• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Siswa Dan Sumber Informasi Terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah Pada Siswa Sma Negeri Di Banda Aceh Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Siswa Dan Sumber Informasi Terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah Pada Siswa Sma Negeri Di Banda Aceh Tahun 2008"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER

INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN

HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA

NEGERI DI BANDA ACEH

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

JULI ASTUTI

067012044/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER

INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN

HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA

NEGERI DI BANDA ACEH 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULI ASTUTI

067012044/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI DI BANDA ACEH TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Juliastuti Nomor Pokok : 067012044

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, Sp.OG (K)) (dr. Linda T. Maas, MPH)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., MSc)

(4)

tttangallltTanggal Kolokium : 08 Mei Telah diuji pada

Tanggal : 20 April 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, Sp.OG (K ) Anggota : 1. dr. Linda T.Maas, MPH

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER

INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN

HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA

NEGERI DI BANDA ACEH

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Febuari 2009

(6)

ABSTRAK

Pengetahuan kesehatan reproduksi yang dianggap tabu dibicarakan mendorong pengetahuan remaja terhadap seksual menjadi besar. Seiring dengan arus globalisasi, informasi dan teknologi yang terus berjalan, menjadi perubahan besar pada norma seks terutama pada remaja. Kehamilan tak diinginkan, aborsi illegal dan tak aman, peningkatan kasus infeksi penyakit menular sesual termasuk HIV/AIDS, merupakan masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia. Dari hasil penjajakan dalam program muda berdaya yang dilakukan oleh Yayasan Kita (2005), remaja Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam cenderung terlibat lebih jauh dalam perilaku seksual yang tidak aman.

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik siswa (jenis kelamin, tempat tinggal, teman intim), sumber informasi (peran orang tua, peran teman sebaya, peran media) terhadap kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah pada siswa SMA di Banda Aceh. Jenis penelitian yaitu survey dengan rancangan cross sectional study. Jumlah populasi 7997 siswa dengan jumlah sampel sebanyak 208 siswa . Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji Chi-square), dan multivariat (uji regresi logistik) pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

Hasil penelitian menggunakan uji regresi logistik menunjukkan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah adalah : teman intim (P= 0,0001) peran teman sebaya (p =0,018) peran media (p=0,0001) dan pengetahuan (p= 0,001). Dari variabel-variabel yang berpengaruh yang paling dominan mempengaruhi kecenderungan melakukan hubungan seks pranikah adalah teman intim dan peran media.

Disarankan Kepada Dinas Pendidikan untuk meningkatkan kurikulum pendidikan agama mulai dari pendidikan dasar sampai tingkat menengah atas. Setiap sekolah mengadakan kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler seperti: olah raga, pengajian, karya tulis ilmiah dan lain-lain, supaya siswa dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, sehingga tidak teringat dengan hal-hal negatif dan pornografi. Remaja dituntut mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermamfaat seperti: pengajian, olah raga dan kesenian, pergaulan yang negatif dihindarkan.

(7)

ABSTRACT

The knowledge of reproduction health which is not allowed to discuss among the teenagers has pushed the desire of the teenagers to know more about sexual problems. In line with the era of globalization, information and technology, there is a big change in sexual norm especially among the teenagers. Unwanted pregnancy, illegal and unsafe abortion, increased transmitted infectious sexual diseases such as HIV /AIDS are the problems of teenagers, reproduction health in Indonesia.

The result of survey in the program of Muda Berdaya conducted by Yayasan Kita ini 2005 shows that the teenagers in the province of Nanggroe Aceh Darussalam tend to get involved much deeper inti the unsafe sexusl behavior.

The purpose of this survey study with cross sectinal study desaign is to analyze the influence of the characteristic of high school students (sex, address, intimate friend) resource of information (role of parents, role of friend of the same age, role of media) on the tendency to do a pre marriage sexual intercourse in the high scool students in Banda Aceh. The population of this study are 7997 high school students and 208 of them ware selected through univariate proportional hypothesis test (Lameshow,1997) to be the samples for this study. the data obtained were descriptively analyzed through univariate, bivariate (Chi square test), and multivariatye (Logistic regression test) at the level of confidence of 95 % (p<0,05).

The result of logistic regression test shows that the variables which have a signivicant influence on the tendency to do a pre marriage sexual intercourse are intimate friend (p=0,0001), role of friend of the same age (p=0,018), , role of media (p=0,0001) and knowledge (p=0,0001). intimate friend and role of media are the most domiat variables in influencing the tendency to do a pre marriage sexual intercourse.

It is suggested that the Education Service improve the quality of religion base (Islamic) education tought from elementary school to senior high school. The school era expected to provide some extra-curicullla such as sport, Islamic study group and scientific work that the students can participate in those activities and forget all of the negative things and pornography. to provide the students with activities that can attact the student to do useful things in their leisure time, and ti warn the student not to do something that can result in doing sexual intercourse when together with their boy/girlfriend.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang membebaskan kita dari rasa gundah dan sedih.

Yang maha menjawab doa orang-orang yang tertindas, syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Karakteristik Siswa dan Sumber

Informasi terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri di Banda Aceh”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini banyak

kekurangan-kekurangan, namun demikian penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat

terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang

tidak terhingga kepada: Prof. dr. Delfi Lutan, MSc. Sp.OG (K), selaku ketua komisi

pembimbing dan dr. Linda T. Maas, MPH, selaku pembimbing kedua, dengan penuh

perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk

sepenuhnya, sampai selesainya penulisan tesis ini.

Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan tesis ini, terutama kepada:

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas

(9)

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Sekretaris Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Drs. Edi Syahrial, MS dan dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku dosen pembanding

yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pascasarjana AKK, yang telah memberikan

banyak bantuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan

saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Teristimewa buat Ayahanda, Ibunda dan Suami tercinta serta buah hati ananda

Hanif, Dinda dan Aurora, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga karena berkat do’a restu dan motivasi mereka, penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita berserah dan mohon ampunanNya,

semoga apa yang telah kita perbuat selama ini mendapat ridhaNya. Amin Ya Robbal

Alamin..

Medan, Febuari 2009 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Juliastuti dilahirkan di Desa Lam asan kecamatan Kuta Baro

Kabupaten Aceh Besar, pada tanggal 31 juli 1974, beragama Islam, anak kedua dari

enam bersaudara dari Bapak Zakaria Achmad dan Ibu Asmarati Daud.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar Pada Tahun 1986 di SDN Ateuk Aceh

Besar Provinsi NAD, tahun 1989 menamatkan pendidikan tingkat pertama di SMP

Negeri 12 Banda Aceh Provinsi NAD. Tahun 1992 menamatkan Sekolah Perawat

Kesehatan (SPK Depkes) di Banda Aceh Provinsi NAD. Tahun 1993 penulis

menamatkan Program pendidikan Bidan A di Banda Aceh Provinsi NAD. Tahun

2000 penulis menamatkan pendidikan D III Kebidanan di Banda Aceh Provinsi NAD,

pada tahun 2001 menamatkan D IV Bidan Pendidik pada Universitas Gajah Mada

(UGM) di Yogyakarta.

