• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KUALITAS AIR TERHADAP TERJADINYA HARMFUL ALGAL BLOOMS (HABs) DI LINGKUNGAN KARAMBA JARING APUNG (KJA) PANTAI RINGGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KUALITAS AIR TERHADAP TERJADINYA HARMFUL ALGAL BLOOMS (HABs) DI LINGKUNGAN KARAMBA JARING APUNG (KJA) PANTAI RINGGUNG"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN KUALITAS AIR TERHADAP TERJADINYA HARMFUL ALGAL BLOOMS (HABs) DI LINGKUNGAN KARAMBA JARING

APUNG (KJA) PANTAI RINGGUNG

OLEH

AGUS SOLIHIN

Kualitas air merupakan faktor penentu keberhasilan proses budidaya perikanan, khususnya budidaya di karamba jaring apung (KJA). Sebaliknya, kondisi kualitas air yang tidak stabil akan memberikan dampak buruk bagi ekosistem perairan. Salah satu dampak negatif yang dapat ditimbulkan adalah terjadinya ledakan fitoplankton berbahaya (HABs) dengan karakteristik berbahaya karna sifat

“toxsic” dan “anoxius” yang ada pada fitoplankton itu sendiri Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis keterkaitan antara kualitas air terhadap kemunculan fitoplankton berbahaya (HABs) dengan menggunakan Canonical Corelation Analysis (CCA) dan analisis regresi. Kualitas air penelitian meliputi kecerahan, kedalaman, DO, salinitas, pH, NO2, NO3, NH3, PO4 serta fitoplankton berbahaya (HABs) yang diperoleh saat penelitian. Hasil penelitian diperoleh 30 jenis fitoplankton, dengan 14 jenis diantaranya fitoplankton (HABs) spesifik beracun (toxsic). Kelimpahan fitoplankton secara keseluruhan didominasi oleh Choclodinium, Trichodesmium Erythraeum, Nitzschia Lanceolata dan Pseudo Nitzschia, dimana Choclodinium merupakan fitoplankton dengan kelimpahan tertinggi dengan kepadatan 63.739 sel/l. Kualitas air yang meliputi kecerahan, DO, pH, NO2, NO3, dan PO4 menunjukkan hubungan erat terhadap kelimpahan fitoplankton berbahaya (HABs). Kelimpahan masing-masing fitoplankton dominan secara spesifik mempunyai kecenderungan terhadap unsur hara tertentu, meliputi NO2, NO3, NH3 dan PO4. Kelimpahan Cochlodinium dominanditentukan oleh NH3 dan PO4; T. Erythraeum ditentukan oleh NO2 dan NO3; serta Nitzschia lanceolata dan Pseudo N ditentukan oleh NO3.

(2)

ABSTRACT

THE RELATION OF WATER QUALITY TOWARD THE EMERGENCE OF HARMFUL ALGAL BLOOMS (HABs) IN FISH FLOATING NET (KJA)

AT RINGGUNG MARINE hazardous characteristics due to the nature of "toxsic" and "anoxius" which is in phytoplankton itself. The main objective of this study was to analyze the relationship between the abundance of water quality toward harmful phytoplankton (HABs) using Canonical Correlation Analysis (CCA) and regression analysis. The quality of Water was being researche, included brightness, depth, DO, salinity, pH, NO2, NO3, NH3, PO4 and certain phytoplanktons (HABs) were obtained during the study. The results of the study showed that there were 30 types of phytoplankton found by with 14 types grouped in the specific type of toxic phytoplankton (toxsic). The abundance of overall phytoplanktons dominated by Choclodinium, Trichodesmium Erythraeum, Nitzschia lanceolata and Pseudo N, where Choclodinium an abundance of phytoplankton with the highest density of 63.739 cells/l. The quality of Water included brightness, DO, pH, NO2, NO3 and PO4 showed a close relationship to the harmful phytoplankton abundance (HABs). The abundance of each dominant phytoplankton specifically have a tendency towards certain nutrients ,including NO2, NO3, NH3 and PO4. Cochlodinium dominant abundance determined by NH3 and PO4; T. Erythraeum determined by NO2 and NO3; Nitzschia lanceolata and Pseudo N is determined by NO3.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum

menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

perikanan tidak sekedar air (H2O), karena air mengandung banyak ion-ion unsur

yang kemudian menentukan apakah lingkungan tersebut cocok untuk kegiatan

budidaya. Suatu perairan dikatakan baik apabila mengandung banyak nutrien atau

unsur hara yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam air terutama

fitoplankton. Sebagai produsen primer, fitoplankton dapat melakukan proses

fotosintesis untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik dengan

bantuan sinar matahari. Hasil fotosintesis dari produsen akan digunakan bagi

fitoplankton itu sendiri dan oleh organisme lain.

Keberadaan fitoplankton di suatu perairan selain memberikan dampak

positif, disatu sisi juga memberikan dampak negatif bagi ekosistem perairan.

Peningkatan populasi fitoplankton secara berlebihan yang diikuti dengan

keberadaan jenis fitoplankton beracun akan menyebabkan ledakan populasi alga

berbahaya yang dikenal dengan Harmful Algal Blooms (HABs) (Agustina, 2005).

Menurut Muawwanah dkk (2008), (HABs) adalah suatu fenomena blooming

(8)

Fenomena HABs dan peningkatan kadar nutrien “eutrofikasi” di perairan,

adalah dua hal yang saling berhubungan. Tingginya nutrien di perairan menjadi

salah satu faktor pemicu terjadinya ledakan fitoplankton berbahaya (HABs) yang

dapat mengakibatkan ketidak seimbangan ekosistem perairan. Pemberian pakan

dan masukan limbah organik pada kegiatan budidaya, merupakan penyumbang

terbesar peningkatan nutrien di perairan. Salah satunya adalah kegiatan budidaya

di karamba jaring apung (KJA). Menurut Rokhim (2009), hal yang sangat penting

untuk dipahami dalam sistem budidaya adalah harus terdapatnya keseimbangan

antara organisme dan unsur hara (kimia) perairan.

Pantai Ringgung merupakan sentral budidaya perikanan karamba jaring

apung (KJA) di Provinsi Lampung. Budidaya perikanan di KJA ini, terfokus pada

kegiatan pembesaran. Pemberian pakan secara rutin merupakan kegiatan utama

untuk mendukung pembesaran ikan budidaya, baik berupa ikan runcah, atau pun

pakan berupa pelet. Namun, tidak semua pakan yang diberikan dimakan oleh ikan

budidaya. Akibatnya, tidak sedikit sisa pakan yang tidak termakan dan juga feses

ikan mengalami menumpukan di dasar perairan sekitaran KJA Pantai Ringgung.

