PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER
INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN
HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA
NEGERI DI BANDA ACEH
TAHUN 2008
TESIS
Oleh
JULI ASTUTI
067012044/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER
INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN
HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA
NEGERI DI BANDA ACEH 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
JULI ASTUTI
067012044/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI DI BANDA ACEH TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Juliastuti Nomor Pokok : 067012044
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, Sp.OG (K)) (dr. Linda T. Maas, MPH)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., MSc)
tttangallltTanggal Kolokium : 08 Mei Telah diuji pada
Tanggal : 20 April 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, Sp.OG (K ) Anggota : 1. dr. Linda T.Maas, MPH
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK SISWA DAN SUMBER
INFORMASI TERHADAP KECENDERUNGAN MELAKUKAN
HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA
NEGERI DI BANDA ACEH
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Febuari 2009
ABSTRAK
Pengetahuan kesehatan reproduksi yang dianggap tabu dibicarakan mendorong pengetahuan remaja terhadap seksual menjadi besar. Seiring dengan arus globalisasi, informasi dan teknologi yang terus berjalan, menjadi perubahan besar pada norma seks terutama pada remaja. Kehamilan tak diinginkan, aborsi illegal dan tak aman, peningkatan kasus infeksi penyakit menular sesual termasuk HIV/AIDS, merupakan masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia. Dari hasil penjajakan dalam program muda berdaya yang dilakukan oleh Yayasan Kita (2005), remaja Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam cenderung terlibat lebih jauh dalam perilaku seksual yang tidak aman.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik siswa (jenis kelamin, tempat tinggal, teman intim), sumber informasi (peran orang tua, peran teman sebaya, peran media) terhadap kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah pada siswa SMA di Banda Aceh. Jenis penelitian yaitu survey dengan rancangan cross sectional study. Jumlah populasi 7997 siswa dengan jumlah sampel sebanyak 208 siswa . Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji Chi-square), dan multivariat (uji regresi logistik) pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05).
Hasil penelitian menggunakan uji regresi logistik menunjukkan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah adalah : teman intim (P= 0,0001) peran teman sebaya (p =0,018) peran media (p=0,0001) dan pengetahuan (p= 0,001). Dari variabel-variabel yang berpengaruh yang paling dominan mempengaruhi kecenderungan melakukan hubungan seks pranikah adalah teman intim dan peran media.
Disarankan Kepada Dinas Pendidikan untuk meningkatkan kurikulum pendidikan agama mulai dari pendidikan dasar sampai tingkat menengah atas. Setiap sekolah mengadakan kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler seperti: olah raga, pengajian, karya tulis ilmiah dan lain-lain, supaya siswa dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, sehingga tidak teringat dengan hal-hal negatif dan pornografi. Remaja dituntut mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermamfaat seperti: pengajian, olah raga dan kesenian, pergaulan yang negatif dihindarkan.
ABSTRACT
The knowledge of reproduction health which is not allowed to discuss among the teenagers has pushed the desire of the teenagers to know more about sexual problems. In line with the era of globalization, information and technology, there is a big change in sexual norm especially among the teenagers. Unwanted pregnancy, illegal and unsafe abortion, increased transmitted infectious sexual diseases such as HIV /AIDS are the problems of teenagers, reproduction health in Indonesia.
The result of survey in the program of Muda Berdaya conducted by Yayasan Kita ini 2005 shows that the teenagers in the province of Nanggroe Aceh Darussalam tend to get involved much deeper inti the unsafe sexusl behavior.
The purpose of this survey study with cross sectinal study desaign is to analyze the influence of the characteristic of high school students (sex, address, intimate friend) resource of information (role of parents, role of friend of the same age, role of media) on the tendency to do a pre marriage sexual intercourse in the high scool students in Banda Aceh. The population of this study are 7997 high school students and 208 of them ware selected through univariate proportional hypothesis test (Lameshow,1997) to be the samples for this study. the data obtained were descriptively analyzed through univariate, bivariate (Chi square test), and multivariatye (Logistic regression test) at the level of confidence of 95 % (p<0,05).
The result of logistic regression test shows that the variables which have a signivicant influence on the tendency to do a pre marriage sexual intercourse are intimate friend (p=0,0001), role of friend of the same age (p=0,018), , role of media (p=0,0001) and knowledge (p=0,0001). intimate friend and role of media are the most domiat variables in influencing the tendency to do a pre marriage sexual intercourse.
It is suggested that the Education Service improve the quality of religion base (Islamic) education tought from elementary school to senior high school. The school era expected to provide some extra-curicullla such as sport, Islamic study group and scientific work that the students can participate in those activities and forget all of the negative things and pornography. to provide the students with activities that can attact the student to do useful things in their leisure time, and ti warn the student not to do something that can result in doing sexual intercourse when together with their boy/girlfriend.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang membebaskan kita dari rasa gundah dan sedih.
Yang maha menjawab doa orang-orang yang tertindas, syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas segala berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Karakteristik Siswa dan Sumber
Informasi terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah pada Siswa SMA Negeri di Banda Aceh”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini banyak
kekurangan-kekurangan, namun demikian penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang
tidak terhingga kepada: Prof. dr. Delfi Lutan, MSc. Sp.OG (K), selaku ketua komisi
pembimbing dan dr. Linda T. Maas, MPH, selaku pembimbing kedua, dengan penuh
perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk
sepenuhnya, sampai selesainya penulisan tesis ini.
Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan tesis ini, terutama kepada:
1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Sekretaris Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Drs. Edi Syahrial, MS dan dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku dosen pembanding
yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pascasarjana AKK, yang telah memberikan
banyak bantuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan
saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Teristimewa buat Ayahanda, Ibunda dan Suami tercinta serta buah hati ananda
Hanif, Dinda dan Aurora, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga karena berkat do’a restu dan motivasi mereka, penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita berserah dan mohon ampunanNya,
semoga apa yang telah kita perbuat selama ini mendapat ridhaNya. Amin Ya Robbal
Alamin..
Medan, Febuari 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Juliastuti dilahirkan di Desa Lam asan kecamatan Kuta Baro
Kabupaten Aceh Besar, pada tanggal 31 juli 1974, beragama Islam, anak kedua dari
enam bersaudara dari Bapak Zakaria Achmad dan Ibu Asmarati Daud.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar Pada Tahun 1986 di SDN Ateuk Aceh
Besar Provinsi NAD, tahun 1989 menamatkan pendidikan tingkat pertama di SMP
Negeri 12 Banda Aceh Provinsi NAD. Tahun 1992 menamatkan Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK Depkes) di Banda Aceh Provinsi NAD. Tahun 1993 penulis
menamatkan Program pendidikan Bidan A di Banda Aceh Provinsi NAD. Tahun
2000 penulis menamatkan pendidikan D III Kebidanan di Banda Aceh Provinsi NAD,
pada tahun 2001 menamatkan D IV Bidan Pendidik pada Universitas Gajah Mada
(UGM) di Yogyakarta.
