• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Luas Optimal Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Luas Optimal Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA BERDASARKAN

ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) DI KOTA MEDAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

EVI STEVANY ZHETA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Luas Optimal Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Evi Stevany Zheta

(4)

ABSTRAK

EVI STEVANY ZHETA. Penentuan Luas Optimal Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO.

Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang terus berkembang sebagai pusat akivitas perekonomian, industri, perdagangan maupun jasa. Hal ini mendorong peningkatan konsumsi energi dan buangan sisa energi seperti gas karbondioksida (CO2) ke atmosfer. CO2 memiliki peranan penting dalam peningkatan suhu bumi secara global. Salah satu alternatif solusi untuk mengurangi emisi CO2 di atmosfer adalah pengembangan hutan kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas optimal hutan kota berdasarkan rosot gas CO2 yang dihasilkan oleh manusia, penggunaan bahan bakar fosil, ternak, dan areal persawahan. Penelitian dilakukan dengan studi pustaka, observasi lapangan, serta interpretasi dan analisis citra landsat. Emisi CO2 di Kota Medan pada tahun 2013 ialah sebesar 2 901.69 Gg sehingga luas hutan kota yang dibutuhkan adalah 49 807.94 ha. Pada tahun 2030 diprediksi emisi CO2 semakin meningkat menjadi sebesar 1 375 762.80 Gg sehingga luas hutan kota optimal yang dibutuhkan adalah seluas 23 615 164.42 ha. Luas hutan kota di Kota Medan yang tersedia saat ini hanya mencapai 43.32 ha, sehingga masih perlu penambahan luas hutan kota.

Kata Kunci : emisi, hutan kota, karbondioksida.

ABSTRACT

EVI STEVANY ZHETA. Determination of Optimum Urban Forest Area Based on Carbon Dioxide (CO2) Sinks in Medan City of Sumatera Utara Province. Under supervision by RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI PRASETYO.

Medan is one of the metropolitan city in Indonesia, which continues to grow as a center of activity of the economy, industry, trade and services. This prompted an increase in energy consumption and discharge residual energy such as gas carbon dioxide (CO2) into the atmosphere. Increasing carbon dioxide has led earth's global temperature increase. One alternative solution to reduce CO2 emissions in the atmosphere is the development of the urban forest. This study aims to determine the optimal area of urban forest by sinks of CO2 gas produced by human use of fossil fuels, livestock and rice cultivation. The study was conducted by literature study, observation, and interpretation and analysis of Landsat image. Carbon dioxide emissions in Medan in 2013 was 2 901.69 Gg so the urban forest area required was 49 807.94 ha. It was predicted that CO2 emissions in 2030 will reach to 1 375 762.80 Gg and therefore the required optimal urban forest area was 23 615 164.42 ha. Today, the urban forest area that available in Medan is only 43.32 ha, so the addition of the urban forest area is still needed.

(5)

PENENTUAN LUAS OPTIMAL HUTAN KOTA BERDASARKAN

ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) DI KOTA MEDAN

PROVINSI SUMATERA UTARA

EVI STEVANY ZHETA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2013 sampai Desember 2013 ini ialah hutan kota, dengan judul Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Rosot Gas Karbondioksida (CO2) di Kota Medan Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF dan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak BPS Kota Medan, BAPPEDA Kota Medan dan Dinas Pertamanan Kota Medan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama, Bapak, Mama uda serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Keluarga Anggrek Hitam KSHE 46 dan Keluarga besar HIMAKOVA atas motivasi, dukungan, dan kebersamaan kita selama ini dan seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi, serta keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Lokasi 2

Bahan 3

Alat 3

Metode Pengambilan Data 3 Prosedur Analisis Data 4

Asumsi 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 10 Penutupan Lahan Kota Medan 11 Kebutuhan Luas Hutan Kota 13 Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Medan 15 Pengembangan Hutan Kota di Kota Medan 17

SIMPULAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Bentuk dan sumber data penelitian 4 2 Faktor konversi dan emisi bahan bakar 5 3 Faktor emisi CH4 dari ternak 6 4 Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan

PP RI No. 63 Tahun 2002 13 5 Jumlah emisi CO2 dari penduduk Kota Medan 14 6 Jumlah emisi CO2 dari bahan bakar fosil 14 7 Jumlah emisi CO2 dari ternak 15 8 Prediksi kebutuhan hutan kota berdasarkan emisi CO2 16 9 Lokasi dan luas hutan kota medan tahun 2013 17

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Penelitian 2

2 Bagan alir tahapan pengolahan citra landsat 10 3 Persentase luas tipe tutupan lahan Kota Medan tahun 2013 11 4 Peta penutupan lahan Kota Medan berdasarkan

batas administrasi BPS Kota Medan (2004) 12 5 Perbandingan kebutuhan luas hutan kota 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji akurasi 21

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang terus berkembang sebagai pusat aktivitas manusia, terutama kegiatan perekonomian di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Hal ini telah mendorong peningkatan konsumsi energi yang sejalan dengan peningkatan buangan sisa energi ke udara. Salah satu bentuk buangan sisa tersebut adalah gas CO2 yang berperan penting dalam peningkatan suhu bumi secara global.

Dalam keadaan ideal gas CO2 dapat diserap oleh tanaman dan pepohonan yang terdapat di dalam ruang terbuka hijau (RTH). Keberadaan RTH seperti hutan kota, taman kota dan jalur hijau sangat penting bagi masyarakat kota untuk menyerap emisi yang dihasilkan oleh kota itu sendiri. Berdasarkan UU No 26 tahun 2007 RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Namun aktivitas pembangunan dan pengembangan kota berupa pembangunan sarana dan prasarana fisik kota yang cenderung berupa alih fungsi lahan menyebabkan berkurangnya RTH termasuk hutan kota.