Perkembangan unit karamba jaring apung (KJA) di Pantai Ringgung yang

kurang terkendali banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan

perairan. Dampak negatif ini timbul akibat kurang diperhatikannya prinsip-prinsip

teknologi dalam budidaya ikan dengan sistem karamba jaring apung (Nastiti dkk,

2001). Menurut Garno (2000), kegiatan budidaya ikan dalam KJA merupakan

penyumbang limbah domestik terbesar, yaitu sekitar 80%. Pemberian pakan

(9)

fitoplankton dan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut pada malam hari

Ghufran dan Andi (2007).

Ledakan fitoplankton berbahaya (HABs), tidak terlepas dari faktor fisika air

(suhu dan kecerahan) yang juga berperan dalam meningkatkan kelimpahan

fitoplankton HABs di perairan. Menurut Maso dan Garces (2006), faktor utama

penyebab terjadinya HABs di perairan laut diantaranya adalah faktor suhu,

kecerahan, salinitas, dan nitrat. Hal ini didukung oleh pernyataan Sutomo (2005)

bahwa salinitas, pH, zat hara, suhu, kecerahan dan sumber karbon berpengaruh

pada pertumbuhan fitoplankton.

1.2. Perumusan Masalah

Meningkatnya pengembangan Karamba Jaring Apung (KJA) di Pantai

Ringgung memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian

masyarakat di sekitar Pantai Ringgung. Namun hal ini juga menimbulkan dampak

negatif. Pembangunan KJA di Pantai Ringgung, cenderung mengabaikan

menejemen budidaya, akibatnya dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan

itu sendiri. Kegiatan budidaya di KJA saat ini, kurang dalam memperhatikan

bagaimana pentingnya menejemen dalam pembudidayaan, sehingga perlu ada

pengkajian khusus untuk mengetahui hubungan kualitas air terhadap potensi

ledakan populasi alga berbahaya (Harmful Algal Blooms).

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan

budidaya (kualitas air) KJA Pantai Ringgung yang berpotensi memicu terjadinya

HABs. Identifikasi dilakukan dari beberapa objek pengamatan, diantaranya: Suhu,

DO, kecerahan, pH, salinitas, fosfat, nitrat, nitrit dan amonia serta jenis

(10)

air ini sangat penting karena parameter fisika dan kimia air mempengaruhi

keberadaan organisme yang hidup di perairan tersebut, yang dalam hal ini adalah

perairan di sekitar KJA Pantai Ringgung.

Gambar 1. Kerangka pikir rumusan masalah

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kualitas air di sekitaran lokasi karamba jaring apung (KJA)

Pantai Ringgung.

2. Mengetahui kelimpahan fitoplankton yang potensial berbahaya (HABs) di

Pantai Ringgung.

3. Menganalisis hubungan kualitas air yang mengakibatkan terjadinya Harmful

Algal Blooms (HABs) di Pantai Ringgung.

I.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

parameter kualitas lingkungan (perairan) yang baik untuk dijadikan lokasi

budidaya ikan pada karamba jaring apung (KJA). Sehingga upaya perbaikan hasil

(11)

I.5. Hipotesis

H0 (r=0): Tidak ada pengaruh kualitas air terhadap kelimpahan fitoplankton

berbahaya (HABs) di Pantai Ringgung.

H1 (r≠0): Terdapat pengaruh kualitas air terhadap kelimpahan fitoplankton

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Air

Fitoplankton dalam pertumbuhan dan kehidupannya sangat dipengaruhi

oleh lingkungan perairan. Keberadaan fitoplankton di perairan akan bervariasi

tergantung dari kondisi kualitas perairan yang ada. Kualitas air yang

mempengaruhi kehidupan fitoplankton ini dapat di kelompokkan menjadi

faktor fisik dan kimia (Efendi, 2003). Faktor fisik yang diukur terdiri dari suhu,

kedalaman dan kecerahan. Sedangkan faktor kimia yang diukur meliputi

derajat keasaman (pH), salinitas, DO (Dissolved Oxygen/oksigen terlarut) serta

nutrien (fosfat, amonia, nitrit dan nitrat).

Informasi tentang parameter fisika–kimia air perlu dikemukakan untuk

digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat produktifitas perairan.

Pengukuran kondisi kualitas air ini dilakukan pada waktu yang sama dengan

pengambilan sampel fitoplankton. Secara singkat kriteria kualitas air untuk

lokasi budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung (KJA) dapat dilihat

(13)

Tabel 1. Kisaran nilai optimal dari parameter kualitas air sebagai tempat budidaya perikanan karamba jaring apung (KJA)

NO Parameter Sangat

Cahaya adalah sumber energi dasar bagi pertumbuhan organisme

autotrop terutama fitoplankton yang pada gilirannya mensuplai makanan bagi

seluruh kehidupan di perairan. Salah satu ukuran kualitas suatu ekosistem

adalah terselenggaranya proses produksi atau produktivitas primer yang

mempersyaratkan adanya cahaya untuk keberlangsungannya (Sunarto dkk,

2003). Pengaruh tingkat pencahayaan matahari sangat besar pada metabolisme

makhluk hidup dalam air, jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka

makhluk hidup dalam air terganggu, khususnya makhluk hidup pada

kedalaman air tertentu, (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Bentuk-bentuk

(14)

biru (Romimohtarto, 2003) dan kecerahan perairan yang di perbolehkan dalam

budidaya perikanan berkisar antara 5-10 meter (Wibisono, 2005).

Produktivitas primer fitoplankton pada lapisan air di permukaan relatif

rendah dibandingkan dengan kedalaman 4m. Demikian juga pada kedalaman

7m, 11m, dan 14m. Produktivitas primer rata-rata tertinggi diperoleh dari

kedalaman 4m. Hal ini menunjukkan bahwa fitoplankton memiliki tingkat

„kesukaan’ terhadap cahaya yang sedang (Sunarto dkk, 2003).

2.1.2. Suhu Perairan

Suhu berperan penting bagi kehidupan dan perkembangan biota laut,

peningkatan suhu dapat menurun kadar oksigen terlarut sehingga

mempengaruhi metabolisme seperti laju pernafasan dan konsumsi oksigen serta

meningkatnya konsentrasi karbon dioksida (CO2) (Junaidi, 2012). Suhu sangat

berpengaruh terhadap kadar oksigen. Oksigen berbanding terbalik dengan suhu.

