• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggaldi Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggaldi Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal

di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas

Elfrida Juli Erni Hutabarat

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(2)

Judul : Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas. Peneliti : Elfrida Juli Erni Hutabarat

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2008/2009

Pembimbing Penguji

... ...Penguji I (Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS) (Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS)

NIP: 132 296 510 NIP: 132 296 510

...Penguji II

(Iwan Rusdi, S.Kp, MNS)

NIP: 132 258272

...Penguji III

(M. Sukri Tanjung, S.Kep, Ns)

Program Studi Ilmu Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan untuk Sarjana Keperawatan

(3)

Judul : Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

Nama : Elfrida Juli Erni Hutabarat Program : S1 Keperawatan

Nim : 051101012

ABSTRAK

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas dari komunikasi karena merupakan makhluk sosial. Masing-masing orang mempunyai cara tersendiri dalam berkomunikasi, hal ini yang dikenal dengan pola komunikasi. Keluarga dengan orangtua tunggal disebabkan kematian pasangannya dan merupakan krisis dalam keluarga karena hanya ada satu orangtua yang harus berperan sebagai ayah dan ibu untuk itu perlu adanya suatu pola komunikasi yang baik dengan anak-anak agar mereka dapat memahami satu sama lain. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas. Jenis penelitian ini adalah deskriptif non hipotesis. Pengambilan sample dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi terhadap orangtua tunggal yang disebabkan karena kematian pasangannya, yang berjumlah 52 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data yang telah terkumpul dianalisa kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas keluarga dengan orangtua tunggal memiliki pola komunikasi fungsional (82,69%), dan orangtua tunggal yang memiliki pola komunikasi disfungsional (17,31%). Hasil penelitian ini merupakan fakta yang dapat digunakan untuk praktek keperawatan keluarga. Dengan penelitian ini diharapkan kepada semua pihak dapat memahami pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal sehingga mempermudah perawat dalam menyampaikan informasi tentang kesehatan kepada keluarga dengan orangtua tunggal.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat, rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : ” Pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas”, yang merupakan salah satu persyaratan bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

(5)

Penulis mengucapkan terimakasih kepada: Bapak Prof. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin kepada saya melaksanakan penelitian ini, Bapak Prof. Guslihan Dasa Tjipta Ketua Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian ini, dan penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Erniyati, S.Kp. MNS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih kepada orangtuaku tercinta Drs, Hiras Hutabarat. SH (Alm) dan Dra.Nenci Nainggolan yang selalu berdoa dan menyayangiku, memberiku dorongan baik moril maupun materil, untuk adik-adikku Condrat Benni Fasius Hutabarat, Bima Crenius Putra Hutabarat, dan Evi Lidia Ningsih Hutabarat, dan semua sanak saudara yang selalu mendukungku dan menasehatiku. Sahabat-sahabat KK di UKM KMK USU (Etha, Tio, Evi, Mika, dan k.Winda) dan PSIK FK USU stambuk 2005 yang selalu memberi semangat dan motivasi.Terimakasih juga kepada NHKBP Martoba yang selalu mendoakanku untuk keberhasilan studiku. Kepada sahabatku Alfred Paido Tampubolon, S.Ked atas doa, motivasi dan dukungannya sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan pengerjaan skripsi ini.

Semoga segenap bantuan, bimbingan, dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis mendapat berkat dari Tuhan. Harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, 29 Juni 2009 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

1.3 Pertanyaan Penellitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Pendidikan Keperawatan ... 6

1.4.2 Pelayanan Keperawatan ... 6

1.4.3 Penelitian Keperawatan ... 7

2.2.2 Bentuk Keluarga ... 17

2.2.3 Peranan Keluarga ... 18

2.2.4 Fungsi Keluarga ... 19

2.2.5 Keluarga dengan Orangtua Tunggal ... 19

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 23

3.2 Definisi Operasional ... 24

(7)

4.5 Instrumen Penelitian ... 27

4.6 Uji Validitas & Reliabilitas ... 27

4.7 Pengumpulan Data ... 28

4.8 Analisa Data ... 29

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 31

5.2 Pembahasan... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan ... 41

6.2 Rekomendasi ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN

1. Formulir persetujuan menjadi peneliti ... 47

2. Kuesioner penelitian 2.1 Data Demografi ... 48

2.2 Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal ... 49 3. Surat Izin Penelitian dari PSIK FK USU

4. Surat Izin Penelitian dari Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas 5. Jadwal Penelitian

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tabel 1 Distribusi frekuensi dan distribusi karakteristik responden ... 32 2. Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan persentase Pola komunikasi

keluarga dengan orangtua tunggal

di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas ... 33

(9)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan menjalankan kehidupannya sebagai individu dalam kelompok sosial, komunitas, organisasi, maupun masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia berinteraksi, membangun relasi dan transaksi sosial dengan orang lain. Itulah sebabnya manusia tak dapat menghindari komunikasi (Liliweri, 2007).

Komunikasi berhubungan dengan proses perubahan perasaan, keinginan, informasi dan pendapat (Friedman, 1998). Komunikasi juga didefinisikan sebagai semua perilaku yang membawa pesan dan yang diterima oleh orang lain. Perilaku itu bisa verbal atau non verbal; semua itu masih merupakan komunikasi sejauh membawa pesan. Pesan itu bisa disengaja atau tidak disengaja, tetapi jika pesan itu diterima, maka sebenarnya juga telah dikomunikasikan. Penerimaan pesan dapat secara sadar atau tidak sadar, dipahami atau tidak dipahami akan tetapi segera pesan itu diterima pada tingkat apapun kita telah berkomunikasi. Dalam hal ini keluarga juga sangat penting dalam mempunyai komunikasi yang baik dengan anggota keluarganya (Wahlroos, 2002).

(11)

sirkular dari keluarga, disamping mempengaruhi dan mengorganisir anggota keluarga, pola-pola itu juga menghasilkan arti dari transaksi diantara para anggota keluarga. Interaksi didalam keluarga dipengaruhi peran dan tugas para anggota keluarga sebagaimana digambarkan oleh kebudayaan. Tipe interaksi lain resolusi konflik dan teknik-teknik pengambilan keputusan juga diambil berdasarkan budaya. Sejauh mana keluarga bersikap verbal juga tergantung kepada budaya dan tingkat sosioekonomi dan tahap perkembangan keluarga (Petter, 1974 dalam Friedman, 1998).

