ABSTRACT
THE IMPLEMENTATION OF OPEN GREEN SPACE REGULATION WITHIN SPATIAL PLAN IN METRO CITY
Plentiful green open spaces in Metro City as a trade area for the street vendors and besides many people who are less concerned with the fact that the existence of Green Open Space availability of green open space in Metro City is only 22% which is shared 14% for public and 8% for private. Though green open space is essential for human survival. Based on these problems, and based on Law Number 26 Year 2007 concerning Spatial Planning, the government of Metro City enacted Metro City Regional Regulation Number 1 Year 2012 concerning Metro City Spatial Planning from 2011 to 2031 which requires 30% Open Green Space of the entire city. The problems which is studied are how the implementation of green open space regulation in Metro City and what are the inhibiting factors to government in attempt of the availibilty of 30% green open space in Metro City, so the 30% green open space requirement can be reached.
The problems which is studied are how the implementation of green open space regulation in Metro City and what are the inhibiting factors to government in attempt of the availibilty of 30% green open space in Metro City, so the 30% green open space requirement can be reached.
The method of this research is the empirical juridicial with data derived from primary data and secondary data. The source of the data came from the primary data which is obtained directly from field research in the form of descriptions and explanations of involved parties in this research, while secondary data derived from the literature research through legislation, regulation, literature, and official documents.
The research results shows Open Green Space in Metro City right now still less than 30% of the entire city area, though government efforts such as counseling, coaching, supervisioning of law enforcement, infrastructure and the role of community fo Open Green Space has been done but still has not been reached In fact, the function of Open Green Space is still abused by street vendors to trade in green space area until the area get destroyed. And the lack of awareness of the essential of open green space for urban life. In addition, there are many other inhibiting factors such as environmental destructive behavior, excessive consumption of natural resources, egocentrism, and the seizure of interests.
Key Words: Implementation, Regulation, Open Green Space, Metro City
ABSTRAK
PELAKSANAAN PENGATURAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KOTA METRO
Banyaknya Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro yang menjadi tempat berdagang para pedagang kaki lima selain itu banyak juga masyarakat yang kurang perduli dengan keberadaan Ruang Terbuka Hijau faktanya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro yang hanya 22% yakni publik 14% dan privat 8%. Padahal Ruang Terbuka Hijau sangatlah penting untuk kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan permasalahan tersebut dan berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka pemerintah Kota Metro membentuk Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011 – 2031 yang mengharuskan 30% yakni 20% pubik dan 10% privat dari seluruh wilayah kota.
Permasalahan yang diteliti ialah bagaimana pelaksanaan pengaturan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro serta apasaja yang menjadi faktor-faktor penghambat pemerintah dalam mengupayakan angka 30% luasan Ruang Terbuka Hijau Kota Metro, sehingga angka 30% luasan Ruang Terbuka Hijau Kota Metro tercapai.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan data yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Adapun sumber data dalam penelitian yaitu data primer berasal dari yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan yang berupa keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dari pihak-pihak terkait dalam penelitian ini sedangkan data sekunder berasal dari penelitian pustaka melalui peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku dan dokumen-dokumen resmi. Pengolahan data secara editing, sistematis dan interpretasi dan analisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kota Metro saat ini masih kurang dari 30% dari luas seluruh wilayah Kota Metro, meski upaya pemerintah seperti penyuluhan, pembinaan, pengawasan penertiban, sarana prasarana dan menggerakan peran masyarakat untuk Ruang Terbuka Hijjau sudah dilakukan tetapi masih juga belum tercapai. Faktanya manfaat Ruang Terbuka Hijau masih disalahgunakan oleh para pedagang kaki lima untuk berdagang di area Ruang Terbuka Hijau sehingga merusak areah tersebut. Dan juga minimnya kesadaran akan pentingnya ruang terbuka hijau untuk kehidupan di perkotaan. Selain itu masih banyak faktor-faktor penghambat lainnya seperti perilaku merusak lingkungan hidup, konsumsi yang berlebihan atas sumber daya alam, egosentrisme, dan perebutan kepentingan.
PELAKSANAAN PENGATURAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KOTA METRO
(SKRIPSI)
Oleh
IGUH PURDANI PUTRA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
SANWACANA ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah Dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7
1.2.1 Rumusan Masalah ... 7
1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 7
1.3 Tujuan Penelitian Dan Kegunaan penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewenangan Daerah dalam Lingkungan Hidup Dan Penataan Ruang ... 9
2.2 Kerusakan Lingkungan ... 15
2.3 Penanggulangan Kerusakan Lingkungan ... 19
2.4 Ruang Terbuka Hijau ... 22
2.4.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau ………. 22
2.4.3 Tujuan Ruang Terbuka Hijau ………. 25
2.4.4 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang harus dimiliki Kota di Indonesia ….………. 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah ... 32
3.2 Sumber Data ... 32
3.3 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 34
3.3.1 Pengumpulan Data ... 34
3.3.2 Pengolahan Data ... 34
3.4 Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Metro ... 36
4.2 Pelaksanaan Pengaturan Ruang Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Metro ... 38
4.2.1 Terbentuknya Peraturan Tentang Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro ... 38
4.2.2 Pelaksanaan Pengaturan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro ... 49
4.2.3 Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Metro ... 57
4.2.4 Pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro ... 59
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ... 68
5.2 Saran ... 69
MOTO
“ORANG-ORANG YANG SUKSES TELAH BELAJAR MEMBUAT DIRI
MEREKA MELAKUKAN HAL YANG HARUS DIKERJAKAN KETIKA HAL ITU MEMANG HARUS DIKERJAKAN, ENTAH MEREKA
MENYUKAINYA ATAU TIDAK”
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati Saya persembahkan karya ilmiah ini kepada:
Kedua Orang Tua Saya, Bapak Mahmudin dan Ibu Supiyati
Mungkin Kata Terimakasih Tidak Cukup Untuk Semua Kasih Sayang dan
Pengorbanannya Sehingga Saya Bisa Menjadi Orang Yang Berhasil
Seluruh Keluarga Besar
Selalu Memotivasi, Memberi Saran, Kritik, Doa dan Perhatian Sehingga Saya
Lebih Yakin Dalam Menjalani Hidup Ini
Almamater Universitas Lampung
Tempat Saya Menimba Ilmu, Disinilah Saya Mendapatkan Ilmu Dan Pengetahuan
Yang Menjadi Bagian Jejak Langkahku Meraih Kesuksesan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simbarwaringin, pada tanggal 18 Maret
1992, sebagai anak tunggal dari pasangan Ayahanda
Mahmudin dan Ibunda Supiyati. Jenjang pendidikan penulis
dimulai pada SD Negeri 2 Simbarwaringin pada tahun 1998
dan selesai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di
SMP Al Qur’an Metro selesai pada tahun 2007. Setelah itu melanjutkan ke SMA
Negeri 2 Metro diselesaikan pada tahun 2010.
Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) program pendidikan Strata 1 (S1) dan mengambil bagian Hukum
Administrasi Negara (HAN). Selama menjadi mahasiswa penulis merupakan
Ketua Bidang Bakat di UKMF PERSIKUSI Fakultas Hukum dan anggota
Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara (HIMA HAN) tahun
2012/2013.
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Pelaksanaan
Pengaturan Ruang Terbuka Hijau Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Di Kota
Metro” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun
penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun
penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi, dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan skripsi ini.
Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil
sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus
kepada :
1. Bapak Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara sekaligus pembimbing I (satu) yang telah meluangkan waktu di
tengah kesibukannya untuk memberikan koreksi yang sangat membantu
yang diluangkan dan pelajaran hidupnya sehingga menjadi inspirasi dan
pedoman bagi penulis serta membantu, mengarahkan, dan memberi masukan
agar terselesaikannya skripsi ini;
3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. slaku Sekretaris Bagian Hukum
Admnistrasi Negara sekaligus Pembimbing II (dua) atas kesediaannya dan
kesabarannya banyak mengarahkan penulis agar menjadi lebih baik. Melalui
kebiasaan dan pemikirannya telah mengajarkan nilai-nilai moral kehidupan.
4. Bapak Muhtadi, SH., M.H. dan Bapak Yusdianto, S.H.,M.H selaku
Pembimbing Akademik yang dengan ikhlas telah memberikan bimbingan
serta arahan selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
5. Charles Jackson, S.H., M.H. selaku Pembahas I (satu) atas kesediaannya dan
kesabarannya untuk membantu, mengarahkan, dan memberi masukan agar
terselesaikannya skripsi ini;
6. Marlia Eka Putri, S.H., M.H. selaku Pembahas II (dua) yang telah
memberikan masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini;
7. Pak Marlan, Pak Misyo, dan Ibu Herawati serta seluruh staf HAN yang telah
menjadi teman ngobrol ketika menunggu dosen dan membantu penulis
menyelesaikan urusan administrasi;
8. Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu
dan pengetahuan kepada penulis, serta kepada seluruh staf administrasi
9. Keluarga Besar Bagian Hukum Administrasi Negara dan Keluarga Besar
Fakultas Hukum 2010 terima kasih telah menjadi bagian perjalanan hidupku,
besar harapan silaturahmi tak berujung;
10. Bapak I Nyoman Suarsana, S.H selaku ketua bagian pertamanan di Dinas
Tata Kota Metro yang telah memberikan motivasi untuk terus maju dan
semangat memberikan waktu dan informasinya untuk skripsi saya ini;
11. Kedua orang tua penulis yang telah menjadi inspirasi terbesar penulis,
Supiyati (ibu) dan Mahmudin (bapak), yang telah menjadi orang tua terhebat
di dunia. Maaf atas kesalahan yang telah aku perbuat.Tapi percayalah selalu
ada bagian diri ini yang tidak pernah berhenti berjuang untuk membahagiakan
kalian. Didikan yang kalian berikan telah mengantar aku hingga sejauh ini,
hingga membuat tulisan ini, hingga mencapai gelar Sarjana Hukum lulusan
Fakultas Hukum Unila. Gelar ini untuk kalian. Semoga Bapak dan Ibu selalu
sehat sehingga kebanggaan untuk menjadi alasan di balik senyuman kalian
akan terus ada. Aamiin;
12. Keluarga Besarku yang telah mendukung dan membantu serta memberikan
semangat kepada penulis;
13. Pak Hartanto yang selalu memberikan motivasi untuk menjadi pemenang
dalam segala hal serta memberikan bantuannya. Semoga Pak Hartanto selalu
sehat dan terus memberikan motivasi yang membangun untuk generasi muda
yang mau menjadi pemenang;
14. Febby yang selalu mendampingi saya, yang selalu sabar dan selalu
memeberikan kasih sayangnya serta motivasi untuk terus menyelsaikan
15. Sahabat-sahabatku Ranu Wibowo, Elpin Chaedar Alwasila, Wahyu Sugiarto,
Herdi Alan Novantra, Bagus Priasmoro, Harsa Wahyu Ramadhan, dan Edo
serta Ekindo yang telah memberikan bantuan tenanga, waktu dan pikirannya
untuk menyelesaikan skripsi ini;
16. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti
semuanya sebagai amal sholeh.
Akhir kata, sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal
dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Sedikit
harapan semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2014
Penulis,
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahwa pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah dilatarbelakangi oleh
berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan penduduk yang tidak terkendali,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi,
transporttasi dan sebagainya. Pembangunan yang begitu pesat di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia pada dekade yang lalu memang telah dapat
menaikkan taraf hidup masyarakat di segala bidang. Akan tetapi pembangunan
yang berlangsung cepat tersebut terkadang membawa dampak, berbagai
pembangunan yang dilakukan seperti komplek perumahan yg padat, perkantoran,
mall dan sebagainya telah menimbulkan kerusakan dan hampir tidak tersedianya
udara yang baik bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta
pemanasan global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim
dan hal ini akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu
perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Tentang
2
dijadikan tema dalam setiap pertimbangan dan kebijakan sosial, ekonomi dan
politik dunia.1
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memampukan manusia di
seluruh dunia melakukan modernisasi di segala bidang, tetapi haerus diganti
dengan harga yang sangat mahal, yaitu pencemaran terjadi secara besar-besaran
terhadap alam. Buangan industri berupa limbah melumpuhkan daya daur alamiah.