Artinya, bila suhu tinggi maka oksigen akan berkurang (Ghufron dan Andi,

2007). Temperatur di atas atau di bawah ambang batas dapat menyebabkan

stres pada organisme budidaya. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan laju

metabolisme meningkat dengan demikian membutuhkan kandungan oksigen

yang lebih tinggi. Beberapa kelarutan gas dalam air termasuk oksigen

berkurang apabila suhu meningkat. Kisaran suhu yang baik untuk usaha

budidaya adalah 28–32 °C. (Frits et al, 2013; Pangkey, 2008 ). Menurut Adnan

(15)

2.1.3. DO (Oksigen Terlarut)

Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di

laut dan indikator kesuburan perairan (Simanjuntak, 2012). Oksigen merupakan

faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi

kebutuhan biota perairan, maka segala aktivitas biota akan terhambat (Ghufron

dan Andi, 2007). Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan

efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan

pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar

yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Sumber utama

oksigen dalam air laut adalah udara melalui proses difusi dan dari proses

fotosintetis fitoplankton (Simanjuntak, 2012).

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk

hidup di dalam air maupun hewan teresterial. Penyebab utama berkurangnya

oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan organik yang

banyak mengkonsumsi oksigen sewaktu penguraian berlangsung (Hadick dan

Supriyatna, 1998). Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari, sedangkan

kadar minimum terjadi pada pagi hari. Kondisi oksigen terlarut di permukaan

perairan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di lapisan tengah perairan

(Simanjuntak, 2012). Menurut Akbar (2001), kandungan oksigen terlarut untuk

menunjang usaha budidaya adalah 5–8 mg/l. Oksigen di bawah 5 mg/L dapat

menurunkan daya atau kemauan makan dan pertumbuhan ikan yang dipelihara.

Kelarutan oksigen di bawah 3 mg/L dapat menyebabkan ikan mengalami stres,

sedangkan pada kandungan oksigen di bawah 2 mg/L menyebabkan kematian

(16)

2.1.4. Salinitas

Salinitas merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme perairan

laut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola

sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Lokasi perairan

lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan lapisan atas

hingga membentuk lapisan homogen mencapai kira-kira setebal 50-70 meter

atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Selain suhu, salinitas juga

berpengaruh terhadap kelarutan oksigen. Semakin tinggi salinitas maka

semakin rendah kelarutan oksigen (Ghufron dan Andi, 2007). Keputusan

MENLH No.51 Tahun 2004, menyebutkan bahwa baku mutu salinitas yang

layak untuk kehidupan biota laut adalah 25-30 ppt. Khusus untuk budidaya

perikanan, nilai salinitas yang dibutuhkan sesuai dengan jenis ikan yang akan

dibudidaya. Hal ini disebabkan ikan tertentu membutuh salinitas tertentu

(Junaidi, 2012)

2.1.5. pH

pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di

dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion

H. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam

larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol

per liter) pada suhu tertentu (Richard dkk, 2013). Besaran pH berkisar antara 0–

14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam sedangkan nilai

lebih besar dari 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH dengan nilai 7

disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Nilai pH pada

(17)

pH air yang tidak optimal berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di

kolam dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S.

pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan

terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan

demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air

mengandung garam CaCO3 (Cholik dkk, 2005).

2.1.6. Fosfat

Fosfat (PO4) merupakan salah satu unsur hara yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme. Keberadaan siklus P

(fosfor) di alam sangat singkat dan mudah mengendap dalam sedimen dan

dalam bentuk organik yang berada pada mikro organisme (Indah, 2010).

Keberadaan fosfat secara belebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen

(nitrat, nitrit dan amonia) dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di

perairan (alga bloom). Alga yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada

permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan

cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan.

Pada saat perairan cukup mengandung fosfat, alga mengakumulasi fosfor di

dalam sel melebihi kebutuhannya (Hendrawati dkk, 2007).

Secara vertikal, kadar fosfat di lapisan dekat dasar perairan cenderung

lebih tinggi bila dibandingkan dengan di lapisan permukaan. Hal ini lumrah

terjadi karena biasanya dasar perairan selalu kaya akan zat hara, selain berasal

dari dasar perairan itu sendiri, juga dari sumbangan dekomposisi detritus dan

(18)

Adapun tingginya zat hara fosfat di permukaan memungkinkan karena

mudahnya lapisan dasar teraduk oleh energi pasang surut dan gelombang di

areal tersebut (Arif, 2007). Keputusan MENLH No.51 Tahun 2004, disebutkan

bahwa baku mutu konsentrasi maksimum fosfat yang layak untuk kehidupan

biota laut adalah 0,015 mg/L. Kadar fosfat cenderung meningkat dengan

bertambahnya kedalaman laut (Edward dan Tarigan, 2003)

2.1.7. Nitrat

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan

nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. (Hendrawati dkk, 2007).

Konsentrasi nitrat di lapisan permukaan yang lebih rendah dibandingkan di

lapisan dekat dasar disebabkan karena nitrat di lapisan permukaan lebih banyak

dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh fitoplankton (Fonny dan Prayitno, 2011).

Berdasarkan baku mutu air laut, kadar nitrat yang sesuai untuk biota laut

berdasarkan Keputusan MENLH no. 51 tahun 2004 kadar nitrat sebesar 0,008

mg/l. Sedangkan Menurut Boney (1982) kandungan nitrat pada perairan yang

normal berkisar antara 0,1-0,36 mg/l.

2.1.8. Amonia

Amonia (NH3) dalam perairan berasal dari hasil ekskresi hewan akuatik

dan juga merupakan hasil akhir dari perombakan protein oleh bakteri

heterotrofik. Menurut Wetzel (1983), meskipun amonia merupakan hasil

ekskresi utama dari hewan akuatik, tetapi jumlah ini kecil jika dibandingakan

dengan amonia yang berasal dari hasil akhir prombakan protein yang berasal

dari sisa pakan. Sisa pakan yang tidak terkonsumsi mengandung senyawa

(19)

semakin meningkat (Boyd, 1991). Meningkatnya senyawa Amonia ini, akan

meningkatkan pertumbuhan dan kepadatan fitoplankton. Kepadatan

fitoplankton yang tinggi menimbulkan peristiwa ledakan populasi

("blooming"), yang diikuti oleh kematian masal fitoplankton itu sendiri

(Hendrawati dkk, 2007). Hal ini dapat mengakibatkan kondisi perairan semakin

buruk sehingga dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit pada ikan

budidaya.

2.1.9. Nitrit

Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat serta antara

nitrat dan gas nitrogen yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan

denitrifikasi (Effendi, 2003). Oleh karena itu konsentrasi nitrit tergantung pada

jumlah amonia. Semakin tinggi jumlah amonia, maka konsentrasi nitrit dalam

perairan semakin meningkat. Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah

yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil dari pada nitrat

karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen.