Riwayat pekerjaan:

• Pada tahun 1993 – 1997 penulis menjadi bidan di Desa pada Puskesmas Kuta

Baro Kabupaten Aceh Besar

• Pada tahun 1997- 2000 menjadi Bidan Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh

Besar

• Pada tahun 2001 – sekarang menjadi Staf pada Jurusan Kebidanan Poltekes

(11)

DAFTAR ISI

2.1. Kecenderungan remaja melakukan hubungan seksual pranikah ... .. 8

2.2. Faktor yang mempengaruhi perilaku remaja terhadap hubungan seksual pranikah ... ... 17

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6. Metode Pengukuran ... 40

(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 43

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 43

4.2. Hasil Penelitian ... 44

4.2.1. Analisis Univariat ... 46

4.2.2. Analisis Bivariat... 46

4.2.3. Analisis Multivariat... 57

BAB 5 PEMBAHASAN ... 58

5.1. Pengaruh Karakteristik Siswa terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 58

5.2. Pengaruh Sumber Informasi terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 61

5.3. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 66

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran ... 71

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman 3.1. Distribusi Jumlah Sampel per SMA... 36

3.2 Hasil Analisa Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian... 38

4.1. Distribusi Rresponden Berdasarkan Karakteristik: Jenis kelamin,

Tempat Tinggal, Teman Intim di Banda Aceh... 44

4.2. Distribusi Responden berdasarkan pengetahuan Tentang

Kesehatan Reproduksi, Seks, dan Perilaku Seks di Banda Aceh ... 45

4.3. Distribusi Responden berdasarkan Sumber Informasi (peran orangtua, peran teman sebaya, peran media Tentang kesehatan Reproduksi,

Seks, dan Perilaku Seks di Banda Aceh... 45

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah di Banda Aceh ... 46

4.5. Analisa Bivariat antara Faktor Jenis Kelamin dengan Pengetahuan

Responden tentang kesehatah Reproduksi , Seks dan Perilaku Seks di Banda Aceh ... 47

4.6. Analisa Bivariat antara Faktor Tempat Tinggal dengan Pengetahuan

Responden tentang kesehatah Reproduksi , Seks dan Perilaku Seks di Banda Aceh ... 48

4.7. Analisa bivariat antara Faktor Teman intim dengan

Pengetahuan Responden tentang kesehatah Reproduksi , Seks dan

Perilaku Seks di Banda Aceh ... 48

4.8. Analisa Bivariat antara Peran Orang Tua dengan Pengetahuan

Responden tentang Kesehatah Reproduksi , Seks dan Perilaku Seks di

Banda Aceh ... 49

4.9. Analisa Bivariat antara PeranTeman sebaya dengan pengetahuan Responden tentang kesehatah Reproduksi, Seks dan Perilaku

(14)

4.10. Analisa Bivariat antara Peran Media dengan pengetahuan Responden tentang kesehatah Reproduksi, Seks dan Perilaku Seks di Banda Aceh 50

4.11. Analisa bivariat antara jenis kelamin dengan kecenderungan

melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 51

4.12. Analisa bivariat antara tempat tinggal terhadap kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah di SMA Banda Aceh

Tahun 2008 ... 52

4.13. Analisa bivariat antara teman intim dengan kecenderungan

melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 53

4.14. Analisa bivariat antara orang tua dengan kecenderungan

melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 54

4.15. Analisa bivariat antarateman sebaya dengan kecenderungan

melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 54

4.16. Analisis bivariat antara media dengan kecenderungan

melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 55

4.17. Analisis bivariat antara pengetahuan dengan kecenderungan

melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 56

4.18. Hasil Uji Regresi Logistik Pengaruh Karateristik siswa, sumber informasi terhadap kecenderungan melakukan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Diterminan Perilaku Manusia ... 10

2. Teori Tindakan Beralasan ... 15

3. Kerangka Teori ... 32

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 76

Lampiran 2. Hasil Output Uji Validitas dan Reliabilitas ... 82

Lampiran 3. Hasil Output Penelitian ... 86

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian ... 113

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai

perubahan fisik, emosi dan psikis. Merupakan masa yang khusus dan penting karena

merupakan periode pematangan organ reproduksi yang disebut masa pubertas.

Perkembangan seksual remaja ditandai dengan adanya menarche pada wanita dan

noctual ejaculation pada pria, maka sejak itu fungsi reproduksi bekerja dengan

segala konsekuensinya. Idealnya remaja telah memperoleh pengetahuan yang

memadai tentang seks. Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan dalam dirinya

termasuk dorongan seks mulai meningkat dan sulit dikendalikan tidak jarang hal

tersebut menyebabkan konflik pada diri remaja. Keadaan tersebut diperberat dengan

adanya kemudahan remaja mengakses informasi tentang seks yang keliru melalui

media cetak dan elektronik. Informasi yang keliru akan menganggu derajat kebebasan

remaja dalam mengambil keputusan terhadap situasi tertentu (Sarwono, 2006).

Banyak remaja yang tidak tahu bagaimana mencari informasi yang benar

tentang kesehatan reproduksi, baik disekolah maupun dirumah. Kesempatan untuk

berdiskusi tentang kesehatan reproduksi masih sangat terbatas, bahkan masih banyak

orang tua dan guru yang menganggap tabu untuk membicarakan (Panuju dan Utami,

1999). Orang tua seharusnya pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap

(18)

berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cepat ternyata mengakibatkan keluarga

kehilangan pamornya sebagai lingkungan yang utama dalam pendidikan anak,

sehingga sekarang banyak terjadi dekadensi moral, degradasi kualitas spiritual pada

setiap lapisan masyarakat .

Pengetahuan kesehatan reproduksi yang dianggap tabu dibicarakan

mendorong pengetahuan remaja terhadap seksual menjadi besar. Seiring dengan

arus globalisasi, informasi dan tehnologi yang terus berjalan, menjadi perubahan

besar pada norma seks terutama pada remaja. Survei yang dilakukan kepada 33.943

remaja pada 24 negara di Amerika Utara dan Eropa menunjukkan 13,2 persen remaja

berperilaku seks aktif semenjak usia 15 tahun (Malik, 2008). Hasil FieldEpidemilogy

Training Program, Departemen Kesehatan di Jakarta Utara ditemukan bahwa dari

657 siswa yang berusia 15 sampai 19 tahun, 54 persen mengatakan sudah sering

melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis dengan alasan karena dorongan

nafsu (Depkes RI, 1996).

Survey Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

(LDFEUI) tahun 1999 terhadap 8084 responden yang berusia 15 sampai 24 tahun di

empat provinsi yaitu : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timur dan Lampung. 35,5

persen diantara remaja pria mengetahui teman sesama pria pernah melakukan

hubungan seksual pranikah dan 33,7 persen diantara remaja wanita juga mempunyai

teman wanita yang pernah melakukan seks sebelum menikah (BKKBN, 2002).

Penelitian di 12 kota di Indonesia menunjukkan 10 sampai 12 persen remaja

(19)

angka sekitar 5,5 – 11 persen remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19

tahun (Asfriyati, 2005). Sekitar 15 persen remaja usia 10 tahun sampai 24 tahun di

Indonesia, telah melakukan hubungan seksual di luar nikah (Malik, 2006). Hasil

penelitian yang dilakukan PKBI (2005), di kota Palembang, Kupang, Tasik Malaya,

Cerebon dan Singkawang juga menunjukkan bahwa jumlah remaja yang melakukan

hubungan seks diluar nikah cukup tinggi, yaitu 9,1 persen telah melakukan hubungan

seks dan 85 persen hubungan seks pertama pada usia 13-15 tahun yang dilakukan di

rumah mereka dengan pacar. Berdasarkan penelitian BKKBN tahun 2006 sebanyak

30 persen siswa SMP dan SMA di Indonesia melakukan praktik seks bebas secara

aktif (Azmil, 2008).

