• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Tepung Astaxanthin pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Maskoki (Carrasius auratus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Tepung Astaxanthin pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Maskoki (Carrasius auratus)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG ASTAXANTHIN PADA

PAKAN TERHADAP PENINGKATAN WARNA IKAN

MASKOKI (

Carassius auratus

)

ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS

100302026

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG ASTAXANTHIN PADA

PAKAN TERHADAP PENINGKATAN WARNA IKAN

MASKOKI (

Carassius auratus

)

SKRIPSI

ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS

100302026

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG ASTAXANTHIN PADA

PAKAN TERHADAP PENINGKATAN WARNA IKAN

MASKOKI (

Carassius auratus

)

SKRIPSI

ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS

100302026

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Artha Maria Gabriella Sitorus Nim : 100302026

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Tepung

Astaxanthin Pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Maskoki (Carassius auratus)” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua

sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, April 2015

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Konsentrasi Tepung Astaxanthin pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Maskoki (Carrasius auratus)

Nama : Artha Maria Gabriella Sitorus

NIM : 100302026

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Syammaun Usman, M.P Dr. Ir. Nurmatias, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui :

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(6)

ABSTRAK

ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS. Pengaruh Konsentrasi Tepung Astaxanthin Pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Maskoki (Carassius

auratus). Dibimbing oleh SYAMMAUN USMAN dan NURMATIAS.

Ikan Maskoki (Carassius auratus) di Indonesia merupakan satu diantara ikan hias air tawar yang banyak digemari dan popular diseluruh masyarakat. Ikan maskoki memiliki harga stabil di pasaran dan cukup terjangkau dengan permintaan pasar yang terus meningkat Ikan maskoki mempunyai keistimewaan pada warna dan bentuk tubuh termasuk keindahan sirip-siripnya. Warna yang cerah dan cemerlang merupakan daya tarik ikan maskoki dalam penentuan nilainya. Oleh karena itu, warna harus ditingkatkan dan dipertahankan kualitasnya. Usaha untuk meningkatkan warna dilakukan dengan teknik manipulasi pigmen dengan menambahkan suplemen ke dalam pakan. Suplemen tersebut berupa Astaxanthin yang optimal untuk meningkatkan warna ikan Maskoki. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan, dengan dosis perlakuan 0%, 1%, 3%, dan 5% selama hari. Penambahan Astaxanthin melalui pakan yang dapat meningkatkan warna pada Ikan Maskoki. Pemberian pakan apung yang diperkaya Astaxanthin dosis 1% menghasilkan warna yang lebih cerah dibandingkan dengan dosis lainnya. Penambahan Astaxanthin pada pakan tidak berpengaruh pada pertumbuhan berat dan panjang Ikan Maskoki.

(7)

ABSTRACT

ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS. Effect of Astaxanthin Concentration in Diet to Increase Color of Goldfish (Carassius auratus). Supervised by SYAMMAUN USMAN and NURMATIAS.

Goldfish in Indonesia is popular and likely ornamental fish for all of society. Goldfish have a stable price in the market and quite affordable with the ever-increasing market demand. Goldfish as ornamental fish have interesting colour and excellence in body shapes especially the beauty of their fins. The bright and brilliant colors of Goldfish is an attraction that affect it economical values. Thus, the color should be upgraded and maintained its quality. Such efforts to increase color will be done by pigments manipulation techniques with adding suplement into the feeds. The suplement pigments can be obtained from Astaxanthin. The purpose of this research is to know dosage Astaxanthin thet optimal to increase the color of Goldfish.this research using Complete Random Design (CRD) with three repetition, with the dose treatment by 0%, 1%, 3%, and 5% for up during 28 days. Additional Astaxanthin through the feed can increasing colors of the Goldfish. The nutrient that enriched with Astaxanthin dosage is 1% can produce brighter colors than the other dose. Additional Astaxanthin in the feed has no effect on growth of Goldfish

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 9 November

1992 dari ayah Timbo Sitorus, SE dan ibu Dra.

Lasmaria Sirait. Penulis merupakan anak ketiga dari

empat bersaudara. Pendidikan formal yang pernah

ditempuh oleh penulis adalah

Sekolah Dasar (SD) Budi Murni 2 Medan pada tahun

1998-2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Putri

Cahaya Medan pada tahun 2004-2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri

4 Medan. Penulis diterima di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) pada tahun 2010

melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB).

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian

dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat dari

tanggal 20 Juli sampai 20 Agustus 2013.

Penulis aktif dalam kegiatan organisasi sebagai anggota Ikatan Mahasiswa

Manajemen Sumberdaya Perairan (IMMASPERA). Untuk menyelesaikan studi di

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Pengaruh Konsentrasi Tepung Astaxanthin Pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Mas Koki (Carassius auratus).

Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih

sebesar-besarnya kepada Ayahanda Timbo Sitorus, Ibunda Lasmaria Sirait dan abangda

Polin Palti Raja Sitorus, kakanda Arina Taruli Sitorus, dan adinda Arthur Tota

Sitorus yang telah memberikan dukungan materi kasih sayang dan doa kepada

penulis. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih

kepada Bapak Ir. Syammaun Usman, M.P dan Bapak Dr. Ir. Nurmatias, M.Si

selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan, dorongan, perhatiannya, arahan berharga kepada penulis dalam

pengerjaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Progran Studi, seluruh staf pengajar dan

pegawai di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Disamping itu

penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak R. Gatot Pahlawan, S.Pi di

UPTD Budidaya, Wahyu Pison Perdana Sianturi, Pesta Saulina Sitohang S.Pi,

Maria Christie Sembiring S.Pi, Fretty Frederika Sitorus, Dwi Aulia Alwi S.Pi,

Denny Hutasoit S.Pi, Dian Roy Nugraha Sembiring S.Pi, Ricky Suranta Barus

S.Pi, Wildan Panjaitan, Daniel Sinaga, dan seluruh rekan mahasiswa yang telah

(10)

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembanagn ilmu

pengetahuan khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan dan Perikanan

Budidaya.

Medan, April 2015

(11)
(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 23

Warna ... 23

Pertumbuhan ... 24

Kualitas Air ... 25

Pembahasan ... 25

Perubahan Warna ... 25

Pertumbuhan Panjang... 30

Pertumbuhan Berat ... 32

Kualitas Air ... 34

Mortalitas ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2. Ikan Maskoki Oranda ... 18 3. Perubahan Warna Ikan Maskoki ... 27

4. Grafik Pertumbuhan Panjang Rata-rata Harian ... 31

5. Grafik Pertumbuhan Berat Rata-rata Harian ... 33

6. Perubahan Panjang Ikan Maskoki ... 34

(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Optimum Kualitas Air Ikan Maskoki ... 9

2. Kandungan Tepung Astaxanthin ... 16

3. Data Perubahan Warna Ikan... 23

4. Data Pertumbuhan Panjang dan Berat Ikan ... 24

5. Data Kualitas Air Penelitian... 25

6. Data Perubahan Warna Ikan Maskoki... 25

7. Data Pertumbuhan Panjang ikan Maskoki ... 30

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Denah Penempatan Akuarium Yang Berisikan Ikan Maskoki

Dengan Masing-Masing Perlakuan ... 42

2. Daftar Panelis ... 43

3. Modifikasi Alat Pengukur Warna ... 44

4. Perhitungan Statistik Warna ... 45

5. Perhitungan Statistik Panjang ... 47

6. Perhitungan Statistik Berat ... 48

7. Perubahan Warna Ikan ... 49

(16)

ABSTRAK

ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS. Pengaruh Konsentrasi Tepung Astaxanthin Pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Maskoki (Carassius

auratus). Dibimbing oleh SYAMMAUN USMAN dan NURMATIAS.

Ikan Maskoki (Carassius auratus) di Indonesia merupakan satu diantara ikan hias air tawar yang banyak digemari dan popular diseluruh masyarakat. Ikan maskoki memiliki harga stabil di pasaran dan cukup terjangkau dengan permintaan pasar yang terus meningkat Ikan maskoki mempunyai keistimewaan pada warna dan bentuk tubuh termasuk keindahan sirip-siripnya. Warna yang cerah dan cemerlang merupakan daya tarik ikan maskoki dalam penentuan nilainya. Oleh karena itu, warna harus ditingkatkan dan dipertahankan kualitasnya. Usaha untuk meningkatkan warna dilakukan dengan teknik manipulasi pigmen dengan menambahkan suplemen ke dalam pakan. Suplemen tersebut berupa Astaxanthin yang optimal untuk meningkatkan warna ikan Maskoki. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan, dengan dosis perlakuan 0%, 1%, 3%, dan 5% selama hari. Penambahan Astaxanthin melalui pakan yang dapat meningkatkan warna pada Ikan Maskoki. Pemberian pakan apung yang diperkaya Astaxanthin dosis 1% menghasilkan warna yang lebih cerah dibandingkan dengan dosis lainnya. Penambahan Astaxanthin pada pakan tidak berpengaruh pada pertumbuhan berat dan panjang Ikan Maskoki.