Dampak yang paling nyata terhadap berkurangnya tutupan lahan bervegetasi adalah meningkatnya kadar CO2 di udara terutama dari hasil penggunaan energi fosil oleh kendaraan bermotor dan industri. Hal ini disebabkan tidak tersedianya vegetasi yang dapat menyerap gas CO2 yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan O2 dan karbohidrat. Pada akhirnya terjadi pemanasan global sebagai akibat bertambahnya ambien gas CO2 buangan, sedangkan laju rosotnya menurun disebabkan menurunnya luas lahan bervegetasi berupa hutan kota. Oleh sebab itu, diperlukan adanya penelitian yang penentuan luas optimal hutan kota yang berfungsi sebagai rosot gas CO2 untuk mengantisipasi terus menurunnya luas hutan kota tersebut.

Pengembangan hutan kota membutuhkan perencanaan yang tepat dari segi lokasi, luas, dan sebarannya agar dapat memberikan manfaat maksimal terhadap rosot CO2 perkotaan. Dewasa ini dalam perencanaan spasial pembangunan RTH, terdapat teknologi penginderaan jauh yang didukung Sistem Informasi Geografis yang mampu menyediakan data akurat dan cepat. Dengan demikian data tersebut diharapkan mampu mendukung pengambilan keputusan sesuai kebijakan yang berlaku dalam pengembangan tata ruang kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi kebutuhan luas hutan kota di Kota Medan pada tahun 2013, 2015, 2020, 2025 dan 2030.

Manfaat Penelitian

(12)

2

CO2, serta menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan hutan kota dan tata ruang Kota Medan.

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian mengenai penentuan luas optimal hutan kota berdasarkan emisi CO2 dilakukan pada bulan November-Desember 2013 di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

(13)

3

Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi dan data Citra Landsat path/row : 129/57 dengan akuisisi tanggal 23 Juni 2013, data jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor, luas areal persawahan serta jumlah konsumsi energi yang meliputi konsumsi minyak tanah, bensin, solar dan LPG.

Alat

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital yang digunakan untuk dokumentasi pada tahap observasi, seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software microsoft excel untuk menghitung luas optimal hutan kota, software Global Mapper yang digunakan untuk mengetahui persebaran ruang terbuka hijau, dan software Arc GIS. 9.3 dan Erdas imagine 9.1 yang digunakan untuk mengetahui tutupan lahan pada tahun 2013.

Metode Pengambilan Data

Tahap ini meliputi pengumpulan data dalam bentuk deskripsi dan peta yang diperlukan untuk penentuan luas hutan kota. Jenis data yang diambil dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kegiatan di lapangan melalui observasi, wawancara, dan pengamatan langsung di lokasi.Sementara data sekunder berupa dokumen dan peta diperoleh dengan studi pustaka dari instansi terkait dimana data tersebut memiliki keterkaitan sebagai bahan dalam analisis data. Jenis data dan metode pengambilan data secara lengkap disajikan dalam Tabel 1.

Adapun alur tatacara pengambilan data adalah sebagai berikut:

1. Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital)

Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi SIG dan software ArcGis dengan cara mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitasi on screen. Proses digitasi tersebut menghasilkan sebuah layer atau coverage. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan koreksi geometrik pada pengolahan citra.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka yang dilakukan berupa pengambilan informasi yang diperlukan mengenai keadaan umum areal, hutan kota dan rencana pengembangan areal. Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi yang terkait.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada Pemerintah Daerah Kota Medan dan instansi terkait dengan pengembangan hutan kota.

4. Observasi dan Groundcheck

(14)

4

Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian

No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Metode

Deskripsi Polsek Studi pustaka

7 Luas areal persawahan Deskripsi BPS Studi pustaka

8 Tingkat konsumsi bahan bakar (Bensin, solar, LPG, dan minyak tanah)

Deskripsi BPS Studi pustaka

9 Bentuk, jumlah, dan berdasarkan peraturan Perundangan yang berlaku dan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM (bensin, solar atau minyak tanah) serta bahan bakar gas berupa LPG, ternak, areal persawahan dan manusia.

1. Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.63 Tahun 2002

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menyatakan luas hutan kota sekurang-kurangnya adalah 10 % dari luas kota. Pada pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Dalam hal ini luas hutan kota yang terdapat di Kota Medan dipersentasekan dengan luas total Kota Medan.

2. Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi.

(15)

5

1996. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, penduduk dan sawah.

a. Energi

Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2 diudara, emisi CO2 tersebut dihasilkan dari proses pembakaran. Pengukuran aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2 adalah dengan mengetahui faktor konversi dan emisi jenis bahan bakar (Tabel 2) yang digunakan serta jumlah konsumsi bahan bakar yang dipakai oleh industri, transportasi dan rumah tangga.

Tabel 2. Faktor konversi dan emisi bahan bakar

Bahan Bakar Faktor Konversi (TJ/103 ton) Faktor Emisi (t C/TJ)

Bensin 44.80 18.9

Solar / IFO 43.33 20.2

Minyak tanah 44.75 19.5

LPG 47.31 17.2

Sumber : IPCC (1996)

Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dihitung dengan rumus: C = a x b

b = Nilai kalori bersih/faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/103 ton)

Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar minyak maupun gas dihitung dengan rumus :

E = C x d Keterangan :

E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton/tahun) d = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton/TJ) Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan rumus:

G = E x f Keterangan:

G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton/tahun) F = Fraksi CO2, fraksi CO2 untuk bahan bakar minyak adalah 0.99

sedangkan bahan bakar gas adalah 0.995

H = Emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton/tahun) Total emisi gas CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas dapat diperoleh dengan cara:

H = G x (44/12) b. Ternak

(16)

6

kegiatan pengolahan pupuk. Gas metana dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas metana dari proses fermentasi didapat dari:

C = a x b Keterangan :

C = Emisi gas metana dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)

a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)

b = Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) (Tabel 3)

Tabel 3 Faktor emisi CH4 dari ternak Jenis Ternak Faktor emisi dari hasil

fermentasi

Unggas Tidak diperkirakan 0.023

Sumber : IPCC (1996)

Gas metana yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan pupuk terjadi akibat proses dekomposisi pada kondisi anaerobik. Faktor emisi dari pengelolaan pupuk ditentukan berdasarkan temperatur daerahnya, untuk Indonesia berada pada daerah dengan temperatur hangat. Emisi gas metana dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari:

F = Total emisi gas metana berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) Total emisi gas metana yang dihasilkan oleh ternak adalah:

F= C + E

Gas metana yang dihasilkan diubah menjadi CO2 melalui reaksi kimia yaitu:

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O

c. Pertanian (areal persawahan)

(17)

7

metana yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas areal yang dijadikan persawahan dan jumlah musim panen.

