• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK GERAKAN PEMBANGUNAN SWADAYA RAKYAT

(GERBANG SWARA) TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH KECAMATAN TANJUNG BERINGIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

ROMIAN PARULIAN SIAGIAN

087003033/PWD

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAMPAK GERAKAN PEMBANGUNAN SWADAYA RAKYAT

(GERBANG SWARA) TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH KECAMATAN TANJUNG BERINGIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROMIAN PARULIAN SIAGIAN

087003033/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : DAMPAK GERAKAN PEMBANGUNAN SWADAYA RAKYAT (GERBANG SWARA) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Romian Parulian Siagian Nomor Pokok : 087003033

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S) Anggota

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal : 6 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S

2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

3. Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D 4. Agus Suriadi, S.Sos, MA

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai” di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza sebagai Ketua, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai anggota. Keterbatasan APBN maupun APBD serta kebutuhan yang mendesak untuk melaksanakan pembangunan ternyata semakin mendorong masyarakat untuk berusaha mandiri. Masyarakat mungkin sudah jenuh menunggu untuk terealisasinya pembangunan sebagaimana yang telah dituangkan dalam musrenbang selama ini. Untuk itu, diperlukan partisipasi masyarakat secara nyata dalam pembangunan demi kebutuhan masyarakat yang mendesak. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menggagas Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat atau yang sering disebut dengan “Gerbang Swara”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan implementasi Gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin dan untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan dan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin. Ada sebanyak 4 (empat) desa yang telah mengimplementasikan gerakan pembangunan swadaya rakyat yaitu Desa Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua dan Pematang Terang. Jumlah responden ditetapkan sebanyak 178 orang yang dipilih dengan cara simple random sampling di empat desa tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya gerakan pembangunan swadaya masyarakat terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yakni sebesar 10,23 persen. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Beringin setelah adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat bertambah sebesar 26 jiwa/km2. Namun tidak terdapat peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin.

(6)

ABSTRACT

The title of this research is "Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai " under the guidance of Prof. Bachtiar Hassan Miraza as the Chairman, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Kasyful Mahalli, SE, M.Si as members. APBN and APBD limitations and the urgent need to carry out the development was increasingly trying to encourage people to be independence. People may be tired to wait for carring out the development which was poured in musrenbang. This requires significant public participation in development for the urgent needs of the community. Serdang Bedagai regency government initiated the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat that are often called "Gerbang Swara". The purpose of this research is to describe the implementation of the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat in the District of Tanjung Beringin, to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on people income in the District of Tanjung Beringin and to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on density and population growth in the District of Tanjung Beringin. There were 4 (four) villages that have implemented gerakan pembangunan swadaya rakyat: Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua and Pematang Terang villages. Number of respondents stated that as many as 178 people selected by simple random sampling in the four villages.

The results of the research show that with the gerakan pembangunan swadaya rakyat has increased the people’s income which amounted to 10.23 percent. While the level of Tanjung Beringin’s district density after the the gerakan pembangunan swadaya rakyat was increased by 26 people/km2. But there is no increase in the rate of population growth in Tanjung Beringin’s District.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang tidak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Dampak Gerakan

Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan

Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai” yang dikaji dengan beberapa

pendekatan/analisis sebagai aplikasi pengetahuan yang didapat oleh penulis selama

mengikuti perkuliahan pada Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini saya tidak lupa untuk menyampaikan rasa terima kasih

dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga

penulisan tesis ini dapat diselesaikan, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Studi Magister

Perencanaan Pembangunaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak

membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

4. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

6. Bapak-bapak Dosen Penguji, Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.D,

Bapak Agus Suriadi, S.Sos, MA dan Bapak Drs. Rudjiman, M.Si yang telah

(8)

7. Bapak Bupati Serdang Bedagai yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti ijin belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

8. Bapak Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan Setdakab Serdang Bedagai,

M. Faisal Hasrimy, AP, M.AP dan Bapak Camat Tanjung Beringin, Fitriadi,

S.Sos, M.Si yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

9. Ibunda tercinta R. br. Sibarani yang telah memberikan doa dan dukungan

yang luar biasa.

10.Calon Istri tercinta dr. Amy Dewi Putri Simarmata yang telah memberikan

dukungan dan doa serta cinta kasihnya.

11.Adik-adik dan kakak penulis yang telah memberikan dukungan dan doanya.

12.Seluruh Dosen Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf kepada Bapak/Ibu Dosen

serta segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

dan rekan-rekan apabila ada kesalahan penulis.

Medan, Juli 2010

(9)

RIWAYAT HIDUP

Romian Parulian Siagian merupakan anak pertama dari 5 (lima) bersaudara

dari pasangan B. Siagian dengan R. Sibarani, dilahirkan di Firdaus pada tanggal 16

Desember 1984.

Jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dilalui adalah SD Negeri No.

102020 Firdaus lulus tahun 1997, SMP Negeri 1 Sei Rampah lulus tahun 2000 dan

SMA Negeri 1 Tebing Tinggi lulus tahun 2003. Kemudian tahun 2003 melanjutkan

jenjang pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).

Saat ini bekerja sebagai Kepala Sub Bagian Pelayanan Umum pada

(10)

DAFTAR ISI

1.4. Manfaat Penelitian……….……….. 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.……… 9

2.1. Pembangunan Partisipatif……… 9

2.2. Pengembangan Wilayah……….. 18

2.3. Pemberdayaan Masyarakat………. 24

2.4. Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara)… 26 2.5. Penelitian Terdahulu……… 30

2.6. Kerangka Pemikiran……… 32

2.7. Hipotesis Penelitian………. 35

BAB III. METODE PENELITIAN..……… 36

3.1. Lokasi Penelitian………..……….. 36

3.2. Populasi dan Sampel…...……….……… 36

3.2.1. Populasi Penelitian……….. 36

3.2.2. Sampel Penelitian………...………. 37

3.3. Teknik Pengumpulan Data….……….……… 39

3.4. Teknik Analisis Data…….………. 40

3.5. Definisi Operasional…….……….. 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 44

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 44

4.1.1. Geografis……… 44

(11)

4.1.3. Topografi……… 45

4.1.4. Sarana dan Prasarana Umum……….………. 46

4.1.5. Penduduk……… 47

4.1.6. Sejarah Singkat Kecamatan Tanjung Beringin…….. 49

4.2. Karakteristik Responden……… 50

4.3. Hasil Analisis………. 53

4.3.1. Implementasi Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Kecamatan Tanjung Beringin………….………. 53

4.3.2. Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) terhadap Pendapatan Masyarakat Kecamatan Tanjung Beringin..……….. 61

4.3.3. Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin……… 64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 68

5.1. Kesimpulan………. 68

5.2. Saran……… 69

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Populasi Penelitian……….. 37

3.2. Jumlah Sampel Menurut Desa di Kecamatan Tanjung Beringin… 39

3.3. Data Penelitian……… 40

4.1. Jumlah Dusun, RT dan RW Kecamatan Tanjung Beringin……… 44

4.2. Sarana Ibadah di Kecamatan Tanjung Beringin……….… 46

4.3. Sarana Pendidikan di Kecamatan Tanjung Beringin …………... 46

4.4. Sarana Kesehatan di Kecamatan Tanjung Beringin…………... 47

4.5. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjung Beringin Berdasarkan

Jenis Kelamin………... 47

4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……….. 48

4.7. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur di Kecamatan

Tanjung Beringin………. 50

4.8. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan

Tanjung Beringin………... 51

4.9. Distribusi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

di Kecamatan Tanjung Beringin………... 51

4.10. Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Kecamatan

Tanjung Beringin………. 52

4.11. Distribusi Responden Menurut Tingkat Penghasilan

di Kecamatan Tanjung Beringin... 52

4.12. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

(13)

4.13. Bentuk Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat

di Kecamatan Tanjung Beringin... 54

4.14. Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan Riil ……….. 62

4.15. Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan Riil Setelah Ditambah

Nilai Inflasi……….. 63

4.16. Kepadatan Penduduk Sebelum dan Sesudah Gerakan

Pembangunan Swadaya Rakyat……….. 66

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Model Pembangunan Desa Berbasis Kekuatan Sumber Daya

Masyarakat……… 16

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian……… 74

2. Hasil Uji Beda (T-Test) Pendapatan Masyarakat Sebelum dan

Sesudah Gerbang Swara……….. 77

3. Rekapitulasi Data Kuesioner……… 79

4. Penghargaan Gerbang Swara……… 85

5. Instruksi Bupati Nomor 04 Tahun 2005 tentang Gerakan

Pembangunan Swadaya Rakyat……… 86

(16)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai” di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza sebagai Ketua, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai anggota. Keterbatasan APBN maupun APBD serta kebutuhan yang mendesak untuk melaksanakan pembangunan ternyata semakin mendorong masyarakat untuk berusaha mandiri. Masyarakat mungkin sudah jenuh menunggu untuk terealisasinya pembangunan sebagaimana yang telah dituangkan dalam musrenbang selama ini. Untuk itu, diperlukan partisipasi masyarakat secara nyata dalam pembangunan demi kebutuhan masyarakat yang mendesak. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menggagas Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat atau yang sering disebut dengan “Gerbang Swara”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan implementasi Gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin dan untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan dan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin. Ada sebanyak 4 (empat) desa yang telah mengimplementasikan gerakan pembangunan swadaya rakyat yaitu Desa Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua dan Pematang Terang. Jumlah responden ditetapkan sebanyak 178 orang yang dipilih dengan cara simple random sampling di empat desa tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya gerakan pembangunan swadaya masyarakat terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yakni sebesar 10,23 persen. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Tanjung Beringin setelah adanya gerakan pembangunan swadaya rakyat bertambah sebesar 26 jiwa/km2. Namun tidak terdapat peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin.

(17)

ABSTRACT

The title of this research is "Dampak Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai " under the guidance of Prof. Bachtiar Hassan Miraza as the Chairman, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Kasyful Mahalli, SE, M.Si as members. APBN and APBD limitations and the urgent need to carry out the development was increasingly trying to encourage people to be independence. People may be tired to wait for carring out the development which was poured in musrenbang. This requires significant public participation in development for the urgent needs of the community. Serdang Bedagai regency government initiated the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat that are often called "Gerbang Swara". The purpose of this research is to describe the implementation of the Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat in the District of Tanjung Beringin, to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on people income in the District of Tanjung Beringin and to analyze the impact of the implementation of the Gerbang Swara on density and population growth in the District of Tanjung Beringin. There were 4 (four) villages that have implemented gerakan pembangunan swadaya rakyat: Tebing Tinggi, Pematang Cermai, Mangga Dua and Pematang Terang villages. Number of respondents stated that as many as 178 people selected by simple random sampling in the four villages.

The results of the research show that with the gerakan pembangunan swadaya rakyat has increased the people’s income which amounted to 10.23 percent. While the level of Tanjung Beringin’s district density after the the gerakan pembangunan swadaya rakyat was increased by 26 people/km2. But there is no increase in the rate of population growth in Tanjung Beringin’s District.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada hakikatnya pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya, yaitu masyarakat adil dan makmur yang merupakan cita-cita

luhur bangsa Indonesia. Pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat.

Prioritas kegiatan pembangunan untuk mengatasi permasalahan di kecamatan pada

umumnya berasal dari kelurahan/desa. Pembangunan ditujukan dalam upaya

perbaikan dan peningkatan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat secara

menyeluruh. Keberhasilan pembangunan nasional seperti itu sangat ditentukan oleh

keberhasilan pembangunan daerah dalam hal ini keberhasilan pembangunan desa.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, baik mulai dari perencanaan

sampai pelaksanaannya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

nasional. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan

pembangunan nasional. Davis, K. & John W. Newstrom (1995) mengemukakan

bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi/perasaan

seseorang di dalam suatu kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut

bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Partisipasi masyarakat

menurut Soetrisno, L. (1995), adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam

merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil

(19)

Dari pengertian partisipasi masyarakat tersebut, peran serta masyarakat

sebagai salah satu pelaksana pembangunan di tingkat pemerintah terendah baik yang

berhubungan dengan pembinaan, pemerintahan dan pembangunan perlu ditingkatkan.

Dengan demikian, upaya untuk memperoleh hasil-hasil pembangunan secara merata

yang merupakan keinginan masyarakat dapat terwujud.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN) mendukung penuh akan adanya partisipasi

masyarakat yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (4) yang berbunyi: Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional bertujuan untuk:

a. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;

b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antar-

ruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;

c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, dan pengawasan;

d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya alam secara efisien, efektif,

berkeadilan, dan berkelanjutan.

Pada butir (d) menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat yang optimal

merupakan salah satu tujuan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam

hal ini, pemerintah di segala lini dituntut agar mengoptimalkan partisipasi masyarakat

(20)

Perencanaan pembangunan berupaya membuat suatu rumusan yang bertujuan

untuk memenuhi tingkat kebutuhan masyarakat dalam pelaksanaannya. Oleh karena

itu perlu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam merencanakan, memanfaatkan

serta memelihara hasil-hasil pembangunan.

Perencanaan pembangunan berbasis masyarakat memungkinkan terjadinya

sinergi antara kinerja lembaga pemerintahan daerah dengan berbagai komponen

pelaku pembangunan dari pihak masyarakat dan swasta, lembaga swadaya

masyarakat, perguruan tinggi, organisasi profesi dan ormas lainnya. Perlibatan

seluruh pelaku pembangunan dalam proses pembangunan tersebut mencerminkan

proses demokratisasi dapat dijalankan serta adanya komitmen bersama untuk

membangun daerah dalam suasana otonomi dan desentralisasi secara konsekuen.

Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan memberikan

kemudahan bagi pengambilan keputusan, termasuk pengambilan kebijakan yang

mengenalkan masyarakat pada berbagai faktor dan permasalahan yang dihadapi

dalam pelaksanaan pembangunan sehingga akan tumbuh pemahaman masyarakat

yang berdampak pada:

1. Timbulnya rasa memiliki terhadap hasil-hasil pembangunan di daerahnya dan

masyarakat akan ikut merawatnya.

2. Meningkatnya kepedulian terhadap permasalahan pembangunan

di daerahnya.

3. Masyarakat memahami proses dan prosedur pengelolaan pembangunan sehingga

(21)

memahami faktor keterbatasan yang dimiliki pemerintah daerah dalam memenuhi

dan melayani kebutuhan masyarakat.

4. Tumbuhnya kesadaran bahwa pelaksanaan pembangunan pada suatu daerah

bukan hanya merupakan kewajiban Pemerintah Daerah, melainkan kewajiban dan

tanggung jawab seluruh penduduknya.

Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan dalam upaya memadukan berbagai

pembangunan yang berasal dari pemerintah dan swadaya masyarakat berpedoman

kepada Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No.0259/M.PPN/I/

2005-No.050/166/SJ, 20 Januari 2005 tentang Petunjuk Penyelenggaraan

Musrenbang Tahun 2005.

Adanya pengaruh dari suatu mekanisme perencanaan dalam Temu Karya

Pembangunan akan bergantung pada keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintah

kecamatan, mulai dari tingkat bawah ada keterpaduan antara instansi pusat, instansi

daerah maupun perangkat desa.

Hal ini ditandai dengan dikaitkannya usaha pembangunan tingkat kecamatan

yang berorientasi pada keseimbangan pembangunan fisik dan pembangunan sosial

ekonomi untuk terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, maka perencanaan

pembangunan melalui penyiapan pembangunan tingkat kecamatan secara terpadu

efektif dan efisien menjadi sangat penting perannya dalam penataan kecamatan.

Ketersediaan prasarana di kecamatan merupakan masalah yang mendesak

(22)

sasaran mendukung kegiatan ekonomi daerah, pemenuhan kebutuhan masyarakat,

pembangunan fisik dan tata ruang agar tercipta kehidupan perkotaan yang serasi,

seimbang dan dinamis serta berwawasan lingkungan. Namun, pembangunan

prasarana sebagai bentuk pelayanan di tingkat kecamatan belum mencapai hasil yang

memuaskan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Untuk menghadapi tantangan dan

permasalahan pembangunan prasarana tersebut, diperlukan adanya perencanaan

pembangunan yang terpadu, terarah, efektif dan efisien.

Menurut Kuncoro, M. (2004), sistem perencanaan pembangunan nasional

yang meliputi pendekatan top-down dan bottom up. Pendekatan ini akan menjamin

adanya keseimbangan antara prioritas nasional dengan aspirasi lokal dalam

perencanaan pembangunan daerah. Namun, kenyataannya banyak daerah belum

sepenuhnya mengakomodasi aspirasi lokal. Sebagian besar proposal proyek yang

diajukan berdasarkan aspirasi lokal telah tersingkir dalam rapat koordinasi yang

menempatkan proposal yang diajukan tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi tanpa

memperhatikan proposal yang diajukan oleh tingkat pemerintahan yang lebih rendah.

Akibatnya, proposal akhir yang masuk ke pusat biasanya didominasi oleh proyek

yang diajukan level pemerintahan yang lebih tinggi, khususnya pemerintah provinsi

dan pusat. Apabila hal ini terus-menerus terjadi maka dikhawatirkan kepedulian

masyarakat akan pentingnya partisipasi masyarakat akan perencanaan pembangunan

nasional segera menurun tingkatnya. Sehingga aspirasi bukan lagi berasal dari

masyarakat secara murni melainkan berdasarkan kepentingan pihak tertentu. Dengan

(23)

Partisipasi masyarakat tidak hanya sekedar dalam cakupan proses

perencanaan saja, melainkan diharapkan lebih dari itu. Pembangunan tentunya harus

dipandang secara logika. Pembangunan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan

masyarakat pada umumnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena

itu, peranan dan partisipasi masyarakat juga sangat dipandang perlu dalam

pelaksanaan pembangunan yang berasal dari swadaya masyarakat sendiri.

Salah satu kegiatan pembagunan untuk melibatkan masyarakat adalah

Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara). Berdasarkan pengamatan

sementara penulis di lapangan, pelaksanaan perencanaan pembangunan dan realisasi

yang dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

belum melibatkan partisipasi masyarakat secara maksimal. Partisipasi masyarakat

yang belum maksimal ditandai dengan fenomena-fenomena sebagai berikut:

1. Sedikitnya masyarakat yang datang dalam rapat perencanaan pembangunan. Hal

ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan musrenbang

karena aspirasi masyarakat dalam pembangunan sebagian besar tidak terlaksana.

Sehingga masyarakat merasa tidak puas dan susah merencanakan pembangunan

lainnya karena perencanaan sebelumnya belum terlaksana.

2. Masih terdapat sarana dan prasarana umum yang kurang terawat.

3. Adanya keterbatasan APBD maupun APBN untuk melaksanakan pengembangan

wilayah yang menyentuh kebutuhan masyarakat yang mendesak.

Masyarakat mungkin sudah jenuh menunggu untuk terealisasinya

(24)

Untuk itu, diperlukan partisipasi masyarakat secara nyata dalam pembangunan demi

terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang mendesak. Pemerintah Kabupaten Serdang

Bedagai juga tidak mau diam dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam

pembangunan. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menggagas Gerakan

Pembangunan Swadaya Masyarakat atau yang sering disebut dengan “Gerbang

Swara”. Dengan adanya gerakan ini diharapkan masyarakat Kabupaten Serdang

Bedagai menjadi pelaku pembangunan yang sesungguhnya dan bukan lagi hanya

sebagai objek pembangunan.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Gerakan pembangunan swadaya rakyat (Gerbang

Swara) di Kecamatan Tanjung Beringin?

2. Bagaimana dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan

masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin?

3. Bagaimana dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan dan

pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak realisasi

pembangunan swadaya rakyat (Gerbang Swara) terhadap pengembangan wilayah

Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Secara rinci tujuan

(25)

1. Untuk menjelaskan implementasi Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat

(Gerbang Swara) di Kecamatan Tanjung Beringin.

2. Untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap pendapatan

masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin.

3. Untuk menganalisis dampak pelaksanaan Gerbang Swara terhadap kepadatan

dan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan baik

dari pihak pemerintah dan masyarakat dalam memaksimalkan pembangunan.

2. Bagi ilmu pengetahuan, kajian ini diharapkan sebagai masukan bagi penelitian

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Partisipatif

Sejak awal pemerintahan Orde Baru telah memberikan komitmen yang kuat

untuk melaksanakan pembangunan nasional yang terencana secara

berkesinambungan. Pembangunan ini dimaksudkan bukan hanya sekedar untuk

melepaskan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi dan politik yang sedang

berkembang pada waktu itu. Pembangunan berencana dalam periode waktu cukup

panjang diharapkan dapat menciptakan bangsa yang sejahtera, kuat dan stabil. Upaya

mengajar idealisme ini dirumuskan dalam suatu konsep pembangunan nasional, yang

merupakan manifestasi dari model pembangunan Lewis (Tambunan, M., 1999).

Dalam model Lewis yang sangat populer sebagai model pembangunan

nasional di negara-negara dunia ketiga pada periode 1960-an dan 1970-an, tujuan

akhir proses pembangunan adalah transformasi perekonomian nasional dari

perekonomian yang berlandaskan pertanian dengan surplus tenaga kerja menjadi

perekonomian yang berlandaskan industri berteknologi maju. Transformasi ini akan

dicapai melalui ekstraksi berbagai surplus pertanian/pedesaan, termasuk surplus

tenaga kerja, untuk digunakan membangun sektor industri di kawasan perkotaan

secara berkelanjutan dengan cara ini, maka akhirnya sektor industri akan menjadi

sektor yang dominan dalam perekonomian nasional, baik dalam hal penyerapan

(27)

sektor pertanian. Singkatnya, dengan mengikuti strategi pembangunan sebagaimana

direkomendasikan oleh model pembangunan Lewis, perekonomian negara-negara

dunia ketiga akan mengalami suatu transformasi struktural, dari suatu struktur

perekonomian yang didominasi pertanian dengan laju pertumbuhan ekonomi yang

sangat rendah ke suatu struktur perekonomian yang didominasi industri perkotaan

dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Todaro, M.P, 1994).

Jadi, untuk negara seperti Indonesia yang sedang mengalami berbagai

permasalahan ekonomi, termasuk pengangguran, model pembangunan Lewis sangat

memikat untuk diimplementasikan. Laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi

selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama dan kecenderungan penurunan pangsa

sektor pertanian yang diikuti dengan peningkatan sektor dalam PDB nasional telah

diterima secara luas sebagai indikasi yang kuat dari implementasi model

pembangunan Lewis selama periode ini. Dalam kenyataannya Indonesia telah

mengalami transformasi perekonomian nasional yang tidak seimbang di mana sektor

pertanian masih tetap dominan dalam penyerapan tenaga kerja nasional meskipun

pangsanya dalam PDB nasional telah merosot secara signifikan. Transformasi yang

tidak seimbang inilah salah satu faktor kunci dibalik fenomena pengangguran dan

kemiskinan yang telah melanda pedesaan bahkan sebelum krisis moneter terjadi.

Model pembangunan Lewis menyebabkan mayoritas penduduk miskin

di Indonesia ada di sektor pertanian/pedesaan. Semestinya, keadaan seperti ini tidak

perlu terjadi apabila pemerintah menerapkan konsep pembangunan yang tepat. Sebab,

(28)

bagi bangsa Indonesia. Hal ini dapat direalisasikan bila tadinya pembangunan sektor

pertanian dilakukan dengan konsep agribisnis (Saragih, B, 1995).

Pemerintah Orde Baru juga melakukan pembangunan sarana dan prasarana

pertanian/pedesaan secara ektensif dengan biaya investasi yang sangat besar.

Meskipun fasilitas-fasilitas ini vital untuk perekonomian dan kehidupan masyarakat

pertanian/pedesaan tampak bahwa pada umumnya partisipasi dan komitmen

masyarakat dalam pemeliharaan dan pengembangannya sangat rendah. Sebagai

akibatnya, pada umumnya fasilitas-fasilitas tersebut kurang terawat dan bahkan

banyak yang terlantar dan tidak berfungsi lagi. Masyarakat memandang

fasilitas-fasilitas yang dibangun pemerintah sebagai “public goods”, bukan sebagai “collective

goods”. Pandangan tersebut membuat masyarakat mempergunakan fasilitas-fasilitas

cenderung berlebihan sehingga kemampuannya akan merosot dan akhirnya hilang

bila tidak ada upaya pemeliharaan.

Strategi pembangunan sarana dan prasarana pertanian/pedesaan yang dianut

oleh Pemerintah Orde Baru secara tidak disadari telah menghancurkan semangat

kerja sama dan kemandirian masyarakat pertanian/pedesaan yang cukup kental

di masa lalu. Pendekatan yang lebih bersifat “top-down”, bukan berlandaskan pada

inisiatif dan kebutuhan masyarakat pengguna, menghasilkan institusi-institusi yang

tidak efektif dalam menggalang kerjasama antaranggota masyarakat pedesaan.

Berbeda dengan sistem pembangunan pada era Orde Baru yang bertitik tolak

dari GBHN yang berisi garis besar rencana pembangunan yang ditetapkan oleh

(29)

Nasional (Propenas) yang berisi rencana pembangunan (lima tahun) yang disusun

oleh Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan setelah mendapatkan

persetujuan dari DPR. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah memberikan cakrawala yang luas kepada daerah, khususnya kabupaten dan

kota, dalam melaksanakan otonomi secara utuh dan bulat. Otonomi yang

seluas-luasnya terlihat dari jumlah urusan yang diserahkan, di mana daerah diberikan

seluruh kewenangan pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal. Dengan perubahan ini, bandul manajemen

pemerintahan dan pembangunan bergeser dari model memusat (sentrifugal) menuju

pada model memencar (sentripetal). Pergeseran ini mengakibatkan banyak hal yang

sebelumnya sentralis sekarang menjadi desentralis. Sentralisasi menjadi

desentralisasi. Karena itu, boleh dikatakan otonomi daerah sama dengan

desentralisasi. Dan dalam konteks pembangunan, sudah lama desentralisasi menjadi

impian. Desentralisasi pembangunan mengharuskan dan mengandalkan pemerintah

dan masyarakat daerah untuk merumuskan bersama konsep-konsep pembangunan.

Masyarakat harus dilibatkan dalam merancang-bangun item-item pembangunan.

Masyarakat tidak boleh diposisikan sebagai objek saja, melainkan harus aktif. Sejauh

ini konsep desentralisasi pembangunan, bahkan juga otonomi daerah, mengalami

begitu banyak distorsi. Pembangunan sebagai rekayasa sosial untuk mempercepat

perubahan sosial, dari keadaan serba kurang menjadi lebih baik, seringkali

(30)

di mana pembangunan dilaksanakan. Masyarakat menjadi merasa aneh di tengah

pembangunan yang dirancang atas namanya, didesain untuk kebutuhannya.

Saat ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan

pembangunan mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah atau dikenal dengan UU Otonomi Daerah. Di samping itu berbagai UU

lainnya seperti UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Rencana

Tata Ruang, dan UU lainnya yang telah mendapatkan persetujuan DPR-RI digunakan

sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan sehingga pembangunan wilayah

menjadi terarah dan melalui tahapan yang benar sesuai dengan kemampuan fisik dan

sosial wilayah tersebut.

Namun demikian pada prakteknya sistem pembangunan saat ini tidak berbeda

dengan masa yang lalu karena masih menggunakan istilah pembangunan sektoral dan

pembangunan daerah. Bidang pembangunan dijabarkan dalam sektor, dan proyek

pembangunan. Proyek merupakan jenjang terendah dari hirarki istilah dalam

pembangunan dan pada tahap ini pelaksanaannya membutuhkan dana dan tanah. Dan

dapat dimengerti, hasil pelaksanaan dari proyek pembangunan tahap inilah yang akan

merubah kualitas lingkungan hidup dan kehidupan sosial, apakah semakin baik atau

sebaliknya malah banyak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

Menurut Hutagaol, P. (2000), masyarakat dan kawasan pedesaan yang

(31)

dan bukan sebagai pendukung pembangunan nasional. Hal ini menuntut paradigma

baru dalam pembangunan nasional, termasuk pembangunan pedesaan. Pembangunan

pedesaan dengan paradigma baru yang dimaksud tentunya menempatkan masyarakat

pedesaan sebagai subjek yang berpartisipasi aktif dalam seluruh proses pembangunan

pedesaan baik dalam perencanaan, implementasi, pemeliharaan serta anggaran.

Melihat potensi sumber daya kehidupan yang ada di desa dan berbagai

permasalahan yang muncul terkait dengan persentasi masyarakat miskin yang

sebagian besar berdomisili di desa, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan

pembangunan desa seharusnya mampu dibangkitkan dari potensi-potensi yang ada

tersebut. Selain itu, pengaruh lingkungan eksternal perlu diperhatikan, agar potensi

yang dimiliki dapat dibangkitkan secara optimal, efektif, efisien dan mencapai tujuan

yaitu kesejahteraan masyarakat desa. Menurut Kohar, A. dkk (2004), jika potensi

sumber daya kehidupan di desa dibangkitkan maka akan menghasilkan lima potensi

kekuatan utama yaitu:

1. Rasa kekeluargaan dan kebiasaan gotong royong jika dibangkitkan akan

menghasilkan kekuatan kerja sama kelompok (K1) yang dinamis.

2. Kebersamaan latar belakang budaya dan adat istiadat jika dibangkitkan akan

menghasilkan kekuatan mencintai tempat kelahirannya (K2), merupakan modal

dasar untuk mengembangkan kehidupan di desa.

3. Adanya mata pencaharian dasar (petani, nelayan, pengrajin, dan sebagainya) jika

(32)

4. Adanya tetua-tetua adat yang dianggap sebagai orang yang disegani di desa,

menandai adanya kepemimpinan dalam masyarakat desa, jika dibangkitkan akan

menghasilkan kekuatan kepemimpinan (K4) dalam masyarakat, yang akan sangat

berperan dalam membuat suasana yang kondusif, menjalankan fungsi koordinasi

dan sebagai organisator pembangunan di desa, yang benar-benar dipercaya

masyarakat.

5. Lahan dan sumber daya alam yang dapat digarap dan dikelola sebagai wadah

produksi masyarakat, jika dibangkitkan dan dikelola dengan baik akan

menghasilkan kekuatan produksi masyarakat (K5).

Kekuatan-kekuatan yang dimiliki disinergikan dengan tuntutan lingkungan

eksternal akan menghasilkan hubungan-hubungan yang positif dan merupakan dasar

bagi hadirnya modal pembangunan desa berbasis kekuatan sumber daya masyarakat,

(33)

K2

K3

K4

K5

DUKUNGAN KEBIJAKAN

PROSES PEMBANGUNAN K1

Tuntutan Lingkungan

Eksternal

MASYARAKAT DESA MANDIRI

DAN SEJAHTERA

Sumber: Makalah Kohar dkk (2004)

Gambar 2.1. Model Pembangunan Desa Berbasis Kekuatan Sumber Daya Masyarakat

Friedmann dalam bukunya Planning In The Public Domain (1987)

menginterpretasikan tradisi perencanaan yang berkembang di dunia sebagai dua buah

aspek fungsi formal societal guidance dan societal transformation. Dalam societal

guidance perencanaan diartikulasikan oleh pemerintah dengan menekankan

perubahan yang sistematis. Aspek ini dikenal dengan sebutan top-down planning,

yang menekankan kepada peran pemerintah dan elit pengambil keputusan politik

sebagai aktor yang paling tahu dan mengerti kebutuhan masyarakat yang

direfleksikan ke dalam produk perencanaan yang dibuat. Aspek ini dibagi dalam dua

(34)

Aspek societal transformation merupakan tradisi perencanaan yang bergeser

dari societal guidance dan menginginkan terbentuknya sebuah tatanan masyarakat

yang menentukan nasibnya sendiri dan segala sesuatu yang diarahkan dari bawah

(bottom-up planning). Tradisi ini secara ekstrem ingin mengeliminir peran

pemerintah dalam perencanaan, sehingga membutuhkan sebuah transformasi dalam

sruktur kekuatan (power) untuk menghasilkan sesuatu yang seimbang dalam

distribusi kekuasaan. Aspek ini menghasilkan dua tradisi perencanaan, yaitu social

learning dan social mobilisation.

Perencanaan dengan pendekatan partisipatif atau biasa disebut sebagai

Participatory Planning ini, jika dikaitkan dengan pendapat Friedmann, sebenarnya

merupakan suatu proses politik untuk memperoleh kesepakatan bersama (collective

agreement) melalui aktivitas negosiasi atau urun rembuk antarseluruh pelaku

pembangunan (stakeholders). Proses politik ini dilakukan secara transparan dan

aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan setiap proses pembangunan

yang dilakukan serta setiap tahap pengambilan keputusan yang diharapkan dapat

meminimalisasi konflik antar-stakeholder. Perencanaan partisipatif juga dapat

dipandang sebagai instrumen pembelajaran masyarakat (social learning) secara

kolektif melalui interaksi antarseluruh pelaku pembangunan atau stakeholders

tersebut (Samsura dalam Hardiansah, E. C., 2004). Pembelajaran ini pada akhirnya

akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholders dalam upaya memobilisasi sumber

daya yang dimiliki secara luas. Oleh karena itu, dalam memahami perencanaan maka

(35)

membuat pengetahuan dan tindakan teknis dalam perencanaan yang secara efektif

akan mendorong tindakan-tindakan publik (Friedmann, J, 1987). Sehingga spektrum

perencanaan yang lahir adalah perencanaan sebagai sebuah proses dalam

meningkatkan kapasitas masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses perencanaan itu

sendiri.

2.2. Pengembangan Wilayah

Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari

pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang

disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah, yang diarahkan

untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah,

antarkota, antardesa, dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan

untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah

melalui pembangunan yang serasi antarsektor maupun antarpembangunan sektoral

dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju

tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok Tanah

Air (Soegijoko, B.T.S dan Kusbiantoro, B.S, 1997).

Sasaran pembangunan menurut Todaro (1994), yaitu:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan pokok

yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.

2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan

(36)

besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk

memenuhi kebutuhan materi, tetapi untuk meningkatkan kesadaran harga diri baik

individu maupun nasional.

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua pilihan individu

dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan

ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi

juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut pembangunan ekonomi harus

diarahkan kepada:

1. Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi harus terus menerus

meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat

meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok

untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah yang

ditandai dengan ketersediaan lapangan kerja yang cukup.

3. Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan.

4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga

pemerintah.

Pada kenyataannya, tidak semua wilayah dapat mewujudkan hal tersebut,

sehingga pembangunanpun tidak merata di seluruh wilayah. Suatu proyek

pembangunan daerah dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota sebagai unit terendah

(37)

dana disediakan maka tahap berikutnya adalah menetapkan di bagian mana dari

daerah kabupaten/kota proyek tersebut akan dilaksanakan. Ada beberapa cara untuk

menetapkan proyek pembangunan. Cara penetapan proyek biasanya dilakukan, pada

tahap awal, melalui suatu kajian akademis antara lain berdasarkan pendekatan

geografi, pendekatan ekonomi dan lainnya.

Pengembangan wilayah secara realistis memperhatikan tuntutan dunia usaha

dan masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana sehingga

aktivitas perekonomian dalam wilayah atau kawasan dapat berjalan dengan baik,

yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Strategi

pembangunan wilayah mempunyai prinsip dasar pembangunan dari masyarakat,

untuk masyarakat dan oleh masyarakat. Hal ini dapat tercapai apabila proses

pembangunan berdasarkan pada kemampuan sumber daya alamnya dan kreativitas

seluruh pelaku pembangunan.

Pengembangan wilayah dilakukan dengan menitikberatkan pada aspek ruang

atau lokasi untuk mengoptimalisasi sumber daya alam yang ada dalam rangka

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan pengembangan wilayah itu sendiri

ialah pembangunan wilayah di mana kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala

sektor yang meliputi sektor jasa, industri dan pertanian, atau paling tidak pengelolaan

hasil pertanian dan di segi penerimaan masyarakatnya, pengeluaran masyarakatnya,

investasi serta ekspor dan impor barang produksi.

Secara umum teori pengembangan wilayah maupun penataan ruang sudah

(38)

pengembangan wilayah menganut berbagai azas atau dasar dari tujuan penerapan dari

masing-masing teori. Kelompok pertama adalah teori yang memberi penekanan

kepada kemakmuran wilayah (local prosperity). Kelompok kedua menekankan pada

sumber daya lingkungan dan faktor alam yang dinilai sangat mendampaki

keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah (sustainable production

activity). Kelompok ini sering disebut sebagai sangat peduli dengan pembangunan

berkelanjutan (sustainable development). Kelompok ketiga memberikan perhatian

kepada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan di tingkat lokal sehingga

kajian terfokus kepada governance yang bisa bertanggung jawab (responsible) dan

berkinerja bagus. Kelompok empat perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan

masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity).

Pembangunan selayaknya dilakukan sesuai dengan kondisi masyarakat dan

lingkungan wilayah. Perbedaan pembangunan antarwilayah dapat dijelaskan oleh

sejumlah teori, yakni teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri

(Tambunan, T, 2001):

1. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menjelaskan bahwa faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah dipengaruhi oleh hubungan langsung permintaan barang dan jasa dari

luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu wilayah yang menggunakan

sumberdaya produksi lokal (tenaga kerja, bahan baku dan produk unggulan yang

diekspor) akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan

(39)

2. Teori Lokasi

Teori ini digunakan untuk menentukan pengembangan kawasan industri

di suatu wilayah. Lokasi usaha ditempatkan pada suatu tempat yang mendekati bahan

baku/pasar. Hal ini ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan dalam rangka

memaksimumkan keuntungan dengan biaya serendah mungkin.

3. Teori Daya Tarik Industri

Teori ini dilatarbelakangi oleh adanya pembangunan industri di suatu wilayah.

Sehingga faktor-faktor daya tarik usaha antara lain produktivitas, industri-industri

kaitan, daya saing masa depan, spesialisasi industri, potensi ekspor dan prospek

permintaan domestik.

Dengan demikian, konsep pembangunan wilayah secara mendasar

mengandung prinsip pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi dalam kerangka

peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang

bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas.

Keseluruhan kelompok teori tersebut tidak seluruhnya bertentangan satu dengan yang

lainnya, namun dalam penggunaannya dapat dijadikan suatu sinergi. Hal ini sejalan

dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Undang-Undang Penataan Ruang yang

menyatakan bahwa penataan ruang merupakan suatu proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang serta pengendaliannya. Konsep dasar penataan ruang wilayah dan

kota dengan pendekatan pengembangan wilayah pada dasarnya adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin lingkungan hidup yang

(40)

mengurangi kesenjangan pembangunan dengan mengurangi kawasan-kawasan yang

miskin, kumuh dan tertinggal.

Peningkatan pada kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa

pengembangan pada wilayah yang bersangkutan. Tujuan pengembangan wilayah

ialah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti bahwa kondisi wilayah menjadi

lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa, industri dan pertanian, atau

paling tidak pengelolaan hasil pertanian dan di segi penerimaan masyarakatnya atau

di segi pengeluaran konsumsi, investasi serta ekspor-impornya.

Menurut Hadjisaroso (1993), pengembangan wilayah itu merupakan suatu

tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan dalam rangka

usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Soegijoko, dkk (1997), bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya

pemerataan pembangunan dengan mengembangkan wilayah-wilayah tertentu melalui

berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi daerah secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakatnya.

Menurut Siagian, H. (1982), pengembangan wilayah adalah merupakan suatu

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan secara

sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka

pembinaan bangsa. Dari pengertian tersebut, pertumbuhan dan perubahan yang

dimaksud yaitu perubahan menuju modernisasi di mana tercapainya peningkatan

(41)

2.3. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat sebagai konsep dalam pembangunan memiliki

perspektif yang luas. Menurut Pranarka dalam Roesmidi dan Riza R. (2006),

pemberdayaan diartikan pembangunan kekuasaan yang adil (equitable sharing

power) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang

lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap sumber daya alami dan

pengelolaannya secara berkelanjutan. Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa

pemberdayaan menuntut kekuasaan yang adil sesuai dengan kelompok manapun baik

kelompok lemah maupun kelompok yang tergolong kuat. Jadi, pembangunan tidak

hanya sekedar ditanggung oleh kelompok yang kuat dan besar, namun segala pihak

yang terlibat.

Menurut konsep John Friedmann (1987), pemberdayaan masyarakat harus

berawal dari pemberdayaan rumah tangga yang mencakup tiga hal, yaitu:

a. Pemberdayaan sosial ekonomi yang difokuskan pada upaya menciptakan akses

bagi setiap rumah tangga dalam proses produksi seperti akses informasi,

pengetahuan dan ketrampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial

dan akses kepada sumber-sumber keuangan.

b. Pemberdayaan politik difokuskan pada upaya menciptakan akses bagi setiap

rumah tangga ke dalam proses pengambilan keputusan publik yang

mempengaruhi masa depannya. Pemberdayaan politik masyarakat tidak hanya

(42)

mengemukakan pendapat, melakukan kegiatan kolektif atau bergabung dalam

berbagai asosiasi politik, gerakan sosial atau kelompok kepentingan.

c. Pemberdayaan psikologis difokuskan pada upaya membangun kepercayaan diri

bagi setiap rumah tangga yang lemah. Kepercayaan diri pada hakikatnya

merupakan hasil dari proses pemberdayaan sosial ekonomi dan pemberdayaan

politik.

Konsep pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang masih terlalu umum

dan tidak menyentuh akar permasalahan. Namun yang terpenting dari konsep

pemberdayaan adalah memberikan power kepada yang powerless, karena hanya

apabila memiliki power maka mereka akan dapat melaksanakan proses aktualisasi

eksistensi. Konsep ini menjadi pola dasar dari gerakan pemberdayaan atau

empowerment, yang mengamanatkan kepada peluang power dan menekankan

keberpihakan kepada yang thepowerless. Pada dasarnya gerakan pemberdayaan ingin

agar semua dapat memiliki kekuatan yang menjadi modal dasar dari proses

aktualisasi eksistensi.

Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya tidak hanya ditujukan secara

individual, akan tetapi juga secara kolektif, sebagai bagian dari aktualisasi eksistensi

manusia. Dengan demikian manusia menjadi tolok ukur normatif, yang menempatkan

konsep pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari upaya membangun eksistensi

pribadi, keluarga dan masyarakat bahkan bangsa sebagai aktualisasi kemanusiaan

(43)

pengenalan akan hakikat manusia yang diharapkan dapat memberi sumbangan

ataupun menambah wawasan ketika menerapkan konsep atau pada masyarakat.

Secara spesifik pemberdayaan masyarakat juga tertuang dalam Pembangunan

Nasional (Propenas) yang menjelaskan tentang peningkatan pemberdayaan

masyarakat melalui penguatan organisasi, pemberdayaan masyarakat miskin, dan

pemberdayaan keswadayaan masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional. Di dalam

Undang-Undang tersebut dinyatakan tentang prinsip-prinsip demokratisasi berdasar

kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian

dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan nasional.

Kelembagaan yang menangani pemberdayaan masyarakat di tingkat pusat

dibentuk Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa yang berada

di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Sedangkan di daerah dibentuk Dinas atau

Lembaga Teknis Daerah, Badan atau Kantor Pemberdayaan Masyarakat sesuai

dengan kondisi daerah masing-masing.

2.4. Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara)

Gerbang Swara adalah suatu gerakan pembangunan untuk mewujudkan

tercapainya semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta

menggerakkan Swadaya Gotong Royong masyarakat dalam pembangunan prasarana

(44)

Adapun pokok-pokok pikiran dalam pelaksanaan Gerbang Swara, yaitu:

1. Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara) berarti

membangun daerah dengan memotivasi dan menggali dari rasa bertanggung

jawab kemanusiaan di mana setiap manusia hakikatnya mencintai daerahnya,

mencintai tempatnya bekerja dan merasa tergugah untuk membangun ke arah

yang lebih baik.

2. Bertitik tolak dari rasa cinta akan daerah dan tempat mengabdi sebagai motivasi

membangun daerah akan melahirkan pola praktis bahwa dengan membangun

daerah dengan Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara)

akan menggugah dan menggali:

a. Menjalin hubungan rasa persatuan dan kebersamaan antara sesama

masyarakat, antara masyarakat dan komunitas yang menjadi satu potensi riel

yang dapat dijadikan sumber daya pembangunan.

b. Memperluas keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan yang berdomisili

di Desa/Kelurahan Serdang Bedagai maupun masyarakat yang tinggal di luar

Desa ataupun Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Pada umumnya masing-masing desa/kelurahan mempunyai simpatisan di luar

desa tanpa memandang status kedudukannya serta besar kecilnya kemampuan

yang dimiliki akan tetapi mempunyai niat dan keikhlasan untuk berpartisipasi

membangun dengan tetap berada dalam bingkai wawasan nasional dan wawasan

(45)

4. Menumbuhkan pola pikir dari bawah, dari dusun/lingkungan dan desa/kelurahan

sebagai basis pembangunan daerah dan pembangunan nasional.

5. Menggali dan menggerakkan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki

masyarakat baik potensi alam maupun potensi sumber daya manusia.

Mendinamisir lembaga-lembaga yang pernah hidup dan atau masih berkembang

di tengah-tengah masyarakat seperti Arisan, Markampung-kampung, Dalihan

Natolu, Serayan, Aron sebagai wadah kegotong royongan yang kesemuanya itu

dapat dikembangkan untuk digerakkan/diarahkan dalam rangka membangun

daerah Kabupaten Serdang Bedagai ini.

6. Mempercepat terwujudnya Kabupaten Serdang Bedagai sebagai salah satu

kabupaten terbaik di Indonesia dengan masyarakatnya yang pancasilais, religius,

modern dan kompetitif.

7. Mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dengan memanfaatkan dinamika

kemajemukan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia dan sumber

daya alam secara optimal.

8. Menciptakan rasa kebersamaan dan memiliki rasa terhadap hasil-hasil

pembangunan yang telah dicapai dan bertanggung jawab dalam pemanfaatan dan

pemeliharaannya dengan prinsip Dari, Oleh dan untuk Masyarakat (DOM).

Pokok-pokok pikiran di atas telah tampak jelas menunjukkan bahwa Gerbang

Swara mengandalkan peranan masyarakat dalam pembangunan sehingga

(46)

dirawat oleh masyarakat setempat. Pembangunan di Kabupaten Serdang Bedagai pun

mempunyai arah, tujuan dan sasaran yang jelas.

Adapun arah pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, yaitu:

a. Melakukan pemulihan (recovery) secara bersungguh-sungguh bagi segenap

permasalahan pembangunan yang terjadi.

b. Melakukan percepatan pembangunan di segala bidang, dengan tetap

memperhatikan konsistensi terhadap lingkungan hidup dan sustainabilitas

(berkelanjutan) pembangunan itu sendiri.

Sedangkan tujuan dari Gerbang Swara yaitu untuk mewujudkan tercapainya

semangat membangun yang tinggi dengan menumbuhkan prakarsa serta

menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat dalam pembangunan prasarana

dan sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sasaran dari Gerbang Swara meliputi:

a. Melestarikan semangat dan jiwa gotong royong dalam membangun desa/

kelurahan berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan guna memperkuat

persatuan dan kesatuan sesama masyarakat yang merupakan sendi kekuatan dan

kesatuan bangsa.

b. Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki kecintaan terhadap desa/

kelurahan dan kampung halaman.

c. Mewujudkan peranan lembaga-lembaga yang ada di desa/kelurahan (BPD,

LKMD, Lembaga Agama, Adat, Lembaga Masyarakat lainnya) dalam rangka

(47)

Gerbang Swara ini mempunyai landasan hukum yang dituangkan dalam

Instruksi Bupati Serdang Bedagai Nomor 04 Tahun 2005 tanggal 19 Desember 2005

tentang Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara). Di dalam

Instruksi Bupati tersebut diminta agar seluruh aparat jajaran Pemerintah Kabupaten

Serdang Bedagai untuk:

a. Mensosialisasikan Gerakan Pembangunan Swadaya Masyarakat (Gerbang Swara)

kepada seluruh jajarannya beserta seluruh lapisan masyarakat.

b. Secara terpadu menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan ini dengan seluruh

instansi pemerintah bersama-sama masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai,

BUMN, perusahaan swasta termasuk masyarakat luar Kabupaten Serdang

Bedagai sebagai simpatisan untuk membangun Kabupaten Serdang Bedagai baik

melalui kegiatan Jumat bersih maupun kegiatan sadar lingkungan dan kegiatan

pembangunan lainnya.

c. Melaksanakan pengadministrasian yang tertib dan berkesinambungan serta

melakukan sosialisasi setiap tahunnya.

d. Mempersiapkan dukungan dana melalui APBD Kabupaten Serdang Bedagai

setiap tahun berjalan sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian Agung Witjaksono (2004) yang berjudul “Partisipatif dalam

Pembangunan Desa Miskin” dengan studi kasus berlokasi di Desa Benjor Kecamatan

(48)

pembangunan masyarakat desa adalah menciptakan kondisi untuk tumbuhnya suatu

masyarakat yang bertumbuh dan berkembang dengan terjadinya pembelajaran dan

kemandirian, agar masyarakat dapat dan mampu menetralisir belenggu-belenggu

sosial seperti adat, tradisi, budaya dan cara bersikap hidup yang dapat menahan laju

perkembangan. Strategi partisipasi masyarakat harus mencakup hal-hal pokok

berikut:

1. Harus ada komitmen (political will) yang tegas dan jelas. Upaya peran serta harus

dilakukan dengan langkah-langkah nyata, dan dalam skala yang memadai untuk

menggerakkan proses transformasi dan memecah belenggu ketertinggalan dan

kekurangberdayaan. Kebijaksanaan dan tindakan basa-basi, yang bersifat simbolis

apalagi sporadis harus dihindari. Upaya ini harus dilakukan secara berlanjut dan

berdampak luas serta langsung kepada masyarakat dalam peningkatan aspek fisik,

sosial, dan ekonomi.

2. Upaya itu harus terarah dan ditujukan langsung kepada yang dirancang untuk

mengatasi masalah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. itu harus

mengikutsertakan masyarakat mulai tahap awal sampai tahap pelaksanaan oleh

masyarakat atau kelompok yang menjadi sasaran.

Sedangkan penelitian Ari Djatmiko (2004) yang berjudul “Identifikasi

Hubungan Faktor-faktor Kemampuan dan Kemauan Masyarakat dengan Tingkat

Partisipasinya dalam Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan (P2K2P)” dengan studi

kasus di Kelurahan Sukapura, Cigondewah Kidul, Cibangkong, dan Kebun Jeruk

(49)

kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program. Faktor kemampuan

masyarakat yang berhubungan dengan tingkat partisipasi adalah kemampuan bersikap

dan bertindak, organisasi sosial kemasyarakatan dan kemampuan mengorganisasikan

diri dalam program. Sedangkan indikator kemauan masyarakat yang memiliki

hubungan nyata dengan tingkat partisipasi adalah interaksi dan komunikasi, persepsi

terhadap kegiatan kolektif sebelumnya dan perspektif terhadap program. Penelitian

ini didukung oleh penelitian Fadly Usman (2004) yang berjudul “Partisipatif (= aktif

berperanserta): Perspektif Masyarakat Awam dan Ke-ajegan-nya dalam Proses

Perencanaan” dengan lokasi penelitian di sekitar tepi Sungai Musi, Palembang,

Sumatera Selatan yang menyimpulkan bahwa masyarakat masih bisa berpartisipasi

dalam proses perencanaan dalam skala apapun walaupun peran serta masyarakat tidak

lebih dari “ada”, tetapi tetap harus ada karena hal ini merupakan proses pembelajaran

dan pendidikan panjang pada masyarakat Indonesia mengenai lingkungan dan tempat

tinggal mereka sendiri.

2.6. Kerangka Pemikiran

Adapun realisasi gerakan pembangunan swadaya rakyat di Kecamatan

Tanjung Beringin yang telah terlaksana yaitu pembuatan sumur bor, perehaban jalan

dan pengorekan tali air. Studi ini difokuskan pada kajian yang menyangkut perubahan

pendapatan masyarakat, perubahan pertumbuhan dan kepadatan penduduk

(50)

diikuti oleh laju pertumbuhan penduduk yang meningkat mula-mula secara

perlahan-lahan kemudian naik pesat.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam perencanaan wilayah perlu ditopang

dengan 4 (empat) analisis yaitu: sosial kultural, sumber daya, ekonomi wilayah dan

analisa lokasi (Nasution, I. L, 1985). Realisasi pelaksanaan Gerakan Pembangunan

Swadaya Rakyat berupa perehaban jalan tentunya akan mempengaruhi biaya produksi

suatu produk di mana harga produksi semakin menurun sebagai akibat dari

membaiknya prasarana transportasi ke lokasi sumber daya produksi maupun ke lokasi

pasar. Dengan menurunnya biaya produksi maka keuntungan diperoleh meningkat.

Keuntungan yang diperoleh dari penghematan biaya produksi merupakan nilai yang

didapat yang merupakan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan sarana

dan prasarana secara swadaya seperti dibukanya jalan desa tentunya akan

meningkatkan aksesibilitas masyarakat, mengeliminir keterisolasian daerah-daerah

terpencil serta meningkatkan peluang terbukanya usaha di sektor jasa dan

perdagangan. Tentunya hal tesebut seharusnya menjadi daya tarik terjadinya migrasi

penduduk dari berbagai daerah ke Kecamatan Tanjung Beringin, dengan tujuan untuk

mendapatkan fasilitas dan prasarana yang lebih baik.

Secara logika, hal yang sama juga didapatkan dengan pembuatan sumur bor

dan pengorekan tali air. Selain peningkatan pendapatan, peningkatan pertumbuhan

dan kepadatan penduduk juga terjadi dikarenakan semakin baiknya prasarana

(51)

membangun rumah atau gedung lainnya di sekitar wilayah kecamatan tersebut.

Kerangka pemikiran ini dapat dilihat secara sederhana pada Gambar 2.2.

Gerbang Swara Kecamatan Tanjung Beringin

Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai Masyarakat

Pembangunan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum

Pengorekan Tali Air Pembuatan Sumur Bor Rehab Jalan

Pendapatan Masyarakat

Pengembangan Wilayah

Produksi Pertanian Aksesibilitas

Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

(52)

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan pendapatan masyarakat di Kecamatan Tanjung Beringin

sebelum dan setelah realisasi pelaksanaan gerakan pembangunan swadaya

rakyat.

2. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk semakin meningkat setelah

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten

Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan ini memiliki luas ± 7.357,37

Ha dan terdiri dari 8 (delapan) desa yaitu Desa Tebing Tinggi, Desa Pematang

Cermai, Desa Mangga Dua, Desa Pematang Terang, Desa Pekan Tanjung Beringin,

Desa Bagan Kuala, Desa Nagur dan Desa Suka Jadi. Kecamatan Tanjung Beringin

merupakan salah satu kecamatan yang memiliki semangat gotong royong yang cukup

tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi Penelitian

Berdasarkan data Kantor Camat Tanjung Beringin pada tahun 2009 terdapat

8.440 KK dari 8 (delapan) desa. Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat telah

dicanangkan sejak tahun 2005 dengan diterbitkannya Instruksi Bupati Serdang

Bedagai Nomor 04 Tahun 2005 tentang Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat.

Pelaksanaan kegiatan gerakan pembangunan swadaya rakyat di wilayah Kecamatan

Tanjung Beringin sampai saat ini baru melibatkan 4 (empat) desa, yaitu: Desa Tebing

(54)

Secara lebih rinci populasi dalam satuan KK (Kepala Keluarga) pada 4 (empat) desa

dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Populasi Penelitian

No. Nama Desa Jenis Bantuan Jumlah

Pembuatan Sumur Bor dan Rehab Jalan Dsn I s/d IV

899

719

4 Pematang Terang Pengorekan Tali Air

841 672

Total 3.841 1.393

Sumber: Kantor Camat Tanjung Beringin (2009)

Berdasarkan data di atas, populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat

yang melakukan kegiatan gerakan swadaya rakyat di 4 (empat) desa sebanyak 1.393

KK.

3.2.2. Sampel Penelitian

Karena populasi yang begitu besar untuk 2 desa yaitu Desa Mangga Dua dan

Desa Pematang Terang maka dipilih sejumlah sampel. Untuk mempermudah

penelitian ini perlu diambil sampel penelitian mengingat besarnya jumlah anggota

populasi. Banyaknya sampel dapat dihitung dengan menggunakan Rumus Slovin,

(55)

Di mana:

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (10%)

Dengan rumus tersebut maka jumlah sampel untuk Desa Mangga Dua adalah:

( )

2

Jumlah sampel untuk Desa Pematang Terang adalah:

( )

2

Jumlah sampel untuk Desa Pematang Cermai adalah:

( )

2

Jumlah sampel untuk Desa Tebing Tinggi adalah:

Gambar

Gambar 2.1. Model Pembangunan Desa Berbasis Kekuatan Sumber Daya Masyarakat
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1. Populasi Penelitian
Tabel 3.2. Jumlah Sampel Menurut Desa di Kecamatan Tanjung Beringin
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner tertulis. 2) Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan pada semua murid SDN 102052 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Malaka, Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.. Dibimbing

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) di Perairan Selat Malaka, Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.. Dibimbing

Valenciennes, 1847) di Perairan Selat Malaka Tanjung Beringin Serdang Bedagai Sumatera Utara ” , yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

Pada survei awal yang dilakukan peneliti terhadap SDN 106856 Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, di mana kebiasaan siswanya tidak

menyebabkan pendapatan nelayan ikan tangkap juga menjadi rendah.. Rata – Rata Pendapatan Nelayan Ikan Tangkap di Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin.

Desa Pekan Tanjung Beringin merupakan salah satu sentra penghasil ikan tangkap terbesar di Kecamatan Tanjung Beringin, dimana mayoritas masyarakatnya

(Studi Kasus: Implementasi Program Gerakan Pembangunan Swadaya Rakyat (Gerbang Swara) di Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang