• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Efektivitas Surfaktan Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Minyak Sawit pada Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Efektivitas Surfaktan Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Minyak Sawit pada Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EFEKTIVITAS SURFAKTAN DIETANOLAMIDA (DEA)

DARI METIL ESTER OLEIN MINYAK SAWIT PADA PROSES

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI

NANDA ARISANDIKA SURYA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Studi Efektivitas Surfaktan Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Minyak Sawit pada Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Nanda Arisandika Surya

(4)
(5)

iii

ABSTRAK

NANDA ARISANDIKA SURYA. Studi Efektivitas Surfaktan Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Minyak Sawit pada Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan MOHAMAD YANI.

Bioremediasi merupakan salah satu alternatif teknologi ramah lingkungan yang cukup efektif, efisien dan ekonomis yang dapat digunakan untuk menanggulangi pencemaran limbah minyak. Penambahan surfaktan pada proses bioremediasi berperan untuk meningkatkan kelarutan minyak dalam fase cairan sehingga minyak yang dapat didegradasi oleh bakteri bertambah. Tujuan penelitian ini adalah pengujian kinerja surfaktan dietanolamida pada proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi. Tanah tercemar minyak bumi disimulasikan dengan mencampur minyak mentah (crude oil) kedalam tanah yang kemudian ditambahkan surfaktan DEA, urea dan TSP 36 dalam berbagai komposisi sebagai bentuk perlakuan. Analisa yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji Total Petroleum Hidrocarbon (TPH), pH, kadar air dan suhu. Penambahan surfaktan DEA, pupuk urea dan TSP 36 dapat meningkatkan degradasi TPH pada tanah terkontaminasi minyak bumi. Perlakuan terbaik yang mampu mendegradasi TPH adalah perlakuan dengan penambahan surfaktan DEA (2,5%) dengan rasio C:N:P = 100:7:1,4 dengan persentase degradasi sebesar 65,98% selama 42 hari masa inkubasi.

(6)

ABSTRACT

NANDA ARISANDIKA SURYA. Effectiveness Study of Surfactant Diethanolamide (DEA) of Olein Palm Oil Methyl Ester on Soil Bioremediation Process Contaminated with Petroleum. Supervised by ERLIZA HAMBALI and MOHAMAD YANI.

Bioremediation is an alternative environmentally friendly technologies that quite effective, efficient, and economical which can be used to solve pollution of waste oil. The addition of surfactant in bioremediation processes is to increase the solubility of the oil in the liquid phase so that oil can be degraded by bacteria increase. The purpose of this study is testing the performance of surfactant diethanolamide on bioremediation of petroleum contaminated soil. Petroleum contaminated soil was simulated by mixing crude oil into the soil which is then added surfactant DEA, urea and TSP 36 in various compositions as a form of treatment. The analysis used in this study is the value of Total Petroleum Hydrocarbon (TPH), pH, moisture content, and temperature. The addition of surfactant DEA, urea and TSP 36 can increase the degradation of TPH in soil contaminated with petroleum. The best treatment that can degrade TPH is treated with the addition of surfactant DEA (2,5%) with a ratio of C: N: P = 100: 7: 1,4 with 65,98% degradation of TPH during the 42 days incubation period.

(7)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

STUDI EFEKTIVITAS SURFAKTAN DIETANOLAMIDA (DEA)

DARI METIL ESTER OLEIN MINYAK SAWIT PADA PROSES

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI

NANDA ARISANDIKA SURYA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

vii

Judul Skripsi : Studi Efektivitas Surfaktan Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Minyak Sawit pada Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi

Nama : Nanda Arisandika Surya NIM : F34100101

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Erliza Hambali Pembimbing I

Dr Ir Mohamad Yani MEng Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(10)
(11)

ix

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini yaitu “Studi Efektivitas Surfaktan Dietanolamida (DEA) dari Metil Ester Olein Minyak Sawit pada Proses Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak Bumi”. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada:

1. Prof Dr Ir Erliza Hambali dan Dr Ir Mohamad Yani, M.Eng selaku

Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

2. Ayahanda Hendra Surya dan Ibunda Sipurweni, kakak, beserta seluruh keluarga besar atas doa, semangat, dan kasih sayangnya.

3. Handayani Dwirianti, Eko Harsono, Fitrian Rahmat Hartanto, Giovanni Nurpratiwi, dan Mulia Wita atas semangat dan dukungannya.

4. Keluarga besar TIN 47 atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan. 5. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(12)
(13)

xi

1 Komposisi dari masing-masing perlakuan 4

2 Karakteristik surfaktan DEA 5

3 Degradasi dan laju penurunan kadar TPH masing-masing perlakuan 12

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian 3

2 Pengaruh konsentrasi surfaktan DEA terhadap nilai tegangan 6 permukaan air

3 Perubahan pH pada masing-masing perlakuan selama 42 hari masa 7 inkubasi

4 Hasil pengukuran kadar air (%) masing-masing perlakuan pada hari 9 ke-0 dan hari ke-42

5 Hasil pengukuran suhu (ºC) pada masing-masing perlakuan selama 10 42 hari masa inkubasi

(14)

7 Persentase degradasi TPH (%) dari masing-masing perlakuan 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis surfaktan 17

2 Prosedur analisis uji kinerja bioremediasi 18

3 Data analisis kadar TPH (%) masing-masing perlakuan selama 20 42 hari masa inkubasi

4 Data analisis degradasi TPH (%) masing-masing perlakuan 21 5 Data pengukuran suhu (ºC) masing-masing perlakuan 22

6 Data pengukuran pH masing-masing perlakuan 22

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak bumi merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi pembangunan nasional. Minyak bumi berpotensi menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Berbagai kegiatan eksplorasi, eksploitasi, transportasi, penyimpanan, pengolahan, dan distribusi minyak mentah maupun minyak olahan dapat menimbulkan dampak kebocoran dan tumpahan minyak ke lingkungan. Limbah minyak bumi dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003. Untuk meminimalisir efek negatif yang dihasilkan oleh limbah tersebut, maka perlu dilakukan upaya pengolahan.