2.2. HABs (Harmfull Algal Blooms)

HABs adalah istilah yang digunakan pada pertumbuhan mikroalga

(plankton) yang melimpah, di laut atau di perairan payau yang dapat

menyebabkan kematian masal ikan. HABs kini menjadi istilah yang digunakan

di dunia internasional yang merupakan singkatan dari Harmful Algal Blooms.

Menurut Praseno dan Sugestiningsih (2000), HABs merupakan istilah untuk

(20)

Fenomena ledakan fitoplankton pada umumnya ditandai dengan

berubahnya warna air laut yang biasa dikenal dengan sebutan Red tide atau

pasang merah. Namun dalam perkembangannya ternyata tidak selamanya

ledakan plankton berwarna merah, tetapi perairan dapat berubah menjadi

warna dari biru-hijau, merah kecoklatan, hijau, atau kuning-hijau, tergantung

pada pada pigmen yang dikandungnya (Nontji, 2006). Ledakan fitoplankton

(HABs) mengakibatkan kualitas air menjadi rendah yang diikuti rendahnya

konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol. Hal ini dapat berakibat

pada beberapa hal, antara lain: (1) Kematian masal ikan-ikan di laut; (2)

Terjadinya kontaminasi sea food; (3) Problem kesehatan masyarakat

(keracunan) dan (4) perubahan struktur komunitas ekosistem. Fenomena

peningkatan populasi fitoplankton semata-mata adalah fenomena alami, dan

tidak selalu menimbulkan efek yang berbahaya. Namun, bila yang terjadi

adalah peningkatan populasi fitoplankton berbahaya, maka perlu diantisipasi

kemungkinan terjadinya salah satu kombinasi dari keempat hal tersebut

(Makmur, 2009).

Menurut Wiadnyana (1996), terdapat tiga kelompok mikroalga

berbahaya yang merupakan fitoplankton mikroskopik terdiri dari:

1. Tipe yang membahayakan biota laut, akibat terjadinya penurunan oksigen

terlarut atau disebut ”anoxious”.

2. Tipe yang membahayakan biota laut, karena dapat menghasilkan racun

(spesifik beracun) ”toxsic” pada umumnya berasal dari kelompok

(21)

3. Tipe yang membahayakan biota laut, karena merusak dan menyumbat sistem

pernafasan (rusaknya ingsang).

Tabel 2. Jenis dan sifat toksin fitoplankton potensial penyebab HABs

Jenis Sifat dan jenis toksin Sumber

DIATOM/

BACILLARIOPHYCEAE

Cerataulina bergonii

Anoxius, deplesi O2,mucus

production Brusle' (1995)

Nitzschia lanceolata ASP Romimohtarto & Juwana (2001)

Pseudo-nitzchia Domoic acid (ASP)

Ceratium furca Anoxius, deplesi O2 Brusle' (1995); Sidharta (2005)

Ceratium tripos Anoxius, deplesi O2 Brusle' (1995); Sidharta (2005)

Dinophysis homunculus Ocadoic acid (DSP)

Brusle' (1995); Sidharta (2005); Panggabean (2006)

Gonyaulax apiculata Saxitoxin Brusle' (1995), Wiadnyana (1997)

Gymnodinium

Brevetoxin (NSP);

Saxitoxin (PSP) Sidharta (2005); Panggabean (2006)

Noctiluca scintilans Anoxius, deplesi O2

Brusle' (1995); Romimohtarto & Juwana (2001),Wiadnyana (1997)

Prorocentrum lima DSP, ciguatoxin (CFP) Sidharta (2005))

Choclodinium

kerusakan atau gangguan

jaringan epitel insang Kim et al. (2002)

Pirodinium bahamense Saxitoxin (PSP) Sidharta (2005), Wiadnyana (1997)

Protoperidinium Anoxius, deplesi O2 Sidharta (2005), Wiadnyana (1997)

Ket : Amnesic Shelfish Poisoning (ASP); Paraliytic Shelfish Poisoning (PSP); Diarrhetic Shelfish Poisoning (DSP)

Keberadaan fitoplankton HABs umumya sangat beracun dan mematikan.

Sehingga terjadinya ledakan fitoplankton yang “abnormal” patut diwaspadai.

Menurut Panggabean (1994) fitoplankton yang mengalami ledakan populasi,

jenis penyakit yang ditimbulkan berbeda-beda, diantaranya: Paralytic Shellfish

Poisoning (PSP), Ciguatera Fish Poisoning (CFP), Diarrheic Shellfish

Poisonig (DSP), amnesic shellfish poisoning (ASP) dan Neurotoxin Shellfish

Poisoning (NSP). Informasi tentang dampak dari racun fitoplankton (HABs)

(22)

Tabel 3. Daftar penyakit yang ditimbulkan oleh HABs (Nontji, 2006)

Jenis penyakit Gangguan yang

ditimbulkan

Diare Okadacid acid Dinophysis sp.

CFP (Ciguatera Fish

Serangan pada saraf Brevetoxin Karenia brevis

ASP (Amnesic Shellfish

Fitoplankton umumnya memiliki kelimpahan tinggi di perairan sekitaran

muara sungai. Hal ini disebabkan oleh proses penyuburan akibat masuknya

nutrien dari daratan yang dialirkan oleh sungai ke laut. Fitoplankton juga

umumnya lebih padat di perairan dekat dengan pantai dan makin berkurang ke

arah laut lepas. Selain itu umunya penyebarannya tidak merata dan hidup

berkelompok (Nontji, 2007).

Kelas Dinophyceae (Dinoflagellata) mendominasi komunitas

fitoplankton di perairan sub tropis dan tropis. Terdapat 1.000-5.000 spesies

dinoflagellata yang menempati lingkungan laut dan air tawar, tetapi sebagian

besar (lebih dari 90%) hidup dilaut. Genera yang mewakili kelas ini umumnya

meliputi Ceratium, Gonyaulax, Gymnodinium dan Gyrodinium. Ketika terjadi

blooming, dengan kapadatan mencapai 5 x 105 sampai 2 x 106 sel/liter, racun

yang tertumpuk akan mematikan ikan, kerang-kerangan dan organisme lain.

