• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Manfaat Sosial Ekonomi Ruang Terbuka Hijau pada Normalisasi Waduk Ria Rio Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Manfaat Sosial Ekonomi Ruang Terbuka Hijau pada Normalisasi Waduk Ria Rio Jakarta"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Manfaat Sosial Ekonomi Ruang Terbuka Hijau pada Normalisasi Waduk Ria Rio Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Puti Hanifa Hanum

(4)
(5)

ABSTRAK

PUTI HANIFA HANUM. Analisis Manfaat Sosial Ekonomi Ruang Terbuka Hijau pada Normalisasi Waduk Ria Rio Jakarta. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL.

Peningkatan bencana banjir di DKI Jakarta membuat pemerintah melakukan upaya peningkatan kualitas waduk dan lingkungan sekitar waduk yakni dengan proyek normalisasi waduk. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap normalisasi Waduk Ria Rio, mengidentifikasi manfaat sosial ekonomi normalisasi Waduk Ria Rio, mengestimasi besarnya willingness to pay dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian ruang terbuka hijau di sekitar Waduk Ria Rio, dan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai willingness to pay dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian ruang terbuka hijau di sekitar Waduk Ria Rio. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap indikator persepsi masyarakat terhadap pembangunan ruang terbuka hijau di sekitar Waduk Ria Rio bernilai baik. Manfaat sosial ekonomi normalisasi Waduk Ria Rio yang telah dirasakan masyarakat adalah taman dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi, taman menjadi sarana olahraga masyarakat, mendapat hiburan dengan memancing di waduk, sekitar waduk menjadi strategis untuk berjualan karena ramai pengunjung dan memperoleh lapangan pekerjaan sebagai petugas kebersihan dan keamanan. Hasil rata-rata willingness to pay dari 61 orang responden yang bersedia membayar adalah sebesar Rp44.836,07 per bulan per orang. Faktor-faktor yang berpengaruh pada taraf nyata 10% adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, status tempat tinggal, dan lama tinggal.

(6)

ABSTRACT

PUTI HANIFA HANUM. An Analysis of Socio Economic Benefits of Open Green Space on The Normalization of Ria Rio Reservoir in Jakarta. Supervised by AHYAR ISMAIL.

Increasing flood disaster in DKI Jakarta makes the government do some efforts to increase the quality of a reservoir and its environment through reservoir normalization program. The specific objective of this study is to identify the public perception towards the normalization of Ria Rio Reservoir and the socio economic benefits of it, estimate the number of willingness to pay of people around the Ria Rio Reservoir toward the effort of preservation of the open green space around it, and identify factors that affect the value of the willingness to pay of the community toward preservation efforts of the open green space around the Ria Rio Reservoir. The results of this study indicate that people's perception of each indicator to the development of open green space around the Ria Rio Reservoir is well worth. Socio-economic benefits of the normalization of Ria Rio Reservoir which has been enjoyed by society is the park can be used as a recreation area, the park become public sports facilities, they get entertainment by fishing in the reservoir, nearby the reservoir becomes strategic for selling things as many visitors and gain employment as sweepers and garbage collectors. The average yield of willingness to pay of 61 respondents who are willing to pay is IDR 44.836,07 per month per person. Factors that affect the 10% significance level were gender, age, income level, education level, residence status, and length of stay.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS MANFAAT SOSIAL EKONOMI RUANG

TERBUKA HIJAU PADA NORMALISASI

WADUK RIA RIO JAKARTA

PUTI HANIFA HANUM

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Manfaat Sosial Ekonomi Ruang Terbuka Hijau pada Normalisasi Waduk Ria Rio Jakarta

Nama : Puti Hanifa Hanum

NIM : H44100069

Disetujui oleh

Dr.Ir. Ahyar Ismail, M.Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Manfaat Sosial Ekonomi Ruang Terbuka Hijau pada Normalisasi Waduk Ria Rio

Jakarta”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari

dukungan banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, yaitu Zulnedi dan Yenny Sukhriani, kakak dan adik tersayang, serta segenap keluarga besar atas doa dan dukungan. 2. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Meti Ekayani, S.Hut. M.Sc selaku dosen penguji utama, dan Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen perwakilan departemen yang telah memberikan banyak saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Rizal selaku kepala bagian perencanaan PT. Pulomas Jaya, seluruh staf Kelurahan Kayu Putih, serta seluruh masyarakat Kelurahan Kayu Putih atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta informasi yang telah diberikan.

5. Sahabat-sahabat Nurmia Raisya, Yunita Tri, Sumayyah, Bintang, Amalia, Agustin, Nurul, Suci, Nana, serta keluarga besar ESL 47 yang selalu memberikan bantuan, motivasi, dan semangat.

6. Sahabat-sahabat Sinabung Tuty, Syafira, Rahmah, Hernita, Ayu, Naya, Esatri, dan Retno yang telah memberikan bantuan dan dukungan.

7. Teman-teman satu bimbingan Thasia, Donna, Reza, Ola, Rahmat, Deiby, Desi, dan Aldi yang telah memberikan bantuan dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian...6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Definisi dan Fungsi Waduk...7

2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan... 7

2.1.1 Definisi dan Pengertian Ruang terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ... 7

2.1.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 8

2.2 Persepsi... 9

2.3 Teknik Valuasi Non Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan... 10

2.4 Penelitian Terdahulu... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

IV METODE PENELITIAN... 17

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 17

4.2 Jenis dan Sumber Data... 17

4.3 Metode Pengambilan Sampel...18

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 18

4.4.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan RTH di Sekitar Waduk Ria Rio ... 19

(14)

4.4.3 Estimasi Nilai WTP dari Masyarakat Terhadap Upaya Pelestarian

RTH di Sekitar Waduk Ria Rio... 21

4.4.4 Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi WTP Masyarakat ... 25

V GAMBARAN UMUM ... 29

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 29

5.2 Karakteristik Responden... 31

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan RTH di Sekitar Waduk Ria Rio...37

6.2 Manfaat Sosial Ekonomi pada Normalisasi Waduk Ria Rio... 40

6.3 WTP Masyarakat Terhadap Upaya Pelestarian RTH di Sekitar Waduk Ria Rio... 43

6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Masyarakat Terhadap Upaya Pelestarian RTH di Sekitar Waduk Ria Rio...46

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 50

7.1 Simpulan... 50

7.2 Saran...51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Luas waduk dan situ yang terdapat di DKI Jakarta...1

2 Kondisi waduk dan situ di DKI Jakarta...2

3 Matriks penelitian terdahulu...14

4 Matriks analisis data...19

5 Kriteria penilaian persepsi masyarakat terhadap perencanaan pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio...19

6 Bobot nilai jawaban responden...20

7 Nilai skor rataan...21

8 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya...29

9 Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kelurahan Kayu Putih Tahun 2013...31

10 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kelurahan Kayu Putih Tahun 2013...32

11 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan terakhir di Kelurahan Kayu Putih Tahun 2013...32

12 Usia dan jenis kelamin responden...33

13 Tingkat pendapatan keluarga responden per bulan...34

14 Tingkat pendidikan responden...34

15 Jumlah tanggungan keluarga responden...35

16 Jenis pekerjaan responden...35

17 Status kepemilikan tempat tinggal responden...36

18 Lama tinggal responden di lokasi penelitian...36

19 Sebaran tempat tinggal responden...37

20 Persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio...39

21 Manfaat sosial ekonomi pada normalisasi Waduk Ria Rio...43

22 Kesediaan membayar masyarakat terhadap upaya pelestarian RTH...44

23 Dugaan nilai rataan WTP responden terhadap upaya pelestarian RTH...45

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Alur kerangka pemikiran...15

