• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan Pasca Penambangan Emas PT Aneka Tambang Pongkor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan Pasca Penambangan Emas PT Aneka Tambang Pongkor"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

LEGUMINOSA PAKAN PADA LAHAN PASCA

PENAMBANGAN EMAS PT. ANEKA TAMBANG PONGKOR

IMANA MARTAGURI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat Untuk Produktifitas Leguminosa Pakan Pada Lahan Pasca Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

(3)

Acid for Increasing Productivity of Leguminosae on Ex-gold Mining Ground of PT. Aneka Tambang, Pongkor. Under direction of LUKI ABDULLAH and PANCA DEWI MANU HARA KARTI.

The study was conducted to investigate contribution of potential soil microorganism and humic acid utilization for improvement productivity of legumes that planted on Tailing ground. Research was conducted at ex-gold mining ground of PT. Aneka Tambang, Pongkor, Bogor, and laboratory of Nutrition and Feeding Technology Department, Animal Husbandry Faculty IPB. Subsequently, three legumes species consisting of : Centrosema pubescens Benth, Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides Benth were planted together in each plot. Mycofer®, Phosphate Solouble Bacteria, Rhizobium, humic acid, rice hull, mulch, compost and glue was choosen as experimental materials. Factorial Completely Randomized Design was used consisting of two factors. The first factor were four different categories of biological fertilizers P1, P2, P3 and P4, where P1=control, P2=Mycofer, P3=Mycofer + Rhizobium, P4=Mycofer + Rhizobium + Bacterial Solubelizing Phosphate (PSB). The second factors consisted of three different revegetation technology T1 =SOP of ANTAM (organic fertilizer), T2=Humic Acid + hull of rice, T3=Hydroseeding (Humic Acid + mulch + compost + chemical additive). The results showed that the interaction of both biological fertilizers and revegetation technology affected on partial biomass and length of plant distribution as well as numbers of leaves and soil Phosphor and Pb, leaves nitrogen, Phosphor and Pb content. Moreover, it was also revealed that all the treatment combinations did not significanly affect covering area, total biomass and pH respectively. Best plant that could be planted well on Tailing ground is Calopogonium mucunoides.

(4)

RINGKASAN

IMANA MARTAGURI. Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat Untuk Produktifitas Leguminosa Pakan Pada Lahan Pasca Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor. Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH dan PANCA DEWI MANU HARA KARTI.

Lahan bekas penambangan emas (tailing) Pongkor memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman hijauan pakan khususnya leguminosa. Pertambangan emas Pongkor menghasilkan produksi tailing mencapai 2500 ton per har. Tailing adalah limbah yang berasal dari penggilingan dan pemrosesan batuan tambang (ore), berupa batuan yang telah digerus dan sudah diambil mineral emas dan tembaganya. Sebagai media tumbuh tanaman, bahan tailing pongkor mempunyai banyak kendala baik fisik maupun kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan mikroorganisme tanah potensial dan asam humat untuk produktifitas leguminosa pakan yang ditanam pada lahan tailing.

Penelitian ini dilakukan pada lahan pasca penambangan emas PT. Aneka Tambang Unit Penambangan Emas Pongkor, Kabupaten Bogor dan laboratorium Departemen Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanaian Bogor. Materi yang digunakan adalah tiga jenis leguminosa yaitu Centrosema pubescens Benth, Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides Benth yang ditanam secara konsorsium. Mycofer, PSB (Phosphate Soloubelizing Bacteria), Rhizobium, Asam Humat, arang sekam, mulsa, kompos, perekat serta zat kimia untuk analisa di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen menggunakan rancangan acak kelompok berpola faktorial 4x3 dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah formulasi pupuk hayati yang terdiri dari empat taraf yaitu : P1= Kontrol, P2= Mycofer, P3= Mycofer + Rhizobium, P4= Mycofer + Rhizobium + Phophate Soluble Bacteria (PSB), Faktor kedua merupakan teknologi revegetasi dimana T1 = TSA (Teknologi Standar Antam = Pupuk Kandang), T2 = Asam Humat + Arang Sekam, T3= Hydroseeding (Asam Humat + Mulsa + Kompos + perekat). Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 48 unit percobaan.

Semua perlakuan tidak berpengaruh pada pH tanah disebabkan bahwa tanah yang dipakai sebagai media tumbuh merupakan campuran tanah tailing dan tanah timbunan. Karena waktu pengamatan yang terbatas diduga perlakuan yang diberikan masih sebatas lapisan tanah bagian atas sehingga perlakuan belum memberikan dampak yang nyata terhadap penurunan pH tanah. Hasil analisa tanah menunjukkan perlakuan menggunakan mycofer, arang sekam dan asam humat menghasilkan kandungan fosfat tertingi. Sedangkan perlakuan yang paling baik dalam menurunkan Pb tanah adalah teknologi menggunakan arang sekam dan asam humat. Salah satu karakteristik yang paling khusus dari bahan humat adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan organik, terutama pencemar beracun untuk membentuk asosiasi.

(5)

indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan. Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat yang berperan dalam proses fotosintesis. Semua perlakuan tidak berpengaruh pada jumlah daun P. phaseoloides, dan C. pubescens disebabkan tanaman sudah dapat memenuhi kebutuhan P di dalam tubuhnya. tanaman C. muconoides menunjukkan jumlah flush tertinggi adalah pada kombinasi perlakuan perlakuan P2T1 yaitu pemberian mycofer dan pupuk kandang. Pupuk kandang berperan dalam penyediaan bahan organik dalam tanah sehingga kebutuhan hara untuk fotosintesis terpenuhi. Mycofer memiliki peranan penting dalam penyerapan dan translokasi hara dari dalam tanah ke tanaman.

Semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap berat segar tajuk tiga jenis leguminosa tersebut disebabkan adanya dominasi dari satu jenis leguminosa yaitu Calopogonium mucunoides yang komposisinya berdasarkan berat segar lebih dari 60%. Kemampuan adaptasi yang baik dari kalopo terhadap lahan tailing dan vigoritas yang baik diduga merupakan penyebab terjadinya dominasi ini. Keragaman tingkat produksi biomasa parsial kemungkinan disebabkan sifat genetik masing-masing leguminosa. Sifat genetik C. mucunoides lebih agresif`dan adaptif terhadap kondisi minimal tanah tailing. untuk tanaman P. phaseoloides menunjukkan bahwa produksi tajuk segar tertinggi didapatkan pada petak dengan kombinasi perlakuan P3T3 yaitu menggunakan pupuk hayati mycofer ditambah Rhizobium dan teknologi hydroseeding yang terdiri atas asam humat, pupuk kandang ayam dan sapi fermentasi (kompos), mulsa serta perekat. Sedangkan untuk tanaman C.Pubescens hasil uji lanjut menunjukkan bahwa produksi hijauan segar terjadi pada petak dengan perlakuan P2T1 yang menggunakan mycofer dan teknologi revegetasi TSA yaitu pupuk kandang sapi. Untuk tanaman C. mucunoides semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap berat segar tajuk diduga karena Calopogonium muconoides sangat toleran terhadap permasalahan yang ada pada lahan tailing khususnya logam berat.

(6)

Kalopo yang tahan pada lahan tailing tumbuh dengan baik sehingga menutupi lahan hampir 50%.

Perlakuan terbaik terhadap kadar N tajuk adalah P2T3 yaitu menggunakan mycofer, dan teknologi hydroseeding yang terdiri atas asam humat, pupuk kandang ayam dan sapi fermentasi (kompos), mulsa serta perekat. Secara umum boleh dikatakan tanaman yang ditanam pada tanah tailing kurang toleran terhadap kondisi tanah yang miskin akan bahan-bahan organik sehingga perlu di bantu dengan teknologi revegetasi yang cukup lengkap. perlakuan yang paling baik terhadap kadar fosfor tajuk adalah P4T1 yaitu menggunakan mycofer, Rhizobium dan bakteri pelarut fosfat serta pupuk kandang. Rhizobium merupakan salah satu jenis jasad mikro yang hidup bersimbiosis dengan tanaman leguminosa dan berfungsi menambat nitrogen secara hayati. Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri yang mempunyai kemampuan mengekstrak P dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam pupuk kandang menghasilkan asam-asam organik yang dapat membantu melarutkan P sehinggga menjadi tersedia bagi tanaman. Mycofer membantu dalam penyerapan P dari dalam tanah ke tajuk tanaman. Perlakuan teknologi ke-2 (T2) merupakan yang terbaik terhadap kandungan Pb tajuk. Pemakaian asam humat dan arang sekam dapat menurunkan Pb tanah sehingga Pb tidak naik ke tajuk tanaman. Partikel Pb dapat terakumulasi pada organ tumbuhan melalui dua cara yaitu penyerapan oleh akar dan melalui daun. Penyerapan melalui akar dapat terjadi apabila Pb terdapat dalam bentuk senyawa terlarut

(7)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(8)

PEMANFAATAN MIKROORGANISME TANAH POTENSIAL

DAN ASAM HUMAT UNTUK PRODUKTIFITAS

LEGUMINOSA PAKAN PADA LAHAN PASCA

PENAMBANGAN EMAS PT. ANEKA TAMBANG PONGKOR

IMANA MARTAGURI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Nama : Imana Martaguri

NIM : D 051060021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr Ketua

Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.Si Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(10)
(11)

karuniaNya sehinggga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2009 ini adalah peningkatan nilai manfaat lahan marginal, dengan judul Pemanfaatan Mikroorganisme Tanah Potensial dan Asam Humat untuk Produktifitas Leguminosa Pakan pada Lahan Pasca Penambangan Emas PT. Aneka Tambang Pongkor.

