DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Faisal Adam
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 04 November 1992
Alamat : Jl. Sei Bahorok No. 34 Medan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Riwayat Pendidikan :
1. Taman Kanak-Kanak Perwanis Medan (1997-1998) 2. Sekolah Dasar Kemala Bhayangkari 1 Medan (1998-2004) 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan (2004-2007) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan (2007-2010)
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Divisi Dana dan Usaha PHBI FK USU (2010-2011)
2. Anggota Departemen Pengabdian Masyarakat Pema FK USU (2010-2011) 3. Anggota Divisi HBI PM PHBI FK USU (2011-2012)
4. Anggota Divisi Mahasiswa Internasional Pema FK USU (2011-2012) 5. Anggota Divisi Jurnal Score Pema FK USU 2011-2012
6. Sekretaris Umum Kumpulan Aspirasi Mahasiswa (KAM) Rabbani (2011-2012)
HEALTH RESEARCH ETHICAL COMMITTEE
Of North Sumatera
c/o MEDICAL SCHOOL, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan, 20155 – INDONESIA Tel: +62-61-8211045; 8210555 Fax: +62-61-8216264, E-mail:
komet_fkusu@yahoo.com
FORMULIR ISIAN OLEH PENELITI
Nama lengkap anda : Faisal Adam
Alamat (harap ditulis dengan lengkap) : Jalan Sei Bahorok No. 34 Medan Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :
087867023651
Alamat lain yang dapat dihubungi : Jalan Sei Bahorok No. 34 Medan Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :
087867023651
Nama Institusi Anda (tulis beserta alamatnya) : Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan 20155
Judul Penelitian :
Karakteristik neuropati pada penderita diabetes melitus tipe 2 di
DAFTAR PERTANYAAN :
1. Subyek yang digunakan pada penelitian Anda :
penderita Non Penderita Hewan
2. Jumlah Subyek yang digunakan dalam penelitian Anda :__200___(orang/ekor/lain-lain)*
3. Keterangan: Data pasien diambil dari rekam medik divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini (pekiraan) untuk setiap subjek : 5-10 (detik/menit/jam/hari/bulan/tahun)*
5. Rangkaian usulan penelitian mencakup objektif penelitian manfaat/relevansi dari hasil penelitian disertai alasan/motivasi dilakukannya penelitian dan resiko yang mungkin timbul disertai cara penyelesaian masalahnya (ditulis dengan bahasa yang dapat dimengerti secara umum).
Angka kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 disertai komplikasi neuropati diabetik cukup tinggi, yakni mencapai 60%. Karena itu, penulis tertarik untuk meneliti karakteristik neuropati pada diabetes melitus tipe 2 sebagai bahan informasi bagi masyarakat agar terhindar dari neuropati sebagai komplikasi diabetes melitus yang progresif.
6. Apakah masalah etik menurut Anda dapat terjadi pada penelitian Anda ini : Tidak ada
7. Jika subjeknya manusia, apakah percobaan terhadap hewan sudah pernah dilakukan?. Jika tidak , sebutkan alasan mengapa langsung dilakukan terhadapa manusia ( berikan argumentasi anda secara jelas dan mudah dimengerti).
8. Prosedur pelaksanaan penelitian atau percobaan(frekwensi, interval, dan jumlah total segala tindakan invasif yang dilakukan, dosis dan cara penggunaan obat, isotop, radiasi atau tindakan lainnya)sebutkan! Dilakukan pencatatan data yang terdapat pada rekam medik
9. Bahaya potensial yang langsung atau tidak langsung, segera atau kemudian dan cara yang digunakan guna pencegahannya (disebutkan jenis bahayanya). Tidak ada
10. Pengalaman terdahulu sebelum atau sesudah penelitian dari tindakan yang akan dilakukan (baik sendiri ataupun perorangan)
Tidak ada
11. Jika penelitian dilaksanakan pada orang sakit, sebutkan apa kegunaan bagi si sakit, dan bagaimana pula kompensasi yang diberikan jika terjadi kerugian pada jiwanya.
Tidak ada karena penelitian hanya menggunakan rekam medik
12. Bagaimana cara memilih penderita dan sukarelawan yang sehat? Pasien dipilih melalui rekam medik dengan metode total sampling
13. Apa hak dan kewajiban yang bisa Anda berikan sebagai jaminan dan imbalan bagi objek tersebut?. Jiak terdapat ganti rugi, sebutkan pula berapa jumlah yang diberikan!
Tidak ada karena penelitian hanya menggunakan rekam medik
14. Sejauh mana hubungan antara subjek manusia yang diteliti dengan peneliti? (ceklist yang benar) :
a. hubungan dokter – pasien b. Hubungan guru – murid
c. Hubungan majikan - anak buah d. Mitra
15. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian termasuk efek samping dan komplikasinya bila ada!
Pencatatan berdasarkan nomor urut rekam medik
16. Jelaskan cara memberitahu dan mengajak subjek (lampiran contoh surat persetujuan penderita)! Bila memberitahukan dan kesediannya secara lisan, tulisan atau karena sesuatu hal penderita tidak dapat diminta pernyataan ataupun persetujuannya, beri pula alasan untuk itu.
Penelitian dilakukan menggunakan data dari rekam medik dan tidak ada kontak langsung dengan pasien.