(23)

adalah faktor suhu, salinitas dan nitrat (Maso dan Garces, 2006). Hal ini

didukung oleh pernyataan Sutomo (2005) bahwa salinitas, pH, zat hara, suhu,

(24)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2013 di Perairan

Pantai Ringgung Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi

Lampung. Lokasi penelitian dikelompokkan dalam 3 stasiun yaitu stasiun 1 di

perairan yang terdapat banyak KJA, stasiun 2 tidak terdapat KJA dan stasiun 3

lokasi yang terdapat sedikit KJA. Kemudian untuk sampel air dan fitoplankton

diidentifikasi di Laboratorium Kualitas Air Balai Besar Pengembangan

Budidaya Laut (BBPBL) Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran

Provinsi Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan sampling fitoplankton

dan pengamatan kualitas air pada penelitian ini disajikan pada (Tabel 4)

(25)

Tabel.4. Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan penelitian

No Alat/Metode Parameter Objek pengamatan Keterangan

1 Termometer 13 Mikroskop Fitoplankton Laboratorium 14 Sedwick rafter Fitoplankton Laboratorium

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian di lapangan terdapat dua kegiatan utama yaitu, pengambilan

sampel air dan pengambilan sampel fitoplankton. Pengambilan sampel air

menggunakan tabung/botol air, yang sudah dirancang khusus oleh Divisi

Kualitas Air BBPBL. Pada botol air diikat dengan tali sepanjang 20-30 meter

(panjang menyesuaikan dengan kedalaman perairan). Bagian bawah botol air

terdapat pemberat yang dikaitkan agar botol dapat ditenggelamkan. Botol air

ini merupakan alat sederhana yang digunakan oleh Divisi Kualitas Air BBPBL

untuk pengambilan sampel air di Pantai Ringgung. Sampel air kemudian

dianalisis di Laboratorium Kualitas Air BBPBL, dengan prosedur yang sudah

distandarkan (Lampiran 8). Parameter kualitas air yang dianalisis meliputi pH,

NO3, NO2, NH3 dan PO4. Metode analisis sampel air menggunakan metode

(26)

Kegiatan kedua yang dilakukan adalah pengambilan sampel fitoplankton.

Pengambilan sampel fitoplankton menggunakan plankton net no 20 dengan

metode vertikal, yaitu penarikan plankton net dari dasar perairan menuju ke

permukaan. Metode ini dimaksudkan agar penarikan sampel plankton dapat

mewakili fitoplankton pada berbagai kedalaman. Selanjutnya, plankton net

dibilas dan diusap agar plankton yang ada dapat masuk kedalam botol

penampung pada bagian ujung plankton net. Botol di ujung plankton net

dilepaskan untuk dipindahkan ke dalam botol film yang telah disediakan

dengan kondisi botol film yang sudah diberi label (nomor, kode lokasi dan

waktu sampling). Masing-masing sampel fitoplankton pada botol film

kemudian diawetkan dengan memasukkan 3-5 tetes formalin 4% dan

ditambahkan 5 tetes CuSO4 (Wardhana, 1997). Sampel yang sudah tersedia

pada botol film kemudian diidentifikasi di Laboratorium Kualitas Air BBPBL.

Kelimpahan fitoplankton dihitung dengan metode per satuan volum

menggunakan Sedgwick Rafter Counting Cell (SRCC).

Fitoplankton berbahaya pada penelitian ini diperoleh dengan memilah

jenis-jenis fitoplankton menurut Wiadnyana (1996); fitoplankton spesifik

beracun “toxic” dan fitoplankton “anoxius”. Kemudian identifikasi disesuaikan

dengan sumber pustaka Brusle (1995) dan beberapa sumber informasi lain

seperti: Romimohtarto dan Juwana (2001), Kotaki (2003), Sidharta (2005) dan

(27)

3.4. Pengolahan Data

Data hasil pengamatan yang didapatkan, akan dideskripsikan berupa data

kelimpahan fitoplankton dan data kualitas air, kemudian di analisis untuk

mengetahui hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat

yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

3.4.1. Kelimpahan Plankton

Penentuan kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus

Simpson (Dianthani, 2003), sebagai berikut:

Perolehan data tentang kualitas air dan kelimpahan fitoplankton,

dilakukan analisis kuantitatif menggunakan Canonical Corelation

Analysis (CCA) untuk mengetahui korelasi kualitas air dengan

kelimpahan fitoplankton berbahaya. Sedangkan analisis regresi

digunakan untuk mengetahui kuat atau lemahnya pengaruh kualitas

(28)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas air yang meliputi kecerahan, DO, pH, NO3, dan PO4 secara

bersama-sama memberikan pengaruh kuat terhadap kelimpahan

fitoplankton berbahaya (HABs).

2. Fitoplankton (HABs) dominan yang ditemukan selama penelitian adalah

Cochlodinium, T. erythraeum, Nitzschia lanceolata dan Pseudo

nitzschia, dengan kelimpahan tertinggi didominasi oleh Cochlodinium

dan T. Erythraeum. Masing-masing fitoplankton dominan mempunyai

kecenderungan terhadap unsur hara tertentu yang meliputi NO2, NO3,

NH3 dan PO4. Kelimpahan Cochlodinium dominan ditentukan oleh NH3

danPO4; T. Erythraeum ditentukan oleh NO2 dan NO3; serta Nitzschia

(29)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat disampaikan yaitu:

1. Pada penelitian selanjutnya akan semakin baik jika mendalami kadar

masing-masing variabel lingkungan (kualitas air) yang sangat sesuai

produktivitas lingkungan perairan KJA, baik variabel fisika ataupun

kimia. Sehingga aktivitas budidaya di lokasi KJA Pantai Ringgung dapat

diketahui batasan-batasan yang diperbolehkan dalam memberikan

perlakuan di lingkungan budidaya perikanan KJA.

2. Perlu adanya pendalaman faktor arah angin (arus) setiap pekannya di

Perairan Ringgung. Sehingga dapat diketahui distribusi fitoplankton

yang dibawa oleh arus. Hal ini dimaksudkan agar para pembudidaya

(30)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... i

PRAKATA... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL …….……….... v

DAFTAR GAMBAR …….………....... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ………. 1

I.2. Perumusan Masalah... 3

I.3.Tujuan Penelitian ……….. 4

I.4. Manfaat Penelitian... 4

I.5. Hipotesis ………... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Air ………...………... 6

2.1.1. Intensitas Cahaya... 7

2.1.3. Suhu Perairan ………... 8

2.1.1. DO (Oksigen Terlarut)... 9

2.1.4. Salinitas... 10

2.1.5. pH... 10

2.1.6. Fosfat... 11

2.1.7. Nitrat... 12

2.1.8. Amonia... 12

2.1.9. Nitrit... 13

(31)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat... 18

3.2. Alat dan Bahan... 18

3.3. Prosedur Penelitian... 19

3.4. Pengolahan Data... 21

3.4.1. Kelimpahan Plankton... 21

3.4.2 Analisis CCA dan Regresi... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 22

4.1.2. Kelimpahan Fitoplankton... 24

4.2. Pembahasan... 27

4.2.1.Analisis Canonical... 28

4.2.1.Analisis Regresional... 35

4.2.2.Hubungan Unsur Hara Terhadap Kelimpahan Fitoplankton Dominan... 35

4.2.3.Hubungan Unsur Hara Terhadap Choclodinium... 36

4.2.4.Hubungan Unsur Hara Terhadap Trichodesmium erythraeum... 38

4.2.5.Hubungan Unsur Hara Terhadap Nitzschia lanceolata dan Pseudo-nitzchia... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 44

B. Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, F. 2005. Studi Fitoplankton Yang Berpotensi Menyebabkan Red Tide Di Pantai Timur Surabaya. Tugas Akhir program Studi Biologi, ITS Surabaya.