2 Kurva permintaan WTP pelestarian RTH...45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi Waduk Ria Rio...55

2 Persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio...56

3 Hasil regresi linear berganda...57

4 Hasil uji Breusch-Godfrey...57

5 Hasil uji White...58

6 Hasil uji normalitas...58

7 Kuesioner penelitian untuk masyarakat...59

(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta (2012), jumlah waduk yang terletak di DKI Jakarta tercatat sebanyak 41 waduk. Data luasan waduk dan situ yang terdapat di DKI Jakarta secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas waduk dan situ yang terdapat di DKI Jakarta

No. Waduk/Situ Luas (Ha) No. Waduk/Situ Luas (Ha)

Sumber: Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta (2012)

(18)

2

Tabel 2 Kondisi waduk dan situ di DKI Jakarta

Nama Waduk/Situ Kondisi

Jakarta Utara

Teluk Gong Kondisi air kontinu akan tetapi terjadi penurunan permukaan air pada musim kemarau dan kenaikan permukaan pada musim penghujan Sunter Barat Terjadi proses pendangkalan karena sampah yang berada di pinggiran

waduk

Sunter I Terjadi pendangkalan akibat sampah

Sunter II Terjadi proses pendangkalan yang disebabkan oleh proses pengurukan Pluit Terjadi proses pendangkalan yang disebabkan pengurukan, dan sampah Kodamar Terjadi proses pendangkalan yang disebabkan pengurukan, dan sampah PIK I Terawat pada bagian sisinya

PIK II Terawat pada bagian sisinya

Sunter Utara Sekitar waduk ditumbuhi pepohonan dan terawat pada sisinya Kelapa Gading Terpelihara dan sekitar waduk ditumbuhi pepohonan

Muara Angke Kondisi waduk sangat kotor dan berbau

Jakarta Selatan

Walikota Terpelihara dan sekitar waduk ditumbuhi pepohonan

Kalibata Pasokan air kontinu dan pada tepian waduk banyak ditumbuhi pepohonan

Babakan Setengah luas dari waduk sudah diberi tanggul terbuat dari tembok sehingga memperkecil adanya pendangkalan akibat adanya

erosi tanah

Ragunan II Terawat dan kondisi perairan tidak ada tanaman pengganggu Ragunan Pemancingan Terawat dan kondisi perairan tidak ada tanaman pengganggu

Mangga Bolong Setengah luas dari waduk sudah diberi tanggul terbuat dari tembok sehingga memperkecil adanya pendangkalan akibat adanya

erosi tanah

Ragunan III Kotor dan terdapat banyak sampah

Salam Masih alami dan di sekitar waduk banyak ditumbuhi tanaman Sagu Tidak terawat dan banyak sampah yang terdapat di badan waduk Balai Bibit Terjadi pendangkalan akibat sampah, lumpur, pasir, dan pengurukan Siguragura Sangat kotor dan banyak sampah

Jakarta Pusat

Lembang Terawat dan tidak terlihat ada proses pendangkalan

Melati Terawat namun terjadi pendangkalan yang disebabkan limbah rumah tangga

Taman Ria Senayan Tidak terawat dan terjadi proses pendangkalan akibat dari lumpur

Jakarta Barat

Tomang Barat Kondisi air keruh, kehitaman, dan tercemar limbah domestik Empang Bahagia Terpelihara dan kondisi air kontinyu

Hutan Kota Srengseng Terpelihara dan sekitar waduk ditumbuhi pepohonan Pos Pengumben Terpelihara dan sekitar waduk ditumbuhi pepohonan

Bojong Telah diberi tanggul terbuat dari tembok sehingga memperkecil adanya pendangkalan akibat adanya erosi tanah

Wijayakusuma Terpelihara dan kondisi air kontinyu

Jakarta Timur

Rawa gelam Tidak terawat, dipenuhi tumbuhan air, air berbau, hitam, dan tercemar Rawa Badung Tidak terawat, dipenuhi tumbuhan air, air berbau, hitam, dan tercemar Sunter Hulu Masih alami dan tidak tercemar

Kelapa Dua Wetan Sebagian sudah terawat, air keruh, dan tidak tercemar Rawa Dongkal Sebagian alami, air keruh, dan tidak tercemar

Pedongkelan Terjadi proses pendangkalan karena sampah dan tumbuhan air Ria Rio Terjadi proses pendangkalan dan penyempitan lahan

Elok Terjadi pendangkalan akibat sampah, lumpur, pasir dan pengurukan Tipar Kondisi waduk kotor dan banyak sampah

(19)

3 Pendangkalan dan pencemaran yang terjadi di waduk menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada waduk tersebut. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap upaya pemeliharaan waduk menjadi penyebab pendangkalan. Misalnya anggapan masyarakat bahwa waduk merupakan tempat penampungan sampah serta pembangunan bangunan liar di sekitar bantaran waduk. Pendangkalan tersebut menyebabkan terjadi penurunan fungsi waduk sebagai tempat penampung air, sehingga dapat menyebabkan terjadinya banjir apabila waduk tidak cukup untuk menampung air ketika hujan turun. Potensi bencana banjir di Indonesia sangat besar dilihat dari topografi dataran rendah, cekungan dan sebagian besar wilayahnya adalah lautan. Curah hujan yang tinggi di daerah hulu dapat menyebabkan banjir di daerah hilir. Apalagi untuk daerah-daerah yang tinggi permukaan tanahnya lebih rendah atau hanya beberapa meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan data dan informasi bencana Indonesia yang dikelola Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2013 menunjukkan bahwa bencana banjir merupakan kejadian terbanyak yang terjadi di DKI Jakarta selama beberapa tahun terakhir.

Upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini adalah dengan menerapkan berbagai kebijakan yang dapat mengendalikan seluruh pihak untuk ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu bentuk kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa adanya perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan ruang terbuka hijau merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan banjir khususnya di perkotaan.

(20)

4

pembangunan ruang terbuka hijau. Pembangunan ruang terbuka hijau di sekitar Waduk Ria Rio diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggal masyarakat dan mengurangi dampak banjir yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Berdasarkan data luas waduk dan situ yang dikelola oleh BPLHD tahun 2012 menunjukkan bahwa luas Waduk Ria Rio sebelum dilakukannya normalisasi adalah seluas 3,85 hektar, setelah dilakukan proyek normalisasi luas waduk bertambah menjadi seluas 6,8 hektar. Manfaat sosial ekonomi dari Waduk Ria Rio ini perlu diidentifikasi, untuk itu akan dilakukan penelitian tentang analisis manfaat sosial ekonomi normalisasi Waduk Ria Rio Jakarta.

1.2 Perumusan Masalah

Waduk Ria Rio yang berlokasi di perbatasan Rukun Warga (RW) 13 dan RW 15 Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur ini penting, karena merupakan daerah resapan penampungan air dari rumah-rumah beberapa RW di Kelurahan Kayu Putih. Selain itu, Waduk Ria Rio juga berdampak pada kelancaran saluran air pada pemukiman warga. Pendangkalan pada Waduk Ria Rio menyebabkan daya tampung waduk menurun, sehingga jika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi kapasitas waduk tidak dapat menampung air sehingga terjadi banjir.