Hasil Disertasi Damayanti (2007), dengan sampel 8.941 pelajar dari 119 SMA

sederajat yaitu: 5 dari seratus pelajar setingkat SMA di Jakarta telah melakukan

hubungan seks sebelum menikah. Menurutnya perilaku seks pranikah itu cendrung

dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif (Heru , 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan dan Sumber Daya

Manusia Universitas Syiah Kuala tahun 2005 terhadap pengetahuan, sikap dan

praktik kesehatan reproduksi pada siswa SMA di Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Dari 4 Kabupaten yaitu Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Aceh Tenggara

dan Aceh Tamiang sebanyak 3 persen mengaku telah melakukan hubungan seks dari

588 responden dengan rincian perkabupaten sebagai berikut: 6,2 persen dari 194

(20)

persen dari 145 responden di Aceh Tenggara dan 0,7 persen dari 148 responden di

Aceh Tamiang. Kemudian sebanyak 49,32 persen siswa sudah mempunyai kekasih

dan 19,6 persen siswa telah pernah berciuman secara birahi. Bila ke 19,6 persen siswa

ini sudah pernah berciuman secara birahi kemungkinan besar lebih banyak lagi siswa

yang telah melakukan persetubuhan bukan seperti yang tergambar di atas, diyakini

angka tersebut tidak mencerminkan kasus yang sebenarnya. Ibarat fenomena gunung

es, kenyataan dilapangan bisa lebih tinggi lagi. Bila dugaan ini benar maka sekitar 20

persen siswa SMA di Aceh sudah melakukan hubungan seksual.

Perilaku seksual yang cenderung permisif dan berani disertai keterbatasan

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi telah meningkatkan terjadinya penyakit

menular seksual dan resiko kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut Sadik (1997),

diseluruh dunia diperkirakan 200 juta wanita hamil setiap tahunnya dan diantaranya

75 juta jiwa merupakan hamil yang tidak diinginkan. Penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bekerja sama dengan BKKBN

pusat (2001) di Jombang yaitu 35,7 persen kasus hamil di luar nikah dari jumlah

responden 400 orang.

Hamil yang tidak diinginkan tersebut cenderung dilakukannya tindakan

aborsi. Tingkat kasus aborsi di Indonesia tercatat yang tertinggi di Asia Tenggara, di

Indonesia aborsi dianggap illegal, akan tetapi angka kejadaian mencapai 750.000

pertahun, 40 sampai 50 persen dilakukan oleh wanita remaja (UNFPA, 2001).

Di Banda Aceh tidak ada data resmi yang menyatakan jumlah kehamilan diluar nikah,

(21)

Kita (2005), remaja Provinsi Aceh cenderung terlibat lebih jauh dalam perilaku

seksual yang tidak aman. Data lain hasil wawancara penulis dengan koordinator

(CMPP) Central Muda Putro Phang (November, 2007) juga menunjukkan tidak ada

data resmi berapa jumlah remaja yang hamil sebelum menikah di Banda Aceh, namun

demikian klinik CMPP melaporkan ada 1 (satu) kasus aborsi pada remaja tahun

2007.

Kehamilan tak diinginkan, aborsi illegal dan tak aman, peningkatan kasus

infeksi penyakit menular sesual termasuk HIV/AIDS, merupakan masalah kesehatan

reproduksi remaja di Indonesia. Hal tersebut sebagai akibat perilaku seksual remaja

yang cenderung permisif, dan berani serta adanya kecenderungan kekurangan

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Faktor lain yang mendukung mudahnya

akses informasi seksualitas yang keliru dari teman sebaya, dan media massa, serta

orang tua, guru yang menganggap bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

masih tabu. Hal ini membangkitkan keingintahuan remaja seputar seksualitas menjadi

besar dan mempengaruhi remaja dalam mengambil keputusan terhadap situasi

tertentu, khususnya terkait dengan kecendrungan melakukan hubungan seksual

pranikah saat ini.

Dari beberapa hal tersebut diatas maka peneliti akan meneliti lebih lanjut

tentang pengaruh karakteristik siswa dan sumber informasi terhadap kecenderungan

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Banda Aceh adalah kota yang menganut hukum syariat Islam siapa saja yang

melakukan pelanggaran akan dikenakan sangsi sesuai hukum syariat. Berdasarkan

penelitian di Banda Aceh masih ada remaja yang melakukan hubungan seksual

pranikah , yang seharusnya hal ini tidak boleh terjadi . Maka rumusan permasalahan

adalah apakah ada pengaruh karakteristik siswa dan sumber informasi terhadap

kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah pada siswa SMA Negeri di

Banda Aceh.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh karakteristik siswa (jenis kelamin, tempat tinggal,

teman intim), sumber informasi (orang tua, teman sebaya, media) terhadap

kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah pada siswa SMA Negeri di

Banda Aceh.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh karakteristik siswa (jenis kelamin, tempat tinggal, teman intim),

sumber informasi (orang tua, teman sebaya, media), terhadap kecenderungan

melakukan hubungan seksual pranikah.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah Kota Banda Aceh penelitian ini sebagai bahan masukan,

untuk membuat kebijakan dalam membuat perencanaan daerah yang

bermartabat bebas dari asusila sehubungan dengan daerah yang menganut

(23)

2. Bagi Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi tentang siswa SMA saat ini sehingga dapat

menentukan kebijakan dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi

kepada siswa SMA.

3. Bagi ilmu pengetahuan dapat dijadikan referensi dalam pengembangan ilmu

di bidang kesehatan reproduksi serta dapat digunakan sebagai acuan oleh

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecenderungan Remaja Melakukan Hubungan Seksual Pranikah

2.1.1. Pengertian kecenderungan

Kecenderungan adalah hasrat, keinginan yang selalu timbul berulang-ulang

(Sudarsono,1997), sedangkan Ansari (1996) berpendapat bahwa kecenderungan

merupakan susunan atau disposisi untuk berkelakuan dalam cara yang benar. Haplin

(1995) mengartikan kecenderungan sebagai satu set atau satu susunan sikap untuk

bertingkahlaku dengan cara tertentu. Sukarno (1993) menyatakan kecenderungan

merupakan suatu dorongan yang muncul dari dalam diri individu secara inharen

menuju suatu arah tertentu untuk menunjukkan suka atau tidak suka kepada suatu

objek tertentu.

Seks pranikah adalah melakukan hubungan seksual (intercourse) dengan

lawan jenis tanpa ikatan perkawinan yang sah. Perilaku seksual menurut Imran

(1999) adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan dan

mendapatkan kesenangan organ sek melalui berbagai perilaku termasuk berhubungan

intim. Wagner dan Yatim (1997) mengatakan, keterlibatan secara seksual dengan

orang lain bukan hanya dalam bersenggama, berciuman, berpelukan, membelai,

berpegangan tangan, fantasi, memijat, bahkan bertelanjang dan ungkapan seksual

lainnya yang memberi dan merespon perasaan senang / kenikmatan terhadap diri

(25)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan kecenderungan melakukan hubungan

seksual pranikah adalah keinginan, dorongan, hasrat yang selalu timbul untuk

melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Suatu kecondongan yang didasarkan

oleh perasaan untuk melakukan hubungan seks pranikah yang didasarkan karena

adanya keinginan atau kesukaan.