Dalam mengatasi permasalahan mengenai pencemaran limbah minyak, banyak upaya yang dilakukan baik secara fisika, kimia, maupun biologi. Menurut Cookson (1995), perbandingan efektivitas biaya terhadap beberapa metode penanganan limbah minyak yaitu proses insinerasi, landfill, thermal desorption, pencucian tanah dan bioremediasi per tahun per kubik yard, diketahui bahwa pada tahun pertama bila menggunakan proses bioremediasi terjadi penghematan biaya sebesar 67% bila dibandingkan dengan proses insinerasi atau sekitar 74% bila dibandingkan dengan landfill. Selain itu output yang dihasilkannya pun ramah lingkungan karena tidak bersifat toksik. Hal ini karena penanganannya dilakukan dengan cara memanfatkan mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar. Bioremediasi itu sendiri juga bertujuan untuk memineralisasi kontaminan dengan mengubah senyawa kimia berbahaya menjadi kurang berbahaya seperti karbon dioksida, senyawa anorganik, air, dan material lain yang dibutuhkan oleh mikroba pendegradasi (Eweis et al. 1998). Cara ini merupakan salah satu alternatif teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien serta ekonomis untuk menanggulangi pencemaran limbah minyak.

Minyak bumi yang memiliki karaktersitik tidak larut dalam air dan terjerap pada partikel tanah dapat mengurangi bioavailabilitasnya terhadap bakteri sehingga menjadi faktor pembatas laju biodegradasi. Aktivitas bakteri dalam biodegradasi berlangsung pada antar muka air-minyak dalam tanah. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menambahkan surfaktan pada proses bioremediasi. Peran surfaktan dalam proses bioremediasi adalah meningkatkan bioavailabilitas senyawa polutan yang memiliki kadar solid yang tinggi sehingga dapat menjadikannya lebih terlarut dalam media. Surfaktan melalui proses dispersi dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam fase cairan sehingga permukaan minyak yang dapat didegradasi oleh bakteri bertambah.

Surfaktan telah diaplikasikan secara luas oleh industri perminyakan seperti untuk membantu menghilangkan tumpahan minyak dan digunakan dalam proses

(16)

2

yang menggunakan bahan baku terbarukan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah menggunakan surfaktan dietanolamida (DEA) yang berbahan baku minyak sawit. Keuntungan menggunakan surfaktan berbasis bahan alami adalah bersifat terbarukan dan bersifat lebih ramah lingkungan dalam proses produksi dan aplikasi dibandingkan surfaktan yang menggunakan bahan baku berbasis minyak bumi (Foster 1996). Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengembangan formulasi surfaktan DEA yang dikombinasikan dengan aditif lainnya agar mampu meningkatkan proses degradasi limbah minyak menjadi lebih efektif dan efisien.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi hasil uji kinerja surfaktan dietanolamida yang dihasilkan pada proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi.

Ruang Lingkup Penelitian

1. Sintesis surfaktan DEA menggunakan metil ester olein sawit dengan reaktan dietanolamina

2. Pengayaan nutrisi bioremediation agent dilakukan dengan penambahan urea dan TSP 36.

3. Model media tercemar yang digunakan adalah campuran tanah dengan

crude oil dari lapangan minyak

4. Analisis dan uji kinerja surfaktan DEA untuk aplikasi bioremediasi (Total Petroleum Hidrocarbon, pH, kadar air dan suhu).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Mei hingga November 2014.

Alat dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi pH-meter Schott, densitymeter DMA 4500M, viscometer Brookfield, gelas piala, labu erlenmeyer, neraca analitik, pipet volumetric, pipet tetes, waterbath, labu ukur, labu leher tiga, hot plate, gelas arloji, oven, desikator, corong, spinning drop interfacial tensiometer, thermometer, cawan alumunium, dan soxhlet.

Bahan yang digunakan adalah metil ester,dietanolamina, minyak mentah (crude oil) dari lapangan minyak Nglobo (Jawa Tengah),H2SO4 5%, NaOH 30%,

Na2SO4 anhidrat, silika gel, heksana, dolomit, media tanah dari wilayah Bogor,

(17)

3

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan proses (Gambar 1).

