• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) oleh Panti Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi dan perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor

penyebab semakin meningkatnya kasus-kasus kejahatan yang terjadi saat ini.

Selain itu, kemerosotan ekonomi atau kesulitan keuangan juga menjadi pengaruh

yang sangat besar terhadap kejahatan yang terjadi di Negara Republik Indonesia

terutama penyalahgunaan narkoba yang memberikan pengaruh negatif terhadap

generasi penerus bangsa.

Penyalahgunaan narkoba sudah semakin marak terjadi di Negara

Republik Indonesia saat ini, bahkan korbannya sudah merambah hampir ke semua

lapisan masyarakat termasuk juga kalangan mahasiswa. Untuk itu sangat perlu

dilakukan upaya-upaya pencegahan yakni dimulai dari lingkungan sekolah,

perguruan tinggi maupun di setiap lapisan masyarakat, agar penyalahgunaan

narkotika, psikotropika dan bahan adiktif tidak terus-menerus merusak generasi

bangsa. Pencegahan merupakan upaya yang sangat penting, bahkan terpenting.

Untuk mencegah individu dari penyalahgunaan narkoba hal yang paling penting

adalah membentengi diri sendiri dengan imtaq (imam taqwa) selain itu ada hal-hal

lain diantaranya adalah melakukan pendekatan pada siswa disekolah, memberi

kegiatan yang cocok pada kehidupan remaja, membentuk perkumpulan dalam

gerakan anti narkoba (Fradian, 2014).

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif atau

(2)

Obat-obat Berbahaya) adalah masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan

upaya dan penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama

multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang

dilaksanakan secara berkesinambungan, konsuekuen, dan konsisten.

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan obat (Narkoba) di

Indonesia mulai muncul pada tahun 1969 dan Narkoba yang disalahgunakan tidak

terbatas pada jenis Opioda dan ganja saja, melainkan juga jenis Sedativa/hipnotika

(Psikotropika) dan alcohol (minuman keras). Tidak jarang pengguna memakai

Narkoba berganti-ganti dan mencampur satu jenis zat dengan zat lainnya

(Polydrugs abuser). Penyalahgunaan Narkoba biasanya diawali oleh penggunaan

coba-coba sekedar mengikuti teman, untuk mengurangi atau menghilangkan rasa

nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, atau sebagai hiburan, maupun untuk pergaulan,

bila taraf coba-coba tersebut dilanjutkan secara terus menerus akan berubah

menjadi ketergantungan.

Penyalahgunaan Narkoba menimbulkan dampak jangka panjang

terhadap kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ

vital seperti otal, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal, serta dampak sosial termasuk

putus kuliah, putus kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga, serta penderitaan

dan kesengsaraan berkepanjangan.

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menjadi

ancaman serius bukan saja terhadap kelangsungan hidup dan masa depan

pelakunya serta menimbulkan penderitaan dan beban ekonomi yang berat

terhadap keluarganya, tetapi juga telah menimbulkan ancaman terhadap

(3)

Dari hasil Survey Nasional bekerjasama antara Badan Narkotika

Nasional dengan Universitas Indonesia Tahun 2011 tentang survey Nasional

Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka

prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau

sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10- 60tahun). Hal ini

mengalami peningkatan sebesar 0,21% bila dibandingkan dengan prevalensi pada

tahun 2008, yaitu sebesar 1,99% atau sekitar 3,3 juta orang. Pada tahun 2013,

penyalahgunaan narkoba meningkat menjadi 4,58 juta orang. Dengan semakin

maraknya peredaran gelap narkoba, maka diestimasikan jumlah penyalahguna

narkoba akan meningkat 5,1 juta pada tahun 2015, apabila upaya P4GN

(Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba) tidak

berjalan se-efektif mungkin.

Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan Terapi dan

Rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2012 menurut data Deputi Bidang

Rehabilitasi BNN adalah sebanyak 14.510 orang, dengan jumlah terbanyak pada

kelompok usia 26-40 tahun yaitu sebanyak 9.972 orang. Jenis narkoba yang paling

banyak digunakan oleh pecandu yang mendapatkan pelayanan terapi dan

rehabilitasi adalah shabu (4.697 orang), selanjutnya berurutan adalah jenis ganja

(4.175 orang), heroin (3.455 orang), ekstasi (1.536 orang) dan opiate (736 orang)

(Jurnal Data P4GN, 2013).

