelajaran Siklus I, II, dan III ... 46

4.1.3.1 Siklus I ... 46

4.1.3.2 Siklus II ... 62

4.1.3.3 Siklus III... 77

4.2 Hasil Analisis Siklus I, II, dan III... 92

4.2.1 Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran... 92

4.2.2 Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran... 95

4.2.3 Keterampilan Bercerita Siswa ... 97

4.3. Pembahasan ... 99

4.3.1. Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 99

4.3.2. Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran ... 101

4.3.3. Hasil Keterampilan Siswa Bercerita... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN ... 104

5.2. SARAN... 105

DAFTAR PUSTAKA... 106

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1...Data keadaan guru/penjaga SD Negeri 1 Metro Barat ... 44 4.2...Rekapitula

si hasil observasi aktivitas siswa pada siklus

I pertemuan 1 ... 49 4.3...Rekapitula

si hasil observasi kinerja guru pada siklus I

pertemuan 1... 50 4.4...Rekapitula

si hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I

pertemuan 1 dan 2. ... 56 4.5...Rekapitula

si hasil observasi kinerja guru pada siklus I

pertemuan 1 dan 2 ... 58 4.6...Rekapitula

si keterampilan siswa dalam bercerita melalui

metodeInquirysiklus I ... 59 4.7...Rekapitula

si rata-rata perolehan nilai tiap aspek bercerita pada siklus I ... 60 4.8...Rekapitula

si hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II

pertemuan 1... 66 4.9...Rekapitula

si hasil observasi kinerja guru pada siklus II

pertemuan 1... 67 4.10...Rekapitula

si hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II

(7)

viii 4.11...Rekapitula

si hasil observasi kinerja guru pada siklus II

pertemuan 1 dan 2. ... 74 4.12...Rekapitula

si keterampilan siswa dalam bercerita melalui

metodeInquirysiklus II ... 75 4.13...Rekapitula

si rata-rata perolehan nilai tiap aspek keterampilan

bercerita pada siklus II. ... 77 4.14...Rekapitula

si hasil observasi aktivitas siswa pada siklus III

pertemuan 1... 81 4.15...Rekapitula

si hasil observasi kinerja guru pada siklus III

pertemuan 1... 82 4.16...Rekapitula

si hasil observasi aktivitas siswa pada siklus III

pertemuan 1 dan 2. ... 87 4.17...Rekapitula

si hasil observasi kinerja guru pada siklus III

pertemuan 1 dan 2. ... 89 4.18...Rekapitula

si keterampilan siswa dalam bercerita melalui

metodeInquirysiklus III... 90 4.19...Rekapitula

si rata-rata perolehan nilai tiap aspek keterampilan

bercerita pada siklus III... 91 4.20...Rekapitula si persentase aktivitas siswa pada siklus I, II, dan III ... 92 4.21...Rekapitula

si persentase kinerja guru dalam proses pembelajaran

pada siklus I, II, dan III ... 95 4.22...Rekapitula

si nilai keterampilan bercerita siswa melalui metode

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1...

Langkah-langkah metodeinquiry.... 22 3.1...Siklus

(9)

x DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1...Surat Izin

Penelitian dari Fakultas ... 110 2....Surat

Keterangan Penelitian dari Fakultas ... 111 3...Surat

Keterangan Teman Sejawat ... 112 4....Surat

Keterangan Penelitian dari SD... 113 5...Silabus

Pembelajaran ... 114 6...RPP Siklus I ... 116 7....Lembar

Kerja Siswa Siklus I... 126 8...Hasil

Penilaian Keterampilan Bercerita Siklus I ... 130 9...Lembar

Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 ... 131 10....Lembar

Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2 ... 132 11...Lembar

Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1... 133 12....Lembar

Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 2 ... 134 13...RPP Siklus II ... 135 14...Lembar

Kerja Siswa Siklus II ... 145 15....Hasil

Penilaian Keterampilan Bercerita Siklus II... 149 16...Lembar

(11)

xii 17....Lembar

Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2 ... 151 18...Lembar

Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1... 152 19....Lembar

Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2... 153 20...RPP Siklus III... 154 21....Lembar

Kerja Siswa Siklus III ... 163 22....Hasil

Penilaian Keterampilan Bercerita Siklus III ... 167 23...Lembar

Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus III Pertemuan 1... 168 24....Lembar

Pengamatan Aktivitas Siswa Siklus III Pertemuan 2... 169 25...Lembar

Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus III Pertemuan 1 ... 170 26....Lembar

Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus III Pertemuan 2 ... 171 27....Foto

(12)

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

nama mahasiswa : Devi Yulita Aryani nomor pokok mahasiswa : 0713053016

program studi : Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (S1 PGSD) fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung lokasi penelitian : SD Negeri 1 Metro Barat

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “Peningkatan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inquiry Berdasarkan Teks Cerita Fiksi padaSiswa Kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat” tersebut adalah asli hasil penelitian saya kecuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat digunakan seperlunya dan apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia dituntut berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Metro, 15 Februari 2012 Yang membuat pernyataan,

(13)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODEINQUIRY

BERDASARKAN TEKS CERITA FIKSI PADA SISWA KELAS VA SD NEGERI 1 METRO BARAT

Nama : Devi Yulita Aryani

NPM : 0713053016

Program Studi : S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan : Ilmu Pendidikan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Suwarjo, M.Pd Dr. Sowiyah, M.Pd.

NIP 19551222 197903 1 003 NIP19600725 198403 2 001

Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

(14)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji:

Ketua :Dr. Suwarjo, M.Pd. ...

Sekretaris :Dr. Sowiyah, M.Pd. ...

Penguji

Bukan Pembimbing :Dra. Sulistiasih, M.Pd. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 196003151985031003

(15)
(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Peningkatan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inquiry Berdasarkan Teks Cerita Fiksi pada Siswa Kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung yang telah memfasilitasi semua urusan yang diperlukan peneliti selama menempuh studi di PGSD FKIP Unila.

2. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan kemudahan, dukungan dan berbagai fasilitas dalam mengikuti pendidikan hingga terselesaikannya skripsi ini.

(17)

iii 4. Bapak Dr. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi S1 PGSD Universitas Lampung yang senantiasa memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua UPP S1 PGSD Metro yang memberikan kemudahan dan motivasi kepada peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak Dr. Suwarjo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Utama atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Dr. Sowiyah, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing kedua atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Dra. Sulistiasih, M.Pd., selaku Dosen Pembahas atas kesediaannya untuk membahas, memberikan saran dan kritik dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

9. Bapak Drs. Mugiadi, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu, membimbing dan memberikan saran terhadap pengajuan judul skripsi.