Gambar 1 Tahapan penelitian

Prosedur sintesis surfaktan dietanolamida mengacu pada prosedur yang dilakukan oleh Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB. Surfaktan dietanolamida disintesis dari dietanolamina dan metil ester dengan perbandingan molar sebesar 2:1 yang kemudian ditambahkan katalis berupa NaOH 30% sebanyak 0.4%. Dilanjutkan dengan proses amidasi selama 4 jam pada suhu 140 oC dengan kecepatan pengadukan 150-300 rpm. Analisis surfaktan dietanolamida dilakukan untuk mengetahui spesifikasi teknis bahan baku yang dipakai selama penelitian. Analisis surfaktan dietanolamida yang dilakukan meliputi pengukuran pH dengan menggunakan pH-meter Schott, pengukuran densitas dengan menggunakan density meter DMA 4500M Anthon Paar, penentuan viskositas menggunakan Rheometer Brookfield dan pengukuran tegangan permukaan menggunakan spinning drop interfacial tensiometer. Prosedur analisis surfaktan ditunjukkan pada Lampiran 1.

(18)

4

100:14:1,4 dengan simbol P6. Selain itu terdapat perlakuan kombinasi antara rasio C:N:P dengan penambahan surfaktan dietanolamida. Untuk perlakuan rasio C:N:P 100:7:1,4 dengan ditambahkan surfaktan diberi simbol P7, rasio 100:10,5:1,4 dengan ditambahkan surfaktan diberi simbol P8 dan P9 simbol untuk rasio 100:14:1,4 dengan penambahan surfaktan. Komposisi dari masing-masing perlakuan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi dari masing-masing perlakuan

Perlakuan

(19)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) merupakan suatu senyawa yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antara dua fase yang berbeda derajat polaritasnya (Hambali et al. 2012). Surfaktan memiliki dua gugus berlainan sifat dalam satu molekulnya. Gugus polar bersifat hidrofilik sehingga mudah larut dalam air, sedangkan gugus non polar bersifat hidrofobik sehingga larut dalam minyak. Surfaktan mengadsorpsi atau berkonsentrasi pada permukaan atau pada antarmuka cairan untuk mengubah sifat permukaan secara signifikan, khususnya untuk mengurangi tegangan permukaan atau tegangan antarmuka.

Peran surfaktan dalam proses bioremediasi adalah meningkatkan bioavailabilitas senyawa polutan yang memiliki kadar solid yang tinggi sehingga dapat menjadikannya lebih terlarut dalam media. Surfaktan melalui proses dispersi dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam fase cairan sehingga permukaan minyak yang dapat didegradasi oleh bakteri bertambah (Herdiyantoro 2005). Perbandingan karakteristik surfaktan dietanolamida hasil dari sintesis dengan penelitian lain disajikan pada Tabel 2. Perbedaan dari karakteristik surfaktan DEA yang dihasilkan adalah kemampuannya dalam menurunkan tegangan permukaan air yang lebih rendah dibandingkan dengan surfaktan DEA hasil penelitian lain.

(20)

6

Gambar 2 menunjukkan nilai tegangan permukaan surfaktan dietanolamida pada berbagai konsentrasi. Nilai tegangan permukaan air tanpa penambahan surfaktan sebesar 68,19 dyne/cm. Air mempunyai tegangan permukaan yang lebih besar diantara kebanyakan cairan karena gaya kohesifnya lebih besar berdasarkan ikatan hidrogennya (Purwadayu 2009). Hasil pengukuran tegangan permukaan setelah penambahan surfaktan dietanolamida berkisar antara 45,40-47,20 dyne/cm. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan surfaktan dietanolamida mampu menurunkan tegangan permukaan sekitar 30-33%. Dari hasil pengukuran menunjukkan nilai tegangan permukaan terendah pada konsentrasi 2%, 2,5% dan 3% berturut-turut sebesar 45,51 , 45,40 , dan 45,66 dyne/cm. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya sedikit terjadi perbedaan nilai tegangan permukaan yang mengindikasikan bahwa pada rentang konsentrasi tersebut merupakan nilai CMC dari surfaktan DEA. Nilai tegangan permukaan paling rendah diperoleh pada konsentrasi 2,5% sebesar 45,40 dyne/cm. Menurut Singh (2006) aplikasi penambahan surfaktan diatas nilai CMC-nya menghasilkan laju biodegradasi yang lebih baik dibandingkan penambahan surfaktan dibawah nilai CMC-nya. Sementara menurut Van Homme dan Word (1999), umumnya surfaktan tidak bersifat racun terhadap mikroorganisme pada penambahan disekitar nilai CMC-nya. Data pengukuran tegangan permukaan masing-masing perlakuan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 8.

Gambar 2 Pengaruh konsentrasi surfaktan DEA terhadap nilai tegangan permukaan air

Analisis pH

(21)

7

optimum untuk proses biodegradasi hidrokarbon minyak bumi oleh bakteri adalah 7,5-7,8 sedangkan fungi pada umumnya lebih toleran terhadap kondisi asam.