Terima kasih yang tulus disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti, M.Si selaku pembimbing serta Bapak Dr. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc selaku dosen penguji pada ujian tesis yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tulisan ini. Penghargaan disampaikan kepada Bapak Irwan Supaito beserta staf bagian lingkungan PT. Aneka Tambang UPBE Pongkor yang telah memberikan bantuan sarana dan prasarana selama pelaksanaan penelitian. Disamping itu penghargaan juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc beserta staf Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Lingkungan IPB atas kerjasama dan bantuan yang diberikan. Selanjutnya terima kasih disampaikan kepada segenap staf pengajar Fakultas Peternakan IPB atas curahan ilmu yang diberikan kepada penulis selama belajar di IPB.

Terima kasih yang tiada terhingga disampaikan pada Mama dan Papa, Ibu Hj. Yuliar Sirin, A.Md dan Bapak H. Imma Mawardi, SH atas dukungan dan bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan, tak lupa pula ucapan terima kasih kepada ibu mertua Ibu Mursina Ripin atas motivasi yang diberikan. Kepada Suami tercinta Ismet Hari Mulyadi, MSc dan ananda tersayang Muhammad Rafif Aqila, terima kasih yang dalam penulis sampaikan atas pengorbanan, kesabaran dan kasih sayang hingga selalu memberikan kekuatan kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB ini. Terima kasih juga disampaikan kepada uda Ilham Firstguri, SE dan adik-adik Rizki Fahtriguri, S.Sos serta Irdhan Fahmiguri yang selalu memberikan dorongan semangat kepada penulis. Selanjutnya kepada pimpinan Universitas Andalas, pimpinan Fakultas Peternakan, teman sejawat di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas diucapkan terima kasih atas bantuan dan motivasinya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin ya Rabbal alamin.

Bogor, Februari 2009

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sawahlunto Sumatera Barat pada tanggal 1 Maret

1981 dari Ayahanda H. Imma Mawardi, SH dan Ibunda Hj. Yuliar Sirin, A.Md.

Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah

Atas di kota Padang. Tahun 2003 memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Universitas Andalas dan sejak tahun 2004 penulis aktif

sebagai staf pengajar di jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Andalas.

Menikah dengan Ismet Hari Mulyadi, M.Sc pada tahun 2005 dan telah

dikaruniai seorang putra Muhammad Rafif Aqila.

Tahun 2006 mendapat kesempatan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana

(13)

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan Penelitian... Manfaat Penelitian ... Hipotesis ...

Fungi Mikoriza Arbuskula ……….. Mikroorganisme Pelarut Fosfat ………... Mikroorganisme Penambat Nitrogen ……….. Bahan Organik ………

Tempat dan Waktu Penelitian ……… Bahan Penelitian ……….

Kondisi Umum Penelitian ………... Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Kesuburan Tanah ……… Derajad Keasaman (pH) Tanah ... Kadar Fosfor Tersedia Tanah ……….. Konsentrasi Timbal (Pb) Tanah ……….. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pertumbuhan

dan Produksi Tanaman………. Pertambahan Panjang Penyebaran Tanaman ……….. Jumlah Daun Trifoliat ... Produksi Biomasa Parsial ……… Produksi Biomasa Total ……….. Komposisi Botani ...

Cover Area ………..

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Kualitas Tanaman ... Kadar Nitrogen (N) Tajuk ... Kadar Fosfor (P) Tajuk ... Kadar Timbal (Pb) Tajuk ………

(14)

xiii Pembahasan Umum ……….

SIMPULAN DAN SARAN ...

45

48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(15)

Halaman 1 Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor………... 5

2 Rekapitulasi hasil sidik ragam kimia tanah tailing yang

diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi ………... 22

3 Rataan derajat keasaman tanah (pH) tanah mailing yang

diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi ……. 23

4 Rataan kandungan fosfor (P) tanah yang diberi perlakuan

pupuk hayati dan revegetasi (ppm) ………... 24

5 Rekapitulasi sidik ragam parameter pertumbuhan dan

produksi ………... 26

6 Rataan pertambahan panjang penyebaran tanaman Pueraria phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan

pupuk hayati dan revegetasi pada tanah tailing (cm) … 28

7 Rataan jumlah daun trifoliate tanaman Pueraria phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan

pupuk hayati dan revegetasi pada tanah tailing (bh) …. 30

8 Rataan berat segar tajuk Pueraria phaseoloides Benth yang

diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) …… 32

9 Rataan berat segar tajuk Centrosema pubescens Benth yang

diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) ……. 35

10 Rataan berat segar tajuk Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi

revegetasi (g) ………... 36

11 Rataan berat segar total tajuk tiga jenis leguminosa yang

diberi perlakuan pupuk hayati dan revegetasi (g) ……. 37

12 Rataan cover area lahan percobaan yang diberi perlakuan

pupuk hayati dan teknologi revegetasi (%) ………. 39

13 Rekapitulasi sidik ragam parameter kualitas tanaman ……… 40

14 Rataan kandungan nitrogen (N) tajuk yang diberi perlakuan

(16)

xv 15 Pengaruh perlakuan terhadap kerberadaan mikoriza

(Mycofer), Rhizobium dan PSB pada lahan tailing ... 42

16 Rataan kandungan fosfor (P) tajuk yang diberi perlakuan

(17)

1 Denah lokasi penelitian ………... 17

2 Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Pb dalam tanah …. 25

3 Komposisi botani leguminosa yang ditanam secara

konsorsium pada tanah tailing ………. 38

4 Kadar Pb tajuk tanaman yang diberi perlakuan teknologi

(18)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Daftar sidik ragam tanaman Pueraria phaseoloides

Benth ………... 55

2 Uji lanjut Duncan berat segar tajuk Pueraria Phaseoloides Benth ………. 55

3 Daftar sidik ragam tanaman Centrosema pubescens Benth……... 56

4 Uji lanjut Duncan berat segar tajuk Centrosema pubescens Benth ………. 57

5 Daftar sidik ragam tanaman Calopogonium mucunoides Benth ………... 57

6 Uji lanjut Duncan pertambahan panjang penyebaran Calopogonium mucunoides Benth ……….. 58

7 Uji lanjut Duncan jumlah daun trifoliate Calopogonium mucunoides Benth ………... 58

8 Daftar sidik ragam berat segar total leguminosa ……... 58

9 Daftar sidik ragam Cover Area tiga jenis leguminosa ... 59

10 Daftar sidik ragam analisa tanah ………... 59

11 Uji lanjut Duncan kadar fosfor tanah ………... 60

12 Uji lanjut Duncan kadar timbal (Pb) tanah ……….. 60

13 Daftar sidik ragam analisa tajuk ……….. 60

14 Uji lanjut Duncan kadar nitrogen tajuk ………... 61

15 Uji lanjut Duncan kadar fosfor tajuk ………... 61

(19)

Latar Belakang

Faktor utama yang mutlak mempengaruhi pengembangan ternak

ruminansia adalah ketersediaan hijauan pakan yang digunakan sebagai sumber

energi dan serat. Penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dan

berkesinambungan merupakan suatu aspek penting untuk menjaga kelestarian

produksi ternak ruminansia . Rendahnya produktifitas hijauan pakan baik kualitas

maupun kuantitasnya salah satunya disebabkan oleh tingkat kesuburan lahan yang

rendah dan akibat konversi lahan-lahan produktif menjadi perumahan dan

bangunan-bangunan komersial. Hal ini yang mendorong pemanfaatan lahan secara

integrasi dengan kegiatan pertanian lain dan pemanfaatan lahan – lahan marginal

serta lahan-lahan reklamasi dari kegiatan penambangan emas Pongkor Bogor,

Jawa Barat.

Lahan bekas penambangan emas (tailing) Pongkor memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman hijauan pakan

khususnya leguminosa. Pertambangan emas Pongkor menghasilkan produksi

tailing mencapai 2500 ton per hari (Setyaningsih 2007). Tailing adalah limbah yang berasal dari penggilingan dan pemrosesan batuan tambang (ore), berupa

batuan yang telah digerus dan sudah diambil mineral emas dan tembaganya

(Suryanto dan Susetyo 1997). Tailing berbentuk lumpur dengan padatan sebesar 45-55%.