Curran (1983) dalam Friedman (1998) menggambarkan keluarga sehat mempunyai komunikasi yang jelas dan kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi kedekatan hubungan agar berkembang dan terpelihara hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Kemampuan anggota keluarga untuk mengenal dan memberi respon terhadap peran-peran nonverbal, diidentifikasikan sebagai suatu atribut penting sebuah keluarga sehat.

(12)

Keluarga dengan orang tua tunggal terdiri dari satu orang tua yang merawat anak-anaknya, berada dirumah, mereka menjadi orang tua tunggal disebabkan karena kematian pasangannya, perceraian atau memutuskan untuk tidak menikah tetapi mengadopsi anak. Mengingat krisis yang terjadi kepada orangtua tunggal karena kehilangan pasangannya maka akan semakin meningkat resiko dari lingkungan sosial yang buruk, akan semakin emosinal dalam menghadapi segala situasi dan tentunya akan mengalami banyak konflik didalam keluarga. Pengaruh sumber finansial dan emosi juga mempengaruhi kesehatan keluarga dengan orangtua tunggal (Potter & Perry, 2005). Maka orangtua harus dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial agar dapat merawat anaknya dengan baik (Foster, Mabel & Jo, 1989).

Konflik dalam keluarga terjadi hanyalah karena rasa cinta dan itikad baik yang ada pada masing-masing angggota keluarga tidak dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga cinta dan itikad baik itu tidak bisa dirasakan. Kunci dari perbaikan hubungan keluarga (dan juga kesehatan emosional pada umumnya) terletak dalam komunikasi. Melalui komunikasilah kita belajar apa yang kita ketahui; masalah hubungan antar manusia sebagian besar ditimbulkan oleh komunikasi yang disfungsional dan melalui komunikasi yang fungsional masalah dapat diselesaikan (Wahlroos, 2002).

(13)

dan selalu mengkritik yang kemungkinan besar memicu penyalahgunaan narkoba. BKKBN (2004) dalam penelitian Sari (2007) memaparkan kurangnya komunikasi yang terbuka antara orangtua dan remaja dalam masalah seks dan reproduksi dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku remaja dalam hal kesehatan reproduksi. Keluarga sebagai institusi pertama dan utama dalam pembentukan karakter anggotanya diharapkan mampu membangun komunikasi yang kondusif dengan anak remajanya khususnya tentang kesehatan reproduksi mereka sehingga remaja tidak enggan berdiskusi mengenai kesehatan reproduksi dengan orang lain termasuk dengan anggota keluarganya sendiri. Dampak lain dari komunikasi disfungsional dalam keluarga yaitu meningkatnya paparan pornografi dan perilaku seksual. Hal ini diakibatkan karena orang tua kurang dapat berkomunikasi secara terbuka pada anak remajanya dalam masalah seksual sehingga memperkuat munculnya perilaku seksual seperti masturbasi, onani, petting dan coitus (Bachtiar, 2004 dalam penelitian Khairani, 2007). Untuk membuktikan terdapat masalah dalam keluarga jika tidak berkomunikasi secara baik, maka peneliti melakukan studi pendahuluan.

(14)

kedua berkata tidak terdapat perbedaan perubahan dalam berkomunikasi sejak kematian suaminya, anak-anak selalu menurut akan perintah ibunya. Orangtua tunggal ketiga berkata bahwa ia semakin jauh dari anaknya sejak kematian istrinya, jarang melakukan komunikasi secara terbuka terhadap anaknya, lebih sering memecahkan masalah sendiri. Dahulu pada waktu istrinya masih hidup keluarga mereka sering melakukan diskusi dalam menyelesaikan masalah tetapi sekarang mereka tidak dapat melakukan komunikasi secara terbuka. Orangtua tunggal keempat berkata bahwa ia cenderung mengalami stres dalam mengasuh anak-anaknya, hal ini terjadi karena anak yang kurang mengerti keadaan ibunya. Walaupun mereka sering mengadakan diskusi, tetapi diskusi tersebut tidak menyelesaikan masalah, hal ini dianggap ibu karena ia kurang tegas dalam bertindak dan menerapkan peraturan dalam rumah tangga, ibu lebih cenderung menyembunyikan perasaannya.

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang sehat sangat diperlukan untuk meminimalkan konflik yang terjadi dalam keluarga khususnya keluarga dengan orangtua tunggal. Kondisi keluarga dengan orangtua tunggal merupakan krisis dalam keluarga dimana satu orangtua berperan sebagai ayah dan ibu. Tentu akan banyak tekanan yang dialami orangtua tunggal, untuk itu perlu adanya komunikasi yang fungsional dalam keluarga, supaya segala sesuatu dapat dikomunikasikan secara sehat, terbuka dan jujur antar anggota keluarga, sehingga konflik dapat teratasi.

(15)

sama lain untuk itu peneliti sangat tertarik dalam melakukan penelitian tentang pola komunikasi keluarga dengan orang tua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas

1.2 Tujuan Penelitian

Menggambarkan pola komunikasi keluarga dengan orang tua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pola komunikasi keluarga dengan orang tua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas ?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi tambahan bagi para pendidik bahwa tidak selamanya keluarga dengan orangtua tunggal memiliki pola komunikasi disfungsional dan juga bermanfaat bagi peserta didik dalam menambah wawasan mengenai pola komunikasi keluarga dengan orang tua tunggal.

1.4.2 Pelayanan Keperawatan

(16)

cenderung bersifat terbuka sehingga dapat mempermudah dalam menerima informasi kesehatan secara baik.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi

2.1.1 Pengertian

Konsep awal pada pertengahan abad ke 20 menampilkan perbedaan yang sangat jelas mengenai apa itu komunikasi. Menurut asal katanya istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio, yang akar katanya adalah communis, tetapi bukan partai komunis dalam kegiatan politik. Arti communis disini adalah sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna

mengenai suatu hal. Jadi komunikasi berlangsung bila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan (Djamarah, 2004).

Menurut Weaver (1949) dalam Ardianto & Bambang (2007), komunikasi merupakan semua prosedur dimana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lain, sedangkan menurut Hovland, Hanis & Kelley (1953) dalam Ardianto & Bambang (2007), komunikasi merupakan proses dimana individu (komunikator) menyampaikan pesan biasanya verbal untuk mengubah perilaku individu lain (audiens).