D = a x b x c x d Keterangan :

D = Total emisi gas metana dari areal persawahan (ton/tahun) a = Luas areal persawahan (m2)

b = Nilai ukur faktor emisi CH4 c = Faktor emisi (18 g/m2)

d = Jumlah masa panen pertahun (tahun)

d. Penduduk

Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sama yaitu 0.96 kg/hari (Grey dan Daneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Medan adalah sebagai berikut:

KKP(t) = JPT(t) x KPt Keterangan :

KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa)

KP(t) = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0.96 kg CO2/jiwa/hari (0.3456 ton CO2/jiwa/ tahun)

3. Penentuan luas hutan kota berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2

Kebutuhan luas optimum hutan kota dapat diperoleh dari kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luas tersebut adalah dengan memprediksi kebutuhan hutan kota berdasarkan daya serap CO2 serta membandingkannya dengan kondisi hutan kota sekarang (eksisting).

Kebutuhan hutan kota diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kota Medan dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 Rumus :

Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luas hutan kota berdasarkan daya serap CO2 maka akan diketahui berapa luas hutan kota yang harus disediakan oleh Pemerintah Kota Medan. Penambahan luas hutan kota yang harus disediakan diperoleh dengan cara:

(18)

8

Keterangan :

L = Penambahan luas hutan kota (ha) A = Kebutuhan hutan kota (ha) B = Luas hutan kota sekarang (ha)

4. Prediksi kebutuhan hutan kota di Kota Medan pada 2013, 2015, 2020, 2025, dan 2030

Penentuan kebutuhan hutan kota di Kota Medan dihitung berdasarkan perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Medan pada tahun 2013 sampai tahun 2030. Data perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah, dan manusia.

a. Pendugaan jumlah konsumsi bahan bakar

Data jumlah konsumsi bahan bakar diperoleh dari BPS Kota Medan. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan tingkat konsumsi pada tahun yang akan datang didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan konsumsi bahan bakar tahun sebelumnya. Maka dengan menggunakan rumus bunga berganda (McCutcheon dan Scoot 2005 diacu dalam Aenni 2011) diperoleh rumus perhitungan

Kt = Tingkat konsumsi bahan bakar pada akhir periode waktu ke t K0 = Tingkat konsumsi bahan bakar pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah konsumsi bahan bakar t = Selisih tahun

b. Pendugaan luas pertanian (areal persawahan)

Data luas areal persawahan diperoleh dari BPS Kota Medan. Data luas sawah tersebut berdasarkan hasil klasifikasi pada tahun penyiaman sehingga selalu dianggap tetap.

c. Data populasi ternak

Data populasi ternak diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Medan. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan populasi ternak pada tahun 2030 didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan populasi ternak pada tahun sebelumnya. Perhitungan populasi ternak untuk tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan menggunakan rumus bunga berganda.

d. Pendugaan jumlah penduduk

(19)

9

penduduk untuk tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan menggunakan rumus bunga berganda.

Prediksi kebutuhan hutan kota pada tahun ke t diperoleh dari perkiraan jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kota Medan dibagi dengan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2. Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luas hutan kota berdasarkan daya serap CO2 maka akan diketahui berapa luas hutan kota yang harus disediakan oleh Pemerintah Kota Medan di tahun mendatang.

e. Prediksi peningkatan kebutuhan hutan kota

Perkiraan luas hutan kota dikota medan pada tahun 2013 sampai tahun 2030 didasarkan pada perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Medan dalam rentang waktu tahun 2011 sampai 2030.

5. Pengelolaan citra landsat ETM+ (Gambar 2) yang diolah dengan menggunakan software ERDAS imagine

Pada saat pengambilan citra oleh satelit terdapat perubahan pada hasilnya sehingga dibutuhkan proses pemulihan citra (image restoring) berupa perbaikan geometrik yang dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat dilapangan atau menggunakan citra yang terkoreksi. Setelah itu dilakukan penajaman citra (image enhancement) agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga memudahkan interpretasi secara visual. Sebelum melakukan survei lapangan (ground check) untuk mengetahui kondisi dan tutupan lahan wilayah Kota Medan, dilakukan proses pemotongan citra berdasarkan batas administrasinya dengan menggunakan Area of Interest (AOI).

(20)

10

Gambar 2 Bagan alir tahapan pengolahan citra

Asumsi

Perhitungan emisi CO2 dalam penelitian ini menggunakan sistem pendekatan tertutup. Pada sistem ini yang dihitung adalah emisi CO2 yang bersumber dari wilayah Kota Medan saja, CO2 di luar wilayah itu diabaikan. Selain itu komponen lain yang diabaikan adalah pengaruh angin yang dapat meyebabkan gas CO2 berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Pendugaan penambahan hutan kota berdasarkan emisi CO2 pada tahun 2013, 2015, 2020, 2025, dan 2030 juga mengabaikan intervensi dari kemungkinan adanya kebijakan penambahan luas hutan kota pada periode waktu tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kota Medan secara geografis terletak pada 3º30'-3º43' Lintang Utara dan 98°35'-98º44' Bujur Timur. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra landsat luas Kota Medan adalah 60 332.9 ha. Secara administratif di sebelah barat, selatan dan timur kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Sepanjang wilayah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Ketiga sungai

(21)

11

yang melalui kota ini yaitu Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Patahan, Sungai Percut bermuara ke Selat Malaka.

Topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2.5–37.5 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan pengukuran di Stasiun Polonia pada tahun 2001 kota dengan iklim tropis ini memiliki suhu minimum berkisar antara 23.2–24.3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30.8– 33.2ºC serta pengukuran di Stasiun Sampali suhu minimum berkisar antara 23.3– 24.1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31.0–33.1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84–85%, dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 0.48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104.3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226.0 mm pada Stasiun Sampali dan 299.5 mm pada Stasiun Polonia.

Geologi daerah Kota Medan merupakan termasuk ke dalam Zona Dataran Rendah, dengan susunan batuan lempung, kerikil serta pasir. Bentang alam daerah penelitian termasuk dataran rendah bagian Timur yang sedikit bergelombang dengan ketinggian 0–100 meter di atas permukaan laut, yang tersusun oleh produk gunung api muda yaitu Tufa Toba.

Penutupan Lahan Kota Medan

Penutupan Lahan Kota Medan diklasifikasikan kedalam 9 tipe tutupan lahan yaitu badan air, hutan mangrove, belukar rawa, pepohonan, semak, rumput, lahan pertanian, lahan terbuka, dan lahan terbangun, dengan masing-masing persentase luas seperti pada gambar 3. Badan air merupakan kawasan perairan berupa waduk, sungai, kolam dan tambak. Hutan mangrove merupakan kawasan yang didominasi oleh tumbuhan mangrove di bagian utara Kota Medan yang berdampingan dengan wilayah belukar rawa (Gambar 4). Lahan pertanian merupakan lahan kering yang dipakai untuk bercocok tanam atau berkebun. Menurut BSN (2010) lahan terbuka merupakan lahan tanpa tutupan baik yang bersifat alami, semi alami maupun artifisial dan lahan terbangun merupakan area yang telah mengalami substitusi penutup lahan alami maupun semi alami dengan penutup lahan buatan yang biasa bersifat kedap air dan relatif permanen. Lahan terbangun ditandai dengan bangunan pemukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa, jalan raya serta industri.

Gambar 3 Persentase luas tipe tutupan lahan Kota Medan tahun 2013

(22)

12

Klasifikasi penutupan lahan kota medan disesuaikan dengan tutupan lahan kota yang ada di lapangan dan dilihat dari foto udara. Pada Tahun 2013 penutupan lahan yang mendominasi adalah lahan terbangun yaitu sebanyak 39.98%. Persentase luas penutupan lahan paling sedikit adalah lahan yang didominasi oleh semak yaitu sebanyak 1.94% (Gambar 3). Hal ini jelas membuktikan bahwa kota merupakan wilayah yang dipadati oleh bangunan-bangunan komersial, komplek- komplek perumahan, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) sebagai bukti dari modernisasi dan tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan komersial masyarakat kota (Handayani 2006).

(23)

13

Kebutuhan Luas Hutan Kota

Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 tahun 2002

Berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002, luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0.25 ha dengan persentase paling sedikit sebesar 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Berdasarkan interpretasi dan analisis citra landsat luas Kota Medan sebesar 60 332.9 ha, sehingga kebutuhan luas hutan kota di Medan adalah sebesar 6 033.29 ha. Kecamatan yang memiliki kebutuhan hutan kota tertinggi adalah kecamatan Medan Tuntungan dengan luas sebesar 4 086.25 ha, sedangkan Kecamatan Medan Petisah memiliki kebutuhan hutan kota terendah dengan luas 11.01 ha (Tabel 4).

Tabel 4 Kebutuhan Luas Hutan Kota berdasarkan PP No. 63 tahun 2002

No Kecamatan Luas Area

(24)

14

kota yang ditetapkan. Luas hutan kota yang tersedia pada saat ini adalah 43.32 ha. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan penambahan luas 5 989.97 ha agar luas hutan kota memenuhi ketetapan PP RI No. 63 Tahun 2002.

Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan emisi CO2 di Kota Medan

1. Emisi CO2 yang dihasilkan penduduk di Kota Medan

Bernapas adalah salah satu cara manusia mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Proses ini merupakan reaksi metabolik di dalam sel-sel tubuh yang menggunakan oksigen untuk melepaskan energi dari molekul nutrien dan menghasilkan ATP dan CO2. CO2 yang dihasilkan harus dibuang dengan cepat karena menghasilkan keasaman dan bersifat racun bagi sel tubuh. Menurut Herliani 2007 dalam Bayu et al (2014), manusia membutuhkan oksigen sebanyak 0.864 kg/jiwa/hari. Setiap harinya pula seorang manusia menghasilkan emisi CO2 sebesar 0.96 kg dari kegiatan pernapasan (Grey dan Deneke 1978). Peningkatan emisi CO2 di atmosfer berbanding lurus dengan pertambahan penduduk. Pada tahun 2011 total emisi yang dihasilkan penduduk Kota Medan adalah 731.71 Gg. Atau meningkat 0.3% dari tahun sebelumnya (Tabel 5).

Tabel 5 Jumlah emisi CO2 dari penduduk Kota Medan

Tahun Jumlah Penduduk Total Emisi CO2

(jiwa) (Gg/Tahun)

2009 2 121 053 733.04

2010 2 097 610 724.93

2011 2 117 224 731.71

2. Emisi CO2 yang dihasilkan dari energi (bahan bakar fosil)

Kota merupakan pusat aktivitas manusia yang tidak pernah lepas dari konsumsi bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak tanah dan LPG. Konsumsi bahan bakar fosil dari berbagai sektor seperti sektor rumah tangga, industri dan transportasi berpotensi untuk menghasilkan emisi gas CO2 (Boedoyo 2008). Konsumsi solar mendominasi kebutuhan energi di kota medan sehingga menghasilkan emisi yang paling tinggi yaitu 2760.20 Gg CO2 (Tabel 6).