Riwayat pekerjaan:
• Pada tahun 1993 – 1997 penulis menjadi bidan di Desa pada Puskesmas Kuta
Baro Kabupaten Aceh Besar
• Pada tahun 1997- 2000 menjadi Bidan Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh
Besar
• Pada tahun 2001 – sekarang menjadi Staf pada Jurusan Kebidanan Poltekes
DAFTAR ISI
2.1. Kecenderungan remaja melakukan hubungan seksual pranikah ... .. 8
2.2. Faktor yang mempengaruhi perilaku remaja terhadap hubungan seksual pranikah ... ... 17
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 34
3.3. Populasi dan Sampel ... 34
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39
3.6. Metode Pengukuran ... 40
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 43
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 43
4.2. Hasil Penelitian ... 44
4.2.1. Analisis Univariat ... 46
4.2.2. Analisis Bivariat... 46
4.2.3. Analisis Multivariat... 57
BAB 5 PEMBAHASAN ... 58
5.1. Pengaruh Karakteristik Siswa terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 58
5.2. Pengaruh Sumber Informasi terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 61
5.3. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah ... 66
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
6.1. Kesimpulan ... 70
6.2. Saran ... 71
DAFTAR TABEL
Nomor Judul
Halaman 3.1. Distribusi Jumlah Sampel per SMA... 36
3.2 Hasil Analisa Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian... 38
4.1. Distribusi Rresponden Berdasarkan Karakteristik: Jenis kelamin,
Tempat Tinggal, Teman Intim di Banda Aceh... 44
4.2. Distribusi Responden berdasarkan pengetahuan Tentang
Kesehatan Reproduksi, Seks, dan Perilaku Seks di Banda Aceh ... 45
4.3. Distribusi Responden berdasarkan Sumber Informasi (peran orangtua, peran teman sebaya, peran media Tentang kesehatan Reproduksi,
Seks, dan Perilaku Seks di Banda Aceh... 45
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kecenderungan Melakukan Hubungan Seksual Pranikah di Banda Aceh ... 46
4.5. Analisa Bivariat antara Faktor Jenis Kelamin dengan Pengetahuan
Responden tentang kesehatah Reproduksi , Seks dan Perilaku Seks di Banda Aceh ... 47
4.6. Analisa Bivariat antara Faktor Tempat Tinggal dengan Pengetahuan
Responden tentang kesehatah Reproduksi , Seks dan Perilaku Seks di Banda Aceh ... 48
4.7. Analisa bivariat antara Faktor Teman intim dengan
Pengetahuan Responden tentang kesehatah Reproduksi , Seks dan
Perilaku Seks di Banda Aceh ... 48
4.8. Analisa Bivariat antara Peran Orang Tua dengan Pengetahuan
Responden tentang Kesehatah Reproduksi , Seks dan Perilaku Seks di
Banda Aceh ... 49
4.9. Analisa Bivariat antara PeranTeman sebaya dengan pengetahuan Responden tentang kesehatah Reproduksi, Seks dan Perilaku
4.10. Analisa Bivariat antara Peran Media dengan pengetahuan Responden tentang kesehatah Reproduksi, Seks dan Perilaku Seks di Banda Aceh 50
4.11. Analisa bivariat antara jenis kelamin dengan kecenderungan
melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 51
4.12. Analisa bivariat antara tempat tinggal terhadap kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah di SMA Banda Aceh
Tahun 2008 ... 52
4.13. Analisa bivariat antara teman intim dengan kecenderungan
melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 53
4.14. Analisa bivariat antara orang tua dengan kecenderungan
melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 54
4.15. Analisa bivariat antarateman sebaya dengan kecenderungan
melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 54
4.16. Analisis bivariat antara media dengan kecenderungan
melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 55
4.17. Analisis bivariat antara pengetahuan dengan kecenderungan
melakukan hubungan seks pranikah di Banda Aceh tahun 2008... 56
4.18. Hasil Uji Regresi Logistik Pengaruh Karateristik siswa, sumber informasi terhadap kecenderungan melakukan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Diterminan Perilaku Manusia ... 10
2. Teori Tindakan Beralasan ... 15
3. Kerangka Teori ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 76
Lampiran 2. Hasil Output Uji Validitas dan Reliabilitas ... 82
Lampiran 3. Hasil Output Penelitian ... 86
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian ... 113
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai
perubahan fisik, emosi dan psikis. Merupakan masa yang khusus dan penting karena
merupakan periode pematangan organ reproduksi yang disebut masa pubertas.
Perkembangan seksual remaja ditandai dengan adanya menarche pada wanita dan
noctual ejaculation pada pria, maka sejak itu fungsi reproduksi bekerja dengan
segala konsekuensinya. Idealnya remaja telah memperoleh pengetahuan yang
memadai tentang seks. Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan dalam dirinya
termasuk dorongan seks mulai meningkat dan sulit dikendalikan tidak jarang hal
tersebut menyebabkan konflik pada diri remaja. Keadaan tersebut diperberat dengan
adanya kemudahan remaja mengakses informasi tentang seks yang keliru melalui
media cetak dan elektronik. Informasi yang keliru akan menganggu derajat kebebasan
remaja dalam mengambil keputusan terhadap situasi tertentu (Sarwono, 2006).
Banyak remaja yang tidak tahu bagaimana mencari informasi yang benar
tentang kesehatan reproduksi, baik disekolah maupun dirumah. Kesempatan untuk
berdiskusi tentang kesehatan reproduksi masih sangat terbatas, bahkan masih banyak
orang tua dan guru yang menganggap tabu untuk membicarakan (Panuju dan Utami,
1999). Orang tua seharusnya pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cepat ternyata mengakibatkan keluarga
kehilangan pamornya sebagai lingkungan yang utama dalam pendidikan anak,
sehingga sekarang banyak terjadi dekadensi moral, degradasi kualitas spiritual pada
setiap lapisan masyarakat .
Pengetahuan kesehatan reproduksi yang dianggap tabu dibicarakan
mendorong pengetahuan remaja terhadap seksual menjadi besar. Seiring dengan
arus globalisasi, informasi dan tehnologi yang terus berjalan, menjadi perubahan
besar pada norma seks terutama pada remaja. Survei yang dilakukan kepada 33.943
remaja pada 24 negara di Amerika Utara dan Eropa menunjukkan 13,2 persen remaja
berperilaku seks aktif semenjak usia 15 tahun (Malik, 2008). Hasil FieldEpidemilogy
Training Program, Departemen Kesehatan di Jakarta Utara ditemukan bahwa dari
657 siswa yang berusia 15 sampai 19 tahun, 54 persen mengatakan sudah sering
melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis dengan alasan karena dorongan
nafsu (Depkes RI, 1996).
Survey Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(LDFEUI) tahun 1999 terhadap 8084 responden yang berusia 15 sampai 24 tahun di
empat provinsi yaitu : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timur dan Lampung. 35,5
persen diantara remaja pria mengetahui teman sesama pria pernah melakukan
hubungan seksual pranikah dan 33,7 persen diantara remaja wanita juga mempunyai
teman wanita yang pernah melakukan seks sebelum menikah (BKKBN, 2002).