17. Apakah subjek diansuransikan? (pilih salah satu) a. Ya
b. tidak
Medan, 31 Agustus 2013
Mengetahui, Menyatakan :
Dosen Pembimbing, Peneliti Utama
(__________________________) (_____________________) (dr. Melati Silvanni Nst, Sp.P.D.) (Faisal Adam)
Kode
(Tahun) Status Pekerjaan Gejala Neuropati Lokasi
1 L 50 Pegawai Negri Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
2 L 47 Pekerja Lepas
dan Suhu Telapak Kaki
6 L 38 Pegawai Swasta
dan Suhu Telapak Kaki
9 P 64
Ibu Rumah
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
10 L 67 Petani
Tangga Rasa Terbakar Telapak Tangan
16 P 63
Ibu Rumah
Tangga Paralisis Wajah Wajah
17 L 57 Pegawai Negri Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
18 L 54 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
19 P 35 Pegawai Swasta Hilang Refleks Patella Patella
20 L 45 Pegawai Swasta
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
24 L 59 Wiraswasta
Cahaya
26 P 68
Ibu Rumah
Tangga Rasa Terbakar Telapak Kaki
27 L 34 Pegawai Swasta Disfungsi ereksi Penis
41 L 54 Pegawai Negri Rasa Terbakar Telapak Tangan
42 P 67 Tidak Bekerja
43 L 64 Tidak Bekerja
44 L 57 Petani Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
45 P 62 Pensiunan
46 P 77 Tidak Bekerja Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
47 L 69 Pensiunan
48 P 67
Ibu Rumah
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
49 P 65
Ibu Rumah
Tangga Hilang Refleks Patella Patella
50 L 53 Petani Rasa Terbakar Telapak Tangan
51 L 38 Pegawai Swasta
52 L 42 Pekerja Lepas
53 P 53
Ibu Rumah
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
54 L 57 Wiraswasta
55 L 38 Pekerja Lepas Disfungsi ereksi Penis
57 L 35 Pegawai Negri Disfungsi ereksi Penis
58 L 54 Wiraswasta
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
59 P 62 Petani
60 L 68 Tidak Bekerja
61 P 65
Ibu Rumah Tangga
62 P 78 Pensiunan Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
63 L 40 Wiraswasta Disfungsi ereksi Penis
64 P 64 Pensiunan Hiperestesi Telapak Tangan
65 P 27 Petani Rasa Terbakar Telapak Kaki
66 P 29 Pegawai Swasta
67 L 48 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
68 P 34
Ibu Rumah Tangga
69 P 72
Ibu Rumah
Tangga Rasa Terbakar Telapak Tangan
70 P 77 Pensiunan
71 L 46 Petani Hilang Refleks Patella Patella
72 L 50 Wiraswasta Rasa Terbakar Telapak Kaki
73 P 48
Ibu Rumah
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
74 L 65 Pensiunan
75 L 56 Wiraswasta Hilang Refleks Patella Patella
76 P 58 Wiraswasta
Tangga Paralisis Wajah Wajah
81 P 54
Ibu Rumah Tangga
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
82 P 69
Ibu Rumah
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
83 L 56 Petani Hilang Refleks Patella Patella
85 P 62
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
94 L 70 Wiraswasta
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
95 P 59
97 L 60 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Tangan
98 P 54
dan Suhu Telapak Kaki
101 P 51
Ibu Rumah Tangga
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
102 L 56 Nelayan
103 L 58 Pekerja Lepas
104 L 54 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
111 P 56
Ibu Rumah
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
112 P 66
Ibu Rumah
Tangga Hilang Refleks Patella Patella
113 L 67 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
114 P 54 Petani
dan Suhu Telapak Kaki
123 P 43 Petani Hiperestesi Telapak Kaki
124 L 65 Pensiunan
125 L 41 Pegawai Negri Hilang Refleks Patella Patella
126 L 63 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
127 P 50
Ibu Rumah
Tangga Hiperestesi Telapak Tangan
128 L 70 Wiraswasta
132 L 58 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
133 L 53 Wiraswasta Paralisis Wajah Wajah
134 P 65 Petani
135 P 47
Ibu Rumah
136 L 67 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
137 L 45 Nelayan
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
138 P 57 Pensiunan
dan Suhu Telapak Kaki
142 P 43 Pegawai Negri Hilang Refleks Patella Patella
143 L 44 Pegawai Negri Paralisis Wajah Wajah
144 P 52
Ibu Rumah Tangga
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
145 P 58
Ibu Rumah
Tangga Paralisis Wajah Wajah
146 P 47 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Kaki
147 L 59 Wiraswasta Paralisis Wajah Wajah
148 L 76 Tidak Bekerja Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
149 L 63 Tidak Bekerja
150 L 57 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Kaki
151 L 72 Wiraswasta
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
152 P 68
Ibu Rumah Tangga
153 L 56 Petani
154 L 52 Wiraswasta Hilang Refleks Patella Patella
155 L 76 Wiraswasta
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
156 P 75 Pensiunan
157 L 72 Tidak Bekerja
158 P 57
Ibu Rumah
Tangga Paralisis Wajah Wajah
159 P 54 Tidak Bekerja
160 L 67 Tidak Bekerja
161 P 64 Wiraswasta
162 P 48
Ibu Rumah
163 L 54 Wiraswasta
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
164 P 57
Ibu Rumah
Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
165 P 46 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Kaki
166 L 48 Pekerja Lepas
167 P 55
Ibu Rumah Tangga
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
168 L 77 Pensiunan Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai
169 L 56 Pegawai Negri
Hilang Sensasi Nyeri
dan Suhu Telapak Kaki
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association.2005. Diabetic Neuropathies: A statement by the American Diabetes Association
Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. 8th. Ed. McGraw-Hill. New York.
American Academy of Family Physician. Evaluation and Prevention of Diabetic Neuropathy. 2005. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2005/0601/p2123.html [Accessed 4 Juni 2013]
Bastaki,Salim.2005. Diabetes mellitus and its treatment. Al Ain: Faculty of Medicine & Health Sciences, United Arab Emirates University
Boulton, A.J.M., Vinik, A.I., Arezo, J.C., Bril, V., Feldman, E.L., Freeman, R., Malik, R.A., Maser, R.E., Sosenko, J.M., Ziegler, D. 2005. Diabetic Neuropathies. A Statemen by the American diabetes association. Diabetes Care.28-956-962.
Depkes R.I.,2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta.
Depkes R.I., 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta.
Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3, Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
International Diabetes Federation. 2010. Diabetes and Impaired Glucose Tolerance. http://www.idf.org/sites/default/files/The_Globalburden.pdf
Mushari, Minar. 2011. Hubungan Kadar Gamma Glutamyltransferase dan Kecepatan Hantaran Saraf pada Penderita Neuropati Diabetik. Medan: Universitas Sumatera Utara
NATIONAL INSTITUTE OF DIABETES AND DIGESTIVE AND KIDNEY DISESASE.2009. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes.United States:U.S. Department of Health and Human Services
Putra, Risa Nanda. 2012. Hubungan Gangguan Muskuloskeletal pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro
Riaz, Samreen. 2009. Diabetes Mellitus.Lahore: Department of Microbiology and Molecular Genetics, Punjab University
Setyoko, Bambang Adi.2003. Nilai Diagnostik Monofilamen 10-g dan skor Clinical Neurological Examination (CNE) Pada Polineuropati Diabetik.Semarang: Universitas Diponegoro
Tanenberg, Robert J. 2009. Diabetic Peripheral Neuropathy: Painful or Painless. Wayne, PA: Turner White Communications Inc.