Tabel 6 Jumlah emisi CO2 dari bahan bakar fosil No Jenis Jumlah konsumsi bahan

bakar (TJ)

Total Kandungan Emisi CO2 5 349.82

3. Emisi CO2 yang dihasilkan oleh ternak

(25)

15

dilepaskan ke atmosfer tersebut dapat bertahan selama 9-15 tahun. Aktivitas manusia diperkirakan menyumbang 60%-80% dari total CH4. Gas metana paling besar disebabkan oleh bakteri yang merombak bahan organik pada kondisi anaerobik di dalam perut manusia dan hewan terutama pada rumen hewan ruminansia. Tanpa mikroorganisme ini ruminansia tidak dapat mengkonsumsi rumput dan mengubahnya menjadi energi. Pada rumen ruminansia gas metanaa yang dihasilkan sebesar 80–95% sementara pada usus besar berkisar antara 5–20% (Yunilas 2010).

Di Kota Medan emisi gas metanaa yang paling besar dihasilkan oleh sapi yaitu sebesar 119.20 Gg CH4 serta menghasilkan CO2 sebesar 327.80 Gg. Emisi CO2 dari domba dan kambing berada pada urutan tertinggi berikutnya (Tabel 7). Hal ini dikarenakan domba dan kambing mengkonsumsi bahan organik pakan lebih sedikit dibandingkan dengan sapi sehingga peluang menghasilkan gas metana juga lebih sedikit (Thalib et al

2010). Ternak unggas menghasilkan emisi CO2 paling sedikit karena unggas tidak mengemisikan CH4 dari aktivitas pencernaannya sehingga emisi CO2 hanya berasal dari kotoran.

Tabel 7 Jumlah emisi CO2 dari ternak

No Jenis

Emisi Emisi Total Emisi

Jumlah Fermentasi Kotoran Ternak Kandungan (ekor) (Ton/tahun) (Ton/Tahun) (Gg CH4) CO2 (Gg)

Total kandungan emisi CO2 524.07

4. Emisi CO2 yang dihasilkan dari areal persawahan

Sektor pertanian memiliki kontribusi dalam menghasilkan emisi gas CO2 ke udara melalui oksidasi CH4. Menurut Crutzen at al. (1986) emisi CH4 dari padi sawah berkontribusi sebanyak 25% dari total emisi global ke atmosfer. Emisi CH4 tersebut 90% dilepas dari tanaman padi dan selebihnya dihasilkan dari proses pemupukan, pengairan, dan pengolahan lahan (BLP, 2011). Luas areal persawahan di Kota Medan adalah 3 772 ha, sehingga setiap tahunnya menghasilkan emisi gas CH4 sebanyak 1.36 Gg dengan jumlah masa pemanenan padi di kota Medan adalah sebanyak 2 kali. Gas CH4 yang teroksidasi akan menghasilkan gas CO2, sehingga CO2 yang terdapat di areal persawahan Kota Medan dalah sebesar 3.73 Gg/tahun.

Prediksi Kebutuhan Hutan Kota Medan

(26)

16

kebutuhan luas hutan kota yang dibutuhkan pada tahun-tahun sebelumnya. Laju peningkatan sumber emisi CO2 dari pertumbuhan penduduk, energi, ternak dan areal persawahan sangat mempengaruhi prediksi kebutuhan hutan kota kedepannya. Namun penambahan emisi CO2 dari areal persawahan diasumsikan tetap setiap tahunnya. Pada tahun 2013 berdasarkan emisi CO2 dari penduduk yaitu 749.38 Gg, dari konsumsi enegi 2 147 104.49 Gg, dan dari ternak 1.47 Gg sehingga dibutuhkan hutan kota seluas 49 807.94 ha untuk dapat menyerap semua CO2 yang diemisikan ke atmosfer (Tabel 8).

Tabel 8 Prediksi kebutuhan luas hutan Kota Medan bedasarkan emisi CO2 No Sumber

Emisi

Tahun

2013 2015 2020 2025 2030

1 Penduduk 749.38 767.47 814.64 864.70 917.85

2 Ternak

Sapi 0.48 0.68 1.60 3.78 8.90

Kerbau 0.03 0.06 0.57 5.40 51.04

Domba 0.06 0.07 0.13 0.22 0.39

Kambing 0.11 0.13 0.21 0.33 0.52

Babi 0.58 1.14 6.08 32.45 173.27

Unggas 0.21 0.27 0.51 0.95 1.76

3 Sawah 3.73 3.73 3.73 3.73 3.73

4 Energi

Bensin 351.37 413.37 620.57 931.62 1 398.58 Solar 1 023.14 1 390.59 2 994.75 6 449.46 13 889.47 Minyak

Tanah 441.86 689.59 2 098.23 6 384.30 19 425.54 LPG 330.73 878.82 10 114.82 116 416.33 1 339 891.77 Total Emisi CO2

(Gg) 2 901.69 4 145.95 16 655.84 131 093.26 1 375 762.80 Kebutuhan Hutan

Kota (Ha) 49 807.94 71 165.74 285 899.90 2 250 234.45 23 615 164.42

(27)

17

Gambar 5 Perbandingan kebutuhan luas hutan kota

Pengembangan Hutan Kota di Kota Medan

Secara keseluruhan total luas hutan Kota Medan belum memenuhi ketetapan PP RI No. 63 Tahun 2002 karena luas hutan kota hanya mencapai 0.07% dari kebutuhan total. Luas hutan kota berdasarkan PP RI seharusnya 6 033.29 ha, sedangkan yang tersedia di lapangan hanya 43.32 ha. Selain itu berdasarkan rosot gas CO2 dibutuhkan luas hutan kota 49 807.94 ha. Penambahan luas hutan kota yang dibutuhkan adalah 49 764.62 ha. Berikut lokasi hutan kota yang ditetapkan berdasarkan SK Walikota Medan No. 522/043K tahun 2007 tersaji dalam Tabel 9.