Sampah teknologi (industri, produk sintetis dan limbah nulir) telah menjadi
ancaman paling mengerikan terhadap kehidupan di planet bumi.2 Faktor-faktor
tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di wilayah yang
bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik, sebagai wadah kegiatan
manusia di dalamnya. Berdasarkan analisis situasi, perubahan tersebut apabila
tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan perkembangan yang tidak terarah
dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang. Di dalam kerangka pembangunan
nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan
daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara
keseluruhan.
Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung
dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan
membawa dampak keruangan dalam bentuk terjadinya perubahan pola
pemanfaatan ruang, baik direncanakan ataupun tidak direncanakan. Menurut UU
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa pada hakikatnya ruang
terbagi kedalam kawasan lindung (alami,konservasi) dan kawasan budi daya atau
1
Amatus Woi, Menyapa Bumi menyembah Hyang Ilahi, dalam tulisan “Manusia dan Lingkungan
dalam persekutuan ciptaan” ( Yogyakarta: Kanisius, 2008), hal 21
2
3
terbangun. Walau telah ada peraturannya, pada kenyataanya telah terjadi
degradasi kualitas lingkungan air, udara, dan tanah di hampir seluruh wilayah kota
karena lemahnya penegakan hukum.3 Sehingga mengharuskan di buatnya aturan
di tiap-tiap daerah yang menyediakan ruang terbuka hijau untuk kelangsungan
hidup manusia.
Ruang terbuka hijau merupakan salah satu komponen penting lingkungan. Ruang
terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataanruang kota
yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota,
kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan
kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau sebagai unsur utama tata ruang
kota mempunyai fungsi yang sangat berpengaruh besar yang berguna bagi
kemaslahatan hidup warga. Pengurangan lahan untuk ruang terbuka hijau ternyata
terjadi secara sistematis yang melibatkan semua aktor pembangunan, yaitu
pemerintah, swasta, dan masyarakat yang tidak lagi mengindahkan kebijakan
pelestarian lingkungan perkotaan.
Banyak masyarakat yang tidak peduli dengan kelestarian ruang terbuka hijau,
mereka beranggapan bahwa kawasan lindung/ ruang terbuka hijau tidak memiliki
nilai ekonomi sehingga mereka lebih sepakat dengan perubahan fungsi ruang
terbuka hijau menjadi pusat jajanan, kios, pemukiman yang mana kawasan hijau
yang ada pada tempat tersebut digantikan dengan beton dan baja. Apabila
masyarakat menyadari pentingnya fungsi ruang terbuka hijau, dapat dipastikan
keberadaan ruang terbuka hijau dapat terjaga dan dapat menjalankan fungsinya
3
4
dengan baik. Karena banyak hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat guna
melestarikan lingkungan antara lain dengan memanfaatkan pekarangan rumahnya
dengan menanam tanaman, melestarikan hutan kota, kawasan rekreasi kota,
kawasan hijau kegiatan olahraga dan kawasan hijau pekarangan.
Ruang terbuka hijau dapat menciptakan suasana teduh, udara yang bersih dan rasa
tenang, tanpa adanya ruang-ruang yang terbuka untuk berinteraksi, bertukar
pikiran, sosial budaya, maka masyarakatakan tidak akan merasa nyaman. Atau
dengan kata lain anggota masyarakat tidak mampu berinteraksi dan tidak mau
bekerjasama antar sesamanya. Agar lebih efektif lagi, ruang terbuka hijau
dijadikan sebagai mimbar di lingkungan masyarakat serta bebas dari segala
pernak-pernik masalah. Pentingnya keberadaan Ruang Terbuka Hijau perkotaan
ditunjukkan oleh adanya kesepakatan dalam Konfrensi Tingkat Tinggi yang
disingkat (KTT) Bumi di Rio De Jeneirio, Brasil (1992) dan dipertegas lagi pada
KTT Johannesburg, Afrika Selatan (2002) yang menyatakan bahwa sebuah kota
idealnya memiliki luas Ruang Terbuka Hijau minimal 30% dari total luas kota, di
samping itu, sejumlah peraturan perundangan yang bersifat nasional maupun local
mengatur hal-hal yang terkait dengan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau sehingga
biasa menjadi dasar pijakan pemerintah kota dalam mengembangkan Ruang
Terbuka Hijau.
Peraturan perundangan tersebut mulai dari Undang-Undang yang bersifat payung
hukum seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang
Terbuka Hijau hingga peraturan pelaksanaannya berupa PP No 15 Tahun 2010
5
Menteri, antara lain instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau di perkotaan, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau, Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung, Kepmen LH No. 197 Tahun 2004 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang LH di Daerah Kabupaten dan Kota serta
beberapa Peraturan Perundangan lainnya yang keseluruhannya memuat fungsi,
kriteria, jenis, pengelolaan, standar luas Ruang Terbuka Hijau dan berbagai hal
yang terkait dengan Ruang Terbuka Hijau perkotaan.
Dalam PP No 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Tata Ruang di jelaskan
bahwa harus mencantumkan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
hijau publik dan pendistribusiannya, ruang terbuka hijau privat, dan ruang terbuka
non hijau. Di Kota Metro ruang terbuka hijau masuk dalam Peraturan Daerah
Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Metro 2011 – 2031 yang di jelaskan secara menyeluruh tentang ruang terbuka
hijau pada Pasal 30. Perda rencana tata ruang wilayah yang selanjutnya disingkat
RTRW tersebut dilaksanakan mulai tahun 2012 dan akan terus dilaksanakan
sampai 2031.
Masalah di Kota Metro yaitu belum tercapainya kota yang hijau atau belum
memiliki ruang terbuka hijau untuk memenuhi 30% yakni baru yakni publik 14%
dan privat 8% dari seluruh luas wilayah kota yang sudah di tentukan oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Banyak
penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang menjadi tempat berdagang para pedagang
6
keberadaan Ruang Terbuka Hijau. Bahkan masyarakat di Kota Metro kurang
memiliki kesadaran untuk menanam menjadi hambatan dalam menghijaukan Kota
Metro. Sudah diberi bibit pohon pun masih saja ada yang tidak mau menanamnya.
Padahal Ruang Terbuka Hijau sangatlah penting untuk kelangsungan hidup
manusia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pelaksanaan Pengaturan Ruang
7
1.2 Rumusan Masalah Dan Ruang Lingkup Penelitian
1.2.1 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah Pelaksanaan Pengaturan Ruang Terbuka Hijau dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Metro?
b. Faktor-faktor apakah yang menghambat Pelaksanaan Pengaturan Ruang
Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Metro?
1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini masuk dalam kajian hukum khususnya bagian
Hukum Administrasi Negara (HAN), yang lebih spesifiknya di bidang hukum
penatataan ruang mengenai pengaturan Ruang Terbuka Hijau khususnya di Kota
Metro
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan pengaturan Ruang Terbuka
Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Metro.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat pelaksanaan
pengaturan Ruang Terbuka Hijau dalam rencana tata ruang wilayah di
8
1.3.2 Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis
Semoga penelitian ini menambah dan mengembangkan konsep teori
maupun analisis hukum administrasi negara (HAN), khususnya dalam
mengambil kebijakan yang baik guna mengoptimalkan pembangunan
Ruang Terbuka Hijau.
b. Secara Praktis
1. Penelitian ini berguna bagi para pembaca dalam menambah pengetahuan
dan wawasan khususnya dalam hal mengoptimalkan pembangunan
Ruang Terbuka Hijau
2. Penelitian ini berguna bagi pemerintah khususnya pemda Kota Metro
dalam menganalisis kendala-kendala dan pengambilan kebijakan yang
baik guna pengaturan atau mengoptimalkan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Metro.
3. Penelitian ini berguna bagi para mahasiswa fakultas hukum baik dalam
menambah pengetahuan maupun bagi yang ingin melakukan penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kewenangan Daerah dalam Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang
Sesuai dengan ketentuan dalam UU No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas sehingga
diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari
ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan hidup
terutama dalam masalah penanganan penegakan hukum lingkungan dalam era
otonomi daerah. Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan tidak bisa dijadikan suatu
kesempatan untuk mengeksploitasi lingkungan sehingga lingkungan menjadi
rusak dan tidak bisa dipergunakan lagi bagi kelangsungan bangsa ini dan hal ini
dilakukan hanya untuk mengejar Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah
sehingga hanya untuk hal yang jangka pendek investasi jangka panjang dikuras
habis.
Jika dilihat Kewenangan Pemerintah Pusat juga besar dalam hal ini sehingga
perlu diberdayakan peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dan juga
fungsi dari pemerintah sebagai suatu instansi pengawas jika terjadi pengelolaan
10
kembali berbagai kebijakan yang ada pada pemerintah Daerah sehingga tidak ada
kebijkan-kebijakan yang berupa peraturan daerah yang lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
nkelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain.1
Wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah
daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan
wilayah administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah
kabupaten, dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem
ruang menurut batasan administratif. Menurut Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang
Pertanahan yang melimpahkan 9 kewenangan kepada Pemerintah Daerah diatur
dalam Pasal 2 ayat (2), yaitu:
1. pemberian izin lokasi;
2. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
3. penyelesaian tanah garapan;
4. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
5. penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum serta tanah absentee;
1
11
6. penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
7. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
8. pemberian izin membuka tanah;
9. perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota.
Dengan adanya pelimpahan kewenangan tersebut, berarti kewenangan di bidang
pertanahan masih dipegang oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah hanya
punya kewenangan apabila ada pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka daerah provinsi, kabupaten/kota berhak melakukan
suatu perencanaan tata ruang sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
masing- masing pemerintah daerah. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan
yang proporsional antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota terhadap
permasalahan yang bersifat lintas administratif atau daerah, perlu disusun suatu
kriteria permasalahn yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi,
dengan memepertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan
pemerintahan.2
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang
meliputi:
a. pengaturan , pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota;
2
12
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerjasama
penataan ruang antarkabupaten/ kota.
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang
wilayah provinsi meliputi:3
a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi ; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan
ruang meliputi :
a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten / kota ;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota
3
13
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota meliputi:4
a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota;
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
Pemerintah daerah dalam melaksanakan kewajibannya tersebut haruslah
melakukan suatu langkah yang konkret yang disesuaikan dengan kewenangan
yang dimilikinya. Kewenangan yang melekat pada pemerintah kabupaten/kota
dalam administrasi negara disebut dengan sikap dan tindak administrasi negara.
Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur tercakup
pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan.
Karena itu pada tata ruang, yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta
sarana dan prasaranya . Suatu tata ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan
menata ruang yang baik disebut penataan ruang. Yang dimaksud dengan ruang
adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,tempat manusia makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.5 Selanjutnya
yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “ suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang”. 6
4
ibid 5
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang 6
14
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No.
327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang,
yang dimaksud dengan ruang adalah Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk
hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya.
Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan
manfaat ruang dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang,
berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Tingkat manfaat ruang
ini juga akan sangat bergantung kepada pemanfaatan sumber daya alam yang
tersedia atau dapat disediakan secara optimal. Dengan demikian perencanaan tata
ruang akan menghasilkan rencana- rencana tata ruang untuk memberikan
gambaran tentang ruang mana, untuk kegiatan apa dan kapan.7 Adapun yang
dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan
unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan
buatan yang secara hirarkhis berhubungan satu dengan yang lainnya Sedang yang
dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran
permukiman, tempat kerja, industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah
perkotaan dan pedesaan, dimana tata ruang tersebut adalah tata ruang yang
7
15
direncanakan, sedang tata ruang yang tidak direncanakan adalah tata ruang yang
terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung dan lain-lain.8
Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak
dapat terpisahkan satu sama lainnya. Untuk menciptakan suatu penataan ruang
yang serasi harus memerlukan suatu peraturan perundang-undangan yang serasi
pula diantara peraturan pada tingkat tinggi sampai pada peraturan pada tingkat
bawah, sehingga terjadinya suatu koordinasi dalam penataan ruang. Perencanaan
atau plenning merupakan suatu proses, sedangkan hasilnya berupa rencana, dapat
dipandang sebagai suatu bagian dari setiap kegiatan yang lebih sekedar refleks
yang berdasarkan perasaan semata. Tetapi yang penting perencanaan merupakan
suatu komponen yang penting dalam setiap keputusan sosial, setiap unit keluarga,
kelompok, masyarakat, maupun pemerintah terlibat dalam perencanaan pada saat
membuat keputusan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mengubah sesuatu
dalam dirinya atau lingkungannya.
2.2Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan hidup akibat populasi manusia dan perkembangan zaman
pada awal abad 21 ini. Populasi manusia mempengaruhi keadaan alam. Semakin
banyak manusia tinggal di suatu daerah maka kebutuhan hidup juga bertambah.
Dengan bertambahnya manusia yang berperan sebagai konsumen, para produsen
memproduksi produk mereka agar memenuhi kebutuhan konsumen mereka.
Sedangkan semakin banyak produk yang dikeluarkan oleh industri mengeluarkan
8
16
limbah yang dibuang ke lingkungan. Limbah inilah yang mengakibatkan
kerusakan alam khususnya pada lingkungan hidup. Meningkatnya jumlah
penduduk serta kebutuhan tersier yang semakin banyak sebagai akibat
perkembangan teknologi yang pesat, telah menyebabkan tekanan terhadap sumber
daya alam dan lingkungan semakin berat. Jumlah penduduk dunia yang sekarang
telah lebih dari 6 miliar jiwa, tidak hanya memerlukan kebutuhan primer dan
sekunder, akan tetapi juga memerlukan kebutuhan tersier dalam jumlah besar.
Pertumbuhan penduduk dalam jumlah besar, telah banyak mengubah lahan hutan
menjadi lahan permukiman, pertanian, industri, dan sebagainya.
Hal ini mengakibatkan luas lahan hutan terus mengalami penyusutan dari tahun ke
tahun, terutama di negara-negara miskin dan negara berkembang. Demikian pula
kebutuhan tersier yang terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah maupun
kualitasnya, menyebabkan industri-industri berkembang dengan pesat.
Perkembangan industri yang pesat, membutuhkan sumber daya alam berupa
bahan baku dan sumber energi yang sangat besar pula. Sebagai akibatnya,
sumber-sumber bahan baku dan energi terus dikuras dalam jumlah besar.
Cadangan sumber daya alam di alam semakin merosot, hutan-hutan semakin rusak
karena banyaknya pohon yang diambil untuk kebutuhan bahan baku industri,
apalagi bila tidak diimbangi dengan usaha reboisasi akan menimbulkan bencana
pencemaran terhadap udara, air, dan tanah, yang akhirnya menganggu kehidupan
manusia. Pencemaran lingkungan yang terjadi di suatu negara, akan berdampak
17
Untuk itu selalu diperlukan kerja sama yang baik antara negara-negara di dunia
untuk menangani masalah lingkungan. Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya
berpengaruh terhadap keadaan iklim di Indonesia, akan tetapi berakibat pula
terhadap perubahan iklim global (dunia secara menyeluruh). Peningkatan karbon
dioksida (CO2) di udara menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah
alih bahasa dari Greenhouse effect. Greenhouse adalah rumah atau bangunan yang
atap dan dindingnya terbuat dari kaca, hanya rangkanya terbuat dari besi atau
kayu. Rumah ini bukan untuk tempat tinggal tetapi digunakan oleh petani di
daerah dingin atau subtropik untuk bercocok tanam. Walaupun suhu di luar sangat
dingin pada musim gugur dan musim dingin, tetapi di dalam rumah kaca udaranya
tetap hangat sehingga tanaman di dalamnya tetap hijau.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan faktor alam pada umumnya merupakan
bencana alam seperti letusan gunung api, banjir, abrasi, angin puting beliung,
gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Indonesia sebagai salah satu zona gunung
api dunia, sering mengalami letusan gunung api akan tetapi pada umumnya
letusannya tidak begitu kuat sehingga kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya
terbatas di daerah sekitar gunung api tersebut, seperti flora dan fauna yang
tertimbun arus lumpur (lahar), awan panas yang mematikan, semburan debu yang
menimbulkan polusi udara, dan sebagainya. Banjir yang disebabkan oleh curah
hujan yang sangat tinggi, diikuti pula dengan kerusakan hutan yang semakin
meluas. Banjir yang sering pula disertai dengan tanah longsor telah menimbulkan
18
Kerusakan lingkungan hidup di tepi pantai disebabkan oleh adanya abrasi yaitu
pengikisan pantai oleh air laut yang terjadi secara alami. Untuk menyelamatkan
pantai dari kerusakan akibat abrasi, perlu dibangun tanggul-tanggul pemecah
ombak yang berfungsi sebagai penahan abrasi di tepi pantai. Angin tornado di
Amerika Serikat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan seperti tumbangnya
pohon-pohonan, banyak rumah-rumah dan tanaman yang rusak, jaringan listrik
yang putus, dan sebagainya. Gempa bumi adalah kekuatan alam yang berasal dari
dalam bumi, menyebabkan getaran terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi
sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Gempa bumi yang
lemah tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan, tetapi bila gempa yang
terjadi sangat kuat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar.9
Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia jauh lebih besar
dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proses alam.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia berlangsung secara
terus menerus dan makin lama makin besar pula kerusakan yang ditimbulkannya.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia terjadi dalam berbagai
bentuk seperti pencemaran, pengerukan, penebangan hutan untuk berbagai
keperluan, dan sebagainya. Limbah-limbah yang dibuang dapat berupa limbah
cair maupun padat, bila telah melebihi ambang batas, akan menimbulkan
kerusakan pada lingkungan, termasuk pengaruh buruk pada manusia. Salah satu
contoh kasus pencemaran terhadap air yaitu “Kasus Teluk Minamata” di Jepang.