Gambar 3 Perubahan pH pada masing-masing perlakuan selama 42 hari masa inkubasi

(22)

8

masa inkubasi terjadi kenaikan pH pada semua perlakuan kecuali perlakuan P9. Menurut Dwidjoseputro (2003) penguraian senyawa yang mengandung nitrogen akan membentuk ammonium karbonat yang kemudian terurai menjadi amoniak, karbondioksida dan air. Amoniak akan bereaksi dengan air menjadi NH4OH dan

dapat menaikkan pH media. Pada perlakuan P4, P5, P6, P7, P8 dan P9 memiliki nilai pH awal yang terlalu basa akibat adanya penambahan konsentrasi bahan organik sehingga perlu dilakukan penambahan senyawa asam setelah hari ke-7. Larutan H2SO4 5% digunakan untuk mengembalikan nilai pH pada kondisi

optimum proses biodegradasi. Hasil penelitian menunjukkan pada umumnya semua perlakuan mengalami penurunan nilai pH yang hampir sama dan setelah itu nilai pH cenderung stabil sampai akhir masa inkubasi. Penurunan nilai pH yang terjadi seperti pada perlakuan P4, P5, P6, P8, dan P9 pada hari ke-21 disebabkan oleh adanya aktivitas konsorsium bakteri yang membentuk metabolit-metabolit asam. Menurut Rosenberg et al.(1992) dalam Nugroho (2006), biodegradasi alkana yang terdapat dalam minyak bumi akan membentuk alkohol dan selanjutnya menjadi asam lemak yang kemudian akan dioksidasi lebih lanjut membentuk asam asetat dan propionat sehingga dapat menurunkan nilai pH medium. Setelah hari ke-21 pH untuk masing-masing perlakuan stabil hingga akhir masa inkubasi, hal tersebut diduga karena tanah memiliki sifat buffer yang baik sehingga dapat mempertahankan nilai pH-nya. Data pengukuran pH masing-masing perlakuan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 6.

Analisis Kadar Air dan Suhu

Kandungan air sangat berpengaruh terhadap aktivitas metabolik dari mikroorganisme. Komposisi sel mikroorganisme sebagian besar mengandung air sehingga kandungan air tanah sangat penting untuk aktivitas metabolit pada proses degradasi hidrokarbon minyak bumi. Oleh karena itu kadar air merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses bioremediasi. Menurut Fletcher (1991) selama bioremediasi, jika kandungan air terlalu tinggi akan mengakibatkan sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah, sedangkan tanpa air mikroorganisme tidak dapat hidup dalam limbah minyak karena mikroba akan hidup aktif di interfase antara minyak dan air. Menurut Santosa et al.(2004) pada kondisi yang kaya akan oksigen banyak mikroba yang dapat merombak minyak mentah.

(23)

9 mengakibatkan penguapan berlangsung cepat (Irawathi 2005). Data hasil pengukuran kadar air masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Lampiran 7.

Gambar 4 Hasil pengukuran kadar air (%) masing-masing perlakuan pada hari ke-0 dan hari ke-42

Pada proses biodegradasi, suhu akan mempengaruhi terhadap sifat fisik dan kimia komponen-komponen minyak dan kecepatan degradasi oleh mikroorganisme. Pada suhu rendah, viskositas minyak akan meningkat dan volatilitas dari senyawa hidrokarbon berantai pendek serta kelarutan minyak dalam air akan menurun sehingga dapat menghambat proses biodegradasi. Biodegradasi minyak bumi berlangsung pada kisaran suhu yang luas tetapi tidak selalu menjadi faktor utama yang membatasi biodegradasi jika faktor lingkungan lain baik (Atlas 1981). Menurut Udiharto (1996) berdasarkan suhu lingkungannya bakteri dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu: psikrofilik memerlukan suhu optimum antara 5-15°C, mesofilik memerlukan suhu optimum antara 25-40°C dan thermofilik memerlukan suhu optimum antara 45-60°C. Proses bioremediasi umumnya menggunakan bakteri mesofilik.

(24)

10

Gambar 5 Hasil pengukuran suhu (°C) pada masing-masing perlakuan selama 42 hari masa inkubasi

Analisis Kadar TPH

(25)

11

Nilai TPH awal masing-masing perlakuan yang terukur berkisar antara 5,1%-6,3%. Kecilnya nilai TPH awal yang terukur dibandingkan dengan jumlah crude oil yang ditambahkan pada masing-masing perlakuan mengindikasikan bahwa

crude oil yang digunakan termasuk kategori light crude oil atau minyak mentah ringan yang memiliki kandungan hidrokarbon dengan rantai pendek dalam jumlah yang cukup tinggi yang memiliki karakteristik mudah menguap. Menurut Mulyono (1989) hidrokarbon dengan panjang rantai karbon kurang C15 (titik didih

kurang dari 250°C) bersifat lebih mudah menguap, rantai karbon C15-C25 (titik

didih 250-400°C) menguap lebih lambat sementara rantai karbon lebih dari C25

sulit untuk menguap.

Gambar 6 Penurunan kadar TPH (%) pada masing-masing perlakuan selama 42 hari masa inkubasi

(26)

12

dengan penambahan pupuk khusus bioremediasi komersial memiliki rata-rata laju penurunan TPH sebesar 0,0892% perhari. Besarnya laju penurunan tersebut tidak jauh berbeda dengan perlakuan dengan penambahan nutrien yaitu P4 sebesar 0,0853% perharinya. Namun bila dibandingkan dengan perlakuan penambahan surfaktan dan nutrien, laju penurunan TPH pada P2 dan P4 lebih kecil. Perlakuan P7 merupakan perlakuan dengan rata-rata laju penurunan TPH tertinggi sebesar 0,1061% perharinya.