2.1.2 Peraturan-peraturan dalam komunikasi

(18)
(19)

2.1.3 Unsur-unsur komunikasi

Menurut Liliweri (2007) menjelaskan bahwa komunikasi sebagai aktifitas memiliki beberapa unsur diantaranya :

a. Pengirim (sender) atau sumber (resource) yaitu individu, kelompok, atau organisasi yang berperan untuk mengalihkan transfering) pesan. b. Encoding, pengalihan gagasan kedalam pesan.

c. Pesan (message), gagasan yanng dinyatakan oleh pengirim kepada orang lain.

d. Saluran (media), merupakan tempat di mana sumber menyalurkan pesan kepada penerima, misalnya melalui gelombang suara, cahaya, atau halaman cetak.

e. Decoding, pengalihan pesan kedalam gagasan.

f. Penerima (receiver), individu atau kelompok yang menerima pesan. g. Umpan balik (feed back), reaksi terhadap pesan.

h. Gangguan (noise), efek internal atau eksternal akibat dari peralihan pesan.

i. Bidang pengalaman (field of experience), bidang atau ruang yang menjadi latar belakang informasi dari pengirim maupun penerima. j. Pertukaran makna (shared meaning), bidang atau ruang pertemuan

tumpang tindih) yang tercipta karena kebersamaan.

(20)

2.1.4 Fungsi komunikasi

Secara umum terdapat lima kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi, yaitu :

a. Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui penerima.

b. Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik penerima. c. Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima.

d. Sumber mempengaruhi konsumen dengan informasi yang persuasif untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima.

e. Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sambil mempengaruhi penerima.

2.1.5 Pola Komunikasi

Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas seseorang, tentu masing-masing memiliki cara tersendiri dalam berkomunikasi untuk mendapatkan suatu tujuan. Oleh karena itu, dalam komunikasi dikenal pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku manusia dalam berkomunikasi. Ada beberapa buku yang menerangkan beberapa jenis pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal diantaranya :

(21)

1. Model Stimulus-Respons

Merupakan Pola komunikasi yang paling sering terjadi didalam keluarga. Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses ”aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Orangtua tampaknya harus lebih proaktif dan kreatif untuk memberikan rangsangan kepada anak, sehingga kepekaan anak atas rangsangan yang diberikan semakin membaik

2. Model ABX

Merupakan pola komunikasi lain yang sering terjadi dalam komunikasi antara anggota keluarga yang dikemukakan oleh Newcomb dari perfektif psikologi-sosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X). bila A dan B mempunyai sifat positif terhadap satu sama lain dan terhadap X (orang, gagasan, atau benda) hubungan ini merupakan simetri. Bila A dan B saling membenci, dan salah satu menyukai X, sedangkan lainnya tidak, hubungan itu juga merupakan simetri. Akan tetapi, bila A dan B saling menyukai, namun mereka tidak sependapat mengenai X atau bila mereka saling membenci, namun sependapat mengenai X, maka hubungan mereka bukan simetri (Mulyana dalam Djamarah, 2004).

(22)

disenangi oleh orang lain. Atau dua orang yang terlibat pembicaraan sama-sama menyenangi atau membenci suatu objek. Silang pendapat atau kesamaan pendapat adalah manusiawi. Maka dari itu jangan bermusuhan hanya karena perbedaan pendapat, tetapi perbedaan pendapat harus dimusyawarahkan untuk mufakat.

3. Model Interaksional

Model Interaksional berlawanan dengan model S-R. Sementara model S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, sedangkan model Interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi digambarkan sebagai pembentukan makna, yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri dan diri orang lain, simbol, makna, penafsiran dan tindakan.

Interaksi yang terjadi antar individu tidak sepihak. Antar individu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam memakai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. Semakin cepat memberikan pemaknaan dan penafsiran terhadap pesan yang disampaikan semakin lancar komunikasi. Dalam komunikasi individu yang satu tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada individu atau kelompok lainnya untuk melakukan pemaknaan dan penafsiran secara tepat (Djamarah, 2004).

(23)

1. Pola komunikasi fungsional

Pola komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga yang berhasil dan sehat dan didefinisikan sedemikian rupa, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan, baik pada tingkat instruksi maupun isi (Sell, 1993 dalam Friedman, 1998) dan juga kesesuaian antara tingkat perintah/ instruksi dan isi (Sattir, 1983 dalam Friedman, 1998). Dengan kata lain komunikasi fungsional dalam lingkungan keluarga menuntut bahwa maksud dan arti dari pengirim yang dikirim lewat saluran-saluran yang relatif jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari pesan itu mirip dengan pengirim (Sells, 1973 dalam Friedman 1998).

. Pola-pola komunikasi dalam sebuah keluarga fungsional menunjukkan adanya penyambutan terhadap perbedaan dan juga penilaian minimum dan kritik tidak realistis yang dilontarkan satu sama lain. Pola-pola komunikasi ini dalam sistem keluarga mempunyai suatu pengaruh besar terhadap anggota individu Didalam komunikasi fungsional terdapat keterbukaan dan kejujuran yang cukup jelas antar anggota keluarga dimana setiap anggota keluarga mampu mengakui kebutuhan dan emosi satu sama lain.

(24)

Keluarga-keluarga fungsional adalah keluarga-keluarga dengan pola-pola komunikasi fungsional, keterbukaan nilai, saling hormat menghormati perasaan, pikiran dan perhatian, spontanitas, autensitas, dan membuka diri. Dalam hubungannya dengan ”membuka diri” menyatakan secara tegas bahwa anggota keluarga yang berbicara terbuka satu sama lain adalah orang cukup percaya diri untuk mempertaruhkan interaksi yang penuh arti (Friedman, 1998).

2. Pola komunikasi Disfungsional

Berbeda dengan pola komunikasi fungsional, pola komunikasi disfunsional didefinisikan sebagai pengirim (transmisi) dan penerima isi dan perintah dari pesan yang tidak jelas/ tidak langsung atau ketidaksepadanan antara tingkat isi dan perintah dari pesan. Aspek tidak langsung dari komunikasi disfungsional menunjuk kepada pesan-pesan menuju sasaran yang tepat (langsung) atau dibelokkan dan menuju orang lain dalam keluarga (tidak langsung). Jika penerimanya tidak berfungsi (disfungsional), maka akan terjadi kegagalan komunikasi karena pesan tidak diterima sebagai mana diharapkan, mengingat kegagalan penerima mendengar, menggunakan diskualifikasi, memberikan respons yang tidak sesuai, gagal menggali pesan pengirim, gagal menvalidasi pesan.

