• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan LKS berbasis problem based instruction untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada konsep jamur: penelitian deskriptif-kuantitatif di SMAN 4 Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan LKS berbasis problem based instruction untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada konsep jamur: penelitian deskriptif-kuantitatif di SMAN 4 Tangerang"

Copied!
303
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Deskriptif-Kuantitatif di SMAN 4 Tangerang) Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh PUTRIYANI NIM. 109016100028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Instruction untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Siswa pada Konsep Jamur.” Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan penggunaan LKS berbasis Problem Based Instruction untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada konsep jamur. Metode yang digunakan adalah deskriptif-kuantitatif. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan purposive sampling. Pada penelitian deskriptif menghasilkan LKS berbasis Problem Based Instruction dan dilanjutkan dengan penggunaan LKS tersebut pada kelas pre eksperimental one group pretest-posttest design. Instrumen yang digunakan berupa tes keterampilan berpikir tingkat tinggi, LKS berbasis Problem Based Instruction, dan lembar observasi. Hasil analisis data kuantitatif menunjukkan bahwa ketercapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa mengalami peningkatan, yakni pada pretest 25,1% dan posttest 91,3%. Hasil LKS berbasis Problem Based Instruction yang digunakan dalam pembelajaran mengalami peningkatan, yakni LKS 1 60,4%, LKS 2 86,3%, LKS 3 90,3%. Keberhasilan penggunaan LKS ini dari nilai N-Gain pretest-posttest diperoleh hasil sebesar 0,71 dengan kategori tinggi. Maka, dapat disimpulkan bahwa penggunaan LKS berbasis Problem Based Instruction dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada konsep jamur.

(6)

vi

Instruction to Improve Higher Level Thinking Skills Students at Mushroom Concept." Undergraduate Biology Education Studies Program, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

This study aims to determine the successful use of Problem Based Instruction -based worksheets to improve students' ability to think critically on the concept of the fungus . The method used is descriptive - quantitative . In a descriptive study based produce worksheets Problem Based Instruction and continued to use the worksheets in class pre- experimental one group pretest - posttest design . Instruments used in the form of high -level thinking skills tests , worksheets based Problem Based Instruction, and the observation sheet. The results of the quantitative data analysis showed that the achievement of high level thinking skills of students has increased the pretest 25.1 %, 60.4 % Worksheet 1, Worksheet 2 86.3 % , 90.3 % worksheets 3 , and posttest 91.3 % . The successful use of LKS N - Gain values obtained yield was 0.71 with a high category . Thus , it can be concluded that the use of worksheets based Problem Based Instruction can improve students' ability to think critically on the concept of the fungus.

(7)

vii

Alhamdulillahirabbil’alaamiin. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat, karunia dan kenikmatan hidup dan selaku hamba-Nya senantiasa mengharapkan keikhlasan, pengampunan serta cinta-Nya. Salawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga Allah mencurahkan salawat dan salam kepada Beliau, keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga di hari kemudian.

Berkat bantuan, bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang judul “Penggunaan LKS berbasis Problem Based Instruction untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir

Tingkat Tinggi Siswa pada Konsep Jamur.”

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan menyampaikan terima kasih yang begitu besar kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’I, MA. Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, motivasi, saran serta sabar dalam membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

(8)

viii

yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian Skripsi dan Ibu Nunung Giyanti, S.Pd, Guru Bidang Studi Biologi yang telah memberikan bantuan dan sarannya sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik serta seluruh siswa SMAN 4 Kota Tangerang, khususnya untuk kelas X IPA 3. 7. Ibu Lestari, S.Pd, Guru Bidang Studi Biologi SMAN 4 Tangerang yang telah

memberikan saran dan memvalidasi LKS berbasis Problem Based Instruction yang dibuat oleh peneliti sehingga dapat digunakan dalam penelitian.

8. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Ibunda Lastuti dan Ayahanda Mujiono dan kedua kakak tersayang, Mas Haryono dan Mba Lisdiana yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa, semangat dan perhatian sehingga penulis dapat meyelesaikan Skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa pendidikan IPA-Biologi 2009 yang tergabung dalam grup Facebook “Jaringan Kelas A-2009 PA By Yanti Herlanti” , khususnya untuk sahabat tersayang Alfy, Indah, Laila, Fina dan Ika yang telah memberikan saran, semangat dan doa.

10. Bapak DR. H.C. Ary Ginanjar Agustian beserta para Trainer ESQ dan saudara seperjuangan ATS 165 (Mba Sani, Ka Neng Ida, Ka Via, Uni Fitri, De Rahma, De Futry, dan De Idzur) yang telah memberikan motivasi, dukungan dan doa.

Semoga Allah swt melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Semoga Skrispi ini dapat bermanfaat bagi kita dan dapat dikembangkan bagi peneliti selanjutnya. Aamiin.

(9)

ix

………

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ……….. ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ………. iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……….. iv

ABSTRAK ……… v

ABSTRACT ……….. vi

KATA PENGANTAR ……….. vii

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR TABEL ………. xiii

DAFTAR GAMBAR ……….... xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ………. 6

C. Pembatasan Masalah ……… 6

D. Perumusan masalah ……….. 7

E. Tujuan penelitian ……….. 7

F. Kegunaan Penelitian ………. 7

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA TEORETIS ……….. 8

A. Deskripsi Teoretis ………. 8

1. Lembar Kerja Siswa ………... 8

a. Pengertian Lembar Kerja Siswa ……… 8

b. Fungsi Lembar Kerja Siswa ……….. 10

(10)

x

Instruction ……….. 18

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction) ………..………… 22

a. Pengertian Model PBI (Problem Based Instruction) ….. 22

b. Ciri-ciri Problem Based Instruction ………... 24

c. Tujuan Problem Based Instruction ……….... 24

d. Kelebihan dan kekurangan Problem Based Instruction ………. 24

e. Sintaks/tahapan Problem Based Instruction .……...…. 26

3. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skill) ………….………..…… 27

a. Pengertian Keterampilan Berpikir ………... 27

b. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ……… 30

c. Taksonomi Bloom ……….. 31

d. Indikator Berpikir Tingkat Tinggi ……….. 34

4. Hubungan Penerapan LKS berbasis Masalah dengan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa ……..….…... 38

B. Hasil Kajian Penelitian yang Relevan ……… 39

C. Kerangka Pikir ………. 41

D. Hipotesis Penelitian ………. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….…… 43

A. Tempat dan waktu penelitian ……… 43

B. Metode Penelitian dalam Penggunaan Produk LKS Berbasis Problem Based Instruction………. 43

1. Desain Penelitian ……….. 43

(11)

xi

E. Teknik pengumpulan data ……… 48

F. Instrumen penelitian ………. 48

G. Kalibrasi instrumen ……….. 50

1. Validitas ……….. 51

2. Reliabilitas ……….. 52

3. Taraf kesukaran ……….. 54

4. Daya pembeda ……… 55

H. Teknik analisis data ……… 56

1. Uji N-Gain ………. 56

2. Koefisien Korelasi antara Hasil LKS 1, 2, 3 dengan Posttest 57 3. Analisis data Nontes ……… 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 60

