HYGIENE SANITASI PADA BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh:
NIM. 101000348
JENNY SISWI DELIMA SIPAHUTAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HYGIENE SANITASI PADA BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 101000348
JENNY SISWI DELIMA SIPAHUTAR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
HYGIENE SANITASI PADA BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) MEDAN PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM. 101000348
JENNY SISWI DELIMA SIPAHUTAR
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juli 2012 dan Dinyatakan
Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
ABSTRAK
BP4 Medan merupakan salah satu jenis rumah sakit khusus milik pemerintah Propinsi Sumatera Utara yaitu unit pelayanan kesehatan masyarakat untuk pengobatan dan perawatan khusus penyakit paru-paru misalnya TBC Paru (Tuberculosis). Sebagai rumah sakit khusus, BP4 Medan dituntut memenuhi kriteria hygiene sanitasi meliputi petugas kesehatan maupun kesehatan lingkungannya. Adapun parameter lain juga menentukan mutu pelayanan rumah sakit itu sendiri antara lain tingkat suhu, kelembaban, pencahayaan dan kebisingan. Penyakit paru memiliki potensi menular pada orang lain karena berhubungan dengan hygiene petugas kesehatan lingkungan berdasarkan Permenkes RI No. 1204 Tahun 2004 mengenai Hygiene Sanitasi Rumah Sakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi pada BP4 Medan khususnya petugas dan sarana kesehatan lingkungan apakah sudah memenuhi persyaratan atau belum sesuai dengan Permenkes RI No.1204 Tahun 2004.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk melihat gambaran penerapan hygiene sanitasi petugas kesehatan dan sarana kesehatan lingkungan pada BP4 Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene petugas kesehatan pada BP4 Medan belum semua memenuhi persyaratan kesehatan sesuai prinsip hygiene sanitasi yang diterapkan di rumah sakit khusus seperti BP4 Medan antara lain petugas yang tidak selalu memakai masker, tidak menggunakan sarung tangan, bercakap-cakap waktu bekerja, tidak mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah menangani pasien dan petugas didapati makan dan minum di ruangan. Untuk sarana kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat yaitu pengelolaan limbah padat dan cair, toilet dan kamar mandi yang melebihi kapasitas, tempat pencucian linen/laundry serta binatang pengganggu yang masih bisa masuk ke lingkungan.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi dan kesehatan lingkungan pada BP4 Medan disarankan kepada Kepala BP4 Medan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi persyaratan dan memberikan pelatihan tentang prinsip-prinsip hygiene sanitasi bagi petugas kesehatan pada BP4 Medan.
ABSTRACT
BP4 Medan is one of the special hospitals of community health service unit owned b y the government of North Sumatera for health treatment and special treatment of lung such as tuberculosis. As one special hospital, BP4 Medan should fulfill the criteria of sanitation hygiene including health officers and its environmental. Other parameters determining the quality of the hospital are such as humidity degree, lighting and noisy. Tuberculosis is a malignant disease and can spread for other people caused by any contact with health officers or its environmental based on Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004 concerning with sanitation hygiene.
The objective of this research was to know to descript of sanitation hygiene at BP4 Medan especially those health officers and the facilities of health environmental whether it fulfilled health requirement or Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004.
The method used was descriptive to know to descript of the application sanitation hygiene of health officers and facilities of environmental at BP4 Medan.
The results of research showed that not all hygiene of health officers at BP4 Medan fulfilled health requirement in accordance with the principle of sanitation hygiene applied in hospital such as BP4 Medan such as without masker during working, without gloves, talking at working, without washing hand before and after caring the patients, eating and drinking in hospital room. For environmental health which did not fulfill health requirements were such as solid and liquid management, toilet and over capacity bathroom, laundry as well as other intruder animals entering the environmental.
In creating good sanitation hygiene and environmental, it is suggested for head of BP4 Medan to improve the facilities of sanitation and give the training related to the principles of sanitation health for health officers an BP4 Medan,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Jenny Siswi Delima Sipahutar Data Pribadi
Tempat Tanggal Lahir: Pematang Siantar, 14 September 1973
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Kawin
Jumlah Anak : 2 (dua) orang
Alamat Rumah : Jl. Gaperta Ujung No. 22E Medan
Alamat Kantor : Jl. Asrama No.18 Medan
1. SD : SD Negeri No.125540 Mulai tahun 1980 s/d 1986 Riwayat Pendidikan
2. SMP : SMP Negeri 1 Pematang Siantar tahun 1986 s/d 1989
3. SMA : SMA Negeri 3 Pematang Siantar tahun 1989 s/d 1992
4. DIPLOMA : PAMS – KL DepKes RI Kaban Jahe tahun 1992 s/d 1995
5. S1 : Tugas Belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Mulai tahun 2010 s/d 2012
1. Bekerja di Universitas Darma Agung tahun 1997 s/d 2001 Riwayat Pekerjaan
2. Bekerja di PT. Timur Jaya Cold Storage Tanjung Balai mulai tahun 2001 s/d 2002
KATA PENGANTAR
Terpujilah Tuhan karena anugerahNyalah sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Hygiene Sanitasi Pada Balai Pengobatan
Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2012”. Untuk memenuhi prasyarat meraih gelar kesarjanaan pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan
penghargaan yang tidak terhingga dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Drs. Surya Utama,MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarat
Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu, fikiran dan memberikan bimbingan sehingga selesainya
skripsi ini.
3. dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing II dan sebagai Dosen
Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan memberikan
bimbingan sehingga selesainya skripsi ini.
4. Ir. Evi Naria,M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran
dan memberikan bimbingan sehingga selesainya skripsi ini.
5. Ir. Indra Chahaya S, MSi, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan
6. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Penguji III yang telah
memberikan kritikan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Dra. Jumirah,Apt, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
banyak meluangkan waktu, fikiran dan memberikan bimbingan sehingga
selesainya skripsi ini
8. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar pada FM USU Medan beserta staf pendidikan
yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama peneliti
mengikuti pendidikan.
9. dr. Adlan Lufti, S,Sp.P selaku Kepala BP4 Medan dan seluruh staf yang telah
memberikan ijin penelitan kepada peneliti sehingga penelitian dapat berjalan
dengan lancar.
10.Kepala BTKL Medan yang telah membantu peneliti dalam pemeriksaan
kualitas air bersih BP 4 Medan.
11.Suamiku Drs.R.B.Napitupulu, M.Si dan anakku Kristi Prilnasbet Napitupulu
dan Mega Marlinsensi Napitupulu yang telah memberikan dukungan dan doa
buat peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai selesainya
skripsi ini.
12.Kakakku Sahat Sipahutar, Ratna Sipahutar, Hotman Sipahutar, Debora
Sipahutar, Ester Sipahutar, Nana Sipahutar, Budi Sipahutar dan adikku
Novianti Sipahutar, Johan Sipahutar dan Erlistina Tumanggor yang telah
13.Saudaraku keluarga dr. Budi Napitupulu/R. Br. Tampubolon yang telah
memberikan doa dan dukungan kepada peneliti sejak mengikuti pendidikan
sampai selesainya skripsi ini.