Warga juga mengeluhkan pengurugan yang dilakukan pihak PT. Pulomas terhadap lahan-lahan di kawasan tersebut untuk dibangun perumahan Pasadena dan Pulomas Residence. Hal ini menurut warga, membuat pemukiman warga di sekitarnya menjadi rawan banjir. Ketika banjir Januari 2013 lalu, ketinggian air mencapai dua meter. Penyebabnya diantaranya adalah saluran air yang idealnya memiliki kedalaman dua meter tersebut, saat ini hanya tinggal 0,5 meter saja. Sementara itu menurut ketua RW 09 Kelurahan Kayu Putih, sedikitnya ada lima RW yang selalu terkena banjir akibat buruknya saluran air di sepanjang jalan Pulomas Barat, yaitu RW 09, RW 10, RW 11, RW 13 dan RW 151.

1

(21)

5 Kondisi Waduk Ria Rio yang cukup memprihatinkan tersebut membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan normalisasi Waduk Ria Rio, sehingga saluran air yang mengalami pendangkalan dapat kembali pada kondisi normal dan dapat menampung aliran air dari pemukiman warga dengan lancar. Normalisasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi waduk sebagai tempat penampungan air untuk pengendali banjir. Selain itu, perencanaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga dilaksanakan untuk menambah penyerapan air dan mengurangi polusi yang ditimbulkan asap kendaraan, sehingga dapat digunakan sebagai sarana rekreasi warga. Oleh karena itu, partisipasi warga sekitar kawasan waduk sangat diperlukan untuk pelaksanaan proyek normalisasi dan keberlangsungan pemanfaatannya. Berdasarkan rumusan masalah di atas maka beberapa pertanyaan timbul, yakni:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio?

2. Apa saja manfaat sosial ekonomi dari normalisasi Waduk Ria Rio bagi masyarakat?

3. Berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian RTH di Waduk Ria Rio?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai WTP dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian RTH di sekitar Waduk Ria Rio?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi manfaat sosial ekonomi normalisasi Waduk Ria Rio. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio.

2. Mengidentifikasi manfaat sosial ekonomi normalisasi Waduk Ria Rio bagi masyarakat.

(22)

6

4. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai WTP dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian RTH di sekitar Waduk Ria Rio.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1. Bagi pengelola, penelitian ini memberikan informasi mengenai kesediaan membayar (WTP) dan besarnya nilai WTP dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian RTH di sekitar Waduk Ria Rio.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat bermanfaat untuk pemecahan masalah serupa dengan berbekal pengetahuan yang sudah diperoleh dalam perkuliahan.

3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan masukan para pengambil kebijakan dalam rangka pengembangan RTH yang berkelanjutan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan dalam penelitian ini meliputi beberapa hal, diantaranya adalah:

1. Wilayah penelitian ini adalah kawasan Waduk Ria Rio, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.

2. Obyek penelitian ini adalah masyarakat yang tempat tinggalnya di sekitar wilayah Waduk Ria Rio.

(23)

7

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Fungsi Waduk

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2010, waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan. Bendungan adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang, atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk. Waduk berfungsi untuk pengelolaan sumberdaya air yang ditujukan untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya air guna kepentingan wilayah sekitar atau lingkungan waduk, serta pada kawasan hilir waduk, yang meliputi penyimpanan air dan pengendalian banjir. Situ adalah suatu wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, dengan sumber air berasal dari air tanah atau air permukaan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1990 tentang pengawasan kawasan lindung waduk memiliki jarak sempadan hingga radius 200 meter, sedangkan untuk situ memiliki jarak sempadan 50-100 meter. Termasuk dalam kategori situ apabila luas permukaannya kurang dari 0,5 m2 dengan kedalaman kurang dari 20 meter, termasuk dalam kategori waduk apabila luas permukaannya lebih dari 0,5 m2 dan memiliki kedalaman dari 50 meter.

Menurut Naryanto et al. (2009), fungsi waduk terbagi menjadi fungsi sosial, ekonomi, budaya, dan fungsi ekologi. Fungsi sosial, ekonomi, dan budaya waduk diantaranya adalah untuk keperluan air minum, keperluan pertanian, sarana transportasi, pembangkit tenaga listrik, sarana olahraga air, dan pariwisata. Selain itu terdapat juga fungsi ekologi waduk yakni sebagai pengendali banjir, pengatur tata air, habitat kehidupan liar atau spesies endemik.

2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan 2.1.1 Definisi dan Pengertian Ruang terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

(24)

8

bangunan. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, sedangkan izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, proporsi RTH pada wilayah kota adalah minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota.

2.1.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Penurunan kualitas dan kuantitas RTH membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai konsentrasi untuk melakukan upaya penambahan RTH mengingat fungsi RTH yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/2008 RTH memiliki empat fungsi, yaitu sebagai fungsi ekologis yakni memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Hal ini termasuk ke dalam fungsi utama (intrinsik) dari RTH.

(25)

9 secara keseluruhan, menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota, pembentuk faktor keindahan arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/2008 manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah), dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

2.2 Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses menggabungkan dan mengorganisir data-data indera untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh 2009). Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Pada persepsi sosial ada dua hal yang ingin diketahui, yaitu keadaan dan perasaan orang lain saat ini, di tempat ini komunikasi non lisan (kontak mata, busana, gerak tubuh, dan lain sebagainya) atau lisan dan kondisi yang lebih permanen yang ada dibalik segala yang tampak saat ini baik niat, sifat, motivasi, dan sebagainya yang diperkirakan menjadi penyebab kondisi saat ini.

(26)

10

difokuskan pada beberapa objek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lainnya akan menyebabkan perbedaan persepsi, kedua adalah set yakni harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya seorang pelari siap di garis awal terdapat set bahwa akan terdengar pistol di saat ia harus berlari, ketiga adalah kebutuhan, yakni kebutuhan-kebutuhan sesaat atau yang menetap akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, keempat adalah sistem nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, dan kelima adalah ciri kepribadian, misalnya watak, karakter dan kebiasaan akan mempengaruhi pula persepsi (Nurhayati 2010).

2.3 Teknik Valuasi Non Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana Willingness to Pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini disebut juga dengan revealed WTP atau keinginan membayar yang terungkap. Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru yang disebut random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survey dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup populer dan juga akan digunakan dalam penelitian ini adalah Contingent Valuation Method (CVM). Pada penelitian ini CVM dilakukan dengan teknik survei. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumber daya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. CVM pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar masyarakat, keinginan menerima misalnya kerusakan suatu lingkungan (Fauzi 2010).

(27)

11 CVM. Pada tahapan ini peneliti harus terlebih dahulu memiliki konsep yang jelas tentang apa yang akan divaluasi, perubahan kualitas, dan kuantitas apa yang menjadi concern kebijakan, serta jenis barang atau jasa non pasar apa yang akan divaluasi. Misalnya apakah CVM akan diarahkan untuk menilai dampak kehilangan nilai non guna dari kerusakan lingkungan (daerah aliran sungai, hutan lindung, atau wilayah pesisir) dan jenis layanan apa saja yang dievaluasi (jasa lingkungan, fungsi hidrologis, dan sebagainya). Oleh karena CVM adalah metode analisis yang mengandalkan teknik survei, maka pada tahap kedua yakni konstruksi skenario hipotetik akan sangat bergantung dari konteks yang akan dianalisis. Aspek ini pula yang memberikan nama contingent dalam CVM karena nilai yang diduga akan sangat bergantung (contingent) dari berbagai skenario dan pertanyaan yang diajukan. Pada tahap ini jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan akan sangat berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan pada analisis CVM. Tiga elemen esensial dalam tahap kedua ini yaitu deskripsi perubahan kebijakan yang akan dievaluasi, deskripsi pasar yang akan dikembangkan, dan deskripsi metode pembayaran (Pearce et al. dalam Fauzi 2014).