Vinik AI, Pittenger GL, McNitt P, Stansberry KB.2000. Diabetic Neuropathy. A Fundamental and Clinical Test. 2th ed. Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins: 910-30
WHO.1999. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications
WHO. Global Burden Disease Report. 2004. Available from: http://www.who.int/healthinfo/globalburdenisease/GBDreport2004updat e_full.pdf [Accessed 4 Juni 2013]
WHO. Global Status Report on NCDs. 2010. Available from: http://whqlibdoc.who.int/public- ations/2011/9789240686458_eng.pdf [Accessed 4 Juni 2013]
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kerangka konsep penelitian ini adalah:
Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian
Diabetes melitus tipe 2 Neuropati diabetik
Usia
Jenis Kelamin
Status Pekerjaan
Lokasi Neuropati
Gejala yang Sering Dikeluhkan
3.2 Defenisi Operasional
Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, yang menjadi variabel dalam penelitian beserta dengan definisi operasionalnya masing-masing sesuai dengan yang dicatat oleh petugas rumah sakit sebagai berikut:
1. Diabetes melitus tipe 2 2. Neuropati diabetik 3. Usia
4. Jenis Kelamin 5. Status Pekerjaan 6. Lokasi neuropati
Tabel 3. Definisi Operasional Penelitian
Variabel Definisi Metode Sumber Hasil Skala
Diabetes Penyakit diabetes melitus Observasi Rekam Ya/tidak - Melitus tipe 2 yang diderita subjek Medik menderita
tipe 2 penelitian sebelum diabetes
mengalami neuropati melitus tipe 2 diabetik. Tercatat dalam
rekam medis dan didiagnosis oleh dokter
Neuropati Penyakit neuropati diabetik Observasi Rekam Ya/tidak - Diabetik yang diderita subjek Medik menderita
penelitian. neuropati
Tercatat dalam rekam diabetik
rekam medis dan didiagnosis oleh dokter
Usia Usia penderita neuropati Observasi Rekam Data yang Interval diabetik yang tercatat di Medik tertera di
rekam medis rekam medik
Jenis Jenis Kelamin penderita Observasi Rekam Data lengkap Ordinal Kelamin neuropati diabetik yang Medik dalam rekam
tercatat dalam rekam medic Medik
Status Status pekerjaan penderita Observasi Rekam Data lengkap Ordinal Pekerjaan neuropati diabetik yang Medik dalam rekam
dalam rekam medic Medik
Lokasi Lokasi neuropati penderita Observasi Rekam Data lengkap - Neuropati Neuropati diabetik Medik dalam rekam
dan tercatat di rekam medic Medik
Gejala Gejala tersering dikeluhkan Observasi Rekam Data lengkap - yang sering penderita neuropati Medik dalam rekam
Dikeluhkan diabetik dan tercatat di Medik rekam medic
Komplikasi Komplikasi penderita Observasi Rekam Data lengkap neuropati diabetik dan Medik dalam rekam
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional, yaitu untuk mengetahui jumlah kejadian neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan bulan Agustus sampai Oktober 2013. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan sentral rujukan untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.
4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang tercatat dalam rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan bulan Desember 2011-Desember 2012.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total sampling di mana seluruh sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti, yaitu kriteria inklusi dan ekslusi:
1. Kriteria Inklusi:
2.) Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan gejala neuropati diabetik yang belum diterapi.
2. Kriteria Ekslusi
1.) Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan data rekam medik yang tidak lengkap.
4.3.3 Besar Sampel
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling dengan jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bagian instalasi rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode observasi dengan menggunakan rekam medik.
4.5 Metode Analisis Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dari bulan Agustus sampai Oktober 2013. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan menjadi sentral rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.
5.1.2 Karakteristik Sampel
Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Usia
Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
0-10 0 0
11-20 0 0
21-30 2 2
31-40 6 6
41-50 31 31
51-60 36 36
61-70 15 15
71-80 10 10
81-90 0 0
Total 100 100
Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
Laki-laki 51 51
Perempuan 49 49
Total 100 100
Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Status
Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Pegawai Negri 11 11
Ibu Rumah Tangga 33 33
Nelayan 2 2
Wiraswasta 28 28
Petani 15 15
Tidak Bekerja 3 3
Pegawai Swasta 2 2
Pensiunan 3 3
Pekerja Lepas 3 3
Total 100 100
Tabel 5.4. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Lokasi
Neuropati
Lokasi Neuropati Jumlah (Orang) Persentase (%)
Telapak Tangan 13 13
Telapak Kaki 27 27
Penis 5 5
Mata 10 10
Tungkai 18 18
Lengan 7 7
Wajah 10 10
Patella 10 10
Total 100 100
Tabel 5.5. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Gejala yang
Sering Dikeluhkan
Gejala Jumlah (Orang) Persentase (%)
Disfungsi Ereksi 5 5
Penurunan Respon Cahaya 10 10
Kehilangan Sensasi Nyeri dan Suhu 20 20
Hiperestesi 10 10
Rasa Terbakar 10 10
Lemah Ekstremitas 25 25
Kehilangan Refleks Patella 10 10
Paralisis Wajah 10 10
Total 100 100
Tabel 5.6. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Komplikasi
Komplikasi Jumlah (Orang) Persentase (%)
Ulkus Diabetik 27 27
Retinopati 13 13
Nefropati 20 20
Stroke Iskemik 14 14
Stroke Hemorraghik 17 17
TB Paru 9 9
Total 100 100
Dari tabel 5.6. diperoleh informasi bahwa komplikasi terbesar dari neuropati diabetik adalah ulkus diabetik, yakni dialami oleh 27 orang sampel (27%) dan komplikasi yang paling sedikit dialami penderita neuropati diabetik adalah TB paru, yakni 9 orang (9%).
5.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, dari 170 penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUP HAM tahun 2011-2012 Peneliti menemukan 100 pasien menderita neuropati. Dari 100 sampel tersebut, Peneliti menemukan 51 orang (51%) penderita neuropati berjenis kelamin laki-laki, selebihnya berjenis kelamin perempuan. Menurut WHO (2011), secara global penderita diabetes melitus lebih tinggi pada laki-laki. Pada tahun 2008 penderita diabetes melitus pada laki-laki berjumlah 9,8% dan wanita berjumlah 9,2%.
Menurut Adams dan Victor (2005), neuropati paling sering dijumpai pada penderita diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30 tahun, dan sangat jarang pada anak-anak. Peneliti menemukan hal yang sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan tersebut. Dari penelitian ini, diperoleh 61% penderita neuropati diabetik berusia di atas 50 tahun, hanya 2% di antara usia 21-30 tahun dan tidak ada penderita yang berada di bawah 20 tahun.
Berdasarkan status pekerjaan, Peneliti menemukan status pekerjaan yang paling banyak menderita neuropati diabetik adalah ibu rumah tangga (33%) dan kelompok pekerjaan yang paling sedikit menderita neuropati diabetik adalah nelayan (2%).
dikeluhkan adalah focal neuropathy (15%). Berdasarkan lokasi neuropati, Peneliti menemukan lokasi tubuh yang paling sering mengalami neuropati adalah telapak kaki, yaitu berjumlah 27 orang (27%), sedangkan lokasi yang paling jarang mengalami neuropati adalah penis, yakni lima orang (5%).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pada bulan Desember 2011 – Desember 2012 penderita diabetes melitus tipe 2 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP HAM Medan berjumlah 170 orang.
2. Dari 170 penderita diabetes melitus tipe 2 bulan Desember 2011 – Desember 2012 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP HAM Medan 100 penderita mengalami komplikasi neuropati diabetik.
3. Komplikasi neuropati diabetik yang diderita memiliki karakteristik: - Berdasarkan usia, penderita neuropati diabetik terbanyak berada pada
kelompok usia 51-60 tahun, yakni 36 orang (36%).
- Berdasarkan jenis kelamin, penderita neuropati terbanyak berjenis kelamin laki-laki, yakni 51 orang (51%).
- Berdasarkan status pekerjaan, penderita neuropati diabetik paling banyak berprofesi sebagai ibu rumah tangga, yakni 33 orang (33%). - Berdasarkan lokasi neuropati, lokasi yang paling sering mengalami
gejala neuropati adalah telapak kaki, yakni 27 orang (27%).
- Berdasarkan keluhan tersering, gejala yang paling sering dikeluhkan adalah lemah pada ekstremitas, yakni 25 orang (25%).
- Berdasarkan komplikasi tersering, sebahagian besar mengalami komplikasi ulkus diabetik, yakni 27 orang (27%).