Akbar, S. 2001. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek dan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Pengembangan Agribisnis Kerapu. Prosiding Lokakarya Nasional. RISTEK-DKP-BPPT. Jakarta.

Alianto., Enan M., Adiwilaga., dan Ario, D. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Keterkaitannya Dengan Unsur Hara Dan Cahaya Di Perairan Teluk Banten. Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, XV(1): 21-26.

Arif, D.S. 2007. Kandungan Zat Hara Fosfat Pada Musim Barat Dan Musim Timur Di Teluk Hurun Lampung. Jurnal Teknologi Lingkungan. VIII (3): 207-210.

Boney, A.D. 1982. New Studies in Biology Phytoplankton. Edward Arnold Pub. Ltd. London. 118 pp.

Boyd, C.E. (1991), Water quality and Aeration in Shrimp Farming. Auburn University, Alabama. Brimingham Publishing Co,Birmingham, Alabama.

Brusle’ J. 1995. The Impact of Harmful Algal Blooms on Finfish. Mortality, Pathology and Toxicology. Prepignan cedex. France. 65pp.

Cholik, F., Jagadraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauji, A. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa DepanBangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar. Jakarta. 415 hal.

Dianthani, D. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur. Bogor: Makalah Falsafah Sains (PPs 702).

Edward., dan M.S. Tarigan. 2003. Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kadar Fosfat Dan Nitrat Di Laut Banda. Jurnal Oseanografi, VII(2): 82-89.

(33)

Ferianita, F.M., Herman H., L.C. Sitepu. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIPA 2005. FMIPA-Universitas Indonesia, 2426 November 2005. Jakarta.

Frits, T., Ockstan, K., Robert, R. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal Budidaya Perairan, I (2): 8-19.

Garno, Y.S. 2000. Daya Tahan Beberapa Organisme Air Pada Pencemar Limbah Deterjen. Jurnal Teknologi Lingkungan: 212 – 218.

Ghufron, M.H.K., dan Andi Baso T. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.

Fonny J.L.R dan S.B.Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, XVI (3): 135-142.

Hadick, W., dan Supriatna J. 1988. Pengembangan Udang Galah dalam Hatchery dan Budidaya. Kanisius. Yogyakarta.

Hardjojo, B,. dan Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air. Edisi Kesatu, Modul 1-6. Universitas Terbuka. Jakarta.

Hasani, Q., E.Mulyana., Adi W., N.T.M. Pratiwi. 2012. Hubungan antara Fenomena Harmfull Algal Blooms (HABs) Dengan Unsur Hara di Perairan Sekitar Lokasi Budidaya Perikanan Kabupaten Pesawaran Teluk Lampung.Makara Journal of Science, XVI (3): 183-191.

Hendrawati., Tri H. P., Nuni N. R. 2007. Analisis Kadar Phosfat dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) pada Tambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal Kelautan dan Perikanan, (8): 135-143.

Hutagalung, H.P. dan Rozak, A. 1997. Metode Analisis Air Laut,Sedimen dan Biota. Jakarta. (Buku 2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. 182 hal.

Indah, L.S. 2010. Kelimpahan Bakteri Fosfat Di Padang Lamun Teluk Banten. Jurnal Oseanologi dan Limnologi, XXXVI (1): 21-35.

Izzati, M. 2011. Perubahan Kandungan Ammonia, Nitrit dan Nitrat Dalam Air Tambak Pada Model Budidaya Udang Windu Dengan Rumput Laut Sargassum plagyophyllum dan Ekstraknya. Bioma, XIII(2): 80-84.

(34)

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 2004. Keputusan Menteri KLH No. 51/2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. KLH, Jakarta.

Kim, D.O.T., Muramatsu, T., Matsuyama, Y., Honjo, T. 2002. Possible factors responsible for toxicityof Cochlodinium polykrikoides, a red tide

phytoplankton. Comp Biochem Physiol C Toxicol Pharmacol. Aug:132(4): 415-23.

Kotaki, Y.2003. Production of domoic acid by diverse spesies of pennate diatoms. Fisheries science suppl. I (68): 525-528.kungan perairan laut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI: 240-245. Kerjasama Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN dan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK. Jakarta.

Lagus, A.,Suomela, J.,Wethoff, G., Heikkila, K., Helminen, H., and Sipura, J. 2004. Species-Specific Differences in Phytoplankton Responses to N and P Enrichment and the N:P Ration in The Archipelago Sea, Northern Baltic Sea. Journal of Plankton Research, XXVI(7): 779-798.

Makmur, M. 2009. Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Alga (Blooming Algae) Di Lingkungan Perairan Laut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah: 240-245.

Maso, M., and Garces, E. 2006. Harmful Microalgae Blooms (HAB); Problematic And Conditions That Induce Them. Marine Pollution Bulletin: (53) 620–630.

Muawanah., A. Pitoyo., N. Sari., dan T. Haryono. 2008. Tingkat Sanitasi Kerang Anadara sp. di Teluk Hurun Lampung.

http://www/rcaprpb.com/userfiles/files/bltavol5no2_2006/pertelukhurunpdf [26 Agustus’14].

Muchtar, M. 2012. Distribusi Zat Hara Fosfat, Nitrat Dan Silikat Di Perairan

Kepulauan Natuna. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, IV (2): 304-317.

Nastiti, A.S.,Krismono., dan Katamihardja E.S. 2001. Dampak Budidaya Ikan Dalam Jaring Apung Terhadap Peningkatan Unsur N dan P di Perairan Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Jakarta VII(2): 22–30

Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan Di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (pusat penelitian oseanografi). Jakarta.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara (Edisi revisi). Penerbit Djambatan. Jakarta.

(35)

Nurfadillah. 2012. Komunitas fitoplankton di perairan Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perikanan, I(2): 93-98.