Penelitian di 12 kota di Indonesia menunjukkan 10 sampai 12 persen remaja
angka sekitar 5,5 – 11 persen remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19
tahun (Asfriyati, 2005). Sekitar 15 persen remaja usia 10 tahun sampai 24 tahun di
Indonesia, telah melakukan hubungan seksual di luar nikah (Malik, 2006). Hasil
penelitian yang dilakukan PKBI (2005), di kota Palembang, Kupang, Tasik Malaya,
Cerebon dan Singkawang juga menunjukkan bahwa jumlah remaja yang melakukan
hubungan seks diluar nikah cukup tinggi, yaitu 9,1 persen telah melakukan hubungan
seks dan 85 persen hubungan seks pertama pada usia 13-15 tahun yang dilakukan di
rumah mereka dengan pacar. Berdasarkan penelitian BKKBN tahun 2006 sebanyak
30 persen siswa SMP dan SMA di Indonesia melakukan praktik seks bebas secara
aktif (Azmil, 2008).
Hasil Disertasi Damayanti (2007), dengan sampel 8.941 pelajar dari 119 SMA
sederajat yaitu: 5 dari seratus pelajar setingkat SMA di Jakarta telah melakukan
hubungan seks sebelum menikah. Menurutnya perilaku seks pranikah itu cendrung
dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif (Heru , 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kependudukan dan Sumber Daya
Manusia Universitas Syiah Kuala tahun 2005 terhadap pengetahuan, sikap dan
praktik kesehatan reproduksi pada siswa SMA di Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Dari 4 Kabupaten yaitu Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Aceh Tenggara
dan Aceh Tamiang sebanyak 3 persen mengaku telah melakukan hubungan seks dari
588 responden dengan rincian perkabupaten sebagai berikut: 6,2 persen dari 194
persen dari 145 responden di Aceh Tenggara dan 0,7 persen dari 148 responden di
Aceh Tamiang. Kemudian sebanyak 49,32 persen siswa sudah mempunyai kekasih
dan 19,6 persen siswa telah pernah berciuman secara birahi. Bila ke 19,6 persen siswa
ini sudah pernah berciuman secara birahi kemungkinan besar lebih banyak lagi siswa
yang telah melakukan persetubuhan bukan seperti yang tergambar di atas, diyakini
angka tersebut tidak mencerminkan kasus yang sebenarnya. Ibarat fenomena gunung
es, kenyataan dilapangan bisa lebih tinggi lagi. Bila dugaan ini benar maka sekitar 20
persen siswa SMA di Aceh sudah melakukan hubungan seksual.
Perilaku seksual yang cenderung permisif dan berani disertai keterbatasan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi telah meningkatkan terjadinya penyakit
menular seksual dan resiko kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut Sadik (1997),
diseluruh dunia diperkirakan 200 juta wanita hamil setiap tahunnya dan diantaranya
75 juta jiwa merupakan hamil yang tidak diinginkan. Penelitian yang dilakukan oleh
mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bekerja sama dengan BKKBN
pusat (2001) di Jombang yaitu 35,7 persen kasus hamil di luar nikah dari jumlah
responden 400 orang.
Hamil yang tidak diinginkan tersebut cenderung dilakukannya tindakan
aborsi. Tingkat kasus aborsi di Indonesia tercatat yang tertinggi di Asia Tenggara, di
Indonesia aborsi dianggap illegal, akan tetapi angka kejadaian mencapai 750.000
pertahun, 40 sampai 50 persen dilakukan oleh wanita remaja (UNFPA, 2001).
Di Banda Aceh tidak ada data resmi yang menyatakan jumlah kehamilan diluar nikah,
Kita (2005), remaja Provinsi Aceh cenderung terlibat lebih jauh dalam perilaku
seksual yang tidak aman. Data lain hasil wawancara penulis dengan koordinator
(CMPP) Central Muda Putro Phang (November, 2007) juga menunjukkan tidak ada
data resmi berapa jumlah remaja yang hamil sebelum menikah di Banda Aceh, namun
demikian klinik CMPP melaporkan ada 1 (satu) kasus aborsi pada remaja tahun
2007.
Kehamilan tak diinginkan, aborsi illegal dan tak aman, peningkatan kasus
infeksi penyakit menular sesual termasuk HIV/AIDS, merupakan masalah kesehatan
reproduksi remaja di Indonesia. Hal tersebut sebagai akibat perilaku seksual remaja
yang cenderung permisif, dan berani serta adanya kecenderungan kekurangan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Faktor lain yang mendukung mudahnya
akses informasi seksualitas yang keliru dari teman sebaya, dan media massa, serta
orang tua, guru yang menganggap bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
masih tabu. Hal ini membangkitkan keingintahuan remaja seputar seksualitas menjadi
besar dan mempengaruhi remaja dalam mengambil keputusan terhadap situasi
tertentu, khususnya terkait dengan kecendrungan melakukan hubungan seksual
pranikah saat ini.
Dari beberapa hal tersebut diatas maka peneliti akan meneliti lebih lanjut
tentang pengaruh karakteristik siswa dan sumber informasi terhadap kecenderungan
1.2. Perumusan Masalah
Banda Aceh adalah kota yang menganut hukum syariat Islam siapa saja yang
melakukan pelanggaran akan dikenakan sangsi sesuai hukum syariat. Berdasarkan
penelitian di Banda Aceh masih ada remaja yang melakukan hubungan seksual
pranikah , yang seharusnya hal ini tidak boleh terjadi . Maka rumusan permasalahan
adalah apakah ada pengaruh karakteristik siswa dan sumber informasi terhadap
kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah pada siswa SMA Negeri di
Banda Aceh.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh karakteristik siswa (jenis kelamin, tempat tinggal,
teman intim), sumber informasi (orang tua, teman sebaya, media) terhadap
kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah pada siswa SMA Negeri di
Banda Aceh.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh karakteristik siswa (jenis kelamin, tempat tinggal, teman intim),
sumber informasi (orang tua, teman sebaya, media), terhadap kecenderungan
melakukan hubungan seksual pranikah.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah Kota Banda Aceh penelitian ini sebagai bahan masukan,
untuk membuat kebijakan dalam membuat perencanaan daerah yang
bermartabat bebas dari asusila sehubungan dengan daerah yang menganut
2. Bagi Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang siswa SMA saat ini sehingga dapat
menentukan kebijakan dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi
kepada siswa SMA.
3. Bagi ilmu pengetahuan dapat dijadikan referensi dalam pengembangan ilmu
di bidang kesehatan reproduksi serta dapat digunakan sebagai acuan oleh
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kecenderungan Remaja Melakukan Hubungan Seksual Pranikah
2.1.1. Pengertian kecenderungan
Kecenderungan adalah hasrat, keinginan yang selalu timbul berulang-ulang
(Sudarsono,1997), sedangkan Ansari (1996) berpendapat bahwa kecenderungan
merupakan susunan atau disposisi untuk berkelakuan dalam cara yang benar. Haplin
(1995) mengartikan kecenderungan sebagai satu set atau satu susunan sikap untuk
bertingkahlaku dengan cara tertentu. Sukarno (1993) menyatakan kecenderungan
merupakan suatu dorongan yang muncul dari dalam diri individu secara inharen
menuju suatu arah tertentu untuk menunjukkan suka atau tidak suka kepada suatu
objek tertentu.