10. Bapak dan Ibu dosen serta staf S1 PGSD Universitas Lampung yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat.

(18)

12. Ibu Peni Purwanti, S.Pd., selaku teman sejawat dalam melaksanakan penelitian ini yang banyak membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

13. Bapak dan Ibu guru SD Negeri 1 Metro Barat yang selalu memberikan saran bagaimana kelak menjadi guru yang baik.

14. Kedua orangtua dan keluarga besar yang selalu berdoa dan memberikan semangat demi keberhasilanku.

15. Rekan-rekan S1 PGSD angkatan 2007 khususnya kelas A, Eva K, Devi, Butet, Danti, Eka, Dewi, Dian A, Dian T, Desi, Gina, Aryani, Eva W, Disna, Arif, Dwi, Aris, Dicky, Didik, Subhan, Ahmad Erwan, Hendrik, Agung, Ashari, Doddy, Enopri dan Anjar terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan selama ini.

16. Teman-teman satu bimbingan skripsi Desi, Uus, Lia, Teguh dan Agung, yang memberikan semangat dan saling membantu sampai terselesaikannya skripsi ini.

17. Teman-teman satu kos, Fitka, Manda, Rina, Ida, Rebecca, dan Tetin yang selama ini memberikan semangat dan menemaniku di saat senang dan sedih.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan, khususnya para guru sebagai acuan dalam pengembangan pembelajaran di kelas dalam usaha meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Bandarlampung, 15 Februari 2012 Peneliti

(19)

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S. Al Insyirah: 6)

Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat (Q.S Al-Baqarah: 153)

Mengupayakan tercapainya yang terbaik adalah sikap orang yang mensyukuri apapun yang telah ada pada dirinya, untuk mencapai yang terbaik bagi dirinya,

(20)

PERSEMBAHAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim puji syukur kupanjatkan ke hadirat Allah SWT

sehingga dapat kupersembahkan karya ini untuk:

Bapak dan Ibuku tercinta yang tiada pernah berhenti berdoa,

memberi semangat, kasih sayang serta menanti kesuksesanku.

Adikku Nisa Luthfiana dan Hafidz Rivaldi yang selalu membuatku

rindu akan kenakalan dan canda tawa kalian.

Bangun Anjar Wanto yang selalu memberikan motivasi untukku

(21)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti lahir di Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung pada tanggal 02 Juli 1989, anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Teguh Puji Widardo dan Ibu Nur Kholifah. Peneliti menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Pertiwi Gadingrejo pada tahun 1995. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Gadingrejo diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gadingrejo diselesaikan pada tahun 2004.

(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari, diajarkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Bahasa memungkinkan manusia dapat memikirkan suatu masalah secara teratur, terus-menerus, dan berkelanjutan. Tanpa bahasa peradaban manusia tidak mungkin dapat berkembang baik (Febriyanto, 2010: 1).

(23)

2

Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Resmini, 2006: 32). Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu sama lain. Jika seseorang mendengarkan pasti ada yang berbicara, begitu pula seseorang membaca berarti menikmati dan menghayati tulisan. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia keempat aspek keterampilan tersebut harus dikuasi secara seimbang dan salah satunya adalah penguasaan keterampilan bercerita.

Menurut Tarigan (dalam Wijayanti, 2007: 4) bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Kegiatan bercerita merupakan bagian dari keterampilan berbicara yang berperan penting baik dalam pembelajaran bahasa di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, kegiatan pembelajaran di sekolah dasar keterampilan bercerita menjadi salah satu bagian keterampilan berbahasa yang harus diajarkan kepada siswa dan dikuasai oleh siswa.

(24)

3

berkomunikasi secara lisan dengan baik, membentuk karakter siswa, dan mengembangkan keterampilan berbicara siswa.

Wijayanti (2007: 2) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa saat ini pembelajaran keterampilan bercerita belum diajarkan dengan baik. Hal ini terlihat siswa memilih diam ketika diberi kesempatan untuk bertanya, tidak bersedia mengemukakan pendapat (usul, saran atau tanggapan) secara lisan atau untuk menjawab pertanyaan. Sebagian dari mereka lebih memilih diam daripada berbicara karena berbagai alasan, misalnya takut salah, malu ditertawakan oleh teman atau memang tidak ada keberanian untuk mengungkapkan walau sebenarnya siswa mengetahui.

Hasil survei dan observasi yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 1 Metro Barat menunjukkan bahwa hasil pembelajaran bercerita pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat masih tergolong rendah. Berdasarkan nilai ulangan harian pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012, masih terdapat 16 dari 24 siswa atau 66,67% siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Nilai rata-rata siswa 56 belum mencapai KKM sedangkan KKM ditetapkan oleh sekolah yaitu 70.

(25)

4

untuk bercerita di depan kelas. Selain itu metode mengajar yang digunakan guru kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran, guru kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan memperoleh sendiri pengetahuan yang didapat sehingga siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.

Djamarah dan Zain (2006: 73) mengungkapkan bahwa sebagai salah satu komponen pembelajaran, metode menempati urutan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan pembelajaran. Tidak ada satu pun kegiatan pembelajaran yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Sehubungan dengan permasalah di atas, diperlukan suatu metode yang dapat melibatkan siswa aktif dalam kegiatan belajar sehingga aktivitas dan keterampilan bercerita siswa akan meningkat. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita yaitu melalui metode inquiry. Menurut Kourilsky (dalam Hamalik, 2001: 220) bahwa pembelajaran berdasarkan inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok siswa mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural. Jadi, dengan menggunakan metode inquiry proses pembelajaran tidak lagi terpusat oleh guru sehingga siswa tidak pasif. Metode

(26)

5

Berdasarkan uraian di atas peneliti mengangkat judul ”Peningkatan Aktivitas dan Keterampilan Bercerita Melalui Metode Inquiry berdasarkan teks cerita fiksipada Siswa Kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1.2.1 Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran bercerita. 1.2.2 Siswa tidak berani mengajukan pertanyaan.

1.2.3 Aktivitas siswa dalam pembelajaran bercerita di SD Negeri 1 Metro Barat masih rendah.

1.2.4 Siswa merasa malu bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas.

1.2.5 Keterampilan bercerita siswa masih rendah, 16 dari 24 siswa belum mencapai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Nilai rata-rata keterampilan bercerita siswa 56 belum mencapai KKM.