Nybakken, J.W.1992. Suatu Pendekatan Ekologis. Tejemahan dari marine biology: An Ecological Approach. Alih Bahasa : M.Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen dan M.Hutomo. Gramedia, Jakarta. 459 hal.

Pangkey, H. 2008. Aquaculture Development on The Islands of Tidore City. Jurnal Perikanan dan Kelautan, IV (2): 27-34.

Panggabean, L.M.G. 2006. Toksin Alam Dari Mikroalgae. Jurnal Oceana. XXXI (3): 1-2

Praseno, D.P., dan Sugestiningsih. 2000. Retaid di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi-LIPI. Jakarta. 82 hal.

Richard, M., Sipriana S. T., Yoppy, M. 2013. Analisis kualitas fisika kimia air di areal budidaya ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan, I (2): 29-37.

Rokhim, K. 2009. Analisa Kelimpahan Fitoplankton dan Ketersediaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) Di Perairan KecamatanKwanyar Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan, II(2): 7-16.

Romimohtarto, K., dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut (ilmu pengetahuan tentang biota laut). Penerbit Djambatan. Jakarta.

Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. www.fao.org/docrep/field/003 (26 Agustus 2014).

Saiwei, C. and L. Hongying. 2004. Distribution of dissolved inorganik phosphat in Nansha Islands Sea Area, South China Sea. Marine Science Bulletin, VI(1): 32-37.

Sandra, K., 2012. Studi Kelimpahan Diatom dan Konsentrasi Nitrat Pada Saat Pasang dan Surut di Perairan Pantai Sekitar Kawasan Depo Pertamina Tanjung Uban Kepulauan Riau. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.

Sediadi, A. 2004. Dominasi Cyanobacteria Pada Musim Peralihan Di Perairan Laut Banda Dan Sekitarnya. Makara Sains, VIII (1): 1-14.

Shidarta, B.R. 2005. The current status of resaerch on harmfull algal blooms (HAB) in Indonesia. Journal of Coastal Development, VI (2): 73-85.

(36)

Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Cv Alfabeta. Bandung.

Sunarto., Sri A., Herman H. 2003. Efisiensi Pemanfaatan Energi Cahaya Matahari oleh Fitoplankton dalam Proses Fotosintesis. Jurnal Akuatika, II (2): 1-9. Suryanto, A.M. 2011. Kelimpahan Dan Komposisi Fitoplankton Di Waduk Selorejo

Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Jurnal Kelautan, IV(2 ): 34-39.

Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Tehadap

Pertumbuhan C.gracilis. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 15 hal.

Wardhana, Wisnu. 1997. Teknik Sampling, Pengawetan dan Analisis Plankton. [Jurnal] Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Second edition.Saunders College Publishing, Toronto.

Wiadnyana, N. N., dan D. P. Praseno. 1997. Dampak Munculnya Spesies Red Tide Terhadap Perikanan Di Indonesia.Terubuk. XXIII (69): 15-25.

Wiadnyana, N. N. 1996. Mikroalga Berbahaya Di Perairan Indonesia. Oseanologi dan Limnologi Di Indonesia. (29):15-28.

Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Widyorini, N., dan Ruswahyuni. 2008. Sebaran Unsur Hara Terhadap Struktur Komunitas Plankton Di Pantai Bandengan Dan Pulau Panjang, Jepara. Jurnal Saintek Perikanan, III (2): 23-26.

Wihartoyo. 1994. Budidaya Makro Alga di BBL Lampung. Makalah Budidaya (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan. IPB.Bogor. 65 hal.

(37)

MOTO

“Setiap manusia tidak terlepas dari

permasalahan..

Seorang berjiwa besar tidak sibuk dengan

permasalahannya sendiri, namun Ia

dituntut untuk ikut menyelesaikan

permasalahan orang lain.

Hanya ada 2 cara Pandang dalam hidup setiap manusia.

Cara pandang POSITIF & cara pandang NEGATIF.

Cara pandang POSITIF pada akhirnya akan berujung

KEBAHAGIAAN dan KETENANGAN.

Sedangkan

Cara pandang NEGATIF akan berujung KESENGSARAAN

dan KESEMPITAN HATI.

Jangan berputus asa dengan Rahmat Allah, karna

(38)

Menghaturkan rasa syukur kepada Allah SWT beserta

Solawat dan salam kepada Rasullah Muhammad SAW,

ku persembahkan karya sederhanaku ini untuk

AGAMA dan BANGSA serta

Kedua orang tua ku (Djohansyah dan Rumiah), Neneku

tercinta, paman2, Bibi2, Abang dan adik-adikku tercinta

serta kerabat dan sahabat yang memberikan semangat

,,Sehingga menjadi alasan bagiku sampai saat ini untuk terus

semangat dan terus melangkah dalam perjuangan, Semoga

Allah memberikan kemuliaan terhadap semuanya..

...Ku sampaikan cinta yang mendalam karna Allah....

Dan kupersembahkan untuk Almamater tercinta

Semoga karya ini menjadi ilmu yang memberikan banyak

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 30 Agustus 1989.

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara

pasangan Bapak Djohansyah dan Ibu Rumiah. Pendidikan

Taman kanak-kanak di TK Aisiyah Kecamatan Kota

Agung Barat, Kabupaten Tanggamus; Sekolah Dasar di

SD Negeri 2 Negara Batin Kecamatan Kota Agung Barat, Kabupaten Tanggamus,

pendidikan SD selesai tahun 2002. Kemudian Pendidikan Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Negeri 14 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005 dan

dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan pada tahun 2008 di

SMA Negeri 7 Bandar Lampung. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai

mahasiswa di Fakultas Pertanian (FP) Jurusan Budidaya Perairan, melalui tes

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) perguruan Tinggi Negeri

Universitas Lampung.

Penulis melaksanakan praktik umum (PU) pada bulan Januari-Februari 2012 yang

berjudul “pembenihan ikan nila nirwana (Oreochromis niloticus)” di Loka Riset

Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPT-BPAT)

(40)

(Korkab) KKN mahasiswa Unila di Pesawaran.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa

Budidaya Perairan (HIDRILA) FP, periode 2009-2010 dan 2010-2011. Penulis

juga aktif sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Forum Studi Islam (FOSI)

FP periode 2009-2010 dan 2010-2011. Periode 2011-2012 penulis aktif sebagai

pengurus di Bina Rohani Islam Mahasiswa (BIROHMAH) Unila. Penulis juga

aktif di organisasi kedaerahan Ikatan Mahassiwa dan Pemuda Tanggamus

(IMAMTA) sebagai ketua umum periode 2012-2013. Selain aktif berorganisasi,

penulis juga aktif membantu dosen dalam kegiatan belajar mengajar saat menjadi

(41)

SANWACANA

Puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT semata yang maha pengasih lagi maha

penyayang, berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulispun dibantu oleh banyak pihak mulai dari motivasi bimbingan hingga doa

yang tulus ikhlas diberikan. Namun keterbatasan penulis untuk membalasnya,

hanya doa dan ucapan terimakasih yang murni kepada :

1. Bapak Qadar Hasani, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing I yang membimbing dan mengarahkan.

2. Bapak Herman Yulianto, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing II yang mengarahkan dan memberi masukan.