Pada perlakuan P7 dan P4 penurunan kadar TPH paling besar terjadi dihari ke-21 sedangkan untuk P2 terjadi dihari ke-14. Bila dilihat dari korelasi yang disajikan grafik penurunan nilai pH, grafik pengukuran suhu dan grafik penurunan kadar TPH pada masing-masing perlakuan secara umum menunjukkan bahwa dari periode H-14 hingga H-21 merupakan periode dimana mikroba mendegradasi hidrokarbon secara optimum. Pada periode tersebut terjadi penurunan pH dan peningkatan suhu pada perlakuan yang disinyalir merupakan akibat adanya akitivitas mikroba dalam mendegradasi hidrokarbon minyak bumi yang mengakibatkan penurunan kadar TPH yang cukup besar dari masing-masing perlakuan.

Pada hari ke-28 sampai hari ke-42 laju penurunan TPH pada semua perlakuan semakin lambat. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin bertambahnya waktu inkubasi laju penurunan TPH semakin lambat yang disebabkan pada awal inkubasi bakteri akan menggunakan hidrokarbon minyak bumi yang lebih mudah untuk didegradasi terlebih dahulu sebagai sumber karbon. Leahly dan Colwell (1990) menyatakan bahwa pada proses bioremediasi hidrokarbon minyak bumi fraksi yang lebih mudah untuk didegradasi adalah fraksi parafinik dibandingkan fraksi naftenik dan aromatik. Laju penurunan TPH perharinya pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 3. Perlakuan dengan laju penurunan kadar TPH paling besar adalah perlakuan P7 dengan konsetrasi TPH awal sebesar 6,09% dan konsentrasi akhir sebesar 2,07% dengan rata-rata laju penurunan sebesar 0,1061% per hari. Berdasarkan persamaan regresi (Gambar 6) dapat diduga penurunan kadar TPH agar mencapai 1% pada perlakuan P7 membutuhkan waktu sekitar 49 hari. Data hasil analisis kadar TPH masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Lampiran 3.

(27)

13

Berdasarkan hasil analisa yang ditunjukkan oleh Gambar 7, degradasi TPH terbesar terjadi pada perlakuan P7 (penambahan surfaktan DEA dan rasio C:N:P = 100:7:1,4) sebesar 65,98%, diikuti oleh perlakuan P8 (penambahan surfaktan DEA dan rasio C:N:P = 100:10,5:1,4) sebesar 61,55%, kemudian perlakuan P9 (penambahan surfaktan DEA dan rasio C:N:P = 100:14:1,4) sebesar 61,17%, kemudian perlakuan P2 (penambahan pupuk khusus bioremediasi komersial) sebesar 58,97%, dan perlakuan P4 (tanpa penambahan surfaktan DEA dan rasio C:N:P = 100:7:1,4), perlakuan P5 (tanpa penambahan surfaktan DEA dan rasio C:N:P = 100:10,5:1,4), perlakuan P6 (tanpa penambahan surfaktan DEA dan rasio C:N:P = 100:14:1,4), P3 (hanya dilakukan penambahan surfaktan DEA) serta P1(kontrol) yang masing-masing mempunyai persentase degradasi sebesar 58,37%, 54,26%, 53,84%, 47,56%, dan 46,54%. Data analisis degradasi TPH masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Lampiran 4.

Gambar 7 Persentase degradasi TPH (%) dari masing-masing perlakuan Ketersediaan nutrien sangat penting dalam proses bioremediasi, dipertegas oleh Zhou dan Crawfer (1995) yang menyatakan bahwa mikroba dapat menggunakan hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya, namun unsur hara lain seperti nitrogen dan fosfor juga diperlukan dalam biosintesis dari metabolit primer dan pembentukan bagian-bagian dari biomasa sel. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan P3 yang merupakan perlakuan dengan penambahan surfaktan DEA tanpa adanya penambahan nutrien memiliki pernurunan kadar TPH yang tidak jauh berbeda dengan kontrol yaitu perlakuan P1. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Wrabel dan Peckol (2000) yang mempelajari tentang efektivitas pemakaian nutrien (N dan P) pada populasi mikroba laut asli sebagai teknik bioremediasi untuk merespon tumpahan minyak disepanjang pantai Atlantik Utara, yang menunjukkan adanya penguraian minyak yang lebih besar oleh mikroba pada lingkungan yang diperkaya nutrien bila dibandingkan dengan lingkungan yang tidak diperkaya nutrien.

(28)

14

perlakuan tersebut merupakan kombinasi dari penambahan surfaktan DEA dan nutrien untuk meningkatkan biodegradasi minyak bumi. Dari ketiga perlakuan tersebut yang membedakan adalah rasio penambahan nitrogen yang berbeda-beda. Namun dalam hal ini penambahan urea sebagai sumber N tidak berbanding lurus dengan persentase degradasi, hal tersebut ditunjukkan dengan penambahan urea dalam jumlah yang lebih sedikit pada perlakuan P7 dibandingkan perlakuan P8 dan P9 namun memiliki tingkat degradasi yang lebih tinggi. Hal tersebut juga terjadi pada perlakuan dengan penambahan nutrien saja, dimana perlakuan P4 memiliki tingkat degradasi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P5 dan P6. Hal ini mengindikasikan bahwa rasio optimum C:N:P yang dibutuhkan dalam proses biodegradasi hidrokarbon minyak bumi sebesar 100:7:1,4. Penggunaan rasio C/N pada penelitian ini didasarkan pada perbandingan C/N yang dibutuhkan proses bioremediasi sebesar 100:10-100:1. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Rehm dan Reed (2000) dalam Surtiningsih (2007) bahwa perbandingan karbon dengan nitrogen yang dibutuhkan untuk proeses bioremediasi petroleum hidrokarbon berkisar antara 100:10 sampai 100:1.

