RESPON RESIDEN TERHADAP PROGRAM THERAPEUTIC
COMMUNITY (TC) OLEH PUSAT REHABILITASI NARKOBA AL-
KAMAL SIBOLANGIT CENTRE
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas
Sumatera Uta ra
Disusun Oleh: WANDRO
SITANGGANG
110902027
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS
ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Wandro Sitanggang
NIM : 110902027
Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) Oleh Pusat
Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre.
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 119 halaman, 29 tabel, 3 bagan, dan 1 gambar)
Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, peredaran narkoba sudah sampai ke setiap pelosok daerah. Kebanyakan yang menyalahgunakan narkoba adalah kaum remaja yang dimana pada masa remaja ini pergaulan sangat mempengaruhi. Salah satu upaya dalam penanganan permasalahan narkoba ini adalah dengan melakukan rehabilitasi. Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre merupakan salah satu Panti Rehabilitasi narkoba terbesar di Sumatera Utara yang melaksanakan program Therapeutic Community (TC) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang residen alami.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Tujuannya adalah untuk dapat melihat respon positif, netral, ataupun negatif dari para responden di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalu penyebaran kuesioner dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 residen. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan teknik analisa yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah respon residen terhadap program Therapeutic Community (TC) oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre menunjukkan respon netral. Dengan jelasnya, pengetahuan yang dimiliki menimbulkan sikap yang dapat menerima dilaksanakannya program Therapeutic Community (TC) dan akhirnya berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Hasil perhitungan menunjukkan persepsi responden bernilai -0.03, sikap responden bernilai 0.14 dan partisipasi responden bernilai 0.02 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0.04.
UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF
SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Wandro Sitanggang
Student ID Number : 110902027
Response Residence of Programme Therapeutic Community (TC) By Drug
Rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre
ABSTRACT
(This thesis consists of six chapters, 101 pages, 7 Tables and Appendix 5)
Drug abuse is a complex problem in community life. In fact, drugs have come to the rest of the region.Most of the teenagers are the drug abuse and to the young it ' s influence among men. One effort in handling the problem of drugs this is by doing rehabilitation . Drug Rehabilitation Institution Al-kamal Sibolangit Centre is one of those largest drug rehabilitation in North Sumatera who implement the programe Therapeutic Community ( TC ) which aims to solve problems that prefect natural.
This research use descriptive analysis with a quantitative approach .The purpose is to see a positive response , neutral , or the negative of the respondents al-kamal sibolangit institution in drug rehabilitation centre .Data collection techniques used is through the spread of questionnaires and interviews .The population in this research is as much as 50 resident .The data obtained and then were analysed with analysis technique that uses a qualitative approach.
The research results obtained are resident response to the Therapeutic Community ( TC ) by drug rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre show a neutral response . The details , knowledge possessed attitude that can give rise to the implementation of the program received Therapeutic Community (TC) and finally participate in any activities implemented. The result show the perceptions of respondents in calculations worth -0.03 , the attitude of respondents worth 0.14 and participation of respondents worth 0.02 and the result is an average 0.04 scales which means neutral.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
penulis dapat sampai ke titik ini, dapat menyelesaikan kewajiban sebagai
mahasiswa tingkat akhir. Ini semua bukan karena kuat dan gagah penulis, tapi
ini semua karena berkat-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Respon Residen
Terhadap Program Therapeutic Community (TC) Oleh Panti Rehabilitasi
Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan waktu, kepercayaan, kebahagiaan dan ilmu kepada
4. Seluruh Staff bagian Kemahasiswaan, administrasi Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial dan bagian pendidikan, yang membantu segala
proses yang dibutuhkan oleh penulis, yaitu Bu Zuraida, dan Kak
Debby.
5. Pimpinan dan seluruh staff PIMANSU (Pusat Informasi Masyarakat
Anti Narkoba) yang telah berkenan mau membantu penulis melakukan
Praktik Kerja Lapangan dan Penelitian Skripsi. Khususnya untuk Kak
Tia dan Kak Ulfa sebagai staff yang mengarahkan penulis untuk
menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan dan Penelitian Skripsi, dan juga
kepada Fajar dan Jepri yang selama ini mengisi canda tawa penulis
dalam setiap kegiatan penulis didalam maupun diluar. Bpk.
Zulkarnaen Nasution, Direktur Pimansu. Terima kasih ya pak, sudah
mau mengarahkan saya dalam melakukan praktikum maupun penelitian
lapangan.
6. Terima kasih kepada Pimpinan dan Seluruh Staff lokasi penelitian
penulis yang berada di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit
Centre. Dan juga tidak lupa kepada seluruh staff peksos yang berada
disana sekaligus senior penulis stambuk 2010.
7. Teristimewa untuk Kedua Orang Tua saya, Mamak Sinta Nainggolan,
yang selama ini selalu berdoa dan mendukung setiap apapun yang saya
lakukan, walaupun banyak rintangan dan tantangan yang dihadapi
penulis tapi Mamak selalu memberikan kepercayaan kepada saya. Dan
yang saya dari motivasi yang diberikan mamak saya adalah
saya dari atas yang berada disamping Tuhan Yesus Kristus. Terima
kasih pak atas selama ini motivasi dan ajaran mu yang sampai saat ini
saya ingat dan terapkan. Satu perkataan ‗yang saya ingat dari bapak
saya “Laki – laki harus bijaksana”. Dan yang terfenomenal adalah
kepada abang – abang saya sekaligus sebagai donatur saya yaitu Abang
Hari Bukti Sitanggang Dan Abang Fidri Hultari Sitanggang yang
selama ini membantu saya dari segi administrasi. Dan tidak lupa buat
Abang Vemry Sitanggang dan Kak Ester, Abang Sinar
Hamonangan Sitanggang dan kak nina, dan juga Lae hendra dan
hendro beserta Calon Kakak Ipar saya Kak Oni.
8. Untuk kekasih, Yuni Risca Mawarni Sihite, terima kasih atas waktu
yang terus diluangkan untuk penulis, serta terus mendukung penulis dan
bersedia membantu dan mengajari dalam mengerjakan penyusunan
skripsi. Ich liebe dich.
9. Untuk teman-teman seperjuangan, Apara Andri, Mario, Ukap Kaum
Pinggiran, Legend Batak Benget Hutajulu, para Penghuni Kontrakan
Cinta Daniel, Dimas, Tonop, Jole, dan Hongi, dan teman sepermainan
Deslansyah Girsang, Michael Cheney Hura, Sari Tua Panjaitan,
yang sudah lama menenami penulis selama ini dan bersedia menemani
penulis dalam mengerjakan skripsi hingga larut malam. Makasih untuk
semua bantuan dan dukungannya.
10. Seluruh kawan seperjuangan kessos 11 yang tidak dapat penulis
kenangan bersama kita saat jadi peserta inisiasi, panitia bayangan,
panitia inti, dan SC paling bersejarah.
11. Terimakasih juga penulis ucapkan untuk Senior 010 yang mau
membantu penelitian penulis di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal
Sibolangit Centre (Uda Liberson Sitanggang dan Lae – laeku
semua), Alumni Kessos yang selama ini mendukung dan mau
membantu penulis jika penulis mendapatkan kesulitan. Begitu juga
dengan adik juniorku stambuk 2012, dan stambuk 2013.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Sangat diharapkan saran dan kritik guna
menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini. Semoga bermanfaat.