Untuk dipergunakan sebagai media tumbuh tanaman, bahan tailing pongkor mempunyai banyak kendala baik fisik maupun kimia. Secara fisik bahan

tailing relatif bertekstur kasar, berbutir tunggal tidak membentuk agregat seperti tanah, akibatnya daya menahan air sangat rendah. Secara kimia bahan tailing sangat rendah kandungan bahan organiknya, kapasitas tukar kation (KTK) sangat

rendah, kandungan hara rendah, kemampuan menahan hara juga rendah (Kusnoto

(20)

2

Tailing pongkor mengandung logam berat Pb dan Cu yang cukup tinggi dimana mineral sulfida logam khususnya Cu, Pb dan Zn merupakan bahan

beracun dan berbahaya bagi tanaman, ternak maupun manusia. Pb organik dalam

tanah sangat mobil dan akan diserap tanaman dalam jumlah besar (Mengel dan

Kirkby 1987).

Untuk mengatasi masalah pada tanah marginal umumnya dilakukan

pemberian pupuk dengan dosis tinggi, akan tetapi usaha tersebut memerlukan

biaya yang tinggi dan tidak ramah lingkungan karena adanya dampak residu

pemupukan. Pada lahan pasca penambangan dengan kontaminasi logam berat

umumnya diilakukan pemberian bahan organik yang tinggi, akan tetapi hal ini

memerlukan bahan organik yang sangat banyak. Usaha lain yang dicoba dalam

penelitian ini dengan penggunaan pupuk hayati dan teknologi revegetasi. Pupuk

hayati tersebut antara lain yaitu fungi mikoriza arbuskula (FMA), mikroorganisme

pelarut fosfat (MPP) dan mikroorganisme penambat nitrogen (MPN). Sedangkan

untuk teknologi revegetasi digunakan asam humat, pupuk kompos, mulsa, arang

sekam dan pupuk kandang. Prinsip teknologi revegetasi dan pupuk hayati adalah

menyiapkan kondisi lahan menjadi biosfer yang layak untuk perkembangan dan

aktifitas mikroba tanah, sehingga tanah reklamasi tambang sebagai media tanam

dapat berfungsi dengan baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman pakan.

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh interaksi FMA, mikroorganisme pelarut fosfat

(MPP), mikroorganisme penambat nitrogen (MPN) dan asam humat serta

teknologi revegetasi terhadap produktifitas dan kandungan timbal (Pb)

leguminosa pakan.

2. Memperoleh kombinasi perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan,

produksi dan kualitas hijauan pakan yang terbaik dan paling aman untuk

(21)

Manfaat Penelitian

Metode yang diperoleh dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi

kerusakan lingkungan akibat penambangan emas dan meningkatkan nilai manfaat

ekonomi lahan tambang yang direklamasi.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Tanaman yang diberi FMA menunjukkan produktifitas lebih baik

dibanding yang tidak mendapat FMA

2. Kandungan Nitrogen tajuk yang mendapat Rhizobium lebih tinggi dibanding yang tidak mendapatkannya.

3. Kandungan fosfor tajuk yang mendapat MPP, lebih tinggi dari pada

perlakuan lain.

4. Terdapat interaksi positif antara pupuk hayati dengan teknologi revegetasi

dimana perlakuan pupuk hayati akan bekerja optimal dengan adanya

teknologi revegetasi.

5. Interaksi pupuk hayati yang mengandung FMA, MPN, dan MPP dengan

teknologi revegetasi yang mengandung asam humat, mulsa, dan kompos

akan menghasilkan produktifitas leguminosa terbaik dibanding perlakuan

lainnya.

6. Konsentrasi Pb tanaman yang mendapat asam humat dan mycofer lebih

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Tailing

Pasca tambang adalah masa setelah berhentinya kegiatan tambang pada

seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi.

Material buangan dari proses pengolahan bahan tambang disebut tailing

(Departemen Pertambangan dan Energi 1995).

Jaringan Advokasi Tambang (2005) mengemukakan bahwa limbah tailing

berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai

bubur kental oleh pabrik pemisah mineral dan bebatuan. Proses itu dikenal

dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti

emas, tembaga, timah dan lainnya diangkut dari lokasi galian menuju tempat

pengolahan yang disebut processing plant (bagian pengolahan), ditempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur

biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri agar

mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya

berkisar antara 2 - 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95-98%

menjadi tailing dan dibuang ke tempat pembuangan.

Lasut (2001) menyatakan bahwa bentuk tailing dapat berwujud gas, cair dan padat. Secara fisik gas buangan mengandung partikel-partikel debu dan

secara kimia merupakan larutan berbagai jenis gas tergantung dari jenis mineral

bijih yang diolah. Limbah cair mengandung bahan-bahan kimia beracun dari

logam-logam berat dan sianida yang relatif masih tinggi, sedangkan limbah padat

mempunyai komposisi kimia utama yang sesuai dengan batuan induknya. Secara

fisik komposisi tailing terdiri atas 50% fraksi pasir halus dengan diameter 0.075 – 0,4 mm dan sisanya fraksi lempung dengan diameter 0.075 mm (Jaringan

(23)

Tabel 1 Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor

No. Sifat Tanah Tailinga Kriteriab

1 Ph H2O (pH 1:1) 7.10 Basa

2 KTK (me/100g) 3.03 Sangat Rendah

3 Kejenuhan Basa (%) 100 Tinggi

4 C-org (%) 0.39 Sangat Rendah

5 N-Total 0.05 Sangat Rendah

6 P tersedia (P2O5) 11.7 Sedang

7 Ca-dd (me/100gr) 30.75 Tinggi

8 Mg-dd (me/100gr) 0.38 Rendah

9 K-dd (me/100 gr) 0.20 Rendah

10 Na-dd (me/100 gr) 0.60 Sedang

11 Fe (ppm) 0.68 Rendah

12 Cu (ppm) 0.05 N HCl 0.32 Tinggi

13 Zn (ppm) 0.05 N HCl 0.52 Rendah

14 Pb (me/100gr) 0.05 N HCl (terlarut) 4.80 Tinggi

15 Pb (me/100 gr) N HCl 25% (total) 172.0 Tinggi

16 Tekstur Pasir (%) 53.35 -

17 Tekstur debu (%) 41.22 -

18 Tekstur liat (%) 5.43 -

Keterangan : aSetyaningsih, 2007 bPusat Penelitian Tanah, 1983 dd = dapat dipertukarkan

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza adalah suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk

sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualistis antara fungi (myces) dan perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dapat dikelompokkan ke

dalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Dalam penelitian

ini yang akan digunakan adalah endomikoriza tipe arbuskula. Endomikoriza dapat

dibedakan dengan ektomikoriza dengan memperlihatkan karakteristik (1) sistem

(24)

6

lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar, (3) hifa menyerang ke

dalam individu sampai jaringan korteks, (4) pada umumnya ditemukan struktur

percabangan hifa yang disebut arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang

disebut dengan vesikel (Smith dan Read 1997).

Menurut Sieverding (1991) fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi

sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif

sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam

menyerap unsur hara dan air. Fosfat adalah unsur hara utama yang dapat diserap

oleh tanaman bermikoriza (Bolan 1991), selain itu N (NH4+ atau NO3-), K dan Mg

yang bersifat mobil (Sieverding 1991) serta unsur mikro seperti : Cu, Zn, Mn, B

dan Mo (Smith dan Read 1997). Kemampuan fungi mikoriza arbuskula dalam

memperbaiki status hara tanaman tersebut pada saat ini dapat dijadikan alternatif

strategi untuk menggantikan sebagian kebutuhan pupuk yang diperlukan oleh

tanaman yang ditanam pada tanah-tanah bermasalah. Sebagai contoh De La Cruz

et al. (1988) menunjukkan bahwa fungi mikoriza arbuskula dapat mengefisiensikan kira-kira 50 % kebutuhan fosfat, 40 % kebutuhan nitrogen dan

25 % kebutuhan kalium pada tanaman bonu (Thicospermum burretii), albizia (Paraserianthes falcataria) dan acasia (Acacia mangium). Ketiga tanaman tersebut telah terbukti dapat beradaptasi dan tumbuh pada lahan-lahan pasca

penambangan nikel dan setelah diinokulasi dengan FMA pertumbuhannya dapat

meningkat 2 – 3 kali lipat dibandingkan dengan kontrol, dan hal ini hampir setara

dengan pemberian pupuk urea 130 kg/ha, TSP 180 kg/ha dan KCl 100 kg/ha

(Setiadi 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penyerapan hara oleh fungi

mikoriza arbuskula (1) konsentrasi P larutan tanah dimana konsentrasi P larutan

yang tinggi karena tingkat ketersediaan P tanah yang memang sudah tinggi atau

pemberian pupuk P dalam dosis yang cukup tinggi sebelum terjadi kolonisasi

dapat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa fungi mikoriza

arbuskula, (2) Jenis tanaman dimana kebanyakan tanaman mikotropik dapat

dikolonisasi oleh kebanyakan jenis fungi mikoriza arbuskula (Sieverding 1991).