Secara umum penambahan surfaktan DEA dan nutrien mampu menstimulasi proses biodegradasi pada tanah yang terkontaminasi minyak bumi. Tiehm dan Stieber (2001) menyatakan penambahan surfaktan dapat meningkatkan bioavailabilitas secara signifikan dari tanah yang terkontaminasi. Surfaktan mampu memperluas kontak permukaan minyak dengan air melalui pembentukan mikro emulsi dan ketersediaan biologis untuk keperluan mikroorganisme. Dengan meningkatnya kontak permukaan minyak dan air akan mempermudah masuknya suplai oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme pada permukaan senyawa hidrokarbon dimana kondisi ini sangat membantu mikroorganisme untuk lebih cepat dalam mendegradasi limbah minyak bumi. Hal tersebut diperkuat oleh Charlena et al. (2011) yang meneliti tentang biodegradasi limbah minyak berat menggunakan isolat tunggal dan campuran dengan penambahan surfaktan liniear alkylbenzene sulfonat (LAS), yang menunjukkan persentase degradasi perlakuan dengan penambahan surfaktan LAS lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa penambahan surfaktan LAS.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(29)

15

Saran

Perlu dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme untuk mengetahui pengaruhnya terhadap degradasi hidrokarbon minyak bumi dalam proses bioremediasi, serta perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai penggunaan surfaktan DEA dengan karakteristik yang lebih baik untuk mengoptimalkan efektivitas dalam proses bioremediasi.

DAFTAR PUSTAKA

Atlas RM. 1981. Microbial Degradation of Petroleum Hydrocarbons: an Environmental Perspective. Microbiol Rev 45(1):180-209.

Charlena, Mas’ud ZA, Yani M, Sjahriza A, Tarigan JG. 2011. Biodegradasi Limbah Minyak Berat Menggunakan Isolat Tunggal dan Campuran dengan Penambahan Alkilbenzene Sulfonat Liniear. Di dalam: Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2011 “Potensi Riset Kimia Terapan dalam Mendukung Pembangunan Iptek Berbasis Inovasi”.Tangerang (ID). 24 Mei 2011. hlm 182-189.

Cookson JT Jr. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. New York (US). Mc. GrawHill.

Dibble JT, Bartha R. 1979. Effet of Environmental Parameters on The Biodegradation of Oil Sludge. Applied Environ Microbial. 37: 729-739.

Dahuru M. 2003. Pengaruh Mikroorganisme dari Kotoran Kuda dan Surfaktan pada Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Disel [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dwidjoseputro D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Eweis JB, Ergas SJ, Chang EDDPY, Schoroeder, Ed., 1998. Bioremediation Principles. New York (US). McGrawHill, Inc.

Foster NC. 1996. Sulfonation and Sulfation Processes. In: Spitz L. (Ed). Soap and Detergents: A Theoritical and Practical Riview. Champaign, Illinois: AOCS Press.

Fletcher RD. 1991. Practical Consideration During Bioremediation. dalam Wise DL dan DJ Trantolo. 1992. Remediation of Hazardous Waste Contaminated Soils. New York (US). Marcel Dekker, Inc.

Hambali E, Suryani A, Rivai M. 2012. Teknologi Surfaktan dan Aplikasinya. Bogor (ID) : IPB Pr.

Herdiyantoro D. 2005. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi oleh Bacillus Sp. Galur ICBB 7859 dan ICBB 7865 dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah dengan Penambahan Surfaktan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Irawathi T, 2005. Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi dengan Menggunakan Bacillus popilliae ICBB 7859 di PT. Caltex Pacific Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(30)

16

Mulyono M. 1989. Hidrokarbon di lingkungan perairan. Jakarta (ID): PPPTMGB Lemigas.

Nugroho, A. 2006. Biodegradasi Sludge’ Minyak Bumi dalam Skala Mikrokosmos. Makara Teknologi. 10 (2): 82-89.

Nurminah M. 2005. Kajian Pengaruh Rasio Mol Reaktan, Suhu, Dan Lama Reaksi Dalam Pembuatan Surfaktan Dietanolamida Dari Metil Ester Dominan C12 Minyak Inti Sawit [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purwadayu AS. 2009. Profil Kelarutan Minyak Bumi Dalam Air Akibat Pengaruh Surfaktan Noninoik dan Laju Pengadukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rehm,J.H. & Reed,G (2000). Biotechnology, Weinheim:Wily-VCH.

Santosa, D. A, Listiyawati, T. Irawathi, D, Herdiyantoro, R. W. U Ananda, dan S. Adiwibowo. 2004. Biotechnology for Remediation of Oil Sludge and Petroleum Contaminated Ecosystem Using Bacteria Isolated from Indonesia Region. Bogor (ID): Environmental Research Center, IPB.

Schneider DR dan RJ Billingsley. 1990. Bioremediation: A Desk Manual for the Environmental Professional. Pudvan Publishing Company Incorporation. Singh A, Van Hamme JD, Ward OP. 2006. Surfactant in Microbiology and

Biotechnology: Part 2, Application Aspects. Biotechnology Advance, 25: 99-121.

Surtiningsih T. 2007. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode Biostimulasi Nutrien Organik Di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Berkas Penelitian Hayati, 13: hlm 91-96.