1.2.6 Metode mengajar yang digunakan guru kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar.

1.3 Batasan Masalah

(27)

6

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian yaitu:

1.3.1 Bagaimanakah aktivitas belajar siswa melalui metode inquiry pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat?

1.3.2 Bagaimanakah keterampilan bercerita melalui metode inquiry pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat?

1.5 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui:

1.5.1 Peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat dalam pembelajaran bercerita melalui metode inquiry

berdasarkan teks cerita fiksi.

1.5.2 Peningkatan keterampilan bercerita siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat melalui metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi.

1.6 Manfaat Penelitian

(28)

7

1.6.1 Bagi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar keterampilan bercerita melalui metode inquiry pada siswa kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat.

1.6.2 Bagi guru, memperluas wawasan dan pengetahuan guru di sekolah dasar mengenai metode pembelajaran sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas melalui metode inquiry. 1.6.3 Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi

sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui penerapan metode inquiry sebagai inovasi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran bercerita.

(29)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan membangun pengetahuan untuk

dikembangkan dalam kehidupan. Bruner (dalam Trianto, 2009: 20) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses aktif di mana siswa membangun (mengonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman

atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Menurut kaum konstruktivistik, belajar merupakan proses mengonstruksi arti, baik dari teks, pengalaman, dan lain-lain, (Suparno dalam Angkowo dan Kosasih, 2007: 48). Menurut

pandangan konstruktivistik belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pebelajar. Ia harus

aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang harus dipelajari (Budiningsih, 2004: 58).

Peranan guru dalam belajar konstruktivistik membantu agar proses

pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, malainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri (Budiningsih, 2004: 59).

(30)

9

dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi jauh dari itu, yakni mengalami.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar bukan

hanya mentransfer pengetahuan, namun belajar merupakan proses membangun pengetahuan baru berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki oleh pebelajar, sehingga pebelajar memiliki keterampilan untuk mengahadapi

tantangan dalam segala aspek kehidupan.

2.2 Pengertian Aktivitas Belajar

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 23) aktivitas adalah keaktifan, kegiatan. Kunandar (2010: 277), aktivitas adalah keterlibatan siswa dalam

bentuk sikap, pikiran, perbuatan, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu harus saling berkaitan (Sardiman, 2008: 10). Piaget (dalam Sardiman, 2008: 10) menerangkan bahwa seorang anak itu

berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir, agar anak itu berpikir sendiri harus ada kesempatan untuk berbuat sendiri.

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

(31)

10

dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru

dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan hasil belajar.

Disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang

dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada

siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional.

2.3 Pengertian Keterampilan Bercerita

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1180) keterampilan berasal

dari kata dasar terampil, yang artinya cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Menurut Muttaqin (dalam http://saifulmuttaqin.

blogspot.com) keterampilan adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat, cepat dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar. Keterampilan dirancang sebagai proses belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi

cekat, cepat dan tepat melalui belajar

Lebih lanjut bercerita berasal dari kata cerita, yang artinya adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian);

(32)

11

atau kejadian baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 210). Wijayanti (2007: 26)

bercerita adalah kegiatan menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.

Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk

memberikan informasi kepada orang lain (Tarigan dalam Wijayanti, 2007: 20). Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif

yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas.

Dari beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan

bercerita adalah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menuturkan suatu kejadian atau peristiwa dengan tujuan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain.

2.4 Tujuan Bercerita

Dalam pelaksanaan pembelajaran, bercerita memiliki tujuan-tujuan yang akan

disampaikan. Guranti (2004: 107) menyebutkan tujuan bercerita adalah untuk, (1) menanamkan nilai-nilai pendidikan anak, (2) melatih daya tangkap

dan daya berpikir, (3) melatih daya konsentrasi, (4) membantu perkembangan fantasi, (5) menciptakan suasana menyenangkan di kelas, (6) membantu pengetahuan anak secara umum, (7) mengembangkan imajinasi anak, dan (8)

(33)

12

Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa tujuan bercerita secara garis besar adalah menanamkan nilai positif pada diri anak, di antaranya agar anak

berani mengemukakan pendapat, dan melatih intelegensi anak untuk berpikir lebih terarah dengan konsentrasi yang baik.

2.5 Manfaat Bercerita

Kegiatan bercerita memiliki banyak manfaat yang positif terutama bagi perkembangan psikologis anak. Beberapa manfaat bercerita bagi anak

menurut Hidayati (http://niahidayati.net/manfaat-cerita-bagi-kepribadian anak.html) adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosakata anak.

2. Bercerita merupakan proses mengenalkan bentuk-bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, dan kesal.

3. Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria, khususnya bila cerita yang disajikan adalah cerita lucu.

4. Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas.

5. Menumbuhkan empati dalam diri anak.

6. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak. Sebagai langkah untuk menumbuhkan minat baca anak.

Disimpulkan bahwa bercerita dapat menjadi pondasi kemampuan berbahasa, meningkatkan kemampuan komunikasi verbal, meningkatkan kemampuan

(34)

13

2.6 Jenis-jenis Cerita

Cerita merupakan suatu karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau kejadian baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan

belaka, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 210). Dari pengertian di atas cerita dibagi atas dua jenis yaitu, karangan atau cerita yang menuturkan kejadian yang sungguh-sungguh terjadi (nonfiksi) dan cerita rekaan belaka

(fiksi). Uraian masing-masing jenis cerita yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Cerita Fiksi

Rahmanto (dalam Suwarjo, 2008: 68) menjelaskan bahwa cerita fiksi dapat dikategorikan sebagai bentuk karya sastra yang imajinatif. Sebagai karya

sastra yang imajinatif, karya fiksi tidak menggambarkan atau menceritakan kehidupan yang sesungguhnya. Cerita fiksi dibagi menjadi a) dongeng, b) hikayat, c) cergam, dan d) cerpen. Secara rinci masing-masing topik akan

diuraikan berikut ini. a. Dongeng

Dongeng adalah bentuk prosa fiksi lama yang dalam bahasa Inggris disebut folklore. Menurut Supriyadi (2006:28) dongeng adalah suatu cerita rekaan atau khayalan belaka yang hidup dikalangan rakyat yang

disajikan dalam bentuk lisan, namun saat ini sudah banyak yang ditulis dan dibukukan.

Pada mulanya dongeng berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat

(35)

14

di lingkungannya. Dongeng dibagi menjadi: 1) fabel, 2) sage, 3) mite, dan 4) legenda.

1) Fabel

Fabel adalah dongeng yang isinya tentang kehidupan binatang yang dihubungkan dengan kehidupan manusia. Dalam fabel, binatang

berprilaku dan berbicara seperti manusia. Misalnya, Kancil yang Cerdik, Kera dan Kura-kura, dan sebagainya (Suyatno, 2008: 44).

2) Sage

Sage adalah cerita khayal yang memasukkan peristiwa-peristiwa, tempat kejadian, tokoh-tokohnya merupakan tokoh sejarah, padahal

sage adalah cerita khayalan belaka. Dalam sage ini cerita itu seolah-olah merupakan bagian sejarah di dalamnya. Misalnya, Angling Darmo, Lutung Kasarung, Jaka Tarub, dan sebagainya (Supriyadi,

2006: 33). 3) Mite

Mite atau mitos adalah cerita khayalan yang dihubung-hubungkan dengan dewa-dewi serta kepercayaan pada dunia gaib. Misalnya, Mahabrata, Nyai Roro Kidul, Dewi Sri, dan sebagainya.

4) Legenda

Legenda adalah cerita khayal yang dihubung-hubungkan dengan

gelaja alam, kenyataan-kenyataan alam yang ada pada masyarakat. Kenyataan-kenyataan alam yang ada di masyarakat dapat berupa bangunan, batu, gunung, atau danau yang sudah lama terjadi akibat

(36)

15

Prambanan, Gunung Tangguban Perahu,Malin Kundang, dan lain

sebagainya.

b. Hikayat

Hikayat berasal dari bahasa Arab yang berarti cerita panjang penuh khayalan. Hikayat dapat juga berarti kisah raja-raja, keluarga, dan

pembantu-pembantunya. Menurut Supriyadi (2006: 34) pembeda hikayat dengan dongeng, yakni bila hikayat kebanyakan merupakan

terjemahan atau saduran dengan perubahan yang disesuaikan dengan budaya daerah. Naskah asli hikayat kebanyakan berasal dari Arab, India, dan Melayu. Misalnya, Hikayat 1001 Malam, Hang Tuah, Bayan Budiman, dan sebagainya.

c. Cergam

Cerita bergambar menceritakan hidup dan kehidupan para tokoh dengan memvisualkan dalam bentuk gambar. Pemvisualan para tokoh disajikan secara lengkap mulai dari ciri-ciri fisik, perilaku, maupun suasana batin

(Supriyadi, 2006:40). Contoh cerita bergambar yang banyak dijumpai sekarang adalah, Doraemon, Putri Salju, Putri Angsa, dan lain sebagainya.

d. Cerpen

Cerita pendek adalah cerita yang menceritakan hidup dan kehidupan

para tokohnya dalam kurun waktu tertentu. Cerita pendek merupakan prosa fiksi yang isinya sangat menyatu dengan sebagian besar masyarakat. Menurut Nurgiyantoro (2005: 288), cerpen hanya bercerita

(37)

16

yang kurang penting, dengan penampilan yang hanya melibatkan sedikit tokoh, peristiwa, latar, tema dan moral. Hal tersebut berbeda

dengan novel yang keadaannya lebih panjang karena dapat bercerita banyak.

2. Karangan Nonfiksi

Karangan nonfiksi isinya menceritakan hidup dan kehidupan yang

benar-benar terjadi, bukan hasil khayalan atau rekaan pengarangnya. Unsur yang terpenting dalam karangan nonfiksi adalah bagaimana fakta-fakta

itu disampaikan. Beberapa jenis karangan nonfiksi, sebagai berikut: a. Biografi dan Otobiografi

Biografi adalah kisah tentang riwayat hidup seseorang yang ditulis

orang lain (Sudjiman dalam Resmini, 2006:104). Biografi mengungkap riwayat hidup seorang tokoh yang sudah terkenal dalam berbagai hal, misalnya: agama, ekonomi, pendidikan, politik,

kesehatan, dan lain-lain. Menurut Supriyadi (2006: 42) otobiografi sama dengan biografi, tetapi tentang diri penulis sendiri atau dengan

kata lain ditulis sendiri oleh pemilik otobiografi tersebut. b. Esai

Esai adalah karangan sastra dalam bentuk prosa yang mengupas dan

membahas masalah seni dan kebudayaan pada umumnya. Pengarang mengemukakan pendapat dan pemikiran tentang objek seni dan

(38)

17

c. Buku Informasi

Buku informasi merupakan salah satu jenis buku nonfiksi yang

menyajikan berbagai hal yang berkaitan dengan fakta (Nurgiyantoro, 2005: 375). Buku informasi mengungkap berbagai fakta kehidupan seperti kehidupan sosial manusia, binatang, tumbuhan, olahraga,

budaya, seni, alam raya, dan lain-lain. d. Kritik

Kritik adalah kegiatan pembaca untuk menentukan nilai hakiki dari karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran yang sistematik dalam bentuk tertulis (Hardjana dalam Supriyadi, 2006: 43). Contoh kritik

adalah sebagai berikut. “Kesusastraan Indonesia dalam Kritik dan Essai” karya H.B.Yassin , “Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia”

karya Boen S. Oemarjati.

Mengingat begitu beragamnya jenis cerita, maka harus dipertimbangkan

oleh guru ketika akan menggunakannya dalam kegiatan pembelajaran bercerita dan disesuaikan dengan materi pembelajaran. Cerita yang akan

dijadikan bahan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ini adalah cerita fiksi.

2.7 Model-model Bercerita

Tarigan (dalam Resmini, 2006: 211) mengungkapkan ada beberapa model

(39)

18

1. Melanjutkan cerita

Guru menyiapkan cerita yang tidak selesai, siswa diminta untuk

melanjutkan cerita tersebut secara bergantian paling banyak lima orang. Pada bagian akhir kegiatan guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu.

2. Menceritakan kembali

Guru mempersiapkan bahan bacaan, siswa membaca bahan itu dengan

seksama. Kemudian guru meminta siswa menceritakan kembali isi bacaan dengan kata-katanya sendiri.

3. Memperlihatkan dan bercerita (show and tell)

Siswa disuruh membawa benda-benda atau mainan yang mereka suka ke sekolah dan bercerita tentang benda tersebut. Untuk memberi dorongan

guru dapat melakukan dua hal, pertama berbicara dengan siswa yang memerlukan dorongan dan membantunya merencanakan apa yang akan diceritakan, kedua menyuruh siswa-siswa lain untuk membuat pertanyaan

yang menggunakan kata tanya: apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana terkait dengan benda yang dibawa siswa.

Supriyadi (2006: 92) mengungkapkan bahwa bercerita dapat dilakukan dengan berbagai strategi, di antaranya adalah: (1) bercerita tanpa alat peraga,

dan (2) bercerita menggunakan alat peraga. Uraian masing-masing strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Bercerita tanpa alat peraga

(40)

19

kecil), serta bentuk suara (gagap, serak, dan lain sebagainya), jeda kalimat; dan bahasa nonverbal seperti ekspresi muka (takut, marah, benci, senang),

dan gerakan tubuh (melompat, melambaikan tangan, dan lain sebagainya). 2. Bercerita menggunakan alat peraga

Selain memperhatikan penggunaan bahasa verbal dan nonverbal bercerita

juga bisa menggunakan alat peraga, tujuan penggunaan alat peraga sebagai daya tarik dalam menyampaikan cerita. Alat peraga yang dapat digunakan

dalam kegiatan bercerita seperti boneka, wayang, gambar, dan lain sebagainya.

Jadi kegiatan bercerita harus dirancang dengan baik. Sebelum kegiatan ini dilakukan jauh sebelumnya guru sudah meminta siswa untuk menghafalkan

jalan ceritanya agar nanti pada pelaksanaannya, yaitu bercerita di depan pendengarnya tidak mengalami kesulitan. Model bercerita yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu menceritakan kembali.

2.8 Keterampilan Bercerita di SD

Pembelajaran bahasa di SD difokuskan pada kemampuan siswa memahami dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran pada bahasa Indonesia salah satunya adalah pembelajaran

bercerita. Liotohe (dalam Suwarjo, 2008: 160) menjelaskan bahwa cerita untuk anak-anak bukan semata-mata cerita tentang anak, melainkan cerita

(41)

20

tradisional, (3) fiksi fantasi, (4) fiksi sejarah, (5) fiksi realistis, (6) fiksi ilmu pengetahuan. Sedangkan bahan yang dipilih adalah bahan yang dekat dengan

kehidupan anak, ceritanya mudah dipahami, plotnya sederhana, tema yang dimunculkan sesuai dengan usia anak, pelakunya dapat dipercaya, awal dan akhir ceritanya harus tetap, dan simpulan akhir dekat dengan anak.

Resmini (2006: 106) mengemukakan bahwa pengembangan keterampilan

bercerita di SD disesuaikan dengan standar kompetensi keterampilan berbicara, kompetensi-kompetensi tersebut disesuaikan dengan jenjang kelas,

di antaranya: (1) untuk kelas satu yaitu, menjelaskan secara lisan isi gambar tunggal dan gambar seri sederhana dengan bahasa yang mudah dimengerti, (2) untuk kelas dua yaitu, menceritakan kembali cerita yang didengarkan, (3)

untuk kelas tiga yaitu, menanggapi sebuah cerita yang didengar dengan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami, (4) untuk kelas empat, yaitu menceritakan kembali isi dongeng, (5) untuk kelas lima yaitu,

menyampaikan hasil wawancara, dan cerita rakyat secara lisan, (6) untuk kelas enam yaitu memerankan tokoh dalam cerita anak dengan ekspresi yang

tepat dan menceritakan sebuah drama.

Dari standar kompetensi yang telah diuraikan di atas, maka standar kompetensi yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu,

(42)

21

2.9 Metode Inquiry

2.9.1 Pengertian Metode Inquiry

Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan pembelajaran, metode

sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Faturrohman dan Sutikno, 2007: 15).

Inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan

informasi dengan melakukan pengamatan untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Schmidt

dalam http://anandasatriamawan. blogspot.com/2009/02/latihan-inquiry.html).

Inquiry merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan guru untuk mengajar di depan kelas. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut: guru membagi tugas kepada siswa untuk meneliti masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dekerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik (Roestiyah, 2001: 75).

Disimpulkan bahwa metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk

mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri berbagai penemuan atas

(43)

22

2.9.2 Langkah-langkah Metode Inquiry

Menurut Hairuddin (2007: 1.13) kegiatan inquiry dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: merumuskan masalah, menyusun

hipotesis, mengamati/melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan data, kemudian mengomunikasikan kepada pembaca.

Gambar 2.1 Langkah-langkah metode inquiry.

(Adaptasi dari Hairuddin, 2007: 1.13).

Ada tiga sasaran utama yang hendak dicapai dalam pelaksanaan metode

inquiry, yakni (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam keseluruhan proses belajar, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan

sistematis pada kompetensi yang hendak dicapai, dan (3) mengembangkan rasa percaya diri pada pembelajar atas proses dan temuan yang mereka jalani dan hasilkan (Gulo dalam Sarimanah,

http://eri-sunpak.blogspot.com). Untuk itu suasana kelas yang terbuka hendaknya diciptakan sehingga pembelajar dapat mengemukakan

berbagai pertanyaan dan dapat berdiskusi dengan leluasa.

Mengamati/me- lakukan observasi Merumuskan

masalah Menyusun hipotesis

Mengomunikasikan Menganalisis dan

(44)

23

2.9.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Inquiry

Setiap metode pembelajaran pasti memiliki keunggulan dan kekurangan di dalamnya, sama halnya dengan metode inquiry yang digunakan

dalam penelitian ini. Berikut akan diuraikan kelebihan dan kekurangan metode inquiry.

Roestiyah (2001: 76) mengungkapkan keunggulan metode inquiry

sebagai berikut:

1. Dapat membentuk dan mengembangkan “self-consept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.

3. Mendorong siswa untuk berpikir objektif, jujur dan terbuka. 4. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan

hipotesisnya sendiri.

5. Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. 6. Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang. 7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 8. Memberi kesempatan siswa untuk belajar mandiri.

9. Siswa dapat menghindari dari cara-cara belajar yang tradisional.

Amanullah (dalam http://aman-hidayah.blogspot.com/2008/01/

model-pembelajaran-inkuiri.html.) mengungkapkan kekurangan inquiry sebagai berikut:

1. Guru dituntut untuk kreatif.

2. Belajar dengan inquiry memerlukan kecerdasan anak yang tinggi.

3. Untuk mengimplementasikannya perlu waktu relative lama. 4. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

5. Sulit merencanakan pembelajaran karena benturan kebiasaan. 6. Keberhasilan belajar ditentukan dalam menguasai materi

(45)

24

Upaya untuk menekan kelemahan metode inquiry adalah dengan cara

guru harus menguasai materi pembelajaran dan mempersiapkan terlebih dahulu perlengkapan yang dibutuhkan dalam pembelajaran.