Tingkat infeksi FMA pada padang penggembalaan alam berkisar 67-76 %

(25)

penyerapan P pada Paspalum conjugatum berpengaruh nyata karena adanya infeksi FMA. Biomassa tajuk dan akar, kandungan P pada Paspalumconjugatum

yang diinfeksi oleh FMA lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang tidak

diinfeksi oleh FMA. Volume akar 30 % lebih tinggi pada tanaman yang diinfeksi

oleh FMA, akan tetapi rasio akar / tajuk tidak berbeda nyata (Cooperband et al. 1994). Kolonisasi FMA pada akar tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan dan

penyerapan mineral nutrisi, khususnya untuk tanaman yang tumbuh pada tanah

yang kurang subur, stres mineral dan kondisi tanah yang rusak (Abbot et al. 1992).

Mycofer® merupakan salah satu pupuk hayati yang telah dihasillkan oleh

Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya

Hayati dan Bioteknologi dengan mengutamakan kekuatan mikroba fungi mikoriza

arbuskula (FMA). Mycofer terdiri dari empat jenis spora yang berbeda asal dan

spesiesnya. Mereka adalah Glomus manihotis (Indo-1), Glomus etunicatum (NPI- 126), Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata (Indo-2). Acaulospora

dilaporkan lebih luas pada tanah asam dan Gigaspora sp lebih umum ada pada tanah asam dibandingkan Glomus sp. Spora dari FMA lebih toleran terhadap kondisi asam dan konsentrasi Al yang tinggi . Acaulospora sp, Gigaspora sp dan

Glomus manihotis umumnya toleran (Clark dan Zeto 1997).

Penelitian dengan penggunaan mycofer telah dimulai sejak awal 1990, dari

beberapa hasil penelitian pada beberapa jenis tanaman dan lingkungan yang

kurang menguntungkan. Dari hasil penelitian tersebut telah diketahui bahwa

mycofer mampu membantu tanaman dalam menyediakan unsur hara. Bahkan

dapat mengefisienkan pemupukan hingga 50%, meningkatkan produksi tanaman,

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stress lingkungan (kekeringan,

salinitas, logam berat, dan penyakit akar) bahkan mampu menghasilkan hormon

(26)

8

Mikroorganisme Pelarut Fosfat

Mikroorganisme yang sering dilaporkan dapat melarutkan fosfat adalah

anggota-anggota genus Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Bacterium, Citrobacter dan Enterobacter (Rao 1994 ; Buntan 1992). Fosfat relatif tidak mudah tercuci seperti N, tetapi karena pengaruh

lingkungan maka statusnya dapat berubah dari P yang tersedia bagi tanaman

menjadi tidak tersedia yaitu dalam bentuk Ca-P, Mg-P, Fe-P, Al-P atau P

Occluded. Jasad renik pelarut P dalam aktifitasnya akan menghasilkan asam organik di antaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat dan glioksilat,

malat, fumarat, tartarat dan ketobutirat (Karti 2003). Pada tanah alkalin

meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH

yang tajam, sehingga mengakibatkan pelarutan Ca-P. Penurunan pH juga dapat

disebabkan terbebaskannya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik

sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas

(Alexander 1978). Pada tanah masam mekanisme pelarutan AlPO4 yaitu melalui

sekresi proton bersamaan dengan asimilasi NH4+ menjelaskan pelarutan fosfat

oleh mikroba tanpa menghasilkan asam organik (Ilmer et al. 1995).

Menurut Rao (1982) proses utama terhadap pelarutan senyawa fosfat sukar

larut adalah produksi asam organik oleh mikroorganisme seperti asam format,

asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat dan asam suksinat. Asam organik ini

menyebabkan pH rendah, dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi

kemudian akan melarutkan fosfat. Asam organik seperti asam sitrat dan asam

sulfat berperan dalam meningkatkan kelarutan fosfat dalam batuan fosfat

Beberapa bakteri pelarut fosfat sangat efektif melarutkan kalsium fosfat tanpa

menghasilkan asam organik (Ilmer dan Schinner 1992). Kecepatan pelepasan P

dari bentuk tidak tersedia dapat disebabkan adanya pelepasan gas H2, CO2, H2S,

dan CH2 sebagai akibat adanya proses reduksi dan dekomposisi bahan organik

(Sabiham et al. 1983).

Asam-asam organik mampu meningkatkan P tersedia melalui beberapa

mekanisme diantaranya (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada

(27)

logam-organik (Earl et al. 1979), (3) modifikasi muatan permukaan tapak serapan oleh ligan organik (Nagarajah et al. 1970). Bentuk fosfor terlarut dilepaskan sebagai residu organik dan humus hasil dekomposisi. Ion fosfat anorganik yang

dihasilkan dapat diserap tanaman atau dapat pula difiksasi menjadi bentuk tidak

tersedia.

Inokulasi bakteri pelarut fosfat pada tanah Ultisol Gajrug nyata

meningkatkan P terlarut dari Fe-P dan fraksi P-occluded. Pseudomonas aeruginosa 2Hsl dan Paeruginosa 2Hp2 dapat mentransformasikan P-occluded, Al-P atau Ca-P. Waktu inkubasi nyata meningkatkan P terlarut dan menurunkan

Al-P, Fe-P, P-occluded dan Ca-P (Hifnalisa et al. 1999). Bakteri dan jamur pelarut fosfat yang diisolasi dari lahan gambut Kalimantan Tengah dapat melarutkan

AlPO4 dan FePO4, akan tetapi FePO4 lebih sulit dilarutkan dibandingkan AlPO4.

Kemampuan maksimum dari bakteri melarutkan AlPO4 adalah 41.2 ppm P (isolat

No.07.1/TNM) dan FePO4 adalah 14.4 ppm P (isolat No. 13.2/TNH/1), sedangkan

kemampuan maksimum dari jamur untuk melarutkan AlPO4 dan FePO4 adalah

29.9 ppm dan 7.5 ppm (Anas et al. 2002). Hasil penelitian Premono, Widyastuti dan Anas (1991) menunjukkan mikroorganisme pelarut fosfat terutama jamur dan

bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yanag

tumbuh pada tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Mikroorganisme pelarut

fosfat Enterobacter gergoviae dan Pseudomonas putida mampu melarutkan P pada tanaman jagung dan dapat meningkatkan serapan P relatif dengan kombinasi

perlakuan kompos 40 g/pot (Buntan et al. 1993).

Beberapa mikroorganisme pelarut fosfat yang dikombinasikan dengan

inokulasi mikoriza ternyata lebih efektif dibandingkan dengan inokulasi tunggal.

Hal ini disebabkan oleh semakin intensifnya permukaan serapan pada daerah

penambangan P yang telah dilarutkan oleh jasad renik pelarut fosfat (Kucey 1987;

Azcon et al. 1976). Mikroorganisme pelarut fosfat digunakan baik sebagai inokulan tunggal maupun dikombinasikan dengan Azotobacter, Azospirillum

(28)

10

Mikroorganisme Penambat Nitrogen

Bakteri penambat nitrogen dibagi menjadi dua yaitu bakteri yang dapat

membentuk bintil akar, contohnya adalah : Rhizobium, Bradyrhizobium dan bakteri yang tidak membentuk bintil, contohnya adalah Azotobacter, Azospirillum.

Rhizobium termasuk divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, order Eubacteriales, famili Rhizobiaceae dan genus Rhizobium. Morfologi koloni rhizobium pada media YMA (Yeast Media Agar) memiliki diameter 2-4 μm, dan mempunyai

kecepatan tumbuh 3-5 hari, sedangkan Bradyrhizobium adalah genus bakteri yang berdiameter tidak melebihi 1 μm dan mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih

lambat pada agar mannitol ekstrak khamir dibandingkan dengan Rhizobium yaitu 5-7 hari (Jordan 1984). Menurut Setiadi (1989) ciri khas dari rhizobia adalah

kemampuannya membentuk bintil akar pada akar leguminosa, rhizobia mampu

mengubah N2 dari atmosfir menjadi amonia (NH3), sehingga dapat dimanfaatkan

oleh tanaman.