3. Bapak Eko Efendi, S.T.,M.Si. selaku pembahas/penguji untuk masukan dan saran yang membangun kepada penulis untuk lebih baik.

4. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Budidaya Perairan. 5. Bapak Ir. Suparmono, M.T.A. selaku pembimbing akademik (PA).

6. Seluruh dosen dan staff administrasi (Mas Bambang, Buk Ismi dan Mba

Nanda) Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Ibu Mu’awwanah atas waktu dan ilmu yang diberikan.

8. Mas Wahyu dan mas Tri yang telah meluangkan tenaga, waktu sebagai

(42)

(Alm), Fredi, Hendra, Lagen (Dedo), Nasyir, Nani, Rudi, Resto, Suhendra,

Yusuf (Ucup), Nindri, Nur’ani, Novita, Manja, Lisa, Selpi, Septi, Nadisa,

Ria, Ica, Okta, Qorie, Rinda, Rosdinar, Eva, Yayu, Romaria dan Susi. Serta

teman-teman seperjuangan skripsi Ade Irawan, Ajeng, dan Uus.

10. Para guru dan keluarga ku tercinta atas doa dan motivasinya.

11. Tim Bodrex atas perjuangan dan kebersamaannya.

12. Bapak Ir. Hantoni Hasan, dan Suprihatin Ali atas ilmu dan pembinaannya

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah

membalas kebaikan semuanya.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis

Gambar

Gambar 1. Kerangka pikir rumusan masalah
Tabel 1.   Kisaran nilai optimal dari parameter kualitas air sebagai tempat   budidaya perikanan karamba jaring apung (KJA)
Tabel  2. Jenis dan sifat toksin fitoplankton potensial penyebab HABs
Tabel.4. Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

ALFAN PRIANGGARA, Hubungan antara Kualitas Air dengan Prevalensi Endoparasit pada Saluran Pencernaan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Keramba Jaring Apung

Robert J. Clements melihat sastra bandingan sebagai disiplin akademis yang memiliki pendekatan yang mencakup aspek (1) tema, (2) jenis/bentuk, (3) gerakan/trend, (4) keterhubungan sastra dengan disiplin dan media seni lain, dan (5) sejarah teori sastra. Obyek (1), (2), (3) dan (5) sebenarnya merupakan wilayah sastra. Teori-teori sastra dapat dimanfaatkan, terutama teori struktural, formalisme, semiotik, untuk membandingkan beberapa karya sastra. Yang diharapkan, kelak dapat menyusun pula sejarah sastra, kritik sastra, dan teori baru tentang sastra. Adapun obyek (4) merupakan analisis yang terkait dengan interdisipliner sastra. Bangunan teoritik yang dikehendaki merupakan studi sastra dalam multidisiplin. Sastra bandingan adalah studi sastra yang memiliki perbedaan bahasa dan asal negara dengan suatu tujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan dan pengaruhnya antara karya yang satu terhadap karya yang lain, serta ciri-ciri yang dimilikinya (dalam Endraswara, 2011: 192). Pendapat ini lebih menekankan bahwa penelitian sastra bandingan harus berasal dari negara yang berbeda sehingga mempunyai bahasa yang berbeda pula. 3. Sapardi Djoko Damono Menurut Damono (2009:1) sastra bandingan adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak menghasilkan teori tersendiri. Boleh dikatakan teori apapun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan juga disebut sebagai studi dan kajian. Dalam langkah-langkah yang dilakukannya, metode perbandinganlah yang utama. Lanjut Damono (2009:1) perbandingan yang sebenarnya merupakan salah satu metode juga selalu dilaksanakan dalam penelitian seperti halnya memberikan dan menguraikan, tetapi dalam sastra bandingan metode itu merupakan langkah utama. Jadi menurut Damono, sastra bandingan bukan hanya sekedar mempertentangkan dua sastra dari dua negara atau bangsa. Sastra bandingan juga tidak terpatok pada karya-karya besar walaupun kajian sastra bandingan sering kali berkenaan dengan penulis-penulis ternama yang mewakili suatu zaman. Kajian penulis baru yang belum mendapat pengakuan dunia pun dapat digolongkan dalam sastra bandingan. Batasan sastra bandingan tersebut menunjukkan bahwa perbandingan tidak hanya terbatas pada sastra antarbangsa, tetapi juga sesama bangsa sendiri, misalnya antarpengarang, antargenetik, antarzaman, antarbentuk, dan

Sastra bandingan adalah studi sastra yang memiliki perbedaan bahasa dan asal negara dengan suatu tujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan dan pengaruhnya antara karya yang satu terhadap karya yang lain, serta ciri-ciri yang dimilikinya (dalam Endraswara, 2011: 192). Pendapat ini lebih menekankan bahwa penelitian sastra bandingan harus berasal dari negara yang berbeda sehingga mempunyai bahasa yang berbeda pula. 3. Sapardi Djoko Damono Menurut Damono (2009:1) sastra bandingan adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak menghasilkan teori tersendiri. Boleh dikatakan teori apapun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan juga disebut sebagai studi dan kajian. Dalam langkah-langkah yang dilakukannya, metode perbandinganlah yang utama. Lanjut Damono (2009:1) perbandingan yang sebenarnya merupakan salah satu metode juga selalu dilaksanakan dalam penelitian seperti halnya memberikan dan menguraikan, tetapi dalam sastra bandingan metode itu merupakan langkah utama. Jadi menurut Damono, sastra bandingan bukan hanya sekedar mempertentangkan dua sastra dari dua negara atau bangsa. Sastra bandingan juga tidak terpatok pada karya-karya besar walaupun kajian sastra bandingan sering kali berkenaan dengan penulis-penulis ternama yang mewakili suatu zaman. Kajian penulis baru yang belum mendapat pengakuan dunia pun dapat digolongkan dalam sastra bandingan. Batasan sastra bandingan tersebut menunjukkan bahwa perbandingan tidak hanya terbatas pada sastra antarbangsa, tetapi juga sesama bangsa sendiri, misalnya antarpengarang, antargenetik, antarzaman, antarbentuk, dan

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,