Elemen pertama yang menyangkut deskripsi perubahan kebijakan pada dasarnya memberikan informasi yang berarti pada responden tentang dampak dari skenario kebijakan yang ditawarkan. Pada elemen ini, deskripsi kebijakan paling tidak harus memuat dua skenario dasar yakni kondisi saat ini yang akan dijadikan sebagai reference point dan skenario target dari dampak kebijakan yang diusulkan dengan komponen atribut yang ditawarkan misalnya kualitas air semakin baik, debit air meningkat, dan sebagainya.

(28)

12

yang tepat, antara lain: kapan kebijakan tersebut dijalankan; kapan pembayaran harus dilakukan untuk berapa lama; dan sebagainya.

Elemen ketiga yakni metode pembayaran harus secara rinci dijelaskan pada survei CVM. Responden harus diberikan informasi yang jelas apakah pembayaran akan dilakukan melalui tarif masuk, pajak, atau melalui penambahan harga pada barang dan jasa yang dikonsumsi. Pembayaran juga dapat dilakukan secara sukarela (voluntary) di mana pembayaran tidak melalui mekanisme tetap, seperti halnya pajak dan tarif masuk.

Tahapan berikutnya dalam metode CVM adalah metode elisitasi. Metode elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu. Format elisitasi dalam CVM pada umumnya terdiri dari lima jenis yaitu open ended, bidding game, payment card, single bounded dichotomous, dan double bounded dichotomous.

2.4 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi pustaka diperoleh beberapa penelitian yang terkait dengan RTH, dan kesediaan membayar untuk konservasi lingkungan. Hasil penelitian-penelitian tersebut dijadikan rujukan dalam penelitian-penelitian ini.

(29)

13 rataan WTP tertinggi terhadap keberadaan Taman Menteng sebesar Rp49.630 dibandingkan masyarakat sekitar sebesar Rp16.844 dan pengunjung sebesar Rp5.522.

Han et al. (2009) melakukan estimasi willingness to pay untuk konservasi lingkungan pada studi kasus Cagar Alam Kanas di Xinjiang, China. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi WTP masyarakat untuk konservasi lingkungan dan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi WTP. Hasil dari penelitian akan membantu pembuat kebijakan dan pengelola lokasi di China untuk memperhatikan tambahan yang berarti untuk meningkatkan status keuangan cagar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 81% responden menyatakan bahwa penting untuk menjaga keaslian dari lingkungan di Kanas, yang berarti responden memiliki pandangan yang baik terhadap Cagar Alam Kanas dan mendukung perlindungan lingkungan. Responden bersedia membayar bid di $20, $50, $100 yang paling banyak dipilih. Sekitar 27% tidak bersedia membayar. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP adalah pandangan dan perlakuan terhadap Cagar Alam Kanas, sedangkan jenis kelamin, umur, pendapatan, dan lokasi asal tidak berpengaruh nyata.

(30)

14

pengecualian. Berikut pada Tabel 3 merupakan hasil penelitian terdahulu yang telah dirangkum.

Tabel 3 Matriks penelitian terdahulu

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah metode contingent valuation yang digunakan untuk menghitung WTP responden terhadap upaya pelestarian RTH, sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi dan objek penelitian. Selain itu penelitian ini memiliki tujuan lain yaitu mengidentifikasi manfaat sosial ekonomi normalisasi waduk Ria Rio.

Peneliti Tujuan Metode Hasil

Faiqoh (2013) mengkaji apakah keberadaan Taman dan lainnya. Dalam penelitian ini, berdasarkan metode biaya pengganti nilai ekonomi keberadaan Taman Menteng jauh lebih besar daripada pendekatan WTP, yaitu sebesar Rp 463.976.011.445,00. keaslian lingkungan di cagar. Hasil mean WTP didapatkan sebesar RMB 54,5 dimana lebih besar dari median WTP sebesar RMB 30. Hal ini menunjukkan mayoritas

Hasil estimasi WTP terbaik dari seluruh rumah tangga adalah sebesar $774.000. Berdasarkan model yang telah diestimasi, isu ikatan lingkungan dapat

meningkatkan pajak properti rumah tangga satu waktu sebesar $192. isu ikatan lingkungan dapat

(31)

15

III KERANGKA PEMIKIRAN

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa jumlah kejadian bencana banjir di Indonesia menempati posisi paling tinggi pada perbandingan jumlah kejadian bencana per jenis bencana hingga akhir tahun 2013. Hal ini dapat diartikan bahwa bencana banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dibandingkan dengan bencana lain hingga akhir tahun 2013. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan proyek normalisasi waduk dalam rangka mengatasi permasalahan banjir yang terjadi di Jakarta. Pemerintah ingin membangun RTH di sekitar waduk sehingga dapat menjadi kawasan resapan air dan mengurangi dampak banjir. Selain itu proyek normalisasi waduk juga bertujuan untuk mengembalikan fungsi waduk agar dapat menampung air dalam jumlah besar.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan menyebutkan bahwa adanya perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan ruang terbuka hijau merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan banjir khususnya di perkotaan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sekitar untuk pelaksanaan proyek normalisasi dan upaya pelestarian ruang terbuka hijau di sekitar waduk sangat diperlukan agar keberlangsungan pemanfaatannya dapat terjaga.

(32)

16

: Ruang lingkup penelitian

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Peningkatan Bencana Banjir di

Analisis Deskriptif Metode CVM Analisis Regresi

(33)

17

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Waduk Ria Rio dan masyarakat di sekitar RTH Waduk Ria Rio, tepatnya sepanjang jalan Pulomas Barat yaitu RW 13 dan RW 15 Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Pulogadung. Pemilihan lokasi tersebut ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Waduk Ria Rio berlokasi di perbatasan RW 13 dan RW 15, sehingga sangat penting fungsinya bagi masyarakat diantaranya sebagai daerah resapan penampungan air dari rumah-rumah beberapa RW di Kelurahan Kayu Putih. Selain itu juga berdampak pada kelancaran banyaknya saluran air di pemukiman warga yang mengalami pendangkalan dan penyumbatan. Kondisi tersebut menyebabkan air tidak mengalir lancar masuk ke Waduk Ria Rio, khususnya saat musim hujan banyak saluran air di pemukiman warga mengalami pendangkalan dan penyumbatan, sehingga air tidak mengalir lancar masuk ke waduk Ria Rio. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

(34)

18

kegiatan, serta laporan dari instansi terkait seperti Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta dan kantor Kelurahan Kayu Putih.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel untuk data primer dipilih berdasarkan stratified random sampling. Pada metode ini responden terpilih berdasarkan jarak tempat tinggal ke lokasi proyek normalisasi Waduk Ria Rio. Pada pelaksanaannya responden yang terpilih dibagi ke dalam tiga wilayah. Wilayah pertama adalah responden yang jarak tempat tinggalnya 200 meter dari lokasi proyek, wilayah kedua adalah responden yang jarak tempat tinggalnya 300 meter dari lokasi proyek, dan wilayah ketiga adalah responden yang jarak tempat tinggalnya 400 meter dari lokasi proyek. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 90 orang, masing-masing sejumlah 30 orang pada setiap stratifikasi jarak. Responden yang terpilih dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang bertempat tinggal di Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Pulogadung RW 13 dan RW 15 yang berbatasan langsung dengan Waduk Ria Rio. Responden merupakan kepala rumah tangga atau individu perwakilan dari setiap rumah tangga.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

(35)

19 Tabel 4 Matriks analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Analisis

Data

1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio.