A. Produk LKS Berbasis Problem Based Instruction………. 60

B. Penggunaan Produk LKS Berbasis Problem Based Instruction……….. 62

1. Tes Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ……….. 62

a. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa pada Setiap Indikator ……….……….. 65

2. Analisis Data ………. 68

a. Uji N-Gain ……… 68

b. Koefisien Korelasi antara Hasil LKS 1, 2 dan 3 dengan Posttest ………. 68

c. Hasil Observasi ………. 71

(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ……….. 78

(13)

xiii

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ………. 27

Tabel 2.2 Kaitan Keterampilan Berpikir dengan Domain Taksonomi Bloom ……….. 28

Tabel 2.3 Taksonomi Bloom yang telah direvisi ……….... 34

Tabel 2.4 Hubungan Taksonomi Bloom Jenjang C4 sampai C6 dengan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ……….. 37

Tabel 3.1 Desain Penelitian ……….. 43

Tabel 3.2 Waktu Penelitian ……….. 45

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ……….. 48

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ……… 48

Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Terbatas LKS berbasis Problem Based Instruction 49

Tabel 3.6 Lembar Observasi Siswa Tes Keterampilan Berpikir Tinggi …. 50

Tabel 3.7 Lembar Uji Validitas Isi Lembar Observasi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ………... 50

Tabel 3.8 Interpretasi Validitas ……… 52

Tabel 3.9 Derajat Reliabilitas Tes ……… 53

Tabel 3.10 Interpretasi Tingkat Kesukaran ……….. 54

Tabel 3.11 Interpretasi Daya Pembeda ……… 56

Tabel 3.12 Kategori N-Gain ……… 57

Tabel 3.14 Persentase Kriteria Analisis Deskriptif ………. 58

Tabel 4.1 Revisi LKS dari Pembimbing 1,2 dan Guru IPA ……… 60

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest dan Posttest ……… 60

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai LKS 1, 2 dan 3 …..……… 62

(14)

xiv

Tabel 4.7 Ketercapaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa pada

LKS 1. LKS 2, dan LKS 3 ………... 65

Tabel 4.8 Hasil Pencapaian Pada Jenjang C1, C2 dan C3 berdasarkan Hasil LKS ……….……… 66

Tabel 4.9 Data N-Gain antara Pretest dan Posttest ……….……. 67

Tabel 4.10 Rata-rata Pretest dan Posttest Perkelompok ……… 68

Tabel 4.11 Rata-rata LKS 1, 2 dan 3 Perkelompok ……… 68

Tabel 4.12 Hasil Korelasi antara LKS 1, 2 dan 3 dengan Posttest ……… 69

(15)

xv

(16)

xvi

Lampiran A: Perangkat Pembelajaran

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ……….... 81

2. LKS berbasis PBI (sebelum deskriptif) ………... 112

3. LKS berbasis PBI (setelah deskriptif) ……….. 122

4. LKS berbasis PBI (setelah validasi) ………...…… 134

5. Kunci Jawaban LKS 1, LKS 2 dan LKS 3 ………...…… 148

6. Pedoman Penskoran LKS 1, LKS 2 dan LKS 3 ………...…… 152

7. Lembar Uji Validitas Isi LKS ……….. 155

8. Lembar Uji Validitas Isi Lembar Observasi ………... 161

Lampiran B: Instrumen Penelitian 9. Kisi-kisi Soal dan Jawaban Instrumen ……….………. 164

10. Instrumen Validasi ……….……… 183

11. Instrumen Penelitian (Pretest dan Posttest) ………….……….. 187

12. Lembar Observasi ……….…………. 190

13. Persentase Nilai Observasi ……….………… 192

14. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes ……….………… 194

15. Rekapitulasi Analisis hasil Uji Coba Instrumen Tes ……… 201

16. Nilai Pretest, Postest dan N-Gain ……….……… 202

17. Nilai LKS 1, LKS 2 dan LKS 3 ……….………... 206

18. a. Perhitungan Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data hasil Pretest kelas X IPA 3 ……….……….. 208

b. Perhitungan Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data hasil Posttest kelas X IPA 3 ………..……….. 213

(17)

xvii

kelas X IPA 3 ………….……… 226

20. Perhitungan Korelasi antara Hasil LKS 1,2 dan 3 dengan Posttest 230

21. a. Data Hasil Pretest ……….…………. 233

b. Data Hasil posttest ……… 235

22. a.Data Hasil LKS 1 ………... 237

b.Data Hasil LKS 2 ………... 239

c.Data Hasil LKS 3 ………. 240

23. Hasil Wawancara ……… 242

24. Hasil Uji Coba Terbatas ………. 244

Lampiran C Surat-surat Penelitian ……… 245

(18)

1

Pendidikan adalah unsur terpenting dalam mewujudkan manusia seutuhnya karena maju mundurnya keberhasilan dan kepribadian suatu bangsa kini ataupun masa yang akan datang sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan masa depan, yakni dengan membangun sumber daya manusia agar dapat menjadi subyek pembangunan yang produktif. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analisis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam bidang matematika, fisika, kimia dan pengetahuan pendukung lainnya.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi guru mata pelajaran biologi saat ini yakni bagaimana membantu anak mengembangkan keterampilan berpikir (thinking skill), melangkah dari pengalaman konkret ke berpikir abstrak yang dapat menghasilkan terobosan baru melalui sebuah desain pembelajaran aktif sesuai dengan konsep biologi itu sendiri.

Komisi Pendidikan abad-21 (Commission on Education for the “21” Century), mengajukan empat strategi yang dilakukan untuk menyukseskan pendidikan: Pertama, learning to know, yaitu pelajar mencari informasi dari

1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

(19)

lingkungan sekitarnya dan mampu untuk belajar mengetahui; Kedua, learning to do, yaitu pelajar belajar untuk bekerja, bertindak serta mengemukakan ide atau pendapat; Ketiga, learning to live together, yaitu pelajar mampu hidup berdampingan, berkembang bersama dan mampu untuk menghargai orang lain; dan Keempat, learning to be, yaitu pelajar mampu menjadi dirinya sendiri, belajar menjadi manusia seutuhnya serta mampu beradaptasi dengan lingkungan.2

Pola pengajaran yang selama ini digunakan guru hanya berpusat pada guru sendiri (teacher centred) sehingga belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka. Hal itu dikarenakan siswa belum diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan kreatifitas dalam menyerap dan mengaplikasikan pelajaran yang diperoleh. Keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah pun sering luput dari perhatian guru. Pada akhirnya timbulnya ketidakmampuan siswa dalam memahami materi pelajarannya dan menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa.