Terkait maraknya peredaran dan pemakaian narkoba, Kota Medan

sudah masuk sebagai zona merah narkoba. Saat ini peredaran narkoba di Kota

Medan cukup mengkhawatirkan, di mana penyebarannya sudah sampai ke

(4)

Narkotika Nasional provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah pecandu narkoba

mencapai sekitar 600 ribu orang (SIB Medan, 2015). Jumlah tersebut

menempatkan daerah Sumatera Utara sebagai peringkat ketiga nasional dalam

praktik peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Jika dilihat dari teori

penyebaran, kemungkinan jumlah pecandu di Sumatera Utara tersebut akan

semakin bertambah karena pengguna narkoba yang ada akan mencari teman untuk

mengonsumsi zat terlarang itu. Perkiraan itu semakin kuat jika dilihat dari statistik

mengenai penambahan jumlah pecandu narkoba di Indonesia setiap tahunnya

(Berita Satu, 2014).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah memberi

perlakuan yang berbeda bagi pelaku penyalahgunaan narkotika, sebelum undang-

undang ini berlaku tidak ada perbedaan perlakuan antara pengguna, pengedar,

bandar, maupun produsen narkotika. Pengguna atau pecandu narkotika di satu sisi

merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban. Pengguna

atau pecandu narkotika menurut undang-undang sebagai pelaku tindak pidana

narkotika adalah dengan adanya ketentuan Undang-Undang Narkotika yang

mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan pada para pelaku

penyalahgunaan narkotika. Kemudian di sisi lain, pecandu narkotika tersebut

merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap

pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi (Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika).

Salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus adalah para

remaja. Masa remaja merupakan seorang anak yang mengalami perubahan cepat

(5)

sosial dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi karena didalam diri remaja

tersebut banyak perubahan dan tidak stabilnya emosi cenderung menimbulkan

perilaku yang nakal. Demikian pula mereka yang berusia 21 tahun sampai 25

tahun, menurut Dr. Zakiah Daradjat walaupun dari perkembangan jasmani dan

kecerdasan telah betul-betul dewasa dan emosinya juga sudah stabil, namun dari

segi kematangan agama dan ideologi masih dalam proses pemantapan

(Supramono, 2004: 4). Sementara upaya pencegahan, telah dilakukan upaya

peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi komunikasi, informasi dan edukasi

mulai dari kalangan usia dini sampai dewasa di seluruh pelosok Indonesia.

Pencegahan itu dilakukan dengan memanfaatkan sarana media cetak, online,

elektronik maupun tatap muka secara langsung kepada masyarakat ataupun

mengatasi para bandar narkoba. Disisi lain, telah dibangun kesadaran, kepedulian

dan kemandirian masyarakat dalam menjaga diri, keluarga dan lingkungannya dari

bahaya narkoba.

Dalam hal upaya rehabilitasi, selama kurun waktu 2010 sampai 2014

telah direhabilitasi sebanyak 34.467 residen baik melalui layanan rehabilitasi

medis maupun sosial di tempat rehabilitasi pemerintah maupun masyarakat.

Namun menurut Kepala BNN, Anang Iskandar, ada beberapa kendala dalam

upaya memerangi narkoba yaitu, pertama, sampai saat ini pelayanan rehabilitas

medis maupun sosial di Indonesia masih sangat terbatas. Sementara pengguna

narkoba sangat besar. Masalah kedua, peredaran narkoba. Dalam kurun waktu

empat tahun, telah terungkap kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka

dan barang bukti yang cukup besar. Namun, hasil itu masih relatif kecil

(6)

lainnya, stigma negatif masyarakat terhadap pengguna narkoba. Mereka dianggap

penjahat dan apabila mereka kambuh kembali dianggap residivis, mereka

dikucilkan oleh lingkungannya bahkan keluarga sendiri (Viva News, 2014).