Medan, 14 Juli 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR BAGAN ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8
1.4 Sistematika Penulisan ... 8
BAB II 2.1 Respon ... 10
2.1.1 Pengertian Respon ... 10
2.1.2 Proses Terjadinya Respon ... 10
2.1.3 Indikator Respon ... 11
2.2 Narkoba ... 13
2.2.1 Pengertian Narkoba ... 13
2.2.3 Ciri-Ciri Penyalahgunaan Narkoba ... 23
2.3 Adiksi ... 24
2.3.1 Pengertian Adiksi ... 24
2.3.2 Model-Model Adiksi ... 25
2.3.3 Proses Terjadinya Adiksi ... 27
2.3.4 Dampak Adiksi Terhadap Penyalahguna ... 29
2.3.5 Tahap-Tahap Perubahan ... 30
2.4 Therapeutic Community (TC) ... 33
2.4.1 Sejarah Therapeutic Community (TC) ... 33
2.4.2 Program TC Secara Global ... 34
2.4.3 Program TC di Indonesia ... 38
2.4.4 Filosofi Penerapan Program Therapeutic Community dan Penerapan Metode Pekerjaan Sosial ... 41
2.5 Proses Pelayanan ... 52
2.5.1 Gambaran umum Pelayanan ... 52
2.5.2 Tahapan Pelayanan ... 53
2.6 Kerangka Pemikiran ... 64
2.7 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 67
2.7.1 Definisi Konsep ... 67
2.7.2 Definisi Operasional ... 67
BAB III 3.1 Tipe Penelitian ... 70
3.2 Lokasi Penelitian ... 70
3.3 Populasi Penelitian ... 71
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 71
BAB IV
4.1 Sejarah Berdirinya Panti Rehabilitasi Narkoba
Al-Kamal Sibolagit Centre ... 74
4.2 Visi dan Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 75
4.2.1 Visi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 75
4.2.2 Misi Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre... 75
4.3 Struktur Organisasi ... 76
4.4 Fasilitas Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 82
4.5 Metode Pengobatan di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre ... 89
5.1.4 Data Tingkat Pendidikan Responden ... 96
5.1.5 Data Status Residen ... 97
5.1.6 Data Pekerjaan Residen ... 98
5.2 Analisis Data Responden Terhadap Program Therapeutic Community (TC) ... 98
5.2.1 Persepsi Residen Terhadap Program TC ... 99
5.2.2 Sikap Residen Terhadap Program TC ... 105
5.2.3 Partisipasi Residen Terhadap Program TC ... 106
5.3 Analisis Data Kuantitatif Terhadap Program TC ... 122
5.3.2 Sikap Residen Terhadap Program TC ... 124
5.3.3 Partisipasi Residen Terhadap Program TC ... 126
BAB VI
6.1 Kesimpulan ... 128
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 ... 43
Bagan 2.2 ... 66
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 ... 93
Tabel 5.2 ... 94
Tabel 5.3 ... 95
Tabel 5.4 ... 96
Tabel 5.5 ... 97
Tabel 5.6 ... 98
Tabel 5.7 ... 99
Tabel 5.8 ... 100
Tabel 5.9 ... 101
Tabel 5.10 ... 102
Tabel 5.11 ... 103
Tabel 5.12 ... 104
Tabel 5.13 ... 105
Tabel 5.14 ... 106
Tabel 5.15 ... 107
Tabel 5.16 ... 108
Tabel 5.17 ... 108
Tabel 5.18 ... 110
Tabel 5.19 ... 111
Tabel 5.20 ... 112
Tabel 5.21 ... 113
Tabel 5.22 ... 114
Tabel 5.23 ... 115
Tabel 5.25 ... 117
Tabel 5.26 ... 118
Tabel 5.27 ... 119
Tabel 5.28 ... 120
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Surat Keputusan Penunjukkan Dosen Pembimbing
3. Surat Izin Penelitian
4. Surat Balasan Izin Penelitian
5. Berita Acara Seminar Proposal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS
ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Wandro Sitanggang
NIM : 110902027
Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) Oleh Pusat
Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre.
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 119 halaman, 29 tabel, 3 bagan, dan 1 gambar)
Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, peredaran narkoba sudah sampai ke setiap pelosok daerah. Kebanyakan yang menyalahgunakan narkoba adalah kaum remaja yang dimana pada masa remaja ini pergaulan sangat mempengaruhi. Salah satu upaya dalam penanganan permasalahan narkoba ini adalah dengan melakukan rehabilitasi. Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre merupakan salah satu Panti Rehabilitasi narkoba terbesar di Sumatera Utara yang melaksanakan program Therapeutic Community (TC) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang residen alami.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Tujuannya adalah untuk dapat melihat respon positif, netral, ataupun negatif dari para responden di Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalu penyebaran kuesioner dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 residen. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan teknik analisa yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah respon residen terhadap program Therapeutic Community (TC) oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre menunjukkan respon netral. Dengan jelasnya, pengetahuan yang dimiliki menimbulkan sikap yang dapat menerima dilaksanakannya program Therapeutic Community (TC) dan akhirnya berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Hasil perhitungan menunjukkan persepsi responden bernilai -0.03, sikap responden bernilai 0.14 dan partisipasi responden bernilai 0.02 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0.04.
UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF
SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Wandro Sitanggang
Student ID Number : 110902027
Response Residence of Programme Therapeutic Community (TC) By Drug
Rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre
ABSTRACT
(This thesis consists of six chapters, 101 pages, 7 Tables and Appendix 5)
Drug abuse is a complex problem in community life. In fact, drugs have come to the rest of the region.Most of the teenagers are the drug abuse and to the young it ' s influence among men. One effort in handling the problem of drugs this is by doing rehabilitation . Drug Rehabilitation Institution Al-kamal Sibolangit Centre is one of those largest drug rehabilitation in North Sumatera who implement the programe Therapeutic Community ( TC ) which aims to solve problems that prefect natural.
This research use descriptive analysis with a quantitative approach .The purpose is to see a positive response , neutral , or the negative of the respondents al-kamal sibolangit institution in drug rehabilitation centre .Data collection techniques used is through the spread of questionnaires and interviews .The population in this research is as much as 50 resident .The data obtained and then were analysed with analysis technique that uses a qualitative approach.
The research results obtained are resident response to the Therapeutic Community ( TC ) by drug rehabilitation Al-kamal Sibolangit Centre show a neutral response . The details , knowledge possessed attitude that can give rise to the implementation of the program received Therapeutic Community (TC) and finally participate in any activities implemented. The result show the perceptions of respondents in calculations worth -0.03 , the attitude of respondents worth 0.14 and participation of respondents worth 0.02 and the result is an average 0.04 scales which means neutral.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Arus globalisasi dan perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor
penyebab semakin meningkatnya kasus-kasus kejahatan yang terjadi saat ini.
Selain itu, kemerosotan ekonomi atau kesulitan keuangan juga menjadi pengaruh
yang sangat besar terhadap kejahatan yang terjadi di Negara Republik Indonesia
terutama penyalahgunaan narkoba yang memberikan pengaruh negatif terhadap
generasi penerus bangsa.
Penyalahgunaan narkoba sudah semakin marak terjadi di Negara
Republik Indonesia saat ini, bahkan korbannya sudah merambah hampir ke semua
lapisan masyarakat termasuk juga kalangan mahasiswa. Untuk itu sangat perlu
dilakukan upaya-upaya pencegahan yakni dimulai dari lingkungan sekolah,
perguruan tinggi maupun di setiap lapisan masyarakat, agar penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan bahan adiktif tidak terus-menerus merusak generasi
bangsa. Pencegahan merupakan upaya yang sangat penting, bahkan terpenting.