Nitrogen tersedia berlimpah di udara dalam bentuk gas N2. Dalam bentuk

ini tanaman tidak dapat memanfaatkannya, namun dengan adanya kerjasama

dengan bakteri tanah, N2 gas tersebut dapat diubah menjadi bentuk amonium

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen oleh tanaman yang dikenal

sebagai proses fiksasi secara simbiotik (Laegreid et al. 1999). Fiksasi N2 secara biologi menyumbang kira-kira 70% dari semua nitrogen yang di fiksasi di bumi,

karena gabungan rhizobium dengan tanaman leguminosa (kira-kira 50%) dan 90%

kebutuhan nitrogen tanaman dapat dihasilkan oleh gabungan ini (Arshat dan

Franenberger 1993).

Suhu mempengaruhi pertumbuhan tanaman, pembentukan bintil akar dan

penambatan nitrogen. Pada suhu tinggi, penambatan nitrogen akan terganggu

karena berkurangnya suplai karbohidrat ke bintil akar akibat meningkatnya

respirasi. Suhu optimum untuk pembentukan bintil akar adalah 24°C (Setiadi

1989), suhu 15-25°C untuk kondisi iklim sedang dan daerah tropis 25-35°C

(Spret 1985).

Ketersediaan air tanah juga mempengaruhi pembentukan bintil akar.

Menurut Setiadi (1992) leguminosa pada umumnya tidak toleran tehadap

(29)

beradaptasi pada lingkungan kering hanya dapat membentuk bintil pada lapisan

yang lebih dalam dan lembab, sedangkan leguminosa yang dapat beradaptasi pada

habitat air membentuk bintil akar dekat permukaan tanah dan leguminosa yang

tidak dapat beradaptasi akan menyebabkan bintil akar berguguran dan bintil akar

tidak berfungsi.

Bahan Organik

Bahan organik tanah adalah bahan penyusun tanah yang dihasilkan dari

hancuran atau dekomposisi bahan organik seperti sisa-sisa tanaman, hewan, dsb.

Bahan organik tanah dapat berupa bahan organik kasar dan halus atau humus

(Stevenson 1994). Bahan organik akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan

biologi tanah, pengaruhnya relatif besar dibanding dengan jumlahnya yang sedikit

dalam tanah. Sumber asli bahan organik tanah adalah jaringan tumbuhan,

kemudian hewan sebagai sumber bahan organik kedua. Senyawa dalam jaringan

tumbuhan dapat digolongkan menurut mudahnya didekomposisi yaitu (1) gula,

pati dan protein sederhana, (2) protein kasar, (3) hemisellulosa, (4) sellulosa, (5)

lignin, lemak lilin (Buckman dan Brady 1982). Selama proses dekomposisi

berlangsung terjadi tiga proses yang pararel yaitu (1) degradasi sisa tumbuhan

dan hewan oleh enzim-enzim mikroba, (2) peningkatan biomassa mikroorganisme

yang terdiri dari polisakarida dan protein, (3) akumulasi atau pembebasan hasil

akhir (Rao 1994).

Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik di dalam

tanah adalah kelembaban, oksigen, pH tanah, unsur hara, suhu, dan liat. Hasil

dekomposisi bahan organik adalah karbon (CO2, CO3=, HCO3-, CH4), nitrogen

(NH4+, NO2-, NO3-, dan gas nitrogen), sulfur (S, H2S, SO3-, SO4=, dan Ca2), fosfor

(H2PO4-, HPO4=), dan lain-lain seperti H2O, O2, H2, H+ , OH-, K+, Ca2+, Mg2+

(Buckman dan Brady 1982). Bahan organik mempunyai kapasitas tukar kation

yang tinggi dan dapat membentuk komplek yang stabil dengan logam pada tanah

yang terkontaminasi dan dapat melepaskan secara perlahan sebagai sumber pupuk

untuk tanaman (Huang dan Schnifzer 1986). Penambahan bahan organik ke dalam

tanah berpengaruh positif terhadap mikroorganisme, karena bahan organik

(30)

12

Menurut Gestel et al. (1996) penambahan bahan organik dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah karena sumber energi disediakan lebih banyak dan

kondisi tanah dibuat menjadi lebih baik untuk aktifitas dan perkembangan

mikroba tanah.

Dua komponen bahan organik yang mempunyai peranan dalam proses

agregasi dan stabilitas agregat tanah adalah polisakarida dan senyawa humik, yang

berfungsi sebagai pengikat agregat tanah, asam humat mampu membentuk agregat

lebih stabil dibandingkan dengan polisakarida (Stevenson 1994). Polisakarida

dalam tanah dapat berasal dari dekomposisi karbohidrat bahan organik tanah dan

eksudat yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Menurut Tisdale et al. (1990) mengemukakan bahwa asam humat hasil dekomposisi bahan organik berperan

dalam meningkatkan ketersediaan P tanah melalui (1) pembentukan senyawa

komplek fosfohumat yang lebih mudah diserap tanaman, (2) pertukaran anion

fosfat oleh anion organik, (3) terbungkusnya partikel sesquioksida oleh humus,

sehingga mengurangi kemampuan memfiksasi fosfat. Selain itu bahan organik

juga memiliki pengaruh terhadap sifat fisik tanah seperti kapasitas menahan air,

suhu dan sifat kimia seperti kapasitas tukar kation dan pH.

Berdasarkan pada sifat kelarutannya fraksi bahan organik terdiri dari (1)

asam humat, larut dalam alkali akan tetapi tidak larut dalam asam, (2) asam fulvat,

larut dalam alkali dan asam, (3) hymatomelanik, bagian asam humat yang larut

dalam alkohol, (4) asam humin, tidak larut dalam alkali. Asam humat dapat dibagi

menjadi dua grup berdasarkan kelarutan dengan elektrolit pada keadaan alkalin

(1) asam humat coklat, tidak menggumpal oleh elektrolit dan merupakan sifat

asam humat tanah histosol dan alfisol, (2) asam humat abu-abu, mudah

menggumpal dan merupakan sifat asam humat tanah altoll dan rendoll (Stevenson

1994). Asam humat ditandai dari warna yang gelap dan merupakan koloid

organic yang mempunyai berat molekul tinggi (Stevenson 1994).

Bahan humik adalah polipenol, poliquinon. Bahan humik dibentuk dari

dekomposisi, sintesis dan polimerasi, berbentuk amorf, berwarna gelap dan

mempunyai bobot molekul tinggi (Brady 1990). Empat teori pembentukan bahan

(31)

1. Konsep kimia humus lama mengemukakan bahwa humus dibentuk dari gula

(reaksi menurut konsep ini pengurangan gula dan asam amino, dibentuk

sebagai produk samping dari metabolisma mikroba, kemudian mengalami

polimerasi non enzimatik membentuk polimer nitrogenous coklat yang

dihasilkan sewaktu dehidrasi.

2. Cara ke dua sama dengan cara 3, bedanya pada polifenol dibentuk oleh

mikroorganisme dari sumber C non lignin (misal : selulosa). Polifenol

kemudian mengalami oksidasi enzimatik membentuk quinon dan diubah

menjadi bahan humik.

3. Cara ke tiga lignin memegang peranan yang sangat penting dalam mensintesis

humus, tetapi dengan cara yang berbeda. Dalam keadaan ini fenolik aldehida

dan asam-asam dilepaskan dari lignin sewaktu penghancuran secara

mikrobiologi dan terjadi konversi enzimatik menjadi quinon, kemudian

mempolimer senyawa amino untuk membentuk makromolekul humik.

4. Cara ke empat, menurut teori ini lignin tidak sempurna diuraikan oleh

mikroorganisme dan hasilnya menjadi bagian dari humus tanah. Modifikasi

lignin terjadi kehilangan dari grup methoxyl (OCH3) dengan generasi

hydroxyphenols dan oksidasi alifatik rantai samping membentuk grup COOH.

Bahan-bahan termodifikasi hingga menghasilkan asam humat dan kemudian

asam fulvat. Asumsi bahwa bahan humik berada dalam suatu sistem dari

polimer dengan hasil pertama asam humat, kemudian mengalami oksidasi dan

fragmentasi menghasilkan asam-asam fulvat.

Leguminosa Pakan

Legum Centrosema pubescens Benth (Sentro) berasal dari Amerika Selatan. Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik dengan curah

hujan sedang sampai tinggi (Reksohadiprodjo 1985). Sentro berdaun lebat dan

batangnya tidak berkayu serta tahan keadaan kerin dan bila pertanaman telah

berhasil maka akan tahan hidup dibawah naungan (Reksohadiprodjo 1981).

Legum Calopogonium mucunoides Benth tumbuh baik pada daerah-daerah dengan curah hujan tahunan 1250 mm tetapi tidak tahan dingin (Hanum dan

(32)

14

yang penuh dengan herba dan semak (Jayadi 1991). Pueraria phaseoloides Benth (puero) berasal dari India Timur, berumur panjang, perakarannya dalam dan

bercabag-cabang, tahan pada musim kemarau yang tidak terlalu panjang

(Reksohadiprodjo 1981). Puero toleran terhadap tanah masam dan miskin hara,

sangat disukai ternak, cukup efektif mengikat N udara dan sangat responsif

(33)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada lahan pasca penambangan emas PT. Aneka

Tambang Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) Pongkor, Kabupaten Bogor

dan laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Nutrisi dan Pakan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan

April – September 2008.