2.1.2. Perilaku hubungan seksual remaja

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) perilaku adalah merupakan respon

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku merupakan

tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat dipelajari. Sarwono (2004)

berpendapat bahwa, perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan

respon/reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun

dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir,

berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsang dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat

tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan

(diterminan perilaku). Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given

(26)

2. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,

politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang

dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari

dalam dan dari luar individu itu sendiri, antara lain susunan saraf pusat, persepsi,

motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan lain-lain. Faktor penentu atau

determinan perilaku manusia sulit dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari

berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Secara garis besar perilaku manusia

dapat dilihat dari 3 aspek yaitu : aspek fisik, psikis dan sosial. Lebih rinci perilaku

manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti

pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap dan sebagainya

(Notoatmojdo, 2007).

Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala

kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala

kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yaitu

pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat dan sebagainya.

Gambar 1. Determinan Perilaku Manusia Pengalaman

Keyakinan Fasilitas Sosio budaya

Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat

(27)

2.1.3. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dari proses penginderaan terhadap

suatu objek tertentu, penginderaan tersebut terjadi sebagian besar dari penglihatan

dan pendengaran. Pengetahuan tersebut bersumber dari pengalaman, guru orang tua,

teman, buku-buku, media massa (Notoatmodjo,2007).

Pengetahuaan remaja tentang kesehatan produksi sangat mempengaruhi

perilaku remaja hidup sehat, khususnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi.

Penyataan ini sesuai dengan konsep Notoatmodjo (2007), bahwa pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Pengetahuaan akan kesadaran bersikap yang terjadi pada orang yang menerima

stimulus tersebut, sehingga belum dapat diamati oleh orang lain. Misalnya seorang

remaja memutuskan tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah karena ia tahu

berhubungan seks dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, tertular

penyakit seksual termasuk HIV/AIDS. Pengetahuan remaja tentang kesehatan

reproduksi sangat penting dalam perilaku yang berkaitan dengan hubungan seksual

pranikah.

2.1.4. Sikap Terhadap Perilaku Seksualitas Remaja

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang

terhadap objek adalah peran mendukung, memihak (favorable) maupun perasaan

tidak memihak (anfavorable), (Berhowitz, dalam Azwar 2007). Newcomb

(28)

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan

atau akstivitas akan tetapi merupakan prediksi tindakan suatu perilaku, (Notoatmodjo,

2007).

Stuktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu :

komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Kothandapani dan

Mann dalam Azwar (2007), menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi,

kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki oleh seseorang. Komponen afeksi

merupakan perasaan individu yang menyangkut emosi, komponen konasi berisi

tendensi atau kecendrungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan

cara-cara tertentu.

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang

dilakukan atau yang benar terhadap suatu objek sikap. Contoh: sikap terhadap

lokalisasi pelacuran adalah apa saja yang dipercaya seseorang mengenai lokalisasi

tersebut. Apa yang dipercayakan itu merupakan stereotipe atau sesuatu yanag telah

terpolakan dalam pikiran (bahwa pelacuran merupakan suatu yang negatif).

Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat , kemudian akan membentuk suatu

ide atau gagasan mengenai karakteristik tersebut. Sekali kepercayaan telah terbentuk,

maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang.

Komponen afeksi menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan

yang dimiliki terhadap sesuatu. Contoh: dua orang yang mempunyai sikap yang

(29)

ketidaksukaannya dikaitkan dengan ketakutan akan akibat pelacuran sedangkan orang

lain mewujudkan dengan rasa benci dan jijik terhadap segala sesuatu yang

menyangkut pelacuran.

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap

menunjukkan bagaimana perilaku atau kecendrungan berperilaku yang ada dalam diri

seseorang, berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari bahwa

kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Artinya bagaimana orang

akan berperilaku dalam situasi tertentu akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan

perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten,

selaras dengan kepercayaan dan perasaan membentuk sikap individu (Azwar, 2007).

Dariyo (2004) mengatakan, Sikap terhadap perilaku seksualitas remaja secara

teori merupakan predisposisi (penentu) yang memunculkan adanya perilaku yang

sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang

dipersepsikannya sebagai suatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif),

kemudian diinternalisasikan kedalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan

mempengaruhi pada perilaku sesuai dengan persepsinya. Sebab ia merasa setuju

dengan apa yang diketahuinya, namun sebaliknya kalau ia mempersepsikan secara

negatif, maka iapun cenderung menghindari atau tidak melakukan hal tersebut dalam

perilakunya.

Seringkali dalam kehidupan realitasnya, banyak faktor lain yang

mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya lingkungan sosial, situasi atau

(30)

muncul dalam perilakunya. Mungkin seseorang memiliki sikap negatif terhadap

hubungan seksual pranikah, tetapi dalam kenyataannya perilakunya tidak sesuai atau

bertentangan dengan sikap tersebut.

2.1.5. Beberapa Teori Perilaku

a. Theory of reasoned Action

Teori tindakan beralasan adalah teori yang di kembangkan oleh Ajzen dan

Fishbein , teori ini menegaskan peran dari niat seseorang dalam menentukan apakah

sebuah perilaku akan terjadi. Teori ini secara tidak langsung mengatakan sebuah

perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat

seseorang juga dipengaruhi oleh sikap-sikap perilaku, seperti apakah ia merasa suatu

perilaku itu penting, teori ini juga menegaskan sifat normatif yang mungkin dimiliki

orang-orang. mereka berfikir tentang apa-apa yang akan dilakukan orang lain

(terutama orang-orang yang berpengaruh didalam kelompok), (Graeff, dkk, 1996).

Teori tindakan beralasan dapat disimpulkan bahwa sikap mempengaruhi

perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan

dampaknya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap

umum tetapi oleh sikap spesifik terhadap sesuatu. Kedua perilaku tidak hanya

ditentukan oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita

mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat.. Ketiga sikap terhadap

suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat

(31)

Berikut adalah diagram Teori Tindakan beralasan :

Gambar: 2. Teori Tindakan Beralasan (McKenzie,1997)

b. Theory of Planned behavior

Teori perilaku terencana (Theory of Planned behavior) dikembangkan dari

teori tindakan beralasan (Theory of reasoned Action). Inti dari teori perilaku

terencana adalah faktor intensi perilaku namun dominan intensi terdiri dari aspek

sikap terhadap perilaku yang bersangkutan, norma-norma subjektif dan control

perilaku yang dihayati (McKenzie, 1997).

Keyakinan-keyakinan dalam teori perilaku terencana berpengaruh pada sikap

terhadap perilaku tertentu. Pada norma-norma subjektif dan pada control perilaku

tersebut akan membawa pada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan

mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan orang lain) dan

motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma

subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku dibentuk oleh pengalaman masa lalu Niat

Berperilaku Norma

subjektif

Perilaku Sikap terhadap

(32)

dan pikiran individu tentang seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku

yang bersangkutan .

Menurut teori perilaku terencana diantara berbagai keyakinan yang akhirnya

menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia

tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan ini dapat berasal dari

pengalaman perilaku yang bersangkutan di masa lalu, dapat dipengaruhi oleh

informasi tak langsung mengenai perilaku itu, misalnya dengan melihat pengalaman

teman atau orang lain yang pernah melakukan dan dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain yang menpengaruhi atau menambah kesan kesukaran untuk melakukan

perbuatan yang bersangkuatan .

c Teori pembelajaran sosial

Teori ini dikembangkan oleh Bandura , untuk memperjelas bagaimana orang

belajar dalam lingkungan yang sebenarnya. Bandura menghipotesiskan bahwa

tingkah laku, lingkungan, dan kejadian internal pada seseorang merupakan hubungan

yang saling berpengaruh. Teori ini menekankan pada hubungan segi tiga antara

orang, perilaku dan lingkungan. Teori ini melihat perilaku sebagai fungsi self

efficacy (self confidence) dan harapan dari seseorang. Seseorang merasa yakin dengan

kemampuannya karena kehadiran pengalaman berkenaan dengan sebuah perilaku

atau merasa yakin berdasarkan observasi yang dilakukannya pada orang lain,

(33)

harapan hasil positif dan negatif juga tergantung pada pengalaman pribadi atau

observasi terhadap pengalaman orang lain (Graeff, dkk, 1996).