Untuk mencegah individu dari penyalahgunaan narkoba hal yang paling penting
adalah membentengi diri sendiri dengan imtaq (imam taqwa) selain itu ada hal-hal
lain diantaranya adalah melakukan pendekatan pada siswa disekolah, memberi
kegiatan yang cocok pada kehidupan remaja, membentuk perkumpulan dalam
gerakan anti narkoba (Fradian, 2014).
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif atau
Obat-obat Berbahaya) adalah masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan
upaya dan penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama
multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, konsuekuen, dan konsisten.
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan obat (Narkoba) di
Indonesia mulai muncul pada tahun 1969 dan Narkoba yang disalahgunakan tidak
terbatas pada jenis Opioda dan ganja saja, melainkan juga jenis Sedativa/hipnotika
(Psikotropika) dan alcohol (minuman keras). Tidak jarang pengguna memakai
Narkoba berganti-ganti dan mencampur satu jenis zat dengan zat lainnya
(Polydrugs abuser). Penyalahgunaan Narkoba biasanya diawali oleh penggunaan
coba-coba sekedar mengikuti teman, untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, atau sebagai hiburan, maupun untuk pergaulan,
bila taraf coba-coba tersebut dilanjutkan secara terus menerus akan berubah
menjadi ketergantungan.
Penyalahgunaan Narkoba menimbulkan dampak jangka panjang
terhadap kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ
vital seperti otal, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal, serta dampak sosial termasuk
putus kuliah, putus kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga, serta penderitaan
dan kesengsaraan berkepanjangan.
Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menjadi
ancaman serius bukan saja terhadap kelangsungan hidup dan masa depan
pelakunya serta menimbulkan penderitaan dan beban ekonomi yang berat
terhadap keluarganya, tetapi juga telah menimbulkan ancaman terhadap
Dari hasil Survey Nasional bekerjasama antara Badan Narkotika
Nasional dengan Universitas Indonesia Tahun 2011 tentang survey Nasional
Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka
prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau
sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10- 60tahun). Hal ini
mengalami peningkatan sebesar 0,21% bila dibandingkan dengan prevalensi pada
tahun 2008, yaitu sebesar 1,99% atau sekitar 3,3 juta orang. Pada tahun 2013,
penyalahgunaan narkoba meningkat menjadi 4,58 juta orang. Dengan semakin
maraknya peredaran gelap narkoba, maka diestimasikan jumlah penyalahguna
narkoba akan meningkat 5,1 juta pada tahun 2015, apabila upaya P4GN
(Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba) tidak
berjalan se-efektif mungkin.
Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan Terapi dan
Rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2012 menurut data Deputi Bidang
Rehabilitasi BNN adalah sebanyak 14.510 orang, dengan jumlah terbanyak pada
kelompok usia 26-40 tahun yaitu sebanyak 9.972 orang. Jenis narkoba yang paling
banyak digunakan oleh pecandu yang mendapatkan pelayanan terapi dan
rehabilitasi adalah shabu (4.697 orang), selanjutnya berurutan adalah jenis ganja
(4.175 orang), heroin (3.455 orang), ekstasi (1.536 orang) dan opiate (736 orang)
(Jurnal Data P4GN, 2013).
Terkait maraknya peredaran dan pemakaian narkoba, Kota Medan
sudah masuk sebagai zona merah narkoba. Saat ini peredaran narkoba di Kota
Medan cukup mengkhawatirkan, di mana penyebarannya sudah sampai ke
Narkotika Nasional provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah pecandu narkoba
mencapai sekitar 600 ribu orang (SIB Medan, 2015). Jumlah tersebut
menempatkan daerah Sumatera Utara sebagai peringkat ketiga nasional dalam
praktik peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Jika dilihat dari teori
penyebaran, kemungkinan jumlah pecandu di Sumatera Utara tersebut akan
semakin bertambah karena pengguna narkoba yang ada akan mencari teman untuk
mengonsumsi zat terlarang itu. Perkiraan itu semakin kuat jika dilihat dari statistik
mengenai penambahan jumlah pecandu narkoba di Indonesia setiap tahunnya
(Berita Satu, 2014).
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi
perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum undang-
undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, pengedar,
bandar, maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi
merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Pengguna
atau pecandu narkotika menurut undang-undang sebagai pelaku tindak pidana
narkotika adalah dengan adanya ketentuan Undang-Undang Narkotika yang
mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan pada para pelaku
penyalahgunaan narkotika. Kemudian di sisi lain, pecandu narkotika tersebut
merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap
pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi (Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika).
Salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus adalah para
remaja. Masa remaja merupakan seorang anak yang mengalami perubahan cepat
sosial dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi karena didalam diri remaja
tersebut banyak perubahan dan tidak stabilnya emosi cenderung menimbulkan
perilaku yang nakal. Demikian pula mereka yang berusia 21 tahun sampai 25
tahun, menurut Dr. Zakiah Daradjat walaupun dari perkembangan jasmani dan
kecerdasan telah betul-betul dewasa dan emosinya juga sudah stabil, namun dari
segi kematangan agama dan ideologi masih dalam proses pemantapan
(Supramono, 2004: 4). Sementara upaya pencegahan, telah dilakukan upaya
peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi komunikasi, informasi dan edukasi
mulai dari kalangan usia dini sampai dewasa di seluruh pelosok Indonesia.
Pencegahan itu dilakukan dengan memanfaatkan sarana media cetak, online,
elektronik maupun tatap muka secara langsung kepada masyarakat ataupun
mengatasi para bandar narkoba. Disisi lain, telah dibangun kesadaran, kepedulian
dan kemandirian masyarakat dalam menjaga diri, keluarga dan lingkungannya dari
bahaya narkoba.
Dalam hal upaya rehabilitasi, selama kurun waktu 2010 sampai 2014
telah direhabilitasi sebanyak 34.467 residen baik melalui layanan rehabilitasi
medis maupun sosial di tempat rehabilitasi pemerintah maupun masyarakat.
Namun menurut Kepala BNN, Anang Iskandar, ada beberapa kendala dalam
upaya memerangi narkoba yaitu, pertama, sampai saat ini pelayanan rehabilitas
medis maupun sosial di Indonesia masih sangat terbatas. Sementara pengguna
narkoba sangat besar. Masalah kedua, peredaran narkoba. Dalam kurun waktu
empat tahun, telah terungkap kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka
dan barang bukti yang cukup besar. Namun, hasil itu masih relatif kecil
lainnya, stigma negatif masyarakat terhadap pengguna narkoba. Mereka dianggap
penjahat dan apabila mereka kambuh kembali dianggap residivis, mereka
dikucilkan oleh lingkungannya bahkan keluarga sendiri (Viva News, 2014).
Pemulihan dan pendekatan dalam penanganan penyalahgunaan narkoba
harus dilakukan secara komprehensif dan integratif. Untuk itu tujuan pemulihan
menyangkut dimensi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Hal ini dikarenakan
penyalahgunaan narkoba biasanya terganggu dan menderita secara fisik, mental,
sosial, dan spiritual. Maka tujuan dari program rehabilitasi adalah memotivasi
pecandu untuk melakukan perubahan ke arah yang positif yang terdiri dari upaya-
upaya medis, bimbingan mental, psikososial, pendidikan, latihan vokasional, dan
keagamaan, untuk meningkatkan kemampuan yang sesuai dengan potensi yang
dimiliki, dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mereka, yang pada
akhirnya diharapkan dapat kembali berinteraksi dengan masyarakat dengan wajar.