(25)

perasaan, dan perfektif orang lain. Jika individu harus memberi, mereka akan melakukannya dengan enggan dan dengan cara bermusuhan, defensif, dan mengorbankan diri. Dengan demikian tawar-menawar atau negosiasi secara efektif merupakan hal yang sulit, karena orang-orang yang memusatkan pada diri sendiri percaya bahwa mereka tidak bisa kehilangan sekecil apapun yang mereka berikan. Anggota keluarga yang berpusat pada diri sendiri dan tidak dapat mengenal toleransi perbedaan juga tidak dapat mengenal efek dari pikiran perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga yang lain. Mereka juga tidak memahami pikiran, perasaan, dan perilaku keluarga lain (Friedman, 1998).

2.2 Keluarga

2.2.1 Pengertian keluarga

(26)

2.2.2 Bentuk Keluarga menurut Potter & Perry (2005), terdiri dari : a. Keluarga Inti

Merupakan keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan mungkin satu atau lebih anak. Kehadiran anak mempengaruhi waktu keluarga dan sumber ekonomi. Ketidak hadiran anak memungkinkan suami dan istri mencari konseling dan pelayanan kesehatan.

b. Keluarga Besar

Keluarga ini termasuk kerabat (bibi, paman, kakek, nenek, dan sepupu), selain keluarga inti. Makin dekat anggota keluarga pada keluarga besar, makin mempunyai pengaruh pada pelayanan kesehatan. Keluarga inti memberikan berbagai macam dukungan berdasarkan kebutuhan anggota keluarga terhadap pelayanan kesehatan.

c. Keluarga dengan orangtua tunggal

Keluarga ini terbentuk karena salah satu orantua meninggalkan keluarga inti karena kematian, perceraian, atau mengabaikan, atau pada saat seseorang yang belum menikah memutuskan untuk memiliki atau mengadopsi anak. Sitiasi perpisahan berdampak pada keluarga; hal ini merupakan akibat yang paling umum dari perceraian pada saat ini. Pengurangan sumber finansial dan emosi mempengaruhi kesehatan keluarga dengan orangtua tunggal.

d. Keluarga campuran

(27)

Tekanan dari bentuk pola keluarga yang baru dapat mempengaruhi kesehatan mental anggota keluarga.

Bentuk keluarga menurut Suprajitno (2004) pembagian bentuk keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang, yang mengkelompokkan menjadi dua yaitu :

a. Keluarga Inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi.

b. Keluarga Besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah dengan anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, dan bibi)

2.2.3 Peranan Keluarga

Peran menunjuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang okupan dalam situasi sosial tertentu. Peran didasarkan pada harapan peran yang menerangkan apa yang individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut (Friedman,1998).

(28)

psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spritual (Setiadi, 2008).

2.2.4 Fungsi Keluarga

Menurut friedman (1998) dalam Setiadi (2008), secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut :

1. Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

2. Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.

3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4. Fungsi ekonomi, keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi, dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

2.2.5 Keluarga dengan orangtua tunggal

(29)

dapat tinggal dirumah atau diluar rumah (Setiadi,2008). Keluarga dengan orang tua tunggal bisa dipimpin oleh wanita karena kehilangan suaminya atau dipimpin oleh pria karena kehilangan istrinya. Kenyataannya banyak keluarga dengan orang tua tunggal dipimpin oleh wanita (Foster, Mabel & Jo, 1989). Varian tradisional keluarga dengan orangtua tunggal adalah bentuk keluarga dimana kepala keluarga adalah janda, diceraikan, ditinggal pergi atau berpisah. Varian non tradisional dari bentuk keluarga dengan orangtua tunggal adalah sebuah keluarga dimana sebagai kepala secara praktis selalu ibu-belum pernah menikah (Friedman, 1998).

Studi terdahulu telah membuktikan bahwa anak-anak dengan ibu sebagai kepala keluarga memiliki resiko yang besar terhadap masalah perkembangan perilaku, penampilan akademik yang rendah, berperilaku tidak sesuai peran (anak laki-laki menjadi lebih feminim, anak perempuan mempunyai kemampuan yang rendah untuk berkembang dan memelihara kesehatannya dibandingkan dengan pria) dibandingkan anak dengan dua orangtua dalam keluarga (Johnson, 1986). Menurut Heins & Seiden (1987) terdapat lebih sedikit sifat positif yang ada dalam diri suatu keluarga dengan orangtua tunggal dibandingkan dengan orangtua lengkap.

(30)

Kejiwaan seorang ibu dan reaksi perilaku untuk situasi ini sebagai orang tua tunggal adalah menjadi ibu yang kritis untuk meningkatkan fungsi dan menyeimbangkan semua bagian dalam keluarga. Beberapa ibu sebagai orang tua tunggal mengalami penurunan pendapatan, status sosial, aktivitas sosial, mengalami isolasi sosial dan meragukan dirinya sendiri. Walaupun begitu keberhasilan fungsi keluarga sangat dipengaruhi oleh reaksi ibu pada setiap situasi (Jhonson, 1986).

Pria yang menjadi orangtua tunggal sangat tidak terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Namun berkat kehadiran peralatan rumah tangga berteknologi modern, mereka dapat belajar dengan lebih cepat untuk mengerjakan tugas-tugas yang biasa dilakukan wanita (Heins & Seiden, 1987). Dalam urusan rumah tangga orangtua tunggal, perasaan anak berubah dan mereka lebih memiliki rasa tanggung jawab dan kemampuan untuk membuat keputusan. ”Keluarga itu juga berubah” (Heins & Seiden, 1987).

(31)

Setiap jenis keluarga memilikai masalah dan kekuatan sendiri. Yang amat penting bagi keberhasilan dari setiap tipe keluarga tersebut adalah integrasinya ke dalam sistem pendukung psikososial aktif (Friedman, 1998).