Guru perlu menemukan suatu pola pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikirnya, menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, menumbuhkan kembali motivasi dan minat siswa dalam belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru hendaknya mampu menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkap ide siswa sendiri, serta melakukan proses penilaian yang berkelanjutan untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Keterampilan memecahkan masalah sangatlah penting karena sebagai makhluk tidak dapat terlepas dari suatu masalah. Masalah itu muncul dalam kehidupan kita sehari-hari mulai dari kita bangun tidur hingga kita beranjak tidur, masalah itu selalu ada. Keterampilan memecahkan masalah dipandang perlu dimiliki siswa, terutama siswa SMA, karena keterampilan-keterampilan ini dapat

(20)

membantu siswa membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

Proses pembelajaran yang distimulus dengan suatu permasalahan yang sesuai dengan kehidupan siswa akan lebih membuat siswa termotivasi karena merasa akrab dengan pembelajaran yang disampaikan. Pembelajaran ini tentunya berdampak positif yaitu mampu melatih keterampilan berpikir siswa dan melatih menyelesaikan setiap masalah secara efektif dan efisien. Pembelajaran yang dilakukan akan terasa lebih bermakna dan berkesan bagi siswa karena para siswa atau keluarga dan masyarakat di sekitar mereka telah mengalami masalah yang diajukan sehingga para siswa benar-benar mengetahui masalah tersebut.

Salah satu alternatif dari permasalahan tersebut adalah dengan cara menerapkan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yakni model pembelajaran berdasarkan masalah atau sering dikenal dengan istilah Problem Based Instruction (PBI). Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran dapat membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri.3

Berdasar pada filosofi kurikulum 2013 bahwa proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi keterampilan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik.

Hasil dari proses pembelajaran yang penting bagi siswa salah satunya adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi dikarenakan keberhasilan dalam belajar siswa tidak hanya nilai kognitif akhir yang didapatkan siswa tetapi juga dalam proses belajar siswa mampu terlatihkan untuk berpikir kritis, logis, sistematis, dan objektif sehingga siswa tidak hanya berpikir abstrak melainkan mampu berpikir fakta menuju konsep. Siswa yang memiliki keterampilan sosial dan keterampilan

3 I Wayan Sumiana, Sumarno Ismail, Lailany Yahya, “Pengaruh Penerapan Model Problem

Based Instruction (PBI) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pelajaran Matematika”,

(21)

berpikir tingkat tinggi nantinya akan mampu menjawab tantangan di kehidupan nyata yang mengharuskan siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dikehidupan sehari-hari.4

Proses pembelajaran yang didasarkan pada masalah, mampu menunjang keterampilan berpikir siswa menuju kepada berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Berpikir pada tingkat yang lebih tinggi bukan hanya sekedar menghafalkan fakta, melainkan usaha mengeksplorasi pengalaman yang kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara asadar untuk mencapai tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analisis, sintesis dan evaluatif.5

Perlunya siswa SMA mempunyai keterampilan berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah, secara eksplisit telah dirumuskan dalam Permen 22, tahun 2006 tentang Standar Isi KTSP untuk matapelajaran biologi SMA-MA (Depdiknas, 2006):

”Mata pelajaran biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam bidang matematika, fisika, kimia, dan pengetahuan pendukung lainnya.”6

Pengajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada dalam pikirannya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri mengenai dunia sosial dan sekitarnya. Dengan

4 Umi Nurjannah, “Pengaruh Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Diintegrasikan dengan Student Team Achivement Division (STAD) terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Keterampilan Sosial”, Jurnal Pendidikan FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2012, h.5.

5 Emi Rofiah, Nonoh Siti Aminah, Elvin Yusliana Ekawati, “Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 1, No. 2, September 2013, ISSN: 2338 – 0691, h. 17.

(22)

pendekatan ini, keterampilan berpikir dapat dikembangkan dengan cara membantu siswa menjadi problem solver yang lebih baik. Untuk itu, guru harus menyediakan masalah (soal) yang memungkinkan siswa menggunakan keterampilan berpikir tingkat tingginya.

Salah satu sumber belajar yang penting yaitu buku ajar berupa buku materi wajib dan buku pendamping maupun lembar kerja siswa (LKS). LKS yang digunakan sebagai media pembelajaran yang instan untuk menguji keterampilan dan pemahaman siswa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dengan menggunakan LKS guru tidak lagi harus bersusah-susah untuk mengumpulkan soal-soal atau pertanyaan. Untuk evaluasi maupun tes hasil belajar, guru cukup menginformasikan dan mengarahkan terhadap soal-soal yang telah tersedia di dalam LKS. LKS sebagai turunan dari konsep besar menjawab pertanyaan, merupakan media penting untuk mengukur pemahaman siswa secara kognitif. Oleh karena itu, LKS dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran secara keseluruhan dengan lebih mudah karena menjawab soal-soal dalam LKS sama halnya dengan mempelajari tentang suatu hal secara berulang-ulang dan biasanya soal-soal serta jawabannya hanya tinggal memindahkan materi yang tercantum pada LKS.7 LKS sebagai instrumen kegiatan belajar mengajar merupakan strategi yang efektif untuk melatih ingatan siswa dalam menguasai materi pelajaran karena saat menggunakan LKS, siswa difokuskan untuk menjawab soal-soal yang telah tersedia. Oleh karena itu,

Lembar kerja dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap menyampaikan konsep baru atau pada tahap penanaman konsep tahap lanjutan. Namun, LKS yang digunakan di sekolah biasanya kurang menyajikan hubungan antara materi yang dipelajari dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kualitas LKS yang beredar pun masih beragam.8 Oleh karena itu, perlu disusun dan dikembangkan LKS yang berkualitas menurut kriteria tertentu. LKS

(23)

yang akan dikembangkan harus mampu membuat siswa mengembangkan kreatifitasnya dalam berpikir sesuai dengan tuntutan kurikulum.

Materi yang akan diujikan melalui LKS berbasis Problem Based Instruction ini dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah materi jamur. Pada materi ini ada beberapa masalah yang menarik untuk dipecahkan oleh siswa mengenai permasalahan yang berkaitan dengan jamur. Jamur yang dikonsumsi manusia memiliki dampak positif dan negatif. Isu-isu yang demikian dapat dilakukan eksplorasi yang tidak terlepas dari permasalahan yang terkait dengan biologi dimana masalah-masalah tersebut memiliki cakupan yang sangat luas. Pengetahuan tentang jamur itulah yang perlu dipelajari.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti penggunaan LKS berbasis problem based instruction untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya atau lebih menuju ke peningkatan berpikir tingkat tinggi siswa. Oleh karena itu, peneliti menetapkan judul penelitian ini adalah, “Penggunaan LKS berbasis Problem Based Instruction untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa pada Konsep Jamur.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu :

1. Keterampilan siswa dalam menjawab pertanyaan dan menyelesaikan masalah sering luput dari perhatian guru.

2. LKS yang digunakan di sekolah kurang menyajikan hubungan antara materi yang dipelajari dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

3. LKS yang dipakai di sekolah terlalu banyak soal yang harus diisi, soal-soal dan jawabannya hanya memindahkan materi yang tercantum pada LKS.

