PERTANOOUNGJAWABAN DEBITUR
I
PENANOOUNG HUTANG
DAIAM PENGURUSAR PUrfARG NEGARA ( KREDlTMCET )
PAM MNTOR PEIAYANAN
PENGURUSAR PIUTANG
NEGARA
(KP3N) MEDAN
DlTlNJAU DAm
UU NO. 49
Prp
TAIIllN 1960
T E SIS
Oleh:
MANTAYBORBIR SOLEMAN ,S.H.
NIM : 982105037
PERPUSTAKAAN
usu
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2001
Judul Tesis
Nama
NomorPokok
Program Studi
PERTANGGUNGJAWABAN DEBITUR I PENANGGUNG
HUTANG DALAM PENGURUSAN PIUTANG NEGARA
(KREDIT MACET) PADA KANTOR PELAYANAN
PENGUROSAN PIUTANG NEGARA (KP3N) MEDAN
DITINJAU DARI UU NO. 49 PrpTAHUN 1960
MANTAYBORBIR SOLEMAN, S.H.
982105037
ILMUHUKUM
Menyetujui :
omlal Pembimbing
Prof. Dr. Mariam 0
adrulzaman, S.H.
Ketua
•
セ
Prof.
s
セウオエ
ゥッョ
n
S.H.
Anggota
Tanggal Lulus : 03 Maret 2001
PERTANGGUNGJAWABAN DEBITURIPENANGGUNG HUTANG
DALAM PENGURUSAN PIUTANG NEGARA (KREOIT MACET) PADA
KANTOR PELAYANAN PENGURUSAN HUTANG NEGARA (KP3N) MEDAN
DITINJAU DARI UU No. 49 Prp TAHUN 1960
S. Mantayborbir
1Mariam Darus Badrulzaman
2Mustafa Siregar
2Sanwani Nasution
2INTISARI
Piutang negara (kredit macet) ialah jumlah uang yang wajib dibayar
kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak
langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau
sebab apapun (Pasal8 UU No. 49 Prp Tahun 1960). Pembentukan PUPN untuk
penanganan kredit-kredit macet yang berasal dari keuangan negara, dan dalam
masa pembangunan sekarang ini semakin banyak kredit bank yang macet.
Dalam Pasal.B UU No. 49 Prp Tahun 1960 disebutkan Ketua Panitia Urusan
Piutang Negara berwenang untuk mengeluarkan Surat Paksa yang berkepala
"Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", sehingga Surat
Paksa mempunyai kekuatan yang sama seperti grosse dari putusan hakim
dalam perkara perdata, yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim
atasan. Pasal 12 UU No. 49 Prp Tahun 1960 dinyatakan bahwa
Instansi-instansi pemerintah dan badan-badan negara diwajibkan menyerahkan
piutang-piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi
penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada
Panitia Urusan Piutang Negara. Kemudian yang menyelenggarakan tuqas
PUPN adalah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) dan
operaslonalnya dilaksanakan olen Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang
Negara (KP3N) terhadap kredit macet yang telah diterimanya. Dleh karena itu
perlu dikaji kriteria untuk menentukan suatu kredit itu macet,
pstaksanaan
pengurusan piutang negara dan pertanggungjawaban debitur/penanggung
hutang akibat kredit macet.
Untuk mengkaji hal-hal tersebut di atas, dilakukan penelitian yang bersifat
deskriptif ana/itis.
Lokasi penelitian di Kotamadya Medan, sebagai sampel
Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) Cabang Medan. Responden ditetapkan secara
purposive
sebanyak 50 orang debitur dan informan 12 orang. Alat pengumpulan
data primer adalah kuesioner, pedoman wawancara dan
check
list. Sedangkan
data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan.
1 Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) Medan, 8UPLNWi/ayah /Dep- Keuangan
2 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Ulara Medan
iii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Penentuan kriteria suatu kredit itu macet ditemukan dari jawaban yang
bervariasi, baik disebabkan lemahnya manajemen atau kemampuan untuk
mengelola fasilitas kredit yang jumlahnya besar, maupun debitur memang
benar-benar tidak mempunyai kemampuan lagi untuk meJunasi hutangnya
pada bank sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan, sehingga
setelah jatuh tempo atau melampaui 270 hari atau 9 bulan terhadap
tunggakan pokok dan bunga.
2.
Pengurusan piutang negara pada Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang
Negara (KP3N) Medan, dilaksanakan setelah piutang macet tersebut
diterima (SP3N), kemudian debitur dipanggil dan apabila hadir dibuat berita
acara tanya jawab dan pernyataan bersama; debitur akan dipanggil kembali
(terakhir) apabila panggilan pertama tidak hadir, kemudian dibuat juga berita
acara tanya jawab dan pernyataan bersama. Bila pada panggilan pertama
dan terakhir tidak hadir, maka langsung diterbitkan
PJPN
(Penetapan
Jumlah Piutang Negara). Setelah
PJPN
diterbitkan maka ditindaklanjuti
dengan penerbitan dan penyampaian surat paksa. Pada saat surat paksa
disampaikan kepada debitur/penanggung hutang; dan bila belum juga
dilunasi, maka diterbitkan Surat Perintah Penyitaan (SPP) untuk selanjutnya
diadakan penyitaan terhadap barang agunan hutang atau harta kekayaan
lainnya milik debitur, kemudian dilaksanakan pelelangan.