6.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan Lain
komplikasi lainnya. Selain itu, hal utama yang harus dilakukan adalah tindakan preventif dan promotif kesehatan khususnya mengenai diabetes melitus kepada masyarakat luas demi menekan angka kejadian diabetes melitus yang memungkinkan terjadinya komplikasi seperti neuropati. 2. Bagi Pasien / Masyarakat Luas
Masyarakat luas harus lebih meningkatkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif ini. Masyarakat luas harus tetap waspada, hati-hati, serta menghindarkan diri dari hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya penyakit diabetes melitus. Selain itu, bagi pasien yang telah terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 diharapkan segera melakukan pengobatan yang adekuat untuk mencegah komplikasi yang progresif.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2..1 Diabetes Melitus Tipe 2
2..1.1 Defenisi
Diabetes melitus tipe 2 dikenal dengan NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan merupakan 90% dari kasus diabaetes melitus. Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi penurunan kemampuan kerja insulin di jaringan perifer dan disfungsi sel beta sehingga pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk kompensasi (Sack, 2001 dalam Putra, 2012 ; WHO, 1999). Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin. Kondisi ini umumnya terjadi pada usia >40 tahun (Sacks, 2001 dalam Putra, 2012).
2.1.2 Etiologi
Insulin diperlukan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel yang kemudian diubah menjadi energi. Tubuh penderita Diabetes tipe 2 tidak dapat merespon insulin dengan baik (resistensi innsulin). Seseorang dengan kelebihan berat badan cenderung mengalami resistensi insulin karena lemak mengganggu kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin (Foster, 1998).
Masih menurut Foster, pada resistensi insulin glukosa darah tidak bisa masuk ke dalam sel-sel otot untuk disimpan menjadi energi. Karena tidak bisa memasuki sel, maka glukosa di peredaran darah menjadi tinggi yang dikenal dengan hiperglikemia. Tingginya kadar glukosa darah sering memicu pankreas untuk memproduksi insulin lebih banyak tetapi pankreas tidak mampu menyanggupinya.
rendah serat, serta berat badan yang berlebihan juga dapat memici terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Foster, 1998).
2.1.3 Faktor Risiko
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 adalah riwayat keluarga dengan diabetes melitus, obesitas
(berat badan ≥ 20 % dari berat badan ideal atau IMT ≥ 25 kg/m2), aktivitas
fisik yang kurang, gangguan toleransi glukosa atau gangguan glukosa
darah puasa sebelumnya, hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg),
dislipidemia (HDL-kolesterol ≤ 35 mg/dL dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL). Di samping itu, juga perlu diperhatikan riwayat diabetes melitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir > 9 pound dan mempunyai riwayat penyakit vaskular.
2.1.4 Gejala Klinis
Menurut Perkeni, gejala diabetes melitus dapat dibagi menjadi gejala khas dan gejala tidak khas. Gejala khas terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Sedangkan gejala tidak khas di antaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus vulva (wanita). 2.1.5 Patogenesis
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2 (Brownlee, 2005).
2.1.6 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis diabetes mellitus, patokan yang dijadikan acuan tentu saja adalah pemeriksaan glukosa darah. Dalam hal ini dikenal adanya istilah pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik diabetes mellitus. 1. Pemeriksaan Penyaring
Menurut Purnamasari (2009), pemeriksaan penyaring ditujukan untuk mengidentifikasi kelompok yang tidak menunjukkan gejala diabetes melitus tetapi memiliki risiko. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada semua individu dewasa dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut:
a. Aktivitas Fisik Kurang
b. Riwayat keluarga menderita diabetes melitus pada turunan pertama c. Masuk kelompok etnis risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pacific Islander)
d. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥ 4000 gram atau
riwayat diabetes melitus gestasional.
e. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat
antihipertensi.
f. Kolestrol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl
h. Riwayat Toleransi Glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
i. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantois nigrikans)
j. Riwayat penyakit kardiovaskular
Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan memeriksa kadar Gula Darah Sewaktu (GDS) atau Gula Darah Puasa (GDP). Selanjutnya dapat dilanjutkan dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Dari pemeriksaan GDS, dapat dikatakan diabetes melitus jika terdapat kadar
GDS ≥ 200 mg/dl dari sampel plasma vena ataupun darah kapiler. Pada pemeriksaan GDP, dikatakan diabetes melitus jika diperoleh kadar GDP ≥ 126 mg/dl dari sampel plasma vena atau ≥ 110 mg/dl dari sampel darah
kapiler (Purnamasari, 2009). 2. Uji Diagnostik
Uji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes
mellitus, kadar GDS ≥ 200 mg/dl atau GDP ≥ 126 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan pada pasien yang tidak memperlihatkan gejala khas diabetes mellitus, apabila ditemukan kadar GDS atau GDP yang abnormal maka harus dilakukan pemeriksaan ulang GDS/GDP atau bila perlu dikonfirmasi pula dengan TTGO untuk mendapatkan sekali lagi angka abnormal yang merupakan
kriteria diagnosis diabetes mellitus (GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl
pada hari yang lain, atau TTGO ≥ 200 mg/dl). (Perhimpunan Dokter
Gambar 1. Langkah- langkah diagnosis diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu.
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
2.1.7 Penatalaksanaan
Pendekatan pengobatan diabetes tipe 2 harus memperbaiki resistensi insulin dan fungsi sel ß pankreas. Hal yang mendasar dalam pengelolaan diabetes melitus tipe 2 adalah perubahan pola hidup, yaitu pola makan yang baik dan olah raga teratur.
Dengan atau tanpa terapi farmakologik, pola makan yang seimbang dan olah raga teratur (bila tidak ada kontraindikasi) tetap harus dijalankan (American Diabetes Association, 2008).
a. Edukasi
b. Diet
Bertujuan untuk mempertahankan kadar normal glukosa darah dan lipid, nutrisi yang optimal, serta mencapai/mempertahankan berat badan ideal. Adapun komposisi makanan yang dianjurkan bagi pasien adalah sebagai berikut: karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein 10-15%.
c. Latihan Jasmani
Berupa kegiatan jasmani sehari-hari (berjalan kaki ke pasar, berkebun, dan lain-lain) dan latihan jasmani teratur (3-4x/minggu selama ± 30 menit). d. Intervensi Farmakologis
Diberikan jika target kadar glukosa darah belum bisa dicapai dengan perencanaan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral/ OHO (insulin sensitizing, insulin secretagogue, penghambat alfa glukosidase) dan Insulin. Intervensi farmakologis dengan insulin dapat diberikan pada kondisi penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat,stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, AMI, stroke), diabetes melitus gestasional yang tak terkendali dengan perencanaan makanan, dan gangguan fungsi ginjal/hati yang berat (Gustaviani, 2006).