(32)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola-pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal karena kematian pasangannya, hal ini dilakukan agar dapat memperoleh hasil yang lebih akurat. Pola komunikasi keluarga didefinisikan sebagai karakteristik pola-pola interaksi sirkular dari keluarga, disamping mempengaruhi dan mengorganisir anggota keluarga, pola-pola itu juga menghasilkan arti dari transaksi diantara para anggota keluarga (Petter, 1974 dalam Friedman, 1998). Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola komunikasi menurut Friedman (1998), karena pola komunikasi ini lebih operasional dalam keluarga dan lebih mudah dipahami oleh peneliti. Friedman (1998) membagi dua pola komunikasi yaitu: pola komunikasi fungsional dan disfungsional.

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian Keluarga dengan orangtua

tunggal

(disebabkan kematian )

(33)

2.2 Definisi Operasional

(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

deskriptif nonhipotetis yang bertujuan untuk mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat itu (Hidayat, 2007). Dalam hal ini peneliti ingin menggambarkan pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

4.2 Populasi dan Sample

Populasi orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas sebanyak 70 KK. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample secara purposive sampling, dimana pengambilan sample secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Arikunto, 2002). Adapun jumlah sample yang didapat saat pengambilan data secara purrposive sampling yaitu 52 orang yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu:

- Orangtua tunggal minimal mempunyai satu orang anak yang masih dalam tanggungan.

(35)

4.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas karena memiliki sample yang memadai untuk dilakukan penelitian, terletak pada daerah perkotaan yang majemuk penduduknya dimana terdapat beraneka ragam budaya dan adat istiadat setempat. Berdasarkan data yang diterima dari Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas setiap tahun ada orangtua yang kehilangan pasangannya, dengan kata lain populasi orangtua tunggal akan selalu meningkat setiap tahun. Waktu penelitian dilakukan pada bulan 23 Mei- 15 Juni 2009.

4.4 Pertimbangan Etik

(36)

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner tertutup yang terdiri dari dua bagian, yaitu lembar pertama mengenai data demografi dan lembar kedua data tentang pola komunikasi.

Kuesioner mengenai data demografi meliputi umur, jumlah tanggungan, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir, suku, pekerjaan dan penghasilan. Kuesioner mengenai pola komunikasi untuk melihat bagaimana pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal. Kuesioner terdiri dari 25 pertanyaan (18 pertanyaan pola komunikasi fungsional dan 7 pertanyaan pola komunikasi disfungsional) yang dibuat berdasarkan teori dari Wahlross (2002) dan Friedman (1998) dalam tinjauan pustaka dengan menggunakan skala likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) memperoleh nilai 1, Tidak Setuju (TS) memperoleh nilai 2, Setuju (S) memperoleh nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) memperoleh nilai 4.

4.6 Validitas dan Reliabilitas

(37)

Zahara Nasution, S.Kp. MNS dan perwakilan orangtua tunggal dari suku Jawa dan Batak yaitu ibu Supsiloani, S.Sos dan Ibu Ir. Rona J. Nainggolan.

Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas dilakukan secara internal konsistensi. Pengujian ini dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian dianalisis dengan menggunakan Cronbach Alpha. Tes Cronbach Alpha yang menunjukka n suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2005 & Kuncoro, 2003 dalam Ginting, 2008).

Dari hasil uji reabilitas terhadap orangtua tunggal di Kelurahan Timbang Deli yang berdekatan dengan Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas, terhadap responden sebanyak 10 orangtua tunggal menyimpulkan bahwa nilai Cronbach Alpha 0,865. Hal ini membuktikan bahwa koesioner ini reliabel untuk digunakan sebagai instrumen penelitian untuk menilai pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

4.7 Pengumpulan Data

(38)

manfaat dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent, setelah itu peneliti memberi kesempatan kepada responden untuk mengisi kuesioner selama 15 menit. Responden yang bersedia mengisi kuesioner diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dimengerti. Setelah selesai kemudian peneliti memeriksa kelengkapannya. Jika masih ada yang kurang lengkap, maka dapat langsung dilengkapi, selanjutnya setelah semua data terkumpul lalu data dianalisis.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul peneliti mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk. Data kemudian diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi, pengolahan dan analisa data.

Hasil data kuesioner berupa data demografi meliputi umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, suku, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan, diolah dengan menggunakan statistik bentuk univariat. Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Stevens, dkk, 2005). Data-data hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

(39)

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Nilai tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah 25.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (1992) untuk menentukan panjang kelas dapat digunakan rumus

Rentang kelas tertinggi - rentang kelas terendah P =

Banyak kelas

100 - 25

Maka nilai P = = 37,5 = 38 2

Berdasarkan rumus statistika diatas maka pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal dimasukkan kedalam 2 kelas yaitu, fungsional (dengan skor 63-100) dan disfungsional (dengan skor 25-62).

(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 23 Mei 2009 sampai dengan 15 Juni 2009 di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas dengan jumlah responden 52 orang.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, karakteristik responden dan pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

5.1.1Karakteristik Responden

(41)
(42)

5.1.2 Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

Pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal terhadap 52 responden yang terdiri dari 25 pernyataan diperoleh bahwa pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas mayoritas fungsional (n = 43 ; 82,69%) (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan persentase Pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas (n = 25)

1 Komunikasi terbuka dan

jujur.

7 (13,46) 9 (17,31) 21 (40,38) 15 (28,85)

2 Anak-anak membuka diri

bercerita akan masalah

5 Keluarga toleransi dan

dapat menerima perbedaan pendapat

0 (0) 6 (11,54) 34 (65,38) 12 (23,08)

6 Sering mengadakan diskusi

tentang semua masalah

1 (1,92) 18 (34,62) 22 (42,31) 11 (21,15)

7 Diskusi tidak menimbulkan

pertengkaran dan masalah baru

3 (5,77) 23 (44,23) 18 (34,62) 8 (15,38)

8 Keluarga tenggang rasa,

sopan, dan hormat terhadap lawan bicara.

1 (1,92) 12 (23,08) 31 (59,62) 8 (15,38)

9 Setelah diskusi masalah

(43)

No Penilaian

16 Ketiaka anak-anak marah,

mereka melampiaskan

kemarahan mereka kepada orang lain atau barang disekitarnya.

30 (57,69) 8 (15,38) 11 (21,15) 3 (5,77)

17 Bapak/ Ibu mempunyai

teman untuk berbagi perasaan.