Seks pranikah adalah melakukan hubungan seksual (intercourse) dengan
lawan jenis tanpa ikatan perkawinan yang sah. Perilaku seksual menurut Imran
(1999) adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan dan
mendapatkan kesenangan organ sek melalui berbagai perilaku termasuk berhubungan
intim. Wagner dan Yatim (1997) mengatakan, keterlibatan secara seksual dengan
orang lain bukan hanya dalam bersenggama, berciuman, berpelukan, membelai,
berpegangan tangan, fantasi, memijat, bahkan bertelanjang dan ungkapan seksual
lainnya yang memberi dan merespon perasaan senang / kenikmatan terhadap diri
Dari uraian diatas dapat disimpulkan kecenderungan melakukan hubungan
seksual pranikah adalah keinginan, dorongan, hasrat yang selalu timbul untuk
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Suatu kecondongan yang didasarkan
oleh perasaan untuk melakukan hubungan seks pranikah yang didasarkan karena
adanya keinginan atau kesukaan.
2.1.2. Perilaku hubungan seksual remaja
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) perilaku adalah merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku merupakan
tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat dipelajari. Sarwono (2004)
berpendapat bahwa, perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain perilaku merupakan
respon/reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir,
berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsang dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan
(diterminan perilaku). Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given
2. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang
dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari
dalam dan dari luar individu itu sendiri, antara lain susunan saraf pusat, persepsi,
motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan lain-lain. Faktor penentu atau
determinan perilaku manusia sulit dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Secara garis besar perilaku manusia
dapat dilihat dari 3 aspek yaitu : aspek fisik, psikis dan sosial. Lebih rinci perilaku
manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti
pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap dan sebagainya
(Notoatmojdo, 2007).
Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala
kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala
kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yaitu
pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat dan sebagainya.
Gambar 1. Determinan Perilaku Manusia Pengalaman
Keyakinan Fasilitas Sosio budaya
Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat
2.1.3. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dari proses penginderaan terhadap
suatu objek tertentu, penginderaan tersebut terjadi sebagian besar dari penglihatan
dan pendengaran. Pengetahuan tersebut bersumber dari pengalaman, guru orang tua,
teman, buku-buku, media massa (Notoatmodjo,2007).
Pengetahuaan remaja tentang kesehatan produksi sangat mempengaruhi
perilaku remaja hidup sehat, khususnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi.
Penyataan ini sesuai dengan konsep Notoatmodjo (2007), bahwa pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuaan akan kesadaran bersikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, sehingga belum dapat diamati oleh orang lain. Misalnya seorang
remaja memutuskan tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah karena ia tahu
berhubungan seks dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, tertular
penyakit seksual termasuk HIV/AIDS. Pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi sangat penting dalam perilaku yang berkaitan dengan hubungan seksual
pranikah.
2.1.4. Sikap Terhadap Perilaku Seksualitas Remaja
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap objek adalah peran mendukung, memihak (favorable) maupun perasaan
tidak memihak (anfavorable), (Berhowitz, dalam Azwar 2007). Newcomb
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau akstivitas akan tetapi merupakan prediksi tindakan suatu perilaku, (Notoatmodjo,
2007).
Stuktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu :
komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Kothandapani dan
Mann dalam Azwar (2007), menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi,
kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki oleh seseorang. Komponen afeksi
merupakan perasaan individu yang menyangkut emosi, komponen konasi berisi
tendensi atau kecendrungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan
cara-cara tertentu.
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
dilakukan atau yang benar terhadap suatu objek sikap. Contoh: sikap terhadap
lokalisasi pelacuran adalah apa saja yang dipercaya seseorang mengenai lokalisasi
tersebut. Apa yang dipercayakan itu merupakan stereotipe atau sesuatu yanag telah
terpolakan dalam pikiran (bahwa pelacuran merupakan suatu yang negatif).
Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat , kemudian akan membentuk suatu
ide atau gagasan mengenai karakteristik tersebut. Sekali kepercayaan telah terbentuk,
maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang.
Komponen afeksi menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan
yang dimiliki terhadap sesuatu. Contoh: dua orang yang mempunyai sikap yang
ketidaksukaannya dikaitkan dengan ketakutan akan akibat pelacuran sedangkan orang
lain mewujudkan dengan rasa benci dan jijik terhadap segala sesuatu yang
menyangkut pelacuran.
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecendrungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang, berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari bahwa
kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Artinya bagaimana orang
akan berperilaku dalam situasi tertentu akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan
perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten,
selaras dengan kepercayaan dan perasaan membentuk sikap individu (Azwar, 2007).
Dariyo (2004) mengatakan, Sikap terhadap perilaku seksualitas remaja secara
teori merupakan predisposisi (penentu) yang memunculkan adanya perilaku yang
sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang
dipersepsikannya sebagai suatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif),
kemudian diinternalisasikan kedalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan
mempengaruhi pada perilaku sesuai dengan persepsinya. Sebab ia merasa setuju
dengan apa yang diketahuinya, namun sebaliknya kalau ia mempersepsikan secara
negatif, maka iapun cenderung menghindari atau tidak melakukan hal tersebut dalam
perilakunya.
Seringkali dalam kehidupan realitasnya, banyak faktor lain yang
mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya lingkungan sosial, situasi atau
muncul dalam perilakunya. Mungkin seseorang memiliki sikap negatif terhadap
hubungan seksual pranikah, tetapi dalam kenyataannya perilakunya tidak sesuai atau
bertentangan dengan sikap tersebut.
2.1.5. Beberapa Teori Perilaku
a. Theory of reasoned Action
Teori tindakan beralasan adalah teori yang di kembangkan oleh Ajzen dan
Fishbein , teori ini menegaskan peran dari niat seseorang dalam menentukan apakah
sebuah perilaku akan terjadi. Teori ini secara tidak langsung mengatakan sebuah
perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat
seseorang juga dipengaruhi oleh sikap-sikap perilaku, seperti apakah ia merasa suatu
perilaku itu penting, teori ini juga menegaskan sifat normatif yang mungkin dimiliki
orang-orang. mereka berfikir tentang apa-apa yang akan dilakukan orang lain
(terutama orang-orang yang berpengaruh didalam kelompok), (Graeff, dkk, 1996).
Teori tindakan beralasan dapat disimpulkan bahwa sikap mempengaruhi
perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan
dampaknya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap
umum tetapi oleh sikap spesifik terhadap sesuatu. Kedua perilaku tidak hanya
ditentukan oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita
mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat.. Ketiga sikap terhadap
suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat
Berikut adalah diagram Teori Tindakan beralasan :
Gambar: 2. Teori Tindakan Beralasan (McKenzie,1997)
b. Theory of Planned behavior
Teori perilaku terencana (Theory of Planned behavior) dikembangkan dari
teori tindakan beralasan (Theory of reasoned Action). Inti dari teori perilaku
terencana adalah faktor intensi perilaku namun dominan intensi terdiri dari aspek
sikap terhadap perilaku yang bersangkutan, norma-norma subjektif dan control
perilaku yang dihayati (McKenzie, 1997).
Keyakinan-keyakinan dalam teori perilaku terencana berpengaruh pada sikap
terhadap perilaku tertentu. Pada norma-norma subjektif dan pada control perilaku
tersebut akan membawa pada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan
mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan orang lain) dan
motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma
subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku dibentuk oleh pengalaman masa lalu Niat
Berperilaku Norma
subjektif
Perilaku Sikap terhadap
dan pikiran individu tentang seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku
yang bersangkutan .
Menurut teori perilaku terencana diantara berbagai keyakinan yang akhirnya
menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia
tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan ini dapat berasal dari
pengalaman perilaku yang bersangkutan di masa lalu, dapat dipengaruhi oleh
informasi tak langsung mengenai perilaku itu, misalnya dengan melihat pengalaman
teman atau orang lain yang pernah melakukan dan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang menpengaruhi atau menambah kesan kesukaran untuk melakukan
perbuatan yang bersangkuatan .
c Teori pembelajaran sosial
Teori ini dikembangkan oleh Bandura , untuk memperjelas bagaimana orang
belajar dalam lingkungan yang sebenarnya. Bandura menghipotesiskan bahwa
tingkah laku, lingkungan, dan kejadian internal pada seseorang merupakan hubungan
yang saling berpengaruh. Teori ini menekankan pada hubungan segi tiga antara
orang, perilaku dan lingkungan. Teori ini melihat perilaku sebagai fungsi self
efficacy (self confidence) dan harapan dari seseorang. Seseorang merasa yakin dengan
kemampuannya karena kehadiran pengalaman berkenaan dengan sebuah perilaku
atau merasa yakin berdasarkan observasi yang dilakukannya pada orang lain,
harapan hasil positif dan negatif juga tergantung pada pengalaman pribadi atau
observasi terhadap pengalaman orang lain (Graeff, dkk, 1996).
Bandura melihat kepribadian manusia sebagai suatu interaksi antara
lingkungan dan proses psikologi sosial. Ia mengatakan manusia bisa mengendalikan
perilaku mereka melalui proses mengenal sebagai pengaturan diri. Proses ini
melibatkan tiga langkah yaitu:
1. Melalui pengamatan (observasi), individu dapat belajar melalui pengamatan
terhadap orang lain dan di observasi untuk dirinya sendiri dan seolah-olah
menjalaninya sendiri.
2. Hasil yang diharapkan, individu membandingkan pengamatan tersebut agar
dapat digunakan di masyarakat maupun dirinya sendiri.
3. Penguatan, akan mempengaruhi seseorang dalam menjalani suatu perilaku,
individu mendapat pujian ketika ia meniru suatu tingkah laku untuk dilakukan
atau ejekan ketika ia tidak melakukan.
Belajar observasi pengalaman orang lain (model) dalam menjalankan sebuah
perilaku, maka kemampuan kita meniru perilaku tersebut menjadi bertambah.
2.2. Faktor yang mempengaruhi perilaku remaja terhadap hubungan seksual pranikah
Menurut Pangkahila (1998) perilaku remaja terhadap hubungan seksual
pranikah dipengaruhi oleh peran orang tua, peer education, dan media massa. Azwar
sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya, diantaranya
berbagai faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi lembaga pendidikan,
lembaga agama, serta emosi dari dalam diri individu.
Berdasarkan penelitian Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Litbang
Kesehatan, Depkes RI (1990), terhadap siswa-siswa di Jakarta dan Yogyakarta,
menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan
hubungan seksual adalah membaca buku porno, dan nonton VCD porno. Adapun
motivasi utama melakukan hubungan seksual pranikah adalah suka sama suka,
pengaruh teman sebaya, kebutuhan biologik dan merasa kurang taat pada nilai agama
(Narendra, 2002).
Terkait faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap hubungan
seksual pranikah (Adam dalam Turuy 2003), mengatakan bahwa hubungan seks pada
remaja cenderung kurang direncanakan serta lebih bersifat spontan karena
dipengaruhi oleh romantisme aktivitas seks, ketidakpastian identitas seks, sifat
infulsif yang dipengaruhi oleh kematangan emosional dan kognitif.
2.2.1. Alasan remaja melakukan hubungan seksual pranikah
Imran (1999) mengatakan alasan seseorang melakukan hubungan seksual
sebelum menikah adalah a). membuktikan bahwa mereka saling mencintai. b). takut
hubungan akan berakhir. c). rasa ingin tahu tentang seks. d). kepercayaan bahwa
menyenangkan. f) sama-sama suka (dengan pacar atau pekerja seks komersial).
g) pacar mengatakan bahwa hal itu tidak akan apa-apa.
2.2.2. Cara-cara yang biasa dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksual pranikah
Cara-cara yang biasa dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksual
pranikah yaitu: bergaul dengan lawan jenis, berdandan agar menarik perhatian lawan
jenis, berhayal atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton
film pornografi, melakukan hubungan seks non penitrasi (berpegangan tangan,
berpelukan, berciuman pipi/bibir), cara-cara tersebut ada yang sehat dan ada juga
yang menimbulkan berbagai resiko secara fisik, psikologis dan sosial.
2.2.3. Resiko hubungan seksual pranikah
Hubungan seksual pranikah mempunyai resiko yang besar dibandingkan
manfaat yang diperoleh. Resiko bagi remaja yaitu : kehamilan yang tidak diinginkan,
terkena penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS, infeksi saluran reproduksi,
aborsi dengan segala resiko, kehilangan keperawanan dan keperjakaan, perasaan
malu, bersalah dan berdosa, ketagihan, gangguan fungsi seksual, perasaan tidak
berharga. Akibat bagi keluarga yaitu: menimbulkan aib keluarga, menambah beban
ekonomi keluarga, pengaruh bagi anak yang dilahirkan. Sedangkan akibat bagi
masyarakat adalah: meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas
masyarakat menurun, meningkatkan angka kematian ibu dan bayi sehingga derajat
kesehatan reproduksi menurun, menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga
2.2.4. Perilaku remaja tentang seks yang bertanggung jawab
Perilaku remaja tentang seks yang bertanggung jawab adalah menunjukkan
adanya penghargaan baik pada diri sendiri maupun orang lain, mampu mengindahkan
diri dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari teman sebaya, pacar dan dari
hal-hal negativ, memahami konsekuensi tingkah laku dan sikap menerima resiko tingkah
lakunya, bentuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawwab akan berbeda
untuk masing-msing individu tergantung pada pengalaman, kebudayaan, nilai-nilai
dan keyakinan yang dianaut oleh masing-masing. Namun demikian idealnya perilaku
seksual yang sehat dan bertanggung jawab hendaknya didasarkan pada pertimbangan
terhadap segala resiko yang mungkin dihadapi dan kesiapan berbagai resiko
(Imran,1999).
2.3. Karakteristik 2.3.1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin diartikan sebagai jenis seks yaitu laki-laki atau perempuan.
Berdasarkan penelitian bahwa wanita yang menyetujui hubungna seks pranikah lebih
sedikit dibandingkan dengan pria (BPS 2004). Dalam penelitian Damayanti
menyebutkan perilaku laki-laki dan perempuan hingga bergiuman bibir masih sama,
akan tetapi perilaku laki-laki lebih agresif dibandingkan remaja perempuan. Seks
pranikah yang dilakukan olek laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan
perempuan (Heru, 2007).