2.2 Neuropati Diabetik
2.2.1 Defenisi
2.2.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan diabetes melitus tipe 2 mengalami distal peripheral neuropathy. Distal peripheral neuropathy telah dihubungkan dengan berbgai faktor risiko, seperti derajat hiperglikemi, indeks lipid, tekanan darah, lama, dan beratnya menderita diabetes melitus. Durasi diabetes melitus juga akan meningkat sesuai umur dan durasi diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa tidak terkontrolnya kadar gula akan mengakibatkan risiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati, seperti borok kaki dan amputasi. Kenaikan kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu empat tahun. (Sjahrir, 2006)
2.2.3 Klasifikasi
Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease pada jurnal Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes (2009), neuropati diabetik dapat diklasifikasi menjadi proksimal, autonomik, perifer, dan fokal.
1. Neuropati Perifer
Gambar 2. Lokasi Terjadinya Peripheral Neuropathy. Sumber: NIDDK (2009)
2. Neuropati Autonom
Gambar 3. Lokasi terjadinya Autonomic Neuropathy. Sumber: NIDDK (2009)
3. Neuropati Proksimal
Neuropati proksimal menyebabkan nyeri pada paha, pangkal paha, bokong, dan menyebabkan kelemahan pada kaki.
4. Neuropati Fokal
Tabel 1. Klasifikasi Neuropati Diabetik. Sumber: NIDDK (2009)
Perifer Autonom Proksimal Fokal
Jempol Kaki Jantung Paha Mata
Kaki Pembuluh Darah Pinggul Otot Wajah
Tungkai Kaki Sistem Pencernaan Pantat Telinga
Tangan Saluran Kemih Tungkai Pelvis
Lengan Organ Seksual Punggung Bawah
Kelenjar Keringat Dada
Mata Perut Paha
Paru Tungkai
2.2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Vinik (2000) dalam Setyoko (2003), pada umumnya gejala klinis neuropati diabetik tergantung jenis serabut saraf yang terkena.
1. Sistem Sensorik
Sistem sensorik lebih sering mengenai segmen distal anggota gerak dan lebih sering pada tungkai daripada lengan. Disfungsi saraf sensorik dapat menimbulkan simtom positif, simtom negatif, atau kombinasi keduanya.
Kelainan sensorik simtom positif adalah parestesis, rasa seperti terbakar, nyeri seperti ditusuk, dan gatal. Sedangkan kelainan sensorik simtom negatif adalah mati rasa, rasa tebal (hipestesi), seperti mengenakan kaos kaki, seperti berjalan tanpa menginjak tanah. Simtom positif biasanya memburuk pada malam hari (Asbury, 1995 dalam Setyoko, 2003).
Sebagian besar polineuropati mengalami gangguan modalitas sensorik (raba, tekan, nyeri, suhu, getar, dan posisi sendi), meskipun terkadang satu atau dua modalitas terganggu lebih berat daripada yang lain.
Pada pemeriksaan sensorik yang mengenai serabut saraf besar sering didapati gangguan menilai sentuhan ringan dengan pola distribusi
“kaus kaki”, berkurang atau hilangnya sensasi getar pada kaki, sedangkan
sensasi suhu masih baik. Pada kasus berat dapat ditemukan gangguan proprioseptif.
2. Sistem Motorik
Keluhan sistem motorik terjadi karena kelemahan otot yang berfungsi sebagai alat gerak aktif di bagian tubuh tertentu. Kelemahan tersebut disebabkan keterlibatan serabut saraf motorik pada neuropati diabetik.
Distribusi kelemahan atau paralisis otot pada neuropati diabetik bersifat khas. Biasanya otot kaki dan tungkai bawah yang pertama kali terkena dan terlihat lebih berat, sedangkan kelemahan pada otot-otot tangan dan lengan bawah lebih ringan dan lebih akhir terkena (Adam, 1993 dalam setyoko, 2003).
Pendekatan praktis untuk pemeriksaan motorik pada neuropati diabetik adalah dengan penilaian skor secara klinis. Kekuatan otot dinilai dengan gradasi 0-5 (Asbury, 1995 dalam Setyoko, 2003).
1. Tidak ada kontraksi otot
2. Pergerakan aktif dengan gaya berat terbatas 3. Pergerakan aktif melawan gaya berat
4. Pergerakan aktif dengan melawan gaya berat dan tahanan ringan 5. Pergerakan aktif dengan melawan tahanan kuat dan tahanan ringan
3. Sistem saraf otonom
Terlibatnya serabut saraf otonom pada neuropati diabetik menimbulkan berbagai keluhan. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis dapat terkena sehingga keluhan yang disampaikan sangat bervariasi. Keluhan yang berkaitan dengan susunan saraf otonom meliputi sistem kardiovaskular, gastrointestinal, sudomotor, seksual, pupil, dan sebagainya (Adam, 1993 dalam Setyoko, 2003)
2.2.5 Patogenesis
Komplikasi kronik diabetes melitus dipengaruhi oleh beberapa mekanisme. Pertama perubahan akut metabolisme sel. Biasanya reversibel ketika kadar gula darah turun kembali. Kedua karena akumulasi makromolekul yang bertahan lama dan menetap meskipun menjadi euglikemi. Hiperglikemi terbukti berperan pada terjadinya dan progresivitas komplikasi mikrovaskular: retina, glomeruli, jaringan saraf.
Menurut Darmono (1999) dalam Setyoko (2003), patofisiologi mikroangiopati diabetik pada dasarnya meliputi tiga keadaan, yaitu penebalan membran basalis pembuluh darah kapiler, perubahan hemodinamik, dan perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit. Tiga kejadian yang mendasari patofisiologi mikroangiopati diabetik tersebut berlangsung di semua kapiler pembuluh darah (Djokomoeljanto, 2001). Efek buruk faktor metabolik dan hemodinamik tersebut bekerja melalui jaringan endotel. Hal ini dapat dipahami mengingat sel-sel endotel melapisi seluruh permukaan pembuluh darah besar dan kecil sehingga selalu terpajan dengan perubahan metabolik dan hemodinamik. Sel endotel juga merupakan jaringan terdepan yang berhadapan dengan perubahan tekanan, aliran, dan turbulensi darah.
Banyak hipotesis dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis neuropati diabetik, seperti teori metabolik, mikrovaskular dan hipoksia, autoimun, dan lain-lain. Hiperglikemi persisten merupakan faktor utama teori metabolik. Peranan mekanisme imun didukung dengan ditemukannya antibodi antineuronal dan meningkatnya prevalensi antibodi antifosfolipid pada neuropati diabetik. Selain itu, beberapa peneliti menyebutkan insufisiensi mikrovaskular sebagai salah satu penyebab neuropati diabetik (Greene, 1997 dalam Setyoko, 2003).
1. Hipotesis metabolik
Teori yang sudah berlaku umum pada patogenesis polineuropati diabetik adalah hiperglikemi persisten. Pengendalian kadar glukosa sedini dan sebaik mungkin merupakan dasar pengelolaan diabetes melitus untuk mencegah komplikasi vaskular, khususnya mikroangiopati.