Data primer Analisis deskriptif dengan pendekatan persepsi 2. Mengidentifikasi manfaat sosial ekonomi normalisasi

Waduk Ria Rio.

Data primer Analisis deskriptif

3. Mengestimasi besarnya nilai WTP dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian ruang terbuka hijau di Waduk Ria Rio

Data primer Contingent Valuation Method (CVM) 4. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi besarnya nilai WTP dari masyarakat sekitar terhadap upaya pelestarian ruang terbuka hijau di Waduk Ria Rio.

Data primer Regresi linear berganda

4.4.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan RTH di Sekitar Waduk Ria Rio

Responden diberikan pertanyaan terkait beberapa fungsi dari pembangunan RTH yang meliputi fungsi ekologis, fungsi sosial, fungsi budaya, dan fungsi estetika. Analisis ini ditujukan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio. Kriteria penilaian persepsi masyarakat dijelaskan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Kriteria penilaian persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio

No Pernyataan Jawaban Responden

STS TS S SS

1 RTH dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan

2 Pengelolaan RTH menjadi tanggung jawab masyarakat

3 Masyarakat akan ikut merasakan dampaknya apabila RTH tidak ada

4 RTH merupakan aset masa depan sehingga perlu dijaga

(36)

20

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis persepsi dengan rataan skor. Metode ini mengenali indikator utama dalam normalisasi Waduk Ria Rio. Indikator mengenai normalisasi Waduk Ria Rio meliputi persepsi masyarakat terhadap Waduk Ria Rio dan persepsi mengenai pembangunan RTH pada sekitar kawasan Waduk Ria Rio. Bobot nilai jawaban responden pada kuisioner adalah dengan Skala Likert yang diberi secara kuantitatif dari 1 sampai 4. Cara penilaian terhadap hasil jawaban responden dengan Skala Likert dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6 Bobot nilai jawaban responden

Jawaban responden Bobot nilai

Sangat setuju 4

Setuju 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

Untuk mengambil kesimpulan pada setiap variabel digunakan rata-rata dari setiap indikator. Nilai rata-rata tersebut diperoleh dari penjumlahan hasil kali total responden pada masing-masing skor dengan skornya, kemudian dibagi dengan jumlah total responden secara keseluruhan. Rumus yang digunakan untuk mencari rataan skor tersebut adalah:

∑ ...(1)

Sumber: Nazir (2002)

Keterangan: Rs = Rata-rata

ni = Responden yang memiliki skor tertentu

si = Bobot skor

N = Jumlah total responden

Interpretasi selanjutnya diperoleh dengan mencari nilai rataan skor dengan rumus:

...(2)

Sumber: Nazir (2002)

Keterangan: Rs = Rata-rata

m = Jumlah alternatif jawaban tiap pernyataan

(37)

21

Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang skala yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai skor rataan

Skor rataan Jawaban responden Interpretasi hasil

1,00 - 1,75 Sangat tidak setuju Sangat buruk

1,76 - 2,50 Tidak setuju Buruk

2,51 - 3,25 Setuju Baik

3,26 - 4,00 Sangat setuju Sangat baik

4.4.2 Identifikasi Manfaat Sosial Ekonomi Normalisasi Waduk Ria Rio Bagi Masyarakat

Analisis manfaat sosial ekonomi normalisasi Waduk Ria Rio dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif bertujuan untuk mengetahui manfaat sosial ekonomi dari normalisasi Waduk Ria Rio yang telah dirasakan oleh masyarakat di sekitar wilayah Waduk Ria Rio. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari observasi di lapangan. Hasil penelitian di lapangan dengan wawancara menggunakan alat bantu kuesioner diinterpretasikan untuk menggambarkan kenyataan di lapangan. Hasil dari analisis tersebut dapat menjelaskan manfaat apa saja yang telah diterima oleh masyarakat akibat adanya normalisasi Waduk Ria Rio.

4.4.3 Estimasi Nilai WTP dari Masyarakat Terhadap Upaya Pelestarian RTH di Sekitar Waduk Ria Rio

(38)

22

menentukan kesediaan membayar menurut Hanley dan Spash (1993) memiliki enam tahapan.

1. Membuat Pasar Hipotetik

Pasar hipotetik dibentuk atas dasar terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang terjadi akibat penurunan kondisi Waduk Ria Rio sehingga menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan salah satu instrumen ekonomi yaitu pembayaran jasa lingkungan sebagai bentuk pelestarian. Keberlanjutan RTH tergantung pada partisipasi masyarakat dalam mengelola dan melestarikan RTH.

Pasar hipotetik:

Keberadaan ruang terbuka hijau pada Waduk Ria Rio memiliki fungsi yang beragam bagi masyarakat, diantaranya adalah sebagai sarana rekreasi keluarga, sarana olahraga, sarana penelitian dan pelatihan dalam mempelajari alam, sebagai areal konservasi lingkungan hijau, sebagai produsen oksigen, menyerap polusi udara, memberikan kesejukan, menjalin komunikasi antar warga, dan mengurangi kebisingan. Fungsi yang beragam tersebut mebuat keberadaan ruang terbuka hijau pada Waduk Ria Rio sangat penting karena akan meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan dengan tujuan memaksimumkan tingkat kesejahteraan warga dengan menciptakan lingkungan yang lebih baik dan sehat, sehingga diperlukan upaya untuk pelestarian ruang terbuka hijau pada Waduk Ria Rio. Oleh karena itu pengelola mengajak masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian ruang terbuka hijau pada Waduk Ria Rio. Biaya yang didapatkan dari partisipasi tersebut selanjutnya digunakan sebagai salah satu sumber dana bagi rencana upaya pelestarian pelestarian ruang terbuka hijau pada Waduk Ria Rio, seperti peningkatan fasilitas taman, pembuatan lubang biopori, sumur resapan, dll.

Pertanyaan menyangkut skenario yaitu:

Apakah Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia berpartisipasi dalam rangka upaya pelestarian RTH dengan mengeluarkan sejumlah dana dan berapa besar dana

yang bersedia dibayarkan?”

2. Mendapatkan besarnya nilai penawaran WTP

(39)

23 3. Menghitung dugaan nilai rataan WTP

Nilai rataan WTP diperoleh dari penjumlahan keseluruhan nilai WTP dibagi dengan keseluruhan jumlah responden. Dugaan Rataan WTP dihitung dengan rumus (Hanley dan Spash 1993)

...(3)

Keterangan:

EWTP = Dugaan rataan WTP (Rp) Wi = Nilai WTP ke-i (Rp) n = Jumlah responden (orang)

i = Responden ke-i yang bersedia membayar (i=1,2,...,n) 4. Menduga kurva permintaan WTP

Kurva permintaan WTP responden dibentuk menggunakan jumlah kumulatif dari jumlah individu yang bersedia memilih suatu nilai WTP tertentu. 5. Menentukan total WTP

Setelah mendapatkan nilai rataan WTP, maka nilai total WTP didapatkan dengan mengalikan nilai rataan WTP dengan jumlah keseluruhan rumah tangga dalam populasi.