(17)

ABSTRACT

ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS. Effect of Astaxanthin Concentration in Diet to Increase Color of Goldfish (Carassius auratus). Supervised by SYAMMAUN USMAN and NURMATIAS.

Goldfish in Indonesia is popular and likely ornamental fish for all of society. Goldfish have a stable price in the market and quite affordable with the ever-increasing market demand. Goldfish as ornamental fish have interesting colour and excellence in body shapes especially the beauty of their fins. The bright and brilliant colors of Goldfish is an attraction that affect it economical values. Thus, the color should be upgraded and maintained its quality. Such efforts to increase color will be done by pigments manipulation techniques with adding suplement into the feeds. The suplement pigments can be obtained from Astaxanthin. The purpose of this research is to know dosage Astaxanthin thet optimal to increase the color of Goldfish.this research using Complete Random Design (CRD) with three repetition, with the dose treatment by 0%, 1%, 3%, and 5% for up during 28 days. Additional Astaxanthin through the feed can increasing colors of the Goldfish. The nutrient that enriched with Astaxanthin dosage is 1% can produce brighter colors than the other dose. Additional Astaxanthin in the feed has no effect on growth of Goldfish

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara perairan dengan potensi hasil perikanan

cukup besar, baik dari komoditas konsumsi maupun nonkonsumsi. Salah satu

komoditas nonkonsumsi yang berpengaruh terhadap sistem perekonomian

masyarakat adalah ikan hias (Yuliani, 2013). Ekspor ikan hias diharapkan mampu

menghasilkan devisa negara dan meningkatkan kesejahterakan masyarakat

perikanan, khususnya petani ikan hias (Mulyani, 2013).

Perkembangan bisnis produk perikanan nonkonsumsi yaitu komoditas ikan

hias di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan secara ekonomi. Namun,

besarnya potensi tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai penguasa pangsa

pasar ikan hias di dunia. Rendahnya penguasaan teknologi budidaya dan

penanganan ikan hias yang baik adalah salah satu faktor yang menyebabkan

produksi nasional tidak dapat menghasilkan kualitas yang mampu bersaing di

pasar global Indonesia. Salah satu permasalahan yang ditemukan antara lain

warna dan morfologi ikan hias produksi Indonesia kurang menarik.

Berbeda dengan ikan yang dikonsumsi, ikan hias mempunyai keunikan

tersendiri. Apabila ikan konsumsi nilai atau harganya ditentukan dari bobot badan

dan rasanya, nilai ikan hias ditentukan dari penampilannya. Daya tarik ikan hias

dapat diukur dari warna yang cemerlang, bentuk dan kelengkapan fisik, perilaku,

serta kondisi kesehatan atau staminanya (Lesmana dan Daelami, 2009).

Warna yang cerah dan cemerlang merupakan daya tarik utama ikan hias

(19)

tinggi nilainya. Oleh karena itu, warna harus dapat ditingkatkan dan

dipertahankan kualitasnya. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan

warna cerah yang merata pakan ikan adalah dengan teknik manipulasi pigmen,

yang dilakukan dengan cara memperkaya kandungan sel pigmen dalam tubuh ikan

melalui pemberian pakan yang mengandung astaxanthin (carophyll pink).

Dalam akuakultur, astaxanthin merupakan senyawa yang sering digunakan

sebagai sumber pigmen dalam meningkatkan penampilan warna ikan hias.

Astasanthin juga dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bahan pakan, makanan,

dan pengobatan. Hal ini karena astaxanthin memiliki kandungan beta-karoten.

Astaxanthin banyak ditemukan pada kulit, cangkang dan kerangka luar hewan air

seperti moluska, krustase dan ikan (Oryza, 2010). Selain diperoleh dari

sumber-sumber alami, astaxanthin juga diproduksi secara sintetis dan sudah

diperjualbelikan dalam bentuk bubuk dengan merek dagang tergantung pabrik

pembuatannya.

Salah satu jenis ikan hias air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat

adalah ikan maskoki (Carassius auratus). Ikan maskoki berasal dari Cina, namun

varietasnya semakin berkembang saat merambah ke negeri Jepang, dan dikenal

dengan nama Catassius auratus Var Japonicus. Ikan ini memiliki keistimewaan

dalam hal keanekaragaman warna, jenis, dan keindahan sirip-siripnya. Saat ini,

ikan maskoki digunakan sebagai hiasan akuarium ataupun kolam di rumah karena

memiliki bentuk warna yang indah.

Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa pemberian pakan yang tidak

mengandung pigmen warna yang dibutuhkan dapat membuat ikan kehilangan

(20)

meningkatkan nilai jual. Astasanthin merupakan pakan sintetis yang dapat

meningkatkan kualitas warna ikan maskoki. Sejauh ini belum diketahui dosis

yang dapat meningkatkan kualitas warna dari ikan maskoki, berdasarkan hal

tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh

Konsentrasi Tepung Astaxanthin Pada Pakan Terhadap Peningkatan Warna Ikan

Maskoki (Carassius auratus)”.

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas warna ikan

maskoki yang akan diikuti dengan meningkatnya nilai/harga jual, dan selanjutnya

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan (pembudidaya), serta

meningkatkan kepuasan bagi penikmatnya.

Perumusan Masalah

1. Apakah penambahan tepung astaxanthin dalam pakan ikan berpengaruh

terhadap peningkatan warna ikan mas koki?

2. Berapakah dosis tepung astaxanthin yang ditambahkan dalam pakan ikan untuk

menghasilkan peningkatan warna yang baik untuk ikan mas koki?

Kerangka Pemikiran

Ikan maskoki merupakan ikan yang paling banyak digemari serta banyak

ditemukan di lingkungan masyarakat Indonesia. Ikan maskoki mempunyai banyak

keunggulan, diantaranya: harganya stabil dan cukup terjangkau, cepat besar dan

responsif terhadap pemberian pakan tambahan. Ikan maskoki juga merupakan

ikan hias yang mengandalkan warna dan bentuk tubuhnya yang sangat indah.

(21)

dibutuhkan dapat membuat ikan kehilangan warna. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penambahan suplemen dalam pakan, yaitu astaxanthin. Kidd (2011),

mengatakan bahwa astaxanthin akan memberikan warna merah cerah terhadap

daging dan eksoskeleton hewan, serta dapat memberikan pengaruh yang baik

untuk budidaya perikanan dalam hal pewarnaan tubuh ikan.

Capelli dan Cysewski (2008) juga mengungkapkan bahwa ikan yang

mengkonsumsi astaxanthin akan memiliki warna yang lebih berkilau, namun dosis

yang optimal untuk meningkatkan kualitas warna ikan maskoki belum diketahui.

Secara ringkas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tersebut.

Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian. Ikan Hias

Warna Morfologi Gerakan

Gen Pigmen

Pakan Lingkungan

Tepung Astaxanthin

(22)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh penambahan tepung astaxanthin pada pakan ikan dalam

peningkatan warna ikan mas koki.

2. Mengetahui dosis penambahan tepung astaxanthin yang optimal untuk

merubah warna ikan mas koki.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

informasi kepada masyarakat terutama pembudidaya mengenai pakan yang

dibutuhkan untuk perubahan warna ikan mas koki dan dosis penambahan tepung

astaxanthin yang optimal pada pakan buatan untuk memperoleh warna yang baik

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ikan Maskoki (Carassius auratus)

Ikan maskoki adalah jenis ikan hias yang memiliki bentuk tubuh beragam

dan juga memiliki warna yang menarik dan bervariasi mulai dari merah, kuning,

hijau, hitam, keperak-perakan dan kombinasi dari berbagai warna. Ikan maskoki

juga merupakan salah satu komoditas yang banyak diminta pasar dunia.

Jumlahnya memang tidak sebanyak jenis ikan hias air tawar yang lain andalan

Indonesia, tetapi hampir setiap eksportir menyertakan ikan maskoki (Beauty, dkk.,

2012).

Selain populer, ikan maskoki mudah dalam pembudidayaannya dan selain

itu juga lebih menguntungkan. Membudidayakan ikan maskoki tidak memerlukan

lahan yang cukup luas dan siklus reproduksinya relatif singkat dengan harga jual

yang cukup tinggi. Ikan maskoki digemari masyarakat karena keindahan warna,

gerak-gerik, dan bentuk tubuhnya yang unik. Dengan harga yang relatif

terjangkau, ikan maskoki memiliki pasaran dan tingkat permintaan yang stabil.

Komoditas air tawar ini banyak diminati oleh konsumen ikan hias untuk

dipelihara di dalam akuarium. Ikan mas koki memiliki ketahanan tubuh yang lebih

baik dibandingkan dengan jenis ikan hias air tawar lainnya (Bachtiar, 2004).

Ikan maskoki memiliki bentuk tubuh yang unik dan sisik yang sangat

menarik. Ikan mas koki tergolong ke dalam jenis ikan yang mudah menyesuaikan

diri terhadap lingkungan yang baru. Bentuk tubuh ikan mas koki agak memanjang

dan pipih tegak (compressed) dan mulutnya terletak di ujung tengah (terminal)

(24)

sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun dari tiga

baris. Gigi geraham secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas koki ditutupi

oleh sisik yang berukuran relatif kecil (Fajrin, dkk., 2012).

Menurut Kottelat, dkk (1993), klasifikasi ikan maskoki berdasarkan

taksonomi digolongkan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Clupeiformes

Sub ordo : Cyprinoidea

Famili : Cyprinidae

Genus : Carassius

Spesies : Carassius auratus

Ciri-ciri morfologi ikan maskoki adalah sebagai berikut: ikan maskoki

memiliki sirip punggung (dorsal) memanjang dan bagian belakangnya berjari

tulang keras. Sementara itu, sirip ketiga dan keempatnya bergerigi. Letak sirip

punggung berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip dubur

(anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yakni berjari tulang keras dan

bergerigi dan seluruh bagian siripnya berbentuk rumbai-rumbai atau panjang.

Garis rusuk atau gurat sisi (linnea lateralis) pada ikan mas koki tergolong

lengkap, berada dipertengahan tubuh dengan posisi melentang dari tutup insang

(25)

Menurut Liviawaty dan Aprianto (1990), semenjak pertama kali

ditemukan hingga dipelihara orang, sampai sekarang terdapat kurang lebih 15

macam maskoki yang telah dikenali dan digemari oleh masyarakat, yaitu :

Mutiara, Sukiyu, Red head, Ekor Kipas, Kaliko, Spencer, Teleskop, Tosakin, Lion

head, Tosa, Black moor, Bulldog, Rancu, Buble eye, dan Celestial.

Salah satu jenis ikan maskoki yang populer adalah Ikan maskoki varietas

Oranda (Spencer). Ikan ini memiliki keunikan yang terletak pada kepalanya yang

berjambul dan memiliki sirip punggung (Iskandar dan Sitanggang, 2003), hal

tersebut dapat diamati pada Gambar 2.

Gambar 2. Ikan Maskoki Oranda (Spencer)

Secara umum, ikan maskoki termasuk ikan yang mampu beradaptasi

dengan berbagai variasi kualitas air dan suhu (Bachtiar, 2002). Meskipun

demikian, pengelolaan air tetap perlu diperhatikan agar tidak membahayakan ikan.

Berikut merupakan nilai optimum kualitas air ikan maskoki yang dapat dilihat

(26)

Tabel 1. Optimum Kualitas Air Ikan Maskoki

Kebiasaan Makanan dan Kebiasaan Makan

Dalam kegiatan budidaya perikanan, baik pada tahap kegiatan pembenihan

maupun pembesaran, pakan merupakan salah satu faktor produksi yang penting

untuk menunjang keberhasilan kegiatan tersebut. Pakan yang dibutuhkan harus

mempunyai mempunyai formula yang lengkap, mengandung bahan-bahan yang

dapat meningkatkan pertumbuhan dan mempertahankan sintasan kultivan yang

pada ahirnya dapat meningkatkan produktifitas dan keuntungan (Sutikno, 2011).

Bagi ikan, pakan tidak hanya berfungsi sebagai “penyambung” hidup.

Namun, gizi yang terkandung didalamnya juga dibutuhkan untuk pertumbuhan.

Kandungan gizi yang harus terdapat dalam pakan antara lain protein, lemak

(lipid), karbohidrat, vitamin, dan mineral. Protein diperlukan ikan untuk

pertumbuhan dan mengganti sel yang rusak. Lemak dan karbohidrat sebagai

sumber energi, sementara vitamin dan mineral membantu proses metabolisme,

mengatur proses fisiologi, membentuk enzim, dan menunjang kesehatan ikan

(Bachtiar, 2003).

Menurut Liviawaty dan Aprianto (1990), guna mempertahankan

(27)

jumlah tertentu, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Ikan

sangat efisien dalam mengkonsumsi protein dibandingkan dengan lemak atau

karbohidrat, baik protein hewani maupun nabati. Meskipun umumnya lebih

mahal, kualitas protein hewani relatif lebih baik dibandingkan dengan protein

nabati, karena kandungan asam aminonya lebih lengkap.

Ada dua jenis pakan berdasarkan pembuatannya, yaitu pakan alami dan

buatan. Pakan alami adalah organisme hidup, baik hewan maupun tumbuhan,

yang dapat dikonsumsi oleh ikan. Sedangkan, pakan buatan adalah pakan yang

dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan pembuatannya, yang

didasarkan pada kebutuhan nutrien ikan, kualitas bahan baku, dan nilai

ekonomisnya (Liviawaty dan Afrianto, 1990).

Berdasarkan tingkat kebutuhannya (Afrianto dan Liviawaty, 2005) pakan

buatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pakan tambahan; pakan

suplemen; pakan utama. Pakan Tambahan, adalah pakan yang dibuat sengaja

untuk memenuhi kebutuhan pakan. Dalam hal ini, ikan yang dibudidayakan sudah

mendapatkan pakan dari alam, namun jumlahnya belum memadai untuk tumbuh

dengnan baik sehingga perlu diberi pakan buatan sebagai pakan tambahan. Pakan

Suplemen, adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menambah komponen (nutrisi)

tertentu. Pakan Utama, adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menggantikan

keseluruhan pakan alami.

Jumlah makanan (dosis) yang diberikan pada ikan dapat mempengaruhi

jumlah makanan yang diserap oleh tubuh. Dosis makanan yang diberikan pada

ikan jangan terlalau berlebihan agar tidak menciptakan kondisi buruk di dalam air,

(28)

berkisar antara 3-5% dari berat total ikan yang dipelihara. Makanan ini tidak

diberikan sekaligus, tetapi diberikan secara bertahap. Jumlah makanan yang

diberikan pada setiap waktu makan tergantung dari frekuensi pemberian. Artinya,

jika frekuensi pemberian pakan dilakukan empat kali sehari, mka jumlah yang

diberikan setiap waktu makan adalah ¼ dari dosis yang telah ditentukan

(Liviawaty dan Afrianto, 1990).

Semua hewan membutuhkan waktu tertentu untuk mencerna makanan

yang ada di dalam lambungnya. Pada ikan maskoki, waktu yang dibutuhkan untuk

mencerna makanan dalam lambungnya berkisar antara 3-4 jam. Berdasarkan

kenyataan ini, agar makanan yang diberikan dapat dikonsumsi lebih banyak,

sebaiknya maskoki baru diberi makanan berikutnya setelah 3-4 jam kemudian.

Dengan demikian, frekuensi makanan pada maskoki dapat dilakukan sebanyak

6-8 kali dalam sehari semalam, namun untuk mudahnya petani hanya memberikan

makan 2-3 kali dalam sehari semalam. Alternatif lain yang dianggap cukup baik

adalah memberikan makanan berupa kombinasi antara makanan buatan dan alami.

Makanan buatan diberikan pada siang hari dan makanan alami diberikan pada

malam hari dengan jumlah lebih banyak. Berdasarkan pertimbangan tertentu,

beberapa petani sengaja memberikan makanan buatan kepada maskoki yang

dipelihara. Ukuran dari makanan buatan harus disesuaikan dengan lebar mulut

maskoki. Maskoki kecil umumnya diberi makanan berupa larutan, semakin besar

ukurannya semakin bertambah besar pula ukuran makanan buatan yang diberikan

(29)

Warna pada Ikan

Warna merupakan salah satu parameter dalam penentuan nilai ikan hias.

Semakin cerah warna suatu jenis ikan, maka semakin tinggi nilainya. Perubahan

warna yang sering terjadi adalah karena adanya perubahan jumlah sel pigmen.

Perubahan jumlah sel pigmen ini biasanya disebabkan oleh stres lingkungan,

kekurangan sinar matahari, kualitas air, penyakit, dan kurang pakan terutama

kandungan pigmen dalam pakan (Said, dkk., 2005).

Warna yang indah pada ikan terjadi karena jumlah dan letak sel pigmen

(kromatofor) pada lapisan epidermis. Ikan memiliki sel khusus penghasil pigmen,

yaitu iridrosit dan kromatofor. Iridrosit merupakan sel cermin untuk memantukan

warna diluar tubuhnya. Kromatofor adalah sel-sel yang mengandung pigmen,

meliputi pigmen hitam (melanofor), kuning (xanthofor), merah atau oranye

(erythrofor), sel refleksi kemilau (iridofor), dan putih (leukofor). Tinggi dan

rendahnya konsentrasi dan jumlah sel pigmen akan mempengaruhi tegas dan

kaburnya warna. Perubahan jumlah sel pigmen dipengaruhi atau dikontrol oleh

hormon pituitary dan adrenalin (yang disekresikan dari otak) secara khusus dan

khas (Satyani, 2005).