14.Sahabatku : Teguh Rahardjo, Neti Marpaung, Sriana Florensi, Veronika, Siti
Khalijah, Mery Lanca dan semua teman-teman satu peminatan di FKM USU
yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas doa dan dukungannya.
Dengan segala kerendahan hati, disadari sepenuhnya skripsi ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terima kasih.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1. Tujuan Umum ... 4
1.3.2. Tujuan Khusus ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi... 6
2.1.1. Hygiene... 6
2.1.2. Sanitasi ... 7
2.2 Pengertian BP4 dan Rumah Sakit ... 9
2.2.1. Kategori Rumah Sakit Menurut Kepmenkes Nomor 340 Tahun 2010 Tentang Rumah Sakit ... 10
2.2.1.1. Rumah Sakit Umum ... 10
2.2.1.2. Rumah Sakit Khusus ... 10
2.3. Infeksi Nosokomial ... 10
2.3.1. Pengertian Infeksi Nosokomial ... 10
2.3.2. Sumber Infeksi... 11
2.3.3. Proses Infeksi Nosokomial ... 11
2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 12
2.4. Tuberkulosis dan Kejadiannya ... 14
2.5. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 ... 15
2.5.1. Bangunan dan Halaman ... 15
2.5.2. Pencahayaan, Penghawaan, Kelembaban dan Kebisingan ... 18
2.5.2.1. Pencahayaan ... 18
2.5.2.2. Penghawaan ... 19
2.5.2.3. Kelembaban ... 20
2.5.3. Fasilitas Sanitasi ... 22
2.5.4. Pengelolaan Limbah Cair ... 37
2.5.4.1. Kolam Stabilisasi Air Limbah ... 37
2.5.4.2. Kolam Oksidasi Air Limbah ... 37
2.5.4.3. Anaerobic Filter Treatment System... 38
2.5.4.4. Septik-Tank ... 39
2.5.4.5. Sifat Limbah Cair ... 40
2.5.4.6. Langkah-langkah Pengolahan Limbah Cair... 40
2.5.5. Penglolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry) ... 42
2.5.6. Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu Lainnya ... 43
2.5.7. Dokontaminasi dengan Disinfeksi dan Sterilisasi ... 44
2.6. Kerangka Konsep ... 45
BAB 3. METODE PENELITIAN... 46
3.1. Jenis Penelitian... 46
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 46
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 46
3.2.2. Waktu Penelitian ... 46
3.3. Objek Penelitian dan Sampel ... 46
3.3.1. Objek Penelitian ... 46
3.3.2. Sampel ... 46
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47
3.4.1. Data Primer ... 47
3.4.2. Data Sekunder... 47
3.4.3. Observasi ... 47
3.5. Definisi Operasional ... 47
3.6.Aspek Pengukuran ... 50
3.6.1. Pengukuran Intensitas Cahaya (Lux Meter) ... 50
3.6.2. Pengukuran Kelembaban dalam Ruangan ... 51
3.6.3. Pengukuran Kebisingan... 51
3.6.4. Pengambilan Sampel Air Bersih dari Kran ... 52
3.6.5. Pemeriksaan Kualitas Air Bersih ... 52
3.6.5.1.Fisika ... 52
3.6.5.2.Kimia... 55
3.6.5.3.Kimia Organik ... 70
3.7.Analisis Data... 73
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 74
4.1.Gambaran Demography ... 74
4.1.1. Lokasi Penelitian... 74
4.1.2. Ketenagaan BP4 Medan ... 74
4.2.Hygiene Petugas Kesehatan ... 74
4.3.Kesehatan Lingkungan BP4 Medan ... 76
4.4.Ruang Bangunan ... 77
4.5. Kelembaban dan Suhu Ruangan ... 78
4.6. Pencahayaan Ruangan... 79.
4.7.Kebisingan ... 81
4.8. Penyediaan air bersih ... 81
4.9. Toilet dan Kamar Mandi ... 82
4.10.Pengolahan Limbah Padat ... 83
4.11.Pengolahan Limbah cair ... 84
4.12. Pengolahan Tempat Pencucian Linen/Laundry ... 85
4.13. Pengendalian Serangga dan Tikus serta Binatang Pengganggu Lain .. 86
BAB 5 PEMBAHASAN ... 87
5.1. Hygiene Petugas Kesehatan ... 87
5.2. Kesehatan Lingkungan... 93
5.2.1. Lingkugan ... 93
5.2.2. Bangunan dan halaman ... 95
5.2.3. Kelembaban dan Suhu Ruagan BP4 Medan ... 96
5.2.4. Pencahayaan Ruangan ... 97
5.2.5. Kebisingan ... 99
5.2.6. Penyediaan Air Bersih ... 101
5.2.7. Toilet dan Kamar Mandi ... 101
5.2.8. Pengelolaan Limbah Padat ... 102
5.2.9. Pengelolaan Limbah Cair ... 103
5.2.10. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen/Laundry... 104
5.2.11. Pengendalian Serangga dan Tikus Serta Binatang Pengganggu Lainnya ... 105
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 107
6.1. Kesimpulan ... 107
6.2. Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit... 18
Tabel 2.2. Standar Suhu dan Kelembaban Menurut Fungsi Ruang atau Unit .. 20
Tabel 2.3. Indeks Kebisingan Menurut Ruangan Atau Unit ... 21
Tabel 2.4. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya . 25 Tabel 4.1. Ketenagaan BP4 Medan Tahun 2012 ... 73
Tabel 4.2. Karakteristik petugas kesehatan BP4 Medan meliputi jenis kelamin, umur dan pendidikan ... 74
Tabel 4.3. Distribusi Petugas Kesehatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada BP4 Medan Tahun 2012. ... 74
Tabel 4.4. Hygiene Petugas Kesehatan BP4 Medan Tahun 2012... 75
Tabel 4.5.Kesehatan Lingkungan BP4 Medan Tahun 2012 ... 76
Tabel 4.6. Ruangan BP4 Medan Tahun 2012 ... 77
Tabel 4.7 Kelembaban dan Suhu Ruangan di BP4 Medan ... 78
Tabel 4.8. Pencahayaan Ruangan atau Unit BP4 Medan... 79
Tabel 4.9. Kebisingan Ruangan atau Unit BP4 Medan ... 80
Tabel 4.10. Penyediaan Air Bersih di BP4 Medan ... 81
Tabel 4.11. Toilet dan Kamar Mandi di BP4 Medan ... 81
Tabel 4.12. Pengelolaan Limbah Padat di BP4 Medan Tahun 2012 ... 82
Tabel 4.13 . Pengelolaan Limbah Cair di BP4 Medan Tahun 2012... 83
Tabel 4.14. Pengolahan Linen di BP4 Medan Tahun 2012 ... 84
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Observasi Hygiene Petugas
Lampiran 2. Lembar Observasi Kesehatan Lingkungan
Lampiran 3. Dokumentasi Pada Saat Melakukan Penelitian
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian Kepada Kepala BP4 Medan dan Kepala BTKL Medan
Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian dari Kepala BP4 Medan
Lampiran 6. Hasil Uji Laboratorium dari Kepala BTKL Medan
Lampiran 7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004
ABSTRAK