(S, Arikunto, 2002)
Ada beberapa pusat rehabilitasi yang tersebar di seluruh Wilayah
Indonesia. Salah satu pusat rehabilitasi narkotika terbesar di Wilayah Sumatera
Utara adalah Al-Kamal Sibolangit Centre. Sibolangit Centre merupakan tempat
rehabilitasi bagi orang ketergantungan narkoba dan di desain mirip tempat wisata
dan rumah besar tempat keluarga tinggal, hal ini berguna agar residen merasa
betah di dalam rehabilitasi. Salah satu upaya yang dilakukan Sibolangit Centre
adalah dengan melakukan program Therapeutic Community (TC).
Therapeutic Community (TC) merupakan program terapi rehabilitasi
pecandu-pecandu narkoba. Program TC di Indonesia berlangsung 1997 yang
berkerjasama dengan Yayasan Titihan Respati dan Rumah sakit Ketergantungan
Obat. TC adalah program pengobatan yang efektif untuk pecandu narkoba yang
bertujuan untuk kembali ke kehidupan pecandu narkoba yang secara teratur dan
tanggung jawab bertanggung dalam masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk mengetahui Program Therapeutic Community (TC) sebagai salah satu
upaya yang dilakukan Sibolangit Centre dengan cara mencari tahu bagaimana
―Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di Pusat
Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre‖.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di
Pusat Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Respon Residen
Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di Pusat Rehabilitasi Narkoba
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam rangka:
a. Secara akedemis, memperkaya referensi dalam rangka pengembangan
konsep-konsep, teori-teori penulisan dan ilmu pengetahuan pada umumnya
dan ilmu kesejahteraan sosial khususnya.
b. Secara praktis, menjadi bahan pertimbangan atau referensi dalam rangka
mengembangkan konsep-konsep, teori-teori, terutama model pemecahan
masalah Program Therapeutic Community yang dilakukan oleh Sibolangit
Centre bagi residen.
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, manfaat
penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan
dengan masalah dan objek yang di teliti, kerangka
pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian,
populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi
penelitian dan yang mendukung karya ilmiah.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian beserta dengan analisisnya.
BAB IV : PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon
2.1.1 Pengertian Respon
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata respon memiliki definisi
sebagai tanggapan, reaksi ataupun jawaban. Respon menurut Darl Beum berarti
tingkah laku balasan atau sikap yang menjadi tingkah laku adu kuat (Wirawan,
2000 : 96). Respon juga merupakan kesan-kesan yang mendalam yang dialami
jika perangsang sudah tidak ada (Kartono, 2003 : 57).
Dalam ilmu psikologi, para psikolog menggunakan istilah respon untuk
menamakan reaksi terhadap rangsangan yang diterima oleh panca indera, dan
biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan
oleh perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang
dipasangkan dengan rangsangan dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
respon merupakan tanggapan atas rangsangan yang diterima oleh panca indera.
Kemudian diikuti oleh reaksi yang diwujudkan dalam tindakan atau bentuk
perilaku terhadap rangsangan yang diterima tersebut.
2.1.2 Proses Terjadinya Respon
Terdapat beberapa gejala terjadinya respon berawal dari pengamatan
1. Pengamatan, yaitu kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang
mengenai indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini
merupakan bagian dari kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi
yang dikeluarkan dari arus kesadaran.
2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat
sesuatu warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu
bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan
objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring
yang tidak sama dengan warna objeknya.
3. Bayangan editik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga
menyerupai pengamatan. Respon, yaitu bayangan yang menjadi kesan
yang dihasilakn dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan
pengamatan.
Jadi respon terjadi melalui beberapa proses yaitu pertama-tama indera
mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang
berlangsung sangat singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan
perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan
lama, lebih jelas dari bayangan perangsang. Lalu setelah itu muncul tanggapan
dan kemudian pengertian (http://repository.usu.ac.id/ diakses pada tanggal 20
April 2015 pukul 17:37 WIB).
2.1.3 Indikator Respon
Dalam penelitian ini, respon akan diukur melalui tiga aspek yaitu persepsi,
cara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau
pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Menurut Morgan, King, dan Robingson persepsi menunjukan bagaimana kita
melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar, yang dengan kata lain
persepsi dapat juga didefinisikan sebagai gejala suatu yang dialami oleh manusia.
Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan)
yang diterima panca indera (disebut juga sensasi), kemudian stimulus diantar ke
otak dimana dikodekan serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan
pengalaman yang disadari. Jadi persepsi merupakan suatu proses (Maramis, 2006 :
15-16).
Sikap pada dasarnya adalah rasa suka/tidak suka kita terhadap sesuatu.
Sikap penting sekali karena memengaruhi tindakan. Perilaku seseorang juga
sering ditentukan oleh sikap mereka. Thursnoe mengatakan, sikap adalah derajat
efek positif dan negatif yang dikaitkan dengna objek psikologis. Objek psikologis
yang dimaksud adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan, institusi, pekerjaan,
atau profesi, dan ide yang dapat dibedakn dalam perasan positif atau negatif
(Azwar, 2007 : 25).
Pengukuran sikap dapat diketahui melalui :
a. Pengaruh atau penolakan.
b. Penilaian.
c. Suka atau tidak suka.
d. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi (Mueller, 1996 : 4).
Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting
dalam proses yang ada dalam masyarakat, pemilihan dan pengambilan tentang
alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah
dan keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi,
2000 : 27). Theodorson dan Sumarto juga mendefinisikan partisipasi sebagai
proses anggota masyarakat sebagai individu maupun kelompok sosial dan
organisasi, mengambil peran serta ikut memengaruhi proses perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung memengaruhi
kehidupan mereka (Sulaeman, 2012 : 76).
2.2 Narkoba
2.2.1 Pengertian Narkoba
Istilah narkoba sesuai dengan Surat Edaran Badan Narkotika Nasional
(BNN) No SE/03/IV/2002 merupakan akronim dari Narkoba, Psikoptropika, dan
Bahan Adiktif lainnya. Narkoba yaitu zat-zat alami maupun kimiawi yang jika
dimasukkan ke dalam tubuh dapat mengubah pikiran, suasana hati, perasaan, dan
perilaku seseorang.
I. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Jenis-jenis Narkotika Yang Sering Disalahgunakan :
A. Ganja
Berupa tanaman segar atau yang dikeringkan. Daun ganja bentuknya
memanjang, pinggirannya bergerigi, ujungnya lancip, urat daun
memanjang di tengah pangkal hingga ujung bila diraba bagian muka halus
dan bagian belakang agak kasar. Jumlah helai daun ganja selalu ganjil
yaitu 5, 7, atau 9 helai dan berwarna hijau tua segar dan berubah coklat
bila sudah lama dibiarkan karena kena udara dan panas. Penggunaannya,
dihisap dari gulungan menyerupai rokok atau dapat juga dihisap dengan
menggunakan pipa rokok.