Bandura melihat kepribadian manusia sebagai suatu interaksi antara

lingkungan dan proses psikologi sosial. Ia mengatakan manusia bisa mengendalikan

perilaku mereka melalui proses mengenal sebagai pengaturan diri. Proses ini

melibatkan tiga langkah yaitu:

1. Melalui pengamatan (observasi), individu dapat belajar melalui pengamatan

terhadap orang lain dan di observasi untuk dirinya sendiri dan seolah-olah

menjalaninya sendiri.

2. Hasil yang diharapkan, individu membandingkan pengamatan tersebut agar

dapat digunakan di masyarakat maupun dirinya sendiri.

3. Penguatan, akan mempengaruhi seseorang dalam menjalani suatu perilaku,

individu mendapat pujian ketika ia meniru suatu tingkah laku untuk dilakukan

atau ejekan ketika ia tidak melakukan.

Belajar observasi pengalaman orang lain (model) dalam menjalankan sebuah

perilaku, maka kemampuan kita meniru perilaku tersebut menjadi bertambah.

2.2. Faktor yang mempengaruhi perilaku remaja terhadap hubungan seksual pranikah

Menurut Pangkahila (1998) perilaku remaja terhadap hubungan seksual

pranikah dipengaruhi oleh peran orang tua, peer education, dan media massa. Azwar

(34)

sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya, diantaranya

berbagai faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,

orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi lembaga pendidikan,

lembaga agama, serta emosi dari dalam diri individu.

Berdasarkan penelitian Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Litbang

Kesehatan, Depkes RI (1990), terhadap siswa-siswa di Jakarta dan Yogyakarta,

menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan

hubungan seksual adalah membaca buku porno, dan nonton VCD porno. Adapun

motivasi utama melakukan hubungan seksual pranikah adalah suka sama suka,

pengaruh teman sebaya, kebutuhan biologik dan merasa kurang taat pada nilai agama

(Narendra, 2002).

Terkait faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap hubungan

seksual pranikah (Adam dalam Turuy 2003), mengatakan bahwa hubungan seks pada

remaja cenderung kurang direncanakan serta lebih bersifat spontan karena

dipengaruhi oleh romantisme aktivitas seks, ketidakpastian identitas seks, sifat

infulsif yang dipengaruhi oleh kematangan emosional dan kognitif.

2.2.1. Alasan remaja melakukan hubungan seksual pranikah

Imran (1999) mengatakan alasan seseorang melakukan hubungan seksual

sebelum menikah adalah a). membuktikan bahwa mereka saling mencintai. b). takut

hubungan akan berakhir. c). rasa ingin tahu tentang seks. d). kepercayaan bahwa

(35)

menyenangkan. f) sama-sama suka (dengan pacar atau pekerja seks komersial).

g) pacar mengatakan bahwa hal itu tidak akan apa-apa.

2.2.2. Cara-cara yang biasa dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksual pranikah

Cara-cara yang biasa dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksual

pranikah yaitu: bergaul dengan lawan jenis, berdandan agar menarik perhatian lawan

jenis, berhayal atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton

film pornografi, melakukan hubungan seks non penitrasi (berpegangan tangan,

berpelukan, berciuman pipi/bibir), cara-cara tersebut ada yang sehat dan ada juga

yang menimbulkan berbagai resiko secara fisik, psikologis dan sosial.

2.2.3. Resiko hubungan seksual pranikah

Hubungan seksual pranikah mempunyai resiko yang besar dibandingkan

manfaat yang diperoleh. Resiko bagi remaja yaitu : kehamilan yang tidak diinginkan,

terkena penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS, infeksi saluran reproduksi,

aborsi dengan segala resiko, kehilangan keperawanan dan keperjakaan, perasaan

malu, bersalah dan berdosa, ketagihan, gangguan fungsi seksual, perasaan tidak

berharga. Akibat bagi keluarga yaitu: menimbulkan aib keluarga, menambah beban

ekonomi keluarga, pengaruh bagi anak yang dilahirkan. Sedangkan akibat bagi

masyarakat adalah: meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas

masyarakat menurun, meningkatkan angka kematian ibu dan bayi sehingga derajat

kesehatan reproduksi menurun, menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga

(36)

2.2.4. Perilaku remaja tentang seks yang bertanggung jawab

Perilaku remaja tentang seks yang bertanggung jawab adalah menunjukkan

adanya penghargaan baik pada diri sendiri maupun orang lain, mampu mengindahkan

diri dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari teman sebaya, pacar dan dari

hal-hal negativ, memahami konsekuensi tingkah laku dan sikap menerima resiko tingkah

lakunya, bentuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawwab akan berbeda

untuk masing-msing individu tergantung pada pengalaman, kebudayaan, nilai-nilai

dan keyakinan yang dianaut oleh masing-masing. Namun demikian idealnya perilaku

seksual yang sehat dan bertanggung jawab hendaknya didasarkan pada pertimbangan

terhadap segala resiko yang mungkin dihadapi dan kesiapan berbagai resiko

(Imran,1999).

2.3. Karakteristik 2.3.1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin diartikan sebagai jenis seks yaitu laki-laki atau perempuan.

Berdasarkan penelitian bahwa wanita yang menyetujui hubungna seks pranikah lebih

sedikit dibandingkan dengan pria (BPS 2004). Dalam penelitian Damayanti

menyebutkan perilaku laki-laki dan perempuan hingga bergiuman bibir masih sama,

akan tetapi perilaku laki-laki lebih agresif dibandingkan remaja perempuan. Seks

pranikah yang dilakukan olek laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan

perempuan (Heru, 2007).

Penelitian Triratnawati (1999), menunjukkan bahwa remaja laki-laki memang

(37)

sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Akibatnya lebih banyak remaja

perempuan mendapat pengalaman pertama berhubungan seks pranikah dari pacarnya

(Kisbiah,1997, Iskandar,1998,Utomo,1998, dalam http:

2.3.2. Tempat Tinggal

Menyinggung tentang lokasi favorit untuk melakukan perbuatan terlarang

tersebut bersama pacar paling sering dilakukan di tempat kos atau di rumah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh PKBI (2005), di Kota Palembang, Tasik

Malaya, Cerebon, dan Singkawang menyatakan 85 persen dari responden melakukan

hubungan seksual pranikah pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar.

2.3.3. Pacar (teman intim)

Pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan

berdasarkan cinta kasih (kekasih), (Anwar, 2001). Pacaran mengandung pengertian

sebagai dua orang berbeda jenis kelamin saling menyukai atau berkomitmen,

kedekatan dua orang yang dilandasi cinta dan mereupakan masa penjajakan dalam

mencari pasangan hidup.