Materi yang diberikan harus dibatasi, sehingga materi tidak meluas dan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. Selain itu guru juga harus lebih memperhatikan

aktivitas siswa pada saat diskusi berlangsung dengan cara memberikan bimbingan kepada setiap kelompok secara intensif.

2.9.4 Pembelajaran Keterampilan Bercerita Berdasarkan Metode Inquiry

Pembelajaran keterampilan bercerita di SD dilakukan berdasarkan

standar kompetensi memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan dengan kompetensi dasar mengidentifikasi unsur-unsur cerita.

Adapun pelaksanaan pembelajaran keterampilan bercerita

menggunakan metode inquiry sebagai berikut : 1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan siswa.

Guru membagi siswa ke dalam kelompok, masing-masing

kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa tentang masalah-masalah yang harus

(46)

25

2. Menyusun hipotesis

Siswa membaca sekilas cerita yang akan diceritakan, setelah itu

menyusun jawaban sementara dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.

3. Mengamati

Setelah siswa menyusun jawaban sementara kemudian mencari jawaban atas pertanyaan dengan mengamati gambar yang ada di

dalam cerita dan membaca cerita dengan seksama, dengan demikian siswa dapat menemukan unsur-unsur instrinsik.

4. Menganalisis dan menyajikan data

Guru membimbing siswa untuk menganalisis berbagai unsur-unsur instrinsik cerita, dan membimbing siswa menyusun jawaban atas

temuan mereka sehingga data yang disajikan tersusun dengan rapi. 5. Mengomunikasikan

Setelah siswa merumuskan masalah, menyusun hipotesis,

mengamati, menganalis dan menyajikan data, langkah selanjutnya adalah menyampaikan hasil kerja di depan kelas kemudian siswa bercerita di depan kelas. Siswa dapat menceritakan cerita dengan

(47)

26

2.10 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan sebuah hipotesis tindakan, yaitu “Apabila dalam pembelajaran bahasa Indonesia

(48)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

difokuskan pada situasi kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan di

kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat tahun pelajaran 2011/2012 dengan tujuan

untuk meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa melalui

metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi.

3.2 Setting Penelitian

3.2.1. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif

antara peneliti dengan guru. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VA

SD Negeri 1 Metro Barat Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan jumlah 24

siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

3.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VA SD Negeri 1 Metro Barat, Desa

(49)

28

3.2.3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012

selama kurang lebih lima bulan. Kegiatan penelitian dimulai dari

perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi sampai penulisan laporan

hasil penelitian (bulan Agustus sampai Desember 2011).

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam penelitian ini

digunakan teknik tes dan nontes.

3.3.1 Teknik tes merupakan prosedur atau cara pengumpulan data tentang

hasil belajar siswa, tes yang digunakan adalah tes lisan.

3.3.2 Teknik nontes, merupakan prosedur atau cara pengumpulan data

untuk mengumpulkan data aktivitas siswa dan kinerja guru. Teknik

nontes berupa observasi kinerja guru dan aktivitas belajar siswa.

3.4. Alat Pengumpulan Data

3.4.1 Lembar observasi, digunakan untuk mengumpulkan data mengenai

aktivitas kinerja guru dan aktivitas belajar siswa selama penelitian

tindakan kelas dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan

menggunakan metode inquiry.

3.4.2 Tes digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam kegiatan

(50)

29

3.5. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif

dan kuantitatif.

3.5.1 Analisis Kualitatif

Digunakan untuk menganalisis aktivitas belajar siswa, serta

menganalisis kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

a. Nilai aktivitas siswa diperoleh dengan rumus:

NP =

Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum dari tes yang ditentukan 100 = bilangan tetap

Diadaptasi dari Purwanto (2008: 102).

b. Analisis kinerja guru diperoleh dengan rumus:

NP=

Kategori aktivitas siswa dan kinerja guru:

86% - 100% = Sangat Baik

71% - 85% = Baik

56% - 70% = Cukup Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh SM = skor maksimum ideal 100 = bilangan tetap

(51)

30

41% - 55% = Kurang

26% - 40% = Kurang Sekali.

(Adaptasi dari Arikunto, 2007: 17).

3.5.2 Analisis Kuantitatif

Digunakan untuk menghitung hasil tes keterampilan siswa dalam

penguasaan materi yang diajarkan guru, yaitu keterampilan siswa dalam

bercerita. Adapun aspek yang dinilai dalam tes bercerita antara lain: (1)

keruntutan dalam menceritakan, (2) kejelasan penggunaan bahasa, (3)

penggunaan bahasa nonverbal, dan (4) keberanian bercerita.

Nilai tes keterampilan bercerita tiap siswa diperoleh dengan rumus:

NP =

Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum dari tes yang ditentukan 100 = bilangan tetap

Diadaptasi dari Purwanto (2008: 102).

Untuk menghitung persentase ketuntasan tes keterampilan bercerita

siswa secara klasikal, digunakan rumus sebagai berikut:

(52)

31

3.6. Indikator Keberhasilan Pembelajaran

Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila, aktivitas siswa

dan kinerja guru mencapai persentase sebesar ≥75% dan keterampilan

bercerita siswa secara klasikal mencapai minimal ≥75% siswa mendapatkan

nilai 70 sesuai dengan KKM (diadaptasi dari Depdiknas, 2008:5).

3.7. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, di mana siklus ini tidak

hanya berlangsung satu kali namun dilaksanakan beberapa kali hingga tujuan

pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Daur ulang dalam penelitian

tindakan kelas diawali dengan perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan

tindakan (action), mengobservasi tindakan (observing) dan melakukan

refleksi (reflecting) dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang

diharapkan tercapai (Hopkins dalam Arikunto, 2006: 105).

(53)

32

Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Gambar 3.1 Siklus penelitian tindakan kelas adaptasi dari Arikunto, 2006: 74.

Siklus I Perencanaan

Siklus I Pelaksanaan Siklus I

Observasi Siklus I Refleksi

Siklus I

Siklus II Perencanaan

Siklus II Pelaksanaan Siklus II

Observasi Siklus II Refleksi

Siklus I

Siklus III Perencanaan Siklus III Pelaksanaan Siklus III

Observasi Siklus II Refleksi

Siklus III

(54)

33

3.8 Urutan Tindakan Penelitian

1. Siklus I

a. Perencanaan

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran bercerita melalui metode

inquiry pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VA SD Negeri 1

Metro Barat, maka peneliti melakukan persiapan sebagai berikut:

a. Menganalisis pokok bahasan/sub pokok bahasan yang akan

dituangkan dalam pembelajaran bercerita.

b. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, RPP, Lembar

Kerja Siswa (LKS), sumber belajar (buku paket), dan teks cerita

rakyat.

c. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati kinerja guru dan

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung serta instrumen

penilaian keterampilan bercerita.

b. Pelaksanaan

Pada siklus I, kompetensi dasar yang akan disampaikan adalah

”Mengidentifikasi Unsur-unsur Cerita Tentang Cerita Rakyat” dengan

materi pembelajarannya adalah ”Mengidentifikasi Alur, Amanat dan

Tema cerita”. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran bercerita

melalui metode inquiry terdapat beberapa langkah, antara lain:

1. Diawali dengan membuka pelajaran dan memotivasi siswa untuk

(55)

34

2. Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan yang

akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang akan dicapai.