Efek paling buruk dari pemakaian ganja secara kronis dapat
menyebabkan kanker paru-paru karena pengaruh kadar tar pada ganja jauh
lebih tinggi dari pada kadar tar pada tembakau. Dan penggunaan ganja
dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan
kejiwaan.Hampir setiap orang yang menjadi pecandu narkoba yang lebih
berat seperti heroin pada awalnya mengkonsumsi ganja.
B. Cocain
Berasal dari tanaman coca yang banyak dijumpai di Columbia di
Amerika Latin. Berupa bubuk, daun coca, buah coca, cocain Kristal yang
bewarna putih.Penggunaannya, dengan cara menghirup melalui hidung
dengan menggunakan alat penyedot (sedotan) atau dapat juga dibakar
bersama-sama dengan tembakau (rokok), ditelan bersama minuman, atau
Selanjutnya apabila sudah pada tingkat over dosis atau takaran yang
berlebihan dapat menyebabkan kematian, karena serangan dan gangguan
pada pernafasan dan terhadap serangan jantung. Disamping itu juga dapat
menimbulkan keracunan pada susunan saraf sehingga korban dapat
mengalami kejang-kejang, tingkah laku kasar, fikiran yang kacau dan mata
gelap. Dampak negatif yang sangat berbahaya dari penyalahgunaan kokain
dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak (stroke).
C. Morfin dan Heroin
Berupa serbuk yang bewarna putih, abu-abu, kecoklatan hingga coklat
tua. Penggunaannya, dengan cara menghirup asapnya setelah bubuk heroin
dibakar di atas kertas timah pembungkus rokok (sniffing) atau dengan
menyuntikkannya langsung ke pembuluh darah setelah heroin dilarutkan
dalam air.
Efek yang ditimbulkan, menimbulkan rasa mengantuk, lesu,
penampilan ―dungu‖ jalan mengambang, rasa sakit seluruh badan, badan
gemetar, jantung berdebar-debar, susah tidur dan nafsu makan berkurang,
matanya berair dan hidungnya selalu ingusan, problem pada kesehatan;
bengkak pada daerah menyuntik, tetanus, HIV/AIDS, Hepatitis B dan C,
problem jantung, dada dan paru-paru, serta sulit buang air besar. Pada
wanita mengganggu sirkulasi menstruasi.
Morfin dan Heroin berasal dari getah opium yang membeku sendiri
dari tanaman Papaver Somniferum. Dengan melalui proses pengolahan
dapat menghasilkan Morfin. Kemudian dengan proses tertentu dapat
Gejala putus zat (sakaw) adalah sangat menyiksa sehingga yang
bersangkutan akan berusaha untuk mengkonsumsi heroin. Oleh karena itu,
pecandu heroin akan berusaha dengan cara apapun dan resiko apapun guna
memperoleh heroin. Mereka tidak segan-segan melakukan tindakan-
tindakan kekerasan atau kejahatan, misalnya mencuri, menodong,
merampok, dan melakukan pembunuhan. Telah banyak remaja puteri yang
terlibat pelacuran (menjual diri) hanya sekedar untuk mendapatkan uang
guna membeli heroin.
Pecandu heroin sangat sulit untuk mengehentikan pemakaian heroin
dan cenderung untuk mengkonsumsi dalam jumlah/dosis semakin
bertambah dan sesering mungkin. Akibatnya over dosis.
D. Ekstasy
Berupa tablet dan kapsul dan bewarna bermacam-macam.
Penggunaannya, ditelan. Efek yang akan ditimbulkan, rasa gembira secara
berlebihan. Banyak orang mengkonsumsi ekstasy untuk tujuan bersenang-
senang. Ekstasy hanya digunakan oleh anak-anak muda agar dapat
berpesta/diskotik sepanjang malam. Karena saking gembiranya kadang-
kadang sampai lepas kendali sehingga tidak malu untuk melakukan pesta
seks.
Pemakaian ecstasy dapat mendorong tubuh untuk melakukan aktifitas
yang melampui batas kemampuannya. Akibatnya dapat menyebabkan
kekurangan cairan pada tubuh (dehidrasi) karena terlalu banyak
yang berlebihan (over dosis) mengakibatkan penglihatan kabur, mudah
tersinggung (pemarah), tekanan darah meningkat, nafsu makan berkurang
dan denyut jantung bertambah cepat. Kematian sering terjadi karena
pemakaian yang berlebihan yang mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah diotak (stroke).
E. Shabu
Berupa kristal yang bewarna putih. Penggunaannya, dibakar dengan
menggunakan aluminium foil dan asapnya dihirup melalui hidung.
Dibakar dengan menggunakan botol kaca khusus (bong) dan disuntikkan.
Penggunaan shabu mendorong tubuh melakukan aktifitas yang
melampaui batas kemampuan fisik/berkeringat secara berlebihan, sehingga
dapat menyebabkan kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Bagi mereka
yang sudah ketagihan, apabila pemakaiannya dihentikan (putus zat) akan
timbul gejala-gejala seperti merasa lelah dan tidak berdaya dan tidak
berdaya (stamina menurun), kehilangan semangat hidup (ingin bunuh diri),
merasa cemas dan gelisah secara berlebihan, kehilangan rasa percaya diri,
susah tidur.
II. Psikotropika
Zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Dalam bidang Farmakologi, Psikotropika dibedakan dalam 3 (tiga)
a. Golongan Psikostimulansi
Jenis zat yang menimbulkan rangsangan. Jenis obat yang tergolong
ini:
a) Amfetamine (lebih popular dikalangan masyarakat sebagai
shabu dan ecstasy).
b) Desamfetamine.
b. Golongan Psikodepresan
Golongan obat tidur, penenang dan obat anti cemas. Merupakan
jenis obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang jelas. Jenis
obat yang termasuk golongan ini:
a) Amobarbital.
b) Phenol karkital.
c) Penti karkital.
Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
dimasukkan dalam golongan III yaitu jenis psikotropika yang
berkhasiat untuk pengobatan dan banyak disalahgunakan untuk
terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
c. Golongan Sedativa
Jenis-jenis obat-obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang
jelas dan digunakan sangat luas dalam terapi. Jenis obat yang masuk
golongan ini adalah Diazepam, Klobazam, Bromazepam,
Fenibarbital, Barbital, Klonazepam, Klordiazepam,
III. Zat Adiktif
Bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan
kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan
ketergantungan (adiksi) yaitu keinginan untuk menggunakan kembali
secara terus menerus.
Yang tergolong zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan, yaitu:
A. Alkohol (ethanol atau ethyl alcohol)
Hasil fermentasi/peragian karbohidrat; dari buir padi-padian, cassava,
sari buah anggur, nira. Kadar alkohol minuman yang diperoleh melalui
proses fermentasi tidak lebih dari 14%, karena ketika kadar alkohol
mencapai 14%, mikroba raginya mati. Alkohol yang disebut methyl
alkohol adalah jenis alkohol yang sangat berbahaya. Kadar alkohol dari
bir 3-5%, Wine 10-14%,Whisky, Rhum, Gin, Vodka, dan Brendy,
antara 40-50%. Manusia sudah sejak lebih dari lima millennia
mengkonsumsi minuman beralkohol.
Akibat ditimbulkan oleh alcohol bagi kesehatan adalah:
a. Menyebabkan depresi pada sistem syaraf pusat.
b. Jika penggunaan dicampur dengan obat lain sipemakai akan
pingsan atau kejang-kejang tidak sadar diri.
c. Menyebabkan oedema otak (pembengkakan dan terbendungnya
darah dari otak).
d. Menimbulkan habilutasi, toleransi dan ketagihan.
e. Mengakibatkan mundurnya kepribadian.
g. Melemahkan jantung dan hati menjadi keras (Nasution, 2013:1-
15).
B. Kafein, caffeine (1.3.7. Trimethylsantine)
Alkaloida yang terdapat dalam buah tanaman kopi. Biji kopi
mengandung 1-2,5% kafein. Kafein juga terdapat dalam minuman
ringan.
Efek yang ditimbulkan dari kafein, yaitu:
a. Keracunan kafein.
b. Kecemasan dan gangguan tidur.
c. Kecanduan.
d. Menimbulkan masalah saluran pencernaan.
e. Beresiko terkena serangan jantung (Amazine, 2015).
C. Nicotine (Nicotiana Tabacum L)
Nikotin terdapat dalam tumbuhan tembakau dengan kadar sekitar 1-
4%. Dalam setiap batang rokok terdapat sekitar 1,1mg nikotin. Nikotin
menimbulkan ketergantungan. Dalam daun tembakau, terdapat ratusan
jenis zat lainnya selain dari nikotin (BNN, 2004;23).
Efek yang ditimbulkan dari nicotine, yaitu:
a. Menyumbat saluran-saluran darah baik dari maupun menuju
jantung sehingga memperlambat aliran darah.
b. Menimbulkan penyakit kanker.
c. Serangan jantung.
d. Impotensi dan gangguan kehamilan dan janin (Nasution,
D. Zat sedative (penenang) dan hipnotika
Yang tergolong sedative/hipnotika diantaranya Benzodiazepin meliputi
antara lain:
a. Temazapam.
b. Diazeoam.
c. Nitrazepam.
d. Klonazepam.
E. Halusinogen
Penggunaan halusinogen dapat menimbulkan perasaan tidak nyata
yang dapat meningkat di halusinasi dengan persepsi yang salah. Oleh
karena itu, jenis ini sering dinamakan zat penghayal. Halusinogen
dapat menimbulkan ketergantungan fisik serta psikis dan efek
toleransi. Yang termasuk halusinogen antara lain: LSD (Lysergic Acid
Diethylamide), DOM, DMT, dll (Nasution, 2004:23).
F. Inhalen
Zat yang terdapat pada lem dan pengencer cat (thinner).
Penyalahgunaan inhalen dapat merusak pertumbuhan dan
perkembangan otot, syaraf dan organ tubuh lainnya. Menghirup sambil
menggunakan obat anti depresi seperti obat penenang obat tidur,
alcohol akan meningkatkan resiko over dosis dan dapat mematikan dan
jika pengguna melakukan aktifitas normal seperti berlari atau berteriak
dapat mengakibatkan kematian karena gagal jantung.
Efek yang ditimbulkan dari inhalen, yaitu:
b. Tidak dapat berfikir.
c. Mudah berdarah dan memar.
d. Kerusakan system syaraf utama.
e. Kerusakan hati dan ginjal.
f. Sakit maag.
g. Sakit pada waktu buang air kecil.
h. Kejang-kejang otot dan batuk-batuk (Nasution, 2013:15).
2.2.2 Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu proses yang makin meningkat
dari taraf coba-coba ke taraf penggunaan untuk hiburan, penggunaan situasional,
penggunaan teratur sampai kepada ketergantungan. Memasuki taraf coba-coba
bisa langsung terseret kepada taraf ketergantungan oleh karena sifat narkoba yang
mempunyai daya menimbulkan ketergantungan yang tinggi. Penyalahgunaan
narkoba dapat dilakukan dengan cara ditelan, dirokok, disedot dengan hidung,
disuntikkan ke dalam pembuluh darah balik (intravena), disuntikkan ke dalam otot
atau disuntikkan ke dalam lapisan lemak dibawah kulit.
Penggunaan narkoba secara suntik dan menggunakan jarum suntik secara
bergilir dapat menimbulkan ketularan penyakit HIV/AIDS. Hepatitis B, Hepatitis
C, dan penyakit infeksi lainnya yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh.
Penggunaan narkoba secara berulang kali akan menimbulkan ketergantungan yang
makin lama memerlukan jumlah narkoba yang makin tinggi dosisnya untuk
narkoba dihentikan atau dikurangi secara mendadak akan menimbulkan gejala
putus narkoba (withdrawal syndrome), yaitu perasaan nyeri seluruh badan.
Sekali mencoba narkoba berisiko timbul keinginan untuk mencoba dan
mencoba lagi sehingga akhirnya timbul ketagihan dan ketergantungan. Pada
umumnya, baru timbul keinginan untuk menghentikannya dalam keadaan sudah
terlambat, yaitu sudah berada dalam cengkeraman ketergantungan yang tidak bisa
ditinggalkan (BNN, 2004: 9-10).
2.2.3 Ciri-ciri Penyalahgunaan Narkoba
Mereka yang mengkonsumsi narkoba akan mengalami gangguan mental
dan perilaku, akibat terganggunya system neuron transmiter pada sel-sel susunan
saraf pusat diotaknya. Gangguan pada system ini mengakibatkan terganggunya
fungsi koqnitif atau alam pikiran, afektif atau alam perasaan/mood/emosi dan
psikomotor atau perilaku.
Orang berpendidikan sekalipun akan menemui kesulitan untuk bisa
mengetahui seseorang telah mengalami ketergantungan obat-obatan. Mengapa ?
Bisa jadi karena mereka tidak tahu atau kurang pengetahuannya tentang
ketergantungan obat. Bisa juga karena mereka menggangap remeh kadar
penggunaan narkoba. Karena memang diawal penggunaan, seorang penyalahguna
narkoba tidak begitu berbeda dari lainnya. Apalagi seorang anak yang pintar pasti
akan memakai segala kepintarannya untuk menipu orang lain terutama orang tua
2.3 Adiksi
2.3.1 Pengertian Adiksi
Adiksi merupakan suatu kondisi ketergantungan fisik dan mental terhadap
hal-hal tertentu yang menimbulkan perubahan perilaku bagi orang yang
mengalaminya. Dalam adiksi, terdapat tuntutan dalam diri penyalahguna narkoba
untuk menggunakan secara terus menerus dengan disertai peningkatan dosis
terutama setelah terjadinya ketergantungan secara fisik dan psikis serta terdapat
pula ketidakmampuan untuk mengurangi atau menghentikan konsumsi narkoba
meskipun sudah berusaha keras.
Adiksi atau ketergantungan terhadap narkoba merupakan suatu kondisi
dimana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis terhadap
suatu zat adiktif dan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
I. Adanya Proses Toleransi
Individu membutuhkan zat yang dimaksud dalam jumlah yang semakin
lama semakin besar, untuk dapat mencapai keadaan fisik dan psikologis
seperti pada awal mereka merasakannya.
II. Adanya Gejala Putus Zat (Withrawl Syndrome)
Individu akan merasakan gejala-gejala fisik dan psikologis yang tidak
nyaman apabila penggunaannya dihentikan. Perasaan tidak nyaman fisik
seperti tulang sakit, mata berair, lemas, diare, muntah-muntah, dan lain-
lain. Pada akhirnya gejala-gejala fisik tersebut dapat menurunkan berat
badan dan menimbulkan ketergantungan pada narkoba, serta komplikasi
medis. Secara psikologis, gejala putus obat ditandai dengan munculnya
percaya diri, cemas, emosi tidak terkontrol, gangguan kepribadian, tidak
toleran, mengalami penolakan, curiga (terutama pada pengguna
methamphetamine), dan halusinasi.