...(4) Keterangan:

TWTP = Total WTP responden (Rp) EWTPi = Dugaan rataan WTP ke-i (Rp) P = Jumlah populasi (orang) i = Responden ke-i (i=1,2,...,n)

Jumlah populasi yang termasuk ke dalam perhitungan ini adalah jumlah kepala keluarga di Kelurahan Kayu Putih.

6. Mengevaluasi model CVM

Pelaksanaan model CVM dievaluasi dilihat dari nilai R² dari model Ordinary Least Square (OLS) WTP.

4.4.3.1 Hipotesis penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(40)

24

responden laki-laki bertindak sebagai kepala keluarga dalam sebuah rumah tangga cenderung lebih tegas dalam pengambilan keputusan dibandingkan responden perempuan.

2. Usia responden diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP, artinya semakin bertambah usia responden maka nilai WTP yang akan diberikan diduga akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena usia cenderung mempengaruhi pola pikir seseorang dalam pengambilan keputusan dan kepedulian terhadap lingkungan.

3. Tingkat pendidikan responden diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka nilai WTP yang akan diberikan diduga akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan cenderung mempengaruhi pola pikir seseorang untuk mendapatkan suatu kondisi lingkungan yang lebih baik dan nyaman. 4. Tingkat pendapatan keluarga responden diduga berpengaruh positif

terhadap nilai WTP, artinya semakin tinggi pendapatan keluarga maka nilai WTP yang akan diberikan diduga akan semakin tinggi.

5. Jumlah tanggungan keluarga responden diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTP, artinya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga responden maka diduga nilai WTP yang akan diberikan akan semakin menurun.

6. Lama tinggal responden diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP, artinya semakin lama seorang responden tinggal di lokasi tersebut maka diduga nilai WTP yang akan diberikan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama responden tinggal di suatu lokasi maka responden akan memiliki rasa peduli terhadap lingkungan tempat tinggalnya.

7. Jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTP, artinya semakin jauh jarak tempat tinggal responden maka diduga nilai WTP yang akan diberikan semakin menurun.

(41)

25 4.4.4 Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi WTP Masyarakat

Model regresi berganda dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya WTP responden. Persamaan regresi berganda nilai WTP dalam penelitian adalah sebagai berikut:

WTPi= β0 + β1JKi+ β2Ui + β3PDDKi+ β4PDPTi + β5JTKi + β6LTi + β7JTTi

+ β8STTi + ε

...(5)

Keterangan:

WTPi = Nilai WTP responden ke i (Rp) β0 = Intercept

β1..β8 = Koefisien regresi

JKi = Jenis kelamin responden ke-i (1 = laki-laki, 0 = perempuan)

Ui = Usia responden ke-i (tahun)

PDDKi = Lama pendidikan formal responden ke-i (tahun)

PDPTi = Pendapatan rumah tangga responden ke-i (Rp/bulan)

JTKi = Jumlah tanggungan keluarga responden ke- i (orang)

LTi = Lama tinggal responden ke-i di lokasi penelitian (tahun)

JTTi = Jarak tempat tinggal responden ke-i (meter)

STTi = Status tempat tinggal responden ke-i (1 = milik sendiri, 0 =

kontrak)

ε

= Galat atau error

i = Responden ke-i (i=1,2,...,n) 4.4.4.1 Pengujian Parameter

Pengujian parameter regresi dilakukan dengan menguji signifikasi nilai koefisien regresi secara parsial yang diperoleh dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Pengujian parameter secara statistik menguji apakah persamaan matematis yang akan dipergunakan untuk meramalkan sudah cocok atau belum (goodness of fit test) atau menguji apakah setiap koefisien dari suatu variabel bebas dapat menunjukkan bahwa pengaruh variabel tersebut terhadap variabel tak bebas cukup nyata (significant) (Firdaus 2004).

a. Pengujian statistik

(42)

26

1. Uji keandalan

Menurut Firdaus (2004), koefisien determinasi mengukur tingkat ketepatan/kecocokan (goodness of fit) dari regresi linear sederhana maupun berganda. Pada regresi linear berganda hubungan tiga variabel yaitu regresi Y terhadap X2 dan X3, ingin diketahui berapa besarnya persentase sumbangan X2

dan X3 terhadap variasi naik turunnya Y secara bersama-sama. Besarnya persentase sumbangan ini disebut koefisien determinasi berganda (R²). Semakin dekat nilai R² dengan satu, maka semakin cocok garis regresi untuk meramalkan Y. Rumus umum untuk mencari nilai R² adalah

...(6)

Keterangan:

R2 = Koefisien determinasi JKR = Jumlah kuadrat regresi JKT = Jumlah kuadrat total 2. Statistik uji t

Menurut Firdaus (2004), analisis untuk menguji signifikasi nilai koefisien regresi secara parsial yang diperoleh dengan menggunakan metode OLS adalah statistik uji t. Rumus umum untuk mencari nilai thitung dari masing-masing koefisien regresi

adalah:

...(7) Hipotesis statistik: Ho: β = 0 (X tidak berpengaruh terhadap Y)

H1: β ≠ 0 (X berpengaruh terhadap Y)

Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Jika thit ≥ ttab atau thit ≤ ttab maka Ho

ditolak atau terima Ho jika ttab< thit < ttab , dengan ttabel = t 0,5α;df=n-2

3. Statistik uji f

Menurut Firdaus (2004), pengujian hipotesis koefisien regresi berganda dilakukan dengan analisis varian. Analisis varian dalam regresi berganda pada hakikatnya diperlukan untuk menunjukkan sumber-sumber variasi yang menjadi komponen variasi dari model regresi. Analisis varian ini akan menghasilkan pengertian tentang bagaimana pengaruh sekelompok variabel bebas secara bersama-sama

b

(43)

27 terhadap variabel tak bebas. Statistik uji yang digunakan dalam hal ini adalah statistik uji f. Rumus umum untuk mencari nilai fhitung adalah

Statistik uji:

...(8) Keterangan:

JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat

K = jumlah peubah Kriteria uji:

Tolak H0 jika Fhit≥ Ftab , Ftab= Fα(v1,v2) dimana v1 = 1 dan v2 = n  2 b. Pengujian ekonometrika

Pengujian ekonometrika terhadap model dapat dilakukan dengan uji asumsi klasik. Asumsi yang dimaksud adalah data residual menyebar normal, tidak ada hubungan linear sempurna antar variabel bebas, komponen sisaan memiliki nilai harapan sama dengan nol dan ragamnya konstan untuk setiap pengamatan, serta tidak adanya korelasi antar sisaan. Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

1. Uji normalitas

Menurut Juanda (2009), normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi dimana variabel sisaan memiliki distribusi normal. Normalitas dalam statistik parameter seperti regresi dan Analysis of Variance merupakan syarat utama. Maksud data berdistribusi normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sisaan terstandardisasi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan pada nilai sisaan model. Asumsi normalitas dapat diperika dengan pemeriksaan output normal P-P plot atau normal Q-Q plot. Asumsi normalitas terpenuhi ketika penyebaran titik-titik output plot mengikuti garis diagonal plot dan ketika pengujian menghasilkan P-value (Sign) > α. Nilai alpha ditentukan sebesar 1%, 5%, atau 10%.