Tiehm A, Stieber M. 2001. Strategies to Improve PAH Bioavailability: Addition of Surfactants Ozonation and Application of Ultrasound. Di dalam: Stegmann R, Brunner G, Calmano W Matz G, editors. Treatment of Contaminated Soil. Berlin, Heidelberg, New York Barcelona, Hongkong, London, Milan, Paris, Singapore, Tokyo: Springer. hlm 299-323.

Udiharto M. 1996. Bioremediasi Minyak Bumi. Di dalam: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan; Cibinong (ID), 24-28 Juni 1996. hlm 24-39.

Van Hamme JD, Word OP. 1999. Influence of Chemical Surfactants on the Biodegradation of Crude Oil by Mixed Bacteria Culture. Can J Mikrobiol, 45: 130-7.

Wrabel ML, Peckol P, 2000. Effects of Bioremediation on Toxicity and Chemical Composition of No. 2 Fuel Oil: Growth Responses or the Brown Alga Fucus vesiculosus.Marine Pollution Bulletin, 40(2): 135-1.

(31)

17

Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan

a. Pengukuran pH dengan pH-meter Schott

Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter Schott. Nilai pH dari surfaktan ini menggunakan prinsip potensiometrik. Kesalahan pengukuran dihindari dengan cara melakukan kalibrasi menggunakan larutan buffer standar. Alat pH-meter Schott menggunakan buffer pH 4.0, 7.0, dan 10.0 sebagai larutan standar.kalibrasi dilakukan dengan mencelupkan elektroda gelas ke dalam larutan standar hingga alat menunjukkan nilai yang sesuai.

Elektroda gelas dicelupkan ke sampel yang berupa air injeksi. Pembacaan dilakukan setelah alat menunjukkan nilai yang stabil. Untuk memperoleh tingkat akurasi yang baik, pengukuran dilakukan secara duplo. Selisih maksimal angka yang diperoleh dari dua kali pengukuran lebih dari 0,2. Jika selisihnya lebih dari 0,2 maka harus dilakukan kalibrasi alat dan pengukuran ulang.

b. Pengukuran densitas menggunakan Density Meter DMA 4500M

Densitymeter DMA 4500M dinyalakan. Sebelum dipakai, sel pengukuran harus dipastikan dalam kondisi kering dan bersih. Suhu pengukuran diatur pada 70oC dan dilakukan kalibrasi. Sampel yang hendak diuji diinjeksikan ke dalam sel pengukuran dan dibiarkan selama beberapa saat hingga suhu 70oC tercapai. Setelah suhu tersebut tercapai, pengukuran dilakukan. Pembacaan dilakukan setelahh alat menunjukkan nilai dan keterangan yang stabil dan valid.

c. Penentuan viskositas menggunakan Viscometer Brookfield Model RV, HA, HB

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Viscometer Brookfield model RV, HA, HB. Spindle dipasang ke viskometer, kemudian diturunkan perlahan hingga spindle masuk ke dalam sampel. Sampel yang diisikan tidak boleh berlebihan karena volume contoh sangat menentukan sistem kalibrasi. Untuk memperoleh contoh yang mewakili, ketinggian cairan harus setara dengan garis kira-kira 3,2 mm di atas bagian atas spindle yang meruncing.

(32)

18

TPH0– TPHn TPH0

x 100%

d. Pengukuran tegangan permukaan menggunakan Spinning Drop Tensiometer

Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat Spinning drop tensiometer. Larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung sampel hingga hampir penuh namun diberi sedikit ruang untuk udara didalamnya kemudian tabung ditutup dan dimasukkan ke dalam alat Spinning Drop Tensiometer. Kemudian suhu dan kecepatan rotasi alat diset. Nilai Tegangan permukaan sampel diperoleh dari nilai diameter gelembung udara didalam tabung yang kemudian dikonversikan menjadi tegangan permukaan secara otomatis oleh alat.

Lampiran 2 Prosedur analisis uji kinerja bioremediasi

a. Pengukuran TPH (Alef & Nannipieri 1995)

Pengukuran nilai TPH dilakukan dengan memodifikasi metode Alef & Nannipieri (1995). Sebanyak 5 gram tanah diekstrak dengan n-heksana. Ekstrak yang diperoleh dihilangkan kandungan airnya dengan Na2SO4 anhidrat lalu

disaring. Sampel kemudian ditambahkan silika gel untuk menghilangkan senyawa-senyawa polar dan disaring. Pelarut kemudian diuapkan hingga kering. Labu yang telah kering dipanaskan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 45 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bobot yang terukur merupakan residu minyak (nilai TPH).

% Degradasi =

TPH0 = TPH minggu ke-0

TPHn = TPH minggu ke-n

b. Pengukuran kadar air (SNI 03-1965-1990)

Cawan dioven selama 1 jam, lalu dikering anginkan dalam desikator selama 15 menit. Diambil 2-3 gram masing-masing sampel dimasukkan ke dalam cawan lalu ditimbang, kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105°C selama 5 jam. Sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang bobot akhirnya sampai bobot konstan. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan :

Berat sampel basah – berat sampel kering Berat sampel basah

(33)

19

c. Pengukuran pH

Sebanyak 5 g sampel tanah ditimbang, kemudian ditambah aquades 45 ml dengan perbandingan 1:9. Dilakukan pengadukan selama 30 menit, didiamkan selama 10 menit, lalu diukur dengan pH meter.

d. Pengukuran suhu

Pengukuran suhu dilakukan setiap tiga hari dengan menggunakan termometer. Termometer ditancapkan pada tanah selama 10 menit pada dua titik.

(34)

2

Lampiran 3 Data analisis kadar TPH (%) masing-masing perlakuan selama 42 hari masa inkubasi

Perlakuan Hari ke-

0 7 14 21 28 35 42

(35)

21

Lampiran 4 Data analisis degradasi TPH (%) masing-masing perlakuan

(36)

22

Lampiran 5 Data pengukuran suhu (ºC) masing-masing perlakuan

Perlakuan Suhu (°C)

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42

P1 25.25 25.25 25.25 26.00 26.25 25.50 25.75 24.75 25.25 26.00 26.00 26.75 26.00 25.50 25.00 P2 25.25 25.50 25.25 25.75 26.75 27.00 27.75 24.50 26.00 26.25 26.00 26.50 26.00 25.50 24.75 P3 25.25 26.75 25.25 26.00 26.00 26.25 25.50 24.50 26.50 26.50 25.25 26.25 25.75 24.25 25.50 P4 25.50 24.75 26.00 25.00 28.50 28.50 27.75 25.00 25.75 26.50 24.75 25.75 25.25 24.50 24.75 P5 25.50 24.50 25.75 25.00 24.50 27.25 30.25 26.25 26.50 26.25 24.75 26.25 26.00 25.50 24.75 P6 26.25 24.50 25.25 25.25 24.75 25.75 30.25 25.75 27.25 26.75 26.25 26.25 26.00 25.00 25.50 P7 25.75 26.25 25.25 24.50 25.50 30.50 28.50 24.75 26.25 26.50 25.50 26.00 25.75 24.75 25.25 P8 25.25 24.75 24.75 24.75 25.00 27.25 30.25 26.25 27.00 27.00 25.25 26.50 25.75 24.50 25.25 P9 25.25 25.00 24.50 24.25 24.75 25.75 28.75 25.00 27.00 27.50 26.50 25.75 25.50 25.50 25.25

Lampiran 6 Data pengukuran pH masing-masing perlakuan

Perlakuan pH

H-0 H-7 H-14 H-21 H-28 H-35 H-42

(37)

Lampiran 7 Data analisis kadar air (%) masing-masing perlakuan

Perlakuan Kadar air (%)

H-0 H-7 H-14 H-21 H-28 H-35 H-42

(38)

24

Lampiran 8 Data perhitungan tegangan permukaan surfaktan DEA

DEA (% v/v)

Ulangan ke-

Tegangan permukaan (dyne/cm) Rata-rata (dyne/cm)

1 2 3 4 5

0 1 68.4264 65.2337 59.1493 56.2544 54.5438 60.7215 2 69.7665 77.8660 77.1108 77.1108 76.4852 75.6679

Rata-rata 68.1947

0.5 1 48.6962 47.6875 47.1432 46.1561 46.6030 47.2572 2 47.1432 47.1432 47.1432 47.6875 46.6030 47.1440

Rata-rata 47.2006

1 1 46.5984 45.1783 44.6533 47.6827 46.5984 46.1422 2 46.1515 46.1515 45.1783 46.1515 46.1515 45.9893

Rata-rata 46.0658

1.5 1 47.6779 47.1337 48.1346 47.6779 48.1346 47.7518 2 45.6190 45.6190 46.1515 46.1515 45.6190 45.8320

Rata-rata 46.7919

2 1 46.1561 45.1829 45.1829 46.6030 45.1829 45.6615 2 44.6578 45.1829 46.1561 45.1829 45.6235 45.3606

Rata-rata 45.5111

2.5 1 45.6281 46.16072 46.60772 44.1413 44.1413 45.3358 2 43.7059 45.1829 45.6235 44.1369 48.6962 45.4691

Rata-rata 45.4024

3 1 44.1413 44.1413 46.1607 45.1874 46.1607 45.1583 2 45.1874 47.1479 47.1479 43.1967 48.1491 46.1658

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 September 1992 sebagai anak bungsu dari pasangan Hendra Surya dan Sipurweni. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Depok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Gambar 1  Tahapan penelitian
Tabel 1 Komposisi dari masing-masing perlakuan
Gambar 2 Pengaruh konsentrasi surfaktan DEA terhadap nilai tegangan
Gambar 3 Perubahan pH pada masing-masing perlakuan selama 42 hari masa
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan: (1) peningkatan sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan supervisor yaitu orang ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan

menyelesaikan tesis yang berjudul “ Hubungan Metakognitif, Kemampuan Berpikir Kritis, Bimbingan Orang Tua dan Guru tentang Kesehatan Reproduksi dengan Persepsi

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah menghasilkan perhitungan analisa struktur beton pratekan yang rasional dengan memenuhi persyaratan keamanan struktur yang berdasarkan ACI

.... Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudannya

Problem Based Instruction (PBI) atau pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga

Skripsi dengan judul “Kelainan Bentuk Kuku Sapi Bali Kereman yang dipelihara di Tanah berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur” diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai

Di samping data logger peralatan elektronik yang disimpan dalam kartu memori, data sensor tegangan dan sensor arus dari peralatan elektronik yang diukur akan ditampilkan pada

Minat berwirausaha merupakan suatu keinginan, ketertarikan serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa merasa