Tabel 9 Lokasi dan luas hutan Kota Medan tahun 2013

No Lokasi Hutan Kota Luas (Ha) Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Helvetia. Berdasarkan pengelompokan bentuknya dalam PP RI No. 63 tahun 2002, tiap lokasi hutan kota di Kota Medan saat ini merupakan tipe hutan kota mengelompok. Berdasarkan klasifikasi Dahlan (1992) hutan kota Taman Beringin dan Taman Petula merupakan hutan kota bentuk taman kota, Kebun Binatang Medan merupakan hutan kota berbentuk kebun binatang, serta hutan kota Simalingkar B dan Jl. Bom Matahari Raya berbentuk jalur hijau. Berdasarkan tipenya menurut Fakultas Kehutanan IPB (1978) hutan kota di Jalan Bom Matahari Raya merupakan tipe hutan kota bertujuaan pengamanan dan keempat hutan kota lainnya merupakan tipe hutan kota bertujuan rekreasi dimana warga kota sering menghabiskan waktu di tempat tersebut pada waktu senggang dengan bersantai, namun dari segi kebutuhan penyerapan CO2 luasnya masih sangat kurang.

Kota Medan saat ini membutuhkan penambahan dan pengembangan hutan kota, sehingga penyerapan gas CO2 dapat optimal. Areal yang potensial dijadikan hutan kota dapat berupa lahan kosong di kawasan pemukiman dan perkantoran,

49807.94 71165.74 285899.90

2250234.45 23615164.42

6033.29 6033.29 6033.29 6033.29 6033.29

(28)

18

tepi jalan, persimpangan jalan, tepi jalan tol, sempadan sungai, di bawah kawat listrik tegangan tinggi dan tempat lain yang memungkinkan untuk ditanami pepohonan. Selain lahan milik pemerintah, lahan milik perusahaan dan publik juga dapat dijadikan hutan kota dengan pemberian insentif kepada pemegang hak. Lokasi yang berpotensi untuk dikelola menjadi hutan kota sesuai RTRW tahun 2010-2030 adalah wilayah penangkaran asam kumbang, kawasan danau di Kecamatan Medan Marelan, Bumi Perkemahan Pramuka Cadika di Kecamatan Medan Johor, Taman Mora Indah di Kecamatan Medan Amplas, wilayah ladang bambu di Kecamatan Medan Tuntungan, wilayah penanaman mangrove di pesisir pantai Kecamatan Belawan, dapat juga dilakukan penanaman pohon pada semua jaringan jalan terutama sempadan sungai seperti kanal Sungai Deli di Kecamatan Medan Johor.

Menurut Fakuara (1986) pengembangan dan pembangunan hutan kota harus sesuai dengan perencanaan tata ruang wilayah kota. Lokasi dan luasnya harus cukup agar fungsinya dapat optimal dan sesuai dengan daya dukung wilayah kota. Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kebutuhan hutan kota berdasarkan emisi CO2 tidak mungkin terpenuhi, sebab luas yang dibutuhkan jauh melebihi luas wilayan Kota Medan. Berdasarkan hal ini maka fokus arahan pembangunan dan pengembangan hutan kota akan terfokus pada luas hutan kota tiap kecamatan di Kota Medan serta pengurangan emisi CO2 dari sumbernya.

Jenis-jenis pohon yang ditanam di hutan kota Kota Medan adalah mahoni (Swietenia mahagoni), palm raja (Oreodexa regia), sena (Cassia angustifolia), trembesi (Albizia saman), tanjung (Mimusops elengi L), asam (Tamarindus indika

L), flamboyan (Delonix regia), glodokan tiang (Poliyathia longifolia), melinjo (Gnetum gnemon), dan saga (Adenathera povonia), tetapi jenis pohon tersebut kurang optimal dalam penyerapan CO2 kecuali trembesi (Albizia saman). Terdapat beberapa jenis pohon yang memiliki daya serap CO2 tinggi yang dapat ditanam di hutan kota Kota Medan yaitu trembesi (Albizia saman), cassia (Cassia

sp.), kenanga (Canangium odoratum), pingku (Dyxoxylum excelsum), dan beringin (Ficus benyamina) dengan masing-masing daya serapnya terhadap CO2 adalah sebasar 28 448.39 kg/tahun, 5 295.47 kg/tahun, 756.59 kg/tahun, 720.49 kg/tahun, 535.90 kg/tahun (Dahlan 2007). Penanaman pohon berdaya serap CO2 tinggi dapat meningkatkan kualitas hutan kota sebagai penyerapan gas CO2. Selain itu dapat pula dilakukan pengembangan rooftop garden sebagai penyerap CO2 bila lahan bervegetasi di perkotaan sudah sangat minim atau tidak ada lahan yang memungkinkan untuk ditunjuk menjadi hutan kota. Namun solusi pengembangan hutan kota ini juga harus dilakukan bersama-sama dengan alternatif solusi lainnya untuk mengurangi emisi CO2 dari sumbernya.

(29)

19

SIMPULAN SARAN

Simpulan

Luas Kota Medan berdasarkan interpretasi dan analisis citra landsat tahun 2013 adalah sebesar 60332.9 ha, sehingga hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan PP RI No. 63 Tahun 2002 adalah 6033.29 ha atau 10% dari luas administrasi Kota Medan. Luas optimal hutan kota yang dibutuhkan untuk menyerap gas CO2 pada pada masing-masing tahun 2013, 2015, 2020, 2025, dan 2030 adalah 49 807.94 ha, 71 165.74 ha, 285 899.90 ha, 2 250 234.45 ha, dan 23 615 164.42 ha. Secara keseluruhan total luas hutan Kota Medan belum memenuhi ketetapan, karena luas hutan kota yang tersedia hanya mencapai 43.32 ha (0.07%). Kebutuhan luas hutan kota untuk menyerap CO2 terlalu besar sehingga melebihi luas administrasi wilayah. Alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah pengembangan hutan kota seiring dengan alternatif solusi lain dalam mengurangi emisi CO2 dari sumbernya.