C. Pembatasan Masalah

(24)

diteliti pada penelitian penerapan LKS berbasis Problem Based Instruction terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

Beberapa hal yang dibatasi yaitu sebagai berikut:

1. Cakupan materi biologi pada penelitian ini dibatasi hanya pada konsep jamur, yakni pada KD 3.6 dan KD 4.6.

2. Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis Problem Based Instruction yang digunakan berisi fenomena penyelesaian masalah sesuai dengan sintaks Problem Based Instruction dan indikator pencapaian berpikir tingkat tinggi. 3. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang diukur pada penelitian ini dibatasi

pada taksonomi Bloom jenjang kognitif menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6) yang diamati melalui LKS dan posttest.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, perumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah penggunaan LKS berbasis Problem Based Instruction dapat Meningkatkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa pada Konsep Jamur?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberhasilan produk yaitu LKS yang dibuat berdasarkan pembelajaran berbasis Problem Based Instruction untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada konsep jamur.

F. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti; memberikan informasi tentang efektifitas dan penggunaan LKS berbasis Problem Based Instruction untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

2. Bagi siswa; diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, serta meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

(25)

8 BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA TEORETIS

A. Deskripsi Teoretis 1. Lembar Kerja Siswa

a. Pengertian Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. LKS juga merupakan media pembelajaran, karena dapat digunakan secara bersama dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lain. LKS menjadi sumber belajar dan media pembelajaran tergantung pada kegiatan pembelajaran yang dirancang.1

LKS adalah salah satu jenis alat bantu atau perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berupa lembaran kertas berisi informasi maupun soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik.2

LKS merupakan lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik untuk melakukan kegiatan agar mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai secara mandiri.3

1 Eli Rohaeti,dkk, “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Mata Pelajaran Sains Kimia

untuk SMP Kelas VII, VIII dan IX”, Jurnal Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Inovasi Pendidikan Jilid 10, No.1, Mei 2009, h. 2.

2 Wiwit A, Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran Matematika, dari:

www.wodpress.com/2007/11/isi-LKS-berbasis-web.doc. 7 Juni 2009, diakses pada tanggal 12 April 2012, h.5.

(26)

Menurut Soekamto dalam Lismawati, LKS merupakan lembaran-lembaran yang berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai.4

Poppy Kamalia Devi, Renny Sofiraeni, dan Khairuddin mengungkapkan, “Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembaran kegiatan biasanya berupa petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.”5

Ida Septi Ekosari mengungkapkan, “Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu media setak yang dijadikan media pembelajaran dengan tujuan mengaktifkan siswa, memungkinkan siswa dapat belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya merangsang kegiatan belajar dan juga merupakan variasi pengajaran agar siswa tidak menjadi bosan.”6

Maulana mengungkapkan, “Lembar kerja siswa merupakan suatu cara untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan dalam penyajian mata pelajaran baik secara eksperimen maupun noneksperimen.7

Jadi, LKS adalah media pembelajaran berupa lembaran-lembaran kerja yang memuat tugas-tugas atau soal-soal, materi, eksperimen, pengajuan pertanyaan dan langkah kerja yang bersumber dari bahan yang telah dijelaskan oleh guru atau telah dipelajari siswa, yang disusun secara teratur dan sistematis sehingga siswa dapat mengikuti dengan mudah dan memungkinkan siswa untuk belajar sendiri dan dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru terhadap hasil belajar siswa.

4 Lismawati, “Pengoptimalan Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai Sarana

Peningkatan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam di SMA Raudlatul Ulum Kapedi-Sumenep”, Skripsi, pada S1 Pendidikan Islam UIN Malang, Malang, Juli 2010, h.38, tidak dipublikasikan

5 Poppy Kamalia Devi, Renny Sifiraeni, dan Khairuddin, Pengembangan Perangkat

Pembelajaran, (Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA), 2009), h. 32.

6 Ida Septi Ekosari, “Penerapan Media Lembar Kerja Siswa dalam Meningkatkan Efektifitas Belajar Siswa Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di Kelas VII”, Jurnal Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta 2009, h.2.

(27)

b. Fungsi Lembar Kerja Siswa

Secara konseptual LKS merupakan media pembelajaran untuk melatih daya ingat siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang telah didapat di dalam kelas. LKS juga dapat dikatakan sebagai aplikasi teori bank soal yang sebelumnya bang soal merupakan suatu cara untuk melatih kecerdasan siswa, yaitu guru mengumpulkan soal-soal sebanyak-banyaknya dan diberikan terhadap siswa agar dijawab dengan benar. Selain itu juga LKS dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berkala yang statusnya tidak formal. Guru biasa menggunakan LKS untuk mengetahui pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan awal mengenai LKS, maka dapat kita ketahui bahwa LKS memiliki fungsi sebagi berikut:

1) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik.

2) Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan.

3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya akan tugas untuk berlatih. 4) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.8

Selain itu, menurut Soekamto, LKS memiliki tiga kegunaan yaitu:

1) Menyusun materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

2) Menyusun langkah-langkah belajar untuk memudahkan proses belajar siswa. 3) Memberikan tugas belajar siswa secara terpadu.9

Jadi LKS berfungsi kurang lebihnya sebagai pemandu siswa dalam melaksanakan tugas belajar baik secara individu maupun kelompok. Menggunakan LKS berarti memfasilitasi siswa dapat menjawab soal-soal tentang mata pelajaran yang telah dipelajari. Dengan adanya LKS siswa dapat memahami materi pelajaran secara keseluruhan dengan lebih mudah karena menjawab soal-soal dalam LKS sama halnya dengan mempelajari tentang suatu hal secara berulang-ulang.

8 Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), h.205-206.

(28)

c. Tujuan Lembar Kerja Siswa

Dalam penyusunan LKS, terdapat empat tujuan sebagai berikut:

1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan.

3) Melatih kemandirian belajar peserta didik.

4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.10 Selain itu, ada juga yang mengungkapkan tujuan LKS sebagai berikut: 1) Memberikan pengetahuan, sikap, keterampilan yang perlu dimiliki oleh

peserta didik.

2) Mengetahui tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan.

3) Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.11

d. Bentuk-bentuk LKS

Ada dua jenis bentuk LKS untuk pembelajaran IPA yakni LKS untuk eksperimen dan LKS untuk non-eksperimen atau lembar kerja diskusi. 1) LKS Eksperimen

LKS eksperimen berupa lembar kerja yang berisi petunjuk praktikum. Sistematika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, dan pertanyaan. Uraian masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

a) Pengantar, uraian singkat berupa konsep IPA yang berhubungan dengan eksperimen yang akan dilakukan.

b) Tujuan, berisi tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan di pengantar.

c) Alat dan bahan, menyajikan alat dan bahan yang diperlukan. d) Langkah kegiatan, sistematika petunjuk eksperimen yang akan

dilakukan.

e) Tabel pengamatan, tabel untuk mencatat hasil eksperimen.

10 Prastowo, op. cit., h. 206.

(29)

f) Pertanyaan, pertanyaan yang membantu siswa untuk mendapatkan pengembangan konsep atau kesimpulan.

2) LKS Non-eksperimen

LKS non-eksperimen berpa lembar kerja yang memuat teks atau wacana materi pembelajaran. Kegiatan menggunakan lembar kegiatan ini dikenal dengan istilah DART yang dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan teks atau wacana. Ada dua jenis DART yaitu model Reconstruction atau model Analysis.

a) Bentuk LKS Reconstruction DART

Bentuk LKS ini dapat berupa Text Completion, Diagram Completion, Table Completion,Diagram Cut and Paste, Scramble, dan Translation. (1) Text Completion (melengkapi teks)

Pada bentuk LKS ini disajikan konsep yang pada bagian-bagian tertentu dari teks dikosongkan untuk diisi oleh siswa sehingga menghasilkan teks yang bermakna.

(2) Diagram Completion (melengkapi diagram atau menyempurnakan gambar)

Pada bentuk LKS ini disajikan gambar yang belum lengkap, kemudian siswa melengkapinya baik oleh tanda panah,tulisan, atau gambar. Gambar atau diagram harus jelas sehingga memudahkan siswa untuk melengkapinya.

(3) Table Completion (melengkapi tabel)

Pada bentuk LKS ini disajikan tabel yang belum lengkap dan data-data yang akan dimasukkan ke dalam tabel. Selanjutnya ada perintah agar siswa mengisi tabel dengan data-data yang ada sesuai dengan konsep yang sesuai dengan topiknya.

(4) Prediction (meramalkan)

(30)

(5) Completion Activities with discordered text (menyempurnakan teks yang tidak teratur)

(6) Diagram Cut and Paste (potong dan temple gambar)

Pada LKS ini disajikan beberapa bentuk potongan berisi gambar atau tulisan dan ada perintah yang mengajak siswa untuk memotongnya kemudian menyusun kembali sesuai dengan konsep yang ditanyakan. Agar potongan-potongan menjadi susunan yang bermakna dapat disajikan suatu bagan yang dapat membantu siswa menentukan konsep yang sedang dipelajari.

(7) Scramble (mengacak)

Pada bentuk LKS ini disajikan beberapa kata atau huruf acak, selanjutnya ada instruksi agar siswa menyusun kata-kata atau huruf-huruf tersebut menjadi sutu yang bermakna. Huruf atau kata-kata sebaiknya ditempatkan dalam suatu kotak atau lingkaran dan sajian yang menarik. Selain itu, ada instruksi agar siswa menyusun huruf-huruf menjadi suatu kalimat.

b) Bentuk LKS Analysis DART

Pada bentuk ini kegiatan siswa dapat berupa text marking labeling and recording. Bentuk LKS text marking labeling dapat berupa underlaying dan labeling.

(1) Underlaying (menggarisbawahi)

Pada LKS bentuk ini disajikan suatu teks. Selanjutnya tertera perintah agar siswa membaca teks dan member garis bawah pada kata-kata penting atau kata kunci. Setelah memberi garis bawah pada kunci, selanjutnya siswa dapat diarahkan untuk mengembangkan kata-kata kunci yang didapat menjadi suatu teks lain atau bagan.

(2) Labeling (memberi label)

[image:30.595.102.524.96.608.2]
(31)

gambar-gambar. Selanjutnya ditulis instruksi yang meminta siswa untuk memberikan label pada gambar-gambar yang belum memiliki nama tetapi harus sesuai dengan konsep atau materinya.

(3) Segmenting (memotong/menggolongkan)

Pada LKS bentuk ini disajikan suatu teks atau kumpulan gambar. Selanjutnya tertera perintah agar siswa memotong atau menggolongkan teks atau gambar yang sejenis. Setelah itu kegiatan dapat dikembangkan lagi misalnya hasil potongan disusun kembali menjadi suatu teks atau susunan gambar yang bermakna.

Sedangkan bentuk LKS Recording dapat berupa Diagrammatic Representation, Tabulator, Question dan Summary.

(1) Diagrammatic Representation (membuat diagram)

Pada LKS bentuk ini disajikan instruksi yang mengajak siswa membuat diagram dalam bentuk gambar, grafik, diagram alur proses atau bagan. Agar diagram yang terbentuk sesuai dengan konsep yang diminta, pada LKS diberikan data atau komponen-komponen diagram.

(2) Tabulator (membuat daftar yang tersusun)

Pada LKS bentuk ini disajikan data suatu konsep yang tidak teratur, biasanya data dalam bentuk kuantitatif. Selanjutnya ada instruksi yang mengarahkan siswa agar membuat tabulator dengan terarah.

(3) Question (membuat pertanyaan-pertanyaan)

Pada LKS ini disajikan suatu teks atau wacana dan instruksi yang meminta siswa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya dapat diambil dari teks yang tersedia.

(4) Summary (membuat rangkuman)

[image:31.595.104.523.114.722.2]
(32)

yang tersedia. Pada LKS ini harus disediakan tempat kosong untuk rangkuman yang dibuat siswa.12

e. Langkah-langkah penyusunan Lembar Kerja Siswa

Dalam penyusunan LKS kita perlu menyusun langkah-langkah yang harus dilakukan. Berikut langkah-langkah penyusunan lembar kegiatan siswa menurut Poppy Kamalia Devi, Renny Sofiraeni, dan Khairuddin, yaitu:

1) Mengakaji materi yang akan dipelajari siswa yaitu dari kompetensi dasar, indikator hasil belajarnya dan sistematika keilmuannya.

2) Mengidentifikasi jenis keterampilan proses yang akan dikembangkan pada saat mempelajari materi tersebut

3) Menentukan bentuk LKS yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.

4) Merancang kegiatan yang akan ditampilkan pada LKS sesuai dengan keterampilan proses yang akan dikembangkan

5) Mengubah rancangan menjadi LKS dengan tata letak yang menarik, mudah dibaca dan digunakan

6) Menguji coba LKS apakah sudah dapat digunakan siswa untuk melihat kekurangan-kekurangannya.