Dalam penelitian Damayanti menyebutkan berpacaran adalah sebagai proses

perkembangan kepribadian seorang remaja, karena ketertarikan terhadap lawan jenis

namun demikian dalam perkembangan budaya justru cenderung permisif terhadap

gaya pacaran remaja, akibatnya remaja cenderung melakukan hubungan seksual

pranikah ( Heru, 2007).

Pacaran tidak harus selalu berakhir dengan pernikahan, karena sekedar

(38)

yang namanya hubungan seksual, jadi hanya sebatas membicarakan masalah, tukar

pikiran, jalan bareng, lalu pegangan tangan, membelai rambut, kalau untuk cium bibir

di Indonesia saat ini masih dianggap belum layak, apalagi untuk melakukan

hubungan seksual lebih tidak setuju. Jika sudah yakin menikah maka hubungan

seksual justru tidak perlu dilakukan.

Pacaran dianggap sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi, yaitu hubungan

seksual pranikah sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta

(De Guzman dan Diaz, 1999). Tanpa adanya komitmen yang jelas mengenai batas

pacaran, kadang tanpa disadari atau direncanakan remaja dapat terbawa untuk

melakukan hubungan seksual dengan pacarnya (http: www.google.co.id).

2.4. Sumber Informasi 2.4.1. Peran orang tua

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat tetapi sangat penting

perannya dalam menumbuhkan anak menjadi remaja yang sehat secara biologis,

psikologis dan sosial termasuk seksualitas yang sehat ( Soetjiningsih, 2004). Hal yang

sama dikatakan oleh Effendy (2000) bahwa peran orang tua dalam mendidik anak

sangat menentukan pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian anak.

Selanjutnya saluran komunikasi yang baik antar orang tua dan anak akan

menciptakan saling memahami terhadap masalah- masalah umum khususnya

mengenai problematika remaja sehingga akan berpengaruh terhadap sikap maupun

(39)

tua mereka. Sianipar, (2000) mengatakan bahwa orang tua memegang peranan

penting untuk meningkatkan pengetahuan remaja secara umum dan khususnya

kesehatan reproduksi. Semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak

remajanya semakin rendah perilaku penyimpangan menimpa remaja.

Menurut Sianipar (2000), komunikasi adalah inti suksesnya suatu hubungan

antara orang tua dan remaja. Hubungan komunikasi secara lancar dan terbuka harus

dijaga agar dapat mengetahui apa yang diinginkan remaja, sehubungan dengan

perubahan-perubahan dan perkembangan remaja. Lebih jauh Andayani (1996),

menyatakan bahwa orang tua harus dapat menyediakan waktu yang cukup untuk

berinteraksi dengan anak mereka di rumah dan saling berbicara apa saja mengenai

kehidupan yang berhubungan dengan remaja, tidak hanya mengatur dan menyalahkan

atau tidak dapat menjadi teman yang baik. Oleh karena itu disamping komunIkasi

yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaaan anak

pada orang tua.

2.4.2. Peran teman sebaya

Andayani (1996), mengatakan dukungan teman sebaya menjadi salah satu

motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan

sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan lawan jenis. Selanjutnya

kadang kala teman sebaya menjadi salah satu sumber informasi yang cukup

berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja, akan

(40)

yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media atau berdasarkan pengalaman

sendiri.

Pada masa remaja kedekatan dengan teman sebaya sangat tinggi karena selain

ikatan teman sepermainan menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan

sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai

tempat remaja untuk mencapai otonomi. maka tidak heran bila remaja mempunyai

kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima dari teman-temannya.

Informasi dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang

menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri

remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu mereka sekaligus membuktikan kebenaran

informasi yang diterima sehingga remaja cenderung melakukan dan mengalami seks

pranikah itu sendiri.

2.4.3. Peran media

Menurut Soetjiningsih (2004), media informasi tidak dapat ditinggalkan untuk

ikut serta dalam menyampaikan informasi penting kepada masyarakat umumnya dan

remaja khususnya. Selain itu media massa merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual. Media baik

elektronik maupun cetak saat ini banyak disorot sebagai salah satu penyebab utama

menurunnya moral umat manusia termasuk juga remaja. Berbagai tayangan yang

sangat menonjolkan aspek pornografi, misalnya gambar atau foto wanita yang

berpakai minim atau tidak berpakaian disampul depan, dibagian dalam majalah atau

(41)

adegan seks dalam film, bioskop, video atau video compact disk (VCD) dan

sebagainya (BKKBN, 2000).

Media membawa peran yang tidak kecil karena selain memperluas wawasan

dan pengetahuan juga menjadi jalan masuknya nilai-nilai asing, kebudayaan barat

khususnya yang kemudian ditiru, misalnya gaya hidup seks bebas, berpakaian minim

dan kecendrungan menonjolkan daya tarik fisik dan seksual yang secara sengaja

ditunjukkan untuk membangkitkan hasrat seksual. Pengadaan sarana pendukung

seperti hotel, pusat pertokoan, restoran semakin mendukung remaja untuk melakukan

hal-hal yang tidak menunjang kesehatan reproduksi. Karena tempat –tempat tersebut

menjadi fasilitas pendukung bagi remaja untuk berkumpul, saling tukar informasi

dalam hal pornografi, mencari pasangan bahkan menjalankan bisnis seks (pelacuran)

serta melakukan trasaksi obat-obatan terlarang (Soetjiningsih, 2004).

Globalisasi menyebabkan aksesibilitas terhadap pornografi menjadi lebih

mudah, dukungan tehnologi mempermudah remaja memperoleh informasi,

handphon menjadi pilihan teratas untuk mendapat informasi pornografi (26 %)

disusul internet (20%) (Gunawan, 2008).

Media hanyalah alat, tergantung siapa yang memainkannya. Ditangan

industriawan media yang tidak bertanggung jawab akan menjadi sarana penghancur

masyarakat yang sangat mengerikan. Terbukti setiap hari tayangan mengenai free sex

dan free love menjadi tema utama dalam berbagai besar film dan sinetron yang di

tayangkan televisi. Akibatnya remaja beranggapan sek bebas adalah hal yang lumrah

(42)

bertanggung jawab dan memiliki idealisme yang solit, media akan menjadi sarana

yang efektif dalam proses pemberdayaan masyarakat tanpa kehilangan nilai jualnya.

2.5. Konsep Remaja

2.5.1. Remaja dan Seksualitas

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial.

Secara kronologis yang tergolong remaja berkisar antara usia 12 sampai 21 tahun

(Dariyo, 2004). Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya

setempat. Sarwono 2005, memberikan batasan remaja adalah individu yang berusia

10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Suriadi (2005), memberikan istilah yang

lebih langsung kepada remaja yaitu kaum muda, mereka yang berusia 15 sampai 24

tahun dan tidak menikah. Masa remaja dibagi menjadi 3 (Nelson, dkk, 2000), Yaitu :

1. remaja awal usia 10 sampai 13 tahun. 2. remaja pertengahan usia 14 sampai 16

tahun. 3. remaja akhir usia 17 sampai 20 tahun dan sesudahnya.

Masa remaja menurut Knoers dan Hadiyono (2005), adalah masa menyulitkan

yang dikenal dengan masa percobaan di mana pada masa ini selain terjadi

kematangan fisik juga terjadi perkembangan psikologis dan sosial. Perkembangan

seksual remaja ditandai dengan adanya tanda-tanda pubertas yang dapat dilihat dari

tanda seks kelamin primer dan sekunder. Seks kelamin primer yaitu yang

menunjukkan organ badan yang langsung berhubungan dengan persetubuhan dan

proses reproduksi yaitu rahim, saluran telur, vagina, bibir kemaluan dan klitoris pada

(43)

kelamin sekunder adalah tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan

persetubuhan, yaitu: tumbuhnya rambut kemaluan, ketiak. Pada laki laki ditambah

tumbuh kumis, janggut, kadang-kadang juga pada dada, sedangkan pada wanita yang

tak kalah penting adalah tumbuhnya payudara.