BP4 Medan merupakan salah satu jenis rumah sakit khusus milik pemerintah Propinsi Sumatera Utara yaitu unit pelayanan kesehatan masyarakat untuk pengobatan dan perawatan khusus penyakit paru-paru misalnya TBC Paru (Tuberculosis). Sebagai rumah sakit khusus, BP4 Medan dituntut memenuhi kriteria hygiene sanitasi meliputi petugas kesehatan maupun kesehatan lingkungannya. Adapun parameter lain juga menentukan mutu pelayanan rumah sakit itu sendiri antara lain tingkat suhu, kelembaban, pencahayaan dan kebisingan. Penyakit paru memiliki potensi menular pada orang lain karena berhubungan dengan hygiene petugas kesehatan lingkungan berdasarkan Permenkes RI No. 1204 Tahun 2004 mengenai Hygiene Sanitasi Rumah Sakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi pada BP4 Medan khususnya petugas dan sarana kesehatan lingkungan apakah sudah memenuhi persyaratan atau belum sesuai dengan Permenkes RI No.1204 Tahun 2004.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat deskriptif untuk melihat gambaran penerapan hygiene sanitasi petugas kesehatan dan sarana kesehatan lingkungan pada BP4 Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene petugas kesehatan pada BP4 Medan belum semua memenuhi persyaratan kesehatan sesuai prinsip hygiene sanitasi yang diterapkan di rumah sakit khusus seperti BP4 Medan antara lain petugas yang tidak selalu memakai masker, tidak menggunakan sarung tangan, bercakap-cakap waktu bekerja, tidak mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah menangani pasien dan petugas didapati makan dan minum di ruangan. Untuk sarana kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat yaitu pengelolaan limbah padat dan cair, toilet dan kamar mandi yang melebihi kapasitas, tempat pencucian linen/laundry serta binatang pengganggu yang masih bisa masuk ke lingkungan.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi dan kesehatan lingkungan pada BP4 Medan disarankan kepada Kepala BP4 Medan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi yang belum memenuhi persyaratan dan memberikan pelatihan tentang prinsip-prinsip hygiene sanitasi bagi petugas kesehatan pada BP4 Medan.
ABSTRACT
BP4 Medan is one of the special hospitals of community health service unit owned b y the government of North Sumatera for health treatment and special treatment of lung such as tuberculosis. As one special hospital, BP4 Medan should fulfill the criteria of sanitation hygiene including health officers and its environmental. Other parameters determining the quality of the hospital are such as humidity degree, lighting and noisy. Tuberculosis is a malignant disease and can spread for other people caused by any contact with health officers or its environmental based on Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004 concerning with sanitation hygiene.
The objective of this research was to know to descript of sanitation hygiene at BP4 Medan especially those health officers and the facilities of health environmental whether it fulfilled health requirement or Health Ministry Rule the Republic of Indonesia of 2004.
The method used was descriptive to know to descript of the application sanitation hygiene of health officers and facilities of environmental at BP4 Medan.
The results of research showed that not all hygiene of health officers at BP4 Medan fulfilled health requirement in accordance with the principle of sanitation hygiene applied in hospital such as BP4 Medan such as without masker during working, without gloves, talking at working, without washing hand before and after caring the patients, eating and drinking in hospital room. For environmental health which did not fulfill health requirements were such as solid and liquid management, toilet and over capacity bathroom, laundry as well as other intruder animals entering the environmental.
In creating good sanitation hygiene and environmental, it is suggested for head of BP4 Medan to improve the facilities of sanitation and give the training related to the principles of sanitation health for health officers an BP4 Medan,
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yang merata dan mutu yang memadai serta terjangkau
dengan mengutamakan kesehatan masyarakat dan penyehatan lingkungan tidak hanya
tanggung jawab pemerintah saja tapi seluruh masyarakat Indonesia yang mencintai
hidup sehat dan bersih untuk tercapainya kualitas kesehatan yang optimal.
Peningkatan kualitas hidup merupakan usaha untuk mendapatkan kenyamanan hidup
yang dapat dinikmati sendiri selama hidup, juga diharapkan dapat diberikan atau
diwariskan kepada anak cucu (Wardhana, 1999).
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang berlandaskan pada perikemanusiaan,
pemberdayaan, kemandirian, adil dan merata. Perhatian khusus pada penduduk
rentan, antara lain ibu, bayi, anak, lanjut usia (lansia), dan keluarga miskin (Renstra
Kemenkes, 2010).
Setiap masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya (UU RI No. 44, 2009).
Penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan kedalam suatu model atau
yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut
pada hakikatnya adalah paradigma kesehatan lingkungan (Achmadi, 2011).
Dalam pencapaian kemampuan untuk hidup sehat tidak terlepas dari peran
serta swasta dan masyarakat yang pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya
kesehatan untuk mencapai hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal dengan melakukan usaha peningkatan (promotif),
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang
bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Mukono, 2008).
Penyakit paru seperti ISPA dan TBC adalah masalah kesehatan utama di
Indonesia dengan kejadian kesakitan dan kematian terbanyak di Indonesia. Maka
didirikan BP4 sebagai sarana pelayanan kesehatan spesialistik paru yang bertanggung
jawab melaksanakan program kesehatan paru dengan cara menyelenggarakan
pembinaan, monitoring, fasilitasi, evaluasi dan pengendalian penyelenggaraan
kesehatan paru masyarakat dengan fungsinya adalah melakukan bimbingan teknis di
bidang kesehatan paru kepada sarana kesehatan di wilayahnya melalui metode
pelaksanaan mengunjungi puskesmas dengan penanggung jawab adalah Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Utara didampingi oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pelaksanaan kegiatan melalui koordinasi di Puskesmas dan
pembinaan terhadap petugas puskesmas dilaksanakan terhadap 28 Kabupaten/Kota di
Propinsi Sumatera Utara (Peraturan GUBSU, 2010).
Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis bahwa dari 60
petugas pada BP4 masih banyak yang belum menerapkan hygiene perorangan,
seperti tidak memakai masker dan sarung tangan pada saat menangani pasien,
bercakap-cakap sambil bekerja, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah
menangani pasien dengan sabun serta makan/minum di ruangan. Selain itu kondisi
sanitasi lingkungan pada BP4 juga masih memperihatinkan seperti belum tersedianya
tempat penampungan sampah sesuai jenis sampah, dan sampah domestik dibakar di
tanah. Dampak hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang memenuhi
persyaratan kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan lingkungan.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengetahui secara detail
kondisi hygiene sanitasi pada BP4 Medan berdasarkan Permenkes RI No. 1204/
MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Dengan demikian dampak negatif yang ditimbulkan dapat dikurangi atau dihilangkan
demi mewujudkan keadaan sehat yang optimal bagi manusia dan lingkungan BP4.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, ditemukan bahwa
petugas kesehatan dan pada BP4 Medan belum menerapkan hygiene perorangan dan
kesehatan lingkungan belum memenuhi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan hygiene sanitasi pada BP4 Medan Propinsi
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penerapan hygiene petugas kesehatan BP4 Medan yang ada
di Poli Konsultan, poli Anak, Poli Asma/UGD, Poli PPOK, Poli Pojok Dots, Poli
Pengobatan TB, Poli Gizi, Poli Berhenti Merokok, Poli Pleura dan Unit
Radiologi, Laboratorium, Poli Faal Paru (Spirometri), dan Poli Mantoux.
2. Untuk mengetahui keadaan kesehatan lingkungan BP4 Medan meliputi :
a. Bangunan dan halaman BP4 Medan
b. Pencahayaan, penghawaan suhu, kelembaban dan kebisingan
c. Untuk mengetahui persyaratan fasilitas sanitasi meliputi :
1) Penyediaan air bersih pada BP4 Medan.
2) Fasilitas toilet dan kamar mandi pada BP4 Medan.
3) Pengelolaan limbah padat pada BP4 Medan.
4) Pengelolaan limbah cair pada BP4 Medan.
5) Pengelolaan tempat pencucian Linen/Laundry pada BP4 Medan.
6) Pengendalian serangga, tikus dan binatang penganggu lainnya pada BP4
Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dengan cara peningkatan penerapan hygiene sanitasi yang
memenuhi syarat kesehatan.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Sebagai instansi induk BP4 Medan dalam membantu pengadaaan anggaran
atau biaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan untuk menunjang
penerapan hygiene sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan.
3. Peneliti
Untuk mendapatkan data sekaligus pengalaman dalam wawancara dan
observasi langsung guna penyusunan karya tulis sebagai salah satu
persyaratan memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat yang
mempunyai kemampuan dan berkualitas dalam mengamati dan menilai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi
2.1.1. Hygiene
Menurut Kusnoputranto (2000), Hygiene ialah suatu upaya pencegahan
penyakit yang menitikberatkan pada usaha-usaha kesehatan perseorangan atau
manusia beserta lingkungan hidup manusia. Sedangkan menurut Mukono (2000),
Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh faktor yang membantu
atau mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui
masyarakat.
Menurut Depkes RI (2004), Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air
bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk
kebersihan piring, membuang makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan
makanan secara keseluruhan. Menurut Azrul Azwar (2000), Hygiene adalah usaha
kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap
kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh kondisi
lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.
Hygiene petugas kesehatan diterapkan dengan upaya selalu memakai
masker ketika bertugas, memakai sarung tangan, mencuci tangan dengan sabun
sebelum dan sesudah menangani pasien, tidak bercakap-cakap sambil bekerja,
tidak makan/minum sambil menangani pasien dan memakai peralatan makan/minum
yang bersih (Ardhi,2010).
2.1.2. Sanitasi
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap pelbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Notoatmojo,1996).
Sanitasi sering juga disebut dengan sanitasi lingkungan dan kesehatan
lingkungan, sebagai suatu usaha pengendalian semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia yang diperkirakan dapat menimbulkan hal-hal yang
mengganggu perkembangan fisik, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya
(Adisasmito, 2006).
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang
optimum pula (Notoatmojo,1996).
UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan
lingkungan meliputi penyehatan air, udara, penanganan limbah padat, limbah cair,
limbah gas, radiasi, dan kebisingan, pengendalian faktor penyakit, dan penyehatan
atau pengamanan lainnya.
Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan lingkungan, sangatlah diperlukan
adanya multi disiplin kerja agar kegiatannya dapat berjalan dengan baik. Misalnya
diperlukan tenaga ahli di bidang air bersih, ahli kimia, ahli biologi, ahli teknik, ahli
Sanitasi rumah sakit yaitu upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan
fisik, kimiawi dan biologis di rumah sakit, yang menimbulkan atau mengakibatkan
pengaruh buruk pada kesehatan jasmani, rohani dan kesejahteraan sosial bagi
petugas, penderita, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit (Sanropi, 2005).
Sanitasi adalah usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatan
kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Kusnoputranto, 2000).
Sanitasi adalalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subjeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar tidak dibuang
sembarangan (Depkes RI, 2004).
Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana
lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan
diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, 2000).
Ilmu sanitasi lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang
meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan
mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang
dapat mengancam kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2007).
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mendukung perilaku hidup sehat dan
bersih. Misalnya hygiene sudah baik karena petugas mau mencuci tangan dengan
bersih memakai sabun sebelum dan sesudah menangani pasien, tetapi jika keadaan
sanitasi lingkungan buruk misalnya karena tidak tersedianya air bersih yang cukup
maka mencuci tangan tidak dapat dilakukan dengan baik dan sempurna.
2.2. Pengertian BP4 dan Rumah Sakit
Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan adalah Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang menyelenggarakan upaya
kesehatan paru secara berkesinambungan, paripurna, menyeluruh dan terpadu yang
melayani penyakit khusus rawat jalan yaitu dengan pelayanan rujukan dalam upaya
kesehatan tingkat lanjutan kesehatan spesialistik termasuk rumah sakit khusus
kelas B (Peraturan GUBSU, 2010).
Rumah Sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan (Depkes RI, 2002).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persayaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, menyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan.
2.2.1. Kategori Rumah Sakit Menurut Kepmenkes Nomor 340 Tahun 2010 Tentang Rumah Sakit
2.2.1.1 Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi rumah
sakit umum kelas A, B, C dan D.
2.2.1.2. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ atau jenis penyakit. Jenis Rumah Sakit khusus antara lain
Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta,
Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut,
Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.
Rumah sakit khusus yang menampung hanya satu jenis pelayanan spesialisasi
seperti RS Jiwa, RS Mata, RS Tuberkulosa Paru (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus
diklasifikasikan menjadi rumah sakit khusus kelas A, B dan C.
2.3. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah suatu kondisi lokal atau sistemik sebagai reaksi
lanjut dari agen infeksi yang ada toksinnya, yang tidak tampak atau dalam masa
inkubasinya pada saat masuk rumah sakit (Dirjen PPM dan PL Depkes RI, 2010).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita ketika penderita
tersebut dirawat di rumah sakit, atau pernah dirawat di rumah sakit dan baru
menampakkan gejala setelah pulang dari rumah sakit (Djojodugito, 2004).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit, atau infeksi
yang disebabkan oleh kuman yang di dapat selama berada di rumah sakit dengan
ketentuan:
1. Pada saat masuk RS tidak didapat tanda-tanda klinis dan tidak sedang dalam
masa inkubasi penyakit tersebut.
2. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak dirawat di RS.
3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa rawat lebih lama dari masa inkubasi
penyakit tersebut (Dirjend Pelayanan Medik, 2002).
2.3.2. Sumber Infeksi A. Manusia
Manusia sebagai pasien yang berobat merupakan sumber infeksi bagi
penderita lain dan petugas kesehatan seperti dokter, perawat, petugas lain yang
sedang sakit serta pengunjung bisa berperan sebagai karier sehat.
Benda, bahan, dan alat berperan sebagai sumber infeksi dan juga sebagai
perantara. Tangan petugas rumah sakit mempunyai peranan sangat penting akan
penularan infeksi nosokomial.
2.3.3. Proses Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial bisa berupa :
1. Infeksi Silang (Cross Infection).
Hal ini disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang/penderita lain di
rumah sakit secara langsung atau tidak langsung.
2. Infeksi lingkungam (environmental infection).
Disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda/bahan tak bernyawa yang
berada di lingkungan rumah sakit.
3. Infeksi sendiri (self infection auto infection).
Disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat
dari satu jaringan ke jaringan lain (Dinas Kesehatan Pemprovsu,2000).
2.3.4. Pencegahan Infeksi Nosokomial
Dasar upaya pencegahan yang berkaitan dengan petugas kesehatan adalah
dengan melaksanakan hygiene perorangan seperti selalu mancuci tangan sampai
bersih dengan sabun/antiseptik sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien,
melaksanakan teknik antiseptik pada ruangan, selalu memakai alat steril, menjaga
kebersihan lingkungan dan memakai alat pelindung diri seperti masker dan sarung
Berdasarkan faktor lingkungan yang mempengaruhi infeksi nosokomial yaitu
ruangan pemeriksaan pasien yang ditetapkan seperti pengaturan bangunan, lalu
lintas atau jalur jalan, pencahayaan, ventilasi, penyediaan air bersih, fasilitas cuci
tangan, pembuangan limbah, sanitasi ruangan dan dapur serta pengawasan terhadap
serangga dan tikus (Dokumen RKL & RPL BP4, 2005).
A. Sumber dampak
Penggunaan peralatan medis yang terkontaminasi oleh kuman berupa :
1. Tindakan yang dapat menyebabkan masuknya kuman ke dalam saluran
pernafasan.
2. Banyaknya pasien yang berobat dan menjadi sumber infeksi bagi pasien
lain.
3. Kontak langsung antara pasien yang menjadi sumber infeksi dengan
pasien lainnya.
4. Kontak langsung antara petugas yang terkontaminasi oleh kuman dengan
pasien yang dirawatnya.
5. Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya.
B. Jenis dan ukuran dampak
Jenis dampak yang ditimbulkan yaitu infeksi silang dari pasien atau infeksi
di sekitarnya. Penularan bisa melalui percikan dahak pasien atau kondisi
pengelolaan ruangan yang kurang baik (lembab) dan tidak steril yang
menyebabkan daya tahan kuman/ bakteri mycobakterium tuberkulosis lebih
lama. Kontak langsung pasien dengan seseorang yang memiliki daya tahan tubuh
rendah menyebabkan mudah tertularnya penyakit (Depkes RI, 2007).
C. Upaya pengelolaan dampak
Melakukan kegiatan yang berbentuk penghilangan kuman penyebab infeksi
misalnya pembersihan ruangan dengan antiseptik 2 x sehari (pagi dan sore),
mencegah kuman agar tidak sampai pada pasien dan orang lain serta menjauhkan
pasien yang rentan dengan cara isolasi sumber kuman patogen (Depkes RI,
2002).
D. Dampak resiko
Bagi pasien, dapat menambah biaya perawatan dan pengobatan, menambah
waktu perawatan, menambah jenis dan kekuatan obat-obatan dan menambah
terapi dan diagnostik. Bagi petugas, dapat menurunkan kondisi kesehatan,
menurunkan produktivitas dan menurunkan kesempatan berkarya. Bagi
manajemen, dapat mengurangi jumlah pasien masuk, kesan dan citra negatif,
serta penambahan biaya perbaikan kesehatan karyawan (Depkes RI, 2004).
2.4. Tuberkulosis dan Kejadiannya.
Penyakit TB menjadi masalah utama di Indonesia karena berada di peringkat
mengalami penurunan yang lambat pada wilayah Sumatera dan KTI (Depkes
RI,2007).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis) sebagian besar kuman TB menyerang paru.
Adapun cara penularannya yaitu tertular langsung oleh pasien penderita TB BTA
positif, ketika pasien batuk atau bersin menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak. Tempat terjadinya penularan dalam ruangan yang terdapat percikan
dahak dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi dampak percikan dahak
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman (Depkes RI, 2008).
2.5. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
2.5.1. Bangunan dan Halaman
Lingkungan bangunan harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan
pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar
masuk dengan bebas. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan
luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi
dengan rambu parkir. Lingkungan bangunan harus bebas dari banjir, harus
merupakan kawasan bebas rokok dan harus dilengkapi penerangan dengan intensitas
cahaya yang cukup, tidak berdebu, tidak becek atau tidak terdapat genangan air dan
medis tertutup dan terpisah masing-masing dihubungkan dengan instalasi pengolahan
air limbah.
Tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. Lingkungan, ruang dan
bangunan harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara
kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga, binatang
pengerat, dan binatang pengganggu lainnya.
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak
licin, warna terang, mudah dibersihkan. Lantai yang selalu kontak dengan air harus
mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah dan
pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah
dibersihkan.
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat
yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat.
Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam ruangan dengan
baik dengan luas 15% dari luas lantai. Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin
adanya pergantian udara dengan baik maka harus dilengkapi dengan penghawaan
buatan/mekanis.
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga,
tikus dan binatang pengganggu lainnya. Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan
terbuat dari bahan yang kuat dan jika terbuat dari kayu harus anti rayap. Pintu harus
kuat dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu
lainnya.
Pemasangan jaringan instalasi air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem
penghawaan, sarana komunikasi harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar
aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan. Pemasangan pipa air bersih tidak
boleh bersilangan dengan pipa air limbah untuk mencegah terjadinya pencemaran
air bersih.
Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didesain sedemikian
rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan sehingga memudahkan hubungan
dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan
kontaminasi. Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah
bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi dengan fasilitas
pemadam kebakaran yang berada ditempat yang mudah dijangkau dan ada petunjuk
pemakaian.
Ruang bangunan dan halaman merupakan semua ruang/unit dan halaman
yang ada di dalam batas pagar (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang
dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan.
Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi
ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan resiko untuk terjadinya infeksi
Kegiatan pembersihan ruangan minimal dilakukan pagi dan sore hari.
Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari. Harus menggunakan
cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan
bahan antiseptik yang tepat. Pada masing-masing ruang supaya disediakan
perlengkapan pel tersendiri. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal
2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor. Setiap percikan ludah,
darah atau eksudat luka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan
antiseptik.