7) Merevisi kembali LKS.13

Menurut Prastowo, keberadaan LKS yang inovatif dan kreatif menjadi harapan semua peserta didik karena LKS akan menciptakan proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Oleh karena itu, setiap pendidik ataupun calon pendidik harus mampu menyiapkan dan membuat bahan ajar sendiri yang inovatif. Berikut adalah langkah-langkah penyusunan LKS.

(33)

Gambar 2.1. Diagram alir langkah-langkah penyusunan LKS

1) Melakukan analisis kurikulum

Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada langkah analisisnya dilakukan dengan melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan. Selain itu kita juga harus mengamati kompotensi yang harus dimiliki oleh peserta didik.

2) Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS ini berfungsi untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan melihat urutan LKS-nya. Urutan ini sangat dibutuhkan dalam menentukan prioritas penulisan.

3) Menentukan judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan berdasarkan kompetensi-kompetensi dasar, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum.

Menyusun Peta Kebutuhan LKS Analisis Kurikulum

Memperhatikan Struktur Bahan Ajar Menyusun Materi

(34)

4) Penulisan LKS

Untuk menulis LKS ini dilakukan langkah-langkah berikut: a) Merumuskan kompetensi dasar.

b) Menentukan alat penilaian. c) Menyusun materi

d) Memperhatikan struktur LKS.14

Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam penyusunan LKS, yakni: 1) Dari segi penyajian materi, yaitu:

a) Judul harus sesuai dengan materi yang ada di dalam LKS b) Materi sesuai dengan perkembangan siswa

c) Materi disajikan secara sistematis dan logis d) Materi disajikan secara sederhana dan jelas

e) Menunjang keterlibatan dan kemauan siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran

2) Dari segi tampilan, yaitu:

a) Penyajian sederhana, jelas, dan mudah dipahami. b) Gambar dan grafik sesuai dengan konsepnya. c) Tata letak gambar, tabel, pertanyaan harus tepat d) Judul, keterangan, instruksi, pertanyaan harus jelas

e) Mengembangkan minat dan mengajak siswa untuk berpikir.15

Selain itu, LKS juga memuat hal-hal berikut:

1) Rasional, yaitu pentingnya materi modul yang bersangkutan

2) Waktu, yaitu berapa lama mempelajari modul dan mengerjakan soal-soal latihan.

3) Tujuan belajar secara umum.

4) Petunjuk umum dan petunjuk khusus mempelajari modul. 5) Buku sumber atau sumber belajar lanjutan.

6) Deskripsi kegiatan siswa.

(35)

7) Penggalan modul, yaitu materi yang harus dikuasai oleh siswa yang disesuaikan dengan tujuan khusus belajar.

8) Tujuan belajar secara khusus.

9) Waktu yang diperlukan untuk belajar setiap penggalan. 10) Uraian dan contoh materi pelajaran disusun secara teratur.

11) Ringkasan isi yaitu pernyataan-pernyataan singkat atau pengulangan singkat dari materi yang diuraikan setiap penggalan.

12) Lembaran soal.

13) Lembaran tugas, yaitu tugas dikerjakan pada kertas folio yang disediakan oleh setiap siswa.16

Jadi, dapat disimpulkan bahwa LKS yang baik adalah LKS yang memperhatikan tampilan dan cara penyajian materi atau informasi yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh siswa sehingga mampu menciptakan proses belajar yang semakin lancar, meningkatkan motivasi siswa dan dapat mengatasi keterbatasan indera , ruang dan waktu.

f. Lembar Kerja Siswa Berbasis Problem Based Instruction

Menurut Jonassen, 1999, desain strategi pembelajaran dengan menggunakan LKS Berbasis Problem Based Instruction akan didasarkan atas model desain lingkungan pembelajaran konstruktivistik yang didukung oleh 3 unsur, yakni :

1) Pemodelan (modelling), menyangkut kegiatan “pemodelan tingkah laku” untuk mendorong pengembangan kinerja dan “pemodelan kognitif” untuk mendorong proses kognisi.

2) Pelatihan (coaching), menyangkut kegiatan pemberian motivasi, monitoring, dan meregulasi kegiatan siswa, serta mendorong terjadinya refleksi diri para siswa.

3) Perancahan (scaffolding), menyangkut kegiatan pemberian dukungan/bantuan secara temporal yang sesuai dengan kapasitas kemampuan siswa, baik oleh teman sebaya atau guru.17

16 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 234.

17 I Wayan Sukra Warpala, “Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam

Pengajaran IPA di Sekolah Dasar dengan Menggunakan LKS Berbasis Masalah”, Jurnal

(36)

Proses pembelajaran LKS berbasis Problem Based Instruction ini dilakukan dengan melalui empat tahapan, yakni :

1) Tindakan tahap apersepsi, sebagai kegiatan awal pembelajaran, meliputi: (a) aktivitas guru yang terdiri dari: mengemukakan topik yang akan

dibahas secara jelas, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan secara problematis sebagai stimulasi awal bagi siswa dan untuk “melacak” konsepsi awal (pemahaman awal) siswa, memberikan tanggapan-tanggapan atas pertanyaan/jawaban yang diajukan siswa dengan memberikan fakta-fakta di seputar permasalahan.

(b) aktivitas siswa terdiri dari: memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh guru dan/atau mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan kejadian/pengalaman sehari-harinya, merumuskan masalah dengan kata-kata sendiri, dengan mencari hubungan-hubungan antar fakta , mendefinisikan masalah dengan parameter yang jelas sebagai informasi awal untuk melakukan suatu pengamatan.

2) Tindakan tahap eksplorasi, meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut: (a) aktivitas guru meliputi: membuat struktur belajar yang

memungkinkan siswa dapat menggunakan berbagai cara untuk mengetahui dan memahami dunianya, melakukan demonstrasi/simulasi (jika diperlukan) dengan menggunakan sumber belajar dari lingkungan sekitar siswa, membimbing siswa untuk melakukan pengamatan, bereksperimen, dan berdiskusi dalam kelompoknya, menanggapi pertanyaan atau permasalahan-permasalahan yang muncul selama pengamatan atau diskusi kelompok (jika dipandang perlu).

(37)

dengan permasalahan, mengorganisasikan informasi-informasi yang telah diperoleh untuk menganalisis permasalahan, selanjutnya menyusun jawaban-jawaban sementara, dan akhirnya menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikannya dalam gambaran (setting) nyata yang mereka pahami.

3) Tindakan tahap diskusi dan penjelasan konsep terdiri atas:

(a) aktivitas guru, berupa: memfasilitasi dan mengatur jalannya diskusi (presentasi, bertanya, menanggapi), membimbing siswa menyimpulkan hasil temuan atau hasil diskusi, memberikan penjelasan mengenai konsep-konsep yang esensial untuk membantu siswa membuat kesimpulan akhir.