Saran

1. Perlu adanya penambahan luas hutan kota pada lokasi yang potensial serta optimalisasi hutan kota yang sudah ada dengan perawatan dan pengayaan jenis tumbuhan yang memiliki daya serap tinggi terhadap CO2.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kesesuaian lokasi yang potensial untuk dijadikan hutan kota.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan seluruh tipe tutupan lahan bervegetasi selain pohon seperti semak dan rumput dalam menyerap CO2 agar perhitungan kebutuhan tutupan lahan bervegetasi untuk menyerap CO2 di perkotaan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Aenni N. 2011. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh Dalam Penentuan kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

[BLP] Badan Litbang Pertanian. 2011. Teknologi Mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Lahan Sawah. Agroinovasi. 6 (3400): 3-7.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penutupan Lahan. Jakarta Bayu P, Suminarti NE, Sudiarso. 2014. Perencanaan Hutan Kota di Universitas

Brawijaya. Jurnal Produksi Tanaman. 2 (5) : 427-433.

Boedoyo MS. 2008. Penerapan Teknologi Untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca. Jurnal Teknik Lingkungan. 9 (1) : 9-16.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Medan. 2012. Medan dalam Angka 2012. Medan (ID) : Badan Pusat Statistik Kota Medan.

Crutzen PJ, Aselmann I, Seiler W. 1986. Methane Production by Domestic Animals, Wild Ruminants, other Herbivorous Fauna, and Humans. Tellus

(30)

20

Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta :Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia

Dahlan EN. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Fakuara Y. 1986. Hutan Kota : Peranan dan Permasalahannya. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pembangunan Hutan Kota. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York (US): John Wiley and Sons.

Handayani T. 2006. Perencanaan Kota yang Menyeluruh Untuk Masa Depan Kota yang Lebih Baik. Jurnal Fakultas Teknik Universitas Mataram. 2 (2) : 19-27.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume 6).http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/gl/invs5.html.

Iverson LR, Brown S, Grainger A, Prasad A, Liu D. 1993. Carbon sequestration in tropical Asia: an assessment of technically suitable forest lands using geographic information systems analysis. Climate Research (3) : 23-38. Lillesand T.M. dan Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Yogyakarta (ID): Terjemahan. Gajah Mada University Press.

Pipati R. 1998. Emission Estimate for Some Acidifying and Greenhouse Gases and Options for Their Control in Findland [disertasi]. Espoo (FIN): Helsinki University of Technology.

Thalib A, Widiawati Y, Haryanto B. 2010. Penggunaan Complete Rumen Modifier (CMR) pada Ternak Domba yang Diberi Hijauan Pakan Berserat Tinggi. JITV. 15 (2) : 97-104.

(31)

21

Lampiran 1 Hasil uji akurasi.

CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT

Image File : d:/penelitian gis/peta-peta/landsat 8 medan 2013/lc81290572013174lgn00/image

rescale/kotamedan_2013_lut_subset_supervsd5_recode6.img User Name : ASUS A450C

Date : Tue Jun 16 20:19:19 2015

ACCURACY TOTAL

Class Reference Classified Number Producers Users Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy

Unclassified 1 1 1 --- --- Mangrove 28 39 26 92.86% 66.67% Belukar Rawa 28 15 13 46.43% 86.67% Pohon 28 30 28 100.00% 93.33% Semak 29 29 29 100.00% 100.00% Rumput 31 31 31 100.00% 100.00% Tanaman Pertani 30 20 17 56.67% 85.00% Lahan Terbangun 28 32 28 100.00% 87.50% Lahan Terbuka 30 32 30 100.00% 93.75% Badan Air 29 32 29 100.00% 90.63% Awan 0 1 0 --- --- Totals 262 262 232

Overall Classification Accuracy = 88.55%

--- End of Accuracy Totals ---

Lampiran 2 Perhitungan luasan optimal hutan kota

1. Emisi CO2 dari Bahan Bakar Bahan Bakar Bensin

Diketahui :

Ρbensin = 0.8 g/cm3

= 800 kg/m3 Vbensin = 445368 kl/tahun

= 445368.000 l = 445368000 x 10-3 m3/tahun = 445368 m3/tahun

Ditanya : mbensin = ……10-3

ton? Penyelasaian

(32)

22

Vmpremium = ρbensin x Vbensin

= 800 kg/m3 x 445368 m3/tahun = 356294400 kg/tahun Lampiran 2 Perhitungan luasan optimal hutan kota (lanjutan)

= 356294400/103 t/tahun

= 356294.4 t/tahun Konsumsi Premium

Jumlah Konsumsi Bensin (TJ) = Konsumsi Bensin(10-3 t/tahun) x Faktor Konversi (TJ/10-3 t)

Jumlah Konsumsi Bensin (TJ) = 356.2944 x 103 t/tahun x 44.80 TJ/10-3 t = 15961.989 TJ/tahun

Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi Bensin (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ)

Kandungan Karbon (t C) = 15961.989 TJ/tahun x 18.9 t C/TJ = 301681.594 t C /tahun = 301.681 Gg C/tahun

Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2

Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 301.681 Gg C/tahun x 0.99 = 298.664 Gg C/tahun

Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44/12) ]

Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [298.664 Gg C/tahun x (44/12) ] = 1095.102 Gg CO2/tahun

2. Emisi CO2 dari Ternak Ternak Sapi

Jumlah Sapi = 2709 ekor

Emisi Hasil Fermentasi = Jumlah Sapi Potong (ekor) x Faktor Emisi Hasil (t CH4/tahun) Fermentasi (kg CH4/ekor/tahun)

Emisi Hasil Fermentasi = 2709 ekor x 44 kg CH4/ekor/tahun = 119196 kg CH4/tahun

= 119.196 t CH4/tahun

Emisi Pengelolaan Pupuk = Jumlah Sapi Potong (ekor) x Faktor Emisi (t CH4/tahun) Pengelolaan Pupuk (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Pengelolaan Pupuk = 2709 ekor x 2 kg CH4/ekor/tahun

= 5418 kg CH4/ekor/tahun = 5.418 t CH4/tahun

Total Emisi dari Sapi Potong = [Emisi Hasil Fermentasi (t CH4/tahun) + (Gg CH4 ) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)] / 1000 Total Emisi dari Sapi Potong = [119.196 t CH4/tahun +5.418 t CH4/tahun]/1000

(33)

23

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O

Lampiran 2 Perhitungan luasan optimal hutan kota (lanjutan)