Hiperglikemi persisten dan berkepanjangan menyebabkan beberapa keadaan (Djokomoeljanto, 2001):
a. Meningkatnya aktivitas poliol pathway:
Aktivasi poliol pathway mengakibatkan akumulasi sorbitol dan fruktosa di jaringan saraf. Hiperglikemi yang terus menerus mengakibatkan reduksi glukosa oleh enzim aldose reduktase yang akan menghasilkan sorbitol. Sorbitol diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase, kemudian akan mengaktifkan diacyl glycerol pathway yang membentuk diacylglycerol yang mengaktifkan PKC (Protein kinase C).
b. Menurunnya kadar mioinositol plasma
membran yang berfungsi dalam transmisi impuls saraf, akibatnya terjadi gangguan penghantaran saraf sensorik maupun motorik.
c. Glikosilasi non enzimatik
Jika kadar glukosa darah meningkat, molekul-molekul glukosa akan melekat pada protein tubuh (lensa mata, membran basal glomerulus, mielin, protein saraf tepi, dan sebagainya) sesuai tingginya peningkatan kadar glukosa. Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Ikatan dimulai dengan terbentuknya amadori product yang mengatur keseimbangan dengan glukosa bebas (selama beberapa jam-hari). Pada akhirnya akan terbentuk produk metabolit yang dinamakan Advanced Glycosilation End product (AGE) yang bersifat ireversibel.
d. Berkurangnya Na-K-ATPase pada jaringan saraf
Penghambatan Na-K-ATPase mengakibatkan retensi Na+, edema, pembengkakan mielin, dan degenerasi sel saraf. Hiperglikemi juga memicu peningkatan kadar diasilgliserol yang dapat mengaktivasi perubahan PKC. Aktivasi PKC akan memodulasi Na-K-ATPase pada sel neuron dan sel schwann. Berubahnya aktivitas PKC dan Na-K-ATPase juga berpengaruh pada ekspresi gen dan sitokin.
2. Hipotesis mikrovaskular dan hipoksia
aliran darah ke sel saraf, peningkatan resistensi vaskular, penurunan PO2, dan perubahan permeabilitas vaskular.
Aliran darah endoneural saraf perifer lebih rendah 33%. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan oksigen endoneural juga lebih rendah. Penyebab potensial penurunan aliran darah penderita diabetes melitus meliputi: mikroangiopati, hiperviskositas, berkurangnya deformabilitas eritrosit, meningkatnya perlekatan eritrosit pada endotel kapiler, sumbatan gumpalan trombosit dan fibrin (Vinik,2000 dalam Setyoko, 2003).
3. Hipotesis Autoimun
Gambar 4. Mekanisme Terjadinya Neuropati Diabetik. Sumber: Tanenberg (2009)
Gambar 5. Patogenesis Neuropati Diabetik. Sumber: (Greene, 1997 dalam
Setyoko, 2003)
2.2.6 Diagnosis
berikut: Gejala klinis, pemeriksaan klinis, evaluasi elektrodiagnostik, tes kuantitatif sensoris, dan tes fungsi otonom (Vinik, 2000).
Diagnosis neuropati diabetik ditegakkan jika pada penderita diabetes melitus didapat gejala atau tanda neuropati ditambah pemeriksaan objektif yang menunjukkan gangguan saraf perifer dan tidak ada penyebab lain (Vinik, 2000). Rosenberg dkk (2001) melakukan investigasi diagnostik pada pasien- pasien polineuropati kronik. Dilakukan evaluasi pemeriksaan secara bertahap untuk menegakkan diagnosis.
Akhir- akhir ini telah dikembangkan berbagai variasi pemeriksaan neurologi klinis dengan sistem skor untuk polineuropati diabetik. Pemeriksaan yang sering digunakan dan dapat diterima adalah Neuropathy Disability Score (NDS), Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS), beberapa modifikasi NDS, dan Clinical Examination of Valk (CE-V) (Amanda, 1997 dalam Setyoko, 2003).
Menurut Feldman (1999) dalam Setyo (2003), NDS dirancang untuk neuropati secara umum. Meskipun memiliki skor-skor yang baik dan lengkap, dalam pemakaian klinis praktis sulit diaplikasikan. Akhirnya dirancang beberapa modifikasi NDS dengan tujuan mendapat pemeriksaan neurologi klinis yang valid, mudah dilakukan, dan akurat untuk polineuropati diabetik. Salah satunya adalah Clinical Neurological Examination (CNE) atau dikenal dengan Clinical Examination of Valk (CE-V).
1. Clinical Neurological Examination
Tabel 2. Skor Clinical Neurological Examination (CNE). Sumber: Valk GD et al (1998) dalam
Setyo (2003)
Skor Clinical Neurological Examination (CNE) 1. Sensoris
4. Sentuhan ringan (kapas) berkaitan lokasi anatomi
0: Kelainan (-), 1: Jari kaki, 2: Pertengahan jari-Pergelangan kaki, 3: Pergelangan kaki, 4: Pertengahan betis, 5: Lutut
Skor total: .../ 37 poin
Keterangan skor CNE:
a. Semua pemeriksaan dilakukan pada kedua tungkai kanan dan kiri
b. Pemeriksaan fungsi sensoris dilakukan dengan kedua mata pasien tertutup.
d. Skor untuk pemeriksaan vibrasi garpu tala, tes pin prick, sentuhan ringan dengan kapas, dan sensasi posisi ibu jari kaki berturut-turut adalah: 0= normal, 1= menurun dibandingkan bahagian proksimal, 2= negatif (tidak merasa).
e. Skor untuk sentuhan ringan dengan kapas yang dilakukan berdasarkan posisi anatomi kaki adalah: 0= tidak ada abnormalitas, 1= jari-jari kaki, 2= mid foot (pertengahan jari kaki- pergelangan kaki), 3= pergelangan kaki, 4= pertengahan betis, 5= lutut. Skor maksimal untuk penilaian ini adalah 5. Jika kedua tungkai memiliki nilai yang sama, hanya diambil salah satu nilai dari kedua tungkai. Jika ada perbedaan nilai antara tungkai kanan dan kiri, diambil nilai tertinggi untuk penghitungan skor akhir.
f. Skor untuk kekuatan otot ekstensor hallucis longus dan gastrocnemius adalah: 0= normal, 1= menurun, 2= negatif.
g. Skor refleks tendon achilles adalah: 0= normal, 1= menurun, 2= negati, dibandingkan refleks lain.
h. Nilai keseluruhan untuk pemeriksaan CNE bervariasi antara 0-37 poin.
2. Pemeriksaan Monofilamen
Berbagai jenis dan ukuran monofilamen telah beredar di pasaran. Salah satu alat yang sering dipakai adalah Semmes-Weinstein monofilamen dengan variasi ukuran 1g, 10g, dan 75g. Menurut Levin ME dkk (1991) dalam Setyoko (2003), ukuran standar monofilamen yang biasa dipakai adalah 10 g. Tes ini memeriksa fungsi reseptor merkel dan meisner serta hubungannya dengan serabut saraf diameter besar (Perkins, 2001). Monofilamen 10 g dinilai sebagai sarana yang murah, praktis, dan mudah digunakan untuk deteksi hilangnya sensasi protektif. Alat ini terdiri dari sebuah gagang plastik yang dihubungkan dengan sebuah nilon monofilamen sehingga akan mendeteksi kelainan sensoris pada serabut saraf besar. Menurut Booth dan Young, monofilamen 10g sebaiknya digunakan untuk maksimal sepuluh pasien per hari dan visko-elastisnya dapat pulih kembali setelah diistirahatkan 24 jam (Booth, 2000 dalam Setyoko, 2003).
pasien terhadap pemeriksaan monofilamen. Sedangkan faktor-faktor intrinsik meliputi perbedaan radius, panjang filamen, dan elastisitas bahan monofilamen (Booth, 2000 dalam Setyoko, 2003).