3. Siswa mendengarkan guru bercerita, judul ceritanya yaitu ”Asal

Usul Beras Ketan”.

4. Guru menjelaskan tentang peristiwa cerita (alur), tema dan amanat

cerita berdasarkan cerita yang telah dibacakan oleh guru.

5. Siswa dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok

terdiri dari empat siswa.

6. Guru menyediakan dua judul cerita yaitu, ”Asal Usul Danau Toba”

dan ”Asal Usul Candi Prambanan”. Kemudian perwakilan tiap

kelompok mengambil amplop yang di dalamnya berisi salah satu

dari cerita tersebut.

7. Siswa diberi waktu selama lima menit untuk membaca cerita dan

menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru (pertanyaan ada di

LKS), kemudian siswa menuliskan jawaban sementara dari

pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS.

8. Siswa secara kelompok mencari jawaban yang sebenarnya dengan

membaca cerita secara seksama.

9. Guru membimbing siswa dalam diskusi kelompok.

10. Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menyimpulkan

jawaban dan menuliskan jawaban di LKS.

11. Siswa menyampaikan diskusi kelompok, kelompok yang memiliki

cerita yang sama memberikan tanggapan.

(56)

35

13. Setelah siswa menyampaikan dan membahas hasil diskusi, siswa

diberi waktu untuk memahami kembali cerita yang telah dibaca.

14. Secara bergantian siswa menceritakan kembali cerita yang telah

dibaca dengan cara mengembangkan peristiwa-peristiwa penting

dalam cerita sesuai dengan jalan cerita/alur yang telah didiskusikan

bersama kelompok.

15. Guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu

sesuai dengan alur cerita.

16. Siswa yang lainnya diminta untuk menanggapi penampilan dari

temannya yang maju.

17. Siswa bersama guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang

telah dilaksanakan.

18. Siswa diberi penguatan dan pesan-pesan moral.

c. Observasi

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir

diamati oleh observer dengan lembar observasi mengenai aktivitas

belajar siswa serta observasi kinerja guru selama proses pembelajaran

berlangsung.

d. Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis

sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan. Hasil

analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan digunakan sebagai

(57)

36

analisis hasil aktivitas siswa, kinerja guru dan hasil keterampilan

bercerita dari siklus I, guru bersama peneliti merumuskan keunggulan

dan kelemahan yang ada pada siklus I yang dijadikan bahan

pertimbangan dalam pelaksanaan siklus II.

2. Siklus II

a. Perencanaan

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran bercerita melalui metode

inquiry pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VA SD Negeri 1

Metro Barat, maka peneliti melakukan persiapan sebagai berikut:

1. Menganalisis pokok bahasan/sub pokok bahasan yang akan

dituangkan dalam pembelajaran bercerita.

2. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, RPP, LKS,

sumber belajar (buku paket), dan teks cerita rakyat.

3. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati kinerja guru dan

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung serta instrumen

penilaian keterampilan bercerita.

b. Pelaksanaan

Pada siklus II, kompetensi dasar yang akan disampaikan adalah

”Mengidentifikasi Unsur-unsur Cerita Tentang Cerita Rakyat” dengan

materi pembelajarannya adalah ”Mengidentifikasi Penokohan Cerita”.

Model bercerita yang digunakan pada siklus II yaitu menceritakan

kembali. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran bercerita melalui

(58)

37

1. Diawali dengan membuka pelajaran dan memotivasi siswa untuk

semangat belajar.

2. Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan yang

akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang akan dicapai.

3. Siswa mendengarkan guru bercerita, dengan judul ”Asal Usul

Beras Ketan”.

4. Guru mengajak siswa untuk menemukan nama-nama tokoh, peran

tokoh, dan watak tokoh dalam cerita ” Asal Usul Beras Ketan”.

5. Siswa dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok

terdiri dari empat siswa.

6. Guru menyediakan dua judul cerita yaitu, ”Legenda Gunung Batu

Bangkai” dan ”Bawang Merah dan Bawang Putih”. Kemudian

perwakilan tiap kelompok mengambil amplop yang di dalamnya

berisi salah satu dari cerita tersebut.

7. Siswa diberi waktu selama lima menit untuk membaca cerita dan

menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru (pertanyaan ada di

LKS), kemudian siswa menuliskan jawaban sementara dari

pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS.

8. Siswa secara kelompok mencari jawaban yang sebenarnya dengan

membaca cerita secara seksama.

9. Guru membimbing siswa dalam kerja kelompok.

10. Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menyimpulkan

(59)

38

11. Siswa menyampaikan diskusi kelompok, kelompok yang memiliki

cerita yang sama memberikan tanggapan.

12. Guru menanggapi dan membahas hasil diskusi siswa.

13. Setelah siswa menyampaikan dan membahas hasil diskusi, siswa

diberi waktu untuk memahami kembali cerita yang telah dibaca.

14. Secara bergantian, siswa menceritakan kembali cerita yang telah

dibaca di depan kelas sesuai dengan teks cerita yang telah dibaca.

15. Siswa yang lainnya diminta untuk menanggapi penampilan dari

temannya yang maju.

16. Guru memberikan penguatan kepada siswa, dan membahas

bagaimana cara bercerita yang baik.

17. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan kegiatan pembelajaran

yang telah dilaksanakan.

18. Siswa diberi penguatan dan pesan-pesan moral.

19. Di akhir pembelajaran guru memberikan tes evaluasi hasil belajar.

c. Observasi

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir

diamati oleh observer dengan lembar observasi mengenai aktivitas

belajar siswa serta observasi kinerja guru selama proses pembelajaran

berlangsung.

d. Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis

(60)

39

analisis yang dilakukan dalam tahap ini akan digunakan sebagai acuan

untuk merencanakan siklus berikutnya. Kemudian berdasarkan analisis

hasil aktivitas siswa, kinerja guru dan hasil keterampilan bercerita dari

siklus II, guru bersama peneliti merumuskan keunggulan dan

kelemahan yang ada pada siklus II yang dijadikan bahan pertimbangan

dalam pelaksanaan siklus III.

3. Siklus III

a. Perencanaan

Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran bercerita melalui metode

inquiry pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VA SD Negeri 1

Metro Barat, maka peneliti melakukan persiapan sebagai berikut:

a. Menganalisis pokok bahasan/sub pokok bahasan yang akan

dituangkan dalam pembelajaran bercerita.

b. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, RPP, LKS,

sumber belajar (buku paket), dan teks cerita rakyat.

c. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati kinerja guru dan

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung serta instrumen

penilaian keterampilan bercerita.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pada siklus II, kompetensi dasar yang akan disampaikan adalah

”Mengidentifikasi Unsur-unsur Cerita Tentang Cerita Rakyat”

(61)

40

Cerita”. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran bercerita melalui

metode inquiry terdapat beberapa langkah, antara lain:

1. Diawali dengan membuka pelajaran dan memotivasi siswa

untuk semangat belajar.

2. Guru menyampaikan apersepsi dan menginformasikan tujuan

yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang akan

dicapai.

3. Siswa mendengarkan guru bercerita, dengan judul ”Bawang

Merah dan Bawang Putih.

4. Guru mengajak siswa untuk menemukan latar dalam cerita

”Bawang Merah dan Bawang Putih.

5. Siswa dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing

kelompok terdiri dari empat siswa.

6. Guru menyediakan dua judul cerita yaitu, ”Lutung Kasarung”

dan ”Malin Kundang”. Kemudian perwakilan tiap kelompok

mengambil amplop yang di dalamnya berisi salah satu dari

cerita tersebut.

7. Siswa diberi waktu selama lima menit untuk membaca cerita

dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru (pertanyaan

ada di LKS), kemudian siswa menuliskan jawaban sementara

dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS.

8. Siswa secara kelompok mencari jawaban yang sebenarnya

dengan membaca cerita secara seksama.

(62)

41

10. Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menyimpulkan

jawaban dan menuliskan jawaban di LKS.

11. Siswa menyampaikan diskusi kelompok, kelompok yang

memiliki cerita yang sama memberikan tanggapan.

12. Guru menanggapi dan membahas hasil diskusi siswa.

13. Setelah siswa menyampaikan dan membahas hasil diskusi, siswa

diberi waktu untuk memahami kembali cerita yang telah dibaca.

14. Secara bergantian, siswa menceritakan kembali cerita yang telah

dibaca di depan kelas sesuai dengan teks cerita yang telah

dibaca.

15. Siswa yang lainnya diminta untuk menanggapi penampilan dari

temannya yang maju.

16. Guru memberikan penguatan kepada siswa, dan membahas

bagaimana cara bercerita yang baik.

17. Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan kegiatan

pembelajaran yang telah dilaksanakan.

18. Siswa diberi penguatan dan pesan-pesan moral.

c. Observasi

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan

akhir diamati oleh observer dengan lembar observasi mengenai

aktivitas belajar siswa serta observasi kinerja guru selama proses

(63)

42

d. Refleksi

Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta

dianalisis sehingga hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan.

Untuk memperkuat hasil refleksi kegiatan yang telah dilakukan

digunakan data yang berasal dari data observasi, setelah selesai

selanjutnya dianalisis sesuai teknik yang ditentukan untuk diolah,

(64)

104

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan terhadap siswa kelas

VA SD Negeri 1 Metro Barat pada pembelajaran bercerita mata pelajaran

bahasa Indonesia dapat disimpulkan:

1. Melalui penggunaan metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi dalam

pembelajaran bercerita dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, hal ini

sesuai dengan pengamatan observer yang telah dilakukan pada siswa mulai

dari siklus I sampai siklus III. Hasil rekapitulasi nilai rata-rata dari siklus I

sebesar (63,54%) dengan kategori aktivitas “Cukup”, siklus II sebesar

(74,31%) kategori aktivitas “Baik”, dan siklus III sebesar (87,50%)

kategori aktivitas “Sangat Baik”. Dengan demikian, peningkatan dari

siklus I ke siklus II sebesar (10,77%), dan peningkatan dari siklus II ke

siklus III sebesar (13,19%).

2. Melalui penggunaan metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi dalam

pembelajaran bercerita dapat meningkatkan keterampilan bercerita siswa.

Pada siklus I ketuntasan keterampilan bercerita siswa menunjukkan

persentase sebesar (62,50%), pada siklus II menunjukkan persentase

(65)

105

ketuntasan keterampilan bercerita menunjukkan persentase sebesar

(79,71%). Dengan demikian, peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar

(4,17%), dan peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar (12,50%).

5.2.Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian di atas, berikut ini disampaikan

saran yang dapat diberikan.

1. Kepada siswa, untuk senantiasa membudayakan belajar dan membaca,

guna memperkaya ilmu pengetahuan dan memperoleh hasil belajar yang

lebih baik.

2. Kepada guru, diharapkan dalam pembelajaran bercerita guru menggunakan

metode inquiry berdasarkan teks cerita fiksi sehingga dapat meningkatkan

aktivitas dan keterampilan bercerita siswa.

3. Kepada sekolah, sekolah hendaknya memfasilitasi kebutuhan guru dalam

pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung lebih baik dan

memberikan arahan bahwa banyak metode pembelajaran yang dapat

meningkatkan aktivitas dan keterampilan bercerita siswa, salah satunya

Gambar

Gambar 2.1 Langkah-langkah metode inquiry.
Gambar 3.1 Siklus penelitian tindakan kelas adaptasi dari Arikunto, 2006: 74.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “ Peningkatan Kemampuan Berpikir Siswa Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V B

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Metode Inkuiri pada Mata Pelajaran

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “ PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA DENGAN

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerita Rakyat Berbahasa Jawa melalui Metode Student Teams Achievement Divisions

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING PADA ANAK KELOMPOK B2 TKIT MIFTAHUL JANNAH MASARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model discovery learning dalam pembelajaran menulis teks cerita fiksi berdasarkan novel dapat meningkatkan kualitas proses

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Membaca Nyaring Teks 1 (Satu) Paragraf Berhuruf Jawa Melalui Model Pembelajaran Teams Games

133 Dina Fitria Hasanah, 2023 PENGEMBANGAN MODEL PROJECT BASED LEARNING PJBL BERORIENTASI DIGITAL STORYTELLING SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA PADA MATERI TEKS