Faktor makanan berpengaruh dalam pembentukan warna ikan hias, oleh

sebab itu perlu diberikan pakan yang dapat mendukung penampakan warna

tersebut. Umumnya ikan yang berwarna merah atau kuning membutuhkan pakan

yang memiliki kandungan karotenoid lebih tinggi untuk mempertahankan

keindahan warnanya (Said, dkk., 2005).

Selain sebagai sumber energi dan pertumbuhaan, masih banyak fungsi lain

(30)

ikan yang banyak dimanfaatkan dalam budidaya ikan hias. Pakan yang digunakan

untuk membentuk warna tubuh ikan tidak berbeda dengan pakan buatan lainnya,

kecuali adanya penambahan pigmen. Ikan yang diberi pakan yang mengandung

pigmen akan memiliki warna tubuh yang lebih cemerlang (Afrianto dan

Liviawaty, 2005).

Ada dua jenis pigmen yang berperan dalam pembentukan warna tubuh

ikan, yaitu karoten dan melanin. Karoten membentuk warna kuning, oranye, dan

merah, sedangkan melanin membentuk warna coklat sampai hitam. Jumlah

pigmen pada tubuh ikan relatif stabil. Pigmen atau karotenoid dalam bentuk bahan

anorganik yang biasa digunakan untuk pembentukan warna tubuh pada

pembuatan pakan ikan adalah astaxanthin. Keuntungan lain dari penggunaan jenis

pigmen ini adalah dapat membantu proses reproduksi dan meningkatkan proses

metabolisme tubuh (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

Secara fisiologis ikan akan mengubah pigmen yang diperoleh dari

makanannya, sehingga menghasilkan variasi warna. Perubahan warna secara

fisiologis adalah perubahan warna yang diakibatkan oleh aktivitas pergerakan

butiran pigmen atau kromatofor (Evan, 1993). Pergerakan butiran pigmen secara

mengumpul atau tersebar di dalam sel pigmen warna, akibat dari rangsangan yang

berbeda, seperti suhu, cahaya, dan lain-lain.

Pigmentasi pada ikan dikendalikan oleh sistem saraf dan dua zat kimia

yang dihasilkan oleh saraf, yaitu (1) epinefrin (adrenalin) merupakan

neurohormon yang dikeluarkan oleh organisme ketika terkejut atau takut sehingga

menyebabkan butiran pigmen berkumpul di tengah sel dan menyebabkan hewan

(31)

saraf menuju otot, sehingga menyebabkan melanin menyebar dan mengakibatkan

warna tubuh organisme menjadi gelap (Evan, 1993). Penyerapan karotenoid

dalam sel-sel jaringan mempengaruhi kromatofor dalam lapisan epidermis ikan.

Kromatofor yang terdapat di kulit memungkinkan ikan untuk mengubah warna.

Kandungan astaxanthin dalam karotenoid akan meningkatkan pigmen warna

merah pada eritrofor sehingga warna merah yang dihasilkan akan tampak lebih

jelas.

Penyerapan karotenoid dalam sel–sel jaringan mempengaruhi kromatofor

dalam lapisan epidermis ikan. Kromatofor yang terdapat di kulit memungkinkan

ikan untuk mengubah warna. Kandungan astaxanthin dalam karotenoid akan

meningkatkan pigmen warna merah pada eritrofor sehingga warna merah yang

dihasilkan akan tampak lebih jelas (Indarti, dkk., 2012).

Variasi warna merupakan gabungan dari warna – warna yang dikontrol

oleh sistem saraf dan hormonal ikan. Kromatofor memiliki kemampuan berubah

untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan aktifitas seksual. Perubahan warna

karena adanya stres lingkungan seperti cahaya matahari, kualitas air dan

kandungan pigmen dalam pakan (Sari, dkk., 2012).

Astaxanthin

Menurut Gupta and Jha (2006), astaxanthin merupakan pigmen alami yang

dikenal sebagai karotenoid yang memiliki warna merah yang secara alami

terdapat pada tanaman dan beberapa organisme fotosintesis seperti alga dan

beberapa tipe dari jamur dan bakteri, serta pada kulit, cangkang dan kerangka luar

(32)

paling efektif dan dominan untuk pewarnaan pada ikan adalah karotenoid dari

kelas xantofil jenis astaxanthin.

Astaxanthin dapat digunakan sebagai suplemen pakan untuk peningkatan

warna ikan hias (Satyani dan Sugito, 1997). Secara umum, ikan akan menyerap

astaxanthin dari pakan dan menggunakannya langsung sebagai sel pigmen warna

merah. Namun, dapat pula beberapa ikan mengubah astaxanthin ini menjadi

pigmen dasar lutein yang kuning atau zeaxanthin yang oranye tergantung

kebutuhannya (Subamia, dkk., 2010).

Astaxanthin dapat diperoleh dari berbagai organisme laut, meliputi

tumbuhan mikroskopik yang dikenal sebagai mikroalga, serta didapat dari

beberapa jenis ikan seperti salmon, tuna, dan trout, juga terdapat pada sekelompok

crustacea (Amin, dkk, 2012). Selain diperoleh dari sumber-sumber alami,

astaxanthin juga diproduksi secara sintetis yang sudah diperjualbelikan dalam

bentuk bubuk. Astaxanthin sintetis diperoleh dengan cara mengekstrak

bahan-bahan, seperti: alga renik Haematococus pluvialis yang dikenal mempunyai

kandungan astaxanthin yang tinggi. Selain itu, astaxanthin dapat pula diperoleh

melalui proses fermentasi sebangsa kamir Xanthophyllomyces dendrorhous atau

dengan cara mengekstrak dari udang-udangan seperti dari krill Antartik

(Euphausia superba) (McCoy, 1999).

Menurut Munifah dan Wikanta (2008), astaxanthin atau (3,3’-dihydroxy-β,β’-carotene-4,4’-dione) merupakan salah satu senyawa aktif yang memiliki

kandungan 10 kali lipat dibandingkan antioksidan dari beta-karoten yang

ditemukan pada wortel, 100 kali lipat dari Vitamin E dan 1.000 kali lipat lebih

(33)

Menurut Naguib (2000), Astaxanthin merupakan antioksidan yang paling

kuat yang pernah ditemukan di alam. Astaxanthin memiliki aktifitas antioksidan

10 kali lebih kuat dari kelompok karoten berupa canthaxanthin, lutein, dan

zeaxanthin. Didalam astaxanthin terkandung karoten yang penting, yaitu berupa:

α-karoten, β-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin, dan β-cryptoxanthin (Schulz, et

al, 2005). Kandungan tepung astaxanthin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Tepung Astaxanthin

Komponen Kimia Tepung Astaxanthin (100 g)

Air 0.00

Protein 0.03

Lemak 22.0

Karbohidrat 78.0

Sodium 0.17 mg

Energi 510 kal

(Sumber: Oryza, 2010)

Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid

dari makanan alami (Simpson et al., 1981), sedangkan sumber karotenoid bagi

ikan yang dipelihara secara artifisial berasal dari pakan buatan yang jumlahnya

sedikit. Karotenoid tidak dapat disintesa di dalam tubuh hewan sehingga harus

ditambahkan ke dalam pakan (Fuji, 1993). Ikan hias air tawar yang diberi pakan

astaxanthin dapat membuat warnanya menjadi lebih berkilau atau cemerlang

(34)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus–September 2014, di Unit

Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Budidaya Dinas Pertanian dan Kelautan Kota

Medan, Jl. Bunga Ganyong, Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan Medan

Tuntungan.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 12 unit akuarium

ukuran 40 x 20 x 20 cm3 sebagai wadah pemeliharaan, aerator untuk menjaga

kandungan oksigen dalam media, pH meter untuk melihat kadar asam dan basa

media uji, DO meter untuk mengetahui kandungan oksigen, termometer melihat

suhu, timbangan digital untuk mengukur bobot ikan, selang sifon untuk

membuang sisa metabolisma (menjaga kualitas air), serok untuk menangkap ikan,

alat tulis, kamera digital untuk dokumentasi dan lain-lain.

Sedangkan untuk mengetahui perubahan warna menggunakan alat yang

dimodifikasi. Alat ini dibuat dengan menggunakan pencampuran warna.

Perubahan warna kuning kemudian semakin meningkat. Peningkatan warna

dengan cara penambahan kontras 20% per nomor perubahan dan alat pengukur

warna ini dibuat sesuai dengan acuan TCF (Toca Color Finder).

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : ikan maskoki

(35)

buatan berupa pelet ikan hias (Takari), progol untuk perekat progol pada pakan,

dan lain-lain.

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang

sebanyak 3 kali ulangan, yang menjadi perlakuan dalam penelitian ini adalah :

1. Perlakuan A0 : Pemberian tepung Astaxanthin 0%

2. Perlakuan A1 : Pemberian tepung Astaxanthin 1%

3. Perlakuan A2 : Pemberian tepung Astaxanthin 3%

4. Perlakuan A3 : Pemberian tepung Astaxanthin 5%

Denah penempatan akuarium yang berisikan Ikan Maskoki dengan masing –

masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Prosedur Penelitian 1. Persiapan Ikan Uji

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan maskoki yang

berukuran ± 6,62 cm dengan berat ± 5,05 gr (berasal dari induk yang sama, umur

yang sama dan ukuran yang sama). Sebelum ikan dimasukan ke dalam wadah uji,

terlebih dahulu ikan diadaptasi selama dua hari. Selama adaptasi ikan uji diberi

perlakukan sama seperti pemberian pakan pelet. Setelah diadaptasi ikan ditebar

sebanyak 5 ekor per akuarium/media uji. Pengamatan perubahan warna diamati

(36)

2. Persiapan Pakan

Pakan yang digunakan selama penelitian berupa pakan buatan pelet ikan

hias (Takari) dan dicampur dengan Astaxanthin sesuai dengan perlakuan. Pakan

yang digunakan untuk kontrol tidak mengandung astaxanthin, sedangkan

perlakuan 1% mengandung 1 g serbuk astaxanthin dalam 100 g pakan, 3 g dalam

100 g pakan pada perlakuan 3%, dan 5 g dalam 100 g pakan untuk perlakuan 5%.

Astaxanthin yang digunakan berupa tepung dalam bentuk kering.

Kemudian masing-masing dosis ditambahkan pada pakan buatan ikan hias.

Adapun tahapan pencampuran Astaxanthin dalam pakan ialah : Tepung

astaxanthin sesuai dosis terlebih dahulu dicampur dengan progol (2-3 g/kg pakan)

dalam satu wadah dan diaduk sampai merata. Kemudian, tepung astaxanthin yang

telah diaduk merata dengan progol diberi air dengan dosis 150 ml/kg pakan dan

dibiarkan sampai 10 menit. Selanjutnya, pakan Takari dituang ke dalam wadah

tepung astaxanthin bersama progol yang telah dilarutkan dalam air. Lalu diaduk

campuran tersebut, sampai seluruh tepung astaxanthin sudah lengket merata pada

pakan. Jika seluruh tepung astaxanthinsudah lengket kemudian dikering anginkan

campuran tersebut sampai kering selama 30-60 menit. Jika selama pengeringan

terjadi perubahan warna dan bau maka pakan tersebut dibuang dan harus dibuat

kembali.

3. Persiapan Air Media

Persiapan air media merupakan hal yang cukup penting dalam

pemeliharaan ikan. Air sebagai media hidup ikan sebelum digunakan, sebaiknya

(37)

selama penelitian dalam melakukan persiapan air media ialah, air dari sumur gali

yang dinaikkan melalui pompa, ditampung dalam bak tandon. Selanjutnya, air

tersebut dialirkan ke dalam ember penampung yang berfungsi untuk

mengendapkan kotoran-kotoran dalam air. Air yang ada di ember penampung,

diberi aerator yang berfungsi untuk mengurangi jumlah karbon dioksida, dan

mengurangi kandungan konsentrasi gas terlarut. Air diendapkan kurang lebih

selama 1 hari. Selanjutnya, air dapat digunakan dalam pemeliharaan ikan dalam

akuarium. Ketika pengambilan air, aerator dimatikan sehinggga sisa – sisa

metabolisme dalam air mengendap. Air yang digunakan yaitu 75 % dari tinggi air

dalam ember.

4. Pemeliharaan Ikan

Wadah yang digunakan adalah akuarium berjumlah 12 buah yang

berukuran 40 x 20 x 20 cm3. Akuarium dicuci menggunakan detergen hingga

bersih dan dikeringkan. Setelah itu, akuarium diisi dengan air sekitar 75% dari

volumenya dan diberi aerator sebagai penyuplai oksigen.

Sebelumnya ikan diadaptasikan terlebih dahulu terhadap media budidaya.

Setelah masa adaptasi selesai ikan dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan untuk

menghilangkan pengaruh sisa pakan dalam tubuh ikan. Kemudian ikan ditimbang,

difoto dan dimasukkan ke dalam akuarium.

Pemeliharaan ikan dilakukan selama 28 hari dengan pemberian pakan

sebanyak dua kali sehari yakni pada jam 10.00 dan 15.00 WIB pada

masing-masing perlakuan. Jumlah pakan yang diberikan per perlakuan sama yaitu 5% dari

(38)

Sistem kontrol air dilakukan dengan melakukan penyifonan setiap hari.

Jumlah volume air yang disipon sebanyak 10% pada wadah pemeliharaan.

Parameter kualitas air juga dilakukan untuk mengetahui kondisi air. Kualitas air

yang diukur adalah suhu, pH dan oksigen terlarut (DO). Pengukuran kualitas air

dilakukan pada setiap 7 hari sekali.

Perubahan warna ikan uji adalah perbandingan warna awal dengan

perubahan warna akhir. Perbandingan warna ini melihat dari nomor yang

ditunjukan dari perubahan tersebut.

Pengamatan Hasil

Pengamatan hasil dilakukan setiap 7 hari selama 28 hari pemeliharaan.

Pengamatan hasil meliputi pengukuran panjang, bobot dan warna ikan.

1. Pengukuran Warna Ikan

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat pengukur warna

yang dimodifikasi sendiri. Cara pengamatan yaitu difokuskan pada dua warna

yang mendekati pada keseluruhan permukaan tubuh. Pengamatan terhadap

intensitas warna maskoki menggunakan alat pengukur warna yang dimodifikasi

sendiri dan diamati oleh 5 orang panelis yang tidak memiliki gangguan

pengelihatan (buta warna dan rabun). Daftar panelis dapat dilihat pada Lampiran

2.

Pengamatan dilakukan secara visual dengan cara membandingkan warna

(39)

terhadap intensitas warna maskoki dilakukan dengan pemberian nilai atau

pembobotan pada kertas pengukur warna. Penilaian dimulai dari terkecil 1,2,3

hingga skor terbesar 30 dengan gradasi warna dari orange muda hingga merah

pekat. Modifikasi alat pengukur warna dapat dilihat pada Lampiran 3.

2. Pengukuran Panjang Ikan

Pengukuran panjang meliputi panjang total ikan dari ujung mulut sampai

ujung ekor ikan. Pengukuran panjang ikan menggunakan kertas millimeter.

Pertumbuhan panjang dihitung dengan rumus :

Pm = Pt – P0

Keterangan : Pm : Pertumbuhan panjang mutlak ikan (cm)

Pt : Panjang ikan pada waktu ke-t (cm)

P0 : Panjang ikan pada waktu ke-0 (cm)

3. Pengukuran Bobot Ikan

Pengukuran bobot ikan menggunakan timbangan digital. Pertambahan

bobot dihitung dengan rumus :

Wm = Wt – W0

Keterangan : Wm : Pertambahan bobot mutlak ikan (g)

Wt : Bobot ikan pada waktu ke-t (g)

(40)

Analisis Data

Data peningkatan kualitas warna yang diperoleh (hasil selisih pengukuran

warna awal hingga warna akhir pada modifikasi alat pengukur warna) dianalisis

dengan analisa statistik menggunakan SPSS yang meliputi Analisis Ragam

(ANOVA) uji F untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter.

Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan (penggunaan

tepung Astaxanthin) akan diuji menggunakan uji Beda Nyata Jujur atau Tukey.

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Warna

Ikan Maskoki mengalami perubahan warna selama penelitian dari

masing-masing perlakuan. Data perubahan warna Ikan Maskoki dari masing-masing-masing-masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Perubahan warna Ikan Maskoki yang

tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (4,13), kemudian diikuti perlakuan A2 (2,73),

perlakuan A0 (2,47) dan terendah perlakuan A3 (1,53). Pada perlakuan kontrol

(A0), ikan Maskoki juga mengalami perubahan namun tidak sebaik pemberian

Astaxanthin. Perhitungan statistik warna dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel. 3 Data Perubahan Warna Ikan Maskoki dari Masing-Masing Perlakuan

Perlakuan Ulangan Pengamatan (Hari Ke-)

(42)

Pertumbuhan

Berdasarkan pengamatan dan sampling yang dilakukan setiap 7 hari sekali

selama masa pemeliharaan 28 hari, selain perubahan warna Ikan Maskoki juga

mengalami perubahan pertumbuhan yaitu panjang dan berat ikan

Data pertumbuhan berat dan panjang Ikan Maskoki dari masing–masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Pertumbuhan terbaik Ikan Maskoki selama

penelitian terdapat pada perlakuan A1 (0,48 cm dan 1.27 g), kemudian diikuti

perlakuan A3 (3,07 cm dan 1 g), perlakuan A0 (0,23 cm dan 0,89 g) dan

pertumbuhan terendah Ikan Maskoki adalah perlakuan A2 (0,14 cm dan 0,58 g).

Perhitungan statistik panjang dan berat ikan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.

Tabel 4. Data Pertumbuhan Berat Dan Panjang Ikan Maskoki Dari Masing-Masing Perlakuan

Perlakuan Ulangan

Pengukuran Awal Pengukuran Akhir

(43)

Kualitas Air

Kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh

kualitas air. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah DO,

suhu, dan pH dalam batas kelayakan untuk pemeliharaan Ikan Maskoki. Data

kualitas air yang didapat selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Kualitas Air Selama Penelitian

Parameter A0 A1 A2 A3

Dari hasil pengamatan menunjukkan terjadi perubahan warna ikan

maskoki pada masing-masing perlakuan. Perubahan warna ikan maskoki yang

tertinggi terjadi pada perlakuan A1 (dosis 1%), kemudian diikuti dengan perlakuan

A2 (dosis 3%), A0 (dosis 0%), dan yang terendah A3 (dosis 5%). Data perubahan

warna Ikan Maskoki pada tiap pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

(44)

Perubahan warna ikan maskoki merupakan akibat dari penambahan tepung

Astaxanthin pada pakan secara optimal, karena Astaxanthin mengandung

karatenoid yang dapat meningkatkan warna dari ikan. Menurut Satyani dan Sugito

(1997), astaxanthin merupakan salah satu senyawa dari kelompok pigmen

karatenoid yang dapat digunakan sebagai suplemen pakan untuk peningkatan

warna ikan hias.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan suplemen astaxanthin

sebanyak 1g/100g pakan sudah cukup efektif meningkatkan kualitas warna ikan.

Pemberian suplemen warna kurang dari 1g/100g (kontrol) tidak menunjukkan

hasil yang signifikan dalam meningkatkan warna. Demikian pula pada pemberian

suplemen yang berlebihan akan merupakan pemborosan karena warna maksimal

yang sudah tercapai tidak akan lebih meningkat lagi.

Hasil penelitian (Gambar 3) menunjukkan bahwa perlakuan A1

memberikan pengaruh yang lebih efektif dibanding perlakuan A2, A0 dan A3 pada

ikan maskoki. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan A1 (dosis 1%) merupakan

jumlah optimal untuk memberikan intensitas warna terbaik. Perubahan Warna

Ikan Maskoki dengan masing–masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Perubahan yang paling tinggi dan efektif untuk meningkatkan pigmen

merah pada tubuh ikan maskoki adalah perlakuan A1, dengan nilai 4,13 dan paling

rendah nilai perlakuan A3 dengan nilai rata-rata 1,53. Pada hari ke-14, rata-rata

ikan uji mengalami perubahan ke arah yang lebih cerah dan meningkat pada hari

yang ke-21. Berdasarkan hasil pengamatan Lesmana (2002) bahwa pemberian

(45)

meningkat. Pemberian suplemen selama 3 minggu warna ikan hias menunjukkan

hasil yang sudah maksimal. Lebih dari waktu tersebut umumnya warna akan stabil

dikarenakan adanya peningkatan karotenoid dalam sel pigmen (kromatofor) ikan

maskoki.

Gambar 3. Perubahan Warna Ikan Maskoki (Carasius auratus)

Menurut Sally (1997) diacu oleh Wallin (2002) ikan akan menyerap

sumber karotenoid dalam pakan secara langsung dan menggunakannya sebagai

pigmentasi untuk meningkatkan intensitas warna pada tubuhnya. Mekanisme

peningkatan intensitas warna menuju kearah yang lebih cerah pada dasarnya

dipengaruhi oleh sel kromatofor yang terletak pada lapisan epidermis.

Proses terbentuknya warna secara kimia dalam tubuh ikan menurut Mara

(2010): astaxanthin merupakan pigmen karotenoid yang masuk ke dalam tubuh

melalui aliran darah dan disimpan dalam jaringan lemak yang akan dicerna pada

bagian usus oleh enzim lipase pankreatik dan garam empedu. Enzim lipase

pankreatik menghidrolisis trigliserid menjadi monogliserid dan asam lemak.

Garam empedu berfungsi sebagai pengemulsi lemak sehingga terbentuk partikel

(46)

monogliserid, dan kolesterol. Karatenoid dalam sitoplasma sel mukosa usus halus

dipecah menjadi retinol kemudian diserap oleh dinding usus bersamaan dengan

diserapnya asam lemak secara difusi pasif dan digabungkan dengan micelle

kemudian berkumpul membentuk gelembung lalu diserap melalui saluran

limfatik. Selanjutnya micelle bersama dengan retinol masuk ke saluran darah dan

ditransportasikan menuju ke hati, di hati retinol bergabung dengan asam palmitat

dan disimpan dalam bentuk retinil-palmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh,

retinil palmitat akan diikat oleh protein pengikat retinol (PPR) yang disintesis di

hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain, untuk diangkut ke sel-sel jaringan.

Selanjutnya menurut Goodwin (1984) Pigmen tersebut dideposit pada sel warna

(kromatofora) yang terdapat dalam dermis. Karotenoid yang telah disintesis

menjadi pigmen yang akan diletakkan pada xanthofora (warna kuning) dan

erythtroforaa (warna merah dan oranye). Apabila kebutuhan terhadap karotenoid

sudah terpenuhi, maka karoten akan dikeluarkan melalui feces.

Penambahan tepung astaxanthin dalam pakan meningkatkan warna pada

maskoki. Menurut Satyani dan Sugito (1997) kandungan karotenoid dalam tepung

astaxanthin dapat mengakibatkan perubahan pada sel kromatofor, adapun

perubahan tersebut dibagi menjadi dua yaitu perubahan secara morfologis dan

fisiologis. Perubahan morfologi mempengaruhi penambahan dan penurunan

jumlah sel kromatofor. Indarti, dkk (2012) sel kromatofor adalah sel pigmen yang

memiliki bentuk bulat dan terletak menyebar si seluruh lapisan sel epidermis kulit

ikan. Sedangkan perubahan secara fisiologis adalah perubahan yang diakibatkan

oleh sel pigmen. Sel pigmen yang tersebar di dalam sel menyebabkan sel

(47)

menyebabkan ikan menjadi lebih terang dan jelas, sedangkan sel pigmen yang

berkumpul didekat nukleus menyebabkan penurunan warna tubuh ikan sehingga

warna tubuh ikan terlihat lebih gelap dan memudar.

Hasil analis ANOVA menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan

penambahan tepung astaxanthin yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat

nyata terhadap peningkatan warna ikan maskoki (p>0,01). Hasil uji lanjut

menunjukkan perlakuan A1 (dosis 1%) tepung astaxanthin memberikan respon

paling baik terhadp perubahan warna tubuh maskoki dibandingkan dengan

perlakuan lainnya. Menurut Satyani dan Sugito (1997) untuk memperoleh

penampilan warna terbaik pada ikan, maka dosis sumber pigmen warna yang

diberikan harus tepat, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan. Harus

memenuhi batas maksimal artinya jika karoten ditambahkan kedalam pakan

dalam jumlah berlebih, pada titik tertentu tidak akan memberikan perubahan

warna yang lebih baik bahkan mungkin akan menurunkan nilai warna (Satyani

dkk, 1992).

Astaxanthin sebagai suplemen pakan bertujuan untuk menghasilkan ikan

maskoki sebagai ikan hias yang memiliki warna yang lebih menarik. Sedangkan

pengukuran bobot dan panjang tubuh ikan dilakukan untuk melihat pengaruh

(48)

Pertumbuhan

Pertumbuhan Panjang

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu

waktu (Effendie, 2004). Dari hasil pengamatan menunjukkan terjadi pertambahan

panjang tubuh ikan maskoki pada masing-masing perlakuan. Pertambahan

panjang ikan Maskoki yang tertinggi terjadi pada perlakuan A1 (dosis 1%),

kemudian diikuti dengan perlakuan A3 (dosis 5%), A0 (dosis 0%), dan yang

terendah A2 (dosis 3%). Data pertambahan panjang Ikan Maskoki pada tiap

pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data Pertumbuhan Panjang ikan Maskoki Pada tiap pengamatan (cm) Pengamatan

Hari Ke-

Perlakuan

A0 A1 A2 A3

1 6,34 6,4933 6,7 6,4467

7 6,367 6,513 6,707 6,533

14 6,44 6,7 6,833 6,673

21 6,493 6,8 6,92 6,707

28 6,5267 6,9767 6,927 6,86

Ikan maskoki mengalami pertumbuhan panjang dari 6,34 – 6,7 cm menjadi

6,52 – 6,97 cm. Data pertumbuhan panjang harian ikan Maskoki juga dapat dilihat

(49)

Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Panjang Rata-rata Harian

Jika dilihat pada grafik diatas, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

nilai perubahan panjang terendah berada di perlakuan A2 dengan nilai rata-rata 0,3

cm dan pertumbuhan panjang yang paling signifikan terjadi pada perlakuan A1,

dengan nilai 0,48 cm. Pada hari ke-14, rata-rata ikan uji menunjukkan

peningkatan pertumbuhan panjang dan terus meningkat pada hari yang ke-21.