2. Uji multikolinearitas

(44)

28

model tersebut, jika hubungan tersebut ada maka dikatakan bahwa peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda sempurna (multikolinearitas). Multikolinearitas dapat dideteksi dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF > 10, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model tersebut mengalami multikolinearitas. 3. Uji heteroskedastisitas

Menurut Juanda (2009), salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa ragam sisaan sama atau homogen. Jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi maka akan mengalami heteroskedastisitas. Sala satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan melakukan uji White. Tahapan dalam melakukan uji White adalah sebagai berikut:

a. Estimasi regresi dengan OLS sehingga memperoleh residu ei,

b. Lalu kerjakan regresi pelengkap berikut ini:

ei2= Ai+ A2 X2i+A3 X3i+A4 X2i2+A5 X3i2+A6 X2i X3i+vi ...(9)

c. Tentukan nilai R2 dari regresi pelengkap dengan hipotesis nol bahwa tidak ada heteroskedastisitas.

d. Jika nilai khi- kuadrat yang diperoleh melebihi nilai khi-kritis pada tingkat signifikansi yang dipilih atau jika nilai ρ nilai khi-kuadrat yang dihitung cukup rendah (1-5%), hipotesis nol bisa ditolak.

4. Uji autokorelasi

Menurut Juanda (2009), salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada korelasi serial antar sisaan. Jika antar sisaan tidak bebas, maka dapat dikatakan model mengalami autokorelasi. Masalah ini dapat dilihat dari sisaan dalam suatu periode waktu berkorelasi langsung dengan sisaan dalam periode waktu berikutnya. Statistik uji yang sering digunakan adalah uji Durbin-Watson. Tabel 8 merupakan selang nilai statistik DW serta keputusannya.

Tabel 8 Selang nilai statistik Durbin Watson serta keputusannya

Hipotesis nol Keputusan Jika

tidak ada autokorelasi positif tolak 0 < d < dl tidak ada autokorelasi positif tidak ada keputusan dl ≤ d ≤ du tidak ada autokorelasi negatif tolak 4-dl < d <4 tidak ada autokorelasi negatif tidak ada keputusan 4-du ≤ d ≤ 4-dl tidak ada autokorelasi positif dan

negatif

(45)

29 V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Peneliti

an ini dilakukan di perumahan Pulomas dan pemukiman Pedongkelan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Lokasi ini merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan Waduk Ria Rio. Waduk tersebut merupakan waduk yang sedang dilaksanakan proyek normalisasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai dari akhir tahun 2013. Normalisasi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas daya tampung waduk dan kualitas lingkungan sekitar waduk. Kelurahan Kayu Putih merupakan satu dari tujuh kelurahan yang terdapat di Kecamatan Pulogadung. Kelurahan Kayu Putih merupakan salah satu kelurahan dari 65 kelurahan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas wilayah ± 437,15 Ha yang terdiri dari 17 Rukun Warga (RW) dan 182 Rukun Tetangga (RT). Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Kayu Putih adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Kelapa Gading Sebelah Barat : Kelurahan Cempaka Putih Sebelah Timur : Kelurahan Pulogadung Sebelah Selatan : Kelurahan Rawamangun

(46)

30

Tabel 9 Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kelurahan Kayu Putih Tahun 2013

Kelompok usia (Tahun)

Jumlah penduduk

Jumlah (orang)

Persentase

Laki-laki Perempuan (%)

0-4 1.684 1.565 3.249 6,13

5-9 2.366 2.274 4.640 8,76

10-14 2.151 1.954 4.105 7,75

15-19 1.931 1.845 3.776 7,13

20-24 1.949 1.999 3.948 7,45

25-29 2.563 2.669 5.232 9,88

30-34 2.859 2.713 5.572 10,52

35-39 2.710 2.788 5.498 10,38

40-44 2.375 2.216 4.591 8,67

45-49 1.870 1.755 3.625 6,84

50-54 1.274 1.295 2.569 4,85

55-59 994 998 1.992 3,67

> 59 2.085 2.093 4.178 7,89

Total 52.975 100

Sumber: Laporan tahunan Kelurahan Kayu Putih (2013)

(47)

31 Tabel 10 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kelurahan Kayu Putih

Tahun 2013

Mata pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

Pegawai Negeri/Swasta/ABRI 27.382 52,35

Pedagang 2.160 4,13

Pensiunan 732 1,40

Buruh 161 0,31

Lain-lain 21.872 41,81

Total 52.307 100

Sumber: Laporan tahunan Kelurahan Kayu Putih (2013)

Tingkat pendidikan warga Kelurahan Kayu Putih sebagian besar sudah tamat SLTA yaitu sebanyak 20.104 orang atau sebesar 38,67%. Selanjutnya warga yang sudah tamat SLTP sebanyak 17.863 orang atau sebesar 34,36%, sudah tamat Akademi atau Perguruan Tinggi sebanyak 8.228 atau sebesar 15,83%, dan warga yang tidak menempuh pendidikan formal sebanyak 2.451 orang atau sebesar 4,72%. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan terakhir di Kelurahan Kayu Putih Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan terakhir di Kelurahan Kayu Putih Tahun 2013

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak sekolah 2.451 4,72

Tamat SD 3.336 6,42

Tamat SLTP 17.863 34,36

Tamat SLTA 20.104 38,67

Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 8.228 15,83

Total 51.982 100

Sumber: Laporan tahunan Kelurahan Kayu Putih (2013)

5.2 Karakteristik Responden

(48)

32

jumlah anggota keluarga, status tempat tinggal, lama tinggal, dan jarak tempat tinggal.

5.2.1 Usia dan jenis kelamin

Responden terdiri dari 46 orang penduduk laki-laki atau sebesar 51,11% dan 44 orang penduduk perempuan atau sebesar 48,89%. Responden laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan karena waktu wawancara dilakukan bukan pada hari kerja, sehingga kepala keluarga mudah untuk ditemui. Responden paling banyak terdapat pada kelompok usia 44 sampai dengan 55 tahun dengan jumlah responden sebanyak 36 orang atau sebesar 40%. Persentase umur dan jenis kelamin responden dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Usia dan jenis kelamin responden

Usia (tahun) Jumlah responden (orang) Persentase (%)

20 – 31 8 8,89

32 – 43 24 26,67

44 – 55 36 40

56 – 67 19 21,11

> 67 3 3,33

Total 90 100

Jenis kelamin Jumlah responden (orang) Persentase (%)

Laki-laki 46 51,11

Perempuan 44 48,89

Total 90 100

5.2.2 Tingkat pendapatan keluarga

(49)

33 sebesar 30%. Distribusi tingkat pendapatan keluarga responden per bulan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Tingkat pendapatan keluarga responden per bulan

Tingkat pendapatan Jumlah responden (orang) Persentase (%)

< Rp1.000.000 6 6,67

Rp1.000.000 - Rp2.400.000 48 53,33

Rp2.400.001 - Rp3.400.000 8 8,89

Rp3.400.001 - Rp4.000.000 1 1,11

> Rp4.000.000 27 30

Total 90 100

5.2.3 Lama pendidikan formal

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pola pikir dalam pengambilan suatu keputusan. Berdasarkan hasil observasi di lapang, responden sebagian besar berpendidikan SLTA dan Sederajat dan perguruan tinggi yaitu masing-masing sebesar 25%. Sebanyak 21,11% responden menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD, 20% hingga tingkat SLTA dan Sederajat, dan hanya satu orang responden atau sebesar 1,11% yang menyelesaikan pendidikan hingga tingkat diploma. Distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Tingkat pendidikan responden

Tingkat pendidikan Jumlah responden (orang) Persentase (%)

SD 19 21,11

SLTP dan Sederajat 20 22,22

SLTA dan Sederajat 25 27,78

Diploma 1 1,11

Perguruan Tinggi 25 27,78

Total 90 100

5.2.4 Jumlah anggota keluarga

(50)