(b) aktivitas siswa, berupa: mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan permasalahan dalam kelompok belajarnya, mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah sebagai kesimpulan, mempresentasikan hasil temuan/hasil diskusi kelompoknya, merumuskan kesimpulan akhir dan penjelasannya.

4) Tindakan tahap pengembangan dan aplikasi, sebagai kegiatan akhir pembelajaran, meliputi:

(a) aktivitas guru, yang terdiri dari: memberikan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan materi (masalah masih berada di zona ZPD siswa), membimbing/membantu siswa untuk mencari solusi (cara pemecahan) suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep yang sudah dipahami siswa. (b) kegiatan siswa berupa menguji alternatif pemecahan yag sesuai

(38)

dengan membuat sketsa, peta konsep, gambar dengan narasinya, atau deskripsi ide-ide.18

Jadi, LKS berbasis Problem Based Instruction adalah lembar kerja siswa yang sintaksnya mengadaptasi dari sintaks/tahapan pembelajaran berbasis Problem Based Instruction, yakni meliputi 5 tahapan. Sintaks pembelajaran berbasis Problem Based Instruction yang diadaptasi ke dalam LKS ini, yakni : (1) Pada tahap orientasi siswa pada masalah, di dalam LKS dijabarkan uraian

materi permasalahan berupa kasus atau fenomena atau cerita untuk memotivasi keterlibatan siswa.

(2) Pada tahap mengorganisasikan siswa untuk belajar, di dalam LKS dituliskan atau dicantumkan petunjuk atau pengarahan pertanyaan sebagai tugas belajar siswa.

(3) Pada tahap membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, di dalam LKS dimuat pertanyaan berupa mengumpulan informasi, perumusan masalah atau penjelasan untuk pemecahan masalah.

(4) Pada tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya, di dalam LKS dapat dibantu dengan perumusan hipotesis, menentukan berbagai solusi atau alternatif pemecahan.

(5) Pada tahap menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, maka di dalam LKS dimuat pertanyaan mengenai alternatif terpilih atau terbaik dari berbagai alternatif yang dikemukakkan dan mengevaluasi dengan kesimpulan.

Selain sintaksnya mengikuti pembelajaran PBI, didalam LKS berbasis problem based instruction ini juga mengandung unsur pengembangan kinerja (pemodelan), refleksi diri siswa (pelatihan) dan pemberian dukungan dalam pembelajaran (perancahan).

(39)

2. Model Problem Based Instruction

a. Pengertian Model Problem Based Instruction (PBI)

Pengertian model pembelajaran Problem Based Instruction pada prinsipnya memiliki pengertian yang sama dengan pembelajaran berbasis masalah, yakni pembelajaran yang menyajikan permasalahan untuk dicari pemecahannya dengan baik. Istilah pembelajaran berbasis masalah ini diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI). Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Model pembelajaran problem solving merupakan tujuan yang prinsipil dalam proses pembelajaran, khususnya di bidang sains dan teknologi, juga merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Muhibbin Syah menyatakan bahwa belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau secara matematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas serta meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.19

Pembelajaran berbasis masalah (problem based instruction) adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai dasar materi pembelajaran bagi siswa. Sehingga siswa dapat belajar berpikir kritis dan terampil memecahkan berbagai masalah untuk memperoleh konsep/pengetahuan yang esensial.20

Sedangkan menurut Arends pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan

19 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), h.121.

(40)

menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya; mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau simulasi yang disimulasikan; dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom.21 Pembelajaran berbasis masalah dapat didefinisikan sebagai suatu proses penyelidikan yang menyelesaikan pertanyaan, keingintahuan, keraguan, dan ketidakpastian tentang fenomena yang kompleks dalam kehidupan. masalah keraguan, kesulitan, atau ketidakpastian yang mengundang atau membutuhkan beberapa jenis resolusi.22

Pendapat lain berasal dari Hmelo-Silver yang menjelaskan, “Problem Based Instruction sebagai suatu metode instructional dimana para siswa belajar memecahkan masalah yang kompleks yang tidak hanya memiliki satu jawaban yang benar ”23

Dengan demikian PBI menghendaki agar siswa aktif untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Agar siswa aktif maka diperlukan desain bahan ajar yang sesuai dengan mempertimbangkan pengetahuan siswa serta guru dapat memberikan bantuan atau intervensi berupa petunjuk (scaffolding) yang mengarahkan siswa untuk menemukan solusinya.24

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk menggali pengetahuannya dan keterampilan berpikirnya pada tingkatan yang lebih tinggi dalam memecahkan suatu masalah, sehingga didapatkan alternatif penyelesaian dari masalah-masalah yang ada.

21 Arends, Learning To Teach, (Penerjemah Helly Prajitno dan Sri Mulyantini), (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), h. 43.

22 John Barell, Problem-Based Learning An Inquiry Approach, (California: Corwin Press, 2007), h. 3.

23 John R. Savery, “Overview Of Problem-Based Learning: Definition and Distinctions The Interdisciplinary,”Journal of Problem-Based Learning, Volume 1, No. 1, 2006, h. 12.

(41)

b. Ciri-ciri Problem Based Instruction (PBI)

Problem based instruction (pembelajaran berbasis masalah) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.

Berikut ciri-ciri problem based instruction, yakni:

1) Pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, karena siswa tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghapal materi pelajaran, akan tetapi siswa dituntut untuk aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

2) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah dan melalui pembelajaran berbasis masalah ini, masalah dijadikan sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.

3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.25

c. Tujuan Problem Based Instruction

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan:

1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik. 3) Menjadi pembelajar yang mandiri.26

d. Kelebihan dan kekurangan Problem Based Instruction 1) Keunggulan

Sebagai suatu strategi pembelajaran, pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:

a) Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus utk lebih memahami isi pelajaran.

25 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h.214-215.

(42)

b) Pemecahan masalah dpt menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengertahuan baru bagi siswa

c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa

d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e) Pemecahan masalah dapat membantu siswa utuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembeljaran yang mereka lakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

f) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar dari guru atau dari buku-buku saja

g) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa

h) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa utk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru

i) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

j) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.27

(43)

2) Kelemahan

Disamping keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki kelemahan, diantaranya:

a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba

b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan

c) Tahap pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.28

e. Sintaks/tahapan Problem Based Instruction

Menurut Ibrahim, dkk dalam Trianto, di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:

1) Mengajukan masalah atau mengorientasiakn siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari

2) Memfasilitasi atau membimbing penyelidikan, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen atau percobaan

3) Memfasilitasi dialog siswa 4) Mendukung belajar siswa29

Pengajaran berbasis masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan memperkenalkan siswa kepada suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan pada langkah-langkah di bawah ini :30

28 Ibid., h.221.

29 Trianto, op. cit., h. 97.

(44)

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,

memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Tahap-2

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Tahap-3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap-4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan

temannya Tahap-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

3. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skill) Berpikir tingkat tinggi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan bagian yang sangat penting untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah.

a. Pengertian Keterampilan Berpikir

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Berpikir adalah suatu proses kognitif, suatu aktifitas untuk memperoleh pengetahuan.