Gambar menunjukkan bahwa perubahan panjang pada pengamatan hari

pertama dan hari ke-7 mengalami pertambahan panjang sangat lambat pada

masing-masing perlakuan, kecuali pada perlakuan A3 menunjukkan pertambahan

panjang yang cukup tinggi. Tingginya pertambahan ini disebabkan oleh ikan pada

perlakuan A3 sudah beradaptasi. Selanjutnya pada hari yang ke-14 perlakuan A1

sudah mengalami pertambahan yang cukup tinggi. Jika dilihat dari laju

pertambahan panjang maka pada A1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan

lainnya.

Berdasarkan hasil analisis ragam ANOVA, pertumbuhan panjang dan

berat ikan maskoki tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan (p>0,05). Hal ini 6

hari ke-1 hari ke-7 hari ke-14 hari ke-21 hari ke-28

A0

A1

A2

(50)

sesuai dengan pernyataan Sulawesty (1997) yang menyatakan bahwa penambahan

karotenoid pada pakan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan Prayogo, dkk

(2012) bahwa ikan hias yang diberi pakan sumber karoten diduga lebih

memanfaatkan zat warna tersebut untuk meningkatkan warna tubuhnya.

Pertumbuhan Berat

Hasil penelitian (Tabel 8) menunjukkan bahwa rata-rata perubahan bobot

tubuh selama pengamatan setiap perlakuan berkisar antara 0,58–1,26 gram,

sedangkan rata-rata perubahan panjang ikan selama pengamatan didapatkan hasil

berkisar antara 0,14-0,48 cm untuk setiap perlakuan. Pertumbuhan ikan maskoki

terbaik terdapat pada perlakuan A1 (dosis 1%). Hal ini terihat dari pertumbuhan

panjang dan berat mutlak yang mencapai angka tertinggi yaitu 0,48 cm dan 1,26

gram. Data pertambahan berat Ikan Maskoki pada tiap pengamatan dapat dilihat

pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Pertumbuhan Berat ikan Maskoki Pada tiap pengamatan (gram) Pengamatan

Ikan maskoki mengalami pertumbuhan berat dari 4,35-4,94 gram menjadi

5,09–5,92 gram. Data pertumbuhan panjang harian ikan Maskoki juga dapat

(51)

Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Berat Rata-rata Harian

Gambar diatas menunjukkan bahwa perubahan berat pada pengamatan hari

pertama dan hari ke-28 mengalami pertambahan berat yang relatif konstan pada

masing-masing perlakuan, kecuali pada perlakuan A2.

Jika diamati dari laju pertambahan berat, pertumbuhan A2 pada hari ke-14

melambat, hal ini diduga disebabkan oleh faktor keturunan atau genetik ikan uji.

Menurut Yuliati, dkk (2003) bahwa dalam satu populasi (kelompok) ikan yang

berasal dari satu kali pemijahan (bisa beberapa induk) biasanya akan didapat

10-20% ikan yang mengalami penurunan pertumbuhan yang ditandai dengan ukuran

kecil, lambat tumbuh, cepat matang gonad pada ukuran kecil, sebaliknya juga

akan didapat ikan yang tumbuhnya lebih cepat dari rata-rata.

Dari Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perubahan pertumbuhan

panjang dan berat berbanding lurus, artinya semakin besar panjang tubuh maka

semakin bertambah pula bobot tubuh ikan (Gambar 6 dan 7). 4

hari ke-1 hari ke-7 hari ke-14 hari ke-21 hari ke-28

A0

A1

A2

(52)

Gambar 6. Perubahan panjang ikan maskoki (Carasisus auratus)

Gambar 7. Perubahan Berat Ikan Maskoki (Carasisus auratus)

Kualitas Air

Parameter fisika-kimia air merupakan salah satu indikator yang diamati

yang diamati dalam penelitian ini. Suhu air pada wadah pemeliharaan setiap

perlakuan relatif stabil pada kisaran suhu 27,1–28,5 C. Menurut Antono (2010)

(53)

berdampak pada nafsu makan ikan. Meningkatknya suhu air akan mempengaruhi

meningkatnya metabolisme tubuh ikan sehingga nafsu makan ikan menjadi

meningkat, demikian pula sebaliknya.

Kisaran pH yang diukur pada wadah pemeliharaan setiap perlakuan

berkisar antara 6,7-7,4. Menurut Lesmana (2002), bahwa pH pada wadah

pemeliharaan tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup

ikan uji.

Oksigen terlarut juga merupakan unsur penting dalam proses metabolisme.

Menurut Boyd (1990) diacu oleh Sholichin (2012) nilai oksigen terlarut yang baik

untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan adalah >3 mg/L. Nilai oksigen terlarut

selama penelitian yang diperoleh ialah 6,6-7,4 mg/L. Sehingga osigen terlarut

(DO) pada media pemeliharaan ikan maskoki berada pada kisaran yang optimal.

Hasil analisis parameter kualitas air yang diukur menunjukkan ikan

maskoki berada pada lingkungan yang layak untuk tumbuh dan berkembang.

Kualitas air secara keseluruhan dinilai baik dan layak untuk pemeliharaan ikan

maskoki sehingga tidak akan memicu stress pada ikan. Menurut Antono (2010),

bahwa stress pada ikan maskoki atau ikan hias pada umumnya akan berdampak

negatif pada warna. Hal ini sesuai dengan pernyataan Evan (1993), bahwa ketika

ikan terkejut atau stress, akan menyebabkan butiran pigmen berkumpul ditengah

sel dan menyebab ikan tersebut kehilangan warna.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi warna,

panjang, dan bobot ikan maskoki pada penelitian ini adalah pakan yang diberikan

(54)

pemeliharaan untuk mencegah sisa pakan terakumulasi di dalam wadah akuarium,

mencegah berkembangnya penyakit, dan menjaga kondisi kualitas air tetap stabil.

Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa parameter kualitas air di dalam

lingkungan tersebut adalah terkontrol dan mampu membantu keberlanjutan

pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan maskoki.

Mortalitas

Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 28

hari, jumlah persentase kelangsungan hidup ikan uji adalah sebesar 100%.

Artinya, kematian ikan tidak terjadi pada tiap perlakuan. Menurut Wijayanti

(2010) mortalitas dapat terjadi karena ikan mengalami kelaparan berkepanjangan,

akibat tidak terpenuhinya energi untuk pertumbuhan dan mobilitas karena

kandungan gizi pakan yang tidak mencukupi sebagai sumber energi. Salah satu

upaya untuk mengatasi rendahnya tingkat kelangsungan hidup yaitu dengan

pemberian pakan yang tepat baik dalam jumlah dan kandungan gizi dari pakan

yang diberikan.

Selama pemeliharaaan tidak terjadi kematian ikan uji pada seluruh

perlakuan. Diduga karena ikan tidak stres dan mampu beradaptasi dalam wadah

pemeliharaan yaitu wadah akuarium. Kelangsungan hidup dipengaruhi oleh

ukuran dan umur ikan yang mendukung ikan mampu bertahan hidup dengan baik.

Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan adalah kemampuan

ikan untuk bertahan hidup dan kondisi kualitas air. Berdasarkan hasil pengukuran

kualitas air selama penelitian, kualitas air masih dalam kondisi dapat ditolerir oleh

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa :

1. Pemberian Astaxanthin dapat merubah warna dan mempengaruhi

pertumbuhan Ikan Maskoki (Carassius auratus).

2. Penambahan Astaxanthin pada pakan dengan dosis 1% menghasilkan tingkat

perubahan warna yang lebih optimal pada Ikan Maskoki (Carassius auratus)

dan lebih efektif dibandingkan dengan dosis Astaxanthin yang lain.

Saran

1. Untuk meningkatkan kualitas warna pada Ikan Maskoki secara efektif, pakan

dapat dicampur dengan tepung Astaxanthin dengan dosis 1%.

2. Untuk menjaga kelangsungan hidup perlu pengontrolan kualitas air dan

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Yogyakarta.

Antono, D.R. 2010. Perubahan Warna Ikan Maskoki (Carassius auratus) yang Diberi Pakan Berkarotenoid dengan Lama Pemberian Berbeda. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Amin, M.A., Rosidah, dan L. Walim. 2012. Peningkatan Kecerahan Warna Udang Red Cherry (Neocaridina heteropoda) Jantan Melalui Pemberian Astaxanthin dan Canthaxanthin Dalam Pakan. Jurnal Perikanan dan Kelautan, ISSN: 2088-3137, Vol 3 No 4 243-252.

Bachtiar, Y. 2002. Mencemerlangkan Warna Koi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Bachtiar, Y. 2003. Menghasilkan Pakan Alami Untuk Ikan Hias. Penerbit PT AgroMedia Pustaka. Tangerang.

Bachtiar, Y. 2004. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Untuk Ekspor. Penerbit PT AgroMedia Pustaka. Tangerang.

Beauty, G., A. Yustiati., dan R. Grandiosa. 2012. Pengaruh Dosis Mikroorganisme Probiotik Pada Media Pemeliharaan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Mas Koki (Carassius

auratus) Dengan Padat Penebaran Berbeda. Jurnal Perikanan dan

Kelautan, ISSN: 2088-3137, Vol 3 No 3.

Boyd, C.E., 1979. Water Quality in Warmwater Fish Pond. Craft Master Printers Inc, Alabama.

Capelli, B. dan G. Cysewski. 2008. Natural Astaxanthin: King Of The Carotenoids. Cyanotech Corporation. USA.

Evan, D. H. 1993. The Physiology of Fishes. CCR Press. London.

Effendie, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

(57)

Fuji, R. 1993. Coloration and Chromatophore. p:536-561. In: D. H. Evans (Ed.). The Physiology of Fish, Vol. 17. CRC Press. Inc., United States, America.

Goodwin, T. W. 1984. The Biochemistry of The Carotenoids 2nd Edition. Chapman and Hall. London

Gupta, S. K. and A.K. Jha. 2006. Use of Natural Carotenoids for Pigmentation in Fishes. Central Institute of Fisheries Education. India.

Indarti, S., M. Muhaemin, dan S. Hudaidah. 2012. Modified Toca Colour Finder (M-TCF) dan Kromatofor sebagai Penduga Tingkat Kecerahan Warna Ikan Komet (Carassius auratus auratus) yang Diberi Pakan dengan Proporsi Tepung Kepala Udang (TKU) yang Berbeda. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, 1(1) : 9-16.

Iskandar dan M. Sitanggang. 2003. Memilih dan Merawat Maskoki Impor Berkualitas. Agromedia. Jakarta.

Kidd, P. 2011. Axtaxanthin, Cell Membrane Nutrient with Diverse Clinical Benefits and Anti-Aging Potential. Alternative Medicine Review, LLC. Volume 16 Number 4.

Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993.

Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd., Indonesia.

Lesmana, D. S. 2002. Agar Ikan Hias Cemerlang. Jakarta : Penebar Swadaya

Lesmana, D.S. dan D. Daelami. 2009. Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Liviawaty, E. dan E. Aprianto. 1990. Maskoki, Budidaya dan Pemasarannya. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Mara, K. I. 2010. Pengaruh Penambahan Tepung Kepala Udang dalam Pakan Buatan Terhadap Peningkatan Warna Ikan Rainbow Merah (Glossolepis incises). [Skripsi]. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta

McCoy, M. 1999. Astaxanthin Market A Hard One To Crack. Chem and Eng News. USA.

(58)

Mulyani, L.F. 2013. Pengaruh Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa) Terhadap Sintasan Dan Pertumbuhan Larva Ikan Botia (Chromobotia macracanthus). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Universitas Mataram.

Naguib, Y.M.A. 2000. Antioxidant Activities of Astaxanthin and Related Carotenoids. Journal of Agricultural Chemicals.

Ningrum, E. K. dan Afin M. 2012. Bisnis Hebat Ikan Hias Air Tawar. Cahaya Atma Pustaka. Yogyakarta.

Oryza, O. 2010. Astaxanthin Natural Antioxidant for Neuro-protection, Vision Enhancement and Skin Rejuvenation. Chemical Co Ltd., Japan.

Prayogo, H.H., R. Rostika, dan I. Nurruhwaty. 2012. Pengkayaan Pakan yang Mengandung Maggot dengan Tepung Kepala Udang sebagai Sumber Karotenoid Terhadap Penampilan Warna dan Pertumbuhan Benih Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva). Jurnal Perikanan dan Kelautan

Said, D.S., W.D. Supyawati, dan Noortiningsih. 2005. Pengaruh Jenis Pakan dan Kondisi Cahaya Terhadap Penampilan Warnaikan Pelangi Merah

Glossolepis incisus Jantan. Jurnal Iktiologi Indonesia, Volume 5 Nomor 2.

Sally, E. 1997. Pigment Granula Transport in Cromatophores. Departement Biology Buckell University. Lewisbrug.

Sasson, A. 1991. Culture of Microalgae in Achievement and Evaluation. United Nation Educational, Scientific and Cultural Organitation (UNESCO) Place de Pontenry, Paris. France. 104p.

Sari, N.P., L. Santoso, dan S. Hudaidah. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Kepala Udang dalam Pakan Terhadap Pigmentasi Ikan Koi (Cyprinus carpio) Jenis Kohaku. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, 1(1) : 31-38.

Satyani, D. 2005. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Satyani, D., dan S. Sugito. 1997. Astaxanthin Sebagai Suplemen Pakan Untuk Peningkatan Warna Ikan Hias. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Vol 8. Instalasi Penelitin Perikanan, Depok, Jakarta.

(59)

Simpson, K. L., T. Katayama, and C. O. Chichester. 1981. Carotenoid in Fish Feed. p:102-103. In: Carotenoid as Colorants and Vitamin A Precursors. Academic Press, Publishers, New York- San Francisco.

Subamia, I.W., Bastiar N., dan Ruby V.K., 2010. Pemanfaatan Maggot yang diperkaya Dengan Zat Pemicu Warna Sebagai Pakan Untuk Peningkatan Kualitas Warna Ikan Hias Rainbow (Melanotaenia boesemani) Asli Papua. Jurnal Iktiologi Indonesia. Balai Riset Budidaya Ikan Hias. Depok.

Sulawesty, F. 1997. Perbaikan Penampilan Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incises) Jantan dengan Menggunakan Karotenoid Total dari Rebon. Limnotek. Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong.

Sutikno, E. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Jurnal Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Ballai Besar Pengembanagn Budidaya Air Payau Jepara.

Wahyuningsih, H. dan T.A. Barus. 2007. Buku Ajar Ikhtiologi. USU Press. Medan.

Wallin, M. 2002. Nature’s Pallete How Animals, Including Humans, Produce Colours. Departement of Zoology Goteborg University. Sweden.

Wijayanti, K. 2010. Pengaruh Pemberian Pakan Alami Yang Berbeda Terhadap Sintasan Dan Pertumbuhan Benih Ikan Palmas (Polyptelus senegalus senegalus Cuvier, 1829). Skripsi. Universitas Indonesia. Depok

Yuliani, F. 2013. Perkembangan Larva Ikan Rainbow Boesemani (Melanotaenia boesemani): Tahap Pembentukan Sirip dan Pembelokan Tulang Ekor. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Al Azhar Indonesia.

(60)

Lampiran 1. Denah penempatan akuarium yang berisikan Ikan Maskoki dengan masing-masing perlakuan

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Keterangan :

A0 : Tanpa Astaxanthin (kontrol) A1 : Pemberian tepung Astaxanthin 1% A2 : Pemberian tepung Astaxanthin 3% A3 : Pemberian tepung Astaxanthin 5%

A3

A1

A3 A0

A2

A1

A3

A2

A0

A1 A2

(61)

Lampiran 2. Daftar Panelis Pengukur Warna

No. Nama Keterangan

1. Denny Hutasoit Mahasiswi Universitas Sumatera Utara 2. Pesta Saulina Sitohang Mahasiswi Universitas Sumatera Utara 3. Maria Christie Mahasiswi Universitas Sumatera Utara 4. Daniel Sinaga Mahasiswi Universitas Sumatera Utara 5. Uzi Zefanya Mahasiswi Universitas Sumatera Utara

(62)

Lampiran 3. Toca Color Finder (TCF) yang dimodifikasi

Keterangan : Perubahan warna pada ikan dapat dilihat dengan menggunakan

Toca Color Finder (TCF) yang dimodifikasi. Alat ini dibuat dengan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian.
Gambar 2. Ikan Maskoki Oranda (Spencer) (www.tropicalifish.com, 2010)
Tabel 1. Optimum Kualitas Air Ikan Maskoki
Tabel 2. Kandungan Tepung Astaxanthin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan indeks harga yang dibayar petani (Ib) pada Subsektor Tanaman Hortikultura disebabkan oleh naiknya Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) sebesar 1,76

Dengan mengucapkan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini untuk memenuhi

Atasan saya dapat melihat dan membaca peluang yang terjadi di pasar untuk mengembangkan MAJU SPORT dengan mengikuti trend dan model pada peralatan olah raga.

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa

Sebagaimana halnya dengan penggantian waris yang diatur dalam pasal ^44 BW, maka dalam penggantian waris yang diatur dalam pasal 84> BW tidak ada bedanya apakah saudara

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) Pelaksanaan supervisi klinis pada guru pendidikan agama Islam: SMP N 1 Pabelan Kabupaten Semarang model yang dipakai

De nature mungkin menjadi salah satu pilihan yang harus anda coba untuk mengobati penyakit yang anda derita tersebut ,karena kami telah terbukti banyak membantu para penderita

3) Strategi produk dengan membuat paket-paket yang menarik perhatian tamu untuk menginap dengan harga khusus dan fasilitas khusus. Paket- paket ini dapat merupakan inovasi