Perkembangan fisik remaja diawal pubertas, terjadi perubahan penampilan

bentuk maupun proporsi tubuh, serta fungsi fisiologis berupa kematangan organ

seksual (seks kelamin primer dan sekunder). Hormon yang mulai berfungsi juga

mempengaruhi dorongan seks, sehingga remaja mulai tertarik pada lawan jenis,

munculnya minat seksual, ingin mendapat kepuasan seksual dan keingintahuan

tentang seks (BKKBN, 2000).

Perubahan fisik dan fungsi tubuh pada masa remaja seperti adanya

menstrulasi pada wanita dan ejakulasi pada pria serta perubahan bentuk tubuh, amat

mempengaruhi kejiwaan remaja. Hal ini dirasakan pada awal masa remaja bagi

mereka dirasakan sebagai masa yang membinggungkan dan menimbulkan kecemasan

juga menimbulkan perasaan bangga karena mereka mulai dewasa.

(Widjanarko,1999).

2.5.2. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode

sebelum dan sesudahnya.

a. Masa remaja sebagai periode penting, karena terjadi perkembangan fisik dan

(44)

b. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu dari masa kanak-kanak kemasa

dewasa

c. Masa remaja sebagai periode perubahanterjadi perubahan emosi tubuh, minat

dan peran perubahab nilai-nilai dan tanggung jawab.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena kebanyakan remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah dan karena remaja merasa sudah

mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri. Identitas diri yang dicari

remaja berupa usaha untuk mencari siapa diri, apa perannya dalam

masyarakat, apakah ia seorang anak atau dewasa.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, anggapan sterotipe

budaya yang bersifat negatif terhadap remaja, mengakibatkan orang dewasa

tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, remaja melihat dirinya dan

orang lain sebagaimana yang mereka inginkan.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, remaja berperilaku yang

dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras,

obat-obatan dan terlibat seks, agar mereka memperoleh citra yang mereka

(45)

2.5.3. Tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasa, ada tiga tahap

perkembangan remaja, yaitu:

1. Remaja Awal (early adolescence). Pada tahap ini remaja masih terheran-heran

pada perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang

menyertai perubahan itu, tertarik pada lawan jenis, mudah terangsang secara

erotis dan berkurangnya kendali terhadap ego.

2. Remaja Madya (middle adolescence)Pada tahap ini remaja membutuhkan kawan–

kawan, ada kecenderungan narcistic atau mencintai diri sendiri.

3. Remaja Akhir (late adolescence) Pada tahap ini remaja mengalami konsolidasi

menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian: Minat yang makin

mantap terhadap fungsi–fungsi intelek, Egonya mencari kesempatan untuk

bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman–pengalaman baru, Terbentuk

identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, Egosentrisme diganti dengan

keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain, Tumbuh dinding

yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum (Sarwono, 1989).

2.5.4. Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial

yang utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecatatan) dalam semua hal

yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2003).

(46)

sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini

tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecatatan namun juga sehat secara fisik,

mental dan sosial kultur ( BKKBN, 2001). Sehat meliputi tidak tertular penyakit yang

menggangu kesehatan reproduksi, tidak menyebabkan kehamilan yang tidak

diinginkan. Sehat mental yaitu percaya diri, mampu berkomunikasi dan mampu

mengambil keputusan atas segala resiko, sedangkan sehat sosial meliputi

pertimbangan nilai yang berlaku, baik nilai agama, budaya, maupun

nilai-nilai sosial.

Kesehatan reproduksi merupakan unsur yang instrinsik dan penting dalam

kesehatan umum baik perempuan maupun laki-laki. Kesehatan reproduksi berarti

manusia mampu melakukan kehidupan seksual yang aman dan memuaskan

bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk bereproduksi ( BKKBN, 2000).

2.6. Landasan Teori

Menurut Dariyo, (2004) Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang

dipersepsikannya sebagai suatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif),

kemudian diinternalisasikan kedalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan

mempengaruhi pada perilaku sesuai dengan persepsinya. Sebab ia merasa setuju

dengan apa yang diketahuinya, namun sebaliknya kalau ia mempersepsikan secara

negatif, maka iapun cenderung menghindari atau tidak melakukan hal tersebut dalam

(47)

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsang

dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung

pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (determinan

perilaku). Faktor determinan perilaku ada dua yaitu : 1. faktor internal yaitu

karakteristik orang yang bersangkutan. 2. faktor eksternal yaitu lingkungan, baik

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dsb. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo,

2007).

Kemudian teori diatas dikombinasikan dengan teori tindakan beralasan dan teori

perilaku terencana. Teori tindakan beralasan menegaskan peran dari niat seseorang

dalam menentukan apakah sebuah perilaku akan terjadi. Teori ini secara tidak

langsung mengatakan sebuah perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan

pernah terjadi tanpa niat. Niat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap-sikap terhadap

suatu perilaku seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting (Graeff, dkk, 1996).

Inti dari teori perilaku terencana diantara berbagai keyakinan yang akhirnya

menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia

tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan ini dapat berasal dari

pengalaman perilaku yang bersangkutan di masa lalu, dapat dipengaruhi oleh

informasi tak langsung mengenai perilaku itu, misalnya dengan melihat pengalaman

teman atau orang lain yang pernah melakukan dan dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain yang menpengaruhi atau menambah kesan kesukaran untuk melakukan

(48)

Berdasarkan landasan teori dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut :

Determinan faktor internal

Determinan faktor eksternal

Gambar 3. Kerangka Teori Keyakinan

Kepercayaan Nilai-nilai pengalaman

pengetahuan Sikap Persepsi motivasi

karakteristik orang yang bersangkutan

Intensi perilaku

Lingkungan fisik Sosial Budaya

politik

(49)

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori dapat dijelaskan bahwa karakteristik (jenis

kelamin, tempat tinggal), teman intim (pacar)), sumber informasi (orang tua, teman

sebaya, media) dan pengetahuan mempengaruhi kecenderungan melakukan hubungan

seks pranikah, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

Kecenderungan remaja melakukan hubungan seksual

ik h Pengetahuan

Teman intim (pacar)

Suber Informasi: • Orang tua • Teman sebaya • Media

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metoda penelitian ini adalah penelitian survey dengan menggunakan

rancangan cross sectional. Dalam studi cross sectional variabel bebas dan variabel

tergantung (efek) dinilai secara simultan pada satu saat dan tidak ada follow up

(Sastroasmora dan Ismael, 2002).

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas yang ada di Banda Aceh,

Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri di Banda Aceh, kelas

X sampai kelas XII sebanyak 7997 orang .

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri (laki-laki dan

perempuan) kelas X sampai kelas XII di Banda Aceh. Penentuan besar sampel dalam

penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesa proporsi tunggal (Lemeshow, 1997),

(51)

Keterangan:

n : jumlah sampel

P0 : proporsi seks pranikah sebelumnya = 6.2%

Pa : proporsi seks pranikah saat ini = 11,2 %

Z : tingkat kemaknaan (ditetapkan oleh peneliti), 0,05 = 1,96

Z : kekuatan uji power of the test (ditetapkan oleh peneliti) , 80% = 0,80

Perhitungan :

Berdasarkan perhitungan diatas maka jumlah sampel yang diambil dalam

penelitian 208 orang. Jumlah sampel yang diambil dari 13 SMA . Perhitungan

jumlah sampel untuk tiap-tiap SMA dilakukan secara proporsional yaitu jumlah

populasi tiap SMA dibagi dengan jumlah populasi dari ke 13 SMA kemudian

dikalikan dengan jumlah sampel yang ditentukan dengan rumus perhitungan sampel.