5 (9,62) 3 (5,77) 24 (46,15) 20 (38,46)

18 Tidak pernah

menggunakan kata-kata yang kotor ketika kesal dan marah

4 (7,69) 21 (40,38) 12 (23,08) 15 (28,85)

19 Orangtua bijaksana dalam

mengambil keputusan.

0 (0) 8 (15,38) 26 (50,00) 18 (34,62)

20 Anggota keluarga saling

memahami satu sama lain.

24 Mendidik anak secara

(44)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Individu

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas terhadap 52 responden, terlihat bahwa mayoritas keluarga memiliki komunikasi fungsional (n = 49;82,69%).

Karakteristik responden berdasarkan umur rata-rata lebih banyak berusia 40-65 tahun sebanyak (n = 47; 90,38%), paling muda berusia 29 tahun dan paling tua berusia 67 tahun. Responden terbanyak berada pada rentang usia dewasa tengah-lajang (40-65 tahun), karena pada rentang usia ini banyak terdapat perubahan dalam perkawinan seperti kematian pasangannya, perpisahan, perceraian dan pilihan untuk menikah lagi atau tetap sendiri (Potter & Perri, 2005).

(45)

Perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan secara umum, menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki dan memiliki skor yang lebih tinggi pada pengukuran ketakutan dalam situasi sosial dibanding laki-laki (Trismiati, 2004).

Mayoritas penduduk beragama Protestan (n=33 ; 63,46%), sebanyak n=30 memiliki pola komunikasi fungsional dan n=3 disfungsional. Dari hasil pengamatan bahwa penduduk di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas ini sangat erat dalam persekutuan ibadahnya, mereka memiliki perkumpulan yang dinamakan PA/ Partangiangan. Dengan pendekatan spritual yang baik maka stres dalam keluarga dapat diminimalkan, dan tentunya mereka akan memiliki kekuatan baru apabila selesai beribadah. Dengan pendekatan ibadah yang baik maka komunikasi dalam keluarga juga akan terjalin menjadi jauh lebih baik, orangtua dan anak-anak akan cenderung lebih bersabar dan akan memiliki koping yang lebih kuat dalam menghadapai tantangan kehidupan dalam keluarga (Friedman, 1998).

(46)
(47)

Mayoritas keluarga bekerja sebagai wiraswasta (n = 30; 57,69 %), dari data didapatkan bahwa n = 22 memiliki pola komunikasi fungsional, dan n = 8 memiliki pola komunikasi disfungsional. Berdasarkan pengamatan peneliti mayoritas penduduk berwiraswasta dirumah seperti membuka toko untuk berjualan, ada juga ia menjahit bersama dengan anak-anaknya, hal ini memungkinkan semakin sering orangtua berinteraksi dengan anak-anaknya maka akan semakin sering juga mereka dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya. Dari data juga didapatkan bahwa 6 dari 7 orangtua tunggal yang bekerja sebagai PNS memiliki komunikasi fungsional, hal ini dikarenakan pekerjaan menjadi PNS lebih mapan dan lebih memiliki banyak waktu untuk berinteraksi dengan anak-anaknya, hal ini yang membuat pola komunikasi keluarga menjadi fungsional.

Penghasilan keluarga berada para rentang Rp.1.000.000 - Rp.3.000.000 (n = 26 ; 50%), sebanyak n = 22 yang memiliki pola komunikasi fungsional dan n = 4 yang memiliki pola komunikasi disfungsional. Apabila penghasilan keluarga berada pada rentang Rp.1.000.000-Rp.3.000.000 maka akan lebih mapan dalam hal finansial, hal ini akan meminimalkan konflik ekonomi didalam keluarga, dan keluarga pasti akan mampu memberikan pendidikan yang lebih baik dengan anaknya, dengan pendidikan yang lebih baik maka akan semakin baik juga anak-anak dalam berkomunikasi kepada orang-orang disekitarnya khususnya antar anggota keluarga.

5.2.2 Pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal.

(48)

terjadi apabila tidak terdapat kekakuan dan formalitas di dalam keluarga tersebut. Sehingga antara anggota keluarga dapat melakukan komunikasi dari hati ke hati secara dialogis dalam berbagai kondisi dan situasi dengan santai dan penuh keterbukaan serta keakraban (Komala, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas keluarga dengan orangtua tunggal memiliki pola komunikasi yang fungsional (n = 40; 83,33%). Berarti dapat diasumsikan bahwa walupun kehilangan salah satu pasangannya, ternyata orangtua tunggal mampu untuk berperan ganda yaitu menjadi ayah dan ibu dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Hal ini terbukti dalam keluarga dengan orangtua tunggal memiliki komunikasi fungsional yang terbuka, sehat, dan idealnya dapat memenuhi fungsi-fungsi umum dalam keluarga. Keluarga dengan orangtua tunggal yang memiliki komunikasi fungsional berarti akan meminimalkan stres yang terjadi didalam keluarga, karena keluarga dapat menyelesaikan masalah dengan sehat melalui diskusi atau musyawarah dan mampu mengungkapkan kemarahan secara sehat (Potter & Perry, 2005 dan Friedman, 1998). Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci dari sebuah keluarga yang berhasil dan sehat (Friedman, 1998).

(49)

mengungkapkan konflik yang terjadi dalam dirinya kepada orang lain, hal ini mengakibatkan laki-laki sulit berkomunikasi dengan anak-anaknya secara baik.

Untuk itu sebagai seorang orangtua tunggal sangat membutuhkan perjuangan yang lebih tinggi dalam membesarkan anak-anaknya. Mengingat banyaknya tuntutan dalam membesarkan anak-anaknya selama menjadi orangtua tunggal, baik dalam bidang ekonomi maupun pendidikan, untuk itu dibutuhkan adanya komunikasi yang terbuka dalam keluarga agar anak-anak juga dapat mengerti akan kebutuhan orangtuanya, sehingga anak-anak tidak terlalu menuntut kepada orangtuanya. Dengan begitu keluarga akan hidup damai sejahtera, saling mengerti dan memahami akan kebutuhan satu sama lain dan lebih terbuka dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya. Orangtua juga akan lebih pandai dalam mengungkapkan emosinya secara sehat, sehingga anak-anak akan merasakan orangtua mereka sedang mendidik mereka menjadi individu yang berguna bagi masyarakat (Endang, 2005).

(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai deskripsi dari “Pola Komunikasi Keluarga dengan Orangtua Tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan terhadap 52 orangtua tunggal yang berada di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas menunjukkan bahwa pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal adalah fungsional. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan yang dibuat oleh peneliti, dimana anggota keluarga mampu mengakui dan menerima kebutuhan satu sama lain (65,38%), mereka melakukan diskusi untuk memecahkan masalah (50%), memiliki toleransi dan dapat menerima perbedaan pendapat dalam berdiskusi (65,38%), pada saat diskusi keluarga tenggang rasa, sopan, dan hormat terhadap lawan bicara (59,62%), ketika diadakan diskusi keluarga mau belajar cara menyetujui pendapat tanpa perdebatan yang merusak (59,62%), dan orangtua tidak menyimpulkan sendiri maksud atau keinginan keluarga (50%).

(51)

anak-mereka bijaksana dalam mengambil keputusan (50%), orangtua memusatkan perhatian kepada kepentingan keluarga (51,92%), anak menghormati orangtua (50%), orangtua selalu memberikan waktu luang kepada anak-anak sehingga memiliki komunikasi yang baik dengan anak-anak (50%) dan orangtua mendidik anak secara penuh setiap hari (71,15%).

6.2 Rekomendasi

a. Untuk Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini merupakan fakta bagi praktek keperawatan, sehingga perawat, khususnya perawat keluarga yang berada di komunitas lebih mudah menyampaikan informasi kepada keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas karena mereka memiliki komunikasi yang fungsional, yang artinya keluarga terbuka menerima informasi kesehatan yang diberikan oleh perawat sehingga mempermudah dalam melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga.

b. Untuk peneliti selanjutnya

(52)

daerah/ wilayah yang kemungkinan mayoritas suku Jawa, Melayu, dan lain-lain, kemungkinan akan berbeda cara orangtua dan anak dalam berkomunikasi. Oleh sebab itu, jika peneliti selanjutnya berminat melakukan penelitian tentang pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal alangkah baiknya membedakan budayanya.

Dari data penelitian juga didapatkan bahwa orangtua laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya. Untuk itu bila peneliti selanjutnya berminat melakukan penelitian ini alangkah baiknya membedakan usia dan jenis kelamin responden yang akan ditelitinya dan harus lebih cermat melihat hubungan kedekatan antara orangtua dan anak, hal ini dikarenakan apabila orangtua lebih dekat dengan anak pertama, maka akan semakin sering dalam berkomunikasi dan tentu saja akan memiliki komunikasi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang kurang dekat dengan orangtuanya sehingga hal ini akan menimbulkan bias dalam penelitian untuk itu sangat penting mempertimbangkan aspek Psikodinamik dalam keluarga.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Amalliyah, R. (2005). Pengetahuan Remaja tentang dampak Penyalahgunaan Narkoba di SMA Angkasa 2 Lanud Medan. Universitas Sumatera Utara.,

Medan

Ardianto, E. & Bambang, Q.A. (2007). Filsafat Ilmu Komunikasi. Simbiosa Rekatama Media., Bandung

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta., Jakarta

Brockop, D.Y. & Tolsma-H, T.M. (1999). Dasar-dasar Riset Keperawatan. EGC., Jakarta

Djamarah, B.S. (2004). Pola Komunikasi Orangtua dan Anak dalam Keluarga. Rineka Cipta., Jakarta

Endang. (2005). GetLIFE. Yayasan Pelita Indonesia.,Bandung

Foster, L.R.R., Hunsberger, M.M. & Anderson, J.T.J. (1989). Family-centered Nursing Care of Children. W.B. Saunders Company., United States of

Amerika

Friedman, M.M. (1998). Keperawatan Keluarga. EGC., Jakarta

Ginting, P. & Situmorang, H.S. (2008). Filsafat Ilmu dan Metode Riset. USU Press., Medan

Gray, J. (2008). Why Mars & Venus Collide. PT.Gramedia Pustaka Utama.,Jakarta

(54)

Johnson, H.S. (1986). Nursing Assessment and Strategies for the Family at Risk High-Risk Parenting. J.B.Lippincott Company., Philadelhia

Khairani, I. (2007). Hubungan Paparan Pornografi dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 5 Medan. Universitas Sumatera Utara., Medan

Komala, L., Komariah, K & Setianti, Y. (2005). Penelitian tentang Pola Komunikasi Keluarga di Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana,

Kabupaten Kuningan. Universitas Padjadjaran.,Bandung

Liliweri, W. (2007). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Pustaka Belajar., Yogyakarta

Maba, G.Kamus Lengkap Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris. Terbit Terang., Surabaya

Notoatmodjo,S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Rineka Cipta.,Jakarta

Nurudin. (2004). Sistem Komunikasi Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta

Poerwadarmita. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka.,Jakarta

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan. EGC.,Jakarta

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu.,Yogyakarta

(55)

Sari, I. (2007). Analisa Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja di SMAN 6 Medan. Universitas Sumatera Utara,.

Medan

Stevens, dkk. (2005). Pengantar Riset Pendekatan Ilmiah untuk Profesi Kesehatan. EGC., Jakarta

Sudjana. (1992). Metode Statistik. Tarsito.,Bandung

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi dalam Praktik. EGC.,Jakarta

Trismiati. (2004). Penelitian tentang Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang.,Palembang dibuka pada

tanggal 25 Juni 2009 pada

situs

(56)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Oleh

Elfrida Juli Erni Hutabarat

Saya adalah mahasiswa Progran Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pola komuniaksi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

Saya mengharapkan tanggapan/ jawaban yang saudara berikan murni dari hati nurani anda sendiri tanpa ada pengaruh dari orang lain. Informasi yang saudara berikan akan dipergunakan untuk pengembangan kualitas pelayanan keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain. Identitas dan informasi yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaannya.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, saudara bebas untuk ikut serta menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun.

Jika saudara bersedia menjadi responden penelitian ini, silahkan saudara menandatangani kolom ini.

Tanda tangan : Tanggal :

(57)

Lampiran 2

KUISIONER PENELITIAN

Lembaran ini adalah instrumen untuk penelitian “ Pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas. Instrumen ini terdiri dari dua bagian, yaitu (1) Data demografi pasien (2) Pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan Amplas.