Penelitian Triratnawati (1999), menunjukkan bahwa remaja laki-laki memang
sulit menahan diri dibandingkan remaja perempuan. Akibatnya lebih banyak remaja
perempuan mendapat pengalaman pertama berhubungan seks pranikah dari pacarnya
(Kisbiah,1997, Iskandar,1998,Utomo,1998, dalam http:
2.3.2. Tempat Tinggal
Menyinggung tentang lokasi favorit untuk melakukan perbuatan terlarang
tersebut bersama pacar paling sering dilakukan di tempat kos atau di rumah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh PKBI (2005), di Kota Palembang, Tasik
Malaya, Cerebon, dan Singkawang menyatakan 85 persen dari responden melakukan
hubungan seksual pranikah pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar.
2.3.3. Pacar (teman intim)
Pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih (kekasih), (Anwar, 2001). Pacaran mengandung pengertian
sebagai dua orang berbeda jenis kelamin saling menyukai atau berkomitmen,
kedekatan dua orang yang dilandasi cinta dan mereupakan masa penjajakan dalam
mencari pasangan hidup.
Dalam penelitian Damayanti menyebutkan berpacaran adalah sebagai proses
perkembangan kepribadian seorang remaja, karena ketertarikan terhadap lawan jenis
namun demikian dalam perkembangan budaya justru cenderung permisif terhadap
gaya pacaran remaja, akibatnya remaja cenderung melakukan hubungan seksual
pranikah ( Heru, 2007).
Pacaran tidak harus selalu berakhir dengan pernikahan, karena sekedar
yang namanya hubungan seksual, jadi hanya sebatas membicarakan masalah, tukar
pikiran, jalan bareng, lalu pegangan tangan, membelai rambut, kalau untuk cium bibir
di Indonesia saat ini masih dianggap belum layak, apalagi untuk melakukan
hubungan seksual lebih tidak setuju. Jika sudah yakin menikah maka hubungan
seksual justru tidak perlu dilakukan.
Pacaran dianggap sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi, yaitu hubungan
seksual pranikah sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta
(De Guzman dan Diaz, 1999). Tanpa adanya komitmen yang jelas mengenai batas
pacaran, kadang tanpa disadari atau direncanakan remaja dapat terbawa untuk
melakukan hubungan seksual dengan pacarnya (http: www.google.co.id).
2.4. Sumber Informasi 2.4.1. Peran orang tua
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat tetapi sangat penting
perannya dalam menumbuhkan anak menjadi remaja yang sehat secara biologis,
psikologis dan sosial termasuk seksualitas yang sehat ( Soetjiningsih, 2004). Hal yang
sama dikatakan oleh Effendy (2000) bahwa peran orang tua dalam mendidik anak
sangat menentukan pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian anak.
Selanjutnya saluran komunikasi yang baik antar orang tua dan anak akan
menciptakan saling memahami terhadap masalah- masalah umum khususnya
mengenai problematika remaja sehingga akan berpengaruh terhadap sikap maupun
tua mereka. Sianipar, (2000) mengatakan bahwa orang tua memegang peranan
penting untuk meningkatkan pengetahuan remaja secara umum dan khususnya
kesehatan reproduksi. Semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak
remajanya semakin rendah perilaku penyimpangan menimpa remaja.
Menurut Sianipar (2000), komunikasi adalah inti suksesnya suatu hubungan
antara orang tua dan remaja. Hubungan komunikasi secara lancar dan terbuka harus
dijaga agar dapat mengetahui apa yang diinginkan remaja, sehubungan dengan
perubahan-perubahan dan perkembangan remaja. Lebih jauh Andayani (1996),
menyatakan bahwa orang tua harus dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
berinteraksi dengan anak mereka di rumah dan saling berbicara apa saja mengenai
kehidupan yang berhubungan dengan remaja, tidak hanya mengatur dan menyalahkan
atau tidak dapat menjadi teman yang baik. Oleh karena itu disamping komunIkasi
yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaaan anak
pada orang tua.
2.4.2. Peran teman sebaya
Andayani (1996), mengatakan dukungan teman sebaya menjadi salah satu
motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan
sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan lawan jenis. Selanjutnya
kadang kala teman sebaya menjadi salah satu sumber informasi yang cukup
berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja, akan
yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media atau berdasarkan pengalaman
sendiri.
Pada masa remaja kedekatan dengan teman sebaya sangat tinggi karena selain
ikatan teman sepermainan menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan
sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai
tempat remaja untuk mencapai otonomi. maka tidak heran bila remaja mempunyai
kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima dari teman-temannya.
Informasi dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang
menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri
remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu mereka sekaligus membuktikan kebenaran
informasi yang diterima sehingga remaja cenderung melakukan dan mengalami seks
pranikah itu sendiri.
2.4.3. Peran media
Menurut Soetjiningsih (2004), media informasi tidak dapat ditinggalkan untuk
ikut serta dalam menyampaikan informasi penting kepada masyarakat umumnya dan
remaja khususnya. Selain itu media massa merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual. Media baik
elektronik maupun cetak saat ini banyak disorot sebagai salah satu penyebab utama
menurunnya moral umat manusia termasuk juga remaja. Berbagai tayangan yang
sangat menonjolkan aspek pornografi, misalnya gambar atau foto wanita yang
berpakai minim atau tidak berpakaian disampul depan, dibagian dalam majalah atau
adegan seks dalam film, bioskop, video atau video compact disk (VCD) dan
sebagainya (BKKBN, 2000).
Media membawa peran yang tidak kecil karena selain memperluas wawasan
dan pengetahuan juga menjadi jalan masuknya nilai-nilai asing, kebudayaan barat
khususnya yang kemudian ditiru, misalnya gaya hidup seks bebas, berpakaian minim
dan kecendrungan menonjolkan daya tarik fisik dan seksual yang secara sengaja
ditunjukkan untuk membangkitkan hasrat seksual. Pengadaan sarana pendukung
seperti hotel, pusat pertokoan, restoran semakin mendukung remaja untuk melakukan
hal-hal yang tidak menunjang kesehatan reproduksi. Karena tempat –tempat tersebut
menjadi fasilitas pendukung bagi remaja untuk berkumpul, saling tukar informasi
dalam hal pornografi, mencari pasangan bahkan menjalankan bisnis seks (pelacuran)
serta melakukan trasaksi obat-obatan terlarang (Soetjiningsih, 2004).
Globalisasi menyebabkan aksesibilitas terhadap pornografi menjadi lebih
mudah, dukungan tehnologi mempermudah remaja memperoleh informasi,
handphon menjadi pilihan teratas untuk mendapat informasi pornografi (26 %)
disusul internet (20%) (Gunawan, 2008).
Media hanyalah alat, tergantung siapa yang memainkannya. Ditangan
industriawan media yang tidak bertanggung jawab akan menjadi sarana penghancur
masyarakat yang sangat mengerikan. Terbukti setiap hari tayangan mengenai free sex
dan free love menjadi tema utama dalam berbagai besar film dan sinetron yang di
tayangkan televisi. Akibatnya remaja beranggapan sek bebas adalah hal yang lumrah
bertanggung jawab dan memiliki idealisme yang solit, media akan menjadi sarana
yang efektif dalam proses pemberdayaan masyarakat tanpa kehilangan nilai jualnya.
2.5. Konsep Remaja
2.5.1. Remaja dan Seksualitas
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial.