Ratusan orang meninggal karena memakan hasil laut yang ditangkap dari Teluk
Minamata yang telah tercemar unsur merkuri (air raksa). Merkuri tersebut berasal
9
19
dari limbah-limbah industri yang dibuang ke perairan Teluk Minamata sehingga
kadar merkuri di teluk tersebut telah jauh di atas ambang batas.
Kasus-kasus pencemaran perairan telah sering terjadi karena pembuangan limbah
industri ke dalam tanah, sungai, danau, dan laut. Kebocoran-kebocoran pada
kapal-kapal tanker dan pipa-pipa minyak yang menyebabkan tumpahan minyak ke
dalam perairan, menyebabkan kehidupan di tempat itu terganggu, banyak
ikan-ikan yang mati, tumbuh-tumbuhan yang terkena genangan minyak pun akan
musnah pula. Pengerukan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan seperti
pertambangan batu bara, timah, bijih besi, dan lain-lain telah menimbulkan
lubang-lubang dan cekungan yang besar di permukaan tanah sehingga lahan
tersebut tidak dapat digunakan lagi sebelum direklamasi. Penebangan-penebangan
hutan untuk keperluan industri, lahan pertanian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya
telah menimbulkan kerusakan lingkungan kehidupan yang luar biasa. Kerusakan
lingkungan kehidupan yang terjadi menyebabkan timbulnya lahan kritis, ancaman
terhadap kehidupan flora, fauna dan kekeringan.10
2.3Penanggulangan Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan yang terjadi secara alami dapat ditanggulangi dengan cara
meningkatkan pengetahuan tentang berbagai macam kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh faktor alam, melakukan evaluasi dan renpvasi struktur bangunan,
melakukan pemantauan terhadap bagian alam yang berpotensi mengakibatkan
kerusakan dan menerapkan sistem peringatan dini pemerintah.
10
20
Penanggulangan kerusakan lingkungan hidup dapat dilakukan dalam bentuk
perbaikan (kuratif) ataupun pencegahan (preventif). Peran pemerintah dan
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan seoptimal mungkin
harus seimbang, terkoordinasi dan tersinkronisasi. Hal ini penting dilakukan
mengingat pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan
terhadap masyarakat, termasuk mendukung pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan demi sebesar-besarnya kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah ataupun lagislasi peraturan tentang
lingkungangan hidup sanagat diperlukan sebagai balance pembangunan di era
global ini. Pemerintah sebagai lembaga tertinggi dalam suatu Negara berwenang
untuk mengatur ataupun mengendalikan apa saja yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, dan dalam Undang-undang Dasar
1945 Amandemen I-IV dalam pasal 33 yang mengatur tentang sumber-sumber
Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan untuk
mengimplementasikan hal tersebut maka pemerintah melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup;
2. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup
21
3. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang lain dan/atau
subyek serta pembuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya
buatan, termasuk sumber daya genetika;
4. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak social;
5. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Sumber masalah kerusakan lingkungan karena ialah dilampauinya daya dukung
lingkungan ialah tekanan penduduk terhadap lahan yang berlebih. Kerusakan
lingkungan hanyalah akibat atau gejala saja. Karena itu penanggulangan
kerusakan lingkungan itu sendiri, hanyalah penanggulangan yang simtomatis.
Karena itu sebab kerusakan lingkungan yang berupa tekanan penduduk yang
berlebihan harus ditangani. Apabila sebab itu dapat diatasi baik urbanisasi
maupun lahan kritis akan dapat teratasi. Sebaliknya, apabila sebab masalah yang
berupa tekanan penduduk tidak diatasi, masalah urbanisasi dan lahan kritis tidak
dapat terpecahkan. Tekanan penduduk terhadap lahan dapat dikurangi dengan
menaikkan daya dukung lingkungan. Sebaliknya penurunan daya dukung
lingkungan akan menaikkan tekanan penduduk. Salah satu usaha menanggulangi
lahan kritis adalah dengan reboesasi dan penghijauan. Salah satunya dengan
mengharuskan tiap daerah untuk membuat peraturan dan memaksimalkan ruang
22
2.4Ruang Terbuka Hijau
2.4.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa
bangunan.11 Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang didalam pasal 1 butir 31 menguraikan tentang definisi Ruang Terbuka
Hijau yang berbunyi : “ Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang / jalur dan
/atau menegelompok,yang penggunaanya lebih bersifat terbuka , tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam”.12
Ruang terbuka hijau privat adalah ruang terbuka hijau milik institusi tertentu atau
orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain
berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
oleh tumbuhan. Ruang terbuka hijau Publik adalah ruang terbuka hijau yang
dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota / kabupaten yang digunakan
untuk kepentingan masyarakat secara umum. disesuaikan dengan sebaran
penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan
pola ruang.13 Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota seluas
minimal 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota, yang disediakan oleh
pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal
11
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Pasal 1
12
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 13
23
dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya
secara luas oleh masyarakat.