Selain terhadap kondisi fisik dan psikologis, seorang pengguna (addict)
juga mengalami gangguan pada perilakunya. Dalam kehidupan sosial,
seseorang penyalahguna narkoba akan mengisolasi diri, lari dari
kenyataan, manipulative, mengalami kemunduran moral, motivasi rendah,
berperilaku anti-sosial, kemampuan sosial menurun, egois, pandangan
dunia yang tidak realistis, dan sebagainya.
2.3.2 Model-model Adiksi
Ada beberapa model ketergantungan yang digunakan untuk menjelaskan
ketergantungan narkoba dalam program rehabilitasi. Tidak ada model yang
dianggap lebih baik dan lebih bermanfaat dalam suatu penyembuhan (treatment).
Kebanyakan model-model itu digunakan secara eklektik/gabungan dari beberapa
model. Berikut ini adalah beberapa model diantaranya:
a. Model Belajar Berperilaku (Learning Model)
Model ini beranggapan bahwa seseorang menyalahgunakan narkoba karena
pengalaman pertamanya memperoleh ―imbalan‖ yang menyenangkan dan
―positif‖. Hal-hal yang menyenangkan dan positif tersebut menyebabkan
orang mengulang kembali perilaku penyalahgunaan tersebut.
b. Model Kognitif (Cognitive Model)
Model kognitif ini beranggapan bahwa pikiran dan keyakinan adalah
medis, keuangan, dan masalah sosial yang serius bukanlah penyebab
seseorang mulai menggunakan narkoba, tetapi merupakan sifat dasar yang
membawa seseorang pada tanggapan emosional dan mendorong pada suatu
keyakinan adikstif yang menghasilkan perilaku ketergantungan.
c. Model Penyakit (Disease Model)
Dalam model ini penyalahguna narkoba dianggap sebagai kebiasaan
menyimpang yang menyebabkan kondisi menyakitkan pada fisik yang
bersangkutan dan ketergantungan. Melalui penggunaan yang terus-menerus
seorang penyalahguna narkoba akan kehilangan kendali dan perilakunya.
d. Model Gaya Hidup (Lifestyle Model)
Dalam pandangan model ini imbalan kehidupan yang menyenangkan
mengubah kesadaran pada hal-hal yang destruktif, penyalahgunaan
narkoba. Orang-orang yang sudah mengalami ketergantungan akan sulit
mengulangkan kebiasaan penyalahgunaan narkoba karena dapat dianggap
menghilangkan eksistensi dirinya.
e. Model Pengaruh Orangtua (P arental Influence Model)
Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh orangtua dapat menjadi
contoh buruk bagi anak-anak. Orangtua dapat menjadi munafik dan
mengatakan kepada anak-anaknya ―kerjakan apa yang saya bilang, bukan
yang saya lakukan‖. Maka anak akan menanggapi dengan pernyataan sinis,
―kalau orangtua memakai, kenapa saya tidak‖.
f. Model Kelompok Sebaya (Peer Cluster Model)
Model ini beranggapan bahwa penyalahguna narkoba dimulai dan menjadi
dalam kelompok, orang meniru perilaku penyalahgunaan narkoba oleh
kelompok. Kemudian terjadi pembenaran-pembenaran yang akan
mengubah keyakinan, nilai, perilaku, dan alasan-alasan.
g. Model Pintu Gerbang (Gateway Model)
Penyalahgunaan narkoba tidak terjadi secara tiba-tiba. Seseorang
penyalahguna narkoba mulai menggunakan narkoba mulai dari yang
―ringan‖ seperti rokok, alcohol, ganja, sampai yang ―berat‖ seperti
morphine, putaw, shabu-shabu, kokain, dan sebagainya. Zat adiktif yang
―ringan‖ tersebut adalah pintu gerbang kearah penggunaan narkoba yang
lebih ―berat‖.
h. Model Sosial Budaya (socio Cultural Model)
Model ini membahas faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
individu. Lingkungan menjadi faktor utama, termasuk aspek etnografi dan
demografi seperti jenis ras, umur, norma, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan,
pendidikan, system kepercayaan, tingkat konsumsi, dan sebagainya. Semua
faktor tersebut menjadi penentu dalam penyalahgunaan narkoba.
2.3.3 Proses Terjadinya Adiksi
Untuk sampai pada kondisi ketergantungan, seseorang akan mengalami
Gambar 1. Kontinum Pengguna Narkoba
Sumber : Doweiko, 1999
Keterangan : Daerah hitam (yang diarsir) mencerminkan tingkat penggunaan
narkoba
Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Abstinence
Adalah periode dimana seseorang sama sekali tidak menggunakan narkoba
untuk tujuan rekresional.
b. Social Use
Periode dimana individu mulai coba-coba menggunakan narkoba untuk tujuan
rekreasional, namun sama seklai tidak mengalami problem yang terkait
dengan aspek sosial, financial, medis dan sebagainya. Umumnya individu
masih bisa mengontrol penggunaan zatnya.
c. Early Problem Use
individu tersebut, seperti misalnya timbulnya malas belajar, malas sekolah,
keinginan bergaul, hanya dengan orang-orang tertentu, dan lain-lain.
d. Early Addiction
Adalah periode dimana individu sampai pada perilaku ketergantungan baik
fisik, maupun psikologis, dan perilaku ketergantungan ini sangat mengganggu
kehidupan sosial individu tersebut. Yang bersangkutan nyaris sulit mengikuti
pola hidup orang normal sebagaimana mestinya dan mulai terlibat pada
perbuatan yang melanggar norma dan nilai yang berlaku.
e. Severe Addiction
Adalah periode dimana individu hanya hidup untuk mempertahankan
ketergantungannya, sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sosial dan
dirinya sendiri. Pada tahap ini, individu biasanya sudah terlibat pada tindakan
criminal yang dilakukan demi memperoleh narkoba yang diingankan.
Kapan seseorang sampai pada tahap kontinum terakhir (ketergantungan
berat/severe addiction), sangat tergantung pada beberapa hal:
a) Factor individu: biologis, psikologis, dan sosial
b) Jenis zat: opiat adalah zat paling cepat menimbulkan ketergantungan (high
addict)
2.3.4 Dampak Adiksi Terhadap Penyalahguna
Dalam kecanduan seseorang terdapat suatu lingkaran yang tidak berhenti
kecuali seseorang mulai melakukan intervensi (memutuskan pola adiksi tersebut).
Pada intinya, lingkaran ini menjelaskan ketidaknyamanan yang dialami seseorang
kondisinya, yang selanjutnya justru akan mendorong penyalahguna tersebut untuk
mengalami rasa tidak nyaman kembali. (Dytop inc., 2001).
Keadaan fisik dan psikis yang muncul ketika penyalahguna narkoba mulai
mengalami ketergantungan narkoba menyebabkan ketidaknyamanan yang
ditunjukkan oleh perubahan perilaku dan ekspresi secara verbal dan non-verbal.