2.5.2. Pencahayaan, Penghawaan, Kelembaban dan Kebisingan 2.5.2.1. Pencahayaan
Pencahayaan di dalam ruang bangunan adalah intensitas penyinaran pada
suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif.
Lingkungan di dalam maupun di luar ruangan harus mendapat cahaya dengan
untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan
penerangan.
Tabel 2.1. Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit.
No Ruangan atau Unit Intensitas
Cahaya (lux) Keterangan 1 Ruangan Pasien
3 Meja Operasi 10.000-20.000 Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan
4 Anestesi,pemulihan 300-500 5 Endoscopy,lab 75-100
6 Sinar X Minimal 60
7 Koridor Minimal 100
8 Tangga Minimal 100 Malam hari
9 Administrasi/Kantor Minimal 100 10 Ruag Alat/Gudang Minimal 200
11 Farmasi Minimal 200
0,1-0,5 Warna cahaya biru
16 Ruang luka bakar 100-200
2.5.2.2. Penghawaan
Penghawaan ruang bangunan adalah aliran udara segar di dalam ruang
bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan.
Penghawaan atau ventilasi harus mendapat perhatian yang khusus. Bila
menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku
pasien dan petugas. Apabila menggunakan pengatur udara (AC) sentral harus
diperhatikan cooling towernya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan
untuk Air Handling Unit (AHU) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri
atau jamur (Dirjend PPM & PL, 2002).
Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust
fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi. Penghawaan alamiah
diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak
terhalang. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air
conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2 meter di atas lantai atau minimum
0,20 meter dari langit-langit.
Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) harus dilakukan
desinfeksi 1 (satu) kali sebulan dengan menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin
glikol), disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultra
violet.
Ruang-ruang tertentu seperrti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium,
perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi pada ruang
tersebut. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga
dapat menyediakan suhu dan kelembaban yang optimal.
2.5.2.3. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya
dinyatakan dalam persen (%). Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi
hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan
kelembaban seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Standar Suhu dan Kelembaban Menurut Fungsi Ruang atau Unit
No. Ruang atau Unit Suhu (°C) Kelembaban (%)
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan atau membahayakan kesehatan. Pengaturan dan tata letak ruangan
harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana
tenang terhindar dari kebisingan. Sumber-sumber kebisingan yang berasal dari rumah
peredaman, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi
sumber bising. Hal ini dilakukan jika kebisingan berasal dari rumah sakit. Tetapi jika
kebisingan berasal dari luar rumah sakit yang dilakukan adalah dengan menanam
pohon dan meninggikan tembok. Persyaratan kebisingan untuk masing-masing
ruangan atau unit seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit
No. Ruang atau Unit Maksimum Kebisingan
(waktu pemaparan 8 jam satuan dBA) 1
4 Endoskopi, Laboratorium 65
5 Sinar X 40
2.5.3.1. Penyediaan Air Minum dan Air Bersih
Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan, terseda air bersih
minimum 500 liter/tempat tidur/hari, air minum dan air bersih tersedia pada setiap
kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan. Distribusi air minum dan air
dengan tekanan positif. Air bersih merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting
bagi kehidupan mahluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat
digantikan oleh senyawa lain. Kebutuhan air bersih diperkirakan 50 – 60
liter/orang/hari penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah
sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air didalam tubuh
manusia sekitar 55 – 60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak
sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80% (Notoatmodjo, 2003).
Dalam setiap kegiatan air harus memenuhi syarat kesehatan secara kualitas
dan kualitas agar tidak mengakibatkan sumber penyebaran penyakit bagi manusia.
Distribusi air bersih harus tersedia disetiap ruangan dengan menggunakan jaringan
perpipaan yang mengalir lancar dan tidak ada gangguan yang mengakibatkan
gangguan kesehatan.
Jumlah kebutuhan air bersih ditetapkan berdasarkan jumlah pasien, hal ini
dipakai sebagai perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan yaitu harus
tersedia air bersih sesuai kebutuhan dan memenuhi syarat sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih.
Jumlah/ kuantitas air bersih tergantung pada kelas dan berbagai pelayanan
yang ada di rumah sakit makin banyak pelayanan yang ada di rumah sakit, semakin
besar jumlah kebutuhan atau jumlah yang umum dipakai untuk kebutuhan di rumah
Adapun syarat kualitas air bersih berdasarkan Permenkes RI Nomor
416/Menkes/PER/IX/1990 mencakup :
1. Syarat Fisik yaitu air untuk minum tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
dan suhu sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
2. Syarat kimia yaitu air tidak tercemar oleh zat-zat kimia atau mineral yang
melebihi nilai ambang batas sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
3. Syarat biologi yaitu air yang digunakan bebas dari kontaminasi bakteri
pathogen sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Menurut Haryoto Kusnoputranto (2001) ada 4 (empat) macam klasifikasi
penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media penularan yaitu :
1. Water Borne diseases, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri pathogen dari penderita atau carier. Bila air ini
diminum dapat mengakibatkan penyakit cholera, typoid, hepatitis infektiosa
dan dysentri basiller.
2. Water washed diseases, yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan kepada
manusia melalui persediaan air yang kurang sebagai alat pencuci atau
pembersih.
3. Water based diseases, yaitu penyakit yang ditularkan kepada manusia melalui
persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Pejamu perantara ini hidup
4. Vektor atau insekta yang berhubungan dengan air, yaitu penyakit yang
penyebab utamanya adalah serangga yang ada di air, misalnya pada wadah
penampungan air seperti gentong, bak air, pot bunga dll. Penyakit yang dapat
ditularkan seperti malaria dan penyakit demam berdarah.
2.5.3.2. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi
Harus selalu terpelihara, dalam keadaan bersih, lantai terbuat dari bahan yang
kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan. Pada setiap unit
ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri.
Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau
(water seal).
Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur dan
ruang perawatan, harus terpisah toilet antara pria dan wania, harus terpisah toilet
antara pengunjung dan petugas. Bagi pasien dan pengunjung harus terletak ditempat
yang mudah dijangkau dan ada petunjuk arah serta toilet untuk pengunjung dan
pasien harus dengan perbandingan 1 toilet untuk 1 – 20 pengunjung wanita, dan 1
toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria, dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk
memelihara kebersihan toilet serta tidak terdapat tempat penampungan dan genangan
air yang dapat menjadi tempat perindukan serangga dan binatang pengganggu.
Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat
kegiatan yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah medis
padat terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi dan limbah radioaktif (Dirjen PPM &
PL, 2002).
Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
diluar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
A. Limbah Klinis
Rumah sakit merupakan penghasil limbah klinis paling besar. Berbagai
jenis limbah yang dihasilkan di rumah sakit dan unit-unit pelayanan medis bisa
membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung dan
terutama petugas yang menangani limbah tersebut.
Limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis,
perawatan, gigi dan farmasi serta limbah yang dihasilkan di rumah sakit pada
saat dilakukan perawatan/pengobatan atau penelitian.
B. Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian yang dapat memotong atau menusuk kulit, perlengkapan
intravena, pecahan gelas dan pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki
potensi bahaya atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang terkontaminasi
oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun, dan bahan
citotoksik atau radioaktif. Limbah ini dapat menyebabkan infeksi atau cidera
karena mengandung bahan beracun. Potensi untuk menularkan penyakit akan
sangat besar bila benda tajam tadi digunakan kembali untuk perawatan dan
pengobatan pasien.
Limbah benda tajam hendaknya ditempatkan dalam kontainer benda
tajam yang dirancang cukup kuat, tahan tusukan dan diberi label dengan benar.
Desain dan konstruksi kontainer hendaknya sedemikian untuk mengurangi
pengangkutan limbah benda tajam. Incenerator merupakan metode terbaik
untuk pembuangan limbah benda tajam (Adisasmito, 2006).
C. Limbah Infeksius
Limbah infeksius mencakup limbah yang berkaitan dengan penggunaan
alat dan bahan bagi pasien yang memerlukan isolasi seperti penyakit menular
(perawatan intensif) dan limbah laboratorium yang berkaitan dengan
pemeriksaan mikrobiologi.
Pembuangan/pemusnahan dengan incenerator adalah pilihan utama,
pilihan lain adalah menggunakan autoclave yang membuatnya menjadi tidak
infeksius sehingga bisa dibuang ke sanitary landfill, masalahnya adalah volume
limbah yang harus di autoclave cukup besar.
D. Limbah Jaringan Tubuh
Jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, plasenta,
darah, dan cairan tubuh lain yang dibuang pada saat pembedahan atau autopsi.
Jaringan tubuh yang tampak nyata seperti anggota badan dan plasenta
yang tidak memerlukan pengesahan penguburan hendaknya dikemas secara
khusus, diberi label, dan dimusnahkan ke incenerator di bawah pengawas
petugas berwenang.
E. Limbah Citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau
Untuk menghapus tumpahan yang tidak sengaja, perlu disediakan
absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang
racikan terapi citotoksik. Bahan-bahan yang cocok untuk itu, antara lain:
sawdust, granula absorbsi yang tersedia di pasar, detergent, atau perlengkapan
pembersih lainnya. Semua limbah pembersih harus diperlakukan sebagai
limbah citotoksik. Pemusnahan limbah citotoksik hendaknya menggunakan
incenerator karena sifat racunnya yang tinggi.
Limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti urine, tinja, dan
muntahan, bisa dibuang secara aman di saluran air kotor. Namun harus hati-hati
dalam menangani limbah tersebut dan harus diencerkan dengan benar.
F. Limbah Farmasi
Limbah farmasi berasal dari obat-obatan yang kadaluarsa, obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang
bersangkutan. Metoda pembuangan dengan pertimbangan prinsip-prinsip
bahwa limbah farmasi hendaknya diwadahi dalam kontainer khusus non reaktif,
dibakar dengan incinerator.
G. Limbah kimia
Limbah yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah ke saluran air
Limbah bahan kimia yang tidak bisa didaur ulang seperti gula, asam
amino, garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor namun harus
memenuhi syarat yang ditetapkan melalui pengelolaan pada IPAL. Limbah
bahan kimia dalam jumlah kecil seperti residu yang dalam kemasan sebaiknya
ditimbun (landfill). Limbah bahan kimia dalam jumlah besar dibakar dalam
incinerator yang dilengkapi dengan alat pembersih gas. Limbah bahan kimia
dapat dikembalikan kepada distributornya yang dapat menanganinya dengan
aman untuk diolah. Pembuangannya harus dikonsultasikan kepada instansi yang
berwenang.
H. Limbah Radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan bahan yang
berasal dari penggunaaan medis atau riset. Limbah dapat berbentuk padat, cair
dan gas yang berasal dari tindakan kedokteran nuklir, radiologi, dan
bakteriologis.
Untuk penanganan limbah radioaktif harus dengan aturan kebijakan dan
strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi
pelaksana dan tenaga terlatih. Bagian radioaktif harus mempunyai tenaga yang
terlatih khusus di bidang radiasi. Harus tersedia instrument kalibrasi yang tepat
untuk monitoring dosis dan kontaminasi.
Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan cara
pengolahan, penyimpanan dan pembuangan. Kontainer tempat penyimpanan
dengan aman, kuat dan saniter. Ada informasi yang harus dicatat pada setiap
container seperti : nomor identifikasi, asal limbah, angka dosis dan tanggal
pengukuran dan orang yang bertanggung jawab. Kontainer harus dibungkus
dengan kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastik.
Pembuangan berdasarkan persyaratan teknis menurut PP No. 27 tahun 2002
kemudian diserahkan ke BATAN atau dikembalikan kepada distributor. Semua
jenis limbah medis dan radioaktif tidak boleh dibuang ke TPA domestik.
2.5.3.4. Proses Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan limbah padat dapat dilakukan dengan berbagai cara dibawah ini :
A. Minimisasi Limbah
Setiap kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah harus melakukan
reduksi limbah dimulai dari sumber dan juga perlu mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Minimalisasi harus
dilakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi dan setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
B. Pemilahan dan Pewadahan
Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan
limbah, pisahkan limbah yang akan dimanfaatkan kembali dari limbah yang tidak
dimanfaatkan. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya. Adapun limbah medis padat yang akan
dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi. Limbah jarum hipodermik
tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila tidak mempunyai jarum
yang sekali pakai (disposable). Pewadahan masing-masing limbah harus
memenuhi persyaratan dengan penggunaan wadah dan label.
C. Pengumpulan dan Penyimpanan
Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup dan penyimpanannya harus sesuai jenis
dan kategori limbah.
D. Pengangkutan.
Pengangkutan limbah ke luar gedung pengelola harus menyediakan tempat
khusus dan mengemas pada tempat yang kuat dan pengangkutan menggunakan
kendaraan khusus. Demikian pula dengan limbah non medis dikumpulkan ke
tempat yang ditetapkan kemudian dibuang ke TPS sebelum diangkut petugas
Dinas Kebersihan.
E. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah medis padat tidak boleh dibuang langsung ke tempat pembuangan
akhir limbah domestik. Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah
medis padat disesuaikan dengan kemampuan pengelola dan jenis limbah medis
padat yang ada misalnya dengan incinerator.
1. Pemilahan dan Pewadahan harus dipisahkan dari limbah medis padat.
Tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik warna
hitam sebagai pembungkus dengan lambang “domestik” warna putih.
Limbah domestik akan berhubungan dengan adanya lalat karena adanya
sampah basah yang dihasilkan. Apabila kepadatan lalat disekitar tempat
limbah padat melebihi 2 (dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan
pengendalian lalat.
2. Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan.
Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20
ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan
pengendalian. Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian
serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.
3. Pengolahan dan Pemusnahan dilakukan sesuai persyaratan kesehatan.
2.5.3.5. Syarat Pengelolaan Sampah yang Baik
Mengelola sampah secara aman, sehingga tidak membahayakan kesehatan
petugas, pasien, pengunjung, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Misalnya
sampah medis harus dimusnahkan dalam incinerator dan sampah domestik harus
diangkut oleh petugas Dinas kebersihan setiap hari.
Jenis sampah yang dihasilkan rumah sakit sesuai sifatnya :
1. Limbah Infeksius
2. Limbah patologi
4. Limbah kimia
5. Limbah Farmasi
Pengelolaan sampah yang aman harus diselenggarakan dengan cara
menyediakan wadah sebagai berikut :
1. Wadah harus kuat dan tidak mudah rusak
2. Tersedia lokasi/tempat pengumpulan sampah sementara.
3. Sampah harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya kedalam kantong plastik
dengan lambang dan warna yang telah ditetapkan.
4. Tempat sampah harus tersedia 1 (satu) buah di setiap ruangan dan setiap
radius 10 meter serta setiap jarak 20 meter pada ruang tunggu dan ruang
terbuka.
5. Lokasi/tempat sampah sementara harus mudah dikosongkan, tidak terbuat
dari beton permanen, terletak di lokasi yang mudah dijangkau kenderaan
pengangkut sampah dan harus dikosongkan minimal satu kali 24 jam.
6. Sampah infeksius harus dimusnahkan dengan incinerator dalam suhu
10000C. Sampah farmasi/obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak harus
dikembalikan kepada distributor.
7. Tempat sampah medis dan non medis harus mememenuhi syarat : tidak
mudah berkarat, kedap air, bertutup, mudah dibersihkan dan mudah
dikosongkan.
8. Pengangkutan sampah dimulai dari mengambil sampah dari tempat
dikumpulkan di TPS. Alat yang digunakan harus terpisah antara sampah
medis dan non medis.
9. Alat untuk mengangkut sampah dapat berupa gerobak/trolly dengan syarat
permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air, mudah dibersihkan,
mudah diisi dan dikosongkan. Sampah yang akan diangkut oleh Dinas
Kebersihan dikumpulkan pada tempat penampungan sampah sementara
dengan ketentuan mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah,
tidak menjadi tempat bersarangnya tikus dan serangga, jauh dari ruang
perawatan dan dapur, dan bebas dari kemungkinan adanya banjir.
2.5.3.6. Proses Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan
pengaturan terhadap penimbulan, penyimpanan (sementara), pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah ke tempat akhir
dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik kesehatan masyarakat
(Dirjen PPM & PL, 2002)
Sampah berdasarkan penggolongan komposisi kimianya dibagi menjadi
sampah organik misalnya sisa makanan dan anorganik misalnya kaleng bekas.
Sampah yang secara alami mudah terurai misalnya sampah basah dan ada juga yang
sukar terurai misalnya plastik adalah didasarkan menurut sifat mengurai.
Berdasarkan mudah tidaknya terbakar dibagi menjadi sampah yang mudah terbakar
Gambar 2.1. Sistematika Pengelolaan Limbah Padat A. Proses dari Pemilahan dan pengemasan sampah
Limbah harus dipilah dan dikemas berdasarkan jenisnya seperti yang
terdapat pada table 2.3. Misalnya limbah padat medis non tajam meliputi kapas,
perban dimasukkan ke dalam wadah yang dilapisi kantong plastik warna kuning
di dalamnya, hanya limbah padat yang dimasukkan ke dalam wadah limbah
padat medis. Wadah harus selalu dalam keadaan tertutup.Setelah dua pertiga
penuh, kantong plastik diikat dan dipindahkan ke dalam troli/container beroda
khusus limbah medis. Gunakan selalu alat pelindung diri (sarung tangan, masker,
pakaian pelindung dan sepatu khusus). Pemilihan dan pengemasan sampah sesuai
kategori dan dibuat warma container dengan kantong plastik sesuai lambang
sampah serta ada keterangannya.
Untuk limbah padat medis tajam meliputi jarum suntik, botol ampul
dimasukkan ke dalam wadah khusus limbah tajam, khusus jarum suntik dapat
per tiga, wadah dipindahkan ke dalam troli/container beroda khusus limbah
medis. Gunakan selalu alat pelindung diri (sarung tangan, masker, pakaian
pelindung dan sepatu khusus).
B. Pengumpulan dan Pengangkutan
Kantong plastik warna kuning yang telah diikat, dimasukkan ke dalam troli
khusus limbah padat medis. Troli dibawa melaui jalur yang telah ditentukan
menuju tempat penyimpanan sementara. Pastikan troli tertutup dengan baik
selama perjalanan dan gunakan APD.
C. Penampungan dan Penyimpanan Sementara
Prosedur penyimpanan sementara untuk limbah padat medis yaitu dimulai
dari dengan memasukkan kantong plastik warna kuning yang berisi limbah padat
medis ke dalam container penyimpanan sementara. Kontainer selalu dalam
keadaan tertutup selama-lamanya 2 x 24 jam harus sudah dipindahkan ke alat
pengolah limbah dan selalu gunakan alat pelindung diri.
D. Pengolahan dan Pemusnahan
Limbah yang sangat infeksius harus disterilisasi dengan pengolahan panas
dan basah seperti autoclave sedini mungkin. Benda tajam harus diolah dengan
incenerator. Setelah incenerasi residu dapat dibuang ke tempat sampah
pembuangan B3.
Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau
perusahaan panghasil atau distributornya, incenerasi pada suhu tinggi, dan
degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena
kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada incenerator dan
diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
E. Pembuangan Sampah
Pembuangan ke TPA khusus untuk sampah domestik. Alat untuk
mengangkut sampah dapat berupa gerobak/truk kontainer dengan syarat
permukaan bagian dalam harus rata dan kedap air, mudah dibersihkan, mudah
diisi dan dikosongkan. Sampah yang akan diangkut oleh Dinas Kebersihan
dikumpulkan pada tempat penampungan sampah sementara dengan persyaratan
sebagai berikut : mudah dijangkau oleh kenderaan pengangkut sampah, tidak
menjadi tempat bersarangnya tikus dan serangga, jauh dari ruang perawatan dan
dapur dan bebas dari kemungkinan adanya banjir.
2.5.4. Pengelolaan Limbah Cair 2.5.4.1. Kolam Stabilisasi Air Limbah
Menurut Dirjen PPM & PL dan Dirjen Pelayanan Medik tahun 2002 dalam
buku pedoman sanitasi rumah sakit di Indonesia dijelaskan bahwa pengelolaan
limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikro-organisme, bahan kimia beracun, dan radio aktif
diolah sesuai dengan kemampuan rumah sakit.
Sistem pengolahan air limbah “kolam stabilisasi” adalah memenuhi semua