3.
Pelaksanaan
pertanggungjawaban
debitur/penanggung
hutang
dalam
menyelesaikan kredit macetnya kepada negara lebih banyak dilakukan
dengan cara pelelangan barang jaminan yang telah diikat sebagai agunan
kredit dan ada juga dengan memohon keringanan waktu dengan cara
mengangsur, menebus dan menjual salah satu barang jaminan, dan bahkan
ada yang melunasi semua sisa hutangnya.
Disarankan agar dalam memberi pelayanan kepada debitur dan untuk
memudahkan penagihan piutang negara, maka perlu dilakukan metode
persuasif
yang tetap dan berhasil guna sesuai dengan peraturan yang berlaku
dan sesuai dengan asas kesepakatan. Kemudian juga diharapkan kepada
debitur harus mempunyai itikad baik untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
'tata cara yang berlaku pada PUPN/KP3N.
Kata-kata kunci : - Pertanggungjawaban debitur/penanggung hutang
- Piutang negara (kredit macet)
- Mengangsur, rnelunasi, menebus, menjual, dan lelang.
iv
THE ACCOUNTABILITY OF DEBTOR IN PROCESSING THE STATE
RECEIVABLE (UNPAID CREDIT) ON STATE RECEIVABLE AFFAIRS
BOARD (KP3N) MEDAN VIEWED FROM
THE ACT NO. 49 Prp YEAR 1960
S. Mantayborbir
1Mariam Darus Badrulzaman
2Mustafa Siregar
2Sanwani Nasution
2ABSTRACT
The state receivable (unpaid credit) is the sums of money that is
due to pay for state or the authorities is either directly or indirectly paid out
by state bases a regulation, contract or whatever reasonable (Article 8 of
Act No. 49 Prp Year 1960). Therefore, the establishment of PUPN in
handling the bab debts that originally from state financial, as well in
development as currently, more increasing bank's credit run into a bad. As
the article 6 of Act No. 49 Prp Year 1960 mentions that a Chairperson
Board of State Receivable Affairs has an authority in issuing a warrant
with headings "for behalf of justice bases the almighty God", so the
warrant has a power similar to a
grosse by judge decision in civil cases, as
it is unallowable for appeal anymore over superior judges. The article 12 of
Act No. 49 Prp Year 1960 mentions hat The governmental authorities and
state institutions are obliged to hand over the receivable with the
existence and quantity has been in certain legally, but the accountability of
the debt will objection in payoff as due to the board of state receivable
affairs. Since the organizing tasks of PUPN is by the State Receivable
Affairs and Auction Agency (BUPLN) but its operational handled by the
State Receivables and Processing Unit (KP3N) over those unpaid credit
that has been received. Therefore, it is necessary to study how criterian in
determining a credit is in unpaid, the performance processing of state
receivable handlings, as well as the accountability of debtor as a result of
unpaid credit.
In order to study the above matters, it is conducted a research by
analytical descriptive. The location of research is Medan city, with a
sample is the State Receivables and Processing Unit (KP3N) and Board of
State Receivable Affairs (PUPN) Medan. The respondents is considered
by purposive totally 50 debtors, and informan 12 persons. The primary
I
The State Receivable Processing Unit (KP3N) Medan, BUPLN Regional I, Finance
Ministry.
2
Law Faculty, North Sumatra University Medan.
V
data collecting media is quessionaires, interview guides and check list.
Still, the secondary data is collected by library research.
The result of research shows that:
1. Determination for and criterian of unpaid credit is taken from a
variously answer, either by a collusion between the debtor and creditor,
missing of management or less capability to payoff the debt on a bank
refers to the contract has been defined, when the time is due to or over
270 days or 9 months over basic arrears with its interest rate.
2. The processing for state receivable on the State Receivable and
Processing Unit (KP3N) Medan, conducted after receiving a report of
unpaid credit called KP3N (Letter of Receiving and Processing State
Receivable Affairs), and debtor should be called for. For present, then
issued an official report and jointly agreement, and debtor will be called
for immediately as the last time if previously is not responsive. For the
first calling and the last call not present, is immediately to issue PJPN
(Determination of the sum of state receivable). After PJPN issued then
it should be followed-up with an issuing and delivering a warrant After
the warrant letter made, the debt still not paid off, issuing Confiscation
letter, furtherly to conduct a taking over in confiscation over those
guarantee things or those property belong to the debtor, and to sell at
auction.
3. In the performance of accountability by debtor in completion unpaid
credit
into
state
mostly
take
solution
by auction for
guarantee
properties that has been already linked as a credit guarantee but also
some request in dispensation for time, to pay it in installment, to
redeem one of guarantee properties, even some willing to payoff all
the remains of debts.
It is recommended for presenting service to those debtors, and in
order to simplify the collecting of state receivable, is necessary to perform
a property and persuasive method, it should be effectively applied bases
the regulations and refers to a jointly principle. It is furtherly hoped
to
those debtors must have a good manner mainly in paying off the debts
refers to methods be effective applied within PUPN/KP3N.
Key words:
• The Accountability of debtor
- Unpaid Credit
• Installment, payoff, to redeem, to sale and auction.
VI