Secara kronologis yang tergolong remaja berkisar antara usia 12 sampai 21 tahun
(Dariyo, 2004). Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya
setempat. Sarwono 2005, memberikan batasan remaja adalah individu yang berusia
10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Suriadi (2005), memberikan istilah yang
lebih langsung kepada remaja yaitu kaum muda, mereka yang berusia 15 sampai 24
tahun dan tidak menikah. Masa remaja dibagi menjadi 3 (Nelson, dkk, 2000), Yaitu :
1. remaja awal usia 10 sampai 13 tahun. 2. remaja pertengahan usia 14 sampai 16
tahun. 3. remaja akhir usia 17 sampai 20 tahun dan sesudahnya.
Masa remaja menurut Knoers dan Hadiyono (2005), adalah masa menyulitkan
yang dikenal dengan masa percobaan di mana pada masa ini selain terjadi
kematangan fisik juga terjadi perkembangan psikologis dan sosial. Perkembangan
seksual remaja ditandai dengan adanya tanda-tanda pubertas yang dapat dilihat dari
tanda seks kelamin primer dan sekunder. Seks kelamin primer yaitu yang
menunjukkan organ badan yang langsung berhubungan dengan persetubuhan dan
proses reproduksi yaitu rahim, saluran telur, vagina, bibir kemaluan dan klitoris pada
kelamin sekunder adalah tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan
persetubuhan, yaitu: tumbuhnya rambut kemaluan, ketiak. Pada laki laki ditambah
tumbuh kumis, janggut, kadang-kadang juga pada dada, sedangkan pada wanita yang
tak kalah penting adalah tumbuhnya payudara.
Perkembangan fisik remaja diawal pubertas, terjadi perubahan penampilan
bentuk maupun proporsi tubuh, serta fungsi fisiologis berupa kematangan organ
seksual (seks kelamin primer dan sekunder). Hormon yang mulai berfungsi juga
mempengaruhi dorongan seks, sehingga remaja mulai tertarik pada lawan jenis,
munculnya minat seksual, ingin mendapat kepuasan seksual dan keingintahuan
tentang seks (BKKBN, 2000).
Perubahan fisik dan fungsi tubuh pada masa remaja seperti adanya
menstrulasi pada wanita dan ejakulasi pada pria serta perubahan bentuk tubuh, amat
mempengaruhi kejiwaan remaja. Hal ini dirasakan pada awal masa remaja bagi
mereka dirasakan sebagai masa yang membinggungkan dan menimbulkan kecemasan
juga menimbulkan perasaan bangga karena mereka mulai dewasa.
(Widjanarko,1999).
2.5.2. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode
sebelum dan sesudahnya.
a. Masa remaja sebagai periode penting, karena terjadi perkembangan fisik dan
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu dari masa kanak-kanak kemasa
dewasa
c. Masa remaja sebagai periode perubahanterjadi perubahan emosi tubuh, minat
dan peran perubahab nilai-nilai dan tanggung jawab.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah dan karena remaja merasa sudah
mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri. Identitas diri yang dicari
remaja berupa usaha untuk mencari siapa diri, apa perannya dalam
masyarakat, apakah ia seorang anak atau dewasa.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, anggapan sterotipe
budaya yang bersifat negatif terhadap remaja, mengakibatkan orang dewasa
tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, remaja melihat dirinya dan
orang lain sebagaimana yang mereka inginkan.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, remaja berperilaku yang
dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras,
obat-obatan dan terlibat seks, agar mereka memperoleh citra yang mereka
2.5.3. Tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasa, ada tiga tahap
perkembangan remaja, yaitu:
1. Remaja Awal (early adolescence). Pada tahap ini remaja masih terheran-heran
pada perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang
menyertai perubahan itu, tertarik pada lawan jenis, mudah terangsang secara
erotis dan berkurangnya kendali terhadap ego.
2. Remaja Madya (middle adolescence)Pada tahap ini remaja membutuhkan kawan–
kawan, ada kecenderungan narcistic atau mencintai diri sendiri.
3. Remaja Akhir (late adolescence) Pada tahap ini remaja mengalami konsolidasi
menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian: Minat yang makin
mantap terhadap fungsi–fungsi intelek, Egonya mencari kesempatan untuk
bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman–pengalaman baru, Terbentuk
identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, Egosentrisme diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain, Tumbuh dinding
yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum (Sarwono, 1989).
2.5.4. Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial
yang utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecatatan) dalam semua hal
yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2003).
sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini
tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecatatan namun juga sehat secara fisik,
mental dan sosial kultur ( BKKBN, 2001). Sehat meliputi tidak tertular penyakit yang
menggangu kesehatan reproduksi, tidak menyebabkan kehamilan yang tidak
diinginkan. Sehat mental yaitu percaya diri, mampu berkomunikasi dan mampu
mengambil keputusan atas segala resiko, sedangkan sehat sosial meliputi
pertimbangan nilai yang berlaku, baik nilai agama, budaya, maupun
nilai-nilai sosial.
Kesehatan reproduksi merupakan unsur yang instrinsik dan penting dalam
kesehatan umum baik perempuan maupun laki-laki. Kesehatan reproduksi berarti
manusia mampu melakukan kehidupan seksual yang aman dan memuaskan
bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk bereproduksi ( BKKBN, 2000).
2.6. Landasan Teori
Menurut Dariyo, (2004) Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang
dipersepsikannya sebagai suatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif),
kemudian diinternalisasikan kedalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan
mempengaruhi pada perilaku sesuai dengan persepsinya. Sebab ia merasa setuju
dengan apa yang diketahuinya, namun sebaliknya kalau ia mempersepsikan secara
negatif, maka iapun cenderung menghindari atau tidak melakukan hal tersebut dalam
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsang
dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (determinan
perilaku). Faktor determinan perilaku ada dua yaitu : 1. faktor internal yaitu
karakteristik orang yang bersangkutan. 2. faktor eksternal yaitu lingkungan, baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dsb. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo,
2007).
Kemudian teori diatas dikombinasikan dengan teori tindakan beralasan dan teori
perilaku terencana. Teori tindakan beralasan menegaskan peran dari niat seseorang
dalam menentukan apakah sebuah perilaku akan terjadi. Teori ini secara tidak
langsung mengatakan sebuah perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan
pernah terjadi tanpa niat. Niat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap-sikap terhadap
suatu perilaku seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting (Graeff, dkk, 1996).
Inti dari teori perilaku terencana diantara berbagai keyakinan yang akhirnya
menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia
tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan ini dapat berasal dari
pengalaman perilaku yang bersangkutan di masa lalu, dapat dipengaruhi oleh
informasi tak langsung mengenai perilaku itu, misalnya dengan melihat pengalaman
teman atau orang lain yang pernah melakukan dan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang menpengaruhi atau menambah kesan kesukaran untuk melakukan
Berdasarkan landasan teori dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut :
Determinan faktor internal
Determinan faktor eksternal
Gambar 3. Kerangka Teori Keyakinan
Kepercayaan Nilai-nilai pengalaman
pengetahuan Sikap Persepsi motivasi
karakteristik orang yang bersangkutan
Intensi perilaku
Lingkungan fisik Sosial Budaya
politik
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori dapat dijelaskan bahwa karakteristik (jenis
kelamin, tempat tinggal), teman intim (pacar)), sumber informasi (orang tua, teman
sebaya, media) dan pengetahuan mempengaruhi kecenderungan melakukan hubungan
seks pranikah, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian
Kecenderungan remaja melakukan hubungan seksual
ik h Pengetahuan
Teman intim (pacar)
Suber Informasi: • Orang tua • Teman sebaya • Media
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Metoda penelitian ini adalah penelitian survey dengan menggunakan
rancangan cross sectional. Dalam studi cross sectional variabel bebas dan variabel
tergantung (efek) dinilai secara simultan pada satu saat dan tidak ada follow up
(Sastroasmora dan Ismael, 2002).