34

kecenderungan untuk mempengaruhi nilai WTP. Distribusi jumlah anggota keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah tanggungan keluarga responden

Jumlah tanggungan keluarga (orang) Jumlah responden (orang) Persentase (%)

1 5 5,56

2 15 16,67

3 25 27,78

4 27 30,00

5 15 16,67

6 1 1,11

7 2 2,22

Total 90 100

5.2.5 Jenis pekerjaan

Jenis pekerjaan responden di RW 13 dan RW 15 Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Pulogadung sangat bervariasi. Sebagian besar responden bekerja sebagai buruh dan wiraswasta, dengan persentase sebesar 36,67% atau sebanyak 33 orang untuk yang bekerja sebagai buruh, selanjutnya untuk yang bekerja sebagai wiraswasta sebesar 34,44% atau sebanyak 31 orang. Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta sebesar 21,11% atau sebanyak 19 orang, pensiunan sebanyak 4,44% atau sebanyak empat orang, supir sebesar 2,22% atau sebanyak 2 orang, dan petugas dinas sosial sebesar 1,11% atau sebanyak satu orang. Distribusi jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Jenis pekerjaan responden

Jenis pekerjaan Jumlah responden (orang) Persentase (%)

Buruh 33 36,67

Pegawai swasta 19 21,11

Pensiunan 4 4,44

Supir 2 2,22

Wiraswasta 31 34,44

Petugas dinas sosial 1 1,11

(51)

35 5.2.6 Status kepemilikan tempat tinggal

Sebagian besar responden tinggal di rumah milik sendiri yaitu sebanyak 78 orang atau sebesar 86,67%, sedangkan sebanyak 12 orang atau sebesar 13,33% tinggal di rumah milik orang lain. Distribusi status kepemilikan tempat tinggal responden dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Status kepemilikan tempat tinggal responden

Status kepemilikan Jumlah responden (orang) Persentase (%)

Milik sendiri 78 86,67

Kontrak 12 13,33

Total 90 100

5.2.7 Lama tinggal

Lama tinggal di lokasi penelitian dapat mempengaruhi nilai WTP untuk pelestarian ruang terbuka hijau, karena semakin lama responden tinggal di lokasi tersebut maka rasa memiliki dan peduli terhadap lingkungannya cenderung semakin tinggi. Lama tinggal di lokasi penelitian mengindikasikan pengetahuan responden terhadap perubahan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Lama tinggal responden di lokasi penelitian paling tinggi ada pada kisaran 29 sampai dengan 43 tahun yaitu sebanyak 33 orang atau sebesar 36,67%. Distribusi lama tinggal responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Lama tinggal responden di lokasi penelitian

Lama tinggal (tahun) Jumlah responden (orang) Persentase (%)

< 14 10 11,11

14 – 28 26 28,89

29 – 43 33 36,67

44 – 58 21 23,33

Total 90 100

5.2.8 Sebaran tempat tinggal

(52)

36

04, RT 05, RT 06, dan RT 07 yang berbatasan dengan Waduk Ria Rio dalam jarak 400 meter. Wilayah RT yang dipilih merupakan wilayah tempat tinggal yang berbatasan langsung dengan lokasi Waduk Ria Rio. Distribusi sebaran tempat tinggal responden dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran tempat tinggal responden

Jarak tempat tinggal (meter) Jumlah responden (orang) Persentase (%)

200 30 33,33

300 30 33,33

400 30 33,33

(53)

37

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan RTH di Sekitar Waduk Ria Rio

Persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio merupakan suatu penilaian masyarakat terhadap pentingnya keberadaan RTH untuk meningkatkan kelestarian lingkungan. Penilaian persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio adalah dengan melakukan wawancara kepada 90 orang responden. Perhitungan penilaian skor rataan Skala Likert dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 20 menunjukkan tingkat persepsi masyarakat berdasarkan interval nilai tanggapan. Berdasarkan Tabel 20, ditunjukkan bahwa setiap indikator persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio bernilai baik. Hal ini disebabkan masyarakat menganggap bahwa keberadaan RTH penting bagi keberlanjutan pelestarian lingkungan. Keadaan lingkungan yang berada dalam kondisi kurang baik, terlihat dari kondisi lingkungan yang sebelumnya sangat kurang penghijauan dan tidak terawat juga merupakan salah satu pendukung nilai persepsi masyarakat terhadap keberadaan RTH.

(54)

38

Responden yang jarak tempat tinggalnya 200 meter dari lokasi RTH memiliki tingkat persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang jarak tempat tinggalnya 300 meter dan 400 meter dari lokasi RTH, karena responden yang tempat tinggalnya jauh dari lokasi RTH merasa belum secara signifikan merasakan manfaat dari keberadaan RTH. Kecepatan banjir untuk surut meningkat setelah adanya RTH di lingkungan masyarakat. Hal ini membuat masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk menjaga dan mengelola RTH agar tetap lestari, sehingga masyarakat juga akan tetap merasakan manfaat positif dari keberadaan RTH. Persepsi masyarakat bahwa masyarakat akan ikut merasakan dampaknya apabila RTH tidak ada memiliki tingkat persepsi yang baik dengan nilai Skala Likert 3,03. RTH di lingkungan tempat tinggal masyarakat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dari sisi lingkungan. Sebelum adanya RTH di lingkungan tempat tinggal masyarakat, apabila terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi maka masyarakat akan terkena banjir di wilayah lingkungan tempat tinggalnya. Responden yang jarak tempat tinggalnya 200 meter dari lokasi RTH sangat merasakan dampak banjir tersebut dibandingkan dengan responden yang jarak tempat tinggalnya 300 meter dan 400 meter dari lokasi RTH, karena lokasi tempat tinggal yang berada persis di sekitar Waduk Ria Rio. Hal ini membuat masyarakat semakin peduli dengan penghijauan yang ada di lingkungan sekitar.

Tabel 20 Persepsi masyarakat terhadap pembangunan RTH di sekitar Waduk Ria Rio

No Pernyataan Jawaban Responden Nilai

skala Tingkat dampaknya apabila RTH tidak ada

4 RTH merupakan aset masa depan - - 2,93 0,08 3,01 Baik sehingga perlu dijaga

5 Keberadaan RTH di wilayah saya - 0,11 1,96 1,15 3,22 Baik

sangat penting

Gambar

Tabel 1  Luas waduk  dan situ yang terdapat di DKI Jakarta
Tabel 3  Matriks penelitian terdahulu
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran
Tabel 4  Matriks analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Didasarkan pada kesimpulan yang diperoleh, sehingga penelitian ini berimplikasi bahwa; 1) meskipun penerapan metode penugasan telah mencapai Kriteria Ketuntasan

Penelitian Akuntabilitas dan Transparansi Berbasis Bagi hasil ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Akuntabilitas dan Transparansi Berbasis Bagi Hasil di Toko

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis serangga tanah yang terdapat di perkebunan Desa Pattallassang, Kecamatan Pattallasang, Kabupaten Gowa, Provinsi

Gambaran Psychological Well-Being Pada Indovidu Lanjut Usia Yang Tinggal di Panti Wredha,

Menurut Hosnan (2014: 284) pemilihan model pembelajaran Discovery Learning dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk: 1) Membantu peserta didik untuk belajar

Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri

Hasil dari penelitian tentang Peran Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Bangunan Dan Tanah Dalam Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Penjaringansari Kota Surabaya

We observed iliac crest bone marrow culture and fracture callus extract culture at the second and fourth week after fracturization as the source of plastic-adherent cells and..