Pola perilaku negative pada diri penyalahguna narkoba tersebut menambah parah
keadaan psikis yang sebaliknya akan juga memperburuk keadaan perilaku
penyalahguna narkoba tersebut. Berbagai macam pola negatif (fisik, psikis, dan
perilaku) mendorong penyalahguna narkoba untuk ―harus‖ mengkonsumsi
narkoba (kompulsif). Hal ini akan memperburuk kembali keadaan fisik dan
psikisnya dan akan membentuk perilaku yang semakin negatif. Skema
menunjukkan lingkaran adiksi yang semakin parah dan tidak pernah berakhir
kecuali adanya usaha secara sungguh-sungguh baik dari diri penyalahguna
narkobanya maupun orang-orang disekelilingnya untuk menghentikan perputaran
lingkaran tersebut (tidak intervensi).
2.3.5 Tahap-tahap Perubahan
Sebagai suatu penyakit kronis, adiksi tidak dapat disembuhkan. Pulih
merupakan kata yang lebih tepat dalam menggambarkan upaya seseorang
mengatasi penyakit ini. Pemulihan (recovery) seorang penyalahguna narkoba
berlangsung seumur hidup dimana dia dan lingkungannya harus berjalan
beriringan dalam mempertahankan pemulihan mereka. Tujuan pemulihan diawali
oleh stabilitas fisik penyalahguna. Selanjutnya diarahkan agar penyalahguna
disertai dengan penerimaan diri, sehingga penyalahguna menyadari dirinya
sebagai individu yang memiliki peran, hak serta kewajiban di dalam masyarakat.
Dalam proses tersebut penyalahguna tidak akan mempertahankan pemulihannya
jika tidak didukung oleh pola interaksi yang sehat dengan lingkungan.
Pada dasarnya program pemulihan ditargetkan kepada proses reintegrasi
penyalahguna ke masyarakat umum dimana dirinya memiliki peran serta kualitas
hidup yang memadai untuk hidup wajar sebagai bagian dari masyarakat.
Memotivasi individu yang mengalami ketergantungan pada narkoba untuk mau
menghentikan pola penggunaan zatnya bukanlah hal mudah. Ada tahap-tahap
perubahan yang dialami oleh seorang penyalahguna narkoba yang mempengaruhi
proses pemulihannya.
Tahap-tahap perubahan tersebut yaitu:
a. Precontemplation
Tahap dimana penyalahguna umumnya belum mau mengakui bahwa
perilaku penggunaan narkobanya merugikan dirinya sendiri, keluarga dan
lingkungannya. Pada tahap ini seorang penyalahguna akan menampilkan
mekanisme pertahanan diri agar mereka dapat tetap mempertahankan pola
ketergantungan narkobanya. Jenis mekanisme pertahanan diri yang paling
sering muncul adalah penyangkalan (denial), dimana penyalahguna selalu
―mengelak‖ atas kenyataan-kenyataan negatif yang ditimbulkan akibat
pengguna narkobanya. Jenis mekanisme pertahanan diri yang lain adalah
mencari pembenaran (rasionalisasi), dimana penyalahguna akan selalu
b. Contemplation
Tahap dimana penyalahguna narkoba mulai menyadari bahwa perilaku
penggunaan narkobanya merugikan diri sendiri, keluarga dan
lingkungannya, tetapi sering merasa ragu-ragu (ambiva len) untuk
menjalani proses pemulihan. Proses wawancara motivasional sangat
menentukan apakah penyalahguna narkoba kembali pada tahap
Precontemplation di atas atau justru semakin termotivasi untuk pulih.
c. Preparation
Tahap dimana individu mempersiapkan diri untuk berhenti dari pola
penggunaan narkobanya. Umumnya yang bersangkutan mulai mengubah
pola fikirnya yang dianggapnya dapat membantu usahanya untuk dapat
membebaskan diri dari narkoba.
d. Action
Tahap dimana seorang penyalahguna narkoba dengan kesadaran sendiri
mencari pertolongan untuk membantu pemulihannya.
e. Maintenance
Tahap dimana seorang penyalahguna narkoba berusaha untuk
mempertahankan keadaan bebas narkobanya (abstinensia).
f. Relapse
Tahap dimana seorang penyalahguna narkoba kembali pada pola perilaku
penggunaan narkobanya yang lama sesudah ia mengalami keadaan bebas
2.4 Therapeutic Community (TC)
2.4.1 Sejarah Therapeutic Community (TC)
Program terapi bagi pecandu narkoba merupakan hal yang relative baru
berkembang. Program terapi ini kurang lebih mulai timbul dalam bentuk yang
terorganisasi pada tahun 1960 sebagai respons terhadap masalah sosial dan
masalah kesehatan masyarakat di Amerika Serikat. Pertumbuhan fasilitas terapi
pada tahun 1960 dan 1970 mencerminkan berbagai pandangan tentang masalah
penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba. Selain itu juga dipengaruhi oleh
tuntutan bagaimana masalah tersebut dapat ditangani secara efektif.
Diluar unit detoksifikasi, yang ditujukan sebagai langkah awal terapi,
terdapat tiga modalitas terapi yang dominan dalam penatalaksanaan
penyalahgunaan narkoba; program rawat jalan, program terapi rumatan metadon,
dan program residensial rawat inap jangka panjang yang disebut sebagai TC.
Program TC saat itu berorientasi pada kondisi bebas zat (abstinensia), dimana
residen diharapkan tidak lagi menggunakan zat selama dalam program dan setelah
selesai program. Pada tahun 90-an, muncul program residensial rawat inap jangka
pendek yang menggunakan pendekatan 12 langkah atau pendekatan lainnya
(Institute Of Medicine, 1990). Sementara pada akhir tahun 90-an beberapa
Negara, khususnya Belanda dan Australia mulai memodifikasi program TC
dengan memasukkan pendekatan pengurangan dampak buruk dalm program-
programnya, sebagai suatu upaya menekan laju penularan HIV di kalangan
2.4.2 Program TC Secara Global
Program TC yang saat ini lebih diasosiasikan sebagai salah satu modalitas
terapi penyalahgunaan narkoba, sesungguhnya berawal dari pendekatan perawatan
masalah kesehatan jiwa (psikiatris) pada tahun 40-an di Inggris. Sekalipun
pengaruh TC psikiatris ala Inggris ini terhadap TC adiksi narkoba belum begitu
jelas, namun pendekatan yang dilakukan pada TC Psiakiatris menyerupai
gambaran pendekatan-pendekatan yang umumnya dilakukan pada TC adiksi
narkoba secara umum (Deleon, 2000). Kehadiran TC psikiatris seringkali
dipandang sebagai bagian dari revolusi psikiatris yang ketiga, dimana terjadi
perubahan dari pendekatan individual kepada pendekatan sosial dengan
menekankan keterlibatan banyak pihak, penggunaan metode kelompok, terapi
norma nilai dan psikiatri administrative.
Melacak sejarah TC adiksi narkoba bukanlah perkara mudah karena
hingga 2000 tidak ada kajian komprehensif tentang sejarah TC adiksi. Penelitian
yang terbatas ini mengatakan bahwa konsep-konsep, keyakinan dan praktek TC
ditengarai dan dipengaruhi secara tidak langsung oleh agama, filsafat, psikiatri
dan ilmu-ilmu sosial dan perilaku. Beberapa tulisan merujuk pada kemungkinan
keberadaan TC sejak zaman kuno, terutama dalam upaya masyarakat melakukan
pengobatan dan dukungan.
Cikal bakal TC dalam adiksi narkoba berawal pada 1960 di Amerika
Serikat dan kemudian di Eropa. Pada periode 1964-1971 program TC
dikembangkan secara langsung atau tidak langsung karena pengaruh Synanon dan
Daytop Village (termasuk Gateway House, Gaudenzia, Marathon House,