Pemulihan dan pendekatan dalam penanganan penyalahgunaan narkoba

harus dilakukan secara komprehensif dan integratif. Untuk itu tujuan pemulihan

menyangkut dimensi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Hal ini dikarenakan

penyalahgunaan narkoba biasanya terganggu dan menderita secara fisik, mental,

sosial, dan spiritual. Maka tujuan dari program rehabilitasi adalah memotivasi

pecandu untuk melakukan perubahan ke arah yang positif yang terdiri dari upaya-

upaya medis, bimbingan mental, psikososial, pendidikan, latihan vokasional, dan

keagamaan, untuk meningkatkan kemampuan yang sesuai dengan potensi yang

dimiliki, dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mereka, yang pada

akhirnya diharapkan dapat kembali berinteraksi dengan masyarakat dengan wajar.

(S, Arikunto, 2002)

Ada beberapa pusat rehabilitasi yang tersebar di seluruh Wilayah

Indonesia. Salah satu pusat rehabilitasi narkotika terbesar di Wilayah Sumatera

Utara adalah Al-Kamal Sibolangit Centre. Sibolangit Centre merupakan tempat

rehabilitasi bagi orang ketergantungan narkoba dan di desain mirip tempat wisata

dan rumah besar tempat keluarga tinggal, hal ini berguna agar residen merasa

betah di dalam rehabilitasi. Salah satu upaya yang dilakukan Sibolangit Centre

adalah dengan melakukan program Therapeutic Community (TC).

Therapeutic Community (TC) merupakan program terapi rehabilitasi

pecandu-pecandu narkoba. Program TC di Indonesia berlangsung 1997 yang

(7)

berkerjasama dengan Yayasan Titihan Respati dan Rumah sakit Ketergantungan

Obat. TC adalah program pengobatan yang efektif untuk pecandu narkoba yang

bertujuan untuk kembali ke kehidupan pecandu narkoba yang secara teratur dan

tanggung jawab bertanggung dalam masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik

untuk mengetahui Program Therapeutic Community (TC) sebagai salah satu

upaya yang dilakukan Sibolangit Centre dengan cara mencari tahu bagaimana

Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di Pusat

Rehabilitasi Narkoba Al-Kamal Sibolangit Centre‖.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan

sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Bagaimana Respon Residen Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di

Pusat Rehabilitasi Narkoba Al-kamal Sibolangit Centre?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Respon Residen

Terhadap Program Therapeutic Community (TC) di Pusat Rehabilitasi Narkoba

(8)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam rangka:

a. Secara akedemis, memperkaya referensi dalam rangka pengembangan

konsep-konsep, teori-teori penulisan dan ilmu pengetahuan pada umumnya

dan ilmu kesejahteraan sosial khususnya.

b. Secara praktis, menjadi bahan pertimbangan atau referensi dalam rangka

mengembangkan konsep-konsep, teori-teori, terutama model pemecahan

masalah Program Therapeutic Community yang dilakukan oleh Sibolangit

Centre bagi residen.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, manfaat

penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan

dengan masalah dan objek yang di teliti, kerangka

pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian,

populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis

(9)

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi

penelitian dan yang mendukung karya ilmiah.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB IV : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil

Referensi

Dokumen terkait

Red meat consumption is comprised mainly of locally produced fresh meat, imported ready-for-slaughter cattle, imports of frozen buffalo meat from India, and frozen beef

On January 24, 2017, OAA Rome paid a visit to the Padano Science and Technology Park (PTP) to learn about the latest innovative agricultural research being conducted in Italy and

CMC signi®cantly lowered the apparent lipid digestibility coef®cient by more than 0.1, this effect being independent of the type of carbohydrate in the diet.. Lipid digestibility

Anda berdua bermaksud untuk menetap di sana selama beberapa hari, menjernihkan pikiran agar kemudian bisa siap untuk mengatasi masalah dan kembali menjalani rutinitas..

(3) In Israilliyat history anyone has sanad confirming an interpretation of the verses of the al- Qur’an and others do not have sanad. When Israilliyat history does not

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979.Farmakope Indonesia.Ed 3.Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.Jakarta.. Dewati,R.2008.Limbah Kulit Pisang Kepok sebagai

[r]

Tablet dengan Pengisi Pati Kulit Pisang.. Universitas