Rencana penyediaan dan pemanfaatan wilayah kota terbuka hijau publik dalam
rencana tata ruang wilayah kota paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas
wilayah kota. Rencana penyediaan dan pemanfaatan wilayah kota terbuka hijau
privat dalam rencana tata ruang wilayah kota paling sedikit 10% (sepuluh persen)
dari luas wilayah kota. Apabila luas ruang terbuka hijau memiliki total luas lebih
besar dari 30% (tiga puluh persen), proporsi tersebut harus tetap dipertahankan
keberadaannya. Apabila ruang terbuka hijau publik tidak terwujud setelah masa
berlaku rencana tata ruang wilayah kota berakhir, pemerintah daerah kota dapat
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.14
2.4.2 Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi sebagai berikut :15
1. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis :
a. Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi
udara (paru-paru kota).
b. Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat berlangsung lancer.
c. Sebagai peneduh.
d. Produsen oksigen.
14
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
15
24
e. Penyerapan air hujan.
f. Penyedia habitat satwa.
g. Penyerap polutan media udara,air dan tanah,serta.
h. Penahan angin.
2. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu :
a. Fungsi sosial dan budaya :
1) Menggambarkan ekspresi budaya local.
2) Merupakan media komunikasi warga kota.
3) Tempat rekreasi.
4) Wadah dan objek pendidikan ,penelitian , dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
b. Fungsi ekonomi :
1) Sumber produk yang biasa dijual , seperti tanaman bunga , buah
,daun , sayur mayur;
2) Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian , perkebunan , kehutanan
dan lain-lain.
c. Fungsi estetika :
1) Meningkatkan kenyamanan , memeperindah lingkungan kota baik
dari skala mikro : halaman rumah , lingkungan pemukiman ,
maupun makro : lansekap kota secara keseluruhan;
2) Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
25
4) Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun
dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan
sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti
perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati. Selain
memiliki fungsi sebagaimana yang telah diuraikan diatas Ruang terbuka Hijau
juga memiliki manfaat yang dibagi berdasarkan fungsinya diantaranya :
a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu
membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh,segar,sejuk) dan mendapatkan
bahan-bahan untuk dijual ( kayu,daun,bunga,buah);
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangibele ), yaitu
pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan
persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan
fauna yang ada ( konservasi hayati atau keaneka ragaman hayati).16
2.4.3 Tujuan Ruang Terbuka Hijau
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan bertujuan untuk:17
a. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
16
Ibid, hal 6 17Ibid,
26
b. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat;
c. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Secara jelasnya Ruang Terbuka Hijau, adalah kawasan yang didominasi oleh
tumbuhan yang ditanam untuk fungsi penghijauan dan sekaligus sebagai
penyaring udara kotor. Selain berguna untuk meningkatkan atmosfer, ruang
terbuka yang ditumbuhi berbagai tumbuhan, juga berfungsi sebagai penyimpan air
tanah di tengah-tengah ekosistem perkotaan yang semakin lama semakin
berkurang. Ruang Terbuka Hijau berdasarkan pemikiran bahwa, ruang terbuak
hijau merupakan bagian dari alam, yang berguna menjaga keberlangsungan proses
di dalam ekosistem. Oleh sebab itu (RTH) dipandang memiliki daya dukung
terhadap akan kelangsungan lingkungan hidup. Untuk itu ketersediaan RTH di
dalam lingkungan binaan manusia sekurang-kurangnya 30%.
Karakter dari vegetasi di ruang terbuka hijau yang diunggulkan dalam
kemampuannya melakukan aktivitas fotosintesis (proses tanaman dalam mengolah
makanan), yaitu proses metabolisme di dalam vegetasi dengan menyerap gas CO2
dan mengeluarkannya menjadi gas oksigen yang sangat berguna untuk manusia.
Dengan demikian ruang terbuka hijau bisa mengatasi/menyerap gas-gas
berbahaya yang berasal dari kendaraan bermotor, dan sekaligus menyuplai
oksigen yang diperlukan oleh manusia. Ruang terbuka hijau dapat mengendalikan
27
sebagai gas buangan yang berbahaya akan mengakibatkan menurunkan kesehatan
pada tubuh manusia.
2.4.4 Penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang harus dimiliki Kota di Indonesia
Kota-kota di Indonesia harus memiliki ruang terbuka hijau sebagai berikut:
1. Ruang Terbuka Hijau Taman Kota
Ruang terbuka hijau taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal
480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan
luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai Ruang
Terbuka Hijau (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah
raga, dan kompleks olah raga dengan minimal ruang terbuka hijau 80% - 90%.
Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi yang dipilih berupa
pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau menyebar
berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar
kegiatan.
2. Hutan Kota
Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai peyangga lingkungan kota
yang berfungsi untuk:
a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;
b. Meresapkan air;
28
d. Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.
Hutan kota dapat berbentuk:
a. Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi
terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon
dengan jarak tanam rapat tidak beraturan;
b. Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan
luas minimal 2500 m. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar
dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil;
c. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari luas
hutan kota;
d. Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti
bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya. Lebar minimal
hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m.
Struktur hutan kota dapat terdiri dari:
a. Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuhtumbuhan
pepohonan dan rumput;
b. Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuhtumbuhan selain
terdiri dari pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup tanah
29
3. Sabuk Hijau
Sabuk hijau merupakan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai daerah
penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas
kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu dengan
aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor
lingkungan sekitarnya.
Sabuk hijau dapat berbentuk:
a. Ruang terbuka hijau yang memanjang mengikuti batas-batas area atau
penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan
sebagai pembatas atau pemisah;
b. Hutan kota;
c. Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya
(eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan
keberadaannya.
Fungsi lingkungan sabuk hijau:
a. Peredam kebisingan;
b. Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energy
matahari;
c. Penapis cahaya silau;
d. Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang
baik sering tergenang air hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota
30
e. Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai
penahan angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi
panjang jalur, lebar jalur.
f. Mengatasi intrusi air laut; ruang terbuka hijau di dalam kota akan
meningkatkan resapan air, sehingga akan meningkatkan jumlah air tanah
yang akan menahan perembesan air laut ke daratan.
g. Penyerap dan penepis bau;
h. Mengamankan pantai dan membentuk daratan;
i. Mengatasi penggurunan.
4. Ruang Terbuka Hijau Jalur Hijau Jalan
Untuk jalur hijau jalan, ruang terbuka hijau dapat disediakan dengan penempatan
tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan.
Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal,
yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih
jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta
tingkat evapotranspirasi rendah.
5. Ruang Terbuka Hijau Pemakaman
Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi
utama sebagai tempat penguburan jenasah juga memiliki fungsi ekologis yaitu
sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta
iklim mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar
31
terbuka hijau pemakaman, maka ketentuan bentuk pemakaman adalah sebagai
berikut:
a. ukuran makam 1 m x 2 m;
b. jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m;
c. tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/
perkerasan;
d. pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok
disesuaikan dengan kondisi pemakaman setempat;
e. batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150-200 cm dengan
deretan pohon pelindung disalah satu sisinya;
f. batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar
buatan dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung;
g. ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70%
dari total area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang
hijaunya. Pemilihan vegetasi di pemakaman disamping sebagai peneduh juga
untuk meningkatkan peran ekologis pemakaman termasuk habitat burung serta
keindahan.18
18
III. METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Masalah
Pendekatan maslah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif
dimaksudkan untuk mempelajari kaidah hukum, yaitu dengan mempelajari,
menelaah peraturan perundang-undangan, asas-asas, teori-teori dan
konsep-konsep yang berhubungan dengan skripsi ini. Pendekatan yuridis empiris
dilakukan dengan berdasarkan pada fakta objektif yang didapatkan dalam
penelitian lapangan baik berupa hasil wawancara dengan responden, hasil
kuisioner, atau alat bukti lain yang diperoleh dari narasumber.
3.2. Sumber Data
Penulisan skripsi ini sumber data yang digunakan berupa data primer, data
sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian dilokasi. Data ini diperoleh
dari hasil penelitian dengan cara wawancara yang dilakukan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan dan akan berkembang pada saat wawancara secara langsung
terhadap Bapak I Nyoman Suarsana S.H sebagai Kepala Bidang Pertamanan di
33
apa yang diambil untuk memaksimalkan penyediaan Ruang Terbuka Hijau beserta
kendala-kendala yang diperoleh dalam menerapkan kebijkan tersebut.
b.Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data
sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literature-literatur dan
peraturan perundang-undangan. Sumber dari data sekunder yakni berupa:
1. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan yang bersumber dari Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan, Peraturan Mentri
Pekerjaan Umum Nomor : 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Tata
Ruang Wilayah Provinsi, Peraturan Mentri pekerjaan Umum Nomor :
17/PRT/M/2209 tentang Pedoman Penyususnan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota , Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, PP Nomor 8
Tahun 2013 Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, Peraturan Daerah
Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
34
1. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang bersumber dari
literatur-literatur dalam hukum penataan ruang.
2. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup
bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3.3. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakaukan sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan melakukan kegiatan
membaca, mencatat, mengutip, dan menelaah hal-hal yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini.
b. Studi Lokasi
Dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan metode
wawancara yang dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan akan
berkembang pada saat wawancara secara langsung kepada narasumber.
3.3.2 Pengolahan Data
Setelah data tersebut terkumpul pengolahan dilakukan dengan caara sebagai
35
a. Editing, yaitu memeriksa ulang data yang telah terkumpul dengan maksud
untuk mengetahui kelengkapan dan kejelasannya. Dalam tahap ini, yang
dikoreksi adalah meliputi hal-hal sebagai berikut yakni: keterbacaan
tulisan atau catatan, kejelasan makna, kesesuaian jawaban satu sama
lainnya, relevansi jawaban dan keseragaman data serta melakukan
identifikasi data yang disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas.
b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikandata
serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik
kesimpulan.
c. Sistematisasi yaitu, mensistematiskan data dengan menyusun data menurut
urutan masing-masing dari hasil penelitian yang telah sesuai dengan
permasalahan.
3.4 Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis secara kualitatif dengan
mendeskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian dilokasi kedalam bentuk
penjelasan secara sistematis sehingga memiliki arti dan memperoleh
rangkuman. Dari hasil analisis data tersebut dapat dirangkum secara induktif
yaitu cara berfikir dalam mengambil suatu rangkuman terhadap permasalahan
yang dibahas secara umum kemudian didasarkan atas fakta-fakta yang
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Amatus Woi. Menyapa Bumi menyembah Hyang Ilahi, dalam tulisan “Manusia dan Lingkungan dalam persekutuan ciptaan”. Yogyakarta. Kanisius, 2008.
Alisjahbana. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. Surabaya: ITS Press. 2006.
Hasan. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah. Jakarta. Rajagrafindo
Persada. 2008.
Irwan, Zoer’aini Djamal Tatanan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta.
Cides. 1997.
Joga Nirwono dan Imaun Iwan. RTH 30%! Resolusi (kota) Hijau.Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2011.
Mulyanto. Ilmu Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
M. Daud Silalahi. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia. Alumni. Bandung. 2001.
Purnomohadi, Nin. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang
Kota. Jakarta. 2006.
Rahardjo Adisasmita. Analisis tata ruang pembangunan. Geraha ilmu.
72
R. Boron. Etika Bumi Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Ridwan, Juniarso. Hukum tata ruang dalam konsep kebijakan otonomi daerah.
Bandung. Nuansa. 2013
Supriadi. Hukum Lingkungan di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2010.
Taufik, Makaro Mohammad. Aspek-aspek Hukum Lingkungan. Jakarta. PT
Indeks. 2006
Perundang - Undangan
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
Peraturan Meneteri Pekerjaan Umum, no : 05/PRT/M/2008.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
73
Sumber lain
http://carapedia.com/pengertian_definisi_peraturan_info2113.html
http://dianharezz.blogspot.com/2013/06/dampak-kerusakan-lingkungan-hidup-bagi.html