Mol = massa massa CH4 = 0.124614 Gg Mr Mr CH4 = 16 Mol = 0.124614 Gg/16

= 7.788 x 10-3 Gg Mr CO2 = 44

Massa = Mol x Mr

Massa = 7.788 x 10-3 Gg x 44

= 0.342 Gg CO2/tahun Emisi CO2

3. Emisi CO2 dari Sawah

Diketahui : Luas persawahan = 3772 ha = 3772 x 104 m2 Ditanya : Emisi CO2 =……..Gg CO2 Penyelesaian :

Total Emisi CH4 = Luas Persawahan (ha) x Nilai Ukur Faktor Emisi CH4 x Faktor (Gg/tahun) Emisi (g/m2) x jumlah masa panen (tahun)

Total Emisi CH4 = 3772 x 104 m2x 1 x 18 g/m2 x 2/tahun = 1.36 Gg CH4/tahun

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O

Mol = massa massa CH4 = 1.36 Gg Mr Mr CH4 = 16 Mol = 1.36 Gg/16

= 0.08 Gg Mr CO2 = 44

Massa = 0.08 Gg x 44

= 3.73 Gg CO2/tahun Emisi CO2

4. Emisi CO2 dari Penduduk

Diketahui : Jumlah Penduduk = 2117224 jiwa

Jumlah CO2 = 0.96 kg CO2/jiwa/hari

= 0.3456 x 10-3 Gg CO2/jiwa/tahun Ditanya : Emisi CO2 =……..Gg CO2?

Penyelesaian :

Total Emisi = Σ penduduk pada tahun ke t (jiwa) x Σ CO2 yang dihasilkan manusia(Gg CO2/jiwa/tahun)

Total Emisi = 2117224 jiwa x 0.3456 x 10-3 Gg CO2/jiwa/tahun =731.71 Gg CO2/jiwa/tahun

5. Kebutuhan Hutan Kota

(34)

24

= 5349824.77 Gg CO2 + 957.25 Gg CO2 + 3734.28 Gg CO2 + 731712.661 Gg CO2

Lampiran 2 Perhitungan luasan optimal hutan kota (lanjutan)

= 6086228.92 Gg CO2

Kebutuhan Hutan Kota dalam menyerap CO2 = 6086228.92 Gg CO2 0.0582576 Gg CO2/tahun/ha = 104470.99 ha

Penambahan Luas HK = Luas HK yang dibutuhkan – Luas HK dilapang Luas HK di lapang = 43.32 ha

Penambahan Luas HK = 104470.99 ha – 43.32 ha

= 104427.67 ha Lampiran 3 Penentuan prediksi luas hutan kota Diketahui:

Kemampuan hutan (pohon) dalam menyerap CO2 = 58.2576 ton/tahun/ha Variabel Tetap (emisi sawah) = 3.73 Gg CO2

Variabel Peubah (emisi ternak, penduduk dan enetgi) =……… Gg CO2

Xternak = 957.25 (1 – 0.249)x Xpenduduk = 731.71 (1 + 0.012)x Xenergi = 5349.82 (1+ 0.282)x x (selisih tahun) = 19

Ditanya :

Emisi CO2 pada tahun 2030 =…….. Gg CO2? Penyelesaian :

a. Xternak = 957.25 (1 – 0.249)x X2030 = 957.25 (1 – 0.249)19 X2030 = 235.868 Gg CO2 b. Xpenduduk = 731.71 (1 + 0.012)x

X2030 = 731.71 (1 + 0.012)19 X2030 = 917.846 Gg CO2 c. Xenergi = 5349.82 (1+ 0.282)x

X2030 = 5349.82 (1+ 0.282)19 X2030 = 1374605.353 Gg CO2 d. Xsawah = 3.73 Gg CO2

Emisi CO2 pada tahun 2016 = Xternak+Xpenduduk +Xenergi+ Xsawah

= 235.868 Gg CO2 + 917.846 Gg CO2 + 1374605.353 Gg CO2 + 3.73 CO2

= 1375762.80 Gg CO2

(35)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 25 Oktober 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Tomi Jaya dan Ibu Julia Damaris Bukit. Pendidikan formal ditempuh di SD Sint Xaverius RK 2, SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1 Kabanjahe. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan tahun 2010 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM HIMAKOVA) periode 2010-2012.

Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB diantaranya adalah Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kawasan Hutan Mangrove Cikeong dan CA Tangkuban Perahu (2011), Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2012), volunteer di Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Kalimantan Timur (2012) dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo (2013). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian di Kota

Medan dengan judul “Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Berdasarkan Rosot

Gambar

Gambar 1 Lokasi penelitian
Tabel 1  Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian
Tabel 2. Faktor konversi dan emisi bahan bakar
Tabel 3  Faktor emisi CH4 dari ternak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan skenario ruang terbuka hijau yang harus disediakan sekitar 32% dan luas lahan terbangun 68,00%, dengan simulasi didapatkan kebutuhan luasan hutan kota dengan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kebutuhan bahan bakar serta jumlah penduduk Kabupaten Tegal, data hutan kota, serta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Dengan menggunakan skenario ruang terbuka hijau yang harus disediakan sekitar 32% dan luas lahan terbangun 68,00%, dengan simulasi didapatkan kebutuhan luasan hutan kota dengan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Desember 2014 ini ialah hutan kota, dengan judul Luas Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2

Adapun kriteria dalam pemilihan vegetasi untuk hutan kota yaitu memiliki ketinggian bervariasi, merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung, tajuk cukup rindang

Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan dis- tribusi hutan kota dan jenis pohon yang harus ditambahkan pada tingkat kecamatan, menentukan kesesuaian luas hutan

Upaya yang perlu dilakukan adalah sosialisasi tentang fungsi pentingnya keberadaan hutan kota, pelibatan dalam kegiatan pembangunan dan pengelolaan, pendekatan

Berdasarkan data perkiraan jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari proses metabolisme manusia dan pembakaran BBM dan LPG, maka dengan menggunakan metode kemampuan hutan kota