Menurut Valk (1998) dalam Setyoko (2003), teknik pemeriksaan monofilamen adalah:
a. Menggunakan monofilamen ukuran 10 g
b. Sebelum dilakukan pemeriksaan pada kaki penderita, monofilamen diujicobakan pada sternum atau tangan dengan tujuan penderita dapat mengenal sensasi rasa dari sentuhan monofilamen.
c. Pemeriksaan dilakukan pada kedua tungkai dengan kedua mata penderita tertutup.
d. Dipilih tiga lokasi pemeriksaan, yaitu permukaan plantar ibu jari kaki, sisi medial kaki (antara jari kaki dan pergelangan kaki), dan permukaan dorsal pada basis tulang metatarsal ketiga.
e. Monofilamen diletakkan tegak lurus pada kulit yang diperiksa. Penekanan dilakukan selama dua detik, kemudian segera ditarik. Pada masing-masing lokasi dilakukan tiga kali pemeriksaan.
f. Penilaian hasil pemeriksaan:
Positif: Dapat merasakan tekanan monofilamen dan menunjukkan lokasi dengan tepat setelah monofilamen diangkat pada dua sampai tiga kali pemeriksaan. Bila sentuhan monofilamen dapat dirasakan dan dapat menunjuk lokasi dengan benar, dilanjutkan dengan membandingkan dengan anggota gerak atas untuk menentukan apakah sensasi rasa menurun atau normal.
Negatif: Tidak dapat merasakan tekanan atau menunjukkan lokasi dengan tepat pada dua dari tiga kali pemeriksaan.
Gambar 6. Iliustrasi Cara Pemakaian Monofilamen. Sumber: American Family
Physician. Evaluation and Prevention of Diabetic Neuropathy. 2005
3. Tes vibrasi dengan garpu tala
Menurut Boulton (1998) dalam Setyoko (2003), tes vibrasi dengan garpu tala dipakai sebagai alternatif jika biotesiometer untuk menilai Vibration Perception Threshold (VPT) tidak tersedia. Garpu tala yang lazim digunakan biasanya berfrekuensi 128 Hz. Lokasi pemeriksaan pada tunika glabrosa (kulit yang tidak berambut) dari ibu jari kaki atau lokasi lain.
Cara pemeriksaan:
Pada penelitian ini, tes vibrasi garpu tala dilakukan pada kedua sisi tungkai dan dipilih dua lokasi pemeriksaan, yaitu bahagian plantar ibu jari kaki dan maleolus radialis.
Penilaian:
0 = normal, dapat merasakan sensasi getar
1 = menurun, dapat merasakan sensasi getar. Lebih lemah daripada bagian proksimal.
2 = tidak merasakan sensasi getar
Gambar 7. Ilustrasi Cara Pemeriksaan Rasa Getar dengan Garpu Tala. Sumber:
myfootshop.com.Peripheral Neuropathy.
4. Pemeriksaan elektromiografi (EMG)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetes Association, 2010; WHO, 1999). Di sepanjang perjalanannya, angka frekuensi kejadian penyakit ini terus meningkat di masyarakat. Pada tahun 2000 WHO menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus pada semua kelompok umur di seluruh dunia adalah 2,8% dan diperkirakan menjadi 4,4% pada 2030. Pada tahun 2003 WHO juga memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita diabetes melitus dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Pada tahun 2004 terdapat 1,1 juta (1,9%) dari kematian global disebabkan oleh diabetes melitus dan jumlah penderita sebanyak 220,5 juta. Selanjutnya, pada tahun 2011 terjadi peningkatan penderita diabetes melitus menjadi 346 juta dan lebih dari 80% terdapat di negara berkembang. Selaras dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2007 terdapat 246 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus dan diperkirakan akan meningkat mencapai 380 juta pada tahun 2025. Selanjutnya pada tahun 2010 terdapat 285 juta atau 6,4% pada penduduk usia 20-79 tahun menderita diabetes melitus. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 438 juta atau 7,7% pada penduduk usia 20-79 tahun pada tahun 2030. Di Indonesia sendiri, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, Diabetes Melitus menjadi penyebab kematian nomor enam di Indonesia dengan proporsi kematian 5,7% setelah Stroke, TB Paru, Hipertensi, Cedera, dan Perinatal.
glukosa (American Diabetes Association dalam Standards of Medical Care in Diabetes, 2009; Bastaki, 2005). Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Klasifikasi tersebut adalah: diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus gestasional (diabetes kehamilan), dan diabetes melitus tipe khusus lain. Secara umum, dikenal dua jenis utama diabetes melitus, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes melitus yang paling sering terjadi, mencakup sekitar 90-95% pasien diabetes melitus. Keadaan ini ditandai dengan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Pasien yang mengidap diabetes melitus tipe 2 tetap menghasilkan insulin, tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring pertambahan usia pasien (Riaz, 2009).
Komplikasi mikrovaskular dapat dikelompokkan menjadi retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati diabetik. Pada retinopati diabetik terjadi kerusakan retina karena tidak mendapat oksigen. Retinopati diabetik dinilai bertanggung jawab atas 4,8% dari 37 juta kasus kebutaan di seluruh dunia (WHO, 2002). Di Indonesia, retinopati dialami oleh sekitar 10% penderita diabetes melitus. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM. Di Indonesia tercatat 7,1% penderita diabetes mellitus mengalami nefropati.
Di dunia kira-kira lima belas persen pasien dengan diabetes melitus mempunyai tanda dan gejala neuropati. Hampir 50% juga mempunyai gejala nyeri neuropati dan gangguan hantaran saraf. Neuropati paling sering dijumpai pada penderita diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30 tahun dan sangat jarang pada anak-anak (Adams dan Victor, 2005). Di Indonesia neuropati diabetik menjadi komplikasi diabetes melitus mikrovaskular terbesar. Tercatat 60% penderita diabetes melitus di Indonesia mengalami neuropati (Tjokroprawiro, 2006 dalam mushari, 2011).
Berdasarkan tingginya angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi neuropati diabetik inilah Penulis tertarik untuk meneliti karakteristik neuropati pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui karakteristik neuropati diabetik pada penderita diabetes melitus tipe 2, khususnya di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah,
di poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik neuropati pada penderita diabetes melitus tipe 2 di rawat jalan dan inap Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui besarnya jumlah kejadian diabetes melitus tipe 2 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012. 2. Mengetahui kejadian neuropati diabetik sebagai komplikasi
diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia, jenis kelamin, status pekerjaan, lokasi neuropati, gejala yang sering dikeluhkan, dan komplikasi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan
2. Sebagai dasar ilmiah dalam memusatkan perhatian secara khusus pada pasien diabetes melitus tipe 2 sehingga dapat dilakukan penanganan adekuat agar terhindar dari komplikasi neuropati diabetik.