Silahkan beri tanda benar ( √ ) pada jawaban yang sesuai dan isilah titik-titik pada tempat yang disediakan dan sesuai dengan hati nurani Bapak/ Ibu. Jika ada pertanyaan yang kurang dimengerti oleh Bapak/ Ibu silahkan langsung menanyakan kepada peneliti atau dapat menghubungi 085270719293 (hanya untuk kepentingan penelitian). Diharapkan semua pertanyaan dapat diisi secara lengkap dan tidak diperbolehkan kosong, demi kelancaran penelitian. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden yang mau berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

(58)

Pekerjaan : ( ) PNS/ TNI ( ) Pegawai Swasta

( ) Wiraswasta ( ) Petani/ Buruh ( ) Lain-lain

Penghasilan/ bulan : ( ) < Rp. 1.000.000 ( ) Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000 ( ) > Rp. 3.000.000

2. POLA KOMUNIKASI KELUARGA DENGAN ORANGTUA TUNGGAL

Kuesioner berikut ini merupakan beberapa pertanyaan untuk mengetahui pola kumunikasi apa yang terjadi pada keluarga Bapak/ Ibu sebagai keluarga dengan orangtua tunggal. Jawablah dengan jujur sesuai dengan yang Bapak/ Ibu rasakan didalam kehidupan sehari-hari.

Isilah tanda √ (check list) pada salah satu kotak jawaban yang menurut anda paling tepat diantaranya :

NO PERTANYAAN STS TS S SS

1 Keluarga Bapak/ Ibu dapat saling berkomunikasi dengan cukup terbuka dan jujur.

2 Anak-anak selalu membuka diri untuk bercerita akan masalah yang dialami setiap hari kepada Bapak/ Ibu

STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju

S = Setuju

(59)

4 Diskusi/ musyawarah sangat penting dalam keluarga dalam memecahkan masalah.

5 Keluarga Bapak/ Ibu memiliki toleransi dan dapat menerima perbedaan pendapat dalam berdiskusi. 6 Keluarga Bapak/ Ibu sering mengadakan diskusi/

musyawarah tentang semua masalah, seperti tentang persoalan pribadi maupun masalah sosial.

7 Diskusi/ musyawarah dalam keluarga Bapak/ Ibu tidak menimbulkan pertengkaran dan masalah baru, dan selalu dapat menyelesaikan masalah yang sudah ada.

8 Ketika diadakan diskusi/ musyawarah, keluarga Bapak/ Ibu tenggang rasa, sopan, dan hormat terhadap lawan bicara.

9 Setelah dilakukan diskusi/ musyawarah masalah terselesaikan.

10 Ketika diadakan diskusi/ musyawarah, keluarga Bapak/ Ibu mau belajar cara menyetujui pendapat tanpa perdebatan yang merusak.

11 Komunikasi keluarga Bapak/ Ibu cenderung tidak menghakimi, tidak meremehkan dan tidak menyalahkan.

12 Komunikasi dalam keluarga sesuai dengan perkataan dan tindakan.

13 Pada saat Bapak/ Ibu berkata-kata, anak-anak selalu mendengar dengan penuh perhatian.

14 Bapak/ Ibu tidak menyimpulkan sendiri maksud atau keinginan keluarga.

15 Bapak/ Ibu tidak pernah marah saat harus berbicara dengan keluarga karena Bapak/ Ibu selalu menyelesaikan masalah dengan tenang.

(60)

cenderung melampiaskan kemarahan mereka kepada orang lain atau barang disekitarnya.

17 Ketika Bapak/ Ibu tidak mampu menyelesaikan masalah dalam keluarga Bapak/ Ibu mempunyai teman untuk berbagi perasaan.

18 Bapak/ Ibu tidak pernah menggunakan kata-kata yang kotor ketika kesal dan marah kepada anak-anak.

19 Anak Bapak/ Ibu merasa kehadiran Bapak/ Ibu sangat berarti bagi kehidupannya karena anda orangtua yang bijaksana dalam mengambil keputusan.

20 Dalam keluarga Bapak/ Ibu setiap hari tidak pernah terjadi pertengkaran karena masing-masing anggota keluarga saling memahami satu sama lain.

21 Bapak/ Ibu memiliki harga diri yang tinggi dan memusatkan perhatian kepada kepentingan keluarga.

22 Anak menghormati Bapak/ Ibu sebagai orangtua tunggal.

23 Dalam kehidupan sehari-hari, Bapak/ Ibu selalu memberikan waktu luang kepada anak-anak walaupun Bapak/ Ibu sibuk bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah sehingga Bapak/ Ibu memiliki komunikasi yang baik dengan anak-anak.

24 Bapak/ Ibu mendidik anak secara penuh setiap hari sehingga prestasi anak semakin meningkat.

(61)

CURICULUM VITAE

Nama Lengkap : Elfrida Juli Erni Hutabarat Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 05 Juli 1986

Alamat : Jl. Sisingamangaraja Km-11/ Bendungan 2 No.29 B Kelurahan: Bangun Mulia Kecamatan: Medan Amplas

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Nama Orangtua : Dra. Nenci

Pendidikan

(62)

Gambar

Tabel
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
Tabel 1 Distribusi frekuensi dan distribusi karakteristik responden (n = 52)
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan persentase Pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal di Kelurahan Bangun Mulia Kecamatan Medan

Referensi

Dokumen terkait

We selected rats that had been asleep for the first 8 h of the The 22 bands with higher expression levels in sponta- light period, rats that had been spontaneously awake for

Although there are a number of dopants in the entire deple- tion region, the most critical dopant that affects the electron current is only one B atom located near the farther edge

Kemudian nilai signifikansi hitung tersebut dibandingkan dengan nilai tabel pada taraf signifikansi = 0,05, diperoleh hasil signifikansi uji Fisher ’s Exact

Dan apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, maka beliau pun tidak (segera) sujud (yang kedua) sampai beliau sempurna duduknya, dan pada setiap dua rakaat

Dilanjutkan pernyataan dari Ru (T.6) yang menyatakan ketidaksetujuannya dengan n tingkah laku s Dhani yang mengejek presiden maupun gubernur. Kemudian Ra tidak

Perawatan kaki pasien diabetes mellitus terdiri dari deteksi kelainan kaki, latihan kaki dan praktik perawatan kaki.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Usia ini menjadi masa yang paling peka dan potensial bagi anak untuk mempelajari sesuatu. Banyak potensi yang dimiliki oleh anak yang harus dikembangkan, salah satunya

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menetapkan