(45)

melibatkan operasi mental seperti penalaran.31 Berpikir bisa terjadi di dalam alam sadar dan bisa juga terjadi di bawah alam sadar. Jika berpikir terjadi di bawah alam sadar, maka otak tidak mengetahui ia sedang berpikir atau jika ia mengethaui, maka ia tidak akan mengetahui apa yang sedang dipikirkan. Jika berpikir terjadi di dalam alam sadar, maka otak mengetahui itu adalah berpikir dan apa yang sedang dipikirkan.

Berpikir adalah suatu proses kognitif, suatu aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir pun perlu dikembangkan agar terbentuk pola pemikiran yang semakin baik dan membiasakan pemikiran yang logis, realistis dan kompleks. Oleh karenanya, diperlukan suatu keterampilan berpikir untuk mengembangkannya. Keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan akal, pikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna. Keterampilan tidak hanya meliputi gerakan motorik, melainkan juga fungsi mental yang bersifat kognitif. Keterampilan berpikir merupakan keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru, sebagai pengembangan dari ide yang telah ada sebelumnya dan untuk memecahkan masalah.

[image:45.595.105.525.302.732.2]

Menurut Nicherson dalam Hilda, jenjang keterampilan berpikir dikemukakan oleh Bloom untuk domain kognitif seperti tertera pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Kaitan Keterampilan Berpikir dengan Domain Taksonomi Bloom32

Jenjang Keterampilan Berpikir Domain Kognitif Bloom (sebelum revisi, 1956) Keterampilan Dasar Berpikir

- Menggunakan kemampuan berpikir rendah

- Bersifat rutin

- Menghapal informasi yang diterima - Mengurutkan konsep, menerapkan

1. Pengetahuan

Mengingat apa yang dipelajari

2. Memahami

Mengerti informasi yang diterima

3. Aplikasi

31 Trianto, op. cit., h. 95.

(46)

rumus

- Mendeskripsikan, membandingkan, merangkum, menghubungkan, menerapkan, member contoh memecahkan masalah

Menerapkan informasi yang diterima dalam produk atau ilmu pengetahuan

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi - Menggunakan kemampuan berpikir

tinggi

- Menginterpretasi, menganalisis, atau memanipulasi informasi

- Mengkritik tentang informasi, ide atau pendapat

- Membuat kesimpulan, membuat perkiraan, mengajukan pemecahan masalah, mencipta, membuat pilihan, mengungkapkan pendapat, membuat keputusan dan menghasilkan sesuatu yang baru

4.Analisis

Menguraikan informasi secara detail

5.Sintesis

Menggabungkan informasi-informasi yang diterima menjadi sebuah kesimpulan

6.Evaluasi

Membuat keputusan dari hasil analisa dan kriteria yang ditentukan

Proses berpikir ini bertahap dari pola berpikir tingkat rendah hingga pola berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju kompleks. Sedangkan proses berpikir kompleks yang dikenal sebagai proses berpikir tingkat tinggi dikategorikan dalam 4 kelompok, yaitu pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kreatif dan berpikir kritis.33

Keterampilan berpikir yang dikembangkan sebaiknya sudah menjangkau keterampilan berpikir tingkat tinggi atau dikenal dengan istilah Higher Order

(47)

Thinking Skills yang ditinjau dari ranah kognitif Taksonomi Bloom berada pada level analisis, sintesis dan evaluasi.34

Maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir dihubungkan dengan pola perilaku lain dan memerlukan keterlibatan aktif pemikir yakni kegiatan memanipulasi mental siswa untuk memperoleh pengetahuan dalam mengembangkan keterampilan berpikirnya.

b. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi

Berpikir tingkat tinggi atau lebih dikenal dengan nama Higher Order Thinking Skill merupakan wilayah berpikir dalam tataran menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi dalam stuktur taksonomi bloom.35

Menurut Presseisen dalam Poppy, 1985, “Higher Order Thinking Skill” (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.36

Susan M. Brookkhart mengungkapkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi dikelompokkan dalam tiga kategori: (1) mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam tingkat kognitif (analisis, evaluasi, dan kreasi), (2) mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam hal berpikir kritis, dan (3) mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam hal pemecahan masalah.37

Menurut Bloom keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan keterampilan yang paling abstrak dalam domain kognitif, yaitu meliputi analisis, sintesis dan evaluasi.38

34 Poppy Kamalia Devi, “Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skill dalam

Pembelajaran IPA SMP/MTs”, Jurnal Pendidikan, 2009, h.1.

35 Sutrisno, Kreatif Mengembangkan Aktivitas Pembelajaran Berbasis TIK, (Jakarta : Referensi, 2011), h.65.

36 Devi, op.cit., h.3.

37 Susan M. Brookhart, How to Assess Higher-order Thinking Skills in Your Classroom, (Alexandria: ASCD, 2010), h.3.

38 Tatang Herman, “Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP”, Jurnal pendidikan, Program Pasca

(48)

Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk mencapai tujuan yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analisis, sintesis, evaluatif dan kemampuan memecahkan masalah pada situasi baru.39

Berpikir tingkat tinggi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kemampuan pemecahan masalah. Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak hanya mampu memecahkan masalah-masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah itu. Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan bagian yang sangat penting untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah. Begitupun sebaliknya, seseorang yang terbiasa menyelesaikan masalah-msalah nonrutin memiliki kecakapan dalam tingkat berpikirnya karena kreativitas berpikir diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah.

c. Taksonomi Bloom

Domain Kognitif menurut Benjamin S. Bloom Harus diakui bahwa buah pemikiran tokoh Benjamin S. Bloom tentang domain kognitif pengetahuan/berpikir, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi. Seiring dengan perkembangan jaman, kemajuan pengetahuan dan teknologi, konsep tingkatan berpikir tersebut di atas mengalami perubahan. Adalah Lorin Anderson, seorang murid Bloom merevisi taksonomi Bloom tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dalam buku yang berjudul Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Domain kognitif itu mengalami perubahan, yakni

(49)

mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan berkreasi.

Level 1: Remembering (mengingat) Level ini merujuk pada kemampuan peserta d

Gambar

gambar atau tulisan dan ada perintah yang mengajak siswa untuk
gambar. Selanjutnya ditulis instruksi yang meminta siswa untuk
Tabel 2.2 Kaitan Keterampilan Berpikir dengan Domain Taksonomi
tabel berikut.
+7

Referensi

Dokumen terkait