1.4.2 Bagi Masyarakat
1. Sebagai dasar informasi kesehatan untuk memotivasi masyarakat melakukan pencegahan terhadap diabetes melitus tipe 2 dari segala faktor pencetusnya.
2. Sebagai bahan informasi kepada pasien yang telah terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 untuk melakukan pengobatan yang adekuat demi mencegah komplikasi neuropati diabetik.
1.4.3 Bagi Peneliti
1. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dalam bentuk penelitian ilmiah secara mandiri.
ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan prevalensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari WHO memperkirakan bahwa hampir 3,8 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus. Penyakit ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga sering menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering dialami oleh pasien DM, terutama DM tipe 2 adalah neuropati.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian DM tipe 2, angka kejadian neuropati diabetik, dan karakteristik neuropati pada DM tipe 2.
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan teknik pengambilan data total sampling dan menggunakan catatan rekam medis sebagai sampel penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pada penelitian ini diperoleh jumlah pasien DM tipe 2 sebanyak 170 orang dengan 100 di antaranya mengalami neuropati diabetik. Jumlah pasien berjenis kelamin pria sebanyak 51 %. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah neuropati pada telapak kaki, yaitu 27%. Dan sebanyak 27% sudah mengalami ulkus diabetik.
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a syndrome that is marked by eleveted blood sugar level, which the prevalence globally increased yearly. Data from WHO, estimated that 3,8 million people around the world suffering from diabetes mellitus. The disease is characterized by high blood glucose levels that often lead to complications. The most frequent complications experienced by patients with diabetes, especially type 2 diabetes is neuropathy.
The objective of this research is to know the number of cases of diabetes mellitus (DM) type 2, of diabetic neuropathy, and neuropatic chraracteristics in DM type 2.
The research is made on an observasional descriptive design with cross sectional approach, using medical record files as samples. The population in this research were all patient DM type 2 whom meet inclusion and exclusion criteria.
In this study obtained the number of cases of DM type 2 patients as many as 170 people with 100 of whom suffered from diabetic neuropathy. The number of the male patients is 51%. The most frequent complaints are perceived neuropathy in feet, which is 27%. And as many as 27% had experienced a diabetic ulcer.
KARAKTERISTIK NEUROPATI PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI DIVISI ENDOKRINOLOGI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2012
Oleh: FAISAL ADAM
100100113
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Karakteristik Neuropati pada Diabetes Melitus Tipe 2 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012
Nama : FAISAL ADAM NIM : 100100113
Pembimbing Penguji I
(dr. Melati Silvanni Nasution, M. Ked. (P. D.) Sp. P.D.) (dr. Hj. Tiangsa . Sembiring,Sp. A (K))
Penguji II
(dr. Winra Pratita, M. Ked (Ped). Sp. A)
Dekan Fakultas Kedokteran USU
ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan prevalensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari WHO memperkirakan bahwa hampir 3,8 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus. Penyakit ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga sering menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering dialami oleh pasien DM, terutama DM tipe 2 adalah neuropati.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian DM tipe 2, angka kejadian neuropati diabetik, dan karakteristik neuropati pada DM tipe 2.
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan teknik pengambilan data total sampling dan menggunakan catatan rekam medis sebagai sampel penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pada penelitian ini diperoleh jumlah pasien DM tipe 2 sebanyak 170 orang dengan 100 di antaranya mengalami neuropati diabetik. Jumlah pasien berjenis kelamin pria sebanyak 51 %. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah neuropati pada telapak kaki, yaitu 27%. Dan sebanyak 27% sudah mengalami ulkus diabetik.
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a syndrome that is marked by eleveted blood sugar level, which the prevalence globally increased yearly. Data from WHO, estimated that 3,8 million people around the world suffering from diabetes mellitus. The disease is characterized by high blood glucose levels that often lead to complications. The most frequent complications experienced by patients with diabetes, especially type 2 diabetes is neuropathy.
The objective of this research is to know the number of cases of diabetes mellitus (DM) type 2, of diabetic neuropathy, and neuropatic chraracteristics in DM type 2.
The research is made on an observasional descriptive design with cross sectional approach, using medical record files as samples. The population in this research were all patient DM type 2 whom meet inclusion and exclusion criteria.
In this study obtained the number of cases of DM type 2 patients as many as 170 people with 100 of whom suffered from diabetic neuropathy. The number of the male patients is 51%. The most frequent complaints are perceived neuropathy in feet, which is 27%. And as many as 27% had experienced a diabetic ulcer.
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah ‘azza wa jalla atas pentujuk ilmu yang dikaruniakan-Nya, karya tulis ilmiah ini yang berjudul Karakteristik Neuropati pada Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 20011-2012 ini dapat diselesaikan. Besar harapan penulis penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran.
Penelitian ini bisa diselesaikan akhirnya atas dukungan dari banyak pihak, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, di antaranya :
1. Dr. Melati Silvanni, Sp. P.D. selaku Dosen Pembimbing dalam tugas Karya Tulis Ilmiah ini atas segala kesabaran dalam proses bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.
2. Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, Sp. A (K) dan dr. Winra Pratita, Sp. A selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang membangun.
3. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan atas izin penelitian yang diberikan. 4. Ayah dan Ibu penulis, Drs. Azhary Tambusai, M.A. dan Dr. Khairina
Nasution, M.S. atas segenap cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Ayah dan Ibu adalah sumber semangat dan inspirasi tiada henti. 5. Rekan Seperjuangan, Azima Ayoub dan Nindi Lizen, serta semua pihak
yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis yakin bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses penyempurnaannya. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Medan, Desember 2013
DAFTAR ISI
Halaman Lembar Pengesahan
Abstrak... i
Ucapan Terima Kasih... iii
Daftar Isi ... iv
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 30 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 30
3.2. Defenisi Operasional ... 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35
5.1. Hasil Penelitian... 35
5.2. Pembahasan... 41
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 44
6.1. Kesimpulan... 44
6.2. Saran... 44
Daftar Tabel
Tabel 1. Klasifikasi Neuropati Diabetika ... 15
Tabel 2. Skor Clinical Neurological Examination (CNE) ... 24
Tabel 3. Defenisi Operasional Penelitian ... 32
Tabel 5.1 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Usia... ... 36
Tabel 5.2 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Jenis Kelamin... 37
Tabel 5.3 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Pekerjaan... 38
Tabel 5.4 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Lokasi Neuropati. 39 Tabel 5.5 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Gejala Tersering... 40
Daftar Gambar Gambar 1. Langkah- langkah Diagnosis Diabetes
Melitus dan Toleransi Glukosa Terganggu ... 10
Gambar 2. Lokasi Terjadinya Peripheral Neuropathy ... 13
Gambar 3. Lokasi terjadinya Autonomic Neuropathy ... 14
Gambar 4. Mekanisme Terjadinya Neuropati Diabetik ... 22
Gambar 5. Patogenesis Neuropati Diabetik ... 22
Gambar 6. Iliustrasi Cara Pemakaian Monofilamen ... 27
Gambar 7. Ilustrasi Cara Pemeriksaan Rasa Getar dengan Garpu Tala ... 28