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga jenis leguminosa yaitu Centrosema pubescens Benth (CP), Calopogonium mucunoides Benth (CM) dan Pueraria phaseoloides Benth (PP) yang diberikan secara konsorsium. Bahan lainnya adalah mycofer, Phosphate Solubilizing Bacteria (PSB), Rhizobium dan asam humat dengan pengenceran 1:30, kompos (kotoran ayam dan kotoran sapi) jerami

padi, perekat serta zat kimia untuk analisa di laboratorium.

Peralatan yang digunakan adalah alat pengolah tanah, alat pengamatan dan

pemanenan dan alat-alat Laboratorium untuk analisa kadar Fosfat, Nitrogen dan

Timbal (Pb).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen menggunakan

rancangan acak kelompok berpola faktorial 4x3 dengan 4 ulangan. Faktor pertama

adalah formulasi pupuk hayati (P) yang terdiri dari empat taraf yaitu :

P1 = Kontrol (tanpa pupuk hayati)

P2 = Mycofer ( 5 gr/m2 tanah)

P3 = Mycofer (5 gr/m2 tanah) + Rhizobium ( 1 ml/m2 tanah)

P4 = Mycofer (5 gr/m2 tanah) + Rhizobium (1 ml/m2 tanah + PSB

(34)

16

Faktor kedua merupakan teknologi revegetasi (T) terdiri dari :

T1 = Teknologi Standar Antam (TSA = Pupuk Kandang 3 kg/m2)

T2 = Asam Humat (8 ml/m2) + Arang Sekam ( 0.5 kg/m2)

T3 = Hidroseeding ( Asam Humat + Mulsa + Kompos + perekat)

Untuk teknologi hydroseeding digunakan asam humat sebanyak 8 ml/m2 ditambah dengan mulsa 0,2 kg/m2 , kompos ayam dan kompos sapi masing –

masing 2 kg/m2 serta perekat sebanyak 1 ml/m2.

Prosedur Penelitian

1. Persiapan Inokulum

Inokulum Rhizobium dan PSB koleksi Laboratorium Bioteknologi Hutan

dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB

diremajakan dengan cara menumbuhkannya pada media cair sebanyak 1000 ml

selanjutnya dishaker selama satu malam untuk mendapatkan jumlah populasi yang diinginkan. Inokulum mikoriza yang digunakan adalah inokulan mycofer

produksi laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian

Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB yang berbentuk granular dan siap

diinokulasikan.

2. Persiapan Lahan

Lahan yang dipakai dalam penelitian ini merupakan tempat pembuangan

tailing sedangkan tanah yang digunakan merupakan campuran tailing dan tanah timbunan. Lahan dibersihkan dan dilakukan pengolahan tanah menggunakan eskavator dimana tanah dibalik dan dicampurkan sehingga tanah tailing dan tanah

timbunan tercampur. Seluruh petak percobaan (plot) kemudian diberi pupuk dasar

berupa KCL dan SP 36 masing-masingnya sebanyak 20 gr/m2 dengan cara

disebarkan secara merata. Setelah 14 hari masa tanam, seluruh plot diberikan

pupuk urea sebanyak 5 gr/m2. Lahan dibagi menjadi empat blok sebagai

kelompok dan masing-masing blok terdiri dari 12 plot sehingga total keseluruhan

(35)

adalah 30 m2 dan antar plot diberi jarak 1 m. Denah lokasi penelitian ditunjukkan

pada Gambar 1.

Gambar 1 Denah lokasi penelitian

3. Pelaksanaan Perlakuan

Unit-unit percobaan yang sudah diberi pupuk dasar selanjutnya dibuat

larikan sebanyak 5 buah/petak dengan jarak 1m lalu diberi teknologi pembenah

dan pupuk hayati sesuai perlakuan disetiap larikan dilanjutkan dengan pemberian

benih leguminosa secara konsorsium dimana perbandingan antara PP, CP dan CM

adalah 2:1:1 dimana PP diberikan sebanyak 50 gr/m2, CP sebanyak 25 gr/m2 dan

CM sebanyak 25 gr. Benih ditaburkan disepanjang larikan lalu ditimbun dengan

sedikit tanah lalu disiram dengan air secukupnya.

(36)

18

4. Pengamatan dan Pemeliharaan

Pengamatan dilakukan pada tiap unit percobaan sesuai peubah yang diuji.

Selang 14 hari dilakukan pembersihan terhadap gulma dan bila curah

hujan kurang maka dilakukan penyiraman tanaman minimal sekali sehari.

5. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Covering Area

Pengamatan ini dilakukan pada akhir penelitian (sebelum panen)

dengan membandingkan area yang ditumbuhi tanaman dengan yang

tidak ditumbuhi dengan menggunakan bingkai bentuk kuadran

berukuran 1m x 1m. Bingkai dibagi menjadi 10 bagian dengan tali

sehingga terdapat kuadran-kuadran kecil berukuran 10cm x 10 cm.

Selanjutnya bingkai diletakkan secara acak dalam petak percobaan

untuk mengukur perbandingan lahan yang ditumbuhi tanaman dengan

yang tidak. Pengamatan dilakukan lima kali disetiap petak.

2. Pertambahan Panjang penyebaran tanaman

Pengukuran panjang penyebaran tanaman dilakukan setiap dua minggu

pada 30 hari setelah tanam, sebanyak tiga kali pengamatan.

Pengukuran dilakukan menggunakan pita ukur sepanjang 100 cm,

dimulai dari ± 1 cm diatas pangkal batang (kemudian ditandai) sampai

titik tumbuh tertinggi. Tiap jenis tanaman yang diukur diambil secara

acak berdasarkan larikan dan terlebih dahulu ditandai untuk

pengukuran selanjutnya. Nilai pertambahan panjang penyebaran

didapat dari selisih hasil tiap pengukuran.

3. Jumlah Daun

Penghitungan jumlah daun dilakukan tiap dua minggu sekali sejak 30

hari setelah tanam sebanyak tiga kali pengamatan dengan teknik

pengambilan sampel yang sama dengan pertambahan panjang

penyebaran.

(37)

Penimbangan daun dalam bentuk segar dilakukan saat panen. Pertama

semua tanaman ditimbang untuk mendapatkan biomasa total.

Selanjutnya tanaman dipisahkan berdasarkan jenis kemudian

ditimbang kembali untuk mendapatkan biomasa parsial.

5. Infeksi Akar

Untuk menghitung jumlah akar yang terinfeksi oleh CMA (verifikasi)

dilakukan dengan teknik pewarnaan akar (Phyllip dan Hayman 1970).

Persentase akar yang terinfeksi dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Jumlah akar yang terinfeksi

% infeksi = Jumlah contoh akar X 100%

6. Jumlah Spora

Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah spora adalah

metode tuang saring basah (Gedermann dan Nicolson 1963 yang telah

dimodifikasi). Pertama ambil sampel tanah sebanyak 50 g dilarutkan

dengan air sampai homogen, kemudian dibiarkan beberapa detik agar

partikel-partikel besar mengendap. Suspensi tersebut kemudian

disaring. Partikel-partikel halus berikut spora yang ditampung pada saringan 45 μm dimasukkan kedalam botol sentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 25 detik. Supernatan disaring dengan

saringan 45 μm dan dicuci dengan air mengalir. Spora yang tertahan

ditampung dalam cawan petri. Penghitungan populasi spora dilakukan

dengan mikroskop binokuler perbesaran 3x menggunakan counter

(verifikasi).

7. Bintil Akar

Pengamatan terhadap bintil akar dilakukan untuk memeriksa apakah

terdapat bintil akar aktif dengan mengamati pembentukan nodul pada

akar.

8. Kadar Nitrogen Tajuk

Kadar N tajuk diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl Weende.

Sampel tajuk yang diambil untuk dianalisa adalah komposit dari ketiga

(38)

20

9. Kadar Fosfor Tajuk

Kadar P tajuk diukur menggunakan metode ekstraksi berdasarkan

metode AOAC 1990).

10. Kadar Timbal (Pb) Tanah dan Tajuk

Kadar Pb tanah dan tajuk diukur dengan metode ekstraksi lalu nilainya

dibaca menggunakan AAS.

11. Kadar Phosfor (P) Tersedia di Tanah

Kadar P tersedia dalam tanah diukur menggunakan metode Bray I.