Distribusi sampel per SMA dapat dilihat pada tabel berikut : [ Z1- /2 Po(1−Po)+Z1- Pa (1 − Pa ) ]2 n =

(Pa – P0 )2

[ 1,96 0,062(1−0,062)+0,80 0,112 (1 − 0,112 ) ]2 n =

(0,112-0,62) 2

(52)

Tabel 3.1. Distribusi Jumlah Sampel perSMA

NO Nama SMA Jumlah populasi Jumlah sampel

1 SMA 1 614 614 / 7997 x 208 =16

2 SMA 2 835 835 / 7997 x 208 =22

3 SMA 3 739 739 / 7997 x 208 = 19

4 SMA 4 677 677 / 7997 x 208 = 18

5 SMA 5 798 798 / 7997 x 208 = 20

6 SMA 6 649 649 / 7997 x 208 = 17

7 SMA 7 818 818 / 7997 x 208 = 21

8 SMA 8 730 730 / 7997 x 208 = 19

9 SMA 9 457 457 / 7997 x 208 =12

10 SMA 10 219 219 / 7997 x 208 = 6

11 SMA 11 613 613 / 7997 x 208 = 16

12 SMA 12 507 507 / 7997 x 208 = 13

13 SMA 13 340 340 / 7997 x 208 = 9

Jumlah 7997 208

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple

(53)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data sekunder dikumpulkan dari referensi buku-buku yang ada pada daftar

pustaka, dan instansi yang terkait. Pengumpulan data primer dilakukan di Banda

Aceh oleh peneliti sendiri dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun

berdasarkan tujuan penelitian.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas menunjukkan skor atau nilai yang diperoleh benar-benar

menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin di ukur dengan

menggunakan rumus kolerasi product moment dari pearson. Suatu pertanyaan

dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul data apabila ketentuan r-

hitung lebih besar dari r -tabel.

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

dapat dipercaya atau dapat diandalkan, sebagai alat pengumpul data. Instrumen yang

sudah dapat dipercaya akan menghasilkan data yang dapat dipercaya pula. Tehnik

yang dipakai dengan menggunakan metoda Cronbach’s Alpha, yaitu jika nilai r

Alpha lebih besar dari r- tabel, maka dinyatakan reliabilitas (Riduwan, 2002).

Uji coba instrumen (kuesioner) dilakukan pada 25 orang siswa yang bukan

termasuk sampel dalam penelitian ini. Hasil uji coba kuesioner diolah dengan

(54)

Tabel 3.2. Hasil Analisa Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

tabel Min max Kesimpulan

Nilai 2. Pertanyaan Informasi

dari orang tua

7 0,408 0,510 Valid 0,903 Reliable 3. Pertanyaan Informasi

dari teman sebaya

11 0,437 0,775 Valid 0,891 Reliable 4. Pertanyaan Informasi

dari media

Pada tabel diatas digambarkan nilai r hasil dan nilai Alpha hasil uji validitas

dan reliabilitas. Berdasarkan tabel r dengan taraf signifikan 5% dengan

menggunakan rumus df = N-2, maka nilai r tabel adalah 0,396. Hasil analisa

reliabilitas 19 pertanyaan pengetahuan menunjukkan nilai r hasil minimal = 0,465

dan maksimal = 0,783 sedangkan nilai Alpha = 0,945, nilai-nilai r hasil dan nilai

Alpha pertanyaan variabel pengetahuan tersebut lebih besar dari nilai r tabel (0,396),

hal ini bermakna bahwa pertanyaan variabel pengetahuan tersebut valid dan reliable.

Pertanyaan informasi dari orangtua ada 7 pertanyaan, hasil uji menunjukkan

nilai r hasil minimal = 0,408 dan maksimal = 0,510 sedangkan nilai Alpha = 0,903,

nilai r hasil dan nilai Alpha pertanyaan variabel informasi dari orangtua tersebut lebih

besar dari nilai r tabel (0,396) hal ini bermakna bahwa pertanyaan tersebut valid dan

reliable. Pertanyaan informasi dari teman sebaya ada 11 pertanyaan, nilai r hasil

minimal = 437 dan maksimal = 0,775 dan nilai Alpha = 0,891 berarti nilai r hasil dan

(55)

informasi dari teman sebaya valid dan reliabel. dalam instrumen penelitian valid dan

reliabel.

Pertanyaan informasi dari media 13 pertanyaan, hasil uji menunjukkan nilai r

hasil minimal = 0,470 dan maksimal = 0,834 sedangkan nilai Alpha = 0,934, nilai r

hasil dan nilai Alpha pertanyaan variabel informasi dari media tersebut lebih besar

dari nilai r tabel (0,396) hal ini bermakna bahwa pertanyaan tersebut valid dan

reliabel.

Hasil analisa reliabilitas 8 pertanyaan variabel kecenderungan melakukan

hubungan seksual pranikah menunjukkan nilai r hasil minimal = 0,603 dan maksimal

= 0,896 sedangkan nilai Alpha = 0,882, nilai r hasil dan nilai Alpha pertanyaan

variabel kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah tersebut lebih besar

dari nilai r tabel (0,396), hal ini bermakna bahwa pertanyaan - pertanyaan tersebut

valid dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

a. Kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah adalah kemampuan remaja pria dan wanita menyatakan akan melakukan atau tidak akan

melakukan hubungan seksual pranikah dengan lawan jenis kelamin tanpa

ikatan perkawinan/pernikahan yang sah.

b. Jenis kelamin adalah jenis seks responden laki-laki atau perempuan.

c. Tempat tinggal : tempat responden berdomisili (tinggal) selama ini bersama

Gambar

Gambar 1.   Determinan Perilaku Manusia
Gambar: 2. Teori Tindakan Beralasan (McKenzie,1997)
Gambar 3. Kerangka Teori
Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Guru masih sedikit bingung dalam memahami langkah-langkah pembuatan Mind Map sehingga mengalami kesulitan dalam membimbing siswa untuk membuat Mind Map. b) Pembelajaran masih

In this chapter, we have seen the different types of sources from which data can be loaded into Splunk.. We discussed in detail how to get data using the Files &amp; Directories

Penelitian ini menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS) karena variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel un- observed yaitu variabel

a Untuk mengetahui jenis pemutusan hubungan kerja yang menjadi kadaluarsa setelah melewati 1 (satu) tahun sejak di Putus Hubungan Kerjanya sebagaimana ketentuan Pasal 82

The result if this research is a collateral has an importen position in the contract based on profit sharing in shariah bank is accordance with the prudential banking

1. Tujuan PTK adalah peningkatan kualitas proses dan hasil belajar. Masalah yang dikaji dalam PTK adalah masalah yang bersifat praktis. Fokus utama penelitian adalah

From the result of the research, it can be concluded that prolonged protection of eco- nomic rights causes difficulty for public to access the book of knowledge because public

Diharapkan dari terlaksananya penelitian adalah memberikan pemahaman baru bagi para guru terutama guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) terkait dengan media Flash Card