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas yang ada di Banda Aceh,
Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri di Banda Aceh, kelas
X sampai kelas XII sebanyak 7997 orang .
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri (laki-laki dan
perempuan) kelas X sampai kelas XII di Banda Aceh. Penentuan besar sampel dalam
penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesa proporsi tunggal (Lemeshow, 1997),
Keterangan:
n : jumlah sampel
P0 : proporsi seks pranikah sebelumnya = 6.2%
Pa : proporsi seks pranikah saat ini = 11,2 %
Z : tingkat kemaknaan (ditetapkan oleh peneliti), 0,05 = 1,96
Z : kekuatan uji power of the test (ditetapkan oleh peneliti) , 80% = 0,80
Perhitungan :
Berdasarkan perhitungan diatas maka jumlah sampel yang diambil dalam
penelitian 208 orang. Jumlah sampel yang diambil dari 13 SMA . Perhitungan
jumlah sampel untuk tiap-tiap SMA dilakukan secara proporsional yaitu jumlah
populasi tiap SMA dibagi dengan jumlah populasi dari ke 13 SMA kemudian
dikalikan dengan jumlah sampel yang ditentukan dengan rumus perhitungan sampel.
Distribusi sampel per SMA dapat dilihat pada tabel berikut : [ Z1- /2 Po(1−Po)+Z1- Pa (1 − Pa ) ]2 n =
(Pa – P0 )2
[ 1,96 0,062(1−0,062)+0,80 0,112 (1 − 0,112 ) ]2 n =
(0,112-0,62) 2
Tabel 3.1. Distribusi Jumlah Sampel perSMA
NO Nama SMA Jumlah populasi Jumlah sampel
1 SMA 1 614 614 / 7997 x 208 =16
2 SMA 2 835 835 / 7997 x 208 =22
3 SMA 3 739 739 / 7997 x 208 = 19
4 SMA 4 677 677 / 7997 x 208 = 18
5 SMA 5 798 798 / 7997 x 208 = 20
6 SMA 6 649 649 / 7997 x 208 = 17
7 SMA 7 818 818 / 7997 x 208 = 21
8 SMA 8 730 730 / 7997 x 208 = 19
9 SMA 9 457 457 / 7997 x 208 =12
10 SMA 10 219 219 / 7997 x 208 = 6
11 SMA 11 613 613 / 7997 x 208 = 16
12 SMA 12 507 507 / 7997 x 208 = 13
13 SMA 13 340 340 / 7997 x 208 = 9
Jumlah 7997 208
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder dikumpulkan dari referensi buku-buku yang ada pada daftar
pustaka, dan instansi yang terkait. Pengumpulan data primer dilakukan di Banda
Aceh oleh peneliti sendiri dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun
berdasarkan tujuan penelitian.
3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas menunjukkan skor atau nilai yang diperoleh benar-benar
menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin di ukur dengan
menggunakan rumus kolerasi product moment dari pearson. Suatu pertanyaan
dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul data apabila ketentuan r-
hitung lebih besar dari r -tabel.
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan, sebagai alat pengumpul data. Instrumen yang
sudah dapat dipercaya akan menghasilkan data yang dapat dipercaya pula. Tehnik
yang dipakai dengan menggunakan metoda Cronbach’s Alpha, yaitu jika nilai r
Alpha lebih besar dari r- tabel, maka dinyatakan reliabilitas (Riduwan, 2002).
Uji coba instrumen (kuesioner) dilakukan pada 25 orang siswa yang bukan
termasuk sampel dalam penelitian ini. Hasil uji coba kuesioner diolah dengan
Tabel 3.2. Hasil Analisa Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
tabel Min max Kesimpulan
Nilai 2. Pertanyaan Informasi
dari orang tua
7 0,408 0,510 Valid 0,903 Reliable 3. Pertanyaan Informasi
dari teman sebaya
11 0,437 0,775 Valid 0,891 Reliable 4. Pertanyaan Informasi
dari media
Pada tabel diatas digambarkan nilai r hasil dan nilai Alpha hasil uji validitas
dan reliabilitas. Berdasarkan tabel r dengan taraf signifikan 5% dengan
menggunakan rumus df = N-2, maka nilai r tabel adalah 0,396. Hasil analisa
reliabilitas 19 pertanyaan pengetahuan menunjukkan nilai r hasil minimal = 0,465
dan maksimal = 0,783 sedangkan nilai Alpha = 0,945, nilai-nilai r hasil dan nilai
Alpha pertanyaan variabel pengetahuan tersebut lebih besar dari nilai r tabel (0,396),
hal ini bermakna bahwa pertanyaan variabel pengetahuan tersebut valid dan reliable.
Pertanyaan informasi dari orangtua ada 7 pertanyaan, hasil uji menunjukkan
nilai r hasil minimal = 0,408 dan maksimal = 0,510 sedangkan nilai Alpha = 0,903,
nilai r hasil dan nilai Alpha pertanyaan variabel informasi dari orangtua tersebut lebih
besar dari nilai r tabel (0,396) hal ini bermakna bahwa pertanyaan tersebut valid dan
reliable. Pertanyaan informasi dari teman sebaya ada 11 pertanyaan, nilai r hasil
minimal = 437 dan maksimal = 0,775 dan nilai Alpha = 0,891 berarti nilai r hasil dan
informasi dari teman sebaya valid dan reliabel. dalam instrumen penelitian valid dan
reliabel.
Pertanyaan informasi dari media 13 pertanyaan, hasil uji menunjukkan nilai r
hasil minimal = 0,470 dan maksimal = 0,834 sedangkan nilai Alpha = 0,934, nilai r
hasil dan nilai Alpha pertanyaan variabel informasi dari media tersebut lebih besar
dari nilai r tabel (0,396) hal ini bermakna bahwa pertanyaan tersebut valid dan
reliabel.
Hasil analisa reliabilitas 8 pertanyaan variabel kecenderungan melakukan
hubungan seksual pranikah menunjukkan nilai r hasil minimal = 0,603 dan maksimal
= 0,896 sedangkan nilai Alpha = 0,882, nilai r hasil dan nilai Alpha pertanyaan
variabel kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah tersebut lebih besar
dari nilai r tabel (0,396), hal ini bermakna bahwa pertanyaan - pertanyaan tersebut
valid dan reliabel.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
a. Kecenderungan melakukan hubungan seksual pranikah adalah kemampuan remaja pria dan wanita menyatakan akan melakukan atau tidak akan
melakukan hubungan seksual pranikah dengan lawan jenis kelamin tanpa
ikatan perkawinan/pernikahan yang sah.
b. Jenis kelamin adalah jenis seks responden laki-laki atau perempuan.
c. Tempat tinggal : tempat responden berdomisili (tinggal) selama ini bersama