12. pH Tanah.

pH yang diukur adalah pH dalam H2O, dilakukan dengan cara

melarutkan tanah dengan Aquades dengan perbandingan 1 : 10 = 1 g

tanah dilarutkan dalam 10 ml air lalu pH diukur menggunakan

pHmeter

6. Pemanenan

Panen dilakukan setelah tanaman berumur 90 hari dengan mengambil

tajuk untuk ditimbang berat segarnya. Selanjutnya tajuk dioven akar dan tanah

diambil secara acak pada lima titik untuk verifikasi bintil akar dan keberadaan

mikroorganisme pada perlakuan pupuk hayati yang diberikan.

7. Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah diambil pada seluruh plot menggunakan soil gouge sampler

dengan kedalaman 0-20 cm. Sampel tanah diambil secara acak sebanyak lima

titik kemudian dicampur sebelum dianalisa di laboratorium.

8. Analisa Kimia Tanah dan Jaringan Tanaman di Laboratorium

Analisa dilakukan setelah panen menggunakan metode sesuai dengan

(39)

Analisis Data

Data diolah menggunakan analisis keragaman (ANOVA) dan bila terdapat

perbedaan yang nyata maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + σk + Σijk

Yijk = Nilai Pengamatan pada formulasi pupuk hayati ke-i, teknologi revegetasi ke-j dan kelompok ke-k

μ = Rataan Umum

αi = Pengaruh formulasi pupuk hayati ke-i

βj = Pengaruh teknologi revegetasi ke-j

(αβ)ij = Pengaruh Interaksi formulasi pupuk hayati ke-i dengan teknologi revegetasi ke-j

σk = Pengaruh kelompok ke-k

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

PT. Aneka Tambang Unit Bisnis Penambangan Emas Pongkor berada di

Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Secara geografis

Pongkor berada pada -06.37.22.6 LS dan 106.36.56.2 BT dengan ketinggian

318 km diatas permukaan laut. Curah hujan selama penelitian cukup tinggi yaitu

mencapai 3302,5 mm/tahun dengan rata-rata kelembapan 84.17% dan temperatur

rata-rata 25.5°C (BMG Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor 2008).

Pada bulan pertama setelah penanaman, tanaman Pueraria phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth dan Calopogonium mucunoides Benth menunjukkan pertumbuhan yang hampir sama, namun pada bulan kedua dan

seterusnya mulai terlihat perbedaan respon ketiga jenis tanaman tersebut.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Kesuburan Tanah

Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk parameter kimia tanah tailing yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi dapat dilihat pada Tabel 2

berikut ini.

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam kimia tanah tailing yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi

Parameter Pupuk ** : berbeda sangat nyata (P<0.01) tn : tidak berbeda nyata

- : tidak dianalisa

Pemberian pupuk hayati, teknologi revegetasi dan interaksi pupuk hayati

dengan teknologi revegetasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap

(41)

tanah, sementara teknologi revegetasi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar

Pb tanah.

Derajat Keasaman (pH) Tanah

Derajat keasaman (pH) tanah disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis sidik

ragam menunjukkan perlakuan pupuk hayati, teknologi revegetasi dan interaksi

antara pupuk hayati dengan teknologi revegetasi tidak berpengaruh pada pH

tanah.

Tabel 3 Rataan derajat keasaman tanah (pH) tanah tailing yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi (°)

Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

P1 6.80 6.90 7.00 6.90

P2 7.10 7.15 7.05 7.10

P3 7.05 7.05 6.90 7.00

P4 7.00 7.05 7.05 7.03

Rataan 6.99 7.04 7.00

Keterangan : P1 = Control, P2 = Mycofer, P3 =Mycofer+Rhizobium, P4 = Mycofer +

Rhizobium+ PSB, T1 = TSA, T2 = Arang Sekam+asam humat, T3 =

Hydroseeding.

Semua perlakuan tidak berpengaruh pada pH tanah disebabkan bahwa pH

tanah sudah cukup baik dan optimal untuk pertumbuhan tanaman. Pada pH seperti

ini mineral makro nitrogen (N), fosfor(P) dan kalium dalam kondisi cukup dan

tersedia namun ternyata tidak ideal untuk tanah tailing karena ternyata masih banyak unsur makro yang kurang yaitu N dan P.

Kadar Fosfor Tersedia Tanah

Kadar Fosfor (P) tersedia tanah yang diberi perlakuan pupuk hayati dan

teknologi revegetasi disajikan pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan

bahwa perlakuan pupuk hayati, teknlogi revegetasi dan interaksi pupuk hayati

dengan teknologi revegetasi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01)

(42)

24

Tabel 4 Rataan kandungan fosfor (P) tanah yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi (ppm)

Perlakuan T1 T2 T3 Rataan

P1 9.10 I 28.80 E 37.30 C 25.07B

P2 4.30 J 58.00 A 8.60 I 23.63B

P3 20.20 G 8.20 I 18.90 H 15.76C

P4 24.00 F 33.70 D 43.30 B 33.66A

Rataan 14.40C 32.17A 27.02B

Keterangan : 1. P1 = Control, P2 = Mycofer, P3 =Mycofer+Rhizobium, P4 = Mycofer +

Rhizobium + PSB, T1 = TSA, T2 = Arang Sekam+Asam Humat, T3 =

Hydroseeding.

2. Angka yang diikuti oleh superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan beda sangat nyata (P<0.01) dengan Uji Duncan.

Hasil uji lanjut menunjukkan kandungan fosfor (P) tersedia ditanah

tertinggi adalah pada perlakuan P2T2 yaitu menggunakan mycofer, arang sekam

dan asam humat, sedangkan nilai terendah ditunjukkan pada perlakuan P2T1

(mycofer dan pupuk kandang). Tanah Tailing memiliki kandungan Ca yang tinggi dan pH basa dengan kejenuhan basa mencapai 100% (Setyaningsih 2007). Pada

pH diatas netral, P kurang tersedia bagi tanaman karena diikat oleh Ca menjadi

senyawa yang kurang tersedia dalam bentuk Ca-P. Asam humat merupakan

bahan organik yang berasal dari batuan leonardite yang mengalami fermentasi

kemudian diekstrak (Tan 1993).

Arang sekam padi adalah bahan organik dengan nisbah karbon dan

nitrogen tinggi (Mariam 1986). Bahan organik dari asam humat dan arang sekam

tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan P melalui dekomposisi yang

menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik tersebut dapat

berupa asam malonat, asam oksalat dan asam tartat yang akan menghasilkan anion

organik. Anion organik dari asam-asam tersebut dapat membentuk komplek

dengan ion Al, Fe dan Ca bebas dalam larutan tanah. Dengan demikian,

konsentrasi ion Al, Fe dan Ca bebas dalam larutan tanah akan berkurang sehingga

P akan tersedia lebih banyak (Karti 2003). Bahan organik yang terdapat pada

perlakuan pupuk kandang (T1) ternyata belum cukup untuk meningkatkan

(43)

Konsentrasi Timbal (Pb) Tanah

Kadar Timbal (Pb) tanah yang diberi perlakuan teknologi revegetasi

disajikan pada Gambar 2. Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan teknologi

revegetasi memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar Pb tanah.

3.65

Gambar 2 Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Pb dalam tanah. T1 (TSA), T2 (asam humat+arang sekam), T3 (hydroseeding). Angka yang diikuti superskrip yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0.05) dengan uji Duncan

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan yang paling baik dalam

menurunkan Pb tanah adalah teknologi yang ke-2 (T2) yaitu menggunakan arang

sekam dan asam humat berbeda nyata dengan T1 (pupuk kandang) dan T3

(hydroseeding). Salah satu karakteristik yang paling khusus dari bahan humat adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida,

mineral dan organik, terutama pencemar beracun untuk membentuk asosiasi

(Jackson 1977). Dibandingkan pupuk kandang, arang sekam padi merupakan

bahan organik dalam bentuk aktif dimana keberadaannya lebih mempengaruhi

sifat fisik kimia dan biologi tanah (Soepardi 1983). Bahan organik dalam arang

sekam mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi dan dapat membentuk

komplek yang stabil dengan logam pada tanah yang terkontaminasi dan dapat

melepaskan secara perlahan sebagai sumber pupuk untuk tanaman (Huang dan

Schnifzer 1986). Teknologi hydroseeding (T3) pada dasarnya memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi karena mengandung asam humat,

b

a

(44)

26

kompos kotoran sapi dan ayam serta mulsa namun kurang efektif dalam

menurunkan Pb tanah dikarenakan diduga teknologi ini tidak mengandung arang

aktif yang mempunyai fungsi penjerapan (chelating agent).

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk parameter pertumbuhan dan produksi

leguminosa yang ditanam pada lahan tailing dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Rekapitulasi sidik ragam parameter pertumbuhan dan produksi Uji F Setiap Peubah

Peubah Pupuk Hayati Teknologi

Revegetasi Jumlah Daun Trifoliate

P.phaseoloides ** : berbeda sangat nyata (P<0.01) tn : tidak berbeda nyata

Perlakuan pupuk hayati, teknologi revegetasi dan interaksi pupuk hayati

dengan teknologi revegetasi tidak berpengaruh pada pertambahan panjang

penyebaran tanaman P.phaseoloides dan C. Pubescens, jumlah daun tanaman P.phaseoloides dan C. Pubescens serta biomasa parsial tanaman C. mucunoides. Seluruh perlakuan baik faktor tunggal dan interaksi antar faktor juga tidak

berpengaruh terhadap biomasa total dan cover area. Selanjutnya perlakuan teknologi revegetasi berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap biomasa parsial

(45)

terhadap pertambahan panjang penyebaran tanaman C. mucunoides. Interaksi pupuk hayati dan teknologi revegetasi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap

jumlah daun trifoliate tanaman C. mucunoides.

Pertambahan Panjang Penyebaran Tanaman

Rataan pertambahan panjang penyebaran masing-masing leguminosa P. phaseoloides, C. pubescens dan C. muconoides yang ditanam secara konsorsium pada tanah tailing disajikan pada Tabel 6. Perlakuan pupuk hayati, teknologi revegetasi dan interaksi pupuk hayati dengan teknologi revegetasi tidak

berpengaruh terhadap panjang penyebaran tanaman P. phaseoloides dan C. pubescens tetapi perlakuan teknologi revegetasi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertambahan panjang tanaman tanaman C. muconoides sedangkan perlakuan pupuk hayati dan interaksi pupuk hayati dengan teknologi revegetasi

tidak berpengaruh terhadap pertambahan panjang penyebaran tanaman ini C. muconoides .

Seluruh perlakuan tidak berpengaruh terhadap pertambahan panjang

penyebaran tanaman P. phaseoloides dan C. pubescens diduga karena kedua tanaman ini telah memenuhi kebutuhan Fosfat (P) didalam tubuhnya. Fosfat

merupakan unsur hara penting yang berperan dalam pembelahan, perpanjangan

dan differensiasi sel, sintesis protein, fotosintesis serta metabolisme energi. Unsur

P sangat vital bagi pertumbuhan tanaman baik vegetatif maupun generatif dan

hasil tanaman (Buckman 1982). Fosfat merupakan komponen esensial ADP

(Adenosine Di Phosphate) dan ATP (Adenosine Tri Phosphate), yang bersama-sama memainkan peranan penting dalam fotosintesis dan penyerapan ion serta

sebagai transportasi dalam tanaman (Tan 1996).

Hasil uji lanjut terhadap pertambahan panjang penyebaran tanaman C. muconoides menunjukkan hasil terbaik terlihat pada kombinasi perlakuan P4 (mycofer+rhizobium dan PSB) dan T1 (pupuk kandang) tidak berbeda nyata dengan P2T1, P1T1. Secara umum tanaman ini hanya membutuhkan teknologi

sederhana yaitu pupuk kandang (T1) untuk penyediaan hara bagi pertambahan

panjang penyebarannya namun untuk hasil yang maksimal tanaman ini

(46)

28

Tabel 6 Rataan pertambahan panjang penyebaran tanaman Pueraria phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi pada tanah tailing (cm)

2. Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0.05) dengan uji Duncan.

Pupuk kandang memberikan keuntungan antara lain memperbaiki struktur

tanah, sumber hara bagi tanah, menambah kandungan humus atau bahan organik

kedalam tanah, meningkatkan aktivitas jasad renik, meningkatkan kapasitas

menahan air, mengurangi erosi dan pencucian serta meningkatkan KTK dalam

tanah (Soepardi 1983). Bahan organik yang terkandung dalam pupuk kandang

menghasilkan asam-asam organik yang dapat membantu melarutkan P sehinggga

menjadi tersedia bagi tanaman. Mycofer membantu dalam penyerapan P dari

(47)

Dalam aktifitasnya jasad renik pelarut P akan menghasilkan asam organik

di antaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat dan glioksilat, malat,

fumarat, tartarat dan ketobutirat (Rao 1982). Asam organik ini menyebabkan pH

rendah, dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi kemudian akan

melarutkan fosfat. Asam organik seperti asam sitrat dan asam sulfat berperan

dalam meningkatkan kelarutan fosfat dalam batuan fosfat. Beberapa bakteri

pelarut fosfat sangat efektif melarutkan kalsium fosfat tanpa menghasilkan asam

organik (Ilmer dan Schinner 1992).

Rhizobium yang terdapat pada P4 membantu dalam penyediaan nitrogen (N) bagi pertumbuhannya. Menurut Setiadi (1989) ciri khas dari rhizobia adalah

kemampuannya membentuk bintil akar pada akar leguminosa, rhizobia mampu

mengubah N2 dari atmosfir menjadi amonia (NH3), sehingga dapat dimanfaatkan

oleh tanaman. Produksi bintil akar aktif mempengaruhi serapan nitrogen oleh

tanaman. Unsur N yang ditambat secara biologis oleh bintil akar akan membantu

dalam proses fotosintesis. Hasil proses fotosintesis ini akan ditranslokasikan ke

seluruh jaringan tanaman dalam bentuk karbohidrat, protein dan vitamin yang

selanjutnya digunakan untuk perkembangan dan pertumbuhan organ tanaman.

Mycofer membantu tanaman dalam meningkatkan serapan dan translokasi

hara terutama unsur P kedalam tanaman legum karena adanya struktur hifa

didalam akar tanaman dan tanah yang mampu meningkatkan luas areal untuk

pertukaran hara dan air antara tanaman dan inang (Utama dan Yahya 2003).

Jumlah Daun Trifoliate

Jumlah daun trifoliate masing-masing leguminosa P. phaseoloides, C. pubescens dan C. muconoides yang ditanam secara konsorsium pada tanah tailing disajikan pada Tabel 7. Perlakuan pupuk hayati, teknologi revegetasi dan

interaksi pupuk hayati dengan teknologi revegetasi tidak berpengaruh pada jumlah

daun trifoliate tanaman P. phaseoloides, dan C. pubescens. Sedangkan pada tanaman C. muconoides interaksi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap jumlah daun trifoliate tetapi perlakuan faktor tunggal pupuk hayati dan teknologi revegetasi tidak memberikan

(48)

30

Tabel 7 Rataan jumlah daun trifoliate tanaman Pueraria phaseoloides Benth, Centrosema pubescens Benth, dan Calopogonium mucunoides Benth yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi pada tanah tailing (bh)

2. Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0.05) dengan uji Duncan.

Pengamatan jumlah daun sangat diperlukan selain sebagai indikator

pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses

pertumbuhan. Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya sebagai

penerima cahaya dan alat yang berperan dalam proses fotosintesis. Semua

perlakuan tidak berpengaruh pada jumlah daun P. phaseoloides, dan C. pubescens disebabkan tanaman sudah dapat memenuhi kebutuhan P di dalam tubuhnya. Sama halnya dengan pertambahan panjang tanaman, untuk

pembentukan daun diperlukan unsur P karena sangat vital bagi pertumbuhan

Gambar

Tabel 1  Karakteristik tanah limbah tailing Pongkor
Gambar 1  Denah lokasi penelitian
Tabel 2  Rekapitulasi hasil sidik ragam kimia tanah tailing yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi
Tabel 3  Rataan derajat keasaman tanah (pH) tanah tailing yang diberi perlakuan pupuk hayati dan teknologi revegetasi (°)
+7

Referensi

Dokumen terkait

diperoleh nilai rata-rata kekuatan tarik pada semua kampuh las dengan lapisan las sebanyak tiga lapis yang tertinggi yaitu pada pengelasan down hand position kemudian

Berbagai penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan status zat gizi mikro sebelum hamil maupun konsumsi vitamin mineral sebelum hamil dengan outcome kehamilan,

+DGLQLQJUDW´ melalui model-model perencanaan strategis yang dilakukan para pelaksana terkait dengan pengembangan kawasan wisata Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai

Skenario dan Hasil Simulasi System Dynamics Kebijakan Inventori 4.7.1 Model Kebijakan Inventory Turn Over 4 kali per tahun dan Inventory Days of Supply 90 hari Dari hasil

Daya yang dibutuhkan pada jalan aspal dan beton kering dengan sudut tanjakan 10° untuk massa pengendara berat 90 kg membutuhkan daya sebesar 1261,05 watt, jalan aspal basah

mempertahankan hak atas kerahasiaan berkas dan dokumen milik kliennya serta melindungi dari penyitaan oleh Penyidik Polri, bagaimana penyidik menggunakan

Hasil analisis terhadap data sekunder tahun 2005-2008 yang diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kota Serang menunjukkan bahwa

7 a) Dalam menghitung diskonto arus kas dalam metode EVE, margin komersial dan spread components lainnya telah diperhitungkan dalam arus